Daerah Aliran Sungai DAS

pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambutbakau. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas. Perubahan tataguna lahan dibagian hulu DAS seperti reboisasi, pembalakan hutan, deforestasi, budidaya yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi akan berdampak pada bagian hilirnya, sehingga DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan dari segi tata air. Oleh karena itu yang menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS sering kali DAS bagian hulu, mengingat adanya keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai unit pengembangannya. Ada tiga aspek utama yang selalu menjadi perhatian dalam pengelolaan DAS yaitu jumlah air water yield, waktu penyediaan water regime dan sedimen. DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh peubah presipitasi hujan sebagai masukan ke dalam sistem. Disamping itu DAS mempunyai karakter yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur-unsur utamanya seperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan tataguna lahan. Karakteristik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di tempat tersebut dapat memberi pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai Seyhan, 1977. Dalam hal ini air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalami proses yang dikontrol oleh sistem DAS menjadi aliran permukaan surface runoff, aliran bawah permukaan interflow dan aliran air bawah tanah groundwater flow. Ketiga jenis aliran tersebut akan mengalir menuju sungai, yang tentunya membawa sedimen dalam air sungai tersebut. Selanjutnya, karena daerah aliran sungai dianggap sebagai sistem, maka perubahan yang terjadi disuatu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain dalam DAS Grigg, 1996. Bagian hilir dari DAS pada umumnya berupa kawasan budidaya pertanian, tempat pemukiman perkotaan, dan industri, serta waduk untuk pembangkit tenaga listrik, perikanan dan lain-lain. Daerah bagian hulu DAS biasanya diperuntukan bagi kawasan resapan air. Dengan demikian keberhasilan pengelolaan DAS bagian hilir adalah tergantung dari keberhasilan pengelolaan kawasan DAS pada bagian hulunya. Kerusakan DAS dapat ditandai oleh perubahan perilaku hidrologi, seperti tingginya frekuensi kejadian banjir puncak aliran dan meningkatnya proses erosi dan sedimentasi. Kondisi ini disebabkan belum tepatnya sistem penanganan dan pemanfaatan DAS Brooks et al, 1989.

2.5 Garis Sempadan Sungai GSS

Sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir ditambah lebar longsor tebing sungai sliding yang mungkin terjadi, lebar bentaran ekologi dan lebar bantaran yang diperlukan terkait dengan letak sungai. Sedangkan bantaran sungai adalah daerah pinggiran sungai yang tergenangi pada saat banjir flood Plain. Sempadan sungai merupakan daerah ekologi dan sekaligus hidrolis sungai yang sangat penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan sungainya karena secara hidrolis dan ekologis merupakan satu kesatuan. Garissempadansungaibertanggul di dalamkawasanperkotaanditentukan paling sedikitberjarak 3 m tiga meter daritepiluar kaki tanggulsepanjangalursungai PemerintahRepublik Indonesia, 2011. Ketentuan mengenai garis sempadan sungai setidaknya harus berdasarkan pada pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pemerintah daerah masing-masing. Sempadan sungai merupakan daerah ekologi dan sekaligus hidrolis sungai yang sangat penting. Sedang penetapan lebar sempadan menurut Maryono 2005; didasarkan proses perubahan fisik morphologi, hidraulik, ekologi dan sosialkeamanan masyarakat. Sempadan sungai selanjutnya dibagi menjadi bantaran banjir flood plain, bantaran longsor sliding plain, bantaran ekologi penyangga dan bantaran keamanan.

2.6 Perumahan Dan Permukiman

Menurut Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Selaku Ketua Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional BKP4N Nomor : 217KPTSM2002 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman KSNPP menjelaskan, Perumahan dan permukiman merupakan salah satu sektor yang strategis dalam upaya membangun manusia Indonesia yang seutuhnya. Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan dan permukiman, “papan” juga berfungsi strategis di dalam mendukung terselenggaranya pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi akan datang yang berjati diri. Bila visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mengusahakan dan mendorong terwujudnya kondisi setiap orang atau keluarga di Indonesia yang mampu bertanggung jawab di dalam memenuhi kebutuhan perumahannya yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan guna mendukung terwujudnya masyarakat dan lingkungan yang berjati diri, mandiri, dan produktif. Sebagaimana disadari bahwa persoalan kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat yang menghuninya. Selain secara fisik perumahan harus memenuhi syarat rumah sehat kesehatan, perilaku hidup sehat dari masyarakat sangat penting dan strategis untuk terus didorong dan ditumbuhkembangkan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Disamping itu aktualisasi pembangunan yang berwawasan kesehatan sangat diperlukan dalam upaya penanganan permukiman kumuh, dan pencegahan terjadinya lingkungan yang tidak sehat serta menghambat penciptaan lingkungan permukiman yang responsif. Aktualisasi tersebut tetap dalam kerangka pelaksanaan program lingkungan sehat sebagai bagian dari program pembangunan yang berwawasan kesehatan, yang bertujuan khususnya untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang sehat mendukung tumbuh kembangnya anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar