1. PENDAHULUAN Latar Belakang
Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian khususnya tanaman pangan menjadi pilihan yang tak terhindarkan. Luas total lahan gambut di tiga
pulau utama, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua adalah 14,905,574 hektar Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
BBSDLP 2011. Wahyunto et al. 2004 melaporkan sekitar 672,723 hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah layak dikembangkan untuk pertanian.
Pengembangan lahan gambut untuk tanaman pangan dan hortikultura diarahkan pada lahan gambut dangkal 100 cm dan untuk tanaman tahunan dapat
diusahakan pada gambut dengan ketebalan 2 – 3 m Sabiham et al. 2008. Secara ekonomi lahan gambut berperan penting karena berpotensi untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian padi sawah. Selain itu semakin bertambah luasnya lahan gambut yang ditinggalkan tanpa reklamasi, menambah kuat pemilihan lahan
gambut untuk dimanfaatkan sebagai areal pertanian.
Pertanian padi di lahan gambut menghadapi berbagai kendala di antaranya gangguan organisme pengganggu tanaman OPT. Serangan OPT dapat
mengakibatkan penurunan dan kehilangan hasil 40 – 55 persen, bahkan bisa terancam gagal. Pengendalian OPT dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain dengan menggunakan varietas unggul tahan hama penyakit, cara mekanis, cara biologi, cara kimiawi dan sistem budidaya yang baik. Kenyataan yang
dijumpai cara kimiawi pestisida masih menjadi pilihan utama para pelaku pertanian karena dianggap paling praktis dan ekonomis Sudarmo 1991.
Demikian juga halnya dengan kebiasaan petani padi lahan gambut yang masih tergantung pada pestisida untuk mengatasi masalah gangguan hama, penyakit dan
gulma. Perkembangan perkebunan di lahan gambut juga semakin pesat dan salah satu kendala adalah pertumbuhan gulma yang cepat. Petani-petani perkebunan
sangat tergantung pada herbisida untuk mengatasi masalah gulma di perkebunan mereka. Penggunaan pestisida selain memberikan nilai positif tetapi juga
memberikan dampak negatif terutama akibat penggunaan yang tidak bijaksana. Dalam aplikasinya di lahan pertanian, kurang lebih hanya 20 yang mengenai
sasaran sedangkan 80 lainnya jatuh ke tanah Sa’id 1994. Residu pestisida yang jatuh ke tanah dapat mencemari lahan pertanian, perairan, biota lainnya, produk
pertanian serta dapat meracuni manusia Pohan 2004.
Kendala lainnya pada pertanian padi di lahan gambut adalah tata air yang buruk. Oleh karena itu pengelolaan air menjadi upaya penting untuk dilakukan
pada budidaya padi di lahan gambut. Pengelolaan air di lahan gambut dimaksudkan untuk membuang kelebihan air pada musim hujan, dan
mengkonservasi air pada musim kemarau. Selain itu pengelolaan air juga dimaksudkan untuk mencuci unsur-unsur beracun sebagai hasil dekomposisi
bahan organik atau akibat peristiwa reduksi oksidasi. Pengelolaan air yang baik dapat memperbaiki sifat tanah gambut. Selain berfungsi untuk meningkatkan
kualitas lahan, pengelolaan air berpengaruh terhadap kondisi aerobik dan anaerobik oksidasi dan reduksi lahan. Kedua kondisi ini berperan dalam proses
emisi CO
2
dan CH
4
. Pengeringan lahan gambut mengakibatkan dekomposisi aerobik yang cepat dari bahan organik dan mengakibatkan terbentuknya emisi
karbondioksida CO
2
, sedangkan penggenangan lahan mengakibatkan terbentuknya emisi metana CH
4
Turetsky dan Louis 2006. Besarnya emisi karbon di lahan gambut juga dipengaruhi oleh kandungan
asam-asam organik yang tinggi. Stevenson 1994 mengemukakan bahwa dari proses degradasi lignin oleh mikroorganisme dapat dihasilkan asam-asam fenolat
dan aldehida fenolat. Beberapa jenis asam fenolat yang merupakan hasil dari proses disintegrasi lignin adalah asam p-kumarat, asam p-hidroksibenzoat, asam
fenilasetat, asam klorogenat, asam o-hidroksifenilasetat, asam 4-fenilbutarat, asam p-hidroksifenil-propionat, asam 3,4-dihdroksifenil-propionat, asam vanilat, asam
ferulat, asam salisilat, asam galat, asam sinapat, asam gentisat, asam kafeat, asam prokatekuat dan asam syringat. Sabiham 1997. Mario dan Sabiham 2002
melaporkan ada enam derivat asam-asam fenolat yang dominan dan sangat penting ditemukan di lahan gambut Jambi dan Kalimantan Tengah, yaitu asam
ferulat, sinapat, p-kumarat, vanilat, siringat dan asam p-hidroksibenzoat. Asam- asam itu bersifat racun dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Selain itu
asam-asam organik ini juga menjadi sumber utama pelepasan karbon, terkait tingginya konsentrasi dari golongan karboksil -COOH dan metoksil -OCH
3
. COOH akan terurai secara sempurna menjadi CO
2
dan CH
4
melalui peristiwa oksidasi reduksi Van der Gon dan Neue 1995.
Kondisi lainnya yang dipengaruhi oleh kegiatan pengelolaan air di lahan gambut yang disawahkan adalah pencucian residu pestisida ke saluran pengairan
dan selanjutnya ke perairan bebas. Pestisida yang tidak mengenai sasaran dan jatuh ke tanah, akan tercuci bersama aliran air dari sawah ke perairan. Kondisi air
yang tergenang, macak-macak, atau kering akan mempengaruhi besarnya residu pestisida yang tercuci ke perairan. Bahan organik tanah memiliki kelompok
gugus fungsional kimia seperti hidroksil, karboksil, fenolik dan amina yang dapat berinteraksi dengan pestisida Young et al. 1992. Sebagian besar molekul
pestisida adalah non-ionik, non-polar dan umumnya hidropobik, bahan organik menyediakan bagian penting untuk penyerapan pestisida Harrad 1996. Menurut
Stevenson 1994 pestisida atau produk dekomposisinya dapat membentuk hubungan kimia yang stabil dengan bahan organik. Melalui mekanisme tersebut
reaksi penguraian asam-asam organik menjadi CO
2
dan CH
4
dapat terhambat. Maka diharapkan penggunaan pestisida di lahan gambut tidak memberikan
pengaruh negatif seperti di lahan mineral. Lahan gambut dengan asam-asam organiknya dapat menghalangi pencemaran tanah dan air oleh residu pestisida.
Selanjutnya pestisida dapat berkontribusi positif terhadap penekanan emisi karbon di lahan gambut melalui mekanisme ikatan komplek dengan asam-asam organik.
Informasi tentang dampak penggunaan pestisida dan pengelolaan air terhadap kualitas lingkungan dan emisi karbon di lahan gambut masih sangat
terbatas. Demikian juga halnya dengan produktivitas dan nilai ekonomisnya. Untuk itu penelitian yang mendalam masih diperlukan guna mendapatkan data
dan informasi mengenai interaksi antara bahan organik, pestisida dan pengelolaan air di lahan gambut. Hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan
untuk pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan.
Kerangka Pemikiran
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik BPS tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 253,609,643 orang. Dengan laju pertumbuhan
pertahunnya 1.5 persen atau sekitar 3 tiga juta jiwa lebih. Maka perlu diimbangi dengan mengembangkan sektor pertanian guna menyediakan pangan yang cukup.
Apabila asumsi kebutuhan pangan setiap jiwa 139.15 kg per kapita per-tahun, maka dibutuhkan pangan sebanyak kurang lebih 35 juta ton pertahunnya.
Sementara itu lahan pertanian potensial di Pulau Jawa semakin sempit akibat laju pembangunan, menyebabkan penyediaan pangan pada masa mendatang tidak
dapat lagi bertumpu di Pulau Jawa. BBSDLP 2011 melaporkan luas lahan sawah yang terkonversi ke penggunaan non pertanian mencapai 30,000 – 40,000 hektar
pertahun. Dalam jangka panjang sangat dikhawatirkan bahwa produksi padi diperkirakan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Disisi
lain cadangan lahan nasional sebagian besar adalah lahan sub optimal. Maka pembangunan pertanian harus memberikan perhatian yang lebih besar kepada
lahan-lahan sub optimal.
Salah satu lahan sub optimal dengan potensi besar untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian adalah lahan gambut. Secara ekonomi lahan gambut
layak untuk dikembangkan sebagai pertanian tanaman pangan. Lahan yang luas, ketersediaan air yang melimpah dan dukungan teknologi yang cukup, merupakan
potensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan di lahan gambut. Namun pembangunan pertanian tanaman pangan di lahan gambut bukan tanpa kendala.
Sifat lahan gambut yang ringkih atau mudah rusak, drainase yang buruk serta potensi terlepasnya emisi GRK ke atmosfer harus menjadi perhatian utama dalam
pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian.
Penggunaan pestisida dan pengelolaan air menjadi upaya penting untuk dilakukan agar mencapai hasil panen yang tinggi. Selain itu, pestisida dan
pengelolaan air di lahan gambut juga dapat menjadi sarana untuk menurunkan potensi pelepasan emisi GRK. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi pada
lahan gambut akan mengikat kuat pestisida. Penyerapan pestisida oleh bahan organik tanah dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, dua atau lebih
mekanisme dapat terjadi secara simultan tergantung dari sifat pestisida dan permukaan bahan organik Stevenson 1994. Mekanisme-mekanisme yang banyak
terlibat dalam penyerapan pestisida pada permukaan bahan organik adalah; ikatan Van der Waals, ikatan hidrogen, transfer muatan, pertukaran ion, dan pertukaran
ligan Khan 1978. Melalui mekanisme-mekanisme tersebut di atas diharapkan pestisida dapat menjadi “jembatan” dengan cara menghubungkan molekul asam
organik bebas menjadi struktur rantai. Kondisi ini membuat material gambut menjadi stabil, sehingga proses pembentukan CO
2
dan CH
4
akibat penguraian asam organik dapat dihambat dan mampu menurunkan emisi karbon.
Tingginya kandungan bahan organik pada tanah gambut juga diduga akan meningkatkan proses dekomposisi pestisida. Morrill 1982 melaporkan terdapat
korelasi positif antara peningkatan bahan organik dan tingkat degradasi dari pestisida DDT, diazinon, diuron, dan parathion. Peningkatan degradasi pestisida
ini terjadi karena bahan organik tanah bertindak sebagai ko-metabolit dan kemampuannya untuk mensuplai nutriens bagi mikroba dan sebagai sumber
energi. Selain itu pengelolaan air yang tepat juga akan mempercepat penguraian pestisida di tanah. Pengelolaan air akan menciptakan kondisi anaerob dan aerob
yang kondusif bagi penguraian pestisida secara biotik mikroba maupun abiotik hidrolisis, photolisis Roger et al. 1994.
Kerangka pemikiran penelitian ini disusun berdasarkan keterkaitan elemen- elemen pendukung, berupa kondisi eksisting, potensi, permasalahan dan rencana
pengembangan. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Perumusan Masalah
Sesuai hasil konvensi perubahan iklim dan COP 15 di Kopenhagen, pemerintah Indonesia telah sepakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
GRK sebesar 26 persen pada tahun 2020. Untuk mencapai angka tersebut maka berbagai upaya harus dilakukan termasuk mengurangi laju emisi dari lahan
gambut, di antaranya dengan upaya mengurangi laju dekomposisi bahan organik dari lahan gambut akibat kegiatan pertanian. Dekomposisi terjadi bila rantai
karbon yang panjang mengalami degradasi menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek. Pestisida sebagai salah satu input pertanian memiliki potensi untuk
digunakan sebagai penghubung untuk membentuk polimerisasi asam organik. Stevenson 1994 mengemukakan dua mekanisme untuk proses pembentukan
ikatan kimia yang stabil antara pestisida dengan bahan organik, yaitu: 1 residu pestisida dapat langsung berikatan pada bagian reaktif dari permukaan koloid
organik oleh ikatan kimia, dan 2 selama proses humifikasi residu pestisida dapat dimasukkan ke dalam struktur asam humat dan asam fulfat yang baru terbentuk.
Melalui mekanisme-mekanisme tersebut, maka diharapkan penggunaan pestisida di lahan gambut tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
Selain itu, emisi karbon CO
2
dan CH
4
yang terbentuk dari penguraian asam- asam organik juga dapat ditekan. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kimia yang
terjadi antara asam organik dan pestisida membentuk ikatan polimer yang tidak mudah terurai. Selain itu pengelolaan air di lahan gambut juga dapat
mempengaruhi besaran emisi karbon yang diemisikan ke atmosfir. Agus et al. 2010 melaporkan bahwa pengelolaan air akan mempengaruhi perubahan tinggi
muka air tanah dan juga kandungan air tanah, selanjutnya akan mempengaruhi emisi CO
2
. Dengan memperhatikan keterkaitan berbagai dimensi permasalahan pada
uraian di atas, maka pengembangan pertanian di lahan gambut harus bersifat selektif dengan memperhatikan beberapa persyaratan sebagai berikut: 1 tidak
berada dekat kubah gambut dan hulu sungai; 2 sistem perairan dilakukan secara tepat dan hati-hati, sesuai dengan dinamika permukaan air tanah; dan 3
memperhatikan rambu-rambu dampak lingkungan Las et al. 2009.
Gambar 1.1. Kerangka pemikiran penelitian
Kebutuhan lahan untuk budidaya
pertanian Review:
• Peningkatan jumlah penduduk
• Peningkatan kebutuhan pangan
• Kebijakan pemerintah
• Penurunan lahan produktif akibat alih
fungsi lahan Tercapainya
Ketahanan Pangan
Potensi: • Luas ± 15 jt Ha
• Kandungan C organik tinggi
• Dukungan teknologi
Lahan Gambut Pertanian Lahan
Gambut Input Teknologi:
• Pengelolaan lahan • Pengelolaan air
• Pemupukan ameliorasii
• Pengendalian HPT Pestisida
Masalah: • Ringkih fragile
• Emisi GRK Pengguna:
• Petani • Swasta
• Pemerintah Daerah Dampak penggunaan
pestisida dan pengelolaan air
Mengurangi resiko penurunan produksi
tanaman padi
Dampak terhadap lingkungan:
• Penurunan kualitas tanah air
• Emisi CO
2
CH
4
• Serangga hama musuh alami
• Mikroba tanah • Parameter hasil
komponen hasil
• Analisis tanah • Analisis air
• Analisis asam- asam organik
• Pengukuran emisi CO
2
CH
4
Penggunaan pestisida untuk meningkatkan
produktivitas padi di lahan gambut yang
disawahkan tanpa menyebabkan
degradasi lingkungan Acuan:
• Indeks pembangunan
berkelanjutan Aspek Ekonomi,
Ekologi, sosial- Budaya
• Indeks kualitas lingkungan
pestisida
B A T A S P E N E L I T I A N
Kelestarian dan kemanfaatan lahan
sub optimal
Tujuan Penelitian
Perkembangan pertanian di lahan gambut yang semakin pesat serta penggunaan pestisida yang semakin tinggi oleh para petani di lahan gambut,
menghasilkan berbagai pertanyaan mengenai pengaruh pestisida terhadap kualitas lingkungan dan emisi GRK di lahan gambut. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan utama untuk mempelajari dan memberi informasi atas penggunaan pestisida dan pengelolaan air terhadap emisi CO
2
dan CH
4
. Secara spesifik penelitian ini bertujuan:
1. Mempelajari pengaruh penggunaan pestisida serta pengelolaan air terhadap emisi CO
2
dan CH
4
di lahan gambut yang disawahkan. 2. Mempelajari pengaruh penggunaan pestisida dan pengelolaan air terhadap
kualitas tanah dan air serta organisme di lahan gambut yang disawahkan. 3. Mempelajari pengaruh penggunaan pestisida dan pengelolaan air terhadap
produksi tanaman padi dan kelayakan usahatani serta keberlanjutannya di lahan gambut yang disawahkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pembanding dan melengkapi informasi-informasi yang telah dipublikasikan sebelumnya dan juga
dapat menjadi suatu masukan teknologi pengelolaan lahan gambut yang dapat menjaga kualitas tanah dan air di lahan gambut yang disawahkan. Juga
diharapkan, teknologi yang dihasilkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan menjaga keberlanjutan produktivitas lahan serta
dapat menekan emisi gas rumah kaca.
Hipotesis
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Penggunaan pestisida dan pengelolan air dapat menekan emisi CO
2
dan CH
4
melalui mekanisme pengikatan antara pestisida dan asam organik di lahan gambut yang disawahkan.
2. Penggunaan pestisida dan pengelolan air tidak menurunkan kualitas tanah dan air di lahan gambut.
3. Penggunaan pestisida dan pengelolaan air dapat mempertahankan produksi tanaman padi dan kelestarian lahan gambut.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran seperti pada Gambar 1, maka disusun serangkaian kegiatan sebagai berikut:
1. Judul : Pengaruh pestisida paraquat, fenobucar, difenoconazole dan
pengelolaan air terhadap emisi CO
2
dan CH
4
pada pertanaman padi di lahan gambut.
Tujuan : Mempelajari pengaruh penggunaan pestisida serta pengelolaan air terhadap fluks CO
2
dan CH
4
di lahan gambut yang disawahkan
2. Judul : Pengaruh pestisida paraquat, fenobucar, difenoconazole dan
pengelolaan air terhadap kualitas lingkungan. Tujuan : Mempelajari pengaruh penggunaan pestisida dan pengelolaan air
terhadap kualitas tanah dan air serta organisme di lahan gambut yang disawahkan.
3. Judul : Kondisi sosial ekonomi dan status keberlanjutan usahatani padi di
lahan gambut Tujuan : Mempelajari pengaruh penggunaan pestisida dan pengelolaan air
terhadap produksi tanaman padi dan kelayakan usahatani serta keberlanjutannya di lahan gambut yang disawahkan.
Kebaruan Penelitian Novelty
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah pengaruh pestisida dan pengelolaan
air terhadap emisi GRK, antara lain; penelitian Bartha et al. 1967 tentang “Stability and Effects of Some Pesticides in Soil”, bertujuan untuk mempelajari
pengaruh 29 jenis pestisida terhadap produksi CO
2
dan nitrifikasi oleh mikroorganisme tanah. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dengan media
tanah lempung berpasir. Hasil penelitian diketahui bahwa pestisida yang dapat secara mikrobiologis terdegradasi akan meningkatkan produksi CO
2
, sedangkan pestisida yang sangat toksik akan menekan produksi CO
2
. Penelitian yang dilakukan oleh Kumaraswamy et al. 1998 berjudul
Influence of the Insecticide Carbofuran on the Production and Oxidation of Methane in Flooded Rice Soil” bertujuan untuk mempelajari pengaruh insektisida
karbofuran terhadap produksi dan emisi metan. Penelitian dilakukan di laboratorium dan pertanaman padi sawah. Pada penelitian lapang diketahui
bahwa aplikasi 2 dan 12 kg bahan aktif karbofuran per-hektar menurunkan emisi metan pada lahan sawah tergenang. Pada penelitian laboratorium dilaporkan pada
5 dan 10 mg bahan aktif karbofuran per-kg tanah dapat menghambat produksi metan.
Penelitian Kinney et al. 2003 tentang “Effects of the Herbicides Prosulfuron and mMetolachlor on Fluxes of CO
2
, N
2
O, and CH
4
in a Fertilized Colorado Grassland Soil” bertujuan mempelajari pengaruh herbisida prosulfuron
dan metolachlor yang umum digunakan terhadap fluks CO
2
, N
2
O, dan CH
4
dari tanah yang diberi pupuk. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan lahan
pertanian dengan tanah mineral. Hasil penelitian menyebutkan bahwa penelitan lapang menunjukkan herbisida prosulfuron meningkatkan emisi N
2
O dan konsumsi CH
4
. Penelitian lainnya mengenai dampak dari penggunaan agrokimia terhadap
emisi GRK dilakukan oleh Setyanto dan Burhan 2009 tentang “The Effect of Water Regime and Soil Management on Methane Emission from Rice Field”,
bertujuan untuk mengetahui pengaruh rejim air dan pengolahan tanah terhadap emisi gas CH
4
. Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa total emisi CH
4
dari perlakuan rejim air macak-macak 0-1 cm memberikan penurunan emisi tertinggi dibandingkan intermitten dan
penggenangan 5 cm. Sementara perlakuan pengolahan tanah yang dilakukan dengan cara tanpa olah tanah dengan pemberian 2 kg paraquat ha
-1
memberikan
hasil emisi terendah dibandingkan olah tanah maksimum dan tanpa olah tanah yang diberi 3 kg paraquat ha
-1
. Penelitian Poniman et al. 2011 berjudul “Reduksi Produksi dan Emisi
Metana di Lahan Sawah Melalui Pemanfaatan Biochar Limbah Pertanian dan Pemberian Beberapa Jenis Pestisida”, bertujuan untuk mengetahui pengaruh
biochar dan pestisida terhadap emisi CH
4
. Penelitian dilaksanakan di labortorium dan rumah kaca pada tanah mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
herbisida paraquat dan bioinsektisida azadirakhtin efektif menekan emisi metana. Pada percobaan inkubasi, insektisida deltametrin mampu menekan emisi CH
4
sebesar 98.84 dibandingkan tanpa pestisida, berturut-turut diikuti bioinsektisida azadiractin, insektisida klorfirifos dan herbisida paraquat masing-masing sebesar
95.51, 95.04 dan 93.97.
Berdasarkan uraian dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas, maka perbedaan mendasar yang sekaligus merupakan kebaruan novelty dari penelitian
ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, sebagai berikut: 1. Penelitian-penelitian sebelumnya dilaksanakan di laboratorium, rumah kaca
dan lahan pertanaman padi dengan media tanah mineral, sedangkan penelitian ini dilaksanakan di lapangan pada lahan gambut yang disawahkan.
2. Penelitian-penelitian sebelumnya membahas penurunan emisi GRK CO
2
, N
2
O, dan CH
4
oleh pestisida melalui mekanisme penekanan terhadap aktifitas mikroorganisme tanah, sedangkan penelitian ini mempelajari penurunan emisi
CO
2
dan CH
4
melalui mekanisme pengikatan pestisida oleh asam-asam organik.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi kebaruan novelty dari penelitian ini adalah informasi yang lebih detil mengungkapkan hubungan
pestisida sebagai jembatan antara dua asam organik untuk menurunkan emisi CO
2
dan CH
4
di lahan gambut.
2. TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut