DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iv
ABSTRAK vi
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah
10 C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 11
D. Keaslian Penulisan
12 E.
Tinjauan Kepustakaan 13
F. Metode Penelitian
19 G.
Sistematika Penulisan 22
BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA A.
Hak Konstitusional Warga Negara 24
B. Kedudukan HAM Sebagai Hak Konstitusional Warga Negara Ditinjau
Dari UUD 1945 26
C. Bentuk Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara
36
BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM
MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL A.
Constitutional Complaint Dalam Menjamin Hak Konstitusional Dalam Konsep Negara Hukum
46 B.
Constitutional Complaint Sebagai Bentuk Pengujian Konstitusional 51
C. Constitutional Complaint Ditinjau Dari UUD 1945 Sebagai Bagian
Konstitusi 54
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KEDUDUKAN MAHKAMAH
KONSTITUSI MENGADILI
CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Ditinjau Dalam UUD 1945
59 B.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Mengadili Perkara Constitutional Complaint
63 C.
Penambahan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Tanpa Perubahan UUD 1945
68
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan
78
B.
Saran 80
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL
COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
Benny Suryadi BM Mirza Nasution
Nazaruddin Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Konsep negara hukum mengindikasikan adanya penjaminanan terhadap hak asasi warga negara. Hak asasi tersebut dimuat ke
dalam konstitusi negara yakni UUD 1945 sehingga hak tersebut menjadi hak konstitusional warga negara. oleh karena itu semua tindakan maupun peraturan yang
dibuat oleh pemegang kekuasaan negara harus memperhatikan hak konstitusional warga negara.
Constitutional Complaint dalam sistem peradilan konstitusi adalah bagian dari perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Mekanisme
constitutional complaint di Indonesia sama seperti mekanisme judicial review, dimana adanya pemohon, objek dan persyaratan. Tetapi, Mahkamah Konstitusi
sebagai lembaga yudikatif yang bertugas mengawal tegaknya konstitusi belum diberikan kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional.
Mahkamah Konstitusi memiliki prospek untuk menyelesaikan perkara constitutional complaint dimasa mendatang, karena banyak perkara pengujian
konstitusional yang masuk ke Mahkamah Konstitusi secara substansi merupakan pengaduan konstitusional. Hal ini mendorong Mahkamah Konstitusi agar lebih
progresif menangani perkara yang secara substansi merupakan Constitutional Complaint.
Kasus seperti Ahmadyah, kasus Tenaga Kerja Indonseia yang dideportasi di Nunukan serta pengujian penafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP
merupakan kasus yang diindikasikan merupakan constitutional complaint.. Banyak kasus constitutional complaint yang terjadi dimasyarakat tidak dapat diselesaikan
sehingga membuat kekosongan hukum, sehingga mekanisme constitutional complaint di Indonesia di masa mendatang dapat mengadopsi mekanisme constitutional
complaint berkaitan dengan legal standing pemohon, objek permohonan dan syarat permohonan.
Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Constitutional Complaint, Hak Konstitusional. Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL
COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
Benny Suryadi BM Mirza Nasution
Nazaruddin Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Konsep negara hukum mengindikasikan adanya penjaminanan terhadap hak asasi warga negara. Hak asasi tersebut dimuat ke
dalam konstitusi negara yakni UUD 1945 sehingga hak tersebut menjadi hak konstitusional warga negara. oleh karena itu semua tindakan maupun peraturan yang
dibuat oleh pemegang kekuasaan negara harus memperhatikan hak konstitusional warga negara.
Constitutional Complaint dalam sistem peradilan konstitusi adalah bagian dari perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Mekanisme
constitutional complaint di Indonesia sama seperti mekanisme judicial review, dimana adanya pemohon, objek dan persyaratan. Tetapi, Mahkamah Konstitusi
sebagai lembaga yudikatif yang bertugas mengawal tegaknya konstitusi belum diberikan kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional.
Mahkamah Konstitusi memiliki prospek untuk menyelesaikan perkara constitutional complaint dimasa mendatang, karena banyak perkara pengujian
konstitusional yang masuk ke Mahkamah Konstitusi secara substansi merupakan pengaduan konstitusional. Hal ini mendorong Mahkamah Konstitusi agar lebih
progresif menangani perkara yang secara substansi merupakan Constitutional Complaint.
Kasus seperti Ahmadyah, kasus Tenaga Kerja Indonseia yang dideportasi di Nunukan serta pengujian penafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP
merupakan kasus yang diindikasikan merupakan constitutional complaint.. Banyak kasus constitutional complaint yang terjadi dimasyarakat tidak dapat diselesaikan
sehingga membuat kekosongan hukum, sehingga mekanisme constitutional complaint di Indonesia di masa mendatang dapat mengadopsi mekanisme constitutional
complaint berkaitan dengan legal standing pemohon, objek permohonan dan syarat permohonan.
Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Constitutional Complaint, Hak Konstitusional. Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum rechtsstaat, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 yang biasa disingkat UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam penyelenggaraan ketatanegaraan didasarkan
pada hukum yang berlaku. Konstitusi mengatur aspek ketatanegaraan Indonesia terkait pembagian kekuasaan negara, penyelenggaraan kekuasaan negara hingga
perwujudan akan tujuan dan cita-cita bernegara. Dapat diartikan bahwa hukum bertujuan untuk menjamin kepastian hukum
pada warga negara dan hukum itu harus pula bertumpu pada keadilan justice, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat sebagai tujuan dari hukum.
1
Oleh karena itu, hukum sebagai koridor yang memberi batasan dan arah dalam penyelenggaraan
kehidupan negara. Negara sebagai rumah dari warga negara berkumpul menjadi sebuah
komunitas hidup bersama dalam suatu wilayah dan pemerintahan haruslah mampu melindungi hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, Negara harus mampu
1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet.ke-7, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, Hlm. 40-41.
Universitas Sumatera Utara
memberikan jaminan perlindungan hak asasi melalui kekuasaan pemerintahannya. Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum yang telah dijelaskan diatas melalui
kekuasaan pemerintahan, Negara harus melindungi hak asasi warga Negara. Jimly Asshiddiqie berpendapat, bahwa salah satu unsur yang mutlak harus ada
dalam negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia basic rights.
2
Dan diperkuat oleh pendapat Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia basic
rightsfundamental rights atau Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM. Menurut John Locke, HAM merupakan hak-hak yang langsung diberikan oleh
Tuhan sebagai sesuatu yang kodratiinheren.
3
Dapat dijelaskan bahwa tidak ada satupun bentuk kekuasaan yang dapat menyinggung ataupun meniadakan hak asasi
seseorang. Sehingga hak asasi seseorang harus dijaga, dilindungi dan dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa terkecuali. Negara yang menjalankan kekuasaan juga harus
melindungi dan menghormati hak asasi warga Negara. Indonesia sebagai Negara hukum telah menerapkan perlindungan dan
penghormatan hak asasi warga Negara. Dimana perlindungan dan penghormatan hak asasi diaplikasikan ke dalam konstitusi atau UUD 1945. Dapat dsimpulkan bahwa
pemahaman Indonesia mengenai HAM adalah hak yang melekat dignity dalam diri manusia sebagai anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
2
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet.ke-2 Jakarta: Rajawali Pres, 2010, hlm. 343.
3
http:elizafalahatulislami.blogspot.com diakses tgl. 15 Mei 2015.
Universitas Sumatera Utara
Negara menjaminnya dalam legitimasi hak asasi kedalam UUD 1945 yang disebut hak konstitusional warga Negara.
Indonesia merupakan Negara hukum yang konstitusional. Hal ini diartikan bahwa penyelenggaraaan aspek hukum ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada
konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar Negara staatsgrundnormgesetz.
Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap tindakan, perbuatan, danatau aturan dari semua otoritas yang diberi
delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan hak konstitusional warga negara dan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan
maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya. Serta Semua produk hukum dibawah UUD tidak boleh bertentangan dengan UUD.
Dari penjelasan diatas, maka segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan haruslah memperhatikan hak konstitusional warga Negara yang termuat dalam
konstitusi. Hak-hak konstitusional tersebut jika dilanggar atau bahkan diabaikan oleh berlakunya suatu produk hukum yang dikeluarkan oleh aparatur Negara ataupun
aspek lain yang bertentangan dengan hak konstitusional, adakah mekanisme hukum untuk menjamin hak-hak konstitusional? karena hak-hak konstitusional tersebut tidak
cukup hanya sebatas pengakuan tertulis dalam sebuah dokumen, tetapi harus ada perlindungan yang konkrit yang mampu menjamin dan melindungi hak-hak dasar
warga negara.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan
perjalananan ketatanegaraan
Indonesia ditemukan
permasalahan dalam menjamin hak konstitusional warga Negara. Konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 belum memuat akan hal yang terkait penjaminan hak
konstitusional warga Negara secara maksimal. Hal yang terkait pelanggaran konstitusional yang dimuat dalam produk hukum Undang-undang dapat diajukan
upaya hukum judicial review terhadap undang-undang dasar. Selain itu dalam pelanggaran hak konstitusional yang berbentuk keputusan dapat diajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN. Timbul sebuah permasalahan yang sangat penting dalam upaya perlindungan
hak konstitusional warga negara yaitu bagaimana pelanggaran konstitusional yang bukan atas berlakunya undang-undang atau keputusan? Adakah upaya yang dapat
ditempuh dalam mencari keadilan dalam perwujudan negara hukum rule of law? Konsep Rule of Law menginginkan adanya peran peradilan yang bebas dan
tidak memihak untuk memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi dalam suatu Negara.
4
Dari hal tersebut dijelaskan bahwa lembaga peradilan sebagai instrumen hukum dalam menjamin keadilan harus mampu menyelesaikan segala
permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat. Dalam praktek peradilan di Indonesia, fakta menunjukkan ditemukan perkara
diajukan ke Mahkamah Konstitusi Indonesia yang terindikasi melanggar hak konstitusional warga Negara yang menjadi kompetensi dalam contitutional
4
Anis Ibrahim, Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum dan Hukum Milenium Ketiga, Malang : in Trans Publishing, 2007, hlm. 77.
Universitas Sumatera Utara
complaint, sementara semua upaya hukum yang ditempuh oleh pihak pengadu tidak dapat diterima niet onvankelijk verklaard atau ditarik kembali oleh pengadu
sebelum proses peradilan dilaksanakan yang disebabkan tidak tersedianya kewenangankompetensi mengadili perkara tersebut di Mahkamah Konstitusi,
maupun di semua lembaga peradilan yang ada.
5
Misalnya, Surat Keputusan Bersama SKB terkait persoalan aliran Ahmadiyah yang dikeluarkan oleh tiga kementerian
yang merupakan tindak lanjut dari UU No.1PNPS1965 yang menjadi pro dan kontra yang hidup di tengah masyarakat. Dari kalangan masyarakat yang kontra menyatakan
bahwa SKB tersebut melanggar hak konstitusional yang diberikan Pasal 29 UUD 45 tentang kebebasan beragama. Dimana mereka berpendapat bahwa setiap orang berhak
memeluk kepercayaan yang dipercayainya sehingga orang lain harus menghormati kepercayaan yang dianut oleh mereka Begitu pula pihak yang pro, berargumen bahwa
umat Islam harus dilindungi oleh negara dari kelompok-kelompok serta unsur-unsur
5
Berdasarkan data yang ada di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi hingga akhir Desember 2010, terdapat 30 permohonan yang secara subtansial merupakan constitutional complaint sehingga
permohonan tersebut ditarik kembali atau diputus dengan putusan “tidak dapat diterima”. Beberapa diantaranya yang dapat perhatian luas: Perkara Nomor 016PUU-I2003 Permohonan pembatalan
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, Perkara Nomor 061PUU-II2004 Permohonan pembatalan dua putusan peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang saling bertentangan, Perkara
Nomor 004PUU-III2005 dugaan adanya unsur penyuapan dalam putusan Mahkamah Agung, Perkara Nomor 013PUU-II2005 penyimpangan penerapan norma undang-undang, Perkara Nomor
018PUU-III2005 penafsiran yang keliru dalam penerapan undang-undang, Perkara Nomor 025PUU-III2006 dua Putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan, Perkara Nomor
007PUU-IV2006 ketidak pastian perkara penanganan perkara di peradilan umum dan dugaan adanya unsur penyuapan, Perkara Nomor 030PUUV2006 kewenangan mengeluarkan izin penyiaran,
Perkara Nomor 20PUU-V2007 Pembuatan kontrka ketjasama pertambangan yang tidak melibatkan persetujuan DPRD, Perkara Nomor 026PUU-V2007 sengketa tentang pemenang pemilihan kepala
daerah, Perkara Nomor 1SKLN-VI2008 laporan temuan pelanggaran pemiliha kepala daerah yang
tidak ditindaklanjuti. Dikutib dari, Ringkasan disertasi I Dewa Gede Palguna, “Pengaduan Konstitusional: Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-hak Konstitusional Warga Negara Studi
Kewea ngan Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam Perspektif Perbandingan”, disertasi tidak
diterbitkan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011.
Universitas Sumatera Utara
yang menistakan agama Islam sebagai agama yang berkembang di masyarakat. Perkara tersebut ketika itu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
6
Mahfud MD berpendapat, bahwa SKB tiga Menteri tentang pelarangan Jemaat Ahmadiyah tidak dapat digugat ke Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung
ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN, seperti yang ditulis dalam bukunya Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu.
7
Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan menilai SKB Ahmadiyah yang didasarkan pada ketentuan Pasal 24 C UUD 1945 dan UU No. 8
tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar baik secara materil dan formil, memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang wewenang atributif diberikan oleh UUD,
memutuskan sengketa hasil pemilihan umum PHPU, dan memutuskan pembubaran partai politik; sedangkan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat
DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden danatau Wakil
Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 sehingga presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan Impeachment. Jadi
tidak ada kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji sebuah SKB. Dibawa ke MA juga tidak tepat, karena SKB bukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
diatur dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
6
Moh.Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, cet.ke-2, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 286-287.
7
Ibid., hlm. 288.
Universitas Sumatera Utara
Undangan. Jika diperkarakan ke PTUN juga kurang tepat karena SKB tersebut dinilai sebagai peraturan regeling bukan penetapan beschiking karena ada muatannya
yang bersifat umum abstrak.”
Mahfud MD menyatakan, bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan melalui prosedur constitutional complaint pengaduan konstitusional, Namun saat ini, yang
menjadi masalahnya adalah kewenangan tersebut di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi bahkan di luar lembaga yudikatif lainnya yang dapat disimpulkan bahwa
kewenangan tersebut belum menjadi kompetensi salah satu lembaga yudikatif yang ada di Indonesia. Mahfud MD pun mengusulkan kewenangan ini untuk diberikan
kepada Mahkamah Konstitusi karena adanya masalah
pelanggaran hak konstitusional.
8
Selain permasalahan hukum diatas, bagaimana dengan penyelesaian perkara pengajuan pengaduan konstitusional constitutional complaint terkait bunyi Pasal 34
UUD yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Apakah mereka yang hidup terlantar dapat mengajukan pengaduan constitutional
complaint? jika dikaitkan pada tujuan demokrasi dalam kesejahteraan sosial warga negara, negara tidak menjamin nasib anak terlantar dan fakir miskin sehingga
masyarakat tidak menperoleh kesejahteraan dalam penyelenggaraan Negara atas tindakan pemegang kekuasaan yang tidak memperhatikan hak mereka. Adakah solusi
hukum dalam menampung aspirasi mereka yang lemah?
8
Ibid., hlm. 289.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penerapan upaya hukum pidana, apabila seseorang terdakwa dalam pengajuan peninjauan kembali yang dalam putusannya terjadi penerapan hukum yang
salah maka upaya hukum apa yang dapat digunakan oleh individu tersebut? jelas bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar oleh penerapan hukum yang salah
namun ia harus menanggung akibat dari apa yang tidak diperbuatnya. Jika melihat dari beberapa kasus diatas terjadi pelanggaran hak konstitusional
yang dibiarkan berlarut-larut sehingga tidak adanya kepastian hukum dalam permasalahan diatas. Hal ini ini menyebabkan celah timbulnya kekosongan hukum
yang menunjukkan bahwa hukum yang seharusnya sebagai pencerah justru masih lamban dalam menangkap dan menyelesaikan permasalahan hukum yang sangat
kompleks. Dimana hukum yang harusnya mempunyai wibawa sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan hukum tidak mampu menjadi solusi dalam
permasalahan hukum. Hukum seolah hanya menjadi pemanis dan pelengkap yang menyatakan Indonesia sebagai Negara hukum.
Mahkamah konstitusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi dalam kenyataan tidak dapat menjamin hak konstitusional warga Negara secara maksimal.
Ironis, Indonesia mengagungkan pengakuan basic rights hak dasar warga Negara tanpa perlindungan atau mendengung-dengungkan perlindungan tanpa tersedia upaya
hukum adalah sama saja pengingkaran terhadap pengakuan dan perlindungan basic rights setiap warga negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara
yang menjamin hak-hak dasar warga negara sebagai perwujudan negara hukum belum mampu menjamin hak konstitusional warga Negara. Seharusnya penanganan
Universitas Sumatera Utara
permasalahan ini dalam menjaga konsep Negara demokrasi rule of law maka constitutional complaint dapat menjadi salah satu wewenang mahkamah konstitusi
dalam tugasnya mengawal konstitusi. Sementara itu, kenyataan menunjukkan kewenangan constitutional complaint
di Indonesia belum dimiliki oleh lembaga yudikatif yang ada. Dengan banyaknya perkara constitutional complaint yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, maka
seharusnyalah constitutional complaint dipertimbangkan untuk menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu upaya dalam menjamin hak konstitusional
warga Negara sebagai perwujudan Negara hukum. Mahkamah konstusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi seharusnya
mampu menyelesaikan permasalahan hukum terkait pelanggaran hak konstitusional warga Negara. Penting kiranya Mahkamah Konstitusi dapat menampung pengaduan
konstitusional constitutional complaint atas pelanggaran hak-hak konstitutional warga negara karena sesungguhnya telah memiliki dasar hukum yang cukup
berdasarkan prinsip-prinsip konstitusi yang terdapat dalam UUD 1945.
9
Dapat dilihat pada Pasal 24 C UUD 1945 bahwa mahkamah konstitusi bertugas mengawal
konstitusi. Sehingga ini mengindikasikan bahwa setiap pelanggaran hak konstitusional warga Negara tersedia sarana hukum dalam menjamin hak
konstitusional warga Negara melalui mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam perwujudan Negara demokrasi hukum di Indonesia.
9
http:jurnalhukum.blogspot.com200609constitutional-complaint-dan-hak-asasi.html diakses tgl 15 maret 2015.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelaah dan menganalisis permasalahan ini dari sudut pandang politik hukum dengan berpedoman pada UUD
1945 yang diangkat dalam penelitian yang berjudul
“PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL
MELALUI CONSTITUTIONAL
COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
”. Diharapkan penelitian ini
mampu menjawab problematika hukum terkait pelanggaran konstitusi, karena hal ini penting demi menjaga hak-hak konstitusi warga negara dan menjamin supremasi
hukum konstitusi di Indonesia serta perwujudan Negara hukum.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka diangkat rumusan masalah oleh penulis sebagai berikut :
1. Bagaimana klasifikasi hak konstitusional yang dapat diajukan constitutional
complaint? 2.
Bagaimana pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam konteks Negara hukum?
3. Bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa
constitusional complaint dalam tugas sebagai pengawal konstitusi?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui hak konstitusional yang dapat menjadi alasan mengajukan constitutional complaint.
2. Untuk mengetahui pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam
menjamin hak konstitusional warga negara sebagai perwujudan Negara hukum. 3.
Untuk mengetahui kedudukan mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi yang berwenang dalam constitutional complaint.
Sedangkan manfaat penelitian yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1.
Kegunaan teoritis a.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan Ilmu Pengetahuan dibidang Ilmu Hukum khususnya yang
terkait penerapan constitutional complaint pengaduan konstitusional sebagai wewenang Mahkamah Konstitusi dalam ketatanegaraan di Indonesia.
b. Bagi pihak yang berkepentingan, yakni : para Pembentuk Peraturan
perundang-undangan dan Akademisi dapat memberikan masukan dalam penerapan pengaduan konstitusional constitutional complaint dalam praktek
kenegaraan di Indonesia. 2.
Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi
pengetahuan lebih mengenai wewenang Mahkamah Konstitusi dalam menangani
Universitas Sumatera Utara
permasalahan hukum mengenai pelanggaran hak konstitusional dan memberi sumbangan pemikiran dalam perkembangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebagai pengawal konstitusi dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam penyelenggaraan demokrasi hukum di Indonesia. Dan kepada pembuat kebijakan
decision maker dan pembuat peraturan wetgever dapat mempertimbangkan constitutional complaint untuk diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan perpustakaan Universitas
Sumatera Utara bahwa judul tentang Penegakan Hak Konstitusional Melalui Constitutional Complaint Sebagai Perwujudan Negara Hukum, maka diketahui
bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup yang diangkat untuk dikaji dan diteliti dalam penelitian ilmiah ini. Oleh
karena itu, Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang Penulis lakukan dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara moril, karena
dalam melakukan penelitian ini penulis senantiasa memperhatikan ketentuan- ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi Peneliti atau
Akademisi dalam melakukan penelitian hukum.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai konstitusi memang menjadi topik yang menarik dalam perkembangannya dewasa ini. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh suburnya ajaran
konstitusionalisme dalam masyarakat sejak era reformasi 1998. Dalam penelaahan sejumlah literlatur ditemukan sejumlah penelitian dan tulisan mengenai konstitusi
ketatanegaraan khususnya terkait constitutional complaint pengaduan konstitusional maupun kajian yang masih berkaitan dengan penelitian ini.
1. Konsep Negara Hukum
Dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan : “Negara Indonesia adalah Negara hukum.”
Negara hukum ialah negara menjunjung tinggi supremasi hukum dalam penyelenggaraan Negara. Konstitusi merupakan hasil representatif dari kehendak
rakyat. Hal ini diartikan bahwa dalam penyelenggaraan Negara Indonesia mendasarkan pada aturan hukum, yakni hukum konstitusi sebagai sumber hukum
tertinggi yang menjadi dasar pembentukan peraturan hukum lainnya dan rambu- rambu terhadap segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan
Negara. Sejalan dengan pendapat A.A.H Struycken dikutip oleh Sri Soemantri
menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi :
10
10
Sri Soemanteri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Disertasi, Alumni, Bandung, 1987, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil Perjuangan politik bangsa di waktu lampau.
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun masa yang akan dating. 4.
Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa yang hendak dipimpin.
Konsep Negara hukum atau Rules of Law yang dianut Indonesia mengindikasikan penjaminan hak-hak dasar Hak Asasi Manusia yang disingkat
HAM warga Negara sebagai anugerah Tuhan inheren yang melekat dignity pada diri manusia sejak ia dilahirkan. Sehingga tidak ada satupun kekuasaan yang dapat
meniadakan ataupun melanggar hak-hak dasar tersebut sebagai bentuk penghormatan akan hak asasi seseorang. Oleh karena itu, Negara sebagai penyelenggara kekuasaan
harus dapat menjamin perlindungan hak asasi warga negaranya. Sebagai konsekuensi pengakuan terhadap hak asasi atau hak dasar warga
Negara diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan yang merupakan rambu- rambu agar terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum dan keadilan hukum.
Esensi dari pembentukan peraturan perundang-undangan ini adalah pengaturan perilaku
masyarakat, pemerintah
serta aparatur
penegak hukum
dalam penyelenggaraan Negara dalam mencapai tujuan bernegara rules of law.
2. HAM sebagai Hak Konstitusional
Pengakuan HAM dalam penyelenggaraan Negara Indonesia dilegitimasikan kedalam konstitusi, dimana Hak asasi tersebut melahirkan hak konstitusional warga
Negara. Hak konstitusional warga Negara ialah hak-hak asasi yang dijamin oleh Negara berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Oleh karena hak asasi telah
Universitas Sumatera Utara
dilegitimasi dalam UUD 1945 maka peraturan perundang-undangan lainnya serta kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara harus memperhatikan hak
konstitusional warga negara sebagai bentuk pelindungan hak konstitusional warga negara.
3. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
11
Secara filosofis, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk menciptakan sebuah sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menganut asas
pemisahan kekuasaan separation of power secara fungsional dan menerapkan check and balances untuk menggantikan secara bertahap penggunaan asas pendistribusian
kekuasaan distribution of power dan paham Integralisme dari lembaga negara.
12
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara di bidang peradilan berfungsi menangani perkara yang berkaitan dengan ketatanegaraan dalam rangka mengawal
konstitusi agar teraplikasi secara nyata dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Hal ini mengindikasikan agar tidak terjadi
multi tafsir terhadap konstitusi seperti pengalaman masa lalu.
11
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 1 angka 1.
12
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2006, Hlm. 167.
Universitas Sumatera Utara
4. Constitutional Complaint
Constitutional complaint atau pengaduan konstitusional merupakan pengaduan atau gugatan yang diajukan oleh orang perorangan warga negara ke
pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, teerhadap suatu perbuatan atau kelalaian yang dilakukan oleh suatu lembaga negara atau otoritas publik public
institution, publik authority yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak dasar basic right orang yang bersangkutan
13
. Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia dalam penjaminan supremasi
konstitusi dan hak konstitusional warga Negara, lahir sebuah lembaga yudikatif yang menangani perkara konstitusional berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 yang
menyatakan : “ 1 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa lembaga Negara yang
wewenangnya diberikan undang-undang dasar, memutus pembubaran partai
politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.” Dalam menjalankan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi bertugas sebagai pengawal
konstitusi dalam rangka tegaknya supremasi konstitusi dan menjamin hak konstitusional warga Negara.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi dinilai masih sangat terbatas dalam menyelesaikan
permasalahan konstitusional.
Mahkamah Konstitusi
hanya menyediakan mekanisme yang justiciable dan enforceable bagi penegakan hak asasi
13
I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional Constitutional Complaint, Jakarta : Sinar Grafika, 2013, Hlm. 35.
Universitas Sumatera Utara
yang telah ditransformasikan menjadi hak konstitusional warga Negara. Setiap warga Negara yang merasa dilanggar atau diabaikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya
UU maka dapat mengajukan Legal Standings ke Mahkamah Konstitusi, serta peraturan perundang-undangan di bawah UU yang diyakini bertentangan dengan
UUD dapat diajukan ke Mahkamah Agung. Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia terlalu banyak permasalahan
konstitusional terkait penjaminan hak konstitusional. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi seharusnya mempunyai wewenang menampung semua keluh kesah
masyarakat dalam pelanggaran hak konstitusional. Namun, Mahkamah Konstitusi belum mempunyai wewenang dalam menerima pengaduan konstitusional dalam
pelanggaran hak konstitusional. Pengaduan konstitusional constitutional complaint merupakan mekanisme
penegakan hak konstitusional warga Negara melalui pengaduan pelanggaran hak konstitusional ke Mahkamah Konstitusi dalam pelaksanaan demokrasi konstitusional
yakni control rakyat terhadap Negara untuk memulihkan hak konstitusional warga Negara.
14
Mahfud MD berpendapat bahwa Constitutional complaint merupakan pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran hak konstitusional yang
tidak ada instrument hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia jaluh penyelesaian hukum atasnya. Mekanisme ini menjadi upaya dalam menangani
14
Hamdan Zoelva,Pengaduan Konstitusional dalam Sistem Peradilan di Indonesia, Jurnal Sekretariat Negara RI, NO.16, Mei 2010, hlm 45.
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran hak konstitusional secara penuh di Mahkamah Konstitusi dalam tugas sebagai pengawal konstitusi.
Pan Mohammad Faiz, S.H dalam jurnal hukum yang berjudul Menabur Benih Constitutional complaint, berpendapat bahwa constitutional complaint sangat
dimungkinkan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia, yang sangat disayangkan bahwa kewenangan ini belum diberikan kepada Mahkamah Konstitusi
selaku lembaga yang menampung dan menyalurkan keluh kesah personal grievance atau pengaduan konstitusional sebagai upaya dalam mempertahankan hak
konstitusional warga Negara. Dalam tulisannya menyatakan bahwa konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih diutamakan dari pada
wakil-wakilnya sehingga dapat menjadikan konstitusi selalu hidup living constitution.
15
Vino Devanta Anjas Krisdanar dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3 Juni 2010 yang berjudul Menggagas Constitutional complaint dalam Memproteksi Hak
Konstitusional Masyarakat mengenai Kehidupan dan Kebebasan Beragama menyatakan bahwa Constitutional complaint sangat berfungsi dalam menjaga hak
konstitusi masyarakat yang salah satu hak konstitusi tersebut adalah hak kebebasan beragama.
16
15
Pan Mohammad Faiz, Menabur Benih Constitutional complaint, Jurnal Hukum edisi senin 17 September 2006. http:jurnalhukum.comconstitutional-complaint-dan-hak-asasi.html diakses tgl
16 Maret 2015.
16
Vino Devanta Anjas Krisdanar, Menggagas Constitutional complaint dalam Memproteksi Hak Konstitusional Masyarakat mengenai Kehidupan dan Kebebasan Beragama Di Indonesia, Jurnal
Konstitusi, Vol. 7 No. 3, Juni 2010 hlm. 185-205.
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan secara yuridis. Mengacu pada tipologi pembahasan penelitian menurut
Soerjono Soekanto, studi pedekatan terhadap hukum yang normatif mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu yang berdaulat.
17
Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan kedalam beberapa rumusan masalah serta dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
maka spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkungan penelitian yang bersifat observatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini memaparkan serta mendeskripsikan
mengungkap rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yang dihubungkan kedalam data yang dikumpulkan melalui library research studi pustaka dan
document research yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian ini dikatakan observatif karena hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini diharapkan mampu memberi gambaran terkait penerapan pengaduan konstitusional constitutional complaint sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebagai pengawal konstitusi dalam melindungi dan menjamin hak konstitusional warga negara.
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1982, hlm.51.
Universitas Sumatera Utara
2. Sumber Data
Penelitian ini bersifat normatif selalu menitikberatkan pada sumber data sekunder yang dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan yang mengikat secara yuridis
meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi dan lain-lain. b.
Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer meliputi jurnal ilmiah, buku referensi
litelatur, serta hasil karya ilmiah para sarjana dan Ahli hukum. c.
Bahan hukum tarsier, yaitu semua bahan yang member petunjuk maupun penjelasan bahan hukum primer dan sekunder meliputi Kamus Hukum,
artikel, surat kabar, internet, ensiklopedi dan lain sebagainya. 3.
Alat Pengumpulan Data
Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi Kepustakaan Library
Resource dan studi dokumen. Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data penelitian melalui penelitian kepustakaan dengan
mempelajari litelatur-litelatur yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Sedangkan studi dokumen dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
diperoleh dari bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ilmiah ini.
4. Analisi Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansi yang berasal
dari berbagai litelatur terkait dalam peneitian ini serta yang berasal dari peraturan perundang-undangan terkait seperti Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang
No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagai data primer dalam penelitian ini yang menunjang
dalam penulisan penelitian yang dilakukan. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
memperoleh data dari berbagai sumber yang dianalisis secara kualitatif. Data diperoleh dari studi pustaka atas beberapa litelatur terkait constitutional complaint
serta negara hukum. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yakni cara berpikir yang mendasar kepada hal yang bersifat umum yang
kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Setelah data dianalisis secara kualitatif, maka hasilnya disajikan dalam sebuah deskriptif yakni berupa pemaparan objek kajian yang diteliti dalam penelitian ini.
Pemaparan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat dan disusun atas 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang dilakukan
dalam penulisan skripsi. BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
Dalam Bab II ini akan membahas mengenai hak konstitusional warga negara, Kedudukan HAM dan Hak warga negara sebagai hak konstitusional warga
negara ditinjau dari UUD 1945 serta Bentuk perlindungan hak konstitusional warga negara.
BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL
Dalam Bab III ini akan membahas mengenai constitutional complaint dalam menjamin hak konstitusional dalam konsep negara hukum, Constitutional
complaint ditinjau dari UUD 1945 sebagai bagian Konstitusi serta Contitutional complaint sebagai bentuk pengujian konstitusional.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KEDUDUKAN MAHKAMAH
KONSTITUSI DALAM
MENGADILI CONSTITUTIONAL
COMPLAINT SEBAGAI
PERWUJUDAN HUKUM Dalam Bab IV ini membahas mengenai Kewenangan Mahkamah Konstitusi
ditinjau dalam UUD 1945, kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili Constitutional Complaint serta Penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi
tanpa perubahan UUD 1945.
BAB V PENUTUP Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi
yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dari penulis terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
D. Hak Konstitusional Warga Negara
Dalam mencapai cita-cita bernegara salah satu substansi yang dimuat dalam konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia human right. Negara
yang menganut sisterm rule of law, salah satu unsur yang mutlak harus ada adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia basic rights.
18
Hak dasar yang dimuat itu sebagai bentuk pengakuan negara serta sebagai bentuk jaminan perlidungan negara
atas hak dasar warga negara, sehingga hak tersebut terlegitimasi secara hukum. Konsekuensi akan hal ini adalah setiap bentuk kebijakan serta peraturan perundang-
undangan yang diberlakukan tidak boleh melanggar atau meniadakan hak-hak dasar tersebut.
Perkembangan ketatanegaraan modern mengenal hak dasar yang dituangkan dalam konstitusi tersebut sebagai hak konstitusional. Menurut Prof. Jimly
Asshiddiqie, Hak konstitusional merupakan hak-hak yang dijamin dalam dan oleh Undang-Undang Dasar UUD 1945.
19
Penjaminan hak tersebut baik dinyatakan secara tegas maupun secara tersirat. Hak ini merupakan bentuk perlindungan hukum
dari perbuatan yang dimungkinkan dilakukan oleh pemegang kekuasaan penyelenggara Negara dalam hubungan negara dan warga negara.
18
Jimly Asshiddiqie, Loc. cit, hlm. 343.
19
http:elsiusaragae.blogspot.com diakses tgl. 16 maret 2015.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 menyatakan : “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.”
20
Menunjukkan bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat, dapat diartikan bahwa wujud demokrasi dalam penyelenggaraan negara tidak terbatas pada
penentuan siapa yang duduk dalam kekuasaan negara melalui hak pilih rakyat yang menjadi hak konstitusional warga negara namun juga hak-hak yang diatur dalam
konstitusi baik hak asasi maupun hak warga negara yang tidak dilanggar dan diabaikan oleh penyelenggara negara. Oleh karena itu, seluruh cabang kekuasaan
negara wajib melindungi dan menghormatinya. Hak konstitusional terkait pula akan pengakuan negara atas subjek dari hak
konstitusional yakni warga negara. dalam hal warga negara, mereke ialah orang yang diakui secara hukum serta disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, ia mempunyai hak yang sama dalam hal apapun sebagai warga negara Indonesia. Pengecualaian akan hal ini dalam kedudukan pencalonan
Presiden sesuai rumusan Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 yakni: “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.” Dari penjelasan diatas bahwa hak konstitusional berkaitan dengan hak warga
negara. Hak warga negara merupakan hak yang diberikan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan oleh karena ia merupakan warga negara. oleh karena
20
Pasal I ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Universitas Sumatera Utara
itu, status kewarganegaraan warga negara menjadi tolak ukur dalam pemberian hak warga negara.
Hak warga negara itu terdiri atas hak konstitusional dan hak legal. Hak legal ialah hak yang diberikan kepada warga negara oleh peraturan perundang-undangan
dibawah Undang-Undang Dasar 1945. Hak konstitusional merupakan hak yang diberikan kepada warga negara dan dijamin oleh konstitusi negara yakni Undang-
Undang Dasar 1945. Hak konstitusional dapat dilihat sebagai timbal balik atas kewajiban
konstitusional sehingga hak konstitusional dan kewajiban konstitusional tidak dapat dipisahkan, dimana dapat dijelaskan bahwa adanya hak konstitusional dikarenakan
adanya kewajiban konstitusional yang dilahirkan oleh UUD 1945. Kewajiban konstitusional merupakan konsekuensi warga negara dalam kedudukannya sebagai
warga negara dalam melaksanakan tindakan yang diwajibkan oleh negara. Misalnya kewajiban Negara untuk mengalokasi dana pendidikan 20 dari APBN, serta
kewajiban untuk belajar, semua melahirkan hak konstitusional bagi warga Negara, terhadap siapa Negara bekerja, serta yang menjadi tujuan Negara itu sendiri.
E. Kedudukan HAM sebagai hak konstitusional warga Negara ditinjau dari UUD
1945 Dalam perjalananan perkembangan kehidupan bernegara dewasa ini,
permasalahan Hak Asasi Manusia yang biasa disingkat HAM menjadi topik hangat
Universitas Sumatera Utara
untuk dibicarakan. Dimana sebagai konsekuensi negara hukum rechtstaat, penjaminan Hak Asasi Manusia harus diwujudkan melalui penghormatan dan
dijunjung tinggi serta dijamin perlindungan hak asasi oleh negara. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
21
Dalam penyelenggaraan ketatanegaraan di Indonesia hak asasi tersebut diwujudkan dalam suatu legitimasi hukum. Bentuk legitimasi tersebut terdapat pada
batang tubuh UUD 1945. Norma-norma yang terdapat dalam UUD 1945 tidak hanya mengatur organisasi kekuasaan lembaga negara dan hubungan antar kekuasaan
lembaga negara yang melahirkan kewenangan konstitusional constitutional authorities dalam penyelenggaraan kehidupan negara tetapi juga mengatur hubungan
negara dengan warga negara dalam konteks kewenangan negara tersebut yang berhadapan dengan hak konstitusional warga negaranya.
Dalam hubungan tersebut, hak warga negara diatur dalam UUD 1945 sebagai bentuk perlindungan hak warga negara yaitu hak konstitusional warga negara atas
tindakan negara dalam penyelenggaraan negara. Hak tersebut tidak boleh dilanggar dan menjadi koridor pembatas tindakan negara dalam peyelenggaraan negara baik
hak asasi maupun hak konstitusional warga negara. Sebagaimana dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945,
ketentuan mengenai hak asasi telah mendapatkan jaminan konstitusional dalam
21
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU No.
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi berikut :
22
1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya
23
. 2.
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
24
. 3.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
25
. 4.
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu
26
. 5.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali
27
. 6.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya
28
. 7.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
29
. 8.
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampai- kan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
30
. 9.
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
31
.
22
Jimly Asshiddiqie, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Jakarta : Mahakamah Konstitusi, 2010, hlm. 3. Diakses melalui hhtp:www.jimly.com tgl 21 April 2015.
23
Pasal 28A Perubahan Kedua UUD 1945.
24
Ayat 2 ini berasal dari Pasal 28B ayat 1 Perubahan Kedua.
25
Berasal dari ayat 28B ayat 2 Perubahan Kedua.
26
Pasal 28I ayat 2 Perubahan Kedua.
27
Dari Pasal 28E ayat 1 Perubahan Kedua.
28
Pasal 28E ayat 2 Perubahan Kedua.
29
Pasal 28E ayat 3 Perubahan Kedua.
30
Dari Pasal 28F Perubahan Kedua.
31
Ayat 5 ini berasal dari Pasal 28G ayat 1 Perubahan Kedua.
Universitas Sumatera Utara
10. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain
32
. 11.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan
33
. 12.
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan
34
. 13.
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
35
. 14.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun
36
. 15.
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
37
. 16.
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya
38
. 17.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
39
. 18.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
40
. 19.
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
41
. 20.
Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut
42
.
32
Dari Pasal 28G ayat 2 Perubahan Kedua.
33
Ayat 1 ini berasal dari Pasal 28H ayat 1 Perubahan Kedua.
34
Pasal 28H ayat 2 Perubahan Kedua.
35
Pasal 28H ayat 3 Perubahan Kedua.
36
Pasal 28H ayat 4 Perubahan Kedua.
37
Ayat 5 ini berasal dari Pasal 28C ayat 1 Perubahan Kedua.
38
Dari Pasal 28C ayat 2 Perubahan Kedua.
39
Ayat 7 ini berasal dari Pasal 28D ayat 1 Perubahan Kedua.
40
Ayat 8 ini berasal dari Pasal 28D ayat 2 Perubahan Kedua.
41
Ayat ini berasal dari Pasal 28E ayat 4 Perubahan Kedua.
42
Berasal dari rumusan Pasal 28I ayat 1 Perubahan Kedua yang perumusannya mengundang kontroversi di kalangan banyak pihak. Disini perumusannya dibalik dengan subjek negara.
Universitas Sumatera Utara
21. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa
43
. 22.
Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya
44
. 23.
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah
45
. 24.
Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak
asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang- undangan
46
. 25.
Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat 5 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan undang-undang
47
. 26.
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
27. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
48
.
43
Berasal dari Pasal 28I ayat 3 yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan Pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.
44
Ini adalah ayat tambahan yang diambil dari usulan berkenaan dengan penyempurnaan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam lampiran TAP No.IXMPR2000, yaitu alternatif
4 dengan menggabungkan perumusan alternatif 1 butir ‘c’ dan ‘a’. Akan tetapi, khusus mengenai anak kalimat terakhir ayat ini, yaitu:
“...serta melindungi penduduk dari penyebaran paham yang berten- tangan dengan ajaran agama
”, sebaiknya dihapuskan saja, karena dapat mengurangi kebebasan orang untuk menganut paham yang meskipun mungkin sesat di mata sebagian orang, tetapi bisa juga tidak
sesat menurut sebagian orang lain. Negara atau Pemerintah dianggap tidak selayaknya ikut campur mengatur dalam urusan perbedaan pendapat dalam paham-paham internal suatu agama. Biarlah urusan
internal agama menjadi domain masyarakat sendiri public domain. Sebab, perlindungan yang diberikan oleh negara kepada satu kelompok paham keagamaan dapat berarti pemberangusan hak asasi
kelompok paham yang lain dari kebebasan yang seharusnya dijamin oleh UUD.
45
Ayat 6 ini berasal dari Pasal 28I ayat 4 Perubahan Kedua.
46
Dari ayat 5 Pasal 28I Perubahan Kedua dengan menambahkan perkataan “...memajukan..”, sehingga menjadi “Untuk memajukan, menegakkan, dan melindungi....”
47
Komnas HAM memang telah dikukuhkan keberadaannya dengan undang-undang. Akan tetapi, agar lebih kuat, maka hal itu perlu dicantumkan tegas dalam UUD.
48
Berasal dari Pasal 28J Perubahan Kedua.
Universitas Sumatera Utara
Dapat disimpulkan bahwa hak konstitusional warga negara ialah HAM yang dimuat dalam Pasal 28A hingga 28J UUD 1945. Meskipun demikian hak
konstitusional tidak selalu identik dengan HAM. Hal ini dapat dilihat pada hak setiap warga negara untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, hak ini tidak berlaku
pada orang yang bukan warga negara. Oleh karena itu, hak konstitusional berlaku bagi warga negara yang memenuhi syarat menurut hukum sebagai warga negara. Hal
ini berbeda dengan hak asasi yang berlaku secara universal. Selain itu, dari pengertian hak asasi disimpulkan bahwa hak asasi tidak
tergantung pada negara, apakah negara memberi hak asasi pada warga negaranya atau tidak? Hal ini dikarenakan hak asasi telah ada sebelum lahirnya negara. Jadi timbul
suatu pertanyaan bahwa hak asasi itu siapa yang memberikannya? Dalam menjawab pertanyaan ini, dapat kita lihat dari pengertian hak asasi. Hak asasi itu diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa yang mana hak asasi bersifat kodrati yang telah melekat sejak manusia itu dilahirkan dimuka bumi ini sebagai anugerah-Nya. Jadi dapat dikatakan
sejak Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan Tuhan, maka sejak saat itulah hak asasi itu telah ada. Sementara itu seseorang yang berstatus kewarganegaraan
dalam suatu negara memperoleh hak warga negaranya. Hak konstitusional warga negara merupakan hak yang diberikan oleh negara
yang diberikan oleh karena status kewarganegaraan yang terlegitimasi dalam UUD 1945. Hak ini merupakan hasil legitimasi yang diakui dalam konstitusi maupun
peraturan perundang-undangan lainnya. Dapat dikatakan hak konstitusional merupakan hak warga negara.
Universitas Sumatera Utara
Hak warga negara merupakan hak yang diberikan oleh negara atas status kewarganegaraan yang menurut peraturan perundang-undangan. Di dalam hak warga
negara disamping hak konstitusional, terdapat hak sipil. Hak sipil merupakan hak yang diberikan dan dijamin dalam peraturan perundang-undangan di luar konstitusi
yang diberikan oleh negara oleh karena status kewarganegaraan seseorang. Jika ke-27 ketentuan yang disebutkan diatas diperluas dengan maksud
menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan
hak asasi dan hak warga negara dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup empat kelompok materi, yaitu :
49
1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi :
a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
kehidupannya. b.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan
martabat kemanusiaan. c.
Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan. d.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. e.
Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.
g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan
pemerintahan. h.
Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. j.
Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan. k.
Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.
m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan
49
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapatnya secara damai. b.
Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.
c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan
publik. d.
Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan.
e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat
perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan. f.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi. g.
Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia
yang bermartabat. h.
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. i.
Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran.
j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak
masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa.
50
l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
m. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang
diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.
51
3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
50
Berasal dari Pasal 28I ayat 3 UUD 1945 yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan Pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.
51
Ini adalah ayat tambahan yang diambil dari usulan berkenaan dengan penyempurnaan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam lampiran TAP No.IXMPR2000, yaitu
alternatif 4 dengan menggabungkan peru musan alternatif 1 butir ‘c’ dan ‘a’. Akan tetapi, khusus
mengenai anak kalimat terakhir ayat ini, yaitu: “... serta melindungi penduduk dari penyebaran paham
yang bertentangan dengan ajaran agama ”, sebaiknya dihapuskan saja, karena dapat mengurangi
kebebasan orang untuk menganut paham yang meskipun mungkin sesat di mata sebagian orang, tetapi bisa juga tidak sesat menurut sebagian orang lain. Negara atau Pemerintah dianggap tidak selayaknya
ikut campur mengatur dalam urusan perbedaan pendapat dalam paham-paham internal suatu agama. Biarlah urusan internal agama menjadi domain masyarakat sendiri public domain. Sebab,
perlindungan yang diberikan oleh negara kepada satu kelompok paham keagamaan dapat berarti pemberangusan hak asasi kelompok paham yang lain dari kebebasan yang seharusnya dijamin oleh
UUD.
Universitas Sumatera Utara
a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk
kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan yang sama.
b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan
gender dalam kehidupan nasional. c.
Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan
orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.
e. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan
turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam. f.
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. g.
Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah yang
dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat 1 Pasal ini, tidak termasuk dalam
pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 13.
4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. b.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai
dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan keter- tiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia. d.
Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak
memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.
Dalam menjalankan kehidupan bernegara, Indonesia sebagai negara hukum telah merumuskan hak konstitusional warga negara. Hak kostitusional dapat dilihat
dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. 2.
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan. 4.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk meribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
5. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara. 6.
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. 7.
Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai.
8. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga
perwakilan rakyat. 9.
Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik. 10.
Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang ber-
martabat. 11.
Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
Universitas Sumatera Utara
12. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan turut
menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.
F. Bentuk perlindungan hak konstitusional warga negara
1. Penghormatan Hak Konstitusional
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, Indonesia telah mengakui dan menghormati hak konstitusional. Penghormatan tersebut ditemukan dalam Pancasila
sebagai ideologi atau pandangan dasar negara Indonesia. Dalam sila ke-2 yang menyatakan : Kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila ke-5 yang menyatakan :
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bertolak dari kedua sila tersebut bahwa dalam penyelenggaraan
ketatanegaraan Indonesia harus melihat nilai kemanusiaan yang terdapat di dalam diri manusia yang merupakan hal yang kodrati yang melekat pada diri manusia sejak
dilahirkan di dunia ini. Penghormatan nilai kemanusiaan ini diaplikasikan ke dalam setiap tindakan pemegang kekuasaan negara. Oleh karena itu, warga negara harus
diperlakukan secara beradab oleh pemegang kekuasaan negara. Bentuk penghormatan tersebut harus mencerminkan keadilan yang mana keadilan tersebut mencakup
seluruh aspek sosial masyarakat. 2.
Pemenuhan Hak Konstitusional Pengakuan hak konstitusional mengisyaratkan adanya pemenuhan hak
konstitusional warga negara. Pemenuhan hak konstitusional warga negara dituangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam UUD 1945 sebagai aturan dasar negara. Pemenuhan hak konstitusional warga negara dimuat dalam Pasal 27 hingga Pasal 32 UUD 1945, terlebih lagi dalam pasal
28 A Hingga Pasal 28 J. Pemenuhan hak tersebut merupakan jaminan hak warga negara yang mana
harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Semua bentuk kebijakan ataupun Produk hukum yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara tidak
dapat mengesampingkan hak yang termuat dalam UUD 1945. Pemenuhan hak tersebut sebagai bentuk tindak lanjut dari penghormatan hak konstitusional warga
negara. 3.
Perlindungan Hak Konstitusional Keberadaan hak konstitusional sebagai batasan tindakan pemegang kekuasaan
negara dalam penyelenggaraan negara yang berhadapan atas hak konstitusional warga negara bermuara pada satu titik yakni bagaimana hak itu dijamin oleh negara melalui
pengaturan dalam konstitusi. Salah satu acuan dalam menentukan apakah telah terselenggaranya penjaminan hak konstitusional warga negara ialah adanya
mekanisme hukum yang tegas dalam melindungi hak konstitusional warga negara dari tindakan pemegang kekuasaan negara dalam praktik kehidupan bernegara.
Di dalam buku I Dewa Gede Palguna dijelaskan ada 2 dua mekanisme yang dapat ditempuh dalam menjamin hak konstitusional warga negara yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Melalui Mekanisme Pengadilan
Perlindungan hak konstitusional melalui mekanisme pengadilan guna mempertahankan hak konstitusionalnya dari tindakan pelanggaran yang mencederai
hak konstitusional tersebut yang dilakukan pemegang kekuasaan negara adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme Pengadilan Tata Negara
Pengadilan tata negara di Indonesia yang dimaksud yakni Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara dalam bidang yudikatif yang mempunyai
kompetensi mengadili pengujian konstitusionalitas undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 sebagai upaya tegaknya hak
konstitusional warga negara atas kelalaian pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif dalam menyusun undang-undang yang menyebabkan tercederainya hak
konstitusional warga negara. Mekanisme ini merupakan upaya dalam menjamin konstitusionalitas baik
judicial review maupun constitutional complaint. Dalam hal ini judicial review dan constitutional complaint harus dibedakan karena judicial review
merupakan upaya pengujian konstitusionalitas atas berlakunya undang-undang di masyarakat sedangkan constitutional complaint merupakan upaya uji
konstitusionalitas terhadap perbuatan pemegang kekuasaan negara.
52
Meskipun demikian, ada kemungkinan pengertian judicial review dan constitutional complaint bertemu, yaitu takkala pengujian dilakukan terhadap
norma hukum yang bersifat umum dan abstrak general and abstract norm dan yang diuji adalah konstitusionalitas dari norma itu.
53
Kedua mekanisme ini memang merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam mempertahankan hak konstitusional warga negara. Namun, judicial review
52
I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional Constitutional Complaint, Jakarta : Sinar Grafika, 2013, Hlm. 153.
53
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
harus tetap dipandang sebagai mekanisme hukum dalam menguji konstitusionalitas undang-undang yang mana dapat dikatakan bahwa uji konstitusionalitas dalam
pengertian sempit. Hal berbeda dengan constitutional complaint, dimana ketika dikaitkan dengan konsep negara dan kedaulatan, maka constitutional complaint
merupakan mekanisme hukum dalam pengertian luas yang melindungi hak -hak warga negara.
b. Mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara
Di dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari pengertian diatas, diketahui bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang beersifat konkret, individual dan final menimbulkan akibat hukum bagi orang atau
badan hukum perdata.
54
Keputusan tersebut dapat digugat apabila keputusan bertentangan dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam hal ini ada 3 pengertian bertentangan dengan peraturan perundang-undang, yakni :
55
a Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
formal
54
Pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986.
55
I Dewa Gede Palguna, Loc. cit Hlm. 153.
Universitas Sumatera Utara
b Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat
materil c
Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang.
56
1 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud yang diberikannya wewenang tersebut.
2 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau
tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana yang dimaksud dalm Pasal 53 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu, seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak
pengambilan keputusan tersebut.
Dari uraian diatas bahwa mekanisme ini dapat ditempuh karena adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang melanggar hak konstitusional orang atau badan hukum yang diatur Undang-Undang Dasar 1945 yang dimana keputusan tersebut melanggar hak
konstitusionalnya yang diperjelas melalui Undang-Undang yang mengatur akan hal tersebut serta sebagaimana dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan Undang-Undang Dasar termasuk kategori peraturan perundang-undangan. Maka dapat dikatakan bahwa
Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan mekanisme yang dapat melindungi hak konstitusional warga negara atas dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
56
Phillipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 326-327.
Universitas Sumatera Utara
c. Mekanisme Pengadilan Biasa
Dalam praktik peradilan umum, ada dua dua jenis perkara yang menjadi kompetensi absolut pengadilan dalam memeriksa dan mengadili perkara yakni
pengadilan pidana dan pengadilan perdata. Dalam pengadilan perdata sifat sengketa yang diadili adalah sengketa antar
individu atau badan hukum dan kebenaran yang ditegakkan ialah kebenaran formal. Meskipun demikian terkait perlindungan hak konstitusional warga negara dapat kita
temukan pada upaya hukum yang dapat ditempuh yakni : banding, kasasi, verzet maupun peninjauan kembali. Mekanisme hukum ini dapat ditempuh apabila salah
satu pihak bersengketa merasa terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh hakim hakim direpresentasikan sebagai kekuasaan negara. pelanggaran itu berupa penerapan
maupun penafsiran hukum yang salah yang menyebabkan salah satu pihak bersengketa dicederai hak konstitusionalnya dalam meperoleh keadilan dan kepastian
hukum. Sementara dalam pengadilan pidana, sengketa yang diperiksa dan diadili
bersifat antar individu dan negara-perlindungan yang diberikan kepada seseorang individu sifatnya luas yang dimaksudkan bahwa perlindungan telah diberikan sejak
seseorang berstatus tersangka dimana ia masih dianggap tidak bersalah dalam perkara yang diperiksa dan diadili sebelum hakim menjatuhkan vonis serta dalam
pengumpulan alat bukti adanya larangan dalam mendapatkan alat bukti secara tidak sah yang mengganggu kebebasan individu. Selain itu, tersangka dapat menempuh
upaya pra peradilan sebelum perkara diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim apabila
Universitas Sumatera Utara
dalam proses penangkapan dan penyidikan perkara yang dilakukan oleh aparat penegak hukum ditemukan prosedur yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan. Meskipun Majelis Hakim telah memutus perkara tersebut, apabila ditemukan
pelanggaran oleh hakim yang merugikan terdakwa, putusan tersebut mungkin terjadi kesalahan hakim dalam menerapkan norma hukum. Perlindungan hak kontitusional
warga negara dapat dilakukan melalui upaya banding, kasasi, kasasi demi hukum dan peninjauan kembali. Secara umum tujuan dari dilakukannya sistem peradilan ini
mengandung prinsip perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
57
Meskipun demikian, perlindungan dalam sistem peradilan ini tidak hanya terkait atas perlindungan hak konstitusional warga negara dalam kaitan status
kewarganegaraan tersangka namun juga menyangkut hak-hak asasi manusia yang perlindungannya diakui secara universal.
d. Mekanisme Pengadilan HAM ad Hoc
Hak konstitusional juga berkenaan akan hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam menegakkan hak asasi yang menjadi bagian hak konstitusional warga negara
maka mekanisme ini dapat ditempuh oleh warga negara yang merasa hak asasi manusianya telah dilanggar oleh karena itu ia dapat menempuh upaya ini dalam
mempertahankan hak-haknya yakni hak asasinya yang terkandung dalam konstitusi
57
Andrew Ashworth, Sentencing and Criminal Justice, Cambridge : Cambridge University Press, 2005, hlm. 92-94.
Universitas Sumatera Utara
maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini terkait juga atas peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi dalam proses perjalanan ketatanegaraan Indonesia.
2. Melalui mekanisme diluar pengadilan
Selain melalui proses pengadilan, mekanisme hukum yang dapat ditempuh dalam mempertahankan hak konstitusional warga negara dapat ditempuh melalui
jalur diluar pengadilan. Wujud dari perlindungan tersebut berupa institusi yang dibentuk berdasarkan maksu pembentukan, wewenang serta aktifitasnya.
58
Institusi itu antara lain :
a. Ombudsman Republik Indonesia
Ombudsman Republik Indonesia dibentuk berdasarkan UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Nomenklatur lembaga ini
sebelumnya ialah Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU no 37 tahun 2008, ombudsman merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik negara
BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD dan Badan Hukum Milik Negara BHMN, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara APBN
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD.
Ombudsman sebagai lembaga yang memberi perlindungan hak konstitusional warga negara dapat kita lihat dari tujuan dibentuknya lembaga ini yang dimuat dalam
Pasal 4 UU Ombudsman, yaitu :
58
I Dewa Gede Palguna, Op. Cit hlm. 164.
Universitas Sumatera Utara
1 Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera.
2 Mendorong penyelenggara dan pemerintahan negara yang efektif dan
efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
3 Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga
negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan yang baik.
4 Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan
dan pencegahan prakti-praktik maladministrasi
59
, diskriminasi, korupsi, kolusi serta nepotisme.
5 Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat dan
supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan. Dari penjelasan tujuan atas dibentuknya Ombudsman Republik Indonesia
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui Ombudsman RI, warga negara yang terlanggar hak konstitusionalnya dapat menempuh upaya ini dengan melakukan
pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, keseimbangan dalam penyelenggaraan negara dapat teraplikasi dengan baik serta pelindungan hak
konstitusional warga negara dapat dijamin. b.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau yang biasa disebut Komnas HAM
merupkan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993 dan diperkuat oleh UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Dalam Pasal 1 angka 7
UU HAM, Komnas HAM merupakan lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyuluhan, pemantauan dan mediasi Hak Asasi Manusia.
59
Dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan hak konstitusional warga negara yang diberikan lembaga ini dapat kita lihat dalam Pasal 75 UU HAM yang menjelaskan tujuan lembaga ini
dibentuk, yakni : 1
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta
Deklarasi Universal HAM. 2
Meningkatkan perlindungan dan pengegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Dari penjelasan tersebut terlihat jelas bahwa lembaga ini memberikan
perlindungan kepada warga negara dalam mempertahankan hak konstitusionalnya serta harkat martabat sebagai manusia.
c. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau yang biasa disingkat LPSK dibentuk berdasarkan UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban. Dalam Pasal 1 angka 3, dijelaskan bahwa : Lembaga ini merupakan lembaga yang bertugas untuk memberi perlindungan
dan hak-hak lain kepada saksi atau korban.
Secara tersirat tujuan lembaga ini ialah memperjuangkan hak-hak tertentu saksi dan korban dalam proses peradilan pidana. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa penjaminan dan perlindungan hak konstitusional warga negara diberikan kepada saksi dan korban dalam proses peradilan pidana yang mana harus dilindungi
dan dijamin hak-haknya selama proses peradilan pidana dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM MENJAMIN