Studi tentang hukuman cambuk di Malaysia (suatu tinjauan hukum pidana islam)

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Pensysaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH

RABIATUL ADAWIYYAH BINTI MAMAT NIM: 109045200013

K O N S E N T R A S I S I Y A S A H S Y A R ’I Y Y A H

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1432 H/2011 M


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta: 10 FABRUARI 2011 M 5 Rabi’ul Akhir 1431 H Rabiatul Adawiyyah Binti Mamat


(3)

(4)

i

KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا ها مسب

Segala puji bagi Allah SWT, yang Maha Mulia Maha Pengasih dan Maha bijaksana yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahNYA kepada penulis dalam menyiapkan rangka penyelesaian dan menguraikan kandungan skripsi ini. Seterusnya selawat dan salam kepada junjungan besar kita kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat baginda yang telah banyak berkorban dan menyebarkan dakwah Islam selama ini yang mana telah menyelamatkan uamt dari alam kegelapan kea lam yang terang benderang.

Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar strata satu (s.1) dalam jurusan Siyasah Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang berjudul “STUDI TENTANG HUKUMAN

CAMBUK DI MALAYSIA (SUATU TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM(”

Untuk penulis menyelesaikan skripsi bukan semata-mata dari penulis sendiri melainkan dari bantuan, tunjuk ajar, motivasi, petunjuk dan bimbingan dari pelbagai pihak, baik secara langsung atau secara tidak langsung yang terlibat dalam proses menyiapkan skripsi ini. Dalam pada itu, penulis mengucapkan penghargaan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat.

1. Pihak Universiti Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi


(5)

ii

skripsi ini dan terima kasih atas kesabaran dan masukan yang diberi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Asmawi, M. Ag. Afwan Faizin, M,A. Masing-masing selaku ketua dan

sekretaris program studi Jinayah Siyasah dan Ibu Sri Hidayati, M. Ag, yang pernah menjadi sekretaris kami, yang telah banyak membantu dan memberi motivasi kepada penulis.

4. Seluruh staff pengajar (dosen) Fakultas Syariah Dan Hukum yang telah

banyak menyumbang ilmu dan motivasi sepanjang penulis berada disini. Selain itu terima kasih juga kepada seluruh staff perpustakaan dan karyawan yang telah banyak memfasilitas penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada segenap dosen dan petugas (KUDQI) Kolej Universiti Islam Darul

Quran Islamiyyah yang banyak membantu dan memberi jalan untuk penulis sehingga penulis mampu menyambung pembelajaran di bumi Jakarta ini.

6. Ayahanda Mamat bin Ngah. Ibunda zainab @ mek wook binti Ibrahim. Serta

saudara-saudariku dan sanak saudara yang dikasihi semua. Terima kasih atas segala pengorbanan dan keyakinan yang dibekalkan untuk penulis yang kejauahan ini. Sesungguhnya dengan bekal kasih sayang, didikan, dorongan


(6)

iii

dan perhatian penuh kesabaran yang diberi tidakkan dapat terbalas sesempurna yang diberikan.

7. Kepada sahabat-sahabat yang tidak kurangnya memberi semangat dan

dorongan yang tidak terperi dalam membantu penulis mencari dan mendapatkan informasi yang berguna untuk penulisan skripsi penulis. K.ngah,

ann, k.azie, faizah, hajar, alfiyah, ba’ei, shaidah, najihah, khadijah, adik-adik

junior, sahabat-sahabat seperjuangan dari KUDQI dan IPA yang sama-sama menunutut di bumi Jakarta. Dan tidak dilupakan kepada teman-teman Indonesia yang senantiasa memberi tunjuk ajar kepada penulis, najwa, dan teman-teman lain yang tak sempat penulis menulis namanya. Terima kasih atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis.

8. Buat guru-guru yang berada di Malaysia yang banyak memberi dorongan dan

partisipasi, buat Kedutaan Besar Malaysia, Malaysian Club UIN MCUJ dan teman-teman dari universitas-universitas di Jakarta.

Akhirnya, mudah-mudahan segala jasa dan pengorbanan akan mendapat balasan dari Allah SWT kepada semua yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menyiapkan skripsi

ini. Penulis mengucapkan “jazakumullah khaira jaza”.

Semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada pembaca sekalian. Penulis amat menyedari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka kritikan dan saran yang


(7)

iv

Jakarta, 10 Fabuari 2011 M


(8)

v

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

D. Review Studi Terdahulu...7

E. Metode Penelitian...9

F. Sistematika Penulisan...11

BAB II HUKUMAN DALAM ISLAM A. Hukuman Bagi Pelanggar Syariat...13

B. Tindak Pidana Yang Diancam Hukuman Cambuk…...16

C. Tatacara Pelaksanaan Hukuman Had……… …………..19 D. Tujuan Cambuk Disyariatkan………28

BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG ISLAM A. Hukum Islam di Tanah Melayu...30

B. Kedudukan Hukum Islam Ketika Penjajahan...,..33

C. Undang-Undang Islam Dalam Perlembagaan...36

D. Suasana Pemikiran dan Anutan Fikih Islam…………....41

BAB IV HUKUMAN CAMBUK DALAM MAHKAMAH SYARIAH A. Wewenang Mahkamah Syariah...42


(9)

vi

D. Penilaian Efek Jera Sebatan Di Mahkamah Syariah dan Hukum

Islam ...51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...56

B. Saran ...57

DAFTAR PUSTAKA………...59


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukuman cambuk merupakan salah satu bentuk hukuman yang

telah wujud dalam pelbagai tamadun sejak zaman silam1. Perundangan Islam

yang ada sejak lebih 1400 tahun yang lalu juga sudah menjalankan hukuman

ini, terutamanya terhadap dua kesalahan hudud yaitu minum arak dan juga

berzina2. Hukuman cambuk ini merupakan jenis hukuman yang bersumber

dari Allah SWT, yang dikategorikan dalam bentuk hukuman hudud.

Al-Quran merupakan salah satu sumber aturan pidana Islam, dan fuqaha’ berpendapat bahwa terdapat tiga sumber lain selain Al-Qur’an yaitu Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, hukum-hukum yang diambil dari sumber-sumber

tersebut wajib diikuti3.

Misalnya berasaskan kepada prinsip-prinsip yang diwahyukan

dalam al-Quran mengenai kasus zina. Firman Allah ta’ala dalam Al-Qur’an

surat An-Nur: ayat 2: 24.

"

(

رونلا

:

٢

/

٢٤

(

Artinya :”perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina deralah

tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah jika kamu

1

Siti Zubaidah binti Ismail, “Dalam Melaksanakan Hukuman Cambuk Rotan Terhadap

Kesalahan Jenayah Syariah, khusus di negeri kelantan”tesis 2

Ibid 3

Ahmad Hanafi, Asas- Asas Hukum Pidana, (Jakarta, penerbitan Bulan Bintang, 1993). Cet 5. h. 26


(11)

beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah perlaksanaan hukuman kita disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman.”

Hukuman cambuk ini diberlakukan untuk melindungi berbagai-bagai kepentingan publik yang memuat perlindungan keberagamaan, jiwa,

akal, keturunan, dan harta benda, kepentingan tertentu atau setiap individu.4

Di Malaysia ketika masih menjadi Tanah Melayu pada zaman lampau yaitu sebelum berlaku penjajahan, mengamalkan undang-undang islam dan menganut Mazhab Syafi’, bukti kewujudan peruntukan mengenai hukuman cambuk ini sepertimana yang terpahat pada Batu Bersurat Terengganu yang bertarikh 22 Fabuari 1303 berkenaan dengan hukuman

terhadap pesalah-pesalah zina.5

Perundangan Islam dipercaya mula diamalkan oleh golongan masyarakat Islam sejak berkembangnya pemerintahan Kerajaan Melayu Melaka, keadaannya semakin jelas apabila raja pada masa itu telah memeluk Islam. Pada peringkat awal pelaksanaan hanya pada soal ibadat dan nikah kawin. Setelah itu agak menyeluruh pada beberapa bahagian undang-undang

sipil dan jenayah.6

Penggubalan dan pengumpulan hukum kanun melaka ini diyakini berawal pada zaman Sultan Muhammad Shah (1424-1444M) dan disempurnakan pada zaman pemerintahan Muzaffar Shah, hukum kanun

4

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fikih imam syafi’i, (Terbitan Al- Mahira, Cet 1, 2010), h. 259 5

difahami dari petikan berikut:"Orang berbuat bala cara laki-laki perempuan satitah Dewata Maha Raya jika merdeka bujang palu seratus rotan. Jika merdeka beristeri atau perempuan bersuami ditanam hinggakan pinggang dihambalang dengan batu matikan."

6Abd monir haji ya’kub,

Perkembangan Perundangan Islam, (Penerbitan Sarjana (M)sdn bhd cetakan pertama 1985). h.66


(12)

3

Melaka ini dibagikan peruntukannya kepada dua bagian yaitu hukum adat dan hukum syara’, terdapat empat peruntukan yang menyentuh hukum syarak

dalam hukum kanun melaka.7

1. Undang-Undang Perkawinan Islam..

2. Undang-Undang Muamalah Islam.

3. Undang-Undang Keterangan Islam.

4. Undang-Undang Jinayah Islam.

Melihat pada hukum atau aturan ini adalah sebagai himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tatatertib suatu masyarakat oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat.

Begitu pun, situasi ini mula berubah dengan kedatangan penjajah Inggeris. Sekali pun undang-undang Islam ialah undang-undang asas dan undang-undang negeri Semenanjung Malaysia, tetapi pengaruh orang-orang British telah membuatkan undang-undang Inggeris berkuat kuasa di

semenanjung Malaysia.8

Dimulai dengan Raja-raja Melayu yang membuat perjanjian dengan British dan bersetuju menerima nasihat British dalam semua bidang

kecuali agama Islam dan adat melayu. 9 maka terjadilah perubahan dalam

undang yang ada di Tanah Melayu dan sehingga hari ini undang-undang Inggerislah yang pada praktiknya menjadi hukum asas di Malaysia.

7

Zaini Nasohah. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan Menjelang Merdeka, h. 4

8

Mahyudin Haji Yahya. Islam Dan Pembangunan Negara. (Penerbit University Kebangsaan Malaysia1986), cet. pertama 1986, h.12

9

Ahmad Mohammed Ibrahim. Pentadbiran Undang-Undang isla m Di Malaysia.


(13)

Undang-undang Islam hanya terpakai dalam pentadbiran hal ehwal perkawinan, perceraian, harta pusaka dan pewarisan, dan hal ehwal amalan agama yang lain, dan perjalanan hukuman bagi pengadilan adalah sebagaimana yang telah ditentukan yaitu hanya berkait sekitar hukuman

dalam bentuk ta’zir sama ada denda atau penjara, termasuk juga pada

kesalahan yang sepatutnya dikenakan hukuman had menurut hukum syara’

contohnya berzina jika sabit kesalahan, tetapi hanya dikenakan sanksi denda

atau penjara atau kedua-duanya.10

Dalam Perlembagaan Malaysia memperuntukkan bahwa Dewan Undangan Negeri hanya boleh menggubal kesalahan jinayah syariah yang hukumannya tidak melebihi 3 tahun penjara, denda lima ribu ringgit (RM 5000 bersamaan RP 13500000), dan enam kali cambukan. Berdasarkan akta itu, kadar hukuman cambuk yang sudah ditetapkan adalah enam kali cambukan saja. hukuman ini termasuk juga dalam tindak pidana yang

seharusnya dikenakan hukuman had.

Mengenai hukuman cambuk syariah inilah yang sering menimbulkan polemik dalam masyarakat di Malaysia, polemik ini terjadi karena ketidakfahaman tentang pelaksanaan undang-undang berkaitan cambuk yang dilaksanakan mengikut undang-undang syariah, malah seringkali disamakan dengan cambuk di dalam undang-undang jenayah sipil sama ada dari segi konsep dan pelaksanaan walau pun pada hakikatnya ia adalah sesuatu yang berbeda.

10

Zaini Nasohah. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan Menjelang Merdeka, h. 87


(14)

5

Mayoritas pemerintahan negara-negara muslim telah melakukan

perubahan hukum dengan dua cara, yaitu mengganti syari’ah dengan hukum

sekuler dalam masalah-masalah perdagangan, perdata, tata negara dan pidana, dan hanya menjalankan hukum keluarga dan diwujudkan dalam bentuk hukum syari’at.11

dan juga melakukan pembaruan dengan tetap mengakui prinsip-prinsip dan aturan syari’at seperti penerapannya dalam hukum keluarga dan waris bagi umat Islam.

Penulis dapat menilai bahwa, malaysia juga telah melakukan perubahan sebagaimana perubahan negara muslim lain, memasukkan hukum barat dalam perundangan dan menjalankan undang-undang Islam dan hukum Islam sebagaimana yang telah ditetapkan.

Maka penulis ingin mencoba melakukan penelitian lebih lanjut, dan terdorong untuk menganalisa lebih dalam melalui skripsi dengan judul

“STUDI TENTANG HUKUMAN CAMBUK DI MALAYSIA (SUATU

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM) B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

1. Pembatasan masalah

Dalam pembatasan masalah ini agar lebih praktis dan terfokus sehingga para pembaca mendapatkan manfaat dari penelitian ini, maka penulis membuat batasan hanya kepada pelaksanaan hukuman cambuk dalam hukum syariah di Malaysia menurut hukum Islam atau tidak.

11

Abdulahi Ahmed An-Naim, Dekonstruksi Syari’ah; Wacana Kebebasan Sipil, Hak

Asasi Manusia dan Hubungan Internasional Dalam Islam, Cet ke 4,Yogyakarta, LKIS, 2004). h.65


(15)

2. Perumusan Masalah

Supaya tidak menjadi kajian yang melebar, penulis merumuskan pemasalahan dengan rinci dalam bentuk persoalan berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan dan perjalanan hukuman cambuk di malaysia?

b. Apakah pelaksanaan hukuman cambuk di Malaysia sesuai dengan

aturan hudud?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Pnelitian.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui mengenai seputar hukuman cambuk dalam Islam.

Sebagai suatu hukum hudud yang mempunyai had tertentu atas

kesalahan yang tertentu.

b. Untuk mempelajari dan melihat bagaimana bentuk hukuman cambuk

di Malaysia, apakah sesuai dan mengikut had yang ada dalam hukum

Hudud.

2. Adapun manfaat bagi penelitian ini

a. Agar dapat memberi pengetahuan dan faham kepada masyarakat

tentang keadaan sebenarnya bagaimanakah perjalanan dan pelaksanaan hukum cambuk dalam Islam ini berlaku.

b. Sebagai sumber kepada pembaca seputar perjalanan dan pelaksanaan

hukuman cambuk di malaysia, supaya dapat mengetahui bagaimana hukum cambuk di Malaysia berlaku.


(16)

7

c. Untuk membuka minda penulis sendiri agar lebih tekun dalam meneliti

khazanah ilmu yang ada, yaitu dalam penelitian tentang hikmah dan relevansinya pemberlakuan hukum Islam.

D. Review Studi Terdahulu

Review studi yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah untuk meneliti kajian yang membahas mengenai tema yang hampir sama, namun substansi yang berbeda. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian:

penelitian yang ditulis oleh Mohd Faizal Bin Yunus, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, konsentrasi Siyasah Syar’iyyah 2008. Dalam

skripnya yang berjudul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penerapan Sanksi

Jinayah Zina Di Mahkamah Syariah Negeri Terengganu”. Dalam skripsi ini menguraikan tentang hukum syariah Islam atau lebih rinci tentang hudud seputar perjalanan dan pelaksanaan yang berlaku di sebuah propinsi yaitu di Negeri Terengganu

Penelitian yang ditulis oleh Imran Taha mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum, konsentrasi Peradilan Agama 2008 yang berjudul “

Dampak Perlaksanaan Pidana Syariah Islam di Malaysia Terhadap Institusi Keluarga.(Studi Kasus Cambuk Atas Pelaku Zina Di Kuching Sarawak). Di dalamnya terdapat penelitian mengenai bagaimana perjalanan kasus zina dalam hukum Islam dan kesamaan pemberlakuannya di Mahkamah sarawak.

Penelitian yang ditulis oleh Mailiani, mahasiswa Fakultas Syariah


(17)

Pelaksanaan Hukuman Cambuk Terhadap Moral Generasi Muda Aceh”. Skripsi ini membahaskan mengenai pengaruh pelaksanaan hukuman cambuk terhadap moral generasi muda di Aceh.

Penelitian yang ditulis oleh Mulia Warman mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, konsentrasi Peradilan Agama 2008 Dengan judul “konsistensi Pelaksanaan Hukuman Cambuk Pada Peradilan Islam Kota Banda Aceh – NAD.” Skripsi ini membahas mengenai konsistensi penerapan hukum cambuk di kota banda Aceh, dan praktek eksekusi hukum cambuk di beberapa negara Islam lainnya. Kemudian efektifitas hukuman cambuk di kota banda Aceh dalam meningkatkan kesedaran hukum masyarakat.

Tesis Siti Zubaidah binti Ismail, Universiti Malaya, 2005“Dalam

Melaksanakan Hukuman Cambuk Rotan Terhadap Kesalahan Jenayah

Syariah, (khusus di negeri Kelantan)” di dalam tesis ini terdapat inti mengenai pemberlakuan dan penerapan hukuman cambuk khusus di negeri kelantan.

Disamping itu terdapat beberapa sumber-sumber yang penulis rasakan relevan untuk dijadikan rujukan penulis, antaranya adalah:

Buku Pertama, Ahmad bin Mohd Ibrahim, Bahagian Hal Ehwal

Islam Jabatan Perdana Menteri, 1992 ” Hukum Islam di Malaysia” dalam buku

ini menguraikan pelaksanaan undang-undang Islam dan ciri-ciri istimewa yang ada padanya.


(18)

9

E.Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Untuk pengumpulan dan penelitian data dalam skripsi ini, penulis

menggunakan metode penelitian hukum studi normatif dan kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literature, karena memang pada dasarnya sumber data yang hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka.

Penulis mencoba mengumpulkan data-data yang berasal dari sumber-sumber yang berkaitan dengan hukum pidana Islam yang pernah diberlakukan di Malaysia dan sedang berlaku, baik berupa buku-buku, kitab undang-undang , jurnal, ensiklopedi, yang diakses dari internet yang ada revelansinya dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, sebagai data sekunder.

2. Obyek Penelitian

Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah seputar perjalanan hukuman cambuk yang berlaku di Malaysia dan hukum yang ada dalam Islam apakah ada persamaan dan bagaimana pemberlakuannya.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk mendapatkan data yang lebih faktual, teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi normatif doktriner yaitu mengumpulkan dari bahan-bahan tertulis seperti buku jurnal maupun ensiklopedi, dengan


(19)

mencari bahan-bahan yang terkait dengan obyek penelitian yang dilakukan penulis.

4. Sumber Data.

Sumber-sumber data adalah yang meliputi sebagai berikut:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang langsung diperoleh dari

sumber yang pertama dan obyek penelitian, yaitu buku Hukum Islam di

Malaysia oleh Ahmad Ibrahim, Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri, 1992 . Di dalamnya terdapat hal yang menceritakan mengenai perjalanan Hukum Pidana Islam di Malaysia.

b. Data Sekunder:

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperolehi dari sumber kedua atau sumber pendukung, dari sebuah data yang kita butuhkan. Data ini akan didapatkan dalam bentuk buku-buku, kitab undang-undang, dokumen, literatur-literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian, contoh skripsi

Mohd Faizal Bin Yunus bertajuk : “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Penerapan Sanksi Jinayah Zina Di Mahkamah Syariah Negeri Terengganu” yang ada persamaan dari segi perbahasannya dan penelitiannya.

c. Data Tertier:

Data Tertier merupakan data pelengkap yang terdiri dari kamus. Jurnal. Artikel dan lain-lain. Yang memberi petunjuk maupun penjelasan


(20)

11

terhadap bahan hukum primer dan sekunder.12 Misalnya buku Perkembangan

Perundangan Islam oleh Abd Monir Haji Ya’kub. Dan kitab Undang- Undang Enakmen no.9 tahun 1995. Enakmen Jenayah Syariah (Selangor) 1995. 5.Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis data, penulis memulai dengan membaca seluruh data yang terhimpun dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. kemudian langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data dengan merangkum masalah yang diteliti yaitu analisis bagaimana pemberlakuan hukum cambuk di Malaysia.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang

menyeluruh, penelitian skripsi ini ditulis berdasarkan sistematika berikut: BAB PERTAMA Merupakan bab pendahuluan yang mengandung latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

12

Bambang Sunggono, SH, M.S. Metodologi penelitian hokum, (Jakarta PT Raja Grafindo Persada. 2003.)Cet 6, h.113


(21)

BAB KEDUA Diuraikan gambaran umum tentang hukuman bagi pelanggar syara’, dan menceritakan tentang dasar hukuman cambuk dalam Pidana Islam, di dalamnya akan terdapat pengertian, dan bentuk-bentuk hukuman cambuk, tujuannya untuk melihat bagaimana pemberlakuan

hukuman dan pelaksanaannya dalam had yang di tentukan dalam syariah.

BAB KETIGA Bab ketiga ini untuk menceritakan mengenai hukum Islam yang berlaku di Tanah Melayu, Kemudiannya berlaku perubahan setelah kedatangan penjajahan, yaitu mahkamah syariah telah diberikan kewenangan mengikut perkebangan yang ada, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana pemberlakuan hukum Islam sebelum panjajahan dan selepas kemerdekaan.

BAB KEEMPATBab keempat ini akan di uraikan mengenai sanksi

sebat di mahkamah syariah, undang-undang hukuman cambuk yang ada di Malaysia. Tujuannya untuk melihat sejauh mana pelaksanaan hukum Islam ini diberlakukan, dan apakah efek jera terhadap hukuman yang diberi wewenang oleh perlembagaan persekutuan ini.

BAB KELIMA Merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan disertakan juga saran-saran yang di harapkan dapat memberi satu komitmen yang berguna kepada agama dan negara.


(22)

13 BAB II

HUKUMAN DALAM ISLAM A.Hukuman Bagi Pelanggar Syara’

Hukuman untuk orang yang melanggar aturan syara’ dikatakan hudud, kata hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang berarti, pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain, secara

bahasa had berarti pencegahan, maka hukuman yang dijatuhkan kepada

pelaku-pelaku kemaksiatan disebut hudud, karena hukuman tersebut

dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang dikenai hukuman itu tidak

mengulangi perbuatan yang menyebabkan dia dihukum, had menurut istilah

syara’ pula adalah pemberian hukuman dalam rangka hak Allah.1

Kesalahan yang dikenakan hukuman had, terdiri daripada berzina,

menuduh zina, mencuri, mabuk, mengacau, murtad, dan memberontak, terhadap pelaku ini dikenakan hukuman sebagaimana yang ditetapkan Allah

dan Rasul-Nya2

Hudud adalah hukum Allah, tidak berdiri sendiri malah berada dalam satu sistem Islam yang komprehensif, saling lengkap melengkapi antara

satu komponen dengan satu komponen yang lain. Hudud merupakan salah

satu komponen dari Islam, kaedah pelaksanaan dan tujuan pencegahannya dibuat "kerana Allah" dan bukan dengan tujuan-tujuan yang lain.

1

Sayyid sabiq. Fikih Sunnah. (Pena Pundi Aksara. Cet 1 2006) h. 255 2


(23)

1. Hukuman dalam Hudud terbagi tiga macam, yaitu hukuman mati, hukuman potong tangan, dan cambuk, disertai dengan penyaliban atau

pengasingan:3

a. Hukuman mati diberlakukan dalam empat macam tindak kriminal

yaitu;

1) Murtad,

2) Zina muhsan,

3) Meninggalkan shalat karena malas,

4) Dan membegal (merampok).

b. Hukuman potong tangan diberlakukan dalam dua tindak kriminal

yaitu;-

1) Pencurian

2) Dan membegal (merampok) disertai perampasan harta benda.

c. Hukuman cambuk diberlakukan dalam tiga tindak kriminal. Yaitu;

1) konsumsi minuman memabukkan,

2) Menuduh berzina,

3) Dan zina selain muhshan.

2. Dasar Hukuman Cambuk dalam Islam;

Melihat pada etimologi kata cambuk, dera maupun jild

sebagaimana dikatakan, dera bermaksud cambuk4 dan mendera bermaksud

pukulan dengan cambuk, memukul dengan cemeti, melecut. Cambuk pula berarti alat untuk melecut yang berupa jalinan tali dari serabut atau serat kulit

3

Wahbah Zuhaili,. Fikih imam syafi’i. Terbitan Al- Mahira 2010, cet.1,h. 259 4


(24)

15

kayu, sesuatu yang dapat memberikan dorongan kearah lebih baik.

Mencambuk berarti memukul dengan cemeti berkali-kali.5 Cambuk dalam

bahasa arab disebut jald berasal dari kata jalada(دلج (yang beerti memukul

dikulit atau memukul dengan cambuk yang terbuat dari kulit.6

Hukuman cambuk yang terkandung dalam hukum dan perundangan Islam telah dipengaruhi oleh keadaan hukuman cambuk yang dilaksanakan di penjara-penjara sekarang. Lebih-lebih lagi dari segi alat pemukul (rotan) cara-cara pukulan dan kesakitan yang dialami oleh penerimanya dan berbagai masalah lainnya. Maka disini akan dijelaskan secara ringkas tentang hukuman cambuk sebagaimana yang dikehendaki oleh Agama Islam terutamanya yang berhubungan dengan alat cambuk, cara-caranya dan anggota-anggota yang boleh dipukul (cambuk). Hukuman cambuk yang dikenakan sebagai siksaan

bagi kesalahan jenayah yang menyentuh maruah, akal dan kehormatan7

3. Hukuman cambuk terbagi kepada dua bagian:

a. Cambuk dalam masalah hudud yaitu seksaan yang telah ditetapkan

oleh Allah yang wajib dilaksanakan sebagai menunaikan hak dan

perintah Allah Subhanahu Wataala.8

5

Dilihat artinya dari Kamus lengkap Bahasa Indonesia, 6

Mulia warman, Konsistensi Pelaksanaan Hukuman Cambuk Pada Peradilan Islam Kota Banda Aceh, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008 ,h. 43

7

Haji Daud B. Haji Muhammad, Ketua Penyelia Agama,(Kelantan.Terbitan : Jabatan Hal Ehwal Ugama Islam Kelantan)

http://sites.google.com/site/hukumjenayah/hukum-sebat-mengikut-islam. di unduh pada 24/10/2010.

8 ibid


(25)

b. Cambuk dalam masalah ta’zir yaitu kesalahan–kesalahan yang

dikenakan dengan satu atau lebih daripada siksaan–siksaan ta’zir,

selain daripada siksaan hudud, qisas, diat dan kaffarah.

Ta’zir bererti dera yang menjadi pengajaran. Syarak tidak

menetapkan sesuatu seksaan atau hukuman tertentu bagi kesalahan ta’zir dan

cukup, serta memadai dengan menetapkan kumpulan hukuman dari serendah rendahnya kepada seberat-beratnya dan sesudah itu diserahkan kepada pihak pemerintah untuk memilih dan menentukan mana-mana hukum yang sesuai

mengikut suasana dan keadaan masalah itu sendiri.9

Disini penulis hanya akan membahaskan mengenai hukuman

cambuk yang ada di dalam hudud sahaja

B. Tindak Pidana Yang Diancam Hukuman Cambuk

Sistem hukuman Islam adalah berasaskan kepada prinsip-prinsip yang diwahyukan oleh Allah di dalam al-Quran yang dihuraikan oleh sunnah

Rasul s.a.w10 maka di dalamnya akan didapati hukuman yang telah ditentukan

Allah, yaitu : 1. Had zina:

Antara maksud ayat yang terkandung hukuman cambuk (dera) didasarkan kepada firman Allah taala dalam surah annur: (QS:2:24)

( رونلا / ٢٤ : ٢ (

9

http://datomuhdasri.blogspot.com/2010/08/pelaksanaan-hukuman-sebatan-di-mahkamah.html oleh Dato' Haji Muhamad Asri

10

Ibrahim Ahmad. Hukum Islam di Malaysia, (Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri kuala lumpur 1992.) Cet pertama, h.1


(26)

17

Artinya; "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah

tiap-tiap seorang dari keduanya dengan seratus kali dera, dan janganlah kamu kasihan kepada leduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari oran-orang yang beriman”.

Hukuman bagi penzina dapat dibagi menjadi dua bagian11

a. Dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun bagi penzina yang

belum berkeluarga (ghair muhsan).

b. Rajam bagi yang sudah berkeluarga (muhshan).

Dua hukuman yang telah disebut di atas berdasarkan hadis:

Artinya: diriwayatkan dari ubadah bin Shamit, r.a. dia berkata: Rasulullah

S.A.W.telah bersabda ikutilah perintahku! ikutikah perintahku! Sesungguhnya Allah telah menetapkan cara hukuman zina bagi kaum wanita, yaitu yang belum bernikah (yang berzina) dengan lelaki yang belu menikah mereka terkena hukuman seratus kali pukulan dan diasingkan selaa satu tahun, sedangkan wanita yang telah menikah dan berzina dengan laki laki yang telah menikah , maka merala terkena hukuman seratus kali pukulan dan rajam 12 (H.R Muslim)

2. Penuduhan zina (qadzaf)13.

Pengertian qadzaf dalam arti bahasa

”artinya melemparkan dengan batu dan serupa dengannya.”

Dalam istilah syara’ qadzaf ada dua macam. Yaitu:-

11

Muslich Ahmad Wardiِ, Hukum Pidana Islam, (Terbitan sinat Grafika cet.1. maret 2005 dan cet. 2, december 2005), h. 28

12

Al- Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaj Al- Qusairi An- nisaburi, Shahih Muslim,

mansurah, darul kutub al-ilmiah, Beirut, Lubnan. 13

Dalam syariat islam ia bermaksud menuduh seseorang melakukan zina tanpa membawa bukti yang cukup. Hukumannya ialah sebat sebanyak 80 kali.


(27)

a. Qadzaf yang diancam dengan hukuman had. b. Qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir.

Disini penulis hanya ingin membicarakan mengenai pengertian qadzaf yang dikenakan hukuman had yaitu ;

Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan menghilangkan nasabnya.14

Dalam syariat Islam hukuman jarimah qadzaf ini ada dua yaitu:-

a. Hukum pokok, yaitu jild atau dera.

b. Hukum tambahan, yaitu pencabutan hak sebagai saksi.

Berbeza dengan jarimah zina, hukuman jild (dera ) untuk qadzaf ini

hanya delapan puluh kali cambukan15. Ketentuannya seperti dalam firman

Allah taala: surat An-nur:

.

٢٤

٤

Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik

(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu menerima kesaksian mereka selamanya-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang

fasik”(QS: 4: 24)

3. Hukuman bagi peminum arak.

Menurut Imam Malik dan Imam Abu hanifah, hukuman untuk

peminum keras (khamr) adalah dera delapan puluh kali16, menurut imam

syafi’i, hukuman untuk jarimah syurbul khammar ini adalah 40 kali dera sebagai hukuman had, sedangkan 40 kali cambukan lainnya tidak termasuk

14

Sulaiman Rasid, Opcit, h.60 15

Muslich Ahmad Wardi, Pengantar dan asas hukum pidana Islam fikih jinayah, Terbitan sinar grafika, 2004. cet. 1, h. 146

16


(28)

19

had melainkan ta’zir17

yang hanya dijatuhkan apabila dipandang perlu oleh hakim. Sedangkan jumhur ulama’ berpendapat bahwa 80 kali cambukan

tersebut semuanya hukum had.18 Larangan untuk meminum minuman keras

hukumannya tercantum di dalam hadis nabi s.a.w:

Dari Abdullah ibn Amr ia berkata; telah bersabda Rasulullah saw. “Barang siapa yang meminum khamar maka cambuklah ia, apabila ia mengulanginya lagi maka cambuklah.

Manakala ayat yang menunjukkan larangan meminum minuman yang memabukkan

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)

khammar, berjudi, (berkorban untuk untuk berhala), mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

C. Tatacara pelaksanaan hukuman cambuk (had)

1. Pelaksana hukuman Hudud.

Perundangan-undangan Islam tidak mengijinkan menghukumi

penzina selain pemerintah dan seperangkat lembaganya19. Fuqaha’ sepakat

bahwa pelaksanaan dilakukan oleh imam atau wakilnya (pejabat yang ditunjuk). Kehadiran imam (kepala negara) tidaklah menjadi syarat dalam pelaksanaan hukuman. Bagi Hamba lelaki atau hamba perempuan, hukuman

17 Ta’zir: mencegah dan menolak agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya, ta’zir dimaksudkan sebagai mendidik dan memperbaiki pelaku agar iamenyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan mengehntikan. Muslich Ahmad Wardi, Hukum Pidan Islam, h. 248.

18

Muslich Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Fikih jinayah, h. 147 19Muhammad ‘Aashim Al


(29)

hudud berhak dilaksanakan oleh tuan kepada hamba tersebut20. Hukuman had

harus dilaksanakan secara terbuka dimuka umum 21sesuai dengan firman

Allah dalam surah An-nur ayat 2 sebagaimana yang disebut dahulu.

2. Cara pelaksanaan hukuman cambuk. (kritiria alat dan cara cambuk)

a.Alat sebat.

Sebat adalah digunakan dalam semua kes di mana hukumannya telah ditentukan dengan menggunakan sebat yang mempunyai ulu yang tebal sebesar genggaman jari yaitu lebih besar dari batang tumbuhan dan lebih kecil dari batang tongkat. Dan batang penyebat itu tidaklah boleh dibuat dari batang pokok yang masih hijau ataupun yang telah kering,

memakai cambuk yang tidak terlalu lembut atau tidak pula terlalu keras.22

boleh juga mencambuk dengan memakai pelepah,dan cambuk tersebut

harus kering, juga disyaratkan cambuk tersebut tidak boleh mempunyai ekor lebih dari satu. Dan jumlah pukulan dihitung sesuai dengan banyaknya ekor cambuk tersebut.

Hadis diriwayatkan dari zaid bin aslam r.a ; “suatu hari seorang lelaki mengaku dihadapan rasulullah bahwa ia telah melakukan zina. Maka nabi S.A.W memerintahkan seseorang untuk mengambil cambuk. Lalu dibawalah kepadanya cambuk yang telah pecah-pecah. Nabi s.a.w bersabda: “ yang lebih keras dari ini!” kemudian di bawalah kepadanya cambuk baru yang belum terpotong hujungnya. Nabi bersabda lagi: “ di

20

Dr. Mustofa Al – Khin, dkk, Kitab Fikih Mazhab Syafi’e, jilid 8, Pustaka Salam sdn bhd 2005, cet.1, h. 1982.

21

Muslich Ahmad Wardi, Hukum pidana Islam, h.57 22


(30)

21

antara yang dua ini.” Lalu diberikanlah kepadanya cambuk yang telah lembut karena sering dipukulkan penunggang kepada hewan tunggangannya. kemudian barulah Nabi s.a.w memerintahkan mencambuk

pemuda yang mengaku berzina tadi.23

Maka yang dapat difahami bahwa alat sebat tidaklah dalam satu jenis dan satu bentuk sahaja. Alat sebat bolehlah dijalankan dengan menggunakan rotan atau pelepah tamar. Sekiranya digunakan rotan dan sebagainya maka itu hendaklah sederhana ukurannya jangan terlalu muda atau terlalu tua dan tidak yang berbuku-buku atau pecah-pecah atau seumpamanya supaya tidak boleh mencederakan atau menyebabkan luka parah ke atas pesalah. Ini kerana tujuan yang sebenar hukuman sebat bukan hendak membinasakan pesalah tetapi bertujuan mencegah dan

melarang serta memberi pengajaran kepadanya24

b.Cara melaksanakan sebat

Ketika melaksanakan hukuman sebat hendaklah dengan cara cambukan yang sederhana. Orang yang menyebat tidak boleh mengangkat tangannya sehingga ke paras kepalanya atau dengan kata lain ia tidak boleh mengangkat tinggi tangannya sehingga nampak putih ketiaknya dan

dicambuk berturut-turut supaya sampai kepada matlamat dan tujuannya25.

Cara memukul hendaknya seperti kata Umar bin Khatab r.a. “janganlah

23

Ismail Muhammad bakar, Al-Fiqh Al –Wadih, Penerbit Berlian Publications SDH BHD, Cet. 1, 2008, H. 306

24

Disusun oleh: Haji Daud B. Haji Muhammad, Ketua Penyelia Agama, Kelantan. Terbitan: Jabatan Hal Ehwal Ugama Islam Kelantan.

http://sites.google.com/site/hukumjenayah/hukum-sebat-mengikut-islam. di unduh pada 24/10/2010.

25 Ibid


(31)

kamu mengangkat tangan kamu dalam memukul sehingga mengakibatkan ketiakmu kelihatan.” (maksudnya pukulan itu tidak sepenuh tenaga26. Maka petugas hukuman dera tidak boleh sampai mengayunkan tangannya tinggi lalu memukul si pelaku dengannya tetapi tidak juga terlalu rendah menghayunkan tangannya.

Cambuk sebagaimana yang wajib menurut hukum syara’ ialah

suatu jenis cambuk sederhana dengan cemeti yang tidak terlampau ringan dan tidak terlampau berat.” Dalam hubungan ini sayidina Ali berkata:

“pukullah diantara dua jenis pukulan yang tidak keterlaluan, pukulan itu

janganlah terlalu ringan atau terlampau berat, dengan menggunakan

cemeti yang tidak terlampau lembut dan tidak terlampau keras”. maka cara

yang sederhana harus dikekalkan. Walau bagaimanapun, cambuk tidak boleh dijalankan dengan menggunakan tongkat atau cemeti yang diujungnya ada besi. Menyebat dengan satu dirrah (cemeti ringan) tidaklah memadai dengan hukum had (yaitu jinayah yang lebih besar) walaupun ia digunakan dalam ta’zir. (yaitu hukuman dalam kasus jenayah yang lebih ringan.27

c.Anggota-anggota yang boleh dipukul

Pukulan hendaklah diatur supaya kena dan merata pada anggota tubuh badan pesalah itu kecuali muka, kepala dan dada ditegah sama sekali memukulnya dan tidaklah boleh dicambuk hanya setempat sahaja. Dalam hal ini para fuqoha juga bersependapat bahwa ketika memukul

26

Muhammad Aaashim Al-Haddad, Kejamkah hukum Islam, .79 27


(32)

23

tidak dengan pukulan yang melukai dan membuat pedih, tidak pula dalam satu tempat bahkan hendaknya diseluruh tempat permukaan kulit, berpindah-pindah agar pukulannya tidak terlalu sakit, dan tempat-tempat

yang dapat mematikan sebaik-baiknya tidak dipukul.28

Pukulan cambuk itu hendakalah dikenakan keatas semua anggota badan kecuali anggota yang mudah membawa mudharat, tangan orang yang kena cambuk tidaklah boleh diikat, ataupun ditelanjangkan pakaian dari tubuhnya. Tetapi walau bagaimanapun pukulan cambuk itu hendaklah diulangi secara bertubi-tubi supaya ia meraung-raung kesakitan akibat dari cambukan itu dan cambukan itu dikenakan keatasnya sebagai hukuman

yang boleh dijadikan contoh. 29

d.Keadaan pesalah.

1) Ketika menjalani hukuman.

Pelaksanaan cambuk atau dera bagi lelaki dilakukan dalam

keadaan berdiri, manakala perempuan dalam keadaan duduk30 agar

auratnya tidak terbuka ketika menjalani hukuman. Tidak boleh dilucutkan pakaian yang biasa menutupi aurat mereka seperti baju, seluar, kain sarung dan sebagainya, dikecualikan pakaian-pakain yang tebal atau beralas yang boleh menghalangnya dari rasa sakit yang menjadi matlamat utama dan terpenting dalam hukuman cambuk dan jika mereka berpakaian demikian “tebal” hendaklah diganti dengan

pakaian yang tipis “sederhana”.

28

Ismail Muhammad bakar, Al-Fiqh Al –Wadih, h. 307 29

Ibrahim Ahmad. Hukum Islam di Malaysia, h.13 30


(33)

2) Had bagi pelaku wanita yang sedang hamil.

Bagi pesalah yang mengandung tidak dilaksanakan hukuman had

pada waktu itu, dan hendaklah ditunggu sehingga melahirkan anak,31

baik anak dalam kandungan tersebut hasil zina atau pun bukan zina dan sembuh dari sakitnya melahirkan, serta suci dari darah nifas dan tenaganya sudah pulih.

3) Keadaan pelaku yang sakit

Jika didapati pesalah dalam keadaan sakit dan penyakitnya ada harapan untuk sembuh maka hendaklah ditunggu sehingga dia betul-betul sembuh kerana jika dijalankan juga semasa pesalah itu sedang sakit akan

bertambah berat penyakitnya dan mungkin boleh membinasakannya. 32

Sebaliknya jika penyakitnya tidak ada harapan langsung untuk sembuh,dibolehkan dijalankannya hukuman cambuk tanpa harus menunggu dan membuang waktu lagi, akan tetapi dengan satu syarat, bahawa rotan yang digunakan tidak akan membinasakannya. Oleh karena itu hendaklah menggunakan ranting kayu atau rotan yang kecil atau pun tangkai tamar yang kecil dan jika ukuran ini juga dikhawatirkan

akan membawa maut kepadanya, maka dibolehkan untuk

mengumpulkan seratus ranting kayu atau seumpamanya dan diikat dalam satu ikatan dan dicambuk dengannya satu kali.

31

H.A Djazuli ,Hukum Pidana Islam(fiqh siyasah).


(34)

25

Cara seperti ini diperintahkan Rasulullah SAW supaya dilakukan kepada seseorang lelaki yang berzina yang sakit berat tidak mempunyai harapan untuk sembuh.

Ini kerana pesalah yang sakit merana tidak mempunyai harapan untuk sembuh, maka dibiarkan tanpa dijalankan hukuman cambuk kerana penyakitnya atau dilaksanakan sepenuhnya, maka sudah pasti jika dilaksanakan sepenuhnya akan membawa maut kepadanya dan di dalam keadaan begini diambil jalan tengah yaitu dicambuk satu kali dengan seratus mayang tamar seumpamanya yang diikat dengan satu ikatan saja.

e.Waktu dan tempat melaksanakan hukuman.

Pelaksanaan hukuman cambuk ini tidak boleh sampai

menimbulkan bahaya terhadap orang yang terhukum. Karena hukuman ini bersifat pencegahan. Oleh karena itu, hukuman tidak boleh

dilaksanakan dalam keadaan panas terik atau dalam keadaan dingin.33

Demikian pula hukuman tidak dilaksanakan atas orang yang sedang sakit sampai ia sembuh, dan wanita hamil sampai ia melahirkan. Dan hukuman cambuk tidak boleh dikenakan ketika pelaku itu berada dalam keadaan mabuk yang membawa kepada berlakunya suatu jinayah. Dan bagi kesalahan hudud adalah dikehendaki supaya dijalankan hukuman cambuk dihadapan orang-orang mukmin.

Firman Allah

: نينمْؤمْلا نم ٌةفئاط ام با ع ْد ْشيْل (

نلا : ٨ / )

33


(35)

artinya: Dan hendaklah pelaksaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.

Dimaksudkan dengan sekumpulan itu mengikut pendapat Mujahid,

”Seorang lelaki dan ke atasnya sehingga sampai kepada seribu orang”,

Manakala Ibnu Zaid pula berkata “Bahawa tidak dapat tidak mesti dihadiri sekurang-kurangnya oleh empat orang dari kalangan orang-orang yang beriman sebagai qias dengan empat orang saksi dalam kes zina. Dan pendapat Ibnu Zaid ini adalah selaras dan sama dengan pendapat Imam Malik dan Imam Syafie yaitu tidak dapat tidak mesti terdiri daripada sekurang- kurangnya oleh empat orang daripada kalangan orang- orang yang beriman.

Akhirnya dengan terlaksananya hukuman cambuk tercapailah kebaikan dan kepentingan umum (orang banyak) kerana Islam memandang kebaikan dan maslahat orang banyak itu lebih utama dari maslahat perseorangan dan dengan itu juga terhindarlah kerosakan, keruntuhan moral dan sebagainya dan seterusnya tercapailah kemuliaan dan kebahagian serta sentiasa mendapat inayah, rahmat dan pertolongan Allah.

f.Pelaksanaan hukuman cambuk boleh diberhentikan.

Hukuman cambuk dihenti dan tidak boleh dilaksanakan apabila timbul dan munculnya sesuatu yang boleh menggugurkan hukuman hudud yaitu:

1. Apabila pesalah menarik balik pengakuannya yaitu sebelum dilaksanakan hukuman jika hukuman cambuk kerana zina dijatuhkan berikut dengan pengakuannya, baik pengakuannya itu dibuat secara langsung atau tidak.


(36)

27

2. Apabila saksi-saksi mengubah pendirian dan menarik balik kesaksian mereka sebelum dilaksanakan hukuman samada secara beramai-ramai atau sebahagian darinya sekiranya bilangan saksi yang tinggal kurang dari empat orang.

g. Pembuktian melalui pengetahuan teknologi dan kedokteran masa kini.

Dalam ilmu kedokteran dikenal adanya Kedoktoran Forensik yaitu cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan fakta-fakta medis pada masalah-masalah hokum, atau ilmu bedah yang berkaitan penentuan identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan peradilan.

Menurut ilmu Kedoktoran Forensik dapat diketahui telah terjadinya penzinaan atau tidak, bermula dari di ketahuinya selaput dara robek, atau tanda memar pada vagina, ditemukan air mani dan sperma, yang masih

dapat bergerak pada vagina dalam waktu 4-5 jam post- coital,sperma

ditemukan dalam keadaan tidak bergerak sekitar 24-3 jam post coital,

diketahui golongan darah si pelaku, diketahuinya jenis khromosom atau genetik, diperolehnya bukti kehamilan sampai pada diketahuinya dan

didapatkannya bukti DNA (Dexocy Ribo Nucliec Acid) yaitu sel yang

terdapat pada sel darah putih yang spesifik pada setiap orang.34

pembuktian dari Ketepatan ujian DNA hampir sempurna yaitu sehingga 99.9 peratus kerana profil bagi setiap individu adalah unik dan berbeda serta kemungkinan untuk serupa dengan individu lain hanya satu

34

DR. Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, h. 138


(37)

daripada satu triliun, DNA dapat kenal pastikan nasab anak kasus zina, kewujudan asid deoksiribonukleik (DNA) antara keajaiban Allah, uniknya DNA yang menjadi identiti biologi setiap individu berbeda karena membolehkan agensi penguatkuasaan seperti polisi mengenal dengan pasti

identitas pemilik DNA.35

Dari sudut l ai nn ya penggunaan t eknologi i tu j uga dapat menyelesaikan kes berkaitan penentuan nasab, dengan kata lain ujian seperti itu dapat menyelesaikan masalah di Mahkamah Syariah dalam menentukan sama ada seseorang adalah anak kandung atau sebaliknya.

D. Tujuan Cambuk Disyariatkan

Hukuman cambuk adalah diantara hukuman yang disyariatkan

dalam perundangan Islam, di antara tujuan melaksanakannya ialah:36

1. Bagi siapa saja yang dikenakan hukuman atau yang menyaksikan pasti

merasa takut dan gerun untuk mendekati kesalahan atau jinayah itu.

2. Membersihkan masyarakat dari pada perbuatan dan tabiat yang keji dan

hina.

3. Menghindarkan masyarakat daripada melakukan jinayah.

4. Mengamankan masyarakat dari bahaya dan ancaman jenayah.

5. Untuk menjadi contoh teladan yang paling berguna untuk mengatasi

perbuatan dan gejala jinayah.

Sesuatu jinayah itu secara umumnya ada tiga unsur yaitu; 37

36

Portal Mahkamah Rendah Syariah Tapah.


(38)

29

1. Unsur hukum dan undang-undang, yaitu adanya nash-nash yang melarang

dari melakukan jinayah berkenaan dan nash-nash yang menentukan hukuman terhadapnya.

2. Unsur-unsur fisikal (perbuatan jahat), yaitu adanya perlakuan jinayah

daripada penjenayah berkenaan samada secara melakukan atau meninggalkan, perseorangan atau kelompok, sudah lengkap atau belum lengkap (coba melakukannya).

3. Unsur-unsur mental (niat jahat), yaitu adanya pada penjenayah,

syarat-syarat yang membolehkan memikul tanggunggjawab jenayah, seperti kapasiti, melakukan jenayah secara pilihan sendiri, sengaja ataupun tidak sengaja dan lain-lain.

37


(39)

30 A. Hukum Islam Di Tanah Melayu

Perundangan Islam dipercayai mula diamalkan oleh golongan masyarakat Islam sejak tertubuhnya pemerintahan kerajaan melayu Melaka, keadaannya semakin jelas apabila Raja pada masa itu telah memeluk Islam. Pada peringkat awalnya perlaksanaan hanya pada soal ibadah dan perkawinan. Setelah itu agak menyeluruh pula pada beberapa bagian undang-undang sivil dan

jinayah.1

Terdapat beberapa teks undang-undang Melayu lama yang telah di kumpulkan, antara teks undang-undang Melayu lama yang boleh menggambarkan bentuk perundangan yang dipakai pada masa itu yaitu, Hukum Kanun Melaka,

Hukum Kanun Pahang, Undang-Undang Kedah dan Perak.2

Di Melaka, undang-undang yang dilaksanakan adalah undang-undang Islam yang telah dipakai dan sesuaikan dengan adat Melayu. Teks yang dapat dikesan dan dipakai oleh pemerintahan melayu Melaka pada waktu itu ada dua Teks:

1 Abd monir haji ya’kub,

Perkembangan Perundangan Islam. Penerbitan Sarjana (M) Sdn Bhd 1985, cet. 1.h. 66

2

Zaini Nasohah. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan Menjelang Merdeka. Percetakan Cergas (M) Sdn Bhd 2004, Cet. pertama. h.3


(40)

31

1. Undang-Undang Melaka atau Risalah Hukum Kanun3, risalah hukum qanun

ini telah menjadi kompilasi undang-undang Islam yang menjadi rujukan dan

panduan bagi negeri-negeri lain.4

2. Undang-undang Laut Melaka, mengandungi perkara-perkara yang berhubung

dengan peraturan pelayaran dan perniagaan, kesalahan jenyah perdagangan serta bidang kuasa nakhoda (kapten) kapal .

Penulis memberikan contoh bagi Hukum Kanun Melaka, karena Hukum Kanun Melaka ini banyak dijadikan rujukan oleh negeri-negeri lain. Teks Hukum Kanun Melaka ini tidak memuatkan keseluruhan Undang-Undang Islam, bahkan bercampur dengan undang-undang adat, tetapi bagian perundangan Islam yang diperuntukkan di dalam teks ini berhubungan dengan perkawinan, penceraian, jual beli, qisas, dan hudud (jinayah).

Undang-undang Melaka mengenakan hukuman Allah bagi orang yang membunuh, orang yang mencuri, qadzaf, dan mengenakan hukum diat dan ta’zir.5

Disini apa yang ingin penulis kemukakan mengenai hukuman terhadap

jinayah zina dan meminum minuman yang memabukkan : 6

Pada pasal dalam Kanun Melaka yaitu ;

40.1 Pada hukum zina itu atas dua perkara;

3

Dr Hj Abdullah Ishak. Islam Di Nusantara. khususnya di tanah Melayu), Terbitan Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri, cet. 2 1992 h. 147

4

Ahmad mohammed Ibrahim. Pentadbiran undang-undag Malaysia, Terbitan Institute Kefahaman Islam Malaysia (IKIM 1997.), Cet. 1, h. 75

5

Ibrahim, Ahmad. Hukum Islam di Malaysia. (Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri kuala lumpur 1992.) Cet. pertama, h. 72

6


(41)

Satu: muhsan namanya laki-laki atau perempuan yang sudah bersuami dan nikah yang sah.

kedua: tiada muhsan, laki-laki yang tiada beristeri dan perempuan yang belum bersuami.

Bermula maka yang muhsan itu dihukum direjam dan di lontar dengan batu hingga mati. Maka ghair muhsan hadnya didera seratus kali pula dibuangkan keluar negeri itu setahun.

Syarat muhsan itu 4 perkara ;7

a. Islam

b. Baligh

c. Berakal

d. Tiada ia gila (tidak gila)

Bermula hamba laki-laki dan hamba perempuan hadnya setengah daripada merdeka 50 kali palu.

40.2 bermula hukum liwat dan menyertai binatang seperti hukum

zina juga. Jikalau tiada setubuh hingga peluk cium juga, di ta’zirkan oleh hakim jikalau di hadkan 20 palunya.

Bermula dihukumkan (oleh hakim zina dengan ikrar atau 4 orang saksi) laki-laki yang merdeka melihat orang zina itu.

Bermula jika 2 orang saksi berkata: “ kami melihat ia zina pada suatu penjuru” ; 2 orang berkata-kata: “kami melihat ia zina pada penjuru lain,” maka

7


(42)

33

tiada sabit, pada hukum zina itu hendak sekata keempat saksi itu, maka sabit hukum zina, maka dihukumkan seperti adat dahulu jika adanya.

41 pasal yang keempat puluh esa pada menyatakan hukum Islam

minum arak dan tuak, maka barang siapa minum arak dan tuak atau minum barang minuman yang memabukkan, jikalau merdeka 40 kali dera akan dia, jikalau abdi 20 kali deranya.

Bermula dihadkan 2 perkara, suatu dengan ikrar, suatu dengan 2 orang saksi laki-laki. Tidak dihadkan dengan dicium bau tuak yakni tiada dihukum

padanya.8

Dengan apa yang penulis bawakan dapatlah dilihat bahwa Undang-Undang Islam ketika itu sudah diterapkan dan dijalankan sesuai dengan hukum Islam.

B.Kedudukan Hukum Islam Ketika Penjajahan.

Melihat dengan apa yang dibawa mengenai hukuman Islam yang berjalan di tanah Melayu yaitu Hukum kanun Melaka ini dapat dikatakan sebagai pengumpulan undang-undang Melayu kuno yang diguna pakai pada masa itu dan menjelaskan hukum syara’ telah diakui dan di beri tempat dan dapat dilihat hukum Islam juga sudah ada dijalankan di tanah Melayu.

Sebelum datangnya penjajah undang-undang yang diikuti di negeri-negeri melayu ialah undang-undang Islam yang menyerap adat melayu yang sesuai. 9

8


(43)

Apabila datangnya pengaruh British undang-undang Inggeris telah dimasukkan dan diterima di negeri-negeri melayu dengan dua kaedah.

Pertama dengan kaedah perundangan melalui perundangan dan

Kedua Pihak berkuasa British telah menasehati Raja-raja Melayu agar membuat beberapa undang-undang bertulis dan undang itu semua mengikut

contoh undang-undang Inggeris secara langsung atau tidak.10

Dalam berbagai perjanjian yang dibuat Raja Melayu dengan pihak Inggeris, telah dinyatakan bahwa Raja-Raja Melayu berseruju menerima semua nasehat Inggeris kecuali dalam hal ihwal Agama Islam dan adat istiadat Melayu. Walaupun peruntukan tersebut diadakan namun Inggeris pada hakikatnya sama ada secara langsung maupun tidak langsung telah campur tangan dalam hal ehwal Islam serta pentadbirannya.

Inggeris Juga telah memasukkan keputusan hakim ke negeri-negeri selat, negeri-negeri melayu dan negeri-negeri borneo dan akhirnya akta undang-undang sipil 1956, memperuntukkan bahwa jika tidak ada undang-undang-undang-undang bertulis yang berkenaan mahkamah hendaklah memakai common law England dan kaedah-kaedah ekuiti yang ditadbirkan di England.

Undang-Undang Inggeris diperkenalkan secara rasmi dalam tahun 1937, ketika kedudukan Undang-Undang Inggeris bertambah kukuh kedudukan Undang-Undang Islam pula semakin tergoyah dan terpisah kerana

9

Ahmad mohammed Ibrahim, h. 41 10


(44)

35

mahkamah di Malaysia (tidak termasuk mahkamah syariah) akan menjalankan

Undang-Undang Inggeris (Common law and Equity).11 Sekalipun mahkamah

syariah tidak termasuk dalam menjalankan Undang-undang Inggeris tetapi mahkamah syariah telah diperuntukkan dalam melaksanakan hukuman dalam kasus jinayah, dengan maksud apa-apa yang ada dibawah mahkamah syariah adalah yang telah ditetapkan perlembagaan.

Wewenang mahkamah syariah menjatuhkan hukuman adalah tertakluk kepada peruntukan akta Parlemen, yaitu Akta Mahkamah Syariah (Bidangkuasa Jinayah) 1965 (Pindaan 1984). Akta ini telah menyekat kebebasan dan kuasa negeri berkaitan dengan bidangkuasa jinayah Mahkamah Syariah. Akta ini memperuntukkan Dewan Undangan Negeri hanya boleh menggubal kesalahan jinayah syariah yang hukumannya tidak melebihi 3 tahun penjara, denda lima ribu

ringgit (RM 5000 bersamaan RP 13500000), dan enam kali cambukan12. Dalam

hal yang demikian Dewan Undangan Negeri tidak boleh menggubal hukuman yang lebih dari yang dinyatakan di atas.

Akibatnya undang-undang Islam sebetulnya tidak lagi menjadi undang asas di Malaysia, dan tempatnya telah diambil alih oleh undang-undang Inggeris.

C.Undang-Undang Islam Dalam Perlembagaan

1. Islam dalam Perlembagaan.

11Abd monir haji ya’kub.

Perkembangan perundangan Islam. H. 66

12

Pasal 2 Akta No. 355 tentang Mahkamah Syariah (Bidang Kuasa Jenayah) 1965 yang diamandemen tahun 1984


(45)

Sumber utama undang-undang Islam ialah Al-Quran, hadis dan selain

itu rujukan juga dibuat kepada kitab-kitab fikih13, dan undang-undang Islam

dijadikan undang-undang asas dalam undang-undang negeri di Semenanjung

Malaysia.14 Undang-undang Islam ini ditadbirkan di peringkat negeri dan setiap

negeri mempunyai enakmen mengenai pentadbiran undang-undang Islam di negeri itu. Perlembagaan Persekutuan memperuntukkan bahwa Islam adalah agama Persekutuan akan tetapi lain-lain agama boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana bagian Persekutuan.

Perlembagaan Persekutuan mengenai Agama Islam : 15

a. Peruntukan perlembagaan tentang agama Islam merupakan satu unsur tradisi

dan perkembangan sejarahnya adalah sebagian dari perkembangan sejarah konsep pemerintahan beraja.

b. Perkara tiga telah mengisytiharkan Islam adalah agama bagi Persekutuan

Malaysia

c. Walau bagaimanapun agama lain masih boleh diamalkan dengan aman damai

dalam mana-mana bagian persekutuan.

d. Penerimaan Islam sebagai agama resmi persekutuan ini membolehkan

kerajaan pusat atau kerajaan negeri menubuhkan, menyelenggara, dan membantu pertubuhan-pertubuhan Islam. Berbagai bantuan disediakan

13

Ahmmad Mohammed Ibrahim. Pentadbiran Undang-Undang Di Malaysia. H. 11 14

Mahyudin Hj Yahya. Islam Dan Pembangunan Negara. Penerbit University Kebangsaan, cet.1, h. 12

15

Shamsul Hamri Sulaiman. Perlembagaan Malaysia. Terbitan Marshall Cavendish Education Malaysia SDN BHD2006, Cet. 1 h. 39


(46)

37

bertujuan untuk ini seperti peruntukan perbelanjaan bagi keperluan-keperluan majlis-majlis keagamaan

e. Ketua agam Islam bagi tiap-tiap negeri ialah Sultan atau Raja manakala bagi

negeri yang tidak mempunyai Sultan atau Raja, ketua agama Islamnya ialah yang DiPertuan Agong.

f. Perkara 11 memperuntukkan bahwa tiap-tiap orang berhak menganuti,

mengamalkan dan mengembangkan agama masing-masing tetapi penganut agama lain tidak dibenarkan menyebarkan pegangan agamanya kepada orang Islam.

g. Di setiap negeri di Malaysia, undang-undang Islam ditadbir menurut Enakmen

atau Ordinan Pentadbiran Agama Islam.

h. Perlembagaan Persekutuan dalam peruntukan senarai 2 (senarai negeri)

memperuntukkan bahwa Badan Perundangan Negeri mempunyai kuasa menggubal perkara-perkara tentang undang-undang Islam dan menubuhkan mahkamah syariah yang mempunyai kuasa keatas orang-orang Islam.

Jika dilihat pada ayat 3 diatas yang menyebut agama-agama lain berhak menjalankan hukum agama masing-masing, masyarakat Islam lebih-lebih lagi perlu menjalankan syariat agama Islam yang telah diwahyukan Allah di

dalam Al-Quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw.16

2. Bidang kuasa Mahkamah Syariah

16


(47)

Dari sudut sejarah, Mahkamah Syariah telah dipinggirkan semasa penjajahan British. Mahkamah Syariah telah direndahkan kedudukannya sehingga menjadi mahkamah terbawah di dalam hierarki sistem keadilan semasa pentadbiran British, terutamanya setelah British memperkenalkan Courts Ordinance dalam tahun 1948. Sementara itu bidangkuasa mahkamah syariah telah dikikis dan keperluan prasarana telah diabaikan. Layanan ke atas mahkamah

syariah adalah berbeza dengan mahkamah sivil.17

a. Mahkamah Syariah di Negeri-Negeri telah ditubuhkan di bawah Enakmen

Pentadbiran Agama Islam di Negeri-Negeri, selaras dengan Butiran 1 Senarai II Jadual Kesembilan Perlembagaan Persekutuan. Penubuhannya juga disertai dengan bidang kuasa eksklusifnya yang tersendiri, yang melibatkan tuntutan ke atas kes-kes mal dan kasus jinayah setakat yang diperuntukkan dalam

Perlembagaan Persekutuan bagi orang-orang yang beragama Islam.18

Dalam melaksanakan bidang kuasa jinayahnya pula, mahkamah

Syariah pada peringkat awal, tidak diberi kuasa untuk menjatuhkan hukuman

sebat terhadap mana-mana orang yang telah disabitkan atas sesuatu kesalahan

jinayah Syariah. Ini adalah kerana berdasarkan kepada Muslim Courts (Criminal

Jurisdiction) Act 1965 [No. 23 of 1965 ], mahkamah Syariah pada masa itu, di

17

Kertas kerja Pelaksanaan Hukuman sebat Dalam Kes Jinayah Sariah: Cabaran dan Halanagan. Oleh Zainul Rijal Abu Bakar

18

Pelaksanaan Hukuman Sebat dalam kes Jinayah Syariah : Masalah dan penyelesaiannya

Oleh Mahamad Naser Bin Disa, Timbalan Ketua Bahagian Penyelidikan (Seksyen Syariah), Jabatan Peguam Negara dengan dan kawan-kawan.Dibentangkan dalam Seminar Hukuman Sebat Jinayah Syariah anjuran Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) pada 23 April 2009.


(48)

39

bawah bidang kuasa jinayahnya, hanya mempunyai bidang kuasa untuk mendengar dan memutuskan kes-kes jinayah Syariah yang melibatkan kesalahan-kesalahan yang boleh dihukum dengan penjara tidak melebihi enam bulan dan denda tidak melebihi seribu ringgit atau kedua-duanya.

b. Walau bagaimanapun, pada tahun 1986, suatu pindaan telah dibuat melalui Akta A612, yang memberi kuasa kepada mahkamah Syariah untuk mendengar dan menjatuhkan hukuman terhadap kesalahan jinayah Syariah yang boleh dihukum dengan penjara tidak melebihi tiga tahun dan denda tidak melebihi lima ribu ringgit atau hukuman sebat tidak melebihi enam kali sebatan atau

kedua-duanya. Terkini, Akta tersebut telah dikenali sebagai Akta

Mahkamah-Mahkamah Syariah (Bidang kuasa Jinayah) 1965 [Akta 355] dan bidang kuasa yang melibatkan kesalahan-kesalahan yang dikenakan hukuman tersebut dikekalkan.19

Dengan bidang kuasa yang diberikan tersebut, hukuman sebat telah menjadi salah satu daripada hukuman terhadap beberapa kesalahan yang telah diperuntukkan di bawah enakmen/ordinan/akta kesalahan jinayah Syariah di Negeri-Negeri dan Wilayah-Wilayah Persekutuan.

19


(49)

Sebagaimana yang diperuntukkan oleh Perlembagaan Malaysia. Kuasa Mahkamah Syariah adalah dibawah enakman negeri. Tetapi tidak melebihi apa

yang telah diperuntukkan.20

1. Sebagaimana dalam Perlembagaan Malaysia 1965.

Kuasa Mahkamah Syariah yang diperuntukkan oleh Perlembagaan

Malaysia 1965 adalah seperti berikut:21

a. Boleh membicara dan menghukum dengan hukuman penjara atau denda ke atas orang Islam sahaja

b. Denda tidak melebihi RM1000.00 sahaja atau c. 6 bulan penjara atau

d. Gabungan kedua-duanya (denda dan penjara) e. (Pindaan)PerlembagaanMalaysia 1984

Kuasa Mahkamah Syariah yang diperuntukkan oleh Perlembagaan Malaysia 1984 dengan pindaan adalah seperti berikut:

2. Boleh membicara dan menghukum dengan hukuman penjara atau denda ke

atas orang Islam sahaja22

a. Denda tidak melebihi RM5000.00 sahaja atau b. 3 tahun penjara atau

c. Hukuman rotan tidak melebihi daripada enam kali sebatan atau

20

http://ms.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia. di unduh pada 21 december 2010. 16.09 wib. Laman ini diubah buat kali terakhir pada 00:28, 4 Disember 2010.

21

http://halaqah.net/v10/index.php?topic=7538.0 22


(50)

41

d. Gabungan ketiga-tiganya (denda, penjara dan rotan)

3. Enakmen dan Akta Kekeluargaan Islam di Malaysia

Undang-undang kekeluargaan Islam merupakan suatu akta bagi mengkanun peruntukan-peruntukan tertentu undang-undang kekeluargaan Islam mengenai perkahwinan, penceraian, nafkah, penjagaan dan lain-lain yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. Setiap individu di Malaysia boleh merujuk

kepada undang-undang kekeluargaan mengikut negeri masing-masing.23

D. Suasana Pemikiran dan Anutan Fikih Islam

Melihat pada pemikiran Islam di Malaysia terutama fikih, di Malaysia

bersandar pada Mazhab Ahlus Sunnah wal- Jamaah, atau lebih khusus, berta’lid

kepada mazhab yang empat, khususnya Mazhab Syafi’e. Tetapi telah timbul permasalahan yaitu sekalipun lingkup fikih tradisional agak luas, tetapi tidak

membahas bidang siyasah (politik) kalau ada aspek poltik yang disentuh, lebih

menekankan kedudukan rakyat yang harus menaati pemerintah dan sultan, dan ini yang menjadi satu pemikiran yang di pegang masyarakat, yaitu rakyat harus

menaati pemerintah untuk kesejahteraan umum.24

Permasalahan kedua yang ada yaitu meskipun banyak perpedoman kepada hukum-hukum fikih, tetapi dalam banyak hal masih berkompromi dengan

23

Forum Feqh Perundangan dan Pengertian Jinayah. Diunduh pada 21 December 2010.

http://halaqah.net/v10/index.php?topic=7538.10;wap2.

24

Dr Abdul Rahan Hj Abdullah.pemikiran Islam Di Malaysia . terbitan Gema Insani Press, cet.1 Jakarta 1997, h. 49


(51)

hukum adat atau tradisi, dan memegang dengan kuat hukum yang ditentukan

penjajah, dan apa yang tertera pada perlembagaan (konstitusi) 25.

Sebagaimana penulis dapati bahwa hukum pidana Islam tidak dapat diberlakukan sesuai dengan aturan hukum Islam karena perlebagaan atau konstitusi telah menetapkan aturannya dan aandeen belum pernah diberlakukan.

25


(52)

43 BAB IV

HUKUMAN CAMBUK DALAM MAHKAMAH SYARIAH

Melihat dari sejarah awal tanah Melayu syariat Islam telah diberlakukan, tetapi apa yang terjadi setelah tanah Melayu dijajah sistem undang-undangnya turut berubah. Di dalam perlembagaan telah ditetapkan bahwa agama Islam adalah agama Persekutuan dan agama-agama lain juga boleh berlaku sebagaimana kepercayaan masing-masing. Namun undang-undang Islam tidak diberlakukan dengan menyeluruh, sebagaimana undang-undang Islam yang ada ditanah Melayu sebelum penjajahan.

A. Wewenang Mahkamah Syariah

Sebelum Akta Parlimen 1965 Mahkamah Syariah (bidang kuasa jenayah) pindaan 1984, Mahkamah Syariah seluruh Malaysia tidak mempunyai bidang kuasa untuk mengenakan hukuman cambuk terhadap pesalah- pesalah jenayah syariah dan apabila Akta tersebut dipinda mengikut pindaan Akta A612 dan digazet kuat kuasanya pada 1.1.1986 barulah Mahkamah Syariah seluruh Malaysia mempunyai bidang kuasa yang lebih sedikit berbanding sebelumnya iaitu diberi kuasa tiga tahun penjara, denda RM5000.00 ( Rp 13500000 )

mengikut perkiraan sekarang dan 6 1sebatan atau mana-mana kombinasi daripada

1

Pasal 2 Akta No. 355 tentang Mahkamah Syariah (Bidang Kuasa Jenayah) 1965 yang diamandemen tahun 1984


(53)

hukuman tersebut. Jelas mahkamah syariah telah ditentukan wewenangnya, tanpa diberi kebebasan sendiri.

1. Kategori Hukuman Sebatan

Di Malaysia, hukuman cambuk yang dikenakan sebagai suatu

hukuman bagi kesalahan jenayah wujud dalam tiga kategori seperti yang berikut:2

a. Hukuman cambuk bagi kesalahan jenayah yang dijatuhkan oleh

mahkamah sivil seperti kesalahan merogol di bawah seksyen 376 Kanun

Keseksaan [Akta 574], kesalahan mengedar dadah di bawah seksyen 39A

Akta Dadah Berbahaya 1952 [Akta 234] dan kesalahan memiliki senjata

api secara haram di bawah seksyen 8 Akta Senjata Api (Penalti Lebih

Berat) 1971 [Akta 37].

b. Hukuman yang diawardkan oleh Pegawai yang Menjaga di bawah

Peraturan-Peraturan Penjara 2000 [P.U. (A) 325/2000] (Peraturan Penjara)

kerana kesalahan yang dilakukan oleh seorang banduan di dalam penjara seperti melarikan diri atau cuba melarikan diri di bawah subperaturan

123(b) Peraturan Penjara; dan

c. Hukuman bagi kesalahan jenayah yang dijatuhkan oleh mahkamah

Syariah iaitu di bawah enakmen/ordinan/akta kesalahan jenayah Syariah

Negeri-Negeri/Wilayah-Wilayah Persekutuan seperti kesalahan muncikari di bawah seksyen 24, kesalahan persetubuhan luar nikah di bawah seksyen

2

Mahamad Naser Bin Disa Pelaksanaan Hukuman Sebat dalam kes Jenayah Syariah: Masalah dan penyelesaiannya, dibentangkan dalam Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah anjuran Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) pada 23 April 2009.


(54)

45

25, kesalahan persetubuhan bertentangan dengan hukum tabii di bawah seksyen 28 dan beberapa kesalahan lain yang terkandung dalam Enakmen

Jenayah Syariah (Negeri Selangor) 19953[Enakmen 9 /1995].4

Pelaksanaan setiap hukuman cambuk yang dijatuhkan bagi setiap kategori tersebut hanya diberi kuasa kepada pihak penjara. Selain itu terdapat prosedur khusus yang telah diperuntukkan oleh undang-undang dalam melaksanakan hukuman cambuk yang telah dijatuhkan bagi setiap kategori tersebut, prosedur-prosedur tersebut terkandung dalam undang-undang berikut:

1. Kanun Acara Jenayah [Akta 593] (KAJ);

2. Peraturan Penjara;

3. Enakmen/ordinan/akta tatacara jenayah Syariah di bawah model

undang-undang seragam yang telah diluluskan oleh Majlis Raja-Raja dan telah

dikuatkuasakan di kebanyakan Negeri dan Wilayah Persekutuan.5

Berdasarkan peruntukan-peruntukan yang dinyatakan di atas pelaksanaan hukuman cambuk oleh pihak penjara hendaklah mematuhi prosedur-prosedur yang telah ditetapkan mengikut mahkamah yang menjatuhkan hukuman cambuk tersebut, dengan kata lain sekiranya sesuatu hukuman cambuk itu dijatuhkan oleh mahkamah sivil bagi kesalahan jinayah yang berada di bawah

3

Enakmen Jenayah syariah (Negeri Selangor). 4

Mahamad Naser Bin Disa, opcit. 5

Enakmen Tatacara Jenayah Syariah (Negeri Selangor) 2003 [Enakmen 3/2003] (Enakmen Tatacara Jenayah Syariah Selangor).


(55)

bidang kuasa mahkamah sivil, maka KAJ6 dirujuk bagi melaksanakan hukuman cambuk tersebut.

Manakala sekiranya hukuman cambuk itu bagi kesalahan yang dilakukan oleh banduan ketika berada di bawah penjagaan penjara maka prosedur bagi pelaksanaan hukuman cambuk yang terpakai adalah sebagaimana yang terkandung dalam Peraturan Penjara, begitu juga bagi kesalahan jinayah Syariah yang dijatuhkan hukuman cambuk oleh mahkamah Syariah, prosedur yang terpakai bagi melaksanakan hukuman tersebut adalah sebagaimana yang terkandung dalam enakmen/ordinan/akta, melihat pada enakmen atau ordinan bagi kesalahan yang dikenakan hukuman sebatan di mahkamah syariah jika

diteliti pemberlakuannya tidak dilaksanakan. 7

2. Jinayah Syariah Yang Membawa Hukuman Cambuk

Menurut enakmen kesalahan jenayah syariah negeri-negeri, kesalahan jenayah syariah yang boleh dikenakan cambuk ialah kesalahan-kesalahan seksual seperti mengadakan persetubuhan luar nikah atau zina, muqaddimah zina atau perbuatan sebagai persediaan untuk melakukan persetubuhan luar nikah, perbuatan sumbang mahram atau perhubungan muabbad dan ghair muabbad, pelacuran, melacurkanisteri atau anak, muncikari, dan persetubuhan bertentangan dengan hukum tabii (liwat dan musahaqah)8. Selain itu, kesalahan meminum

6

Kanun Acara Jenayah. 7

ibid 8


(56)

47

minuman yang memabukkan dan menyebarkan doktrin palsu juga adalah antara kesalahan lainyang boleh dikenakan hukuman sebat.

Selain daripada peruntukan hukuman cambuk terhadap pelbagai kesalahan yang diterangkan di atas, Akta l Enakmen Tatacara Jinayah Syariah di negeri-negeri tersebut iaitu Wilayah Persekutuan, Pahang, Selangor, Perak dan Sabah menyediakan peruntukan tentang kaedah dan cara bagaimana hukuman cambuk rotan itu hendak dijalankan, namun begitu, sehingga kini, belum ada satu negeri pun yang melaksanakannya.9

Kesalahan-kesalahan jinayah syariah yang membawa kepada hukuman cambuk adalah berbeza antara satu negeri dengan negeri yang lain. Setelah mencapai kemerdekaan hampir 53 tahun, tetapi masalah penyeragaman undang-undang dan adanya beberapa perbezaan peruntukan yang terkandung di dalam enakmen-enakmen atau akta undang-undang jinayah Syariah negeri-negeri di Malaysia masih berlaku, ini adalah disebabkan banyak negeri yang tidak memakai undang-undang seragam yang telah diluluskan oleh Majlis Raja-Raja berkaitan dengan undang-undang kesalahan jinayah syariah.

Isu penyelarasan undang-undang syariah bagi negeri seluruh Malaysia bukannya satu perkara baru dan banyak usaha telah dilaksanakan untuk

9

http://ppsm1.blogspot.com/2010_02_14_archive.html ,

laman rasmi PPSM. Ahli PPSM terdiri dari pegawai-pegawai kerajaan dalam skim perkhidmatan Pegawai Syariah yang berkhidmat sebagai Pegawai di JKSM, Hakim Syar'ie, Pendaftar, Ketua Pendaftar, Pegawai Penyelkidik, Pegawai Sulh dan Pegawai Bahagian Sokongan Keluarga (BSK) di Mahkamah Syariah negeri-negeri, Seksyen Syariah di Jabatan Peguam Negara, Penasihat Undang-undang (Syariah) negeri-negeri, Pendakwa Syarie negeri-negeri dan Peguam di Jabatan Biro Bantuan Guaman.


(57)

menyeragamkan undang-undang syariah, namun sehingga kini ia masih belum dapat mencapai matlamatnya, namun sebagaimana dinyatakan terdahulu walau

apapun kesalahan yang boleh membawa hukuman cambukhukuman

cambukmaksimum yang boleh dikenakan adalah tidak melebihi enam kali sebatan.

Ketidak seragaman dari aspek hukuman yang dikenakan, sebagai contoh di dalam kes melibatkan kesalahan menghina atau menyebabkan dipandang hina agama Islam, seksyen 10 Enakmen Jinayah Syariah (Selangor) 1995 memperuntukkan hukuman denda tidak melebihi lima ribu ringgit atau penjara tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya, manakala seksyen 7 Akta Jinayah Syariah (Wilayah Persekutuan) 1997 menyatakan hukuman denda yang

sama tetapi penjara hanya tidak melebihi dua tahun atau kedua-duanya.10

Menunjukkan adanya ketidaksamaan undang-undang dari setiap negeri terjadi, padahal adalah lebih baik undang-undang itu dibuat berseragam, umat Islam tidak akan ragu-ragu, karena pasti ada timbul kekeliruan apakah negeri ini menjalankan hukum Islam padahal melihat pada negeri lain tidak menjalankannya.

10


(58)

49

B. Pelaksanaan Hukuman Cambuk Bagi Kasus Jenayah Syariah

1. Statistik yang dilakukan Timbalan Penguasa Penjara, Jabatan

Penjara, ketika mengadakan seminar berkisar Hukuman Sebat Syariah.

Menurut statistik yang dibuat oleh Tuan Masran Muhamad, pelaksanaan hukuman sebat rotan bagi jinayah syariah berbanding dengan dengan kasus jinayah lain adalah 0.04% sahaja (bilangan pesalah jenayah syariah -6, pesalah jenayah lain - 13,686). Setakat ini hanya enam (6) pesalah lelaki telah dilaksanakan hukuman cambuk di bawah kesalahan jinayah syariah yaitu di Penjara Pengkalan Chepa, Kelantan. Jumlah sebatan yang telah dilaksanakan adalah dua puluh enam (26) sebatan. Berdasarkan statistik Jabatan Penjara Malaysia pada 16 April 2009, terdapat 114 banduan yang sedang menjalani hukuman penjara kerana kesalahan di bawah jenayah syariah dan semuanya tidak

melibatkan hukuman sebat rotan. 11

Pelaksanaan hukuman Bagi pesalah jenayah, hukuman sebat

dilaksnakan oleh mana-mana pegawai cambuk yang dilantik oleh Komisioner

Jeneral Penjara, manakala bagi pesalah cambuk jenayah syariah hanya dilakukan

olehPegawai Sebat Rotan yang beragama Islam

11

Tuan Masran bin Muhamad, Timbalan Penguasa Penjara, Jabatan Penjara Malaysia. berjudul, Peranan Institusi Penjara dalam Pelaksanaan Hukuman Sebat bagi kes Jenayah Syariah. Di Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah di Pusat Konvensyen Antarabangsa Putrajaya (PICC) pada 23 April 2009


(59)

C. Akta Hukuman Cambuk Bagi Negeri Selangor

Disini penulis membawakan undang-undang cambuk yang dikenakan di propinsi Selangor, hampir menyamai semua peruntukan cambuk di negeri-negeri dalam Malaysia.

1. Selangor: (Enakmen Jinayah Syariah (Selangor) 12

NEGERI AKTA/ ENAKMEN/ ORDINAN

JENIS-JENIS KESALAHAN

HUKUMAN

Selangor Enakmen

Jenayah Syariah (Selangor)

1. Doktrin Palsu (Sek13. 7)

2. Mencemarkan Tempat Ibadat (Sek. 11)

3. Sumbang Mahram (Sek. 22)

4. Melacurkan Diri @ Isteri (Sek. 23)

5. Muncikari (Sek. 24) 6. Persetubuhan Luar Nikah (Sek. 25)

7. Persediaan Persetubuhan Luar Nikah

RM 5,000.00 @ penjara tidak melebihi 3 tahun @ sebat tidak melebihi 6 kali

@ mana-mana kombinasi

12

Enakmen no. 9 tahun 1995 13 Sek: syeksen


(1)

undang-undang Islam sendiri makin terancam. Ketika ini Peradilan Agama atau Mahkamah Syariah mula dikurangkan kewenangannnya padahal Mahkamah Syariah merupakan simbol yang menjalankan hukum Islam, dan seharusnya pejabat atau lembaga yang menjalankan undang undang Islam ini membuat usul dan bertegas dalam mencapai kata sepakat bersama pemerintah menjalankan hukum Islam dengan adil.

4. Hukum Hudud yang ditetapkan Allah ini bukan untuk menyusahkan manusia tetapi banyak efek jeranya yang akan membuatkan diri manusia lebih menghormati manusia lain. Di dalamnya terdapat hikmah dan rahmat Allah. Dan dengan cabaran umat sekarang ini maka patutlah kita kembali kepada Al-Quran dan Hadis.

5. Polemik yang berlaku dalam kasus hukuman sebat dipandang kejam adalah karena kurangnya pemahaman malah penghayatan disebalik hukuman itu, malah terjadi dikalangan muslim sendiri, jika ini berlaku di kalangan non-muslim akan lebih merasa bahwa hukum Islam itu keras, dan menjadi peranan bagi kerajaan, malah media yang sedang berkembang luas untuk menyebar dan menyampaikan kepahaman yang sebenar.

B. Saran

1. Perlu diberikan kewenangan kepada Parlimen bagi propinsi maupun DUN yang mewakili propinsi agar dapat bersama dalam menetapkan undang-undang, dan seharusnya tidak mengenepikan Syariat.


(2)

2. Pentingnya ada pemersatuan ulama’ dan para cendikiawan dalam mengenalkan masyarakat tentang hukum Islam yang sebenarnya. Dan mendukung kerajaan dengan menyebar dan menerangkan arti sebenar hukum Islam yang ingin di berlakukan.

3. Mahkmah Syariah maupun lembaga yang menjalankan Hukum Islam haruslah mempunyai wewenang yang penuh dalam menjalankan hukum agama.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Al-quran al karim.

Abu Habib, Sa’di. Ensiklopedi Ijma’ (Persepakatan Ulama’ Dalam hukum Islam). (Jakarta 1987) cet 1.

Ahmed An-Naim, Abdulahi. Dekonstruksi Syari’ah; Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional Dalam Islam. (Yogyakarta, LKIS, 2004) Cet ke 4.

Al-Banna, Imam Hassan. Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, (Pena Pundi Aksara 2006) Cet. 1

Ahmad Wardi, Muslich. Hukum Pidana Islam. Terbitan sinat Grafikamaret 2005 , cet 2 december 2005.

……….. Pengantar dan asas hukum pidana Islam fikih jinayah. Terbitan Sinar Grafika 2004 , cet. 1.

Al- Haddad, Muhammad ‘Aashim. Kejamkah Hukum Islam. Lahor. 1959. Cet.1 Abu Bakar, Zainul Rijal. Kertas kerja Pelaksanaan Hukuman sebat Dalam Kes

Jenayah Sariah: Cabaran dan Halanagan.

Al – Khin, Dr. Mustofa. Al-Bugho, Dr. Mustofa. Asy- Syarbaji, Ali. Kitab Fikih Mazhab Syafi’e. jilid 8. Pustaka Salam Sdn Bhd 2005. Cet. 1

Abduh Malik, DR. Muhammad. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP. Penerbit Bulan Bintang Jakarta 2003. Cet. I.

Abdullah, Dr Abdul Rahan Hj.pemikiran Islam Di Malaysia . terbitan Gema Insani Press, cet.1 Jakarta 1997,

Disa, Mahamad Naser, Pelaksanaan Hukuman Sebat dalam kes Jenayah Syariah : Masalah dan penyelesaiannya. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah anjuran Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) pada 23 April 2009, oleh timbalan Ketua Bahagian Penyelidikan (Seksyen Syariah), Jabatan Peguam Negara dengan kerjasama Tuan Haji Abdul Walid bin Abu Hassan, Tuan Abas bin Nordin, Cik Noor Huda binti Roslan dan Puan Fariza Milaqurshiah binti Mahmud


(4)

Hanafi, Ahmad. Asas- Asas Hukum Pidana. Jakarta, (penerbitan bulan Jakarta 1993) Cet 5.

haji ya’kub, Abd monir. Perkembangan Perundangan Islam.Penerbitan sarjana (M) Sdn Bhd 1985, cetakan pertama.

Haji Yahya, Mahyudin. Islam Dan Pembangunan Negara, (Penerbit University Kebangsaan Malaysia1986). Cetakan pertama

Hasim, Moh E. Kamus istilah Islam. Penerbit Pustaka (bandung 1987). Cet 1.

Hajjaj Al- Qusairi An- nisaburi, Al- Imam Abi Husain Muslim Bin, Shahih Muslim, mansurah, darul kutub al-ilmiah, Beirut, Lubnan.

Ishak, Dr Hj Abdullah. Islam Di Nusantara. (khususnya di tanah Melayu). Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri Dengan Izin Al-Rahmaniahah, cet,2 1992

Ibrahim, Ahmad. Hukum Islam di Malaysia. (Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri kuala lumpur 1992.) Cet pertama.

Ibrahim, Ahmad mohammed. Pentadbiran Undang-Undang Di Negeri Malaysia, Terbitan Institute Kefahaman Islam Malaysia (IKIM) 1997, cet. 1

Ismail, Siti Zubaidah, “Dalam Melaksanakan Hukuman Cambuk Rotan Terhadap Kesalahan Jenayah Syariah, khusus di negeri Kelantan

Mulia, warman. konsistensi pelaksanaan hukuman cambuk pada peradilan islam kota banda aceh. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008.

Muhammad, Dato’ HJ Daud (dato’ Aria D’raja, hukuman Sebat Dalam Kes Jinayah Syariah, dibentangkan pada seminar sehari Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah di Pusat Konvensyen Antarabangsa Putrajaya (PICC)

Masran, Tuan. Peranan Institusi Penjara Dalam Perlaksanaan Hukuman Sebat Bagi Kes Jenayah Syariah.

Muhammad Bakar, Ismail. Al- Fiqh Al –Wadih, Penerbit Berlian Publications SDH BHD 2008, cet. 1


(5)

Nasohah, Zaini. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan Menjelang Merdeka. Percetakan Cergas (M) Sdn Bhd 2004. Cet. pertama. Rasid, Sulaiman. Fiqh Islam. Sinar Baru Algeisindo 2007. Cet 40.

Sunggono, Bambang,SH, M.S. Metodologi penelitian hukum. Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2003.Cet 6

Shaleh al –Muhsin, Syaikh Abdullah. Hadis Arba’in An-Nawawiyah. Terbitan Darut Tarbiyah 2008, cet. II

Sulaiman, Shamsul Hamri. Perlembagaan Malaysia. Terbitan Marshall Cavendish Education Malaysia SDN BHD 2006. Cet. 1

Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. Fikih imam syafi’i. Terbitan Al- Mahira 2010. Cet. 1 Enakmen No.9 tahun 1995. Jenayah syariah (Negeri Selangor).

Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Penerbit PT Kharisma Ilmu. Jilid III WEBSITE

http://ms.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia. di unduh pada 21 december 2010. 16.09 wib.

http://sites.google.com/site/hukumjenayah/hukum-sebat-mengikut-islam. di unduh pada 24/10/2010. Disusun oleh : Haji Daud B. Haji Muhammad, Ketua Penyelia Agama, Kelantan.Terbitan : Jabatan Hal Ehwal Ugama Islam Kelantan.

http://halaqah.net/v10/index.php?topic=7538.10;wap2. Forum Feqh Perundangan dan Pengertian Jenayah. Diunduh pada 21 December 2010.

http://www.islamgrid.gov.my/articles/law/jenayah-pengertian-hukum.php

http://aferiza.wordpress.com/2009/05/08/hukuman-cambuk-kes-syariah-sivil

perlu-diselaraskan/.

http://datomuhdasri.blogspot.com/2010/08/pelaksanaan

-hukuman-sebatan-di-mahkamah.html. oleh Dato' Haji Muhamad Asri. Pelaksanaan Hukuman


(6)