IDENTIFIKASI HIBRIDA SOMATIK HASIL FUSI ANTARA JERUK SIAM

BAB VII IDENTIFIKASI HIBRIDA SOMATIK HASIL FUSI ANTARA JERUK SIAM

SIMADU DENGAN MANDARIN SATSUMA Ringkasan Fusi protoplas adalah salah satu alat yang dapat digunakan dalam program perbaikan tanaman pada tanaman jeruk. Hibrida somatik pada tanaman yang berasal dari hasil fusi protoplas dari dua tetua yang berbeda dapat diidentifikasi secara molekuler, sitologi, dan morfologi. Untuk mendapatkan hibrida somatik hasil fusi protoplas antara jeruk siam Simadu dengan Mandarin Satsuma pada penelitian ini dilakukan melalui pertumbuhan in vitro pada media selektif terhadap regeneran yang diperoleh, marka molekuler ISSR, jumlah kromosom, morfologi dan warna daun serta kandungan total klorofil daun. Dari hasil penelitian keragaan pertumbuhan in vitro pada media tumbuh MW+EM 500 mgl diperoleh 5 kandidat hibrida somatik dari 19 regeneran yang dihasilkan. Berdasarkan evaluasi molekur dengan penanda ISSR8 diperoleh 4 hibrida somatik dari 5 kandidat yang diuji. Jumlah kromosom dari hibrida somatik yang diperoleh merupakan penjumlahan dari jumlah kromosom kedua tetuanya 36 pasang kecuali R10 dengan jumlah kromosom 35 pasang. Warna dan tulang daun dari hibrida somatik merupakan intermediet dari kedua tetuanya. Kata kunci: Jeruk siam Simadu, mandarin Satsuma, identifikasi, in vitro, sitologi, ISSR, morfologi, hibrida somatik. IDENTIFICATION OF FUSAN SOMATIC HYBRIDS BETWEEN SIAM SIMADU WITH MANDARIN SATSUMA Abstrak Protoplasts fusion is one tool that can be used for citrus breeding program. Somatic hybrid from two different parents can be identified by molecular, cytological, and morphology. To obtain somatic fusion hybrid between Mandarin Satsuma and siam Simadu in this study, the growth in vitro on selective media for regenerant obtained, ISSR molecular markers, chromosome number, morphology and leaf color and leaf chlorophyll content. Results of research on the performance of growth in vitro growth medium MW + EM 500 mg l obtained 19 regenerants, five of whom are candidates for somatic hybrids. Based on the evaluation of ISSR molecular marker was obtained four somatic hybrids of the five candidates tested. Somatic hybrids chromosome number obtained was the sum of the number of chromosomes for both parents 36 pairs, except for R10 with the number 35 pairs of chromosomes. Leaf and bones color from somatic hybrid is an intermediately of both their parents. Keywords: Citrus siam Simadu,Mandarin Satsuma, identification, in vitro culture, cytology, ISSR, morphology, and somatic hybrids. Pendahuluan Populasi dari tanaman yang diregenerasikan dari fusi protoplas mengandung variabilitas genetik yang lebih tinggi dibandingkan variabilitas dari populasi tanaman yang dihasilkan dari hibrida seksual karena terdapat rekombinasi gen yang ada pada sitoplasma selain rekombinasi dari inti Wenzel 1980; Grosser et al. 1990 dan Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996. Variabilitas teramati pada bagian yang berbeda dari karakter fenotipik seperti tinggi tanaman, bentuk daun, ukuran daun, ukuran petiol, panjang daun, warna bunga, bentuk buah, dan viabilitas serbuk sari Kobayashi and Ohgawara 1988; Sihachakr et al. 1989; Grosser et al. 1990; Yamamoto and Kobayasi 1996; Fu et al. 2003. Variabilitas dari hibrida somatik dapat terjadi akibat subkultur kalus yang terus-menerus, ketidak stabilan dari kombinasi inti sel yang menyebabkan hilangnya ekspresi gen atau hilangnya bagian dari informasi genetik dan adanya segregasi sitoplasma atau inti setelah fusi sehingga menghasilkan kombinasi yang unik Ammirato et al. 1983. Tanaman hibrida somatik yang dihasilkan harus dapat diidentifikasi dari tanaman yang tidak berfusi, tanaman hasil fusi sesama tetua homo fusi dan multi fusi. Hibrida somatik tersebut harus merupakan kombinasi dari kedua tetua yang difusikan gabungan dari jeruk mandarin satsuma dengan siam simadu. Jumlah kromosom hibrida somatik seharusnya merupakan penjumlahan dari jumlah kromosom sel yang berfusi. Untuk mengidentifikasi hibrida somatik pada tahap awal dilakukan dengan menentukan tingkat ploidi secara cepat dengan Flow Cytometry sehingga dapat dibedakan regeneran hasil fusi dengan non fusi. Kemudian dilakukan dengan cara melihat jumlah dan ukuran stomata, jumlah sel kloroplas dan jumlah kromosom Jaskani 1998; Xu et al. 2006; Cai et al. 2007. Untuk mempercepat perolehan informasi genetik dari tanaman hasil fusi protoplas yang diinginkan sebelum dilakukan penanaman di lapang untuk evalusi fenotifik dapat dilakukan dengan marka genetik. Marka genetik yang sering digunakan untuk identifikasi hibrida somatik antara lain adalah marka morfologi dibandingkan dengan tetuanya, penanda isozim dan penanda DNA. Pada saat ini sudah banyak digunakan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi, baik yang berbasis DNA maupun protein. Marka berbasis DNA merupakan marka yang paling banyak jenisnya dan mempunyai variabilitas yang besar. Marka molekuler mempunyai keunggulan karena seleksi dapat dilakukan pada tahap benih, bahkan dapat dilakukan pada tahap in vitro sehingga dapat mempercepat kepastian sifat dari regeneran yang dihasilkan dari proses fusi protoplas. Beberapa marka molekuler yang dapat digunakan dan telah berhasil mengidentifikasi hasil fusi protoplas antara lain adalah RAPD, ISSR, RFLP dan SSR Cai et al. 2007. Penerapan teknologi fusi protoplas pada tanaman jeruk di negara-negara maju telah lama digunakan untuk mengintrogresikan sifat genetik yang secara alami tidak dapat dilakukan incompatible maupun yang kompatibel untuk mendapatkan tanaman jeruk yang unggul. Ohgawara et al. 1985 adalah orang pertama berhasil mendapatkan hibrida baru hasil fusi protoplas pada tanaman jeruk yang berasal dari genus C. Sinensis dengan Poncirus trifoliata. Selanjutnya, Grosser et al. 1989 juga berhasil mendapatkan hibrida antar spesies C. aurantifolia dengan Valencia sweet orange, C. reticulata dengan Citropsis gilletiana Grosser et al. 1990, C. sinensis dengan Severinia buxifolia Grosser et al. 1992, C. sinensis dengan Fortunella javonica Takami et al. 2004 dan C. sinensis dengan hibrida Carrizo citrange L. Louzada et al. 1992, C. unshiu dengan C. sinensis Yamamoto dan Kobayasi 1996. Sampai dengan tahun 1996 telah diperoleh 15 hibrida baru hasil fusi protoplas, baik yang berasal dari tetua yang kompatibel maupun yang tidak kompatibel Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996. Berdasarkan laporan Nicotra 2000 telah diperoleh 60 hibrida somatik di CREC, Florida seperti hibrida Palazelli, Primosole, Simeto, Desiderio, Bellezza, dan Sirio yang berasal dari Italy, Kara, wilking, Kinnow, Sunburst, dan Fortune yang berasal dari USA, Yafit, Norit, dan Adit dari Israel, Nankou, Hakaya, Tsunokaori, Benimadoca, Ariake, Amakusa, Hareyaka, Mihocore, Yoku dan Shiranuhi dari Jepang. Sampai saat ini, teknolofi fusi protoplas sudah banyak digunakan untuk merakit kultivar unggul baru atau hibrida baru tanaman jeruk seperti; fusi protoplas antara C. sinensis dengan C. lansium Fu et al. 2003, C. unshiu Marc. dengan C. grandis dan C. sinensis Cai et al. 2007 dan transfer sitoplasma C. unshiu untuk mendapatkan alloplasmic melalui fusi protoplas asimetris Xu et al. 2006. De Carvalho Costa et al. 2003 juga telah berhasil mendapatkan tanaman jeruk batang bawah yang toleran terhadap citrus blight, tristeza virus dan Phytophthora. Selain itu, pemetaan genetik secara molekuler juga sudah ada yang melakukan, terutama pemetaan genetik untuk ketahanan terhadap penyakit dan sifat seedless. Pada pernelitian ini, hibrida somatik di identifikasi dengan cara evalusi pertumbuhan in vitro pada media selektif, marka molekuler denga penanda ISSR, jumlah kromosom, morfologi daun dan kandungan klorofil. Bahan dan Metode Penelitian keragaan in vitro regeneran hasil fusi protoplas dan penetapan kandungan klorofil dilakukan di Laboratorium Biologi Sel dan Jaringan. Evalusi genetik secara molekuler dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Balitbang Biogen Bogor. Penetapan jumlah kromosom dilakukan di Laboratorium taksonomi LIPI. Penyambungan dengan batang bawah dan pengamatan morfologi dilakukan di rumah kaca dan kebun percobaan Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika Balitjestro Malang. Keragaan in vitro regeneran hasil fusi protoplas Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19 regeneran hasil fusi protoplas jeruk mandarin satsuma C. unshiu dengan siam Simadu C. nobilis. Setiap individu dari 19 regeneran hasil fusi protoplas yang diperoleh diperbanyak secara klonal melalui kultur in vitro dalam media kultur menggunakan media dasar MW + EM 500 mgl hasil penelitian 1 . Media ini dapat digunakan untuk seleksi awal hibrida somatik karena media tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan jeruk Siam secara in vitro dan tidak cocok untuk pertumbuhan jeruk siam Satsuma. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan duplikat setiap individu regeneran dalam koleksi in vitro jika tunasnya disambung dengan batang bawah di rumah kaca. Peubah yang diamati pada tahap ini adalah tinggi tunas dan banyaknya jumlah daun setiap regeneran yang dikulturkan. Evaluasi molekuler kandidat hibrida somatik dengan penanda ISSR Isolasi DNA. Lima kandidat hibrida somatik yang terpilih berdasarkan keragaan in vitro terhadap semua regeneran hasil fusi protoplas dievaluasi lebih lanjut secara molekuler berdasarkan marka ISSR. Sampel daun yang digunakan adalah daun yang masih muda. Daun diambil dan dibersihkan dengan alkohol 70 lalu ditimbang tanpa tulang daunnya sebanyak 0,5 gram. Penggunaan DNA volume kecil menggunakan metode Doyle dan Doyle 1990. Panaskan 1 ml Buffer ekstraksi 60 ml CTAB 3, 47,6 ml NaCl 1,4 M, 8 ml EDTA 20 mM dan 20 ml Tris-HCl 100 mM dan 5 µ l mercaptoethanol dalam waterbath 65 o C selama 15 menit. Gerus 0,5 gr daun, pvp dan nitrogen cair dalam mortar hingga menjadi serbuk. Masukkan dalam tabung eppendorf yang telah berisi buffer ekstraksi dan dikocok. Lalu divortex dan inkubasi dalam waterbath pada suhu 65 o C selama 30 menit. Setiap 5 menit, tabung eppendorf digoyang atau dibolak–balik. Tambahkan 700 µ l Chloroform:Isoamylalcohol CHISAM 24:1 lalu divortex. Sentrifuge 6000 rpm selama 10 menit. Ambil supernatan bagian atas dan masukkan dalam eppendorf baru. Tambahkan 1 ml CHISAM dan sentrifuge 6000 rpm selama 10 menit. Ambil fase atasnya dan tambahkan 1 ml Isopropanol dingin lalu aduk secara perlahan gently. Inkubasi dalam Freezer selama 30 menit dan sentrifuge 6000 rm selama 10 menit. Buang supernatan lalu bersihkan 2 kali dengan 200 µ l buffer pencuci. Setelah itu, keringanginkan endapan DNA pellet dalam Laminar Air Flow LAF. Tambahkan 500 µ l buffer TE dan 1 µ l RNAse. Inkubasi dalam waterbath pada suhu 37 o C selama 30 menit. Dinginkan sebentar lalu tambahkan 1 ml ethanol absolut 96 dingin dan inkubasi dalam freezer selama 30 menit. Sentrifuge 6000 rpm selama 10 menit. Buang supernatan bagian atasnya lalu keringanginkan pellet DNA dalam LAF. Pellet DNA disuspensi dengan 50 µ l buffer TE. Simpan pada suhu 20 o C sampai digunakan. [DNA] µgml = Nilai ABS 260 X 50 µgml X Faktor Pengenceran Pengukuran Kualitas dan Kuantitas DNA. Setelah diperoleh sampel DNA, selanjutnya untuk mengetahui kualitas DNA dilakukan elektroforesis dengan menggunakan 0,8 agarose yang dilarutkan dalam TBE 0,5X • Larutan 0,8 agarose dipanaskan dengan microwave selama 40 detik kemudian didiamkan sampai hangat–hangat kuku dan ditambah 4 µ l EtBr per cetakan lalu dituang dalam plate sampai keras. • Gel direndam dalam elektroforesis chamber. Sampel yang digunakan sebanyak 5 µ l dan 2 µ l loading dye dimasukkan ke dalam wells sumur. • Elektroforesis pada tegangan 110 volt selama 1 jam • Visualisasi hasil elektroforesis diatas UV transluminator dan didokumentasikan dengan kamera. Untuk mengetahui nilai konsentrasi DNA diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Sampel diukur pada absorbansi 260 nm dan 280 nm. Adapun konsentrasi DNA dihitung dengan rumus: 50 µgml merupakan faktor konversi dari nilai absorbansi 260 = 1 sehingga konsentrasi DNA berarti 50 µgml. Untuk kemurnian DNA dihitung berdasarkan hasil bagi nilai ABS 260 dengan ABS 280 OD 260 OD 280 Optimasi Program Reaksi PCR dan Amplifikasi DNA dengan PCR. Sebelum dilakukan amplifikasi DNA dengan PCR, terlebih dahulu dilakukan optimasi program reaksi PCR untuk memperoleh kondisi optimum PCR yang dapat digunakan untuk amplifikasi DNA dengan primer mikrosatelit yang telah ditentukan. Optimasi reaksi PCR adalah 1 siklus denaturasi awal pada suhu 94°C selama 5 menit, diikuti dengan 32 siklus denaturasi suhu 94°C selama 1 menit, annealing suhu 55°C selama 30 detik dan ekstensi suhu 72°C selama 1 menit. Siklus PCR diakhiri dengan 1 siklus ekstensi . Hasil pembagian ditunjukkan dengan nilai rasio, dimana nilai rasio 1,8 menunjukkan tingkat kemurnian DNA yang sangat baik. Apabila terkontaminasi dengan protein, nilai rasio yang diberikan lebih kecil dari nilai rasio konsentrasi DNA murni dan apabila terkontaminasi oleh RNA, nilai rasio yang diberikan lebih besar dari 2 Sambrook 1989. akhir suhu 72°C selama 4 menit Oliveira et al. 2002. Primer yang digunakan dalam optimasi program adalah 20 pasang primer SSR forward and reverse yang telah dikembangkan oleh Kijas et al. 1997. Reaksi amplifikasi PCR dilakukan menggunakan 25 µ l dengan 110 volume buffer 10X 100mM Tris-HCl pH 8,3; 500 mM KCl; 25mM MgCl 2 Visualisasi Hasil PCR. Elektroforesis dilakukan untuk mengetahui hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR, adapun elektroforesis dilakukan melalui elektroforesis horizontal dengan 1,8 –4 agarose yang dilarutkan dalam 100 ml buffer TAE 1X, kemudian dielektroforesis dengan tegangan 57 mA selama 3 jam, sebanyak 10 µ l produk PCR dan 3 µl loading dye digunakan dalam elektroforesis. Selanjutnya gel direndam dalam 0,5 µgml EtBr dalam ruang gelap selama 15 menit dan dibilas dalam H ; 0,01 gelatin; 200 mM dari dATP, dCTP, dGTP dan dTTP nukleotida; 50 ng DNA; 1,5 unit Taq polymerase dan 5 primer forwad and reverse. Untuk reaksi PCR digunakan alat Biometra Thermocycler. 2 O selama 10 menit. Visualisasi dilakukan diatas lampu ultraviolet dengan menggunakan alat BiodocAnalyze. Penetapan jumlah kromosom kandidat hibrida somatik Jumlah kromosom dihitung secara mikroskopik pada tahap metafase terhadap sel meristem ujung akar tanaman kandidat hibrida somatik. Ujung akar diambil dari tanaman yang dicangkok batangnya sehingga muncul akar-akar baru. Metode penghitungan kromosom dilakukan menggunakan metode Gemitter et al. 1990. Pengambilan akar dilakukan sekitar pukul sembilan setelah kultur digelapkan selama 1-2 hari. Ujung akar dipotong dengan panjang 1-2 cm kemudian dilakukan prefiksasi dengan β-chloronaphtalene selama 3 jam, kemudian difiksasi dengan alcohol-asetat 3:1 selama 24 jam. Selanjutnya, akar dibilas dengan aquades sebanyak 2-3 kali. Kemudian dihidrolisa dengan HCl 5 M selama 3 menit pada suhu kamar atau dengan HCl 1M pada suhu 60 C selama 10 menit. Pewarnaan dilakukan dalam larutan Feulgen atau Schiff selama 1-3 jam. Kemudian dipotong bagian ujung akar yang berwarna merah dengan ukuran 0.5-1 mm diletakkan di gelas preparat dan ditetesi dengan acetocarmine. Kemudian ditutup dengan gelas penutup dan di squash. Pengamatan dan penghitungan jumlah kromosom dilakukan secara mikroskopik perbesaran 400 kali. Keragaan fenotipik hibrida somatik di rumah kaca Keragaan fenotipik tanaman hibrida somatik di rumah kaca sangat penting dilakukan untuk mengetahui karakter morfologi tanaman sesungguhnya, seperti tinggi tanaman, jumlah daun dan morfologi daun. Setiap individu hibrida somatik terlebih dahulu disambung dengan batang bawah rootstock Javaness Citroen JC yang telah berumur satu tahun di rumah kaca dengan metode minitopworking. Pemilihan metode tersebut dilakukan karena penyambungan sudah bisa dilakukan pada saat plantlet masih kecil dan dapat dilakukan secara in vivo di rumah kaca. Tujuan dari minitopworking adalah untuk mempercepat proses pertumbuhan tunas dan adaptasi platlet tanpa melalui aklimatisasi akar. Selain itu teknik ini merupakan teknik yang lebih mudah dilakukan dan efisien waktu dan tenaga kerja karena masa generatifnya lebih cepat. Persiapan batang bawah. Batang bawah JC dipotong dengan ketinggian ± 15 cm dari tanah. Selanjutnya di klupas kulit batangnya dengan ukuran panjang 0.5-1 cm dan lebar 0.3 cm pada bagian yang telah dipotong. Persiapan batang atas . Materi batang atas yang akan disambungkan dengan batang bawah dikeluarkan dari botol dan dibersihkan dari sisa media in vitro. Bagian batang disayat tipis miring dengan menggunakan pisau scapel yang telah disterilkan dengan alkohol. Penyambungan grafting. Materi batang atas yang telah disayat di masukkan pada bagian kupasan kulit batang batang bawah. Selanjutnya sambungan diikat dengan menggunakan plastik parafilm dan disungkup dengan plastik. Tanaman yang telah disambung harus diletakkan dibawah naungan yang agak lembab untuk menghindari proses respirasi yang berlebihan. Setelah satu bulan sungkup plastik dibuka ketika tanaman telah muncul tunas baru dari batang atas. Kemudian dipelihara dengan baik dengan cara menyiramnya setiap pagi hari. Pengamatan terhadap tinggi tunas, diameter batang, panjang daun, lebar daun dan panjang tangkai dilakukan setelah tanaman berumur 5 bulan setelah penyambungan. Hasil dan Pembahasan Keragaan in vitro regeneran hasil fusi protoplas Keragaan in vitro untuk menduga hibrida somatik putatif dari semua regeneran yang diperoleh dapat dilakukan pada tahap tunas. Keragaan tersebut sangat efisien dan efektif karena hanya membutuhkan media tumbuh yang dapat menunjukkan perbedaan pertumbuhan yang menyolok dari kedua tetuanya. Gopal dan Minocha 1998 mengatakan bahwa perbanyakan in vitro dapat digunakan untuk karakterisasi tanaman hibrida somatik pada tahap awal. Keragaan in vitro dilakukan terhadap 19 regeneran hasil fusi protoplas jeruk siam Simadu dengan jeruk mandarin Satsuma Tabel 23. Dari hasil keraan tersebut diperoleh 5 kandidat hibrida somatik berdasarkan respon pertumbuhan terhadap media kultur yang digunakan. Hal ini terlihat dari pola kecepatan pertumbuhan tinggi tunas dan jumlah helai daun yang dihasilkan pada umur satu bulan setelah kultur. Hal ini juga dibuktikan oleh Purwito 1999 pada tanaman kentang hasil fusi protoplas dan berkorelasi langsung dengan penampilan di lapang. Kecepatan pertumbuhan tinggi tunas dan banyaknya jumlah helai daun semakin jelas berada diantara kecepatan pertumbuhan jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma pada umur dua bulan setelah kultur Gambar 29. Sedangkan pertumbuhan regeneran lainnya ada yang menyerupai jeruk siam Simadu dan ada yang menyerupai jeruk mandarin Satsuma. Regeneran-regeneran tersebut adalah R6, R7, R10, R11 dan R19. Tinggi tunas dan jumlah helai daun masing-masing regeneran tersebut pada umur 2 bulan adalah 1.67 cm dengan 4 helai daun, 1.36 cm dengan 4 helai daun, dan 1.20 cm dengan 4 helai daun 1.72 cm dengan 3 helai daun, 1.08 cm dengan 4 helai daun. Sedangkan tinggi tunas dan jumlah helai daun jeruk siam Simadu pada waktu yang Tabel 23. Keragaan in vitro regeneran hasil fusi protoplas umur 2 bulan. Regeneran Tinggi tunas cm Jumlah daun helai R3 St 0.41 0.48 3 3 R16 0.64 3 R8 0.98 3 R9 1.06 4 R19 1.08 4 R10 1.20 4 R7 1.36 4 R6 1.67 4 R11 1.72 3 R13 1.77 7 R14 1.90 5 R17 2.00 6 R18 R1 2.06 2.24 5 5 R5 2.27 5 R4 2.32 6 R15 2.32 6 Sm 2.39 6 R2 2.43 7 R12 2.49 7 Gambar 29. Keragaan pertumbuhan in vitro regeneran hasil fusi protoplas dan kedua tetuanya A= mandarin Satsuma, B= regeneran hasil fusi, dan C= siam Simadu. A B C sama adalah 2.39 cm dengan 6 helai daun dan 0.48 cm dengan 3 helai daun. Berdasarkan hasil keragaan tersebut juga diperoleh duplikasi setiap individu regeneran sehingga individu-individu tersebut mempunyai duplikat apabila dilakukan pengamatan lebih lanjut di rumah kaca maupun di lapangan. Evaluasi molekuler hibrida somatik dengan penanda ISSR Evaluasi molekuler DNA terhadap hibrida somatik dilakukan terhadap 5 kandidat hibrida somatik yang diperoleh dari hasil keragaan in vitro menggunakan 8 primer ISSR. Hasil amplifikasi DNA yang dilakukan diperoleh satu primer yang dapat menghasilkan pola pita DNA yang dapat membedakan pola pita DNA hibrida somatik dengan pola pita kedua tetuanya Gambar 30. Dari 5 kandidat hibrida somatik yang dievaluasi hanya diperoleh 4 regeneran yang teramplifikasi secara sempurna sehingga menghasilkan pola pita yang jelas R6, R7, R10 dan R 19. Ke empat regeneran tersebut mempunyai pola pita gabungan dari kedua tetuanya yang ditunjukkan oleh pita DNA jeruk siam Simadu 165 bp dan pita DNA mandarin Satsuma sebesar 300 bp. Pita-pita DNA tersebut kedua-duanya terdapat pada Gambar 30. Penggunaan primer ISSR8 5’AGAGAGAGAGAGAGAGYC3’ dapat membedakan hibrida somatik R6, R7, R10 dan R19 dengan kedua tetuanya Sm=siam Simadu, MS= mandarin Satsuma, R6, R7, R10, R11, dan R19= kandidat hibrida somatik . 1 Kb SM MS R6 R10 R19 R11 R7 1 0 0 0 8 5 0 6 5 0 5 0 0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 ke empat regeneran tersebut heterosigot. Dengan demikian, keempat regeneran tersebut merupakan hibrida somatik dari jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma. Evaluasi jumlah kromosom kandidat hibrida somatik Untuk memperkuat dugaan tersebut dilakukan penghitungan terhadap jumlah kromosom karena jumlah kromosom hibrida somatik hasil fusi protoplas merupakan penjumlahan jumlah kromosom dari kedua tetuanya. Banyaknya jumlah kromosom dari ke empat regeneran tersebut juga merupakan penjumlahan kromosom dari kedua tetuanya Tabel 24. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan banyaknya jumlah kromosom hibrida somatik yang diduga dengan tetuanya Gambar 31. Jumlah kromosom hibrida somatik R6, R7 dan R19 adalah sebanyak 36 pasang dan R10 sebanyak 35 pasang. Dengan demikian, data tersebut memperkuat dugaan bahwa keempat regeneran tersebut adalah hibrida somatik. Tabel 24. Banyaknya jumlah kromosom dari f hibrida somatik yang dihasilkan dan kedua tetuanya mandarin Satsuma dan siam Simadu. Hibrida somatik Jumlah kromosom Mandarin Satsuma Siam Simadu Putatif R6 Putatif R7 Putatif R10 Putatif R19 18 18 36 36 35 36 Gambar 31. Perbandingan jumlah kromosom antara putatif hibrida somatik yang dihasilkan dengan kedua tetuanya A= Siam Simadu, B= mandarin Satsuma, C=R6, D= R17, E= R10 dan F= R19. Keragaan hibrida somatik di rumah kaca Keragaan hibrida somatik di rumah kaca dilakukan untuk melihat lebih lanjut kenampakan morfologi yang sesungguhnya. Tunas in vitro disambung grafting dengan bibit batang bawah Japhanise citrun JC umur 6 bulan menggunakan metode mini topworking Gambar 32A . Semua tunas berhasil disambung dan dapat hidup sehingga dapat diamati pertumbuhannya lebih lanjut Gambar 32B. Dari pengamatan terhadap tinggi dan diameter batang diperoleh bahwa ukuran tinggi dan diameter batang tanaman hibrida somatik lebih kecil dari pada pertumbuhan kedua tetuanya Tabel 25. Tinggi tanaman hibrida somatik mulai dari 5.5 sampai 20.5 cm dan diameter batangnya mulai dari 0.2 sampai 0.4 cm. Selain tinggi tanaman dan diameter batang, pengamatan juga dilakukan terhadap diameter batang, panjang daun, lebar daun, panjang tangkai dan kandungan klorofil daun. Dari hasil pengamatan terhadap ukuran panjang dan lebar daun dari hibrida somatik lebih kecil A B C D E F 2n=2x=18 2n=2x=18 2n=4x=36 2n=4x=36 2n=4x=35 2n=4x=36 dari kedua tetuanya Tabel 26. Ukuran panjang daun berkisar antara 4.2 samapi 6.0 cm dan lebar daunnya antara 2.2 samapai 2.9 cm. Sedangkan panjang dan lebar daun jeruk siam Simadu adalah 10.1 cm dan 5.9 cm serta 8.3 cm dan 5.3 cm untuk mandarin Satsuma. Untuk panjang tangkai daun, bervariasi antara hibrida somatik dengan kedua tetuanya. Panjang tangkai daun hibrida somatik mulai dari 0.8 sampai 1.1 cm dan 1.2 cm untuk siam Simadu dan 0.5 cm untuk mandarin Satsuma. Bila dilihat dari warna daun dari hibrida somatik berada di antara warna daun siam Simadu dan mandarin Satsuma. Hal ini jelas terlihat dari warna hijau tua dari Tabel 25. Morfologi batang hibrida somatik pada umur 5 bulan setelah penyambungan. Hibrida somatik Tinggi tanaman cm Diameter batang cm R6 R7 R10 R19 5.5 8.5 15.5 20.5 0.2 0.2 0.4 0.3 Gambar 32. Keragaan hibrida somatik di rumahkaca A= penyambungan dengan batang bawah JC umur 6 bulan minitopwarking, B= tanaman hasil penyambungan, C= perbedaan daun hibrida somatik dengan tetuanya, dan D= tanaman hasil penyambungan topwarking Satsuma Hibrida Simadu A B C D Tabel 26. Morfologi dan kandungan klorofil daun hibrida somatik pada umur 5 bulan setelah penyambungan. Hibrida somatik Panjang daun cm Lebar daun cm Panjang tangkai cm Kandungan total klorofil R6 R7 R10 R19 Simadu Satsuma 4.6 6.0 4.2 5.7 10.1 8.3 2.3 2.9 2.2 2.6 5.9 5.5 1.1 1.1 0.9 1.1 1.2 0.5 65.2 64.6 66.6 65.7 57.2 74.9 daun mandarin satsuma lebih menonjol dibanding daun siam Simadu Gambar 32C. Perbedaan ini didukung oleh kandungan klorofil daunnya yang berada diantara kandungan klorofil mandarin Satsuma dengan siam Simadu Tabel 26. Kandungan klorofil daun mandarin satsuma sebesar 74.9 sedangkan kandungan klorofil daun siam Simadu sebesar 57.2. Perbedaan tersebut lebih jelas lagi terlihat dari tulang daun. Tulang daun jeruk mandarin Satsuma lebih menonjol dari pada tulang daun jeruk siam Simadu Gambar 32C. Berdasarkan keragaan dari morfologi tanaman di lapang juga diperoleh bahwa warna dan tulang daun dapat membedakan antara hibrida somatik dengan kedua tetuanya. Sampai saat ini, hibrida somatik yang diperoleh telah disambung kembali dengan jeruk batang bawah yang telah berproduksi top working untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangannya agar lebih cepat berbunga Gambar 32D. Simpulan 1. Media tumbuh selektif MW Morel dan Wetmor +EM 500 mgl dapat digunakan sebagai media seleksi awal untuk menduga regeneran hibrida somatik berdasarkan tinggi tunas dan jumlah daun. 2. Marka molekuler dengan penanda ISSR menggunakan primer ISSR8 dapat mengidentifikasi 4 kandidat hibrida somatik dari 5 regeneran yang diuji. 3. Jumlah kromosom dari kandidat hibrida somatik yang diperoleh merupakan penjumlahan dari jumlah kromosom kedua tetuanya 36 pasang kecuali R10 dengan jumlah kromosom 35 pasang. 4. Warna daun, tulang daun, dan kandungan klorofil daun dari hibrida somatik merupakan intermediet dari kedua tetuanya. Daftar Pustaka Ammirato PV, Evan DA, Sharp WR, Yamada Y. 1983. Handbook of Plant Cell Culture. Vol.1. MacMillan Publ. Co. New York, London. Cai XD, Fu J, Deng XX. 2007. Production and moleculer characterization of potential seedless cybrid plants between pollen sterile Satsuma mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283. De Carvalho Costa MAP, Mendes BMJ, Filho FAAM. 2003. Somatic hybridization for improvement of citrus rootstock: production of five new combinations with potensial for improved disease resistance. Aust. J. Exp. Agr. 43: 1151- 1156. Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13-15. Fu CH, Guo WW, Liu JH, Deng XX. 2003. Regeneration of Citrus Sinensis + C. lan seatum intergeneric triploid and tetraploid somatic hybrids and their identification by molecular markers. In Vitro Cell Dev Biol Plant 39:360- 364. Gopal J, Minocha JL. 1998. Effectiveness of in vitro selection for agronomic characters in potato. Euphytica 103:67-74. Gmitter FG Jr, Deng XX, Hearn CJ. 1990. Induction of triploid Citrus plants from endosperm calli in vitro. Theor. Appl. Genet.80:785-790. Grosser JW, Moore GA, Gmitter FG. 1989. Interspecific somatic hybrid plants from the fusion of ‘Key’lime Citrus aurantifolia with ‘valencia’sweet orange Citrus sinensis protoplasts. Sci. Hortic, 39:23-29. Grosser JW, Gmitter FG, Tusa T, Chandller JL. 1990. Somatic hybrid plant from sexually incompatible woody species: Citrus reticulate and Severinia gilletiana. Plant Cel. Rep. :656-659. Grosser JW, Gmitter FG, Louzada ES, Chandler JL. 1992. Production of somatic hybrid and autotetraploid breeding parents for seedless citrus development . Hort Science. 27:1125-1127. Jaskani MF. 1998. Interploidi hybridization and regeneration of konnow mandarin. A thesis submitted in partial fulfilment of the requirements for the degree of Doctor Philosophy. Fac. Agriculture University of Agriculture Faisalabad, Pakistan. 169 p. Karsinah, Soedarsono, Aswidinoor H. 2002. Identifikasi kekerabatan beberapa jenis jeruk lokal Indonesia berdasarkan marka molekuler. Thesis Jurusan Agronomi Pascasarjana IPB. Kijas JMH, Thomas MR, Fowler JCS, Roose ML. 1997. Integration of trinucleotide microsatellite into a linkage map of citrus. Theor Appl Genet 94:701-708. Kobayashi S, Ohgawara T. 1988. Production of somatic hybrid plant through protplast fusion in Citrus. JARQ, 22:181-1888. Louzada ES, Grosser JW, Gmitter JFG, Nielsen B, Chandler JL. 1992. Eight new somatic hybrid citrus rootstock with potential for improved disease resistance. HortScience, V. 27: 1033-1036. Nicotra A. 2000. Mandarin-like hybrids of recent interest for fresh consumption. Problems and ways of control. Instituto Sperimentale per la frutticoltura, Rome-Italy. 14 p. Ohgawara T, Kobayashi S, Ohgawara E, Uchimiya H, Ishii S. 1985. Somatic hybrid plants obtained by protoplast fusion between Citrus sinensis and Poncirus trifoliate. Theor. Appl. Genet. 71:1-4. Purwito A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Sambrook J, Fritsch EF, Maniats T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Cold Spring Harbor Laboratory, New York. Sihachakar D, Haicour R, Chaput MH, Barrientos E. Herbreteau C, Ducreux G, Rossignol L. 1989.Somatic hybrid plants produced by electrofusion between Solanum melongena L. and S. torvum Sw. Theor. Appl. Genet. 77:1-6. Spiegel-Roy P, Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University Press. 221 p. Takami K, Matsumara A, Yahata M, Imayama T, Kunitake H, Komatsu H. 2004. Production of intergeneric somatic hybrids between round kumquat Fortunella japonica Swingle and ‘Morita navel’ orange C. sinensis Osbeck. Plant Cell Rep. 23: 39-45. Wenzel G. 1980. Protplast techniques incorporated into applied breeding program. In: Ferenczy L and Farkas GL, eds.. Advences in Protoplast Research. Pergamon Press. Oxford, pp 327-340. Xu XY, Liu JH, Deng XX. 2006. Isolation of cytoplasts from Satsuma Mandarin Citrus unshiu Marc and production of alloplasmic hybrid calluse via cytoplast- protoplast male sterility. Plant Cell Rep. 25:533-539. Yamamoto M, Kobayashi S. 1996. A cybrid plant produced by electrofusion bedween Citrus unshiu and C. sinensis. Plant Tiss. Cult. Lett. 12:131-137. BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Trend kebutuhan pasar dunia secara global akan buah jeruk yang dikonsumsi segar saat ini dan masa mendatang perlu memenuhi kategori buah yang tidak berbiji seedless, mudah dikupas easy peeling dan mempunyai tipe mandarin dengan warna yang menarik Khan 2008. Jeruk siam Citrus nobilis Lour. varietas Simadu adalah salah satu dari jenis jeruk batang atas komersial scion yang banyak dikenal di Indonesia. Akan tetapi buah jeruk tersebut masih mempunyai biji yang banyak 15-23 biji per buah dan warnanya belum begitu menarik sehingga kalah bersaing dengan jeruk produk negara lain Husni 2007. Untuk menghindari tekanan buah jeruk impor tersebut maka diperlukan sentuhan inovasi teknologi terhadap jeruk lokal tersebut untuk meningkatkan kualitas buah sehingga dapat diterima dan bersaing di pasar global. Raza et al. 2003 menyatakan bahwa untuk mendapatkan tanaman jeruk yang mempunyai karakter buah seedless pada tanaman jeruk dapat diperoleh dengan beberapa cara seperti; 1 persilangan secara seksual, 2 triploid spontan, 3 persilangan seksual tanaman jeruk yang diploid dengan yang haploid atau sebaliknya dan diikuti dengan penyelamatan embrio, 4 induksi mutasi, 5 kultur endosperma, 6 hibridisasi somatik dengan teknik fusi protoplas, dan 7 transgenik melalui rekayasa genetik. Fusi protoplas adalah penggabungan dua genom dari dua tetua sel somatik untuk menghasilkan hibrida. Melalui fusi protoplas dapat dilakukan hibridisasi antar spesies, interspesies dan intergenus terutama pada tanaman yang tidak bisa disilangkan secara konvensional Grosser and Gmitter 2005. Hibrida yang dihasilkan dari hibridisasi aseksual berbeda konstitusi genetiknya dengan hibrida yang dihasilkan dari persilangan secara seksual. Hibrida somatik yang dihasilkan dari fusi protoplas bisa menghasilkan rekombinan genetik yang ada di sitoplasma selain rekombinan dari inti sel. Peluang rekombinan yang dihasilkan dari hibrida somatik lebih banyak dari pada hibrida seksual karena rekombinan genetik dari hibrida seksual hanya berasal dari inti saja tanpa adanya rekombinasi genetik dari sitoplasma. maternal sitoplasmik. Teknik fusi protoplas pada tanaman jeruk sudah dimulai digunakan dalam perbaikan mutu genetik jeruk oleh Ohgawara et al. 1985 yang melaporkan keberhasilannya mendapatkan tanaman hibrida somatik dari dua genus yang berbeda antara C. sinensis dengan Poncirus tripoliata yang secara genetik inkompatibel. Berdasarkan keberhasilan tersebut maka teknik fusi protoplas mulai banyak digunakan untuk memperbaiki mutu genetik tanaman jeruk hingga saat ini. Grosser et al. 2000 melaporkan sedang menguji lebih dari 150 kombinasi jenis tetua yang berpotensial untuk jeruk batang atas dan batang bawah yang dihasilkan melalui fusi protoplas di pusat penelitian tanaman jeruk Florida, USA. Guo et al. 2004 melaporkan bahwa terdapat lebih dari 250 kombinasi dari 40 tetua jeruk hasil fusi protoplas saat ini. Jeruk mandarin Satsuma C. unshiu Marc. merupakan jenis jeruk introduksi yang secara alami mempunyai sifat seedless dengan jumlah genom 2n=2x=18 Kunitake et al. 1991; Spiegel-Roy and Goldschmidt 1996. Yamamoto et al. 1997 telah membuktikan melalui persilangan seksual dan silang balik bahwa pollen jeruk mandarin Satsuma adalah steril MS yang dikendalikan oleh gen yang ada di sitoplasmik yang disebut cytoplasmic male sterility CMS. Untuk memindahkan sifat CMS dari mandarin Satsuma ke kultivar jeruk lainnya seperti siam Simadu sangat sulit dilakukan melalui pemuliaan konvensional yang disebabkan oleh adanya faktor inkopatibilitas, nusellus ployembrioni, dan masa juvenil yang lama. Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk memindahkan sifat seedless dari jeruk mandarin Satsuma ke kultivar jeruk siam Simadu. Salah satu cara yang dapat digunakan secara efisien dan efektif adalah melalui hibridisasi somatik dengan teknik fusi protoplas. Melalui fusi protoplas dapat diperoleh kombinasi genetik dari dua tetua yang tidak kompatibel, bahkan dapat diperoleh rekombinasi genetik yang ada disitoplasma sehingga sifat CMS yang dikontrol oleh gen yang ada disitoplasma mtDNA dapat diperoleh. Cai et al. 2007 melaporkan hasil fusi protoplas antara C. unshiu dengan kultivar jeruk tradisional China yang mempunyai biji yang banyak C. sinensis orange kultivar Bingtang menghasilkan buah yang rasanya khas, biji 6-10 bijibuah dan laku dipasaran. Oleh karena itu perlu dilakukan fusi protoplas antara jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan issolasi protoplas dari jaringan daun dan kalus, induksi fusi menggunakan PEG, kultur protoplas dan regenerasi hasil fusi menjadi tanaman, dan mengidentifikasi hibrida somatik dari tanaman regeneran yang diperoleh. Isolasi, fusi protoplas, kultur protoplas dan regenerasi Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan perbaikan tanaman melalui fusi protoplas adalah sumber protoplas yang dipergunakan, metode isolasi protoplas, jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan, metode fusi protoplas yang digunakan, media dan kondisi fisik kultur pada saat fusi dan setelah fusi, media regenerasi yang digunakan, kondisi fisik kultur, zat pengatur tumbuh yang digunakan, dan metode seleksi serta identifikasi hibrida somatik yang digunakan. Isolasi protoplas dari tanaman mulai banyak digunakan pada tahun 1960 menggunakan larutan enzim. Pada tahun 1960 Cocking berhasil mengisolasi protoplas yang hidup viable dari jaringan akar tomat melalui perlakuan dalam larutan enzim selulase yang diperoleh dari jamur Myrothecium verrucaria. Pada tahun 1968, preparasi isolasi dan purifikasi protoplas dari jaringan tanaman mulai dilakukan secara komersial menggunakan larutan enzym selluase dan maserozim Veilleux et al. 2005. Jumlah dan viabilitas protoplas yang dihasilkan dalam isolasi protoplas suatu jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis, konsentrasi dan kombinasi enzim serta lama inkubasi yang digunakan. Kombinasi enzim selulase Onozuka R10-Yakult 0.2-2 dan maserozim R10-Yakult 0.1-1 merupakan jenis enzim yang banyak digunakan untuk isolasi protoplas dari jaringan tanaman Ferreira dan Zelcer 1989. Mendes da Gloria et al. 2000 menggunakan kombinasi selulase Onozuka R10 1 dengan maserosim 1 serta pectolyase Y-23 Seshin 0.2 dengan jumlah yang banyak dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman setelah difusikan. Adanya manitol dalam larutan enzim dan media juga sangat penting untuk menjaga kestabilan osmotik protoplas sehingga tidak pecah. Selain jenis, konsentrasi, kombinasi enzim dan lama inkubasi, serta jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Tusa et al. 2000 dan Ohgawara et al. 1991 berhasil mengisolasi protoplas dari daun hasil perkecambahan biji secara in vitro dari tanaman jeruk dan berhasil diregenerasikan menjadi tanaman. Penggunaan jaringan tanaman yang berasal dari hasil kultur in vitro sangat baik digunakan sebagai sumber protoplas karena lingkungan tumbuhnya terkendali dan bebas dari kontaminan. Jaringan yang digunakan dapat berupa kalus, kotiledon, suspensi sel, daun, tunas dan embrio somatik Veilleux et al. 2005. Keberhasilan penggunaan kalus embriogenik sebagai sumber protoplas pada tanaman jeruk pertama kali dilaporkan oleh Vardi et al. 1987 pada tanaman jeruk Shamouti orange C. sinensis Osb. dari kalus yang diinduksi dari ovul. Kemudian Vardi et al. 1987; Kobayashi et al. 1983 dan Grosser and Gmitter 1990 melaporkan keberhasilan kultur protoplas dari kalus yang diinduksi dari nuselus dan ovul. Penggunaan mesofil daun hasil kultur in vitro sebagai sumber protoplas juga sangat baik digunakan dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman. Ohgawara et al. 1989 dan 1991 melaporkan keberhasilan kultur protoplas hasil fusi antara C. sinensis dengan C. paradise dan Tusa et al. 2000 pada tanaman jeruk lemon Femminelo. Penggunaan larutan dan konsentrasi sukrosa yang digunakan dalam pemurnian protoplas juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan memurnikan protoplas. Penggunaan sukrosa tunggal konsentrasi 21 dapat digunakan untuk mengapungkan protoplas pada tanaman solanum dengan baik Sihachakr 1998. Husni et al. 2004 menggunakan sukrosa 21 untuk mengapungkan protoplas tanaman terung dengan rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan sebesar 12.9-14.3 x10 5 protoplasg daun. Hal ini disebabkan oleh berat molekul sukrosa lebih berat dari pada protoplas sehingga protoplas akan mengapung pada saat disentrifugasi. Sumber protoplas yang digunakan pada penelitian ini adalah kalus embriogenik dari jaringan nuselus jeruk siam Simadu dan mesofil daun jeruk mandarin Satsuma dari hasil perkecambahan biji secara in vitro. Kombinasi enzim yang digunakan pada penelitian ini adalah selulase Onozuka R10-Yakult 1 dengan macerozim R10-Yakult 1 dalam larutan CPW. Pemurnian protoplas menggunkan campuran sukrosa 25 dengan manitol 13. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi enzim tersebut dapat mengisolasi protoplas dari jaringan mesofil daun dan kalus embriogenik. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan adalah 15.7x10 5 protoplasg kalus dan 13x10 5 Terjadinya fusi protoplas diinduksi oleh adanya PEG yang dapat memacu terjadinya adhesi antar protoplas meskipun dapat terjadi secara spontan. Kemampuan PEG memacu adhesi protoplas diawali dengan aglutinasi sehingga dapat merubah fungsi membran sel protoplas. Pada saat awal membran sel tertutup, protein permukaan pindah untuk membentuk daerah yang kaya lipid. Selama periode tersebut pengaruh dehidrasi PEG pada membran sel dan kemampuan PEG mengikat posfolipid dalam membran menginduksi adhesi antar sel-sel yang berdampingan Gamborg et al. 1981; Veilleux et al. 2005. protoplasg daun. Protoplas yang dihasilkan dari mesofil daun berwarna kehijauan karena adanya klorofil, sedangkan protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna hijau karena tidak mengandung klorofil. Penggunaan protoplas yang berasal dari kalus dan daun juga mempermudah pengamatan pada saat induksi fusi dilakukan karena protoplas yang dihasilkan warnanya berbeda sehingga dapat diperoleh yang heterofusi. Selain itu, cara penambahan PEG di empat titik pada campuran suspensi protoplas juga berpengaruh terhadap kemampuan PEG menginduksi fusi. Penambahan PEG pada bagian yang berlawanan akan meningkatkan frekuensi fusi karena adanya dorongan dari larutan PEG yang berlawanan sehingga dapat menempelkan antara protoplas yang satu dengan protoplas lainnya. Sihachakr 1998 menambahkan PEG dalam empat titik yang berlawanan disekitar suspensi protoplas untuk memfusikan protoplas pada tanaman kentang. Demikian juga Husni et al. 2004 menggunakan cara yang sama untuk memfusikan protoplas tanaman terung dan protoplas yang difusikan dapat diregenerasikan menjadi tanaman. Keberhasilan dalam menginduksi terjadinya fusi protoplas pada penelitian ini sangat tergantung dari kadar konsentrasi dan periode inkubasi yang digunakan dalam larutan PEG. Berdasarkan pengamatan tipe fusi yang dihasilkan diperoleh bahwa semakin lama waktu inkubasi semakin banyak pula jumlah protoplas yang berfusi baik yang hetero fusi, homo fusi maupu n multi fusi. Penggunaan PEG 30 lebih efektif dalam menginduksi terjadinya fusi dari pada 4. Tipe fusi yang dihasilkan adalah binner fusi hetero fusi dan homo fusi dan multi fusi. Rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 4 adalah 3.3 fusan yang hetero fusi, 5 fusan yang homo fusi dan multi fusi. Sedangkan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 30 adalah 4.7 fusan yang hetero fusi, 6.7 fusan yang homo fusi, dan 7.7 fusan. Penambahan larutan pencuci 0.5 M manitol+0.5 mM CaCl 2 Keberhasilan regenerasi protoplas hasil fusi pada media kultur yang digunakan dipengaruhi oleh konsentrasi PEG yang dipakai untuk menginduksi terjadinya fusi. Protoplas yang difusikan dengan PEG 4 dapat beregenerasi membentuk dinding sel, melakukan pembelahan sel, koloni sel, mikro kalus dan embrio somatik pada media, sedangkan protoplas yang difusikan dengan PEG 30 hanya dapat beregenerasi membentuk dinding sel dan pembelahan sel. setelah 15 menit induksi fusi juga dapat meningkatkan frekuwensi fusi baik dari induksi fusi dengan PEG 4 maupun induksi fusi dengan PEG 30 kecuali multi fusi dari PEG 30 Media yang baik yang digunakan pada kultur protoplas pada umumnya sama dengan media kultur jaringan bahan tanaman lainnya atau modifikasinya. Sukrosa yang ada dalam media kultur sangat dibutuhkan untuk menstimulasi pembentukan divisi sel. Penambahan sukrosa dalam media sangat diperlukan sebagai sumber karbon dan osmotik stabiliser. Penambahan zat pengatur tumbuh juga sangat dibutuhkan untuk mendorong pembelahan sel membentuk divisi sel baik auksin maupun sitokinin Cocking 1960; Binding et al. 1982; Sihachakr et al. 1998; Veilleux et al. 2005. Pada penelitian ini media MT dan MW merupakan media kultur yang baik untuk regenerasi protoplas hasil fusi membentuk dinding sel, melakukan pembelahan sel dan pembetukan koloni sel. Media MT dan MW merupakan media kultur yang baik digunakan untuk meregenerasi dinding sel. Persentase keberhasilan regenerasi protoplas membentuk dinding sel per bidang pandang paling baik berasal dari media MT dengan keberhasilan regenerasi sebanyak 21.8 dari induksi fusi dengan PEG 4 dan 11.6 dari induksi fusi dengan PEG 30. Kemudian diikuti oleh media MW sebanyak 21.1 dari induksi fusi dengan PEG 4 dan 16.7 dari induksi fusi dengan PEG 30, KM sebanyak 12.2 dari induksi fusi dengan PEG 4 dan 7.8 dari induksi fusi dengan PEG 30, dan VKM sebanyak 11.7 dari induksi fusi dengan PEG 4 dan 5.3 dengan PEG 30. Terbentuknya dinding sel protoplas secara sempurna ditandai dengan bentuk protoplas yang tidak bulat lagi dan di sekeliling sel protoplas terlihat lebih tebal. Proses awal pembelahan mitosis sel ditandai dengan adanya dua bakal sel hasil pembelahan yang belum sempurna dan terbentuknya dua sel pada akhir pembelahan sehingga terbentuk sel-sel baru yang sempurna. Pemberian cahaya pada kultur setelah terbentuknya dinding sel dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan sehingga terbentuk koloni-koloni sel. Koloni sel tersebut jelas terlihat dari penampakan media kultur yang semakin keruh yang dipenuhi dengan noktah kecil tersebar dalam media dengan warna putih. Koloni sel tersebut ditandai dengan adanya sel-sel baru disekitar sel protoplas yang mempunyai plasma yang penuh, inti besar, dan vakuolanya lebih kecil. Banyaknya rata-rata jumlah koloni sel yang dihasilkan per setiap bidang pandang pengamatan dari media MT dan MW berbeda dibandingkan media KM dan VMW. Rata-rata jumlah koloni sel yang dihasilkan dari media MT adalah 11.3 dan 10.3 dari media MW, 6.3 dari media KM dan 4.7 dari media VMW dari kultur hasil fusi dengan PEG 4, sedangkan jumlah rata-rata koloni sel dari kultur hasil fusi dengan PEG 30 adalah 0.1 dari media MT dan MW. Pengenceran media kultur sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan koloni sel. Satu minggu setelah pengenceran koloni sel belum terlihat adanya mikrokalus yang terbentuk, akan tetapi koloni sel yang terlihat semakin banyak. Mikro kalus mulai muncul pada pengamatan minggu ke-2 yang dapat terlihat secara jelas dengan kasat mata berwarna putih susu. Sampai akhir pengamatan, 4 minggu setelah kultur jumlah mikro kalus terus bertambah banyak. Rata-rata mikrokalus yang dihasilkan adalah 5.7 pada media KM, 4.3 pada media VKM, 23.7 pada media MT dan 28.3 pada media MW. Selain itu embrio somatik juga terbentuk langsung pada media MW dengan jumlah rata-rata sebanyak 7 fase globular, 3 fase torpedo dan 3.5 fase hati. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan koloni sel membentuk mikrokalus dipengaruhi oleh media dasar yang digunakan. Tipe mikro kalus yang berasal dari media MT dan MW bersifat embriogenik yang ditandai dengan adanya pre-embrio pem dan struktur kalusnya yang bergranul, sedangkan pada media KM dan VKM berwarna coklat kehitaman. Pada media MW diperoleh adanya proses embriogenesis somatik yang ditandai dengan adanya embrio somatik yang terbentuk pada media MW. Adanya struktur embrio somatik pada media MW mengindikasikan terjadinya proses embriogenesis somatik secara langsung yang berasal dari sel-sel somatik yang bersifat meristematik. Sel-sel meristematik tersebut berasal dari kalus embriogenik yang digunakan sebagai sumber protoplas. Embriogenesis somatik mempunyai potensi morfogenik yang tinggi membentuk individu baru dari hasil proses embriogenesis dari sel somatik von Arnold et al. 2002. Embriogenesis somatik secara langsung terjadi dari sel-sel tunggal yang meristemoid yang bersifat embryoid dan aktif membelah sehingga tumbuh dan berkembang membentuk preembrio yang mempunyai dua kutub bipolar yang akan muncul tunas dan akar. Identifikasi hibrida somatik Populasi dari tanaman yang diregenerasikan dari fusi protoplas mengandung variabilitas genetik yang lebih tinggi dibandingkan variabilitas dari populasi tanaman yang dihasilkan dari hibrida seksual Wenzel 1980; Grosser and Gmitter 1990; dan Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996. Hal ini disebabkan oleh adanya rekombinasi gen yang terdapat pada sitoplasma selain rekombinasi gen yang ada pada inti sel.Variabilitas teramati pada bagian yang berbeda dari karakter fenotipik seperti tinggi tanaman, bentuk daun, ukuran daun, ukuran petiol, panjang daun, warna bunga, bentuk buah, dan viabilitas serbuk sari Kobayashi and Ohgawara 1988; Sihachakr et al. 1998; Grosser and Gmitter 1990; Yamamoto and Kobayasi 1995; Fu et al. 2003. Variabilitas dari hibrida somatik juga dapat terjadi akibat subkultur kalus yang terus- menerus, ketidak stabilan dari kombinasi inti sel yang menyebabkan hilangnya ekspresi gen atau hilangnya bagian dari informasi genetik dan adanya segregasi sitoplasma atau inti setelah fusi sehingga menghasilkan kombinasi yang unik Ammirato et al. 1983. Menurut Veilleux et al. 2005 tanaman hibrida somatik yang dihasilkan dapat diidentifikasi dari tanaman yang tidak berfusi, tanaman homo fusi, dan tanaman yang multi fusi. Hibrida somatik tersebut merupakan kombinasi dari kedua tetua yang difusikan. Jumlah kromosom hibrida somatik seharusnya merupakan penjumlahan dari jumlah kromosom sel yang berfusi. Untuk mengidentifikasi hibrida somatik pada tahap awal dapat dilakukan dengan menentukan tingkat ploidi secara cepat dengan Flow Cytometry sehingga dapat dibedakan regeneran hasil fusi dengan non fusi. Kemudian dilakukan dengan cara menghitung jumlah kromosom, jumlah dan ukuran stomata, dan jumlah sel kloroplas Jaskani 1998; Xu et al. 2006; Cai et al. 2007. Dari hasil identifikasi yang telah dilakukan terhadap semua regeneran yang diuji diperoleh 5 regeneran yang memperlihatkan pertumbuhan tunas dan jumlah daun gabungan dari jeruk mandarin Satsuma dengan jeruk siam Simadu berdasarkan hasil keragaan in vitro pada media tumbuh selektif MW+EM 500 mgl. Identifikasi lebih lanjut dengan marka molekuler ISSR menggunakan primer ISSR 8 dapat menghasilkan pola pita genetik yang polimorfis dengan kedua tetuanya. Dari 5 regeneran kandidat hibrida somatik yang diuji hanya diperoleh 4 regeneran yang teramplifikasi secara sempurna R6, R7, R10 dan R19. Berdasarkan pola pita yang dihasilkan jelas memperlihatkan bahwa regeneran-regeneran tersebut adalah hibrida somatik. Hal ini diperkuat dengan jumlah kromosomnya merupakan kelipatan dari kedua tetuanya 36 pasang kecuali R10 dengan jumlah kromosom 35 pasang. Demikian juga halnya dengan warna dan tulang daun serta kandungan klorofilnya dari hibrida somatik merupakan intermediet dari kedua tetuanya. BAB IX SIMPULAN UMUM DAN SARAN Simpulan Dari rangkaian hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Daun in vitro dan kalus embriogenik dapat digunakan sebagai sumber untuk isolasi protopolas dari tanaman jeruk siam simadu, siam Pontianak dan dan mandarin Satsuma. 2. Kombinasi enzim yang sederhana 1 selulase onozuka Onozuka RS Yakult + 1 maserozim Onozuka R-10 Yakult merupakan kombinasi enzim yang dapat digunakan untuk mengisolasi protoplas yang berasal dari jaringan mesofil dauan dan kalus embriogenik. 3. Penambahan manitol 13 dalam larutan purifikasi sukrosa 25 dapat meningkatkan perolehan jumlah protoplas dari daun in vitro dan kalus embriogenik dengan kerapatan yang tinggi 10 5 4. Konsentrasi PEG yang digunakan untuk menginduksi fusi protoplas berpengaruh terhadap jumlah rata-rata protoplas berfusi yang dihasilkan. protoplasg eksplan. 5. Frekuwensi terjadinya fusi protoplas meningkat setelah penambahan larutan pencuci. 6. Protoplas yang dihasilkan dari daun in vitro mempunyai warna yang berbeda dengan protoplas yang berasal dari kalus emriogenik. Warna protoplas yang berasal dari daun berwarna kehijauan sedangkan protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna. 7. Keberhasilan regenerasi protoplas hasil fusi pada media kultur yang digunakan dipengaruhi oleh konsentrasi PEG yang dipakai untuk menginduksi terjadinya fusi. Protoplas yang difusikan dengan PEG 4 dapat beregenerasi membentuk dinding sel, melakukan pembelahan sel, koloni sel, mikro kalus dan embrio somatik pada media, sedangkan protoplas yang difusikan dengan PEG 30 hanya dapat beregenerasi membentuk dinding sel dan pembelahan sel. 8. Media kultur yang baik digunakan untuk regenerasi adalah MW dan MT. Penambahan ABA 0.5 mgl dalam media MW dapat mendewasakan embrio somatik dan GA 3 9. Dari 19 regeneran yang diperoleh didapat 4 hibrida somatik setelah dilakukan serangakaian pengujian terhadap pertumbuhan kultur in vitro pada media tumbuh selektif MW+EM 500 mgl, evaluasi molekuler dengan penanda ISSR menggunakan primer ISSR8, penghitungan jumlah kromosom, dan pengamatan terhadap warna daun, tulang daun dan kandungan klorofil daun. 0.5 mgl dapat menginduksi perkecambahan embrio somatik menjadi plantlet 19 plantlet dengan efisiensi sebesar 76. Saran 1. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap karakter morfologi buah dan warna di lapang terhadap semua regeneran yang dihasilkan, khususnya hibrida somatik yang diperoleh. 2. Perlu dilakukan evaluasi molekuler secara dini terhadap karakter seedless menggunakan primer yang spesifik terhadap semua regeneran dan hibrida somatik yang diperoleh. 3. Aplikasi fusi protoplas perlu dilakukan terhadap jenis dan varietas jeruk batang atas lainnya untuk meningkatkan keragaman genetik yang lebih luas sehingga dapat dihasilkan karakter unggul pada jenis jeruk lainnya. 4. Aplikasi teknik fusi protoplas juga perlu dilakukan terhadap jeruk batang bawah untuk karakter sifat ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik.

BAB X DAFTAR PUSTAKA UMUM