BAB I PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Trend kebutuhan pasar dunia akan buah jeruk segar saat ini adalah mempunyai kategori buah yang tidak berbiji seedless, mudah dikupas easy
peeling dan mempunyai tipe Mandarin dengan warna yang menarik pigmented, kandungan gula tinggi, dan ukurannya besar Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996;
Khan 2008; Nicotra 2007. Menurut Sudarwo 2003, kualitas produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasaran global sangat tergantung kepada
kemampuan menumbuhkan keunggulan biaya harga dan keunggulan diferensiasi yang sangat mempengaruhi seperti;1kemampuan meningkatkan produksi,
2kemampuan menghasilkan inovasi teknologi, dan 3efisiensi rantai produksi. Jeruk siam Citrus nobilis varietas Pontianak dan Simadu Medan
adalah dua dari jenis jeruk lokal komersial Scion yang ada di Indonesia. Kedua jenis jeruk ini termasuk dalam true species dari genus Citrus dengan jumlah
genom 2n=2x=18. Jeruk Siam sangat mendominasi pertanaman jeruk di Indonesia, yaitu mencapai 80 dari total pertanaman jeruk di Indonesia Penebar
Swadaya 2004 dan Kuntarsih 2007. Pada tahun 2006 areal pertanaman jeruk di Indonesia mencapai 72.390 ha dengan rata-rata produktivitas sebesar 35.44
tonha. Produksi nasional jeruk pada tahun yang sama adalah sebesar 2.565.543 ton Deptan 2007.
Jeruk Siam atau dalam perdagangan internasional disebut jeruk Tanggerin mempunyai ciri khas kulit tipis, rasanya manis, warna buah kuning – orange dan
hampir mendekati kategori tipe jeruk yang sesuai dengan kebutuhan pasar dunia untuk dikonsumsi dalam keadaan segar. Namun demikian, kedua jenis jeruk
tersebut masih mempunyai biji yang relatif banyak 15-21biji per buah dan warna belum begitu menarik sehingga kalah bersaing dengan jeruk produk negara lain.
Hal ini terbukti dengan maraknya buah impor jeruk di pasar lokal mulai dari kaki lima, toko dan supermarket yang menekan produk jeruk lokal sehingga menjadi
terpuruk yang mengakibatkan kerugian bagi petani jeruk. Untuk menghindari tekanan buah jeruk impor, maka diperlukan inovasi teknologi terhadap jeruk lokal
untuk meningkatkan kualitas buah sehingga dapat diterima dan bersaing di pasar gelobal. Salah satu cara yang dapat dilakukan secara efisien dan efektif adalah
merakit tanaman jeruk siam baru dengan sifat seedless dan pigmented sehingga dihasilkan jeruk yang tidak berbiji dan mempunyai warna yang menarik dan tetap
disukai. Untuk mendapatkan buah jeruk lokal yang dikonsumsi dalam keadaan
segar dan sesuai dengan tuntutan pasar global sifat seedless, pigmented, easy peeleng, dan rasanya manis dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
keragaman genetik tanaman jeruk, khususnya jeruk siam. Untuk mendapatkan jenis jeruk yang diinginkan dapat diperoleh dengan cepat, maka diperlukan
keragaman genetik jeruk siam yang tinggi. Keragaman genetik yang tinggi dapat dilakukan dengan cara persilangan, induksi mutasi, keragaman somaklonal, fusi
protoplas, dan rekayasa genetika Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996. Keragaman genetik yang tinggi dapat terjadi secara alami ataupun buatan.
Keragaman genetik yang muncul sudah terbukti mempunyai peranan penting di dalam peningkatan kualitas genetik tanaman. Perubahan genetik pada tingkat
ploidi mempunyai potensi yang besar untuk mendapatkan perubahan fenotipe dan genotipe tanaman Raza et al. 2003. Perubahan jumlah kromosom pada satu sel
dapat disebabkan oleh beberapa perlakuan seperti perlakuan suhu rendah atau tinggi atau dapat disebabkan pemberian auksin 2,4-D, D-camba, dan IAA
konsentrasi tinggi dengan periode kultur yang lama Harman dan Kester 1959, kultur endosperm Gmitter et al. 1990, hibridisasi somatik Oiyama et al. 1981,
dan induksi mutasi dengan sinar gamma Jaskhani 1998. Untuk meningkatkan keragaman genetik yang tinggi pada jeruk siam dapat
dilakukan dengan cara mengintrogresikan sifat seedless dan pigmented dari spesies jeruk lain seperti mandarin Satsuma. Jeruk mandarin Satsuma C. unshiu
Marc. merupakan jenis jeruk introduksi yang secara alami mempunyai sifat seedless dengan jumlah genom 2n=2x=18 Kunitake et al. 1991; Spiegel-Roy dan
Goldschmidt 1996. Yamamoto et al. 1997 telah membuktikan melalui persilangan seksual dan silang balik bahwa pollen jeruk mandarin Satsuma
adalah steril MS yang dikendalikan oleh gen yang ada di sitoplasmik yang disebut cytoplasmic male sterility CMS. Untuk memindahkan sifat CMS dari
mandarin Satsuma ke kultivar jeruk lainnya seperti siam Simadu sangat sulit dilakukan melalui pemuliaan konvensional yang disebabkan oleh adanya faktor
inkopatibilitas, nusellus ployembrioni, dan masa juvenil yang lama. Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk menggabungkan sifat seedless dari jeruk mandarin
Satsuma dengan kultivar jeruk lainnya sehingga diperoleh jenis jeruk baru yang yang tidak berbiji.
Salah satu cara yang dapat digunakan secara efisien dan efektif adalah melalui hibridisasi somatik dengan teknik fusi protoplas. Melalui fusi protoplas
dapat diperoleh kombinasi genetik dari dua tetua yang tidak kompatibel, bahkan dapat diperoleh rekombinasi genetik yang ada disitoplasma sehingga sifat CMS
yang dikontrol oleh gen yang ada disitoplasma mtDNA dan cpDNA dapat diperoleh. Cai et al. 2007 melaporkan hasil fusi protoplas antara C. unshiu
dengan kultivar jeruk tradisional China yang mempunyai biji yang banyak C. sinensis orange kultivar Bingtang menghasilkan buah yang laku di pasaran,
rasanya enak,dan mempunyai biji yang sedikit antara 6-10 bijibuah.
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan komposisi media kultur dan jenis eksplan yang dapat menghasilkan kalus embriogenik.
2. Mendapatkan metoda isolasi protoplas dari mesofil daun dan kalus embriogenik.
3. Mendapatkan metode fusi protoplas dan konsentrasi PEG yang dapat menginduksi terjadinya fusi.
4. Mendapatkan metoda regenerasi protoplas hasil fusi antara jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma.
5. Mendapatka hibrida somatik antara jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma.
Hipotesis
1. Komposisi media dan jenis eksplan berpengaruh terhadap kemampuan membentuk kalus embriogenik yang dapat diregenerasi melalui jalur
embriogenesis somatik.
2. Jenis dan konsentrasi enzim sangat berpengaruh terhadap kemampuan mengisolasi protoplas.
3. Komposisi media, kondisi fisik dan cara kultur berpengaruh terhadap kemampuan protoplas beregenerasi membentuk dinding sel, pembelahan
sel, pembentukan mikro kalus, embrio somatik, dan plantlet.
4. Hibrida somatik dapat diperoleh dari fusi protoplas antara jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma .
Strategi dan Alur Penelitian
Agar tujuan penelitian tersebut di atas dapat tercapai maka strategi penelitian yang dilakukan harus mempunyai keterkaitan antara penelitian yang
satu dengan penelitian lainnya. Pada tahap awal penelitian dilakukan studi regenerasi tanaman jeruk siam melalui jalur embriogenesis somatik untuk
mendapatkan komposisi media dan jenis eksplan yang baik digunakan untuk
regenerasi tanaman jeruk melalui jalur embrio genesis somatik Penelitian 1.
Pada penelitian ini dilakukan pencarian komposisi media dan jenis ekspklan yang baik untuk menghasilkan kalus embriogenik serta regenerasinya melalui jalur
embriogenesis somatik. Diperolehnya metode regenerasi tanaman jeruk siam melalui jalur embriogenesis somatik sangat penting karena akan menjadi acuan
pada penelitian regenerasi protoplas hasil fusi protoplas. Sumber protoplas, komposisi enzim dan media pemurnian protoplas
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan mendapatkan protoplas yang viabel dengan densitas yang tinggi. Berbagai hasil penelitian
melaporkan bahwa densitas protoplas yang dihasilkan pada saat isolasi protoplas harus dapat mencapai kerapatan 10
5
-10
6
protoplasml sehingga bisa dilanjutkan ke tahap fusi protoplas. Pada tahap ini dilakukan penelitian studi isolasi protoplas
tanaman jeruk siam dan mandarin Satsuma untuk mendapatkan komposisi enzim yang tepat untuk isolasi protoplas dari kalus embriogenik dan mesofil daun serta
larutan pemurnian protoplas sehingga diperoleh protoplas yang viabel dengan
densitas yang tinggi Penelitian 2. Pada penelitian ini dilakukan pencarian
komposisi enzim yang dapat mengisolasi protoplas dari kalus embriogenik dan mesofil daun in vitro serta komposisi larutan pemurnian protoplas yang dapat
mengapungkan protoplas sehingga protoplas yang diperoleh terbebas dari debris protoplas murni. Perbedaan jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas
adalah untuk mempermudah pengamatan pada saat fusi protoplas. Protoplas yang berasal dari mesofil daun akan mempunyai warna yang berbeda dengan protoplas
yang berasal dari kalus sehingga dapat diketahui jumlah hetero fusi. Diperolehnya metode isolasi protoplas dari kalus embriogenik dan mesofil daun
merupakan syarat awal pada fusi protoplas karena densitas dan viabilitas protoplas sangat menentukan dalam keberhasilan fusi protoplas.
Konsentrasi polyetilenlikol PEG dan lama inkubasi dalam larutan PEG merupakan faktor yang sangat menentukan untuk mendapatkan protoplas yang
berfusi. Pada tahap ini dilakukan optimasi induksi fusi menggunakan larutan PEG pada protoplas tanaman jeruk untuk mendapatkan konsentasi PEG dan lama
inkubasi yang optimal untuk menginduksi terjadinya fusi protoplas sehingga
diperoleh protoplas fusan Penelitian 3. Pada penelitian ini dilakukan fusi
protoplas menggunakan PEG konsentrasi rendah 4 dan konsentrasi tinggi 30 dengan waktu inkubasi 5-15. Perbedaan konsentrasi PEG dan lama
inkubasi yang digunakan dalam induksi fusi dapat menentukan keberhasilan regenerasi protoplas setelah perlakuan fusi.
Untuk mendapatkan regeneran hasil fusi protoplas antara jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma dilakukan isolasi protoplas dari kalus jeruk
siam Simadu dan mesofil daun in vitro mandarin Satsuma, fusi protoplas dengan
PEG 4 dan 30 selama 15 menit dan regenerasi protoplas hasil fusi Penelitian 4
. Regenerasi protoplas hasil fusi sampai terbentuk tanaman dilakukan dengan beberapa tahap. Pada tahap awal regenerasi, kultur disimpan dalam keadaan gelap
selama dua minggu untuk regenerasi dinding sel. Setelah terbentuk dinding sel, kultur diberi cahaya dengan intensitas cahaya 1000 lux selama 16 jam untuk
mendorong pembelahan sel sehingga terbentuk koloni sel dan embrio somatik dengan struktur globuler. Untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
koloni sel dan embrio somatik fase globuler dilakukan pengenceran dengan media baru sehingga terbentuk mikro kalus dan embrio somatik fase torpedo dan
hati. Embrio somatik dipindahkan ke media padat MW untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangannya menjadi lebih dewasa dengan menambahkan
asam absisik ABA dan menambahkan asam giberelin GA
3
untuk berkecambahan sehingga diperoleh tanaman lengkap plantlet.
Untuk mendapatkan hibrida somatik dari jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma secara dini dilakukan identifikasi secara in vitro pada media
selektif MW, secara molekuler dengan marka ISSR, sitologi dengan menghitung jumlah kromosom dan kandungan klorofil, morfologi dan warna daun
serta tinggi tanaman Penelitian 5. Untuk mempermudah pemahaman terhadap
strategi penelitian yang dilakukan maka dibuat diagram alur penelitian yang lengkap dan terperinci Gambar 1.
Daftar Pustaka
Cai X, Fu J, Deng XX, and Guo WW. 2007. Production and molecular characterization of potential seedless cybrid plants between pollen steril
Satsuma mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283.
Departemen Pertanian. 2007. Statistik Produksi HortiKultura Tahun 2006. Dirjen Hortikultura. Jakarta
Gmitter FG Jr, Deng XX, Hearn CJ. 1990. Induction of triploid Citrus plants from endosperm calli in vitro. Theor. Appl. Genet.80:785-790.
Hartman HT and Kester DE. 1959. Plant Propagation: Principles and Practices. P. 167. Princeton Hall Inc. NJ. USA.
Jaskani MJ.1998. Interploid hiybridization and regeneration of kinnow mandarin. A Thesis submitted in partial fulfiment of the requirements for the degree
of Doctor of Philosophy in Horticulture Faculty of Agriculture University of Agriculture Faisal Abad, Pakistan.p.169.
Khan SRA. 2008. Citrus quality too meet global demand Agri Overview. Website:http:www.Pakissan.Com. Diakses tanggal 7 Agustus 2008.
Kuntarsih S. 2007. Pengelolaan rantai pasok dengan bisnis jeruk kasus jeruk siam Pontianak Kabupaten Sambas. Makalah dalam seminar Nasional
jeruk. Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. Kunitake H, Kagami H, Mii M. 1991. Somatic embrtogenesis and plant
regeneration from protoplasts of Stsuma?mandarin Citrus unshiu Marc. Scientia Horticilturae, 47:27-33.
Nicotra A. 2007.Mandarin-like hybrids of recent interest for fresh consumption. Problems and ways of control. Instituto Sperimentale per la Frutticoltura
Rme-Italy. 13p. Oiyama I, Kobayashi S, Yoshinaga K, Ohgawara T, and Ishii S, 1981. Use of
pollen from a somatic hybrid between Citrus and Poncirus in the production of triploids. Hort.Sci., 26:1082-1087.
Raza H, Khan MM, Khan A. 2003. Seedlessness in citrus. Int. J. Agri. Biol. Vol. 5 3:388-391.
Spiegel-Roy P and Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University Press. 221 p.
Sudarwo I. 2003. Peran teknologi dalam pengembangan buah tropika. Kerjasama Kementerian Ristek dengan PKBT-IPB. Bogor, 8-9 Mei.
Yamamoto M, Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Aborted anthers of Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic
70:9-14.
Gambar 1. Diagram dan alur strategi penelitian serta keterkaitan antar percobaan dari seluruh kegiatan penelitian.
Studi Regenerasi Eksplan Tanaman Jeruk Siam Melalui Embriogenesis Somatik
Output::-Jenis eksplan -media induksi kalus
regenerasi
Output::Metode isolasi dari Kalus dan mesofil daun
PEN ELI T I AN 5 Identifikasi Hibrida Somatik dari Regeneran Hasil
Fusi Protoplas Antara Jeruk Siam Simadu dengan Mandarin Satsuma
Output:-Hibrida somatik hasil fusi antara
jeruk siam Simadu dengan mandarin
Satsuma
PEN ELI T I AN 2 PEN ELI T I AN 1
Studi Isolasi Protoplas Tanaman Jeruk siam Simadu dan Mandarin Satsuma
Optimasi Induksi Fusi Menggunakan PEG pada Protoplas Tanaman Jeruk
PEN ELI T I AN 3
PEN ELI T I AN 4 Isolasi Protoplas, Fusi Protoplas dan Regenerasi
Protoplas Hasil Fusi Antara Jeruk Siam Simadu dengan Mandarin Satsuma
a . Pengaruh jenis media kultur terhadap
pembentukankalus embriogenik
c . Pendewasaan embrio somatik
b . Pengaruh jenis eksplan terhadap
pembentukankalus embriogenik
d . Perkecambahan embrio somatik
a. Produksi tunas in vitro c
. Isolasi protoplas dari mesofil daun in vitro
b . Produksi kalus embriogenik
d .Isolasi protoplas dari kalus
embriogenik
a .Isolasi protoplas
c .Regenerasi protoplas hasil fusi
a .Fusi protoplas
b .Fusi protoplas
a .Keragaan in vitro
regeneran hasil fusi pada
c .Identifikasi hasil fusi
dengan sitologi dan
b . Identifikasi hasil fusi
dengan marka ISSR
a . Isolasi protoplas
Output::Konsentrasi PEG dan lama inkubasi
Output::Metoda regenerasi dan Regeneran hasil fusi antara
jeruk sim Simadu dengan mandarin Satsuma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk
Jeruk Citrus sp adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Spiegel-Roy and Goldschmidt 1996 mengatakan bahwa China di percaya sebagai
tempat pertama kali jeruk tumbuh. Balai Pelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Balitjestro, Badan litbang Pertanian di Malang telah mengumpulkan
lebih kurang 160 jenis jeruk yang dieksplorasi mulai dari Sabang sampai Merauke serta beberapa jenis jeruk import. Beberapa jenis jeruk diantaranya adalah jeruk
keprok Tejakula, Sipirok, Kacang, Siam Banjar, Siompu, Simadu, Bali Merah, Crifta 01, Jemari Taji, Pamelo Ratu, Raja, Magetan, Sri Nyonya, Nambangan, jeruk manis
Pacitan dan lain-lainnya dan dapat tumbuh dan berproduksi di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik dilahan sawah maupun tegalan. Dari
semua jenis jeruk tersebut, jeruk siam, jeruk baby, jeruk keprok, jeruk Bali, jeruk nipis dan jeruk purut merupakan jenis jeruk lokal paling banyak dibudidayakan di
Indonesia. Sedangkan jeruk yang diintroduksi paling banyak adalah jenis Lemon dan Grapefruit. Sekitar 70-80 pertanaman jeruk di Indonesia adalah jeruk siam,
sedangkan jenis jeruk lainnya adalah jeruk keprok, dan pamelo Badan Litbang Pertanian 2005.
Jeruk, merupakan tanaman buah kedua terbesar produksinya di Indonesia, yaitu sekitar 2.479.852 ton dengan sumbangan sebesar 15.34 terhadap produksi
buah nasional. Produksi dan luas panen jeruk Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. Luas pertanaman jeruk di Indonesia pada tahun 2005 lebih dari 120.000 ha
dengan luas panen 67.883 ha dengan jumlah produksi mencapai 2.214.020 ton. Pada tahun 2006 luas panen jeruk meningkat menjadi 72.390 ha dengan jumlah
produksi mencapai 2.565.543 ton Deptan 2007. Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor
sebesar 94.696 ton, sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan
Malaysia, Brunei Darussalam, dan Timur Tengah. Ekspor jeruk nasional masih sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk lainnya seperti Spanyol, Afrika
Selatan, China, Yunani, Maroko, Pakistan, Belanda, Turki dan Mesir. Oleh karena itu, pemacuan produksi jeruk nasional akan memiliki urgensi penting karena
disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi buah dan juga meningkatkan devisa ekspor nasional Badan Litbang Pertanian 2005.
Pertanaman jeruk di Indonesia didominasi oleh jeruk siam dan keporok dengan produksi sebanyak 2.15 juta ton dan jeruk pamelo sebanyak 64 ribu ton. Luas
panen jeruk pada tahun yang sama adalah seluas 68 ribu ha yang terdiri dari 63 ribu ha jeruk siam dan keprok serta 5.300 ha dari jeruk pamelo Hutabarat dan Setyanto
2007. Jeruk ekspor Indonesia termasuk mandarin ditujukan pada pasar di wilayah Asia, seperti Timor Leste, Malaysia, India, Hongkong, Iran, Singapura dan
Afganistan, sementara Indonesia mengimpor jeruk termasuk Mandarin dari 29 negara di dunia, terutama China, Pakistan dan Australia Hutabarat dan Setyanto
2007. Hambatan pengembangan jeruk di Indonesia antara lain: 1 Desakan
kebijakan perdagangan multilateral dan diberbagai negara, 2 Desakan terhadap kebijakan perdagangan nasional, 3 Marjin keuntungan produsen rendah, 4 Ongkos
produksi rendah, keberlanjutan usaha tidak pasti, dan 5 Biaya transaksi dan pemasaran tinggi.
Jeruk siam Citrus nobilis Lour.
Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok dengan nama ilmiah Citrus nobilis . Dinamakan jeruk siam karena berasal dari Siam Thailand. Di negara
asalnya, jeruk ini dikenal dengan nama som kin wan. Sampai saat ini sebenarnya belum ada data resmi tentang kapan dan dimana tepatnya jeruk siam pertama kali
didatangkan ke Indonesia. Meskipun demikian, ada daerah yang mempunyai catatan yang cukup tentang kisah awal masuknya jeruk siam di wilayahnya, seperti
Kalimantan Barat Deptan 1994.
Jeruk siam hanya merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies dan varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Para ahli Botani
mengelompokkan semua anggota famili Rutaceae ke dalam 7 subfamili dan 130 genus. Sedangkan yang menjadi induk tanaman jeruk adalah subfamili Aurantioidae
yang beranggotakan sekitar 33 genus. Subfamili ini masih dibagi lagi dalam beberapa kelompok tribe dan subtribe. Jeruk tergolong dalam rumpun Citriae dan subtribe
Citrinae. Dari subtribe inilah berbagai jenis anggota tanaman jeruk berasal, termasuk didalamnya jeruk siam.
Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta Sub Divisi
: Angiospermae Kelas
: Dicotyledonae Ordo
: Rutales Famili
: Rutaceae Subfamili
: Aurantioidae Genus
: Citrus Spesies
: Citrus nobilis Lour Pada umumnya batang pohon jeruk siam yang dibudidayakan secara
komersial mempunyai tinggi antara 2.5-3.0 m. Pohon tersebut biasanya berasal dari perbanyakan vegetatif cangkokan atau okulasi. Untuk pohon yang berasal dari
okulasi, tingginya ditentukan oleh jenis batang bawah yang digunakan. Jeruk siam yang menggunakan batang bawah JC Japanese citroen biasanya memiliki tinggi
sekitar 272.5 cm, lingkaran batang 16.8 cm, dan lebar tajuk sekitar 197.5 cm. Sedangkan tanaman jeruk siam yang menggunakan RL Rough lemon biasanya
memiliki tinggi sekitar 267.5 cm, lingkar batang 31.9 cm, dan lebar tajuk 217.5 cm. Kebanyakan varietas jeruk siam memiliki bentuk dan ukuran daun yang bisa
di bedakan dari jenis jeruk lainnya. Bentuk daunnya oval dan berukuran sedikit lebih besar dari jeruk keprok Garut. Ukuran daunnya sekitar 7.5 cm x 3.9 cm dan memiliki
sayap daun kecil yang berukuran 0.8 x 0.2 cm. Ujung daunnya agak terbelah, sedangkan bagian pangkalnya meruncing. Urat daunnya menyebar sekitar 0,1 cm dari
tepi daun. Antara batang dengan daun dihubungkan oleh tangkai daun dengan panjang sekitar 1.3 cm. Tanaman jeruk siam biasanya berbunga sekitar bulan
September – Nopember. Bentuk dan warna bunganya cukup menarik. Ukuran bunga kecil dan mungil dengan warna putih segar seperti bunga melati. Bentuk buahnya
bulat dengan ukuran idealnya sekitar 5.5 cm x 5.9 cm. Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya karena
mempunyai kulit yang tipis sekitar 2 mm, permukaannya halus dan licin, mengkilap serta kulit menempel lebih lekat dengan dagingnya. Dasar buahnya berleher pendek
dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya pendek, dengan panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2.6 mm. Biji buahnya berbentuk ovoid, warnanya putih kekuningan
dengan ukuran sekitar 20 biji. Daging buahnya lunak dengan rasa manis dan harum. Produksi buah cukup berat dengan bobot berat perbuah sekitar 75.6 g. Satu pohon
rata-rata menghasilkan sekitar 7.3 kg buah. Panen biasanya dapat dilakukan pada bulan Mei – Agustus Deptan 1994.
Pada dasarnya jeruk siam mepunyai satu nenek moyang yang berasal dari Siam Muangthai. Orang Siam menyebut jenis jeruk ini dengan nama som kin wan.
Mungkin karena lidah orang Indonesia sulit untuk menyebutkan nama tersebut sehingga terbiasa menyebutnya dengan nama Siam. Kelatahan ini terus berlanjut
sampai sekarang. Jeruk siam di Indonesia mempunyai banyak jenis tergantung dari daerah asalnya seperti: jeruk siam Pontianak, siam Simadu, siam Garut, siam
Palembang, siam Jati Barang dan lain-lain. Dari berbagai nama tersebut, jeruk siam Pontianak dan siam Simadu merupakan jenis jeruk siam yang paling dikenal.
Macam-macam jeruk siam tersebut tidak jauh berbeda satu dengan lainnya. Perbedaannya biasanya dalam hal warna kulit, keharuman dan rasa yang sedikit
berbeda. Perbedaan ini biasanya timbul karena berbeda daerah penanamannya. Tempat penanaman yang berbeda tentunya mempunyai karakteristik faktor alam yang
berbeda sehingga berpengaruh terhadap karakteristik buahnya. Untuk pertumbuhan yang baik, jeruk siam memerlukan iklim dan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Jeruk siam dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah pada ketinggian kurang dari 700 m dpl di atas permukaan
laut sesuai dengan daerah asalnya di Muangthai. Ketinggian tempat penanaman berpengaruh jelas terhadap rasa. Penanaman di atas 900 dpl menyebabkan rasa buah
jeruk siam menjadi sedikit asam Deptan 1994. Jeruk siam merupakan jenis jeruk yang paling banyak dibudidayakan di
indonesia. Dominasi pertanaman jeruk siam adalah sekitar 85 dari seluruh pertanaman jeruk yang ada di indonesia. Kemudian diikuti oleh jeruk keprok sebesar
8, jeruk pamelo 55 dan jenis jeruk lainnya sebesar 3 Kuntarsih 2007. Produksi jeruk siam Indonesia merupakan yang ke 3 terbesar di dunis setelah China
dan Spanyol, sedang jeruk pamelo adalah urutan nomor 9 di dunia.
Buah Jeruk Tanpa Biji Seedless S
eedless adalah merupakan sifat buah yang tidak memiliki biji. Sifat seedles tersebut dapat diperoleh secara alami pada beberapa jenis tanaman yang mempunyai
kemampuan membentuk buah tanpa biji tanpa adanya penyerbukan dan pembuahan yang disebut dengan buah partenokarpi Frost and Soost 1968; Spiegel-Roy and
Goldschmidt 1996. Sifat tersebut merupakan sifat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi pada tanaman jeruk karena merupakan karakter yang harus dimiliki buah
jeruk konsumsi segar agar dapat bersaing di pasar global Spiegel-Roy and Goldschmidt 1996 dan Cai 2007. Sifat tersebut juga merupakan salah satu objek
penelitian yang banyak dilakukan pada program pemuliaan tanaman jeruk, baik secara konvensional maupun non konvensional Nicotra 2007.
Untuk mendapatkan tanaman jeruk yang mempunyai karakter buah seedless pada tanaman jeruk sudah dimulai dilakukan beberapa dekade yang lalu melalui
pemuliaan konvensional. Satsuma mandarin C. unshiu Marc. adalah merupakan jenis jeruk berbuah seedless secara alami karena mempunyai sifat partenocarpy
Kunittake et al. 1991; Spiegel-Roy and Goldschmidt 1996. Yamamoto et al. 1997 telah berhasil membukt ikan bahwa sifat seedless yang terdapat pada jeruk Mandarin
Satsuma disebabkan oleh pollennya yang steril male sterility dan bersifat apomiksis. Apomiksis adalah merupakan bentuk reproduksi aseksual dimana biji terbentuk dari
sel telur tanpa didahului oleh penggabungan gamet jantan dan gamet betina. Sifat
apomiksis pada tanaman jeruk Mandarin Satsuma menyebabkan keragaman genetiknya rendah karena kondisi genetik embrio yang dihasilkan sama dengan tetua
betinanya. Untuk memindahkan sifat tersebut dari jeruk Mandarin Satsuma kepada kultivar jeruk lainnya sangat sulit dilakukan melalui pemuliaan konvensional karena
adanya faktor genetik inkompatible. Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk memindahkan sifat seedless dari jeruk Satsuma mandarin ke kultivar jeruk lainnya.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah teknik fusi protoplas Grosser et al. 1996; Moriguchi et al. 1996; Grosser and Gmitter 2005. Teknologi fusi protoplas
pada tanaman jeruk telah banyak menghasilkan hibrida somatik baru Kobayashi et al. 1988; Grosser and Gemitter 1991; Oiyama et al. 1991. Guo et al. 2004 berhasil
memasukkan sifat seedless dari Satsuma melalui teknik fusi protoplas. Calixto et al. 2004 mendapatkan hibrida somatik dari C. sinensis dengan C. grandis yang toleran
terhadap virus Citrus tristeza, Phytophthora dan berpotensi digunakan sebagai batang bawah. Cai et al. 2007 juga berhasil menggunakan teknologi fusi protoplas untuk
mendapatkan tanaman jeruk yang seedless hasil fusi protoplas antara C. unshiu Marc dengan C. grandis dan C. sinensis.
Untuk mendapatkan tanaman jeruk yang seedless juga dapat dilakukan dengan teknik mutasi. Mutasi secara alami dapat terjadi dengan frekuensi yang sangat
rendah. Untuk meningkatkan frekuensi terjadinya mutasi dapat diinduksi secara kimia maupun fisik. Pemberian sinar X dan panas Neutron pada biji dan tunas dapat
menginduksi terjadinya mutasi Broertjes and Van Harten 1988; Spingel-Roy et al. 1990. Induksi mutasi dengan radiasi dapat menghasilkan buah tanpa biji pada jeruk
lemon yang mempunyai biji lebih kurang 25 butir per buah Spingel-Roy et al. 1990. Buah jeruk tanpa biji juga sudah diperoleh dari mutan kultivar jeruk tangelo
Spingel-Roy and Vardi 1989. Pada tahun 1980 an sudah ditemukan mutan-mutan jeruk yang menghasilkan buah seedless di Florida Hearn 1984, 1986 dan di China
Zhou 1986. Selain mutan seedless, mutan yang mempunyai buah dengan kandungan asam yang rendah dan pematangan buah yang lebih cepat juga sudah diperoleh pada
tanaman jeruk Hearn 1986; Gmitter et al. 1992. Gulsen et al. 2007 juga telah
mendapatkan jeruk lemon mutan yang seedless dan toleran terhadap penyakit mal secco yang disebabkan oleh jamur Phoma tracheiphila.
Isolasi Protoplas
Protoplas merupakan sebagai suatu hasil isolasi sel, yang sudah tidak mempunyai dinding sel lagi, mengandung selulosa dan pektin. Isolasi protoplas pertama kali
dimulai oleh Klercker pada tahun 1892 secara mekanik menggunakan daun Stratiotes aloides yang terlebih dulu diplasmolisa, kemudian diiris tipis, dimasukkan dalam
media cair, sehingga protoplas ada yang terlepas ke dalam medium Bhojwani and Razdan 1983. Isolasi protoplas dengan cara mekanik ini menghasilkan protoplas
yang rendah, banyak mengandung vakuola dan sel yang dihasilkan tidak bersifat meristematik Veilleux et al. 2005.
Metode isolasi protoplas dari tanaman mulai banyak digunakan pada tahun 1960 menggunakan larutan enzim untuk isolasi dan pemurnian dari sel tanaman. Pada
tahun 1960 Cocking berhasil mengisolasi protoplas yang hidup viable dari jaringan akar tomat melalui perlakuan dalam larutan enzim selulase yang diperoleh dari jamur
Myrothecium verrucaria. Pada tahun 1968, preparasi isolasi dan purifikasi protoplas dari jaringan tanaman mulai dilakukan secara komersial menggunakan larutan enzim
selluase dan maserozim Veilleux et al. 2005. Jenis dan konsentrasi enzim yang dapat dipergunakan untuk mengisolasi
protoplas sangat bervariasi. Ada 15 jenis enzim yang dapat dipergunakan seperti: pektin glikosidase, pektinase, selulase R-10, silanase, maserozim, meiselase, rohamen
P, selulase onozuka RS, driselase, pektoliase Y-23, hemiselulase, selulisin, naserase, dan rozim. Karena enzim bersifat termolabil sehingga sterilisasi tidak bisa dilakukan
dengan pemanasan. Sterilisai enzim hanya dilakukan dengan millipore filters yang mempunyai lobang ”mesh” sebesar 0,22 – 0,24 mikron atau 0,24 – 0,45 mikron agar
tidak rusak. Setiap jenis tanaman, bahkan setiap jenis jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap enzim yang
digunakan sehingga untuk mencapai protoplas yang viabel dalam jumlah optimum 10
4
– 10
5
protoplasml sehingga perlu dicari jenis enzim, konsentrasi enzim dan
lama inkubasi yang digunakan untuk jaringan dan tanaman tertentu. Untuk dapat menentukan banyaknya jumlah protoplas yang dihasilkan dari isolasi dapat dihitung
dengan cara tertentu. Menurut Power et al. 1970, densitas protoplas dapat dihitung dengan menggunakan alat haemocytometer dengan ruang dobel, protoplas yang
dihitung adalah protoplas yang berada dalam area one triplelined square. Protoplas pada mulanya diisolasi dari bagian tanaman yang tumbuh di tanah.
Jaringan yang dapat diguanakan adalah akar, daun, nodul akar, coleoptil, jaringan buah, tajuk bunga dan serbuk sari. Kemudian berkembang seiring dengan pesatnya
teknik biak in vitro. Saat ini, tanaman atau bagian tanaman yang baik digunakan sebagai sumber protoplas adalah tanaman yang berasal dari biakan in vitro karena
sudah bebas dari patogen steril dan lebih mudah diisolasi karena dinding selnya lebih tipis.
Karena protoplas merupakan sel tanpa dinding, maka bagaimana caranya menghasilkan protoplas yang utuh, viabel dan dalam jumlah banyak sehingga
berfungsi normal dan dapat beregenerasi membentuk dinding sel, tumbuh dan berkembang melakukan pembelahan.
Untuk menentukan protoplas yang dihasilkan bersifat viabel atau tidak dapat dilakukan dengan teknik pewarnaan menggunakan FDA Fluorescein Diacetat.
Molekul FDA dapat masuk bebas melalui membran plasma ke dalam protoplas yang masih hidup. Protoplas yang masih hidup melakukan metabolisme viable dapat
dilihat dengan adanya eksitasi pada fluorescein yang ada dalam protoplas dengan penyinaran memakai lampu ultra violet.
Untuk mencegah pecahnya protoplas biasanya digunakan zat anti pecah anti blastin yang biasa disebut osmolyticum atau osmotic stabilizer. Zat anti pecah yang
biasa digunakan adalah gula alkohol, gula, sorbitol, mannitol, atau sakharosa. Sihachakr 1998 dan Husni et al. 2004 menggunakan larutan sukrosa tunggal
21 untuk mengapungkan protoplas tanaman terung yang diisolasi dari mesofil daun. Grosser and Gmitter 1990 menggunakan kombinasi larutan manitol 13 dan
larutan sukrosa 26 dan Mendes da Gloria et al. 2000 menggunakan manitol 13
dengan sukrosa 25 sebagai larutan untuk memurnikan protoplas furification solution dari kalus dan mesopil daun tanaman jeruk.
Karena protoplas merupakan sel hidup yang telanjang, hanya dilindungi oleh membran plasma, maka protoplas mulai dipergunakan untuk penelitian-pemelitian
biologi eksperimental, fisiologis dan biokimia, virologi, patologi, fusi protoplas, manipulasi genetik dan rekayasa genetika.
Fusi Protoplas
Fusi protoplas adalah penggabungan dua genom dari dua tetua sel somatik untuk menghasilkan hibrida. Usaha untuk memfusikan sel somatik dimulai pada awal
abad 20 oleh Winkler, Kuster dan Michel. Michel pada tahun 1937 mendemonstrasikan fusi protoplas dengan menggunakan NaNO
3
Fusi protoplas dapat terjadi secara spontan atau dapat diinduksi dengan beberapa cara antara lain dengan NaNO
. Kemudian berkembang dengan berbagai percobaan untuk memperoleh senyawa kimia yang
dapat digunakan untuk menginduksi fusi.
3
Senyawa yang banyak digunakan untuk induksi fusi saat ini adalah dengan penambahan polietilen glikol PEG dan arus listrik. Senyawa PEG dapat
menginduksi terjadinya fusi dengan frekuensi yang tinggi dan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman hibrida baru. Terjadinya fusi telah dibuktikan
disebabkan oleh karena PEG dalam air bermuatan sedikit negatif dan mampu membentuk ikatan hidrogen dengan membran plasma pada protoplas. Selain itu, PEG
juga dapat mengikat Ca , asam lemak, ion kalsium dan pH tinggi,
dekstran sulfat, polifenil alkohol PVP, polietilen glikol PEG dan arus listrik. Jika dinding sel tanaman dihilangkan secara enzimatik, protoplas yang dihasilkan dapat
melakukan fusi secara spontan sehingga membentuk multinucleate fusion bodies. Kejadian ini biasa terjadi karena adanya plasmodesmata yang menghubungkan sel-sel
tanaman Veilleux et al. 2005.
2+
atau kation lain. Kation Ca
2+
membentuk jembatan antara membran dan PEG sehingga meningkatkan agregasi Grosser and Gemitter 1990;
Veilleux et al. 2005.
Pada tahun 1974, induksi fusi menggunakan arus listrik juga mulai diperkenalkan oleh Senda et al. secara manual pada tahun 1979. Kemudian
diperbaharui oleh Zimmermann dan co-Workers pada tahun 1980 dengan dua sistem menggunakan generator AC dan DC. Generator AC berfungsi untuk membuat
protopla sejajar seperti rantai, kemudian arus DC diberikan untuk membuat celah yang dapat balik sehingga protoplas dapat berfusi Zimmerman dan Scheurich 1981.
Semenjak hibrida somatik dapat diperoleh dari hasil fusi antara Nicotiana glauca dengan N. langsdorfii oleh Carlson et al. pada tahun 1972 maka teknik fusi
protoplas mulai digunakan untuk menghasilkan hibrida baru baik inter maupun intra specifik pada beberapa tanaman.yang secara genetik tidak bisa dilakukan karena
adanya faktor ketidak sesuaian gen inkompatibilitas.
Fusi Protoplas pada Tanaman Jeruk
Pada tanaman jeruk, teknik fusi protoplas mulai berkembang setelah Ohgawara et al. 1985 melaporkan keberhasilannya mendapatkan hibrida somatik
antara C. sinensis dengan Poncirus tripoliata yang secara genetik inkompatibel. Semenjak itu, teknik tersebut banyak digunakan dalam program pemuliaan tanaman
jeruk di dunia seperti di Jepang oleh Kobayashi et al. 1988, Israel oleh Vardi et al. 1987, Amerika Serikat oleh Grosser dan Gemitter 1990, di Prancis oleh Ollitrault
et al. 1996 dan di Brazil oleh Mendes da Gloria et al. 2000. Pada saat ini telah diperoleh lebih dari 250 kombinasi dari 40 tetua jenis jeruk melalui fusi protoplas
Grosser et al. 2000; Cabasson et al. 2001; Guo et al. 2004. Beberapa hasil penelitian yang telah menggunakan jeruk Mandarin Satsuma
C. Unshui sebagai salah satu tetua dalam teknologi fusi protoplas untuk perbaikan tanaman jeruk batang atas C. sinensis adalah Yamamoto and Kobayashi 1995,
Yamamoto et al. 1997, Guo et al. 2004, Xu et al. 2006, dan Cai et al. 2007. Teknologi fusi protoplas pada tanaman jeruk juga sudah banyak digunakan
untuk perbaikan genetik batang bawah. Grosser 1988 memfusikan C. sinensis denga Poncirus trifoliata, Mendes da Gloria 2000 memfusikan jeruk Caipira sweet
orange dengan Rangpur lime, Moore et al. 2001 memfusikan C grandis dengan P.
tripoliata untuk ketahanan terhadap garam dan dingin, Calixo et al. 2004 memfusikan C. sinensis dengan C. grandis untuk ketahanan terhadap virus dan
Phytophthora, Fu et al. 2003 memfusikan C. sinensis dengan Clausena lansium. Dengan teknologi fusi protoplas dapat dilakukan introgresi gen sifat baik
dari jeruk Mandarin Satsuma ke jeruk siam Simadu karena jeruk Mandarin Satsuma merupakan jeruk tipe mandarin yang mempunyai sifat parthenocarpy yang
tinggi seedless, mudah dikupas easy peeling, pigmented dan telah adaptif di Indonesia. Untuk mendapatkan buah jeruk lokal yang mempunyai sifat sesuai
dengan tuntutan pasar seedless, pigmented, low acid dan ukuran besar secara efisien dan efektif dapat digunakan dengan cara mengintrogresikan sifat seedless dan
pigmented dari spesies jeruk lain seperti Mandarin Satsuma. Mandarin Satsuma C. unshiu Marc. adalah merupakan jeruk introduksi yang termasuk tipe Mandarin yang
mempunyai sifat parthenocarpy yang tinggi seedless, mudah dikupas easy peeling dan pigmented Yamamoto et al. 1997; Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996. Hasil
introgresi gen dari fusi protoplas tersebut dihasilkan hibrida dengan level ploidi 2n=4x=36 Allotetraploid. Hibrida tersebut juga dapat digunakan sebagai tetua
yang akan disilangkan dengan jeruk Siam 2n untuk mendapatkan hibrida yang triploid 2n=3x yang mempunyai sifat parthenocarpy yang tinggi. Strategi ini sudah
banyak dilakukan para pakar pemulia jeruk di dunia, seperti di Jepang pada tahun 1985 oleh Ohgawara et al dan Kobayashi and Ohgawara tahun 1988, di Amerika
pada tahun 1988 oleh Grosser di Pakistan oleh Jaskani 1998 dan di Brazil oleh Mendes-da-Gloria et al 1999 dan 2000. Dengan teknologi fusi protoplas tersebut
telah banyak menghasilkan hibrida-hibrida baru yang mempunyai keunggulan, baik karakter buah, morfologi dan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik.
Bila dibandingkan dengan produk hasil bioteknologi lainnya, khususnya rekayasa genetika, fusi protoplas masih sangat diminati walaupun teknologi ini
tergolong sulit dan rumit. Produk hibrida somatik yang dihasilkan dapat diterima oleh masyarakat tidak seperti tanaman transgenik hasil rekayasa genetika.
Daftar Pustaka
Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 39 h.
Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue culture. Theory and Practice. Elsevier Sciences Publishing Company Inc: 237-238.
Broertjes C, Van Harten AM. 1988. Applied Mutation Bbreeding for Vegetatively Propagated Crops. Development in Crops Science. V. 12, Oxford:Elsevier,
345 pp. Cabasson CM, Luro F, Ollitrault O, Grosser JW. 2001. Non-random inheritance of
mithocondrial genomes in Citrus hybrids froduced by protoplast fusion. Plant Cell rep 20:604-609.
Cai XD, Fu J, Deng XX, Guo WW. 2007. Production and molecular characterization of potential seedless cybrid plants between pollen steril
Satsuma Mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283.
Calixto MC, Filho FFAM, Mendes BMJ, Vieira MLC. 2004. Somatic hybridozation between Citrus sinensis L. Osbeck and C. grandis L.
Osbeck. Pesq. Agropec. Bras. 397:1-6. Departemen Pertanian . 1994. Penuntun Budiddaya Buah-buahan Jeruk. Direktorat
Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 269 h. Departemen Pertanian. 2007. Statistik Produksi HortiKultura Tahun 2006. Dirjen
Hortikultura. Jakarta. Fu CH, Guo WW, Liu JH, Deng XX. 2003. Regeneration of Citrus sinensis +
Clausena lansium intergeneric triploid ang tetraploid somatic hybrids and their molecular identification. In Vitro Cell Dev. Sci.20:251-255.
Frost HB, Soost RK. 1968. Seed reproduction development of gametes and embryos . In: Reuther W, Webber HJ, Batchelor eds The Citrus Industry. Vol. I.
University of California Press, Barkley, Calif. Pp. 290-324. Gmitter FG Jr, Grosser JW, and Moore GA. 1992. Citrus. In Biotechnology of
Prennial Fruits Crops, ed. F.A. Hammerschalag and R. E. Litz, pp. 335-369.. Wallingford , Oxon, UK:CAB International.
Grosser JW, 1988. Application of protoplast fusion of citrus scion and rootstock improvement. Proc. Workshop. Scope for citrus breeding in Australia and
the use of new breeding techniques, CSIRO, Merbein, Juli 1987, 146-151. Grosser JW and Gmitter FG Jr. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant
Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW and Gmitter FG Jr. 1991.Protoplast technology in tropical fruit,
improvement, with focus on Citrus. Workshop on Agricultural Biotechnology Bogor, May 21-24.
Grosser JW, Gmitter FG, Tusa N, Reforgiato G, and Cucinotta. 1996. Further evidence of a cybridization requirement for plant regeneration from citrus
leaf protoplast following somatic fusion. Plant Cell Rep. 15:672-676. Grosser JW, Ollitrault P, Olivares-Fuster O. 2000. Somatic hybridization in Citrus:
an effective tool to facilitate variety improvement. In Vitro Cell Dev Biol Plant 36:434-449.
Grosser JW and Gmitter FG Jr. 2005. Application of somatic hybridization and cybridization in crop improvement, with citrus as a model. In vitro Cell Dev.
Biol Plant 39:360-364. Gulsen O, Uzun A, Pala H, Canihos E, and Kafa G. 2007. Development of seedless
and Mal secco tolerant mutant lemons through budwood irradiation. Science Horticultura.112 2:184-190.
Guo WW, Prassad D, Cheng YJ, Serrano P, Deng XX, and Grosser. 2004. Targeted cybridization in citrus: transfer of Satsuma cytoplasm to seedy cultivars for
potential seedlessness. Plant Cell rep 22:752-758. Hearn CJ. 1984. Development of seedless orange and grapefruit cultivars through
seed irradiation. J. Am. Soc. Hort. Sci., 109:270-273. Hearn CJ. 1986. Development of seedless grapefruit cultivars through budwood
irradiation. J. Am. Soc. Hort. Sci.,111:304-306. Husni A, Mariska I, dan Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil
fusi antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 91:1-8.
Hutabarat, B dan Setyanto A. 2007. Komoditas jeruk Indonesia di persimpangan jalan pasar domestik dan internaional. Prosiding Seminar Nasional Jeruk,
Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. 472 h.
Jaskani MJ.1998. Interploid hiybridization and regeneration of kinnow mandarin. A Thesis submitted in partial fulfiment of the requirements for the degree of
Doctor of Philosophy in Horticulture Faculty of Agriculture University of Agriculture Faisal Abad, Pakistan.p.169.
Kobayashi S, Ohgawara T, Ohgawara E, Oiyima I, and Ishii IS.1988. A somatic hybirid plant obtained by protoplast fusion between navel orange Citrus
sinensis and Satsuma mandarin. Plant Cell Tissue and Organ Culture14:63- 69.
Kobayashi S and Ohgawara T.1988. Production of somatic hybrid plants through protoplast fusion in Citrus. J. Agric. Rev. Quarterly. 22:181-188.
Kunitake H, Kagami H, and Mii M. 1991. Somatic embrtogenesis and plant regeneration from protoplasts of Stsuma?mandarin Citrus unshiu Marc.
Scientia Horticilturae, 47:27-33. Kuntarsih S. 2007. Pengelolaan rantai pasok dengan bisnis jeruk kasus jeruk siam
Pontianak Kabupaten Sambas. Makalah dalam seminar Nasional jeruk. Yogyakarta, 13-14 Juni 2007.
Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Demetrio CGBM and Mendes BMJ. 1999. Embryogenic calli induction from nucellar tissu of Citrus cultivars. Sci.
Agric. 56 4: 1-11. Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Camargo LEA, and Mendes BMJ. 2000.
Caipira sweet orange Rangpur lime: a swomatic hybrid with potential for use as rootstock in the Brazilian citrus industry. Genetic Molecular Biology,
V.23, p. 661-665.
Moore GA. 2001. Oranges and lemons: clues to the taxonomy of Citrus from molecular markers. Trends Genet. 179:536-540.
Moriguchi T, Hidaka T, Omura M, Motomura T, and Akihama T. 1996. Genotypes and parental combination influence efficiency of cybrid induction in citrus
by electrofusion. Hort Science 31:275-278. Nicotra A. 2007.Mandarin-like hybrids of recent interest for fresh consumption.
Problems and ways of control. Instituto Sperimentale per la Frutticoltura Rme-Italy. 13p.
Ohgawara T, Kobayashi S, Ohgawara E, Uchi miya H, Ishii S. 1985. Somatic hybrids plants obtained by protoplast fusion between Citrus sinensis and Poncirus
tripoliata. Theor Appl Genet. 71: 1-4.
Oiyama I, Kobayashi S, Yoshinaga K, Ohgawara T, and Ishii S, 1991. Use of pollen from a somatic hybrid between Citrus and Poncirus in the production
of triploids. Hort.Sci., 26:1082-1087. Ollitrault P, Dambier D, and Luro F. 1996. Somatic hybridization in Citrus; some
new hybrids and alloplasmic plants. Proc. Int. Soc. Citricult.2:907-912. Power JB, Cummins SE, and Cocking EC. 1970. Fusion of isolated plant protoplasts.
Nature 255:1016-1018. Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of
Prtoplasts of Eggplant. Universite Paris sud, France Tidak dipublikasi. Spiege-Roy P and Vardi A. 1989. Induced mutations in citrus:In Proc.6
th
International congres, pp 733-776, Tokyo: SABRAO. Spiege-Roy P, Vardi A, and Elhanati A. 1990. Seedless induced mutan in highly
seeded lemon Citrus limon. Mutation Breed. Newsl. 36:11. Spiegel-Roy P and Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University
Press. 221 p. Vardi A, Breiman A, and Galun E. 1987. Citrus cybrids: production by donor-
recipient protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles. Theor. Appl. Genet., 75:51-58.
Veilleux RE, Compton ME, and Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant Improvement In R.N. Trigiano and D.J. Gray Eds Plant Development and
Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC. Xu XY, Liu JH, and Deng XX. 2006. Isolations of citoplats from Satsuma mandarin
Citrus unshiu Mrc. and production of alloplasmic hybrid calluses via cytoplast-protoplsat fussion. Plant Cell rep. 25:533-539.
Yamamoto M, Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Aborted anthers of Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic 70:9-14.
Zhou J. 1986. Induction of seedless mutation by irradiation citrus seeds with
60
gamma rays. China Citrus. 2:1-4. Co
Zimmermann U and Scheurich P. High frequency fusion of plant protoplast by electric field. Planta. 151:26-32.
BAB IV
STUDI ISOLASI PROTOPLAS TANAMAN JERUK SIAM DAN MANDARIN SATSUMA
Ringkasan
Penelitian untuk mendapatkan metode isolasi protoplas dari tanaman jeruk siam kultipar Simadu dan Pontianak dan mandarin kultivar Satsuma telah
dilakukan dari bulan Juli – Desember 2007. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jenis, konsentrasi, dan kombinasi enzim yang digunakan dalam isolasi protoplas
sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Kombinasi enzim selulase 1 Onozuka RS-Yakult dengan maserosim Onozuka R-10 Yakult enzim 1 dapat
mengisolasi protoplas dari jaringan daun maupun kalus embriogenik dengan densitas yang tinggi 10
5
ml setelah dimurnikan dengan larutan sukrosa 25+manitol 13. Penambahan enzim pectoliyase Y-23 dalam komposisi enzim yang sama enzim 2
juga dapat mengisolasi protoplas dari jaringan daun dan kalus embriogenik dengan densitas 10
5
ml. Rata-rata jumlah protoplas yang terisolasi dari jaringan daun adalah 1.3x10
5
dari siam Simadu dan siam Pontianak, dan1.05x10
5
dari Mandarin Satsuma pada enzim 1 serta 1.30x10
5
, 1.20x10
5
dan 1.1x10
5
pada enzim 2. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari kalus yang berasal dari nuselus lebih banyak dari pada
kalus embriogenik yang berasal dari embrio baik pada enzim 1 maupun enzim 2. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan adalah 1.5x10
5
siam Simadu maupun
siam Pontianak.
Bagian disertasi ini telah dipublikasikan di Jurnal Agritek Vol. 17.2008. Kata kunci: Jeruk siam Simadu dan Pontianak, Mandarin Satsuma, isolasi protoplas,
mesopil daun, kalus embriogenik, dan larutan enzim.
PROTOPLAST ISOLATION STUDIES OF TANGERINE AND SATSUMA MANDARIN
Abstract
Research to find a method of protoplasts isolation from tangerine citrus Simadu and Pontianak cultivars and Satsuma Mandarin cultivar have been carried
out from July to December 2007. Experiments have shown that the type, concentration, and the combination of enzymes used in protoplast isolation are very
influential in the success of protoplast isolation. The combination of 1 cellulase Onozuka RS, Yakult with macerozim 1 Onozuka R-10 Yakult enzyme 1 is
able to isolate protoplasts from embryogenic callus or leaf tissue with high density 10
5
ml, after purified with a solution of sucrose 25 + 13 mannitol. Addition of Y-23 pectolyase enzyme in the composition of the same enzyme enzyme 2 was also
able to isolate protoplasts from embryogenic callus tissue and leafs with a density of 10
5
ml. Average number of protoplasts isolated from leaf tissue tangerine Simadu is 1.31x10
5
, Tangerine Pontianak is 1.3x10
5
, and Mandarin Satsuma 1.05x10
5
, at enzyme 1 and 1.3x10
5
, and 1.2x10
5
1.2x10
5
at enzyme 2. The average amount generated from callus protoplasts derived from embryogenic callus nuselus more than
derived from embryos at both 1 and 2 enzymes. Average number of protoplasts produced was 1.5x10
5
from Simadu tangerine and 1.5 x10
5
from Pontianak tangerine. Average number of protoplasts produced was 1.5x10
5
from Simadu 1.5 x10
5
from Pontianak.
Keyword : Citrus siam Simadu and Pontianak, Mandarin Satsuma, protoplast isolation,embriogenic cali, and composition of enzym.
Pendahuluan
Protoplas adalah sel telanjang tanpa dinding yang hanya dilindungi oleh membran plasma. Isolasi protoplas pertama kali dilakukan oleh Klercher pada tahun
1892 dari potongan irisan umbi bawang yang terlebih dahulu diplasmolisa, kemudian dimasukkan ke dalam media cair sehingga banyak protoplas yang meluncur ke dalam
medium Bhojwani dan Razdan 1983. Metode isolasi protoplas dimulai pada tahun 1960an dengan cara ekstraksi
dan pemurnian menggunakan enzim yang dapat menghancurkan dinding sel. Cocking 1960 berhasil mengisolasi protoplas dari jaringan tanaman yang diinkubasi dalam
larutan konsentrat kasar enzim selulase yang diisolasi dari cendawan Myrothecium verrucaria. Pada tahun 1968, preparasai dan pemurnian protoplas mulai dilakukan
secara komersial sampai sekarang menggunakan larutan enzim seperti maserozim dan selulase Veilleux et al. 2005. Untuk mengisolasi protoplas dari jaringan biasanya
dilakukan secara enzimatik. Jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan dalam isolasi protoplas sangat bervariasi. Paling tidak ada 15 jenis enzim yang dapat
dipergunakan, yang biasa digunakan adalah pektinase, pektolyase, macerozim dan selulase. Pektinase, pektolyase, dan macerozim berfungsi untuk melarutkan dinding
primitif antar sel yang tersusun oleh zat pektin sehingga menjadi sel-sel tunggal. Sedangkan selulase berfungsi melarutkan sisa dinding sel yang tersususn atas zat
selulosa Suryowinoto 1990. Protoplas dapat diisolasi dari hampir semua bagian tanaman, seperti dari akar
Cocking 1960; Bawa dan Torrey 1971, dari daun Wenzel 1980, dari nodul akar Davey et al. 1973, coleptil Hall dan Cocking 1974, jaringan buah Cocking 1970,
tajuk bunga Potrykus 1973, serbuk sari Bajaj 1977, kultur kalus Schenk dan Hildebranadt 1969, kalus embriogenik Grosser and Gemitter 1990, Vardi et al.,
1990, Tusa et al. 2000 daun in vitro Binding et al. 1982; Grosser et al. 1996; Serraf 1991, Fu et al. 2003; Husni et al. 2003; Husni et al. 2004 dan Cai et al. 2007. dan
suspensi sel Grosser and Gemitter 2005; Mendes da Gloria et al. 2000; Fu et al. 2003 dan Cai et al. 2007.
Untuk mencegah pecahnya protoplas selama proses isolasi dan pemurnian protoplas biasanya digunakan zat anti pecah anti blast yang biasanya juga disebut
osmolyticum atau osmotic stabilizer. Zat yang biasanya digunakan adalah gula alkohol sorbitol, manitol dan sukrosa Suryowinoto 1990. Penggunaan sukrosa
konsentrasi tinggi 21-25 atau kombinasi sukrosa dengan manitol dapat digunakan untuk memisahkan protoplas dari sisa jaringan atau pecahan sel debris sehingga
diperoleh protoplas yang murni. Protoplas dari tanaman jeruk dengan viabilitas yang tinggi dapat diisolasi dari
jaringan daun, nuselus, kalus, dan suspensi sel. Vardi et al. 1990; Kobayashi et al. 1983 dan Grosser dan Gmitter 1990 menggunakan kalus embriogenik sebagai
sumber protoplas dan protoplas yang dihasilkan dapat diregenerasi menjadi tanaman. Ohgawara et al. 1991, Tusa et al. 2000, dan Calixo et al. 2004 menggunakan
mesopil daun sebagai sumber protoplas dan Grosser et al. 2000, Mendes da Gloria 2000, dan Fu et al. 2003 menggunakan suspensi sel sebagai sumber protoplas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat jenis sumber protoplas yang baik digunakan untuk isolasi protoplas, mendapatkan komposisi enzim yang tepat untuk
isolasi protoplas dan mendapatkan komposisi larutan pemurnian untuk mengapungkan protoplas sehingga diperoleh protoplas yang murni.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli – Desember 2007. Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada
penelitian ini adalah kalus embriogenik, daun in vitro dan suspensi sel dari tanaman jeruk siam Simadu, siam Pontianak, dan Mandarin Satsuma. Media dasar yang
digunakan untuk mendapatkan sumber protoplas kalus, daun dan suspensi sel adalah MP2 Morel and Wetmore 1951 + 3 mgl BA + 500 mgl ekstrak malt
yang dipadatkan dengan 2 grl phytagel.
Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mgl
gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 20
menit. Penelitian dilakukan dalam empat tahap percobaan yang terdiri dari produksi tunas in vitro, isolasi protoplas dari kalus embriogenik, isolasi protoplas dari daun in
vitro, dan isolasi protoplas dari suspensi sel.
Produksi tunas in vitro
Penelitian pada percobaan satu dilakukan untuk mendapatkan tunas in vitro yang mempunyai daun yang banyak yang akan digunakan sebagai sumber protoplas.
Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah biji masak yang berasal dari buah yang sudah matang yang diambil dari kebun percobaan Balai Penelitian Jeruk dan
Buah Subtropika Batu, Malang. Media dasar yang digunakan adalah MP2 dengan penambahan 0.5 mgl GA
3
Sterilisasi biji dilakukan dengan cara mencuci biji terlebih dahulu dengan detergen dan dibilas dengan air PAM sampai bersih. Biji dari masing-masing jenis
jeruk di rendam dalam larutan alkohol 70 selama 10 menit. Kemudian direndam selama 10 menit dalam larutan hipoklrid 30 dan 5 menit dalam larutan sodium
hipoklorid 20. Kemudian dibilas dengan steril sebanyak tiga kali. Biji yang sudah disterilisasi dikecambahkan dalam media kultur yang digunakan. Setiap botol
ditanaman 5 biji pada siam Simadu dan Pontianak dan diulang sebanyak 10 kali sehingga diperoleh 50 biji setiap jenis jeruk kecuali Mandarin Satsuma 1 bijibotol
karena bijinya terbatas seedless. yang dipadatkan dengan 2 grl phytagel.
Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mgl
gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 20
menit. Semua kultur disimpan di ruang kultur dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam dengan suhu 23 - 27
C. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan persentase biji yang berkecambah, tinggi tunas dan jumlah daun.
Produksi kalus embriogenik
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kalus embriogenik untuk digunakan sebagai sumber isolasi protolas. Bahan tanaman yang digunakan
sebagai sumber eksplan adalah nuselus dan embrio zigotik dari buah muda umur 30-90 hari setelah anthesis diameter 2-3 cm dari tanaman jeruk siam Pontianak
dan Simadu yang diambil dari koleksi Balitbu subtropika di Tlekung Malang. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah embrio dan nuselus untuk
menghasilkan kalus embriogenik. Media kultur yang digunakan sama dengan media kultur produksi tunas in vitro MP2. Kemasaman media diatur dengan menambahkan
NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mgl gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada
suhu 121 Nuselus dan embrio dari masing-masing jenis jeruk yang digunakan dikultur
dalam 10 botol media yang terdiri dari masing-masing 5 nuselus atau 5 embrio setiap botol sehingga setiap jenis terdiri dari 50 eksplan. Semua kultur disimpan di ruang
kultur dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam dengan suhu 23 - 27 C selama 20 menit.
C. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan persentase persentase eksplan yang
dapat membentuk kalus dan tipe kalus yang dihasilkan dari setiap botol kultur.
Isolasi protoplas dari daun in vitro
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada percobaan ini adalah daun in vitro yang berasal hasil perkecambahan pada percobaan satu. Tahapan
isolasi protoplas pada percobaan ini mulai dari penggoresan bagian mesofil daun, inkubasi dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan
penghitungan kerapatan protoplas. Enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas adalah enzim selulase Onozuka RS10-Yakult, macerozim RS10-Yakult, dan
pectolyase Y-23–Sigma dengan penambahan 0.7 M manitol, 24.5 mM CaCl
2,
0.92 mM NaH
2
PO
4,
dan 6.15 mM MES yang disterilisasi dengan millifor 0.22 mikron. Kombinasi larutan enzim yang digunakan sebagai perlakuan adalah sebagai berikut
Tabel 9.
Tabel 9. Kombinasi konsentrasi larutan enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas dari kalus embriogenik, daun in vitro dan suspensi sel.
Enzim Perlakuan 1
Perlakuan 2 Selulase Onozuka RS-Yakult
Maserozim R10-Yakult Pectoliyase Y-23-Sigma
1 1
- 1
1 0.5
Metode yang digunakan untuk isolasi protoplas menggunakan kombinasi metode Grosser and Gemitter Junior 1990 dan Sihachakr 1998 dengan cara
memasukkan 1 g daun in vitro ke dalam 5 cawan petri yang telah berisi 5 ml larutan enzim. Masing-masing helaian daun dari jenis jeruk simadu, Pontianak dan Satsuma
bagian mesofilnya digores secara merata dengan pisau scalpel dengan jarak ± 1- 2
mm horizontal. Helaian daun yang telah digores dimasukkan ke dalam cawan petri 50mm x 15mm yang telah berisi 5 ml larutan enzim. Inkubasi dalam larutan enzim
dilakukan tanpa cahaya pada suhu ruang selama 16 jam overnight. Suspensi siap untuk disaring dan dilakukan pemurnian protoplas.
Pemurnian protoplas cara pertama dilakukan dengan cara memasukkan 8 ml
larutan purifikasi sukrosa 25 dalam larutan CPW ke dalam tabung sentrifuge yang berisi pellet dan diresuspensi secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi
selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian permukaan larutan purifikasi membentuk cincin. Pemurnian protoplas cara kedua
dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml sukrosa 25 + 3 ml larutan manitol 13 dalam larutan CPW ke dalam tabung sentrifuge yang berisi pellet dan diresuspensi
secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian permukaan larutan purifikasi
membentuk cincin. Protoplas diambil dengan pipet secara perlahan dan dimasukkan dalam tabung
sentrifugasi yang baru. Selanjutnya dicuci dengan menambahkan 5 ml larutan pencuci 0.5 M manitol + 0.5 mM CaCl
2
untuk menghilangkan pengaruh enzim dan sukrosa. Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit sehingga terbentuk pellet protoplas.
Supernatan dibuang dengan pipet secara perlahan dan hati-hati. Pencucian dilakukan
sebanyak dua kali dengan cara yang sama, pada akhir pencucian, pellet protplas ditambahkan dengan 1- 2 ml larutan pencuci tergantung jumlah protoplas yang
dihasilkan dan diresuspensi secara perlahan Husni et al. 2004. Protoplas yang telah diresuspensi diambil 0.1 ml dan diencerkan kembali dengan larutan pencuci sebanyak
10 kali 0.9 ml. Kemudian dimasukkan dalam gelas haemositometer lalu dilakukan penghitungan protoplas secara mikroskopis.
Isolasi protoplas dari kalus embriogenik
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah kalus embriogenik dari nuselus dan embrio yang dikultur dalam media MP2+3 mgl BA +
500 mgl EM selama 4 minggu. Kombinasi larutan enzim yang digunakan sebagai perlakuan sama dengan pada percobaan dua. Metode dan tahapan isolasi protoplas
dari kalus embriogenik pada percobaan ini sama dengan tahapan isolasi protoplas dari daun in vitro. Tahapan isolasi protoplas terdiri dari koleksi kalus embriogenik,
inkubasi kalus dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan penghitungan kerapatan protoplas.
Isolasi protoplas dari kultur suspensi sel
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah sel suspensi yang dikultur dalam media cair MW selama 3 minggu dan sudah diendapkan dengan
cara sentrifugasi. Kombinasi enzim yang digunakan sama dengan kombinasi enzim pada percobaan dua dan tiga. Metode dan tahapan isolasi protoplas yang digunakan
sama dengan metode isolasi protoplas dari daun dan kalus embriogenik dengan cara memasukkan 1 g sel suspensi ke dalam 5 cawan petri yang telah berisi 5 ml larutan
enzim. Tahapan isolasi protoplas terdiri dari koleksi suspensi sel, inkubasi sel dalam
larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan penghitungan kerapatan protoplas.
Hasil dan Pembahasan Produksi tunas In vitro
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa semua jenis jeruk dapat menghasilkan kecambah dalam media perkecambahan yang digunakan Tabel 10.
Persentase keberhasilan biji berkecambah 100 pada jeruk siam Simadu dan Pontianak serta 80 pada jeruk Mandarin Satsuma. Adanya perbedaan daya
kecambah disebabkan oleh viabilitas fisik dari biji jeruk Mandarin Satsuma dan biji jeruk siam. Biji jeruk Mandarin Satsuma viabilitasnya lebih rendah karena jeruk
Mandarin Satsuma merupakan jeruk yang seedless sehingga biji yang dihasilkan kurang sempurna mengkerut. Hal ini juga dilaporkan oleh Jaskani 1998 pada
kultur biji jeruk mandarin Kinow yang mempunyai tingkat ploidi yang berbeda tetraploid, triploid dan diploid memperoleh persentase perkecambahan mulai dari
12.5-90.3 pada media MP3 dengan penambahan 1 mgl GA
3.
Bila dilihat dari parameter tinggi tunas dan jumlah daun yang diamati diperoleh bahwa jeruk siam
Simadu memberikan respon yang lebih baik dari jeruk siam Pontianak dan Mandarin Satsuma. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tinggi tunas dan jumlah daun yang
dihasilkan. Rata-rata tinggi tunas dari kecambah jeruk siam simadu adalah 2.7 cm dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 5.2 helai. Kemudian diikuti oleh jeruk siam
Pontianak dengan rata-rata tinggi 2.5 cm dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 5 helai dan rata-rata tinggi kecambah jeruk Mandarin Satsuma adalah 1.4 cm dengan
rata-rata jumlah daun sebanyak 3.6 helai. Hasil perkecambahan biji dari masing- masing jenis jeruk dapat dilihat pada gambar 6.
Tabel 10. Keberhasilan biji berkecambah, tinggi tunas dan jumlah daun pada jeruk siam Simadu, Pontianak dan mandarin Satsuma 4 minggu dalam media
MW+0.5 mgl GA
3.
Jeruk Kecambah
Rata-rata Tinggi Tunas Cm
Rata-rata Jumlah Daun helai
Siam Simadu Siam Pontianak
Mandarin Satsuma 100
100 80
2.7 2.5
1.4 5.2
5.0 3.6
Gambar 6. Penampakan kecambah biji jeruk siam dan mandarin dalam media MP2+1 mgl GA
3
A=siam simadu, B=siam pontianak dan C=Mandarin Satsuma.
Produksi kalus embriogenik
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa semakin lama umur kultur maka semakin besar persentase eksplan yang dapat membentuk kalus
Tabel 11. Persentase keberhasilan pembentukan kalus dari eksplan nuselus 100 baik pada jeruk siam Simadu dan siam Pontianak serta 93.3 dan 95.0 dari
eksplan embrio setelah kultur berumur 2 bulan. Berdasarkan tipe kalus yang dihasilkan diperoleh bahwa kalus yang berasal dari embrio mempunyai struktur
globular yang lebih banyak dari pada struktur globular dari nuselus. Warna kalus yang dihasilkan juga berbeda antara kalus yang berasal dari nuselus dengan kalus
yang berasal dari embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih putih sedangkan kalus yang berasal dari embrio kuning kehijauan Gambar 7.
Tabel 11. Persentase keberhasilan induksi kalus dari nuselus dan embrio jeruk siam Simadu dan Pontianak, 2 bulan setelah kultur.
Jeruk siam Eksplan
Pembentukan Kalus Tipe kalus Jumlah preembrio
Simadu Nuselus
Embrio Pontianak
Nuselus Embrio
100.0 93.3
100.0 95.0
Em-Pem-Glob 36.2 Em-Pem-Glob 28.2
Em-Pem-Glob 39.0 Em-Pem-Glob 33.6
Keterangan:Em= embriogenik, Pem= pre-embrio dan Glob= globular
A B
C
Gambar 7. Penampakan kalus embriogenik dari eksplan nuselus A dan C dan eksplan embrio B dan D.
Bila diamati secara mikroskopik, kalus yang berasal dari nuselus jelas terlihat warnanya lebih putih dan banyak mengandung struktur pem. Sedangkan kalus yang
berasal dari embrio berwarna kehijauan dan mengandung struktur globular yang lebih banyak. Banyaknya jumlah pem pada kalus yang berasal dari nuselus adalah 36.2
dari jeruk siam Simadu dan 39 dari jeruk siam Pontianak serta 28.2 pem pada kalus yang berasal dari jeruk siam Simadu dan 33.6 dari eksplan embrio dari kalus jeruk
siam Pontianak. Banyaknya jumlah struktur globular pada kalus yang dihasilkan juga berbeda,. berasal dari embrio lebih banyak dari pada struktur globular dari kalus yang
berasal nuselus. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Carimi 1992 pada jeruk Poncirus trifoliata bahwa eksplan embrio muda beregenerasi
menjadi tanaman melalui jalur organogenesis.
Isolasi protoplas dari daun in vitro
Jumlah dan viabilitas protoplas yang dihasilkan dalam isolasi protoplas suatu jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis, konsentrasi dan kombinasi enzim
serta lama inkubasi yang digunakan. Kombinasi enzim selulase Onozuka R10-Yakult A
B
C D
0.2-2 dan maserozim R10-Yakult 0.1-1 merupakan jenis enzim yang banyak digunakan untuk isolasi protoplas dari jaringan tanaman Ferreira dan Zelcer 1989.
Mendes da Gloria et al. 2000 menggunakan kombinasi selulase Onozuka R10 1 dengan maserosim 1 serta pectolyase Y-23 Seshin 0.2 dengan jumlah yang
banyak dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman setelah difusikan. Selain jenis, konsentrasi, kombinasi enzim dan lama inkubasi, jaringan yang digunakan sebagai
sumber protoplas juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Tusa et al. 2000 dan Ohgawara et al. 1991 berhasil mengisolasi protoplas dari daun
hasil perkecambahan biji secara in vitro dari tanaman jeruk dan berhasil diregenerasikan menjadi tanaman.
Penggunaan larutan dan konsentrasi sukrosa yang digunakan dalam pemurnian protoplas juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan memurnikan
protoplas. Sukrosa dapat mengapungkan protoplas karena sukrosa lebih berat dari pada protoplas sehingga protoplas akan mengapung pada akhir sentrifugasi
dipermukaan larutan sukrosa Purwito 1999. Penggunaan sukrosa tunggal konsentrasi 21 dapat digunakan untuk mengapungkan protoplas pada tanaman
solanum dengan baik Sihachakr, 1998. Husni et al. 2003 dan Husni 2004 menggunakan sukrosa 21 untuk mengapungkan protoplas tanaman terung dengan
rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan sebesar 12.9-14.3 x10
5
Dari hasil percobaan isolasi protoplas yang telah dilakukan menggunakan larutan enzim 1 dan enzim 2 serta sukrosa 25 untuk memurnikan protoplas sebagai
larutan purifikasi diperoleh bahwa densitas protoplas yang dihasilkan berkisar pada tingkat 10
protoplasg daun.
4
protoplasg daun Tabel 12. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan enzim 1 adalah berkisar antara 2.9-3.9x10
4
protoplasg daun dan 2.4- 3.7x10
4
protoplasg daun dari perlakuan enzim 2. Bila dilihat dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan berdasarkan jenis jeruk yang digunakan sebagai sumber
protoplas, jeruk siam memberkan hasil yang lebih banyak daripada jeruk Mandarin Satsuma. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketebalan daun dari jeruk siam dan
mandarin. Daun dari jeruk Mandarin Satsuma lebih tebal sehingga lebih sulit untuk diisolasi protoplasnya. Jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam
Tabel 12. Produksi protoplas mesofil daun yang dihasilkan dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan campuran
25 sukrosa dalam larutan CPW.
Jeruk Rata-rata jumlah protoplasg daun
Enzim 1 Enzim 2
Siam Simadu Siam Pontianak
Mandarin Satsuma 3.8x10
3.9x10
4
2.9x10
4
3.6x10
4
3.7x10
4
2.4x10
4 4
Keterangan: Enzim 1= selulase 1 + maserozim 1 dan enzim 2 = selulase 1 + maserozim 1 + petoliyase 0.5.
Pontianak 3.9x10
4
diikuti oleh jeruk siam simadu 3.8 x 10
4
dan mandarin satsuma 2.9 x 10
4
pada perlakuan enzim 1. Demikian juga halnya pada enzim 2, rata-rata jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam Pontianak 3.7x10
4
diikuti oleh jeruk siam simadu 3.6x10
4
dan Mandarin Satsuma 2.4 x10
4
.
Penambahan larutan manitol 13 dalam larutan sukrosa 25 untuk mengapungkan protoplas pada percobaan ini memberikan efek yang sangat baik. Hal
ini disebabkan oleh adanya peranan manitol dalam larutan sukrosa yang dapat membantu menjaga keseimbangan tekanan osmotik didalam dan di luar sel
protoplas sehingga protoplas tidak banyak yang rusak pecah. Hal ini terbukti dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Hal yang sama
dilaporkan oleh Mendes da gloria 2000 dalam mengapungkan protoplas dari tanaman jeruk lokal di Brazil C. sinensis dan C. lemonia dengan penambahan
manitol 13 pada larutan purifikasi sukrosa 25. Cai et al. 2007 juga Berdasarkan data dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan
enzim 1 dan enzim 2 tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan 0.5 pectolyase dalam enzim 2 tidak memberikan efek dalam isolasi protoplas dari jaringan daun
jeruk siam simadu, Pontianak dan mandarin Satsuma. Hal ini diduga disebabkan oleh bertambah tingginya konsentrasi enzim yang digunakan untuk memisahkan
antar sel yang satu dengan sel lainnya karena penambahan 0.5 pectolyase sehingga protoplas yang dihasilkan tidak stabil dan pecah pada saat disentrifugasi.
menambahkan manitol 13 ke dalam larutan pemurnian protoplas sukrosa 26 pada jeruk Mandarin Satsuma Citrus unshiu Marc dan C. grandis dan C. sinensis.
Penambahan manitol 13 pada larutan pemurnian sukrosa 25 lebih baik dari pada tanpa manitol dengan kisaran rata-rata jumlah protoplas 1.0 – 1.3 x 10
5
dari perlakuan enzim1 dan
1.1-1.5 x 10
5.
Bila dilihat dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari jenis jeruk yang digunakan sebagai sumber protoplas, jeruk siam Simadu dan Pontianak lebih banyak
dari pada Mandarin Satsuma. Rata-rata jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam Pontianak 1.3x10
dari perlakuan enzim 2 Tabel 13.
5
diikuti oleh jeruk siam Simadu 1.3x10
5
dan Mandarin Satsuma 1.0 x 10
5
pada perlakuan enzim 1. Pada perlakuan enzim 2, rata- rata jumlah protoplas yang dihasilkan paling banyak berasal dari jeruk siam
Simadu 1.3x10
5
diikuti oleh jeruk siam Pontianak 1.2x10
5
dan Mandarin Satsuma 1.1x10
5
. Adanya perbedaan jumlah protoplas yang dihasilkan dari jeruk siam dan mandarain Satsuma disebabkan oleh ketebalan dari daun. Helai daun jeruk Mandarin
Satsuma lebih tebal dari helaian daun siam. Selain ketebalan daun, warna daun jeruk Mandarin Satsuma juga lebih tua dari warna hijau jeruk siam. Protoplas yang
dihasilkan berwarna kehijauan karena adanya klorofil dan mempunyai viabilitas yang baik yang ditunjukkan oleh bentuk protoplas yang bulat sempurna Gambar 8.
Tabel 13. Produksi protoplas mesofil daun yang dihasilkan dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan
campuran 25 sukrosa + 13 manitol dalam larutan CPW.
Jeruk Rata-rata jumlah protoplasg daun
Enzim 1 Enzim 2
Siam Simadu Siam Pontianak
Mandarin Satsuma 1.3x10
1.3x10
5
1.0x10
5
1.3x10
5
1.2x10
5
1.1x10
5 5
Keterangan: Enzim 1= selulase 1+maserozim 1 dan enzim 2= selulase 1+maserozim1+petoliyase 0.5.
Gambar 8. Isolasi protoplas jeruk siam simadu, pontianak dan mandarin Satsuma dari mesofil daun dengan pemurnian larutan sukrosa 25 + manitol
13 dalamlarutan enzim 1SM= siam Simadu, SP= siam Pontianak, A= Protoplas siam Simadu, B= protoplas siam Pontianak dan C= protoplas
Mandarin Satsuma perbesaran 10x.
Isolasi protoplas dari kalus embriogenik
Jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas dalam isolasi protoplas sangat mempengaruhi keberhasilan mendapatkan protoplas dalam jumlah banyak
dengan viabilitas yang tinggi. Semenjak keberhasilan Kochba et al. 1972 mendapatkan kalus embriogenik dari nuselus C. sinensis sweet orange maka kalus
embriogenik banyak digunakan sebagai sumber isolasi protoplas pada tanaman jeruk Grosser and Gmitter 1991. Kobayashi et al. 1983 melakuk an isolasi protoplas
dari jeruk C. Sinensis kultivar ‘Trovita’. Grosser and Gmitter et al. 1990 melakukan isolasi protoplas dari kalus embriogenik untuk kegiatan hibridisasi somatik dengan
teknologi fusi protoplas. Kalus yang digunakan pada percobaan ini adalah kalus embriogenik yang
berasal dari nuselus dan embrio jeruk siam saja karena nuselus dan embrio dari jeruk Mandarin Satsuma sangat terbatas karena bersifat seedless. Penggunaan kalus
embrionik sebagai bahan isolasi protoplas pada percobaan ini karena adanya A
C B
SM SP
ST
perbedaan struktur kalus embriogenik yang dihasilkan antara eksplan nuselus dengan embrio. Kalus yang berasal dari nusellus teksturnya lebih halus dan mengandung
pre-embrio pem yang banyak. Sedangkan kalus embriogenik yang berasal dari embrio lebih kasar dan banyak mengandung struktur globular dan pem Gambar 9.
Gambar tersebut memperlihatkan lebih jelas perbedaan ukuran kalus yang dihasilkan setelah dimasukkan dalam larutan enzim. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur
kalus yang dihasilkan antara nuselus dan embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih halus dibandingkan kalus dari embrio sehingga aktivitas enzim maserozim lebih
mudah mendegradasi pektin antar sel sehingga terjadi pemisahan sel dan degradasi dinding sel oleh enzim selulase lebih mudah. Kalus embriogenik dari nuselus
menghasilkan rata-rata jumlah protoplas yang sama banyak yaitu 1.4x10
5
baik dari perlakuan enzim 1 maupun perlakuan enzim 2. Dari hasil percobaan yang dilakukan
diperoleh bahwa penggunaan kalus embriogenik dari nuselus sebagai sumber protoplas lebih baik dari pada kalus embriogenik yang berasal dari embrio Tabel
14. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur kalus yang dihasilkan antara nuselus dan embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih halus dibandingkan kalus dari
Gambar 9. Penampakan struktur kalus yang berasal dari nusellus A dan embrio B serta pada saat inkubasi dalam larutan enzim C dan D.
A B
C D
Tabel 14. Produksi protoplas dari kalus embriogenik nuselus dan embrio dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan
dengan campuran 25 sukrosa + 13 manitol dalam larutan CPW.
Asal dari kalus Rata-rata jumlah protoplasg daun
Enzim 1 Enzim 2
Nuselus Embrio
1.4x10 6.2x10
5
1.4x10
4
8.6x10
5 4
Keterangan: Enzim 1= selulase 1+maserozim 1 dan enzim 2= selulase 1+maserozim1+pectoliyase
embrio sehingga aktivitas enzim maserozim lebih mudah mendegradasi pektin antar sel sehingga terjadi pemisahan sel dan degradasi dinding sel oleh enzim selulase
lebih mudah. Kalus embriogenik dari nuselus menghasilkan rata-rata jumlah protoplas yang sama baik dari perlakuan enzim 1 maupun perlakuan enzim 2 yaitu
1.4x10
5
. Rata-rata jumlah protoplas dari kalus embriogenik pada perlakuan enzim 1 adalah sebanyak 6.2x10
4
dan 8.6x10
4
Penggunaan jenis dan konsentrasi enzim dalam isolasi protoplas seringkali ditentukan oleh harga dan spesifitas enzim yang digunakan. Berdasarkan rata-rata
jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan enzim 1 dengan enzim 2 diperoleh bahwa kombinasi enzim yang lebih sederhana enzim 1 sudah baik digunakan untuk
isolasi protoplas dari daun maupun kalus embriogenik jeruk siam Simadu, Pontianak, dan Mandarin Satsuma karena densitas protoplas yang dihasilkan adalah
10 dari perlakuan enzim 2. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya protoplas yang pecah pada saat sentrifugasi atau pemipetan pada saat preparasi protoplas sampai pemurnian. Warna protoplas yang dihasilkan berbeda
dengan warna protoplas yang berasal dari mesofil daun. Protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna hijau bening karena kalus merupakan kelompok sel yang
belum terarah diferensiasinya.
5
protoplasg eksplan. Oleh karena itu pada percobaan berikutnya hanya menggunakan larutan enzim 1 saja yang digunakan untuk mengisolasi protoplas
kalus embriogenik dari nuselus dari jeruk siam Simadu dan Pontianak. Untuk jeruk Mandarin Satsuma tidak dilakukan akibat sulitnya mendapatkan biji pada buah yang
muda karena bijinya sangat terbatas seedless. Dari hasil percobaan tersebut diperoleh bahwa enzim 1 dapat mengisolasi protoplas kalus embriogenik Tabel 15.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara mikroskopis terlihat bahwa protoplas yang terisolasi pada saat inkubasi dalam larutan enzim lebih banyak dari pada
protoplas yang terisolasi setelah dilakukan pemurnian Gambar 10. Hal ini disebabkan oleh adanya protoplas yang pecah pada saat pemipetan dan resuspensi
pada waktu sentrifugasi serta pencucian untuk menghilangkan pengaruh larutan enzim.
Tabel 15. Produksi protoplas kalus embriogenik dari nuselus yang dihasilkan dari kombinasi enzim 1 setelah inkubasi 16 jam dan dimurnikan dengan
campuran 25 sukrosa+13 manitol dalam larutan CPW.
Jenis jeruk Rata-rata Protoplasg daun 10
5
Siam simadu Siam Pontianak
1.4 ± 5.2
1.5 ± 6.0
Gambar10. Penam pakan protoplas sebelum dan sesudah pemurnian dengan larutan sukrosa 25 + manitol 13 A dan C=protoplas siam Simadu sebelum
10X dan sesudah pemurnian 20X, B dan D=protoplas siam Pontianak sebelum 10X dan sesudah pemurnian 20X.
A B
C D
Gambar 11. Perbedaan warna protoplas yang diisolasi dari kalus dan mesofil daun A dan C=isolasi protoplas dari kalus, B dan D=isolasi protoplas dari
mesofil daun.
Perbedaan warna protoplas yang berasal dari daun dan yang berasal dari kalus jelas terlihat setelah dilakukan sentrifugasi pada saat pengapungan dan pemurnian
protoplas dalam membentuk cincin dipermukaan larutan Gambar 11. Bentuk cincin tersebut adalah merupakan kumpulan protoplas yang sudah terpisah dari debris
maupun kotoran protoplas murni.
Isolasi protoplas dari hasil kultur suspensi sel
Selain helaian daun dan kalus friabel yang embriogenik, sel suspensi juga banyak digunakan sebagai sumber protoplas untuk mengisolasi protolas. Grosser and
Gemitter 1991 mengatakan bahwa secara umum dalam fusi protoplas untuk mendapatkan hibrida somatik pada tanaman jeruk menggunakan protoplas yang
diisolasi dari daun, kalus atau suspensi sel. Fu et al. 2003 menggunakan suspensi sel C. sinensis sebagai sumber protoplas untuk difusikan dengan protoplas dari daun
Clausena lansium. Cai et al. 2007 juga menggunakan hal yang sama untuk memfusikan antara C. grandis dan C. sinensis dengan Mandarin Satsuma C. unshiu.
A B
C D
Penggunaan protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik atau suspensi sel sebagai salah satu sumber protoplas dan protoplas lainnya berasal dari daun dalam fusi
protoplas adalah untuk memudahkan pengamatan pada saat finduksi fusi. Protoplas yang yang mengalami fusi akan jelas teramati secara mikroskopis karena adanya
perbedaan warna protoplas yang digunakan. Protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna dan protoplas dari daun berwarna hijau.
Perlakuan enzim 1 untuk mengisolasi protoplas dari suspensi sel yang dikultur pada media cair MP2 + 3 mgl BA selama 1 bulan jeruk siam Simadu dan
Pontianak pada percobaan ini menunjukkan bahwa protoplas yang terisolasi jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak bisa dilanjutkan untuk pemurnian protoplas.
Hal ini diduga disebabkan oleh suspensi sel yang digunakan relatif masih banyak mengandung air media cair meskipun sudah dilakukan sentrifugasi. Adanya air pada
suspensi sel dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan tekanan osmotik di dalam sel dan di luar sel sehingga protoplas menjadi pecah atau konsentrasi enzim
tersebut berubah sehingga kemampuan untuk mendegradasi dinding sel menjadi menurun.
Simpulan
1. Media dasar MW Morel dan Wetmore dapat digunakan untuk
mengecambahkan biji dan menginduksi kalus embriogenik dari jaringan nuselus dan embrio muda.
2. Daun in vitro dan kalus embriogenik dapat digunakan sebagai sumber
untuk isolasi protopolas dari tanaman jeruk siam Simadu, siam Pontianak dan dan Mandarin Satsuma.
3. Kombinasi enzim selulase 1 selulase onozuka Yakult RS dengan
maserosim 1 Yakult R-10 merupakan komposisi enzim yang dapat digunakan untuk mengisolasi protoplas yang berasal dari kalus
embriogenik dengan kerapatan yang tinggi 10
5
protoplasg eksplan.
4. Penambahan manitol 13 dalam larutan purifikasi sukrosa 25 dapat
meningkatkan perolehan jumlah protoplas dari daun in vitro dan kalus embriogenik.
5. Protoplas yang dihasilkan dari daun in vitro mempunyai perbedaan warna
yang berbeda dengan protoplas yang berasal dari kalus emriogenik. Warna protoplas yang berasal dari daun berwarna kehijauan sedangkan protoplas
yang berasal dari kalus tidak berwarna
Daftar Pustaka
Bawa SB, Torrey JG. 1971. Budding and nuclear division in cultured protoplast of corn, Convolvulus and union. Botan. Gaz. 132:240-245.
Bajaj YPS. 1977. Protoplast isolation, culture and somatic hybridization. In: Reinert J And Bajaj YPS Ed.. Applied and Fundamental Aspect of Plant
Cell, Tissue, and Organ Culture. pp.467-496. Springer-Verlag, Berlin. Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture: theory and Practice.
Elsevier, Amsterdam.237-260. Binding H, Jain SM, Finger J, Mordhosrst G, Nehls R, Gresel J. 1982.
Somatic hybridization of an atrazine resistance biotype of Solanum nigrum with S. tuberosum. Part I: Clonal variation in morphplogy and in
antrazine sensitivity. Theor. Appl. Genet.63:273-277.
Cai XD, Fu J, Deng XX, Guo WW. 2007. Production and molecular characterization of potential seedless cybrid plants between pollen steril
Satsuma mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283.
Calixto MC, Filho FAA, Mendes BMJ, Vieira MLC. 2004. Pesq. Agropec. Bras. 397:1-6.
Carimi F. 1992. Somatic embryogenesis and organogenesis in Citrus for sanitation and in vitro conservation. Options Mediterrania, Serie B 233:115-128
Cocking EC. 1960. A method for isolation of plant protoplasts and vacuola. Nature. 187:962-963.
Cocking EC. 1970. Virus uptake, cell wall regeneration and virus multiplication in isolated plant protoplasts. Intl. Rev. Cytol.28:89-124.
Davey MR, Cocking EE, Bush E. 1973. Isolation of legume root nodule protoplast of. Nature 244:460-461.
Ferreira DI, Zelcer A. 1989. Advances in protoplast research Solanum. Intl. Rev. Cytol. 115:1-65.
Fu CH, Guo WW, Liu JH, Deng XX. 2003. Regeneration of Citrus sinensis + Clausena lansium intergeneric triploid ang tetraploid somatic hybrids and
their molecular identification. In Vitro Cell Dev. Sci.20:251-255. Grosser JW, Gmitter FG Jr. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant
Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW, Gmitter FG Jr. 1991.Protoplast technology in tropical fruit,
improvement, with focus on Citrus. Workshop on Agricultural Biotechnology Bogor, May 21-24.
Grosser JW, Gmitter FG, Tusa N, Reforgiato G, and Cucinotta. 1996. Further evidence of a cybridization requirement for plant regeneration from citrus
leaf protoplast following somatic fusion. Plant Cell Rep. 15:672-676. Grosser JW, Ollitrault P, Olivares-Fuster O. 2000. Somatic hybridization in Citrus:
an effective tool to facilitate variety improvement. In Vitro Cell Dev Biol Plant 36:434-449.
Grosser JW, Gmitter FG. 2005. Application of somatic hybridization and cybridization in crop improvement, with citrus as a model. In vitro Cell Dev.
Biol Plant 39:360-364. Hall MD, Cocking EC. 1974. The response of isolated avena coleptile protoplast
indole 3-acetic acid. Protoplasma 19:225-234. Husni A, Wattimena GA, Mariska I, Purwito A. 2003. Keragaman genetic tanaman
terung hasil regenerasi protoplas. Jurnal bioteknologi Pertanian. 82:52-59. Husni A, Mariska I, Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi
antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 91:1-8.
Jaskani MJ. 1998. Interploid hiybridization and regeneration of kinnow mandarin. A Thesis submitted in partial fulfiment of the requirements for the degree of
Doctor of Philosophy in Horticulture Faculty of Agriculture University of Agriculture Faisal Abad, Pakistan.p.169.
Kobayashi S, Uchimaya H, Ikeda I. 1983. Plant regeneration from ‘Trovita’ orange protoplasts. Japan J. Breed.33:119-122.
Kochba J, Spiegel-Roy P, Safran H. 1972. Adventive plants from ovules and nucelli in citrus. Planta 106:237-245.
Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Demetrio CGBm, Mendes MJ. 1999. Embryogenic calli induction from nucellar tissu of Citrus cultivars. Sci.
Agric. 56 4: 1-11. Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Camargo LEA, and Mendes BMJ. 2000.
Caipira sweet orange Rangpur lime: a swomatic hybrid with potential for use as rootstock in the Brazilian citrus industry. Genetic Molecular Biology,
v.23, p. 661-665.
Morel G, Wetmore RH. 1951. Fern callus tissue culture. Am. J. Bot. 38:141-143. Ohgawara T, Kobayasi S, Ishii S, Yoshinaga K, Oiyama I. 1991. Fertile fruit trees
obtained by somatic hybridization: novel orange Citrus sinensis + Troyer citrange C. sinensis x Poncirus trifoliate. Theor. Appl. Genet. 81:141-143.
Potrykus I. 1973. Transplantion of chloroplast into protoplast of petunia. Zpflanzenphy siol 70:364-366.
Purwito A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Serraf I, 1991. Evaluation des Combinations Genomiques Obtenues par Hybridization Somatique entre la Pomme de Terre Solanum tuberosum L. et
des Solanaceaes de Plus ou Moins Grandes Affinites Phylogenetiques. These, Universite de Paris-Sud, Centre d”Orsay, France.
Schenk RU, Hildebrant AC. 1969. Production of protoplast from plant cells in liquid culture using purified commercial cellulase. Crop. Science 9:629-631.
Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of Prtoplasts of Eggplant. Morphogenese Vegetale Experimentale,
Bat.360.Universite Paris Sud, France Tidak dipublikasi. Suryowinoto M. 1990. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro. Petunjuk laboratorium.
PAU. Biotek.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 321h. Tusa N, Patta del Bosco S, Nigro F, and Ippolito A. 2000. Response of cybrids and a
somatic hybrid of lemon to Phoma tracheiphila infections. HortScience 35:125-127.
Veilleux RE, ME Compton, Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant Improvement In Trigiano RN and Gray DJ Eds Plant Development and
Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC.
Vardi A, Breiman A, Galun E. 1990. Citrus cybrids: production by donor-recipient protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles.
Theor. Appl. Genet., 75:51-58. Wenzel G. 1980. Protoplast techniques incorporated in to applied breeing program.
In; Frenzyl L, Farkas eds.. Advances in Protoplast Research. Pergamon Press.Oxford. Pp.327-340.
BAB V
OPTIMASI INDUKSI FUSI MENGGUNAKAN PEG PADA PROTOPLAS TANAMAN JERUK
Ringkasan
Konsentrasi dan lama inkubasi dalam larutan PEG sangat berpengaruh terhadap induksi fusi protoplas jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma.
Konsentrasi PEG yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi fusi protoplas sedangkan konsentrasi yang rendah menghasilkan frekuensi fusi yang rendah. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa kombinasi enzim selulase Onozuka R-10 Yakult 1 dengan maserozim R-10-Yakult 1 dalam larutan
CPW dapat mengisolasi protoplas sebanyak 13.9 X 10
5
protoplasgram dari mesofil daun dan 15.1 X 10
5
protoplasgram dari kalus embriogenik. Semakin lama waktu inkubasi dalam larutan PEG maka semakin banyak jumlah protoplas yang mengalami
fusi baik PEG konsentrasi tinggi 30 maupun konsentrasi rendah 4. Penggunaan induksi PEG 30 lebih efektif untuk menginduksi terjadinya fusi dari
pada 4. Tipe fusi yang dihasilkan adalah binner fusi hetero fusi dan homo fusi dan multi fusi. Rata-rata jumlah hetero fusi yang dihasilkan dari binner fusi yang
diinduksi dengan PEG 30 adalah 1.6 dari inkubasi 5 menit, 3.6 dari inkubasi 10 menit dan 4.8 dari inkubasi 15 menit. Rata-rata jumlah hetero fusi yang dihasilkan
dari binner fusi menggunakan PEG 4 adalah 1.2 dari inkubasi 5 menit, 1.8 dari inkubasi 10 menit dan 3.0 dari inkubasi 15 menit. Frekuwensi fusi meningkat setelah
penambahan 200
µl larutan pencuci. Ratara-rata jumlah heterofusi dari induksi PEG 30 menjadi 7.2 dan 3.6 dari induksi fusi PEG 4.
Kata kunci: Fusi protoplas, optimasi fusi,konsenterasi PEG, jeruk siam Simadu, dan Mandarin Satsuma.
OPTIMIZATION OF FUSION INDUCTION USING A PEG ON CITRUS PROTOPLAST
Abstract
Concentration and duration of incubation in a solution of PEG strongly affected the fusion induction of siam Simadu with mandarin Satsuma. High
concentrations of PEG can increase the frequency of fusion, while the low concentration produces a low frequency of fusion. From the results showed that the
combination of cellulase Onozuka Yakult R-10 1 with macerozim -R-10 Yakult, 1 in CPW solution can isolate protoplasts 13.9 x 10
5
protoplasts g leaf mesophyl and 15.1 x 10
5
protoplasts g embryogenic callus. The longer time of incubation in PEG solution, more number of protoplast fusion either a high concentration of PEG
30 or low concentration 4. Using of PEG 30 more effective for inducing fusion of the use of 4 PEG. Fusion type resulting from the induction of fusion with
PEG is a binary fusion hetero and homo fusion and multi-fusion. The average amount of hetero fusion generated from induction of binary fusion by PEG 30 is
1.6 from 5-minute incubation, 3.6 from 10 minute incubation and 4.8 from 15 minutes incubation. Average number of hetero fusion resulting from binary fusion
using PEG 4 is 1.2 from 5-minute incubation, 1.8 from 10 minute incubation and 3.0 from 15 minutes incubation. Fusion frequency increased after the addition of 200
µl washing solution. Average number of induction hetero fusion from PEG 30 is 7.2 and 3.6 from PEG 4.
Keywords : Protoplasts fusion, optimization fusion, PEG concentration, citrus siam
Simadu, and Mandarin Satsuma.
Pendahuluan
Fusi protoplas adalah salah satu metode dalam pemuliaan tanaman menggunakan sel somatik sebagai bahan persilangan, khususnya bila hasil
persilangan interspesifik dan intergenerik selalu gagal karena adanya faktor genetik alami inkompatible. Usaha untuk memfusikan sel somatik pada tanaman sudah
dimulai sejak tahun 1930 han menggunakan bahan kimia oleh Winkler, Kuster dan Michel Power et al. 1975; Saunders and Bates 1972. Fusi protoplas telah
didemonstrasikan pada sejumlah spesies. Michel pada tahun 1937
mendemonstrasikan fusi protoplas menggunakan NaNO
3
Fusi protoplas dapat terjadi secara spontan atau dapat dinduksi secara kimiawi atau fisik dengan energi listrik Grosser and Gemitter, 1990. Secara kimia dapat
diinduksi menggunakan larutan garam tertentu NaNO sebagai bahan penginduksi
terjadinya fusi protoplas. Fusi yang terjadi sangat jarang dan produk hasil fusi yang dihasilkan tidak dapat dikulturkan Power et al. 1970. Carlson 1970 menghasilkan
tanaman hibrida somatik melalui fusi protoplas antara tanaman Nicotiana glauca Graham dan N. Langsdorfii Weinm. Power et al. 1975 juga telah berhasil
memfusikan protoplas Petunia dengan Parthenocissus menghasilkanhibrida yang tidak sejati karena semua kromosom Petunia hilang. Kameya, 1984 menggunakan
dextran sulfat untuk fusi protoplas dan Gleba dan Sidorov, 1984 mengunakan dimetil sulfoksida DMSO dan Conconavalisa A untuk menginduksi fusi protoplas.
3,
NaCl, KNO
3
Metode fusi secara kimia yang banyak digunakan saat ini adalah penambahan PEG pada campuran protoplas karena sederhana dan efisien Mouraho Filho 1995;
Mouraho Filho et al. 1996. Metode ini pertama kali dilaporkan oleh Kao dan Mychailuck 1975 pada tanaman Vicia hajastana. Menurut Constabel 1980, PEG
yang efektif untuk menginduksi fusi protoplas adalah PEG 1540 BM=1300-1600, 4000 BM=3000-3700 dan 6000 BM=6000-7000. Konsentrsai PEG optimal bagi
, dan KCl, asam lemak, ion kalsium dan pH tinggi, polifenil alkohol PVA, dextran sulfat,
polietilen glikol PEG Boss, 1987; Purwito, 1999; Veilleux et al., 2005.dan induksi fusi dengan arus listrik Sihachakr, 1998; Purwito, 1999; Veilleux et al., 2005.
suatu jenis protoplas dapat diperoleh melalui serangkaian percobaan karena sangat tergantung kepada berat molekul PEG yang digunakan, konsentrasi PEG dan lama
inkubasi dalam larutan PEG. Constabel 1980 menunjukkan bahwa konsentrasi PEG optimal untuk fusi protoplas adalah 25-33. Yang et al. 1988; Cheng-qi et al.
2004 menggunakan PEG konsentrasi rendah 4 untuk memfusikan protoplas padi Oriza sativa L. dengan padi liar O. Meyeriana L.
Penggunaan PEG dalam induksi fusi protoplas di beberapa laboratorium pada tanaman jeruk telah banyak digunakan untuk mendapatkan hibrida baru seperti di
Amerika serikat Gemitter Junior et al. 1992; Grosser 1994, di Israel Vardi et al. 1987; Spiegel-Roy 1996; Jepang Kobayashi and Ohgawara 1988, Miranda et al.
1997; Prancis Ollitrault and Luro 1995; Ollitrault et al. 1996, dan di Brazil Oliveira et al. 1994..
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi PEG dan lama inkubasi dalam larutan PEG yang dapat menghasilkan frekuwensi fusi yang
tinggi dari protoplas tanaman jeruk.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Januari- Maret, 2008.
Protoplas yang digunakan untuk induksi fusi adalah protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik dari nuselus yang dikultur pada media MW+3mgl
BA+500mgl ekstrak malt EM dan mesofil daun in vitro hasil perbanyakan tunas pada media MW+500mgl dari tanaman jeruk siam Simadu. Penggunaan dua jenis
protoplas tersebut dilakukan untuk memudahkan di dalam pengamatan karena adanya perbedaan warna protoplas yang dihasilkan tanpa harus menggunakan penanda
berdasarkan pewarnaan. Enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas adalah kombinasi enzim
selulase Onozuka RS10-Yakult 1 dan maserozim RS10-Yakult 1 dengan
penambahan 0,7 M manitol, 24,5 mM CaCl
2,
0,92 mM NaH
2
PO
4,
dan 6,15 mM MES yang disterilisasi dengan millifor 0,22 mikron. Metode yang digunakan untuk isolasi
protoplas menggunakan kombinasi metode Grosser and Gemitter Junior 1990 dan Sihachakr, 1998. Penelitian terdiri dari dua tahap percobaan yang saling berurutan
yaitu isolasi protoplas dan fusi protoplas.
Isolasi protoplas
Isolasi protoplas dari mesofil daun in vitro dilakukan dengan cara bagian mesofil helaian daun digores secara merata dengan pisau jarak
± 1- 2 mm horizontal. Helaian daun yang telah didigores dimasukkan ke dalam 5 cawan petri
50mm x 15mm yang telah berisi 5 ml larutan enzim dimana bagian mesofil daun yang sudah digores diletakkan pada bagian bawah sehingga bagian yang luka
langsung kontak dengan larutan enzim. Isolasi protoplas dari kalus dilakukan dengan cara memasukkan kalus ke dalam 5 cawan petri 50mm x 15mm yang telah berisi 5
ml larutan enzim Inkubasi daun in vitro dan kalus dalam larutan enzim dilakukan tanpa cahaya
pada suhu ruang selama 16 jam overnight. Untuk membantu lepasnya sel protoplas dari jaringan mesofil daun dan kalus dilakukan penggoyangan secara horizontal
selama 30-60 detik pada akhir inkubasi. Suspensi siap untuk disaring dan dilakukan pemurnian protoplas.
Pemurnian rotoplas dilakukan dengan cara disaring agar terpisah dari jaringan daun dan kalus dengan cara mengambil larutan enzim yang mengandung
suspensi protoplas dengan pipet steril dengan saringan metallic sieve ukuran 63 µm
ke dalam tabung gelas. Suspensi dibagi ke tabung sentrifus ukuran 15 ml, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit untuk mengendapkan
protoplas. Larutan enzim supernatan dibuang dengan cara menyedot dengan pipet steril secara hati-hati agar endapan protoplas tidak terbawa sehingga tinggal pellet
saja. Untuk mengapungkan protoplas sehingga diperoleh protoplas yang murni
dilakukan dengan larutan purifikasi campuran sukrosa 25 dengan manitol 13.
Pemurnian protoplas dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml sukrosa 25 + 3 ml larutan manitol 13 dalam larutan CPW ke dalam tabung sentrifus yang berisi
pellet dan diresuspensi dengan pipet secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung
pada bagian permukaan larutan furifikasi membentuk cincin. Pencucian protoplas dilakukan dengan cara protoplas yang terapung diambil
dengan pipet secara perlahan dan dimasukkan dalam tabung sentrifus yang baru. Selanjutnya dicuci dengan menambahkan 5 ml larutan pencuci 0,5 M manitol + 0,5
mM CaCl2 untuk menghilangkan pengaruh enzim dan sukrosa. Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit sehingga terbentuk pellet protoplas. Supernatan dibuang
dengan pipet secara perlahan dan hati-hati. Pencucian dilakukan sebanyak dua kali dengan cara yang sama, pada akhir pencucian, pellet protoplas diresuspensi dengan
1- 2 ml larutan pencuci tergantung jumlah protoplas yang dihasilkan secara perlahan.
Protoplas yang telah diresuspensi diambil 0.1 ml dan diencerkan kembali dengan larutan pencuci sebanyak 0.9 ml 10 kali. Kemudian dimasukkan dalam
gelas haemositometer lalu dilakukan penghitungan protoplas secara mikroskopis. Haemositometer yang dipergunakan mempunyai bidang-bidang volume, dimana
setiap bidang volume = 1.25 mm
3
panjang x lebar x kedalaman = 10 mm x 0.5 mm x 0.25 mm. Banyaknya protoplas dihitung persetiap bidang pandang volume tersebut
sebanyak 3 kali. Rata-rata dari 3 kali penghitungan adalah jumlah protoplas per volume bidang pandang 1.25 mm
3
atau 800 x jumlah rata-rata protoplas per ml sampel. Pengamatan dilakukan terhadap rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan
untuk menentukan densitas protoplas yang diperoleh.
Fusi protoplas
Protoplas yang berasal dari kalus embriogenik dan mesofil daun dicampur dengan perbandingan volume yang sama 1:1 v:v. Campuran protoplas tersebut
dimasukkan ke dalam cawan petri plastik steril berdiameter 5 cm masing-masing sebanyak 200 µ l. Untuk menginduksi terjadinya fusi dilakukan secara kimiawi
dengan menambahkan larutan PEG 8000 konsentrasi 30 dan 4 sebagai perlakuan dengan cara menambahkan 25 µ l larutan PEG di empat titik sekeliling
suspensi protoplas yang telah dicampur. Inkubasi dilakukan selama 5, 10 dan 15 menit. Dari hasil perlakuan tersebut akan diperoleh waktu inkubasi dalam larutan
PEG konsentrasi tinggi yang paling baik untuk menginduksi terjadinya fusi pada protoplas tanaman jeruk.
Pengamatan dilakukan secara mikroskopik in verted dengan cara menghitung jumlah dan persentase protoplas yang mengalami fusi setelah diberi
perlakuan PEG. Dari pengamatan tersebut akan dapat dilihat tipe fusi protoplas yang
terjadi homo fusi, binner fusi, dan multi fusi.
Untuk meningkatkan terjadinya frekuensi fusi dilakukan dengan cara menambahkan 200
µl larutan pencuci 0,5 M manitol + 0,5 mM CaCl2 karena protoplas yang menempel akan berfusi setelah diberikan larutan pencuci. Kemudian
diamati kembali secara mikroskopik untuk mengetahui keadan protoplas setelah penambahan larutan pencuci.
Hasil dan Pembahasan
Isolasi protoplas
Metode isolasi protoplas dilakukan dengan cara yang terbaik dari penelitian sebelumnya studi isolasi protoplas. Dari hasil isolasi protoplas yang telah dilakukan
diperoleh bahwa jumlah protoplas yang dihasilkan densitasnya cukup tinggi yaitu 10
5
protoplasg sumber protoplas. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari kalus embriogenik lebih banyak dibandingkan jumlah protoplas yang dihasilkan dari
mesofil daun Tabel 16. Densitas protoplas yang dihasilkan dari kalus embriogenik adalah 15.1 x10
5
protoplasgram kalus dan 13.9 x10
5
protoplasgram mesofil daun. Adanya perbedaan densitas protoplas yang dihasilkan disebabkan oleh sel-sel yang
terdapat pada kalus embriogenik lebih mudah diisolasi karena kalus yang
Tabel 16. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari mesofil daun dan kalus embriogenik yang diisolasi dengen enzim selulase 1+maserozim 1
yang diinkubasi selama 16 jam. -------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber protoplas Densitas protoplas
protoplasgsumber protoplas Mesofil daun
13.9 x10
5
Kalus embriogenik 15.1 x10
5
digunakan merupakan kumpulan dari populasi sel yang merupakan hasil proses dediferensiasi dari jaringan nuselus membentuk kalus embriogenik yang sangat
friabel sedangkan mesofil daun merupakan jaringan yang sudah lengkap dan mempunyai kandungan lignin yang lebih banyak. Banyaknya kandungan lignin yang
terkandung di dalam jaringan daun tergantung dari asal tanaman donor. Jaringan daun yang berasal dari hasil kultur in vitro mengandung kandungan lignin yang lebih
sedikit dibandingkan kandungan lignin jaringan daun yang berasal dari pertanaman di lapang.
Bila diamati secara mikroskopik, kalus yang digunakan banyak mengandung sel-sel tunggal dan pre-embrio Gambar 12. Selain perbedaan jumlah dari protoplas
yang dihasilkan, perbedaan juga ditunjukkan oleh adanya warna hijau pada bagian dalam protoplas yang diisolasi dari jaringan daun Gambar 12E. Warna hijau
tersebut disebabkan oleh kandungan klorofil yang terdapat pada daun. Sedangkan protoplas yang berasal dari kalus tidak memperlihatkan warna hijau karena sel-sel
dari kalus tidak mengandung klorofil Gambar 12F. Adanya perbedaan warna protoplas yang dihasilkan dari kalus dan daun sangat menguntungkan pada saat
induksi fusi sehingga lebih mudah diamati peluang terjadinya fusi yang diinginkan. Terjadinya hetero fusi, homo fusi, dan multifusi dapat teramati secara jelas di bawah
mikroskop. Hetero fusi akan terlihat merupakan gabungan dari dua protoplas yang berwarna kehijaun protoplas dari daun dengan protoplas yang tidak berwarna
protoplas dari kalus. Demikian juga halnya dengan homo fusi terlihat merupakan gabungan dari dua protoplas yang berwarna hijau atau gabungan dari dua protoplas
yang tidak berwarna sedangkan yang multi fusi merupakan gabungan lebih dari dua protoplas.
Fusi protoplas
Polietilen glikol HOCH2CH2-O-CH2nCH2OH PEG adalah senyawa kimia yang larut dalam air. PEG dalam air mempunyai muatan sedikit negatif dan mampu
membentuk ikatan hidrogen dengan membran plasma pada protoplas. Dalam fusi protoplas, PEG berfungsi sebagai jembatan antar dua protoplas atau lebih sehingga
agregasi protoplas terjadi. Menurut Kao dan Michayluk 1975 proses fusi diawali dengan aglutinasi protoplas tanaman oleh PEG. Aglutinasi akan terjadi jika
ditambahkan PEG ke dalam suspensi protoplas pada konsentrasi 25-30. Penambahan ion Ca
2+
dalam campuran PEG dengan suspensi protoplas dapat meningkatkan frekuensi protoplas berfusi karena PEG dapat mengikat Ca
2+
sehingga membentuk jembatan antara membran dan PEG. Terbentuknya jembatan tersebut
akan meningkatkan agregasi protoplas Veilleux et al. 2005. Menurut Constabel 1980 konsentrasi PEG yang optimal bagi suatu jenis protoplas hanya dapat
diperoleh melalui rentetan percobaan. Hal ini disebabkan oleh kepekaan protoplas berbeda-beda karena tergantung kepada banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah berat molekul dari PEG yang digunakan, macam dan bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas, macam larutan yang digunakan, lama
perlakuan, kondisi fisik, temperatur, cahaya dan konsentrasi PEG yang digunakan. Konsentrasi PEG yang tinggi dapat bersifat toksik terhadap protoplas
tanaman.sehingga tidak bisa diregenerasikan. Dosis 41 ke atas PEG 6000 merupakan sitotoksik bagi tumbuh-tumbuhan pada umumnya sehingga pemakaian
konsentrasi PEG pada induksi protoplas sangat perlu diperhatikan Kao dan Michayluk 1975. Konsentrasi PEG yang baik digunakan untuk fusi protoplas adalah
pada konsentrasi 25-33 Constabel 1980. Pramana dan Lukas 1988 mendapatkan konsentrasi PEG terbaik untuk fusi protoplas angrek berkisar antara 25-35 dengan
konsentrasi optimalnya adalah 30.
Gambar 12. Penampakan gambar sumber protoplas yang digunakan sebelum isolasi, pada saat inkubasi dalam larutan enzim serta protoplas yang dihasilkan
A=tunas in vitro, B=kalus embrio- genik,C=inkubasi daun dalam larutan enzim, D=inkubasi kalus dalam larutan enzim, E=protoplas dari
mesofil daun20x dan F=protoplas dari kalus 20x.
Induksi fusi dengan PEG konsentrasi 30
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa lama inkubasi berpengaruh terhadap keberhasilan fusi setelah penambahan PEG 30. Jumlah
protoplas yang berfusi semakin banyak seiring dengan lama waktu inkubasi dalam larutan PEG. Berdasarkan hasil pengamatan tipe fusi yang dihasilkan diperoleh
bahwa semakin lama waktu inkubasi semakin banyak pula jumlah protoplas yang berfusi baik yang hetero fusi, homo fusi maupun multi fusi Gambar 13. Rata-rata
jumlah multi fusi lebih banyak dari hetero fusi dan homo fusi. Hal ini sudah terlihat pada pengamatan inkubasi selama 5 menit dalam larutan PEG 30. Rata-rata jumlah
multi fusi yang dihasilkan adalah 4,8 fusan pada inkubasi 5 menit, 7 fusan pada inkubasi 10 menit, dan 7.4 fusan pada inkubasi 15 menit. Bila dibandingkan dengan
A
D C
B
E F
1,6 3,6
4,8 3
5,6 7
5,6 6,8
7,4
1 2
3 4
5 6
7 8
R at
a- rat
a
pr o
to pl
a s be
rf us
ii
5 menit 10 menit
15 menit
Lama inkubasi
Hetero fusi Homo fusi
Multi fusi
Gambar 13. Tipe fusi hetero, homo, dan multi fusi dan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan setelah perlakuan PEG 30 inkubasi 5, 10,
dan15 menit. hasil fusi yang binner, homo fusi lebih banyak dari hetero fusi. Hal ini disebabkan
oleh peluang terjadinya homo fusi dua kali lipat dari peluang terjadinya hetero fusi. Homo fusi dapat terjadi antara dua protoplas dari mesofil daun atau dua protoplas dari
kalus sehingga peluangnya lebih tinggi. Rata-rata jumlah fusan yang hetero fusi adalah 1.6 inkubasi 5 menit, 3 fusan inkubasi 10 menit, dan 5.6 fusan inkubasi 15
menit serta 3.6 fusan inkubasi 5 menit, 5.6 fusan inkubasi 10 menit, dan 6,8 fusan inkubasi 15 menit. Terjadinya fusi protoplas diinduksi oleh adanya PEG yang dapat
memacu terjadinya adhesi antar protoplas meskipun dapat terjadi secara spontan Kao dan Michayluk 1975; Constabel 1980; Purwito 1999. Kemampuan PEG memacu
adhesi protoplas diawali dengan aglutinasi sehingga dapat merubah fungsi membran sel protoplas. Pada saat awal membran sel tertutup, protein permukaan pindah untuk
membentuk daerah yang kaya lipid. Selama periode tersebut pengaruh dehidrasi PEG pada membran sel dan kemampuan PEG mengikat posfolipid dalam membran
menginduksi adhesi antar sel-sel yang berdampingan Gamborg et al. 1981; Veilleux et al. 2005.
Selain itu, cara penambahan PEG di empat titik pada campuran suspensi protoplas juga berpengaruh terhadap kemampuan PEG menginduksi fusi.
Penambahan PEG pada bagian yang berlawanan akan meningkatkan frekuensi fusi karena adanya dorongan dari larutan PEG yang berlawanan sehingga dapat
meningkatkan frekuensi penempelan antara protoplas yang satu dengan protoplas lainnya. Sihachakr 1998 menambahkan PEG dalam empat titik yang berlawanan
disekitar suspensi protoplas untuk memfusikan protoplas pada tanaman kentang dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman. Demikian juga Husni et al. 2004
menggunakan cara yang sama untuk memfusikan protoplas tanaman terung dengan tekokak dan protoplas yang difusikan juga dapat diregenerasikan menjadi tanaman.
Tipe hasil fusi protoplas biasanya menghasilkan beberapa macam tipe karena sel fusan yang dihasilkan tidak bersifat spesifik random sehingga tanaman yang
dihasilkan melalui fusi protoplas mengandung variabilitas genetik yang tinggi. Variasi genetik yang tinggi dapat berasal dari regeneran protoplas hasil fusi yang
hetero, homo fusi, dan multi fusi. Selain itu variasi juga dapat disebabkan oleh terjadi penggabungan hanya pada sitoplasma saja yang biasa disebut sibrid atau
terjadi akibat proses subkultur yang berulang pada saat kultur dan regenerasi. Gamborg et al. 1981 melaporkan bahwa PEG efektif menginduksi terjadinya fusi
dengan frekuwensi mencapai 50 lebih. Hasil fusi protoplas yang dihasilkan juga bersifat non-spesifik dan keragaman genetik yang dihasilkan sangat tinggi. Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Wenzel 1980; Grosser et al. 1990; Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996 bahwa populasi dari tanaman yang diregenerasikan dari hasil
fusi protoplas juga mengandung variabilitas genetik yang tinggi. Sel-sel fusan yang terbentuk ada yang berupa hasil fusi antara dua jenis protoplas yang berbeda yang
disebut dengan hetero fusi. Ada yang berupa hasil fusi dari dua jenis protoplas yang sama yang disebut dengan homo fusi dan fusi lebih dari dua protoplas yang sama,
berbeda atau campuran yang disebut multi fusi Kao dan Michayluk 1975; Constabel 1980; Sihachakr 1998; Purwito 1999; Husni et al. 2004 dan Veilleux et al. 2005.
Perbedaan tipe hasil fusi yang diperoleh tersebut dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14. Penampakan hasil fusi protoplas dengan perlakuan PEG 30 perbesaran 20x.A=hetero fusi, B=homo fusi dan C=multi fusi.
Frekuwensi protoplas berfusi meningkat pada tipe hetero dan homo fusi setelah penambahan 200
µl larutan pencuci Gambar 15. Rata-rata jumlah hetero fusi meningkat dari 4.8 fusan menjadi 7.2 fusan, homo fusi dari 7 fusan menjadi 8.4,
fusan, dan multi fusi menurun dari 7.4 fusan menjadi 6.8 fusan. Peningkatan frekuensi fusi dapat disebabkan oleh modifikasi pH medium, adanya polikation
dalam media seperti Ca
2+
, atau dengan efek dehidrasi. Bertambahnya frekuensi berfusi pada penelitian ini disebabkan oleh adanya ion Ca
2+
dalam larutan pencuci yang ditambahkan berupa CaCl
2
. Puite 1991 melaporkan bahwa penambahan CaCl
2
dalam larutan pencuci dapat memacu fusi karena PEG dapat mengikat ion Ca
2+
atau kation lain. Kation Ca
2+
dapat membentuk jembatan antara membran protoplas dan PEG sehingga meningkatkan agregasi. Adanya ion Ca
+
Bila dibandingkan rata-rata jumlah protoplas, multi fusi lebih sedikit dibandingkan rata-rata jumlah binner fusi. Penurunan jumlah tersebut diduga
disebabkan oleh semakin besarnya agregat protoplas yang terbentuk dari multi fusi akibat semakin banyaknya jumlah protoplas yang berfusi setelah penambahan larutan
pencuci. Dengan semakin bertambah besarnya agregat-agregat multi fusi yang tinggi dalam larutan
hipotonik dapat meningkatkan frekuwensi fusi antar protoplas Kao dan Michayluk 1975; Veilleux et al. 2005.
A
C B
4,8 7 7,4
7,2 8,4
6,8
5 10
Ju m
la h
p ro
to p
la s b
e rf
u si
Sebelum Sesudah
Penambahan larutan pencuci
Hetero fusi Homo fusi
Multi fusi
Gambar 15. Perbandingan rata-rata jumlah protoplas berfusi sebelum dan sesudah penambahan larutan pencuci 200
µl ke dalam suspensi protoplas yang telah difusi dengan PEG 30.
terbentuk akan memperkecil peluang jumlah multi fusi yang teramati pada bidang pandang yang terlihat dibawah mikroskop pada perbesaran yang sama 20 kali.
Sedangkan yang binner fusi peluang teramati di bawah mikroskop tetap sama sehingga jumlah protoplas yang binner fusi yang teramati lebih banyak.
Induksi fusi dengan PEG konsentrasi rendah 4.
Penggunaan PEG 4 untuk induksi fusi dilakukan untuk melihat apakah PEG konsentrasi rendah dapat memacu terjadinya fusi karena besarnya konsentrasi
menentukan keberhasilan kultur dalam regenerasi setelah fusi. Constabel 1980 melaporkan bahwa penggunaan dosis PEG untuk induksi fusi perlu diperhatikan
karena di atas dosis tertentu mempengaruhi keberhasilan pada saat kultur .Gamborg et al. 1981 mengatakan bahwa penambahan PEG konsenterasi rendah 5 PEG
1540 pada susupensi protoplas dapat juga meningkatkan adhesi protoplas. Yang et al. 1988; Cheng-qi et al. 2004 menggunakan PEG konsentrasi rendah 4 untuk
memfusikan protoplas padi Oriza sativa L. dengan padi liar O. meyeriana L..
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa semakin lama waktu inkubasi dalam larutan PEG maka semakin banyak rata-rata jumlah protoplas
yang berfusi. Rata-rata jumlah multi fusi yang dihasilkan lebih banyak dari pada yang binner fusi Gambar 16. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan adalah 1.2 yang
hetero fusi, 1.8 yang homo fusi, dan 3.0 yang multi fusi pada induksi fusi selama 5 menit. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan dari induksi fusi selama 10 menit
adalah 2.2 hetero fusi, 3.8 homo fusi, dan 4.0 multi fusi serta 2.4 hetero fusi, 4.2 homo fusi, dan 4.8 hetero fusi dari induksi fusi selama 15 menit.
Sebagaimana hasil fusi yang digunakan dengan PEG 30, tipe fusi yang dihasilkan dengan PEG 4 juga bersifat rendom. Tipe fusi yang dihasilkan ada yang
binner hetero dan homo fusi dan multi fusi. Hal ini jelas terlihat dari penggabungan dari dua protoplas yang berbeda hetero fusi, penggabungan dari dua protoplas yang
sama homo fusi, gabungan dari beberapa protoplas multi fusi Gambar 17.
1,2 1,8
3 2,2
3,8 4
2,4 4,2
4,8
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
4,5 5
R a
ta -r
a ta
pr o
to pl
a s be
rf us
i
5 menit 10 menit
15 menit Lama Inkubasi
Hetero fusi Homo fusi
Multi fusi
Gambar 16. Tipe fusi hetero, homo, dan multi fusi dan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan setelah perlakuan PEG 4 inkubasi 5, 10, dan
15 menit.
Gambar 17. Induksi fusi antara protoplas yang diisolasi dari mesofil daun dankalus untuk mendeteksi fusi hetero karion dengan PEG 4 perbesaran 20x
A=heterofusi, B=homo fusi dan C=multi fusi
3 4
4,8 3,6
5,6 5,6
1 2
3 4
5 6
Ju m
la h
p ro
to p
la s b
e rf
u si
Sebelum Sesudah
Penambahan larutan pencuci Hetero fusi
Homo fusi Multi fusi
Gambar 18. Perbandingan rata-rata jumlah protoplas berfusi sebelum dan sesudah penambahan larutan pencuci 200
µl ke dalam suspensi protoplas yang telah difusi dengan PEG 4.
Penambahan 200 µl larutan pencuci yang mengandung CaCl
2
setelah perlakuan inkubasi dalam larutan PEG 4 juga dapat meningkatkan frekunsi fusi
sebagai mana penambahan larutan pencuci pada induksi fusi dengan PEG 30 Gambar 18. Dari gambar 18 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah hetero fusi
A B
C
bertambah jumlahnya dari 3 fusan menjadi 3.6 fusan, homo fusan dari 4 fusan menjadi 5.6 fusan, dan multi fusan dari 4.8 fusan menjadi 5.6 fusan.
Simpulan
1. Kombinasi enzim selulase Onozuka R-10 Yakult 1 dengan maserozim R-
10-Yakult 1 dalam larutan CPW dapat mengisolasi protoplas sebanyak 13.9 X 10
5
protoplasgram dari mesofil daun dan 15.1 X 10
5
2. Lama waktu inkubasi dalam larutan PEG berpengaruh terhadap banyak
jumlah protoplas yang mengalami fusi. protoplas g
dari kalus embriogenik.
3. Penggunaan PEG 30 lebih efektif dalam menginduksi terjadinya fusi dari
pada 4. 4.
Tipe fusi yang dihasilkan adalah binner fusi hetero fusi dan homo fusi dan multi fusi. Rata-rata jumlah hetero fusi yang dihasilkan dari PEG 30
adalah 1.6 fusan pada inkubasi 5 menit, 3.6 fusan, pada inkubasi 10 menit dan 4.8 fusan pada inkubasi 15 menit. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan
adalah 1.2 hetero fusi, 1.8 homo fusi, dan 3.0 multi fusi pada induksi fusi selama 5 menit. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan dari induksi fusi
selama 10 menit adalah 2.2 hetero fusi, 3.8 homo fusi, dan 4.0 multi fusi serta 2.4 hetero fusi, 4.2 homo fusi, dan 4.8 hetero fusi dari induksi fusi selama 15
menit. 5.
Frekuwensi protoplas berfusi hetero dan homo fusi meningkat setelah penambahan 200
µl larutan pencuci. Rata-rata jumlah hetero fusi meningkat dari 4.8 fusan menjadi 7.2 fusan, homo fusi dari 7 fusan menjadi 8.4, fusan,
dan multi fusi menurun dari 7.4 fusan menjadi 6.8 fusan dari PEG 30 dan hetero fusi dari 3 fusan menjadi 3.6 fusan, homo fusan dari 4 fusan menjadi
5.6 fusan dan multi fusan dari 4.8 fusan menjadi 5.6 fusan dari PEG 4.
Daftar Pustaka
Boss W. 1987. Fusion-permissive protoplasts. A plant system for studyng cell fusion. In: Cell Fusion. Eds. A.E. Sowers. Plenum Press, New York. 145-166.
Carlson PS. 1970. Methionine sulfoxinine-resistant mutants of tobacco. Science 180:1366-1368.
Cheng-qi Y, Kai-xian Q, Gang-ping X, Zhong-chang W, Yue-lei C, Qiu-heng Y, Xue-qing Z, Ping W. 2004. Production of bacterial blight resistant lines from
somatic hybridization between Oryza sativa L. and O. meyeriana L. Constabel F, Koblitz H, Kirkpatrick JW, Rambold S. 1980. Fusion of cell sap
vacuoles subsequent to protoplast fusion. Can. J. Bot. 58:1032-1034. Gamborg OL, Shyluk JP, Shahin EA. 1981. Isolation, Fusion and Culture of plant
Protoplasts. In: Thorpe, T.A Eds.. Plat Tissue Culture Methods and applications in agriculture:Academic Press p.115-153.
Gleba YY, Sidorov VA. 1984.Mechanical isolation and single cell culture of isolated protoplast and somatic hybrid Cells. In: Cell Culture and Somatic Cell
Genetc of Plants.1:423-427. Academic Press. Inc. New York-London- Tokyo-Sydney.
Gmitter FG, Grosser JW, Moore GA. 1992. Citrus. In: Hammerschlag, F.A. and R.E. Litz Eds.. Biotechnology of perennial fruit crops. Wallingford:CAB
International p.335-369. Grosser JW, Gmitter FG. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant
Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW. 1994. Observations and suggestion for improving somatic hybridization
by plant protoplast isolation, fusion, and culture. Hort Sci, 29:1241-1243. Husni A, Mariska I, Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi
antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 91:1-8.
Kao KN, Michayluck MR. 1975. Nutritional requirements for growth of Vicia hajastana cell and protoplast at a very low population density in liquid
media. Planta.125:105-110. Kameya T. 1984. Fusion of protoplast by dextran and electrical stimulus. In: Cell
Culture and Somatic Cell Genetc of Plants.1:423-427. Academic Press. Inc. New York-London-Tokyo-Sydney.
Kobayashi S and Ohgawara T.1988. Production of somatic hybrid plants through protoplast fusion in Citrus. J. Agric. Rev. Quarterly. 22:181-188.
Miranda M, Motumura T, Ikeda F, Ohgawara T, Saito W, Endo T, Omura M, Moriguchi T. 1997. Somatic hybrids obtained by fusion between Poncirus
trifoliate 2x and Fortunella hindsii 4x protoplasts. Plant cell Reports, 16:401-405.
Mouraho Filho FAA. 1995. Protoplast fusion of citrus for rootstock and secion improvement with emphasis on wide hybridization. Gainesvile: Ph.D Thesis
of University of Florida 152p. Mouraho Filho FAA, Gemitter FG, Grosser JW. 1996. New tetraploid breeding
parents for triploid citrus cultivar development. Fruit Varieties Journal, University Park, 502:76-80.
Oliveira RP, Mendes BMJ, Tulmann Neto A. 1994. Cultura de celulas em suspensao de dois porta-enxertos de citros. Revista Brasileira de Fisiologia Vegetal.
62:141-144. Ollitrault P, Luro F. 1995. Amelioration des agrumens et biotechnologie. Fruit,
50 :267-279. Ollitrault P, Dambier D, Luro F. 1996. Somatic hybridization in Citrus; some new
hybrids and alloplasmic plants. Proc. Int. Soc. Citricult.2:907-912. Power JB, Cummins SE, Cocking EC. 1975. Fusion of isolated plant protoplasts.
Nature 255:1016-1018. Pramana B, Lukas S. 1988. PEG treatment for inducing the protoplasts fusion in
Vanda sp. Orchidaceae. 23p. Asean Orchid Congress, Jakarta. Purwito A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang.
Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Puite KJ. 1991. Somatic hybridization. In Biotol Biotechnology by Open Learning
Eds.. Biotechnology Innovations in Crops Improvement. Butterworth- Heinemann Ltd., Oxford.
Saunders JA, Bates GW. 1972. Chemically induced fusion of plant protoplasts.In: Cell Fusion Eds. A.E. Sowers. Plenum Press, New York. 497-520.
Spiegel-Roy P, Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University
Press. 221 p.
Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of Prtoplasts of Eggplant. Morphogenese Vegetale Experimentale,
Bat.360.Universite Parissud, France Tidak dipublikasi. Vardi A, Breiman A, Galun E. 1987. Citrus cybrids: production by donor-recipient
protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles. Theor. Appl. Genet., 75:51-58.
Veilleux RE, Compton ME, Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant Improvement In Trigiano RN and Gray DJ Eds Plant Development and
Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC. Wenzel, G. 1980. Protplast techniques incorporated into applied breeding program.
In: L. Ferenczy L and G. L. Farkas, eds.. Advences in rotoplast Research. Pergamon Press. Oxford, pp 327-340.
Yang ZQ, Shiknai T, Yamada Y. 1988. Asymmetric fertile rice Oryza sativa L. protoplast. Theor. Appl. Genet. 76:801-808.
BAB VI ISOLASI PROTOPLAS, FUSI PROTOPLAS DAN REGENERASI HASIL