16 Sekitar 80 bahan pencemar yang ditemukan di laut adalah berasal dari kegiatan
manusia di daratan land-based activities UNEP, 1990. Bahan-bahan pencemar ini berasal dari berbagai kegiatan seperti kegiatan industri, pertanian, rumah
tangga dan lain-lain yang berada di kawasan pesisir daratan dan lahan atas, akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja perairan sungai
penerima, tetapi juga pesisir dan lautan. Menurut Sutamihardja et al. 1982 dan Dahuri 1998, secara garis besar
sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokan menjadi tujuh kelas, yaitu industri, limbah cair permukiman sewage, limbah cair perkotaan
urban stormwater, pertambangan, pelayaran, pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan salah satu bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan
limbah dari ketujuh sumber tersebut adalah berupa sedimen. Besar kecilnya jumlah pencemaran sedimen dipengaruhi oleh besar kecilnya tingkat yang
dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir daratan.
2.2 Pembangunan
Menurut Kartasasmita 1997 definisi pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana. Siagian 1994 mengatakan bahwa pembangunan adalah suatu usaha
atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa nation building. Lebih jauh, cukup penting pula untuk disimak pengertian pembangunan
pada jenjang pemerintahan yang lebih bawah. Pada pola dasar pembangunan daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2002-2007 misalnya mengatakan bahwa
pembangunan adalah suatu proses perubahan yang berkelanjutan menuju peningkatan kualitas kehidupan yang menempatkan manusia sebagai pelaku,
dengan memanfaatkan teknologi dan sumberdaya alam yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan menurut UU no.23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana yang
17 memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini dan generasi masa depan. Menurut Brounland
1987 dalam Our Common Future
pembangunan berkelanjutan adalah keterpaduan konsep politik untuk melakukan perubahan yang mencakup berbagai masalah baik sosial,
ekonomi maupun lingkungan. Tujuan pembangunan berkelanjutan mencakup tiga dimensi yaitu
keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi economic growth, keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata social progress dan
keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang ecological balance
. Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan dengan berhasil baik akan memberikan manfaat yang nyata bagi pemerintah, usaha swasta dan
masyarakat yang ketiganya merupakan pilar utama good governance, karena dapat menjaga kesinambungan pembangunan, menjamin tersedianya sumberdaya,
menjunjung tinggi harkat dan martabat warga serta meningkatkan pemerintah yang baik.
Menurut Dahuri et al. 1996, pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau
lebih ekos istem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu integrated guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara
berkelanjutan sustainable. Dalam konteks ini, keterpaduan integration mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan
ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat
pemerintah tertentu horizontal integration; dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat vertical
integration . Keterpaduan sudut pandang keilmuan menyaratkan bahwa didalam
pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin interdisciplinary approaches, yang melibatkan bidang ilmu
ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang
terjalin secara kompleks dan dinamis.
18 Dalam pembangunan wilayah pantai di Jakarta Utara yang menonjol
adalah pembangunan reklamasi pantai. Reklamasi pantai merupakan usaha pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kualitas lahan melalui pemberdayaan
berbagai teknologi, pemberdayaan masyarakat yang difokuskan pada lahan yang secara alami berkualitas rendah serta pengaruh manusia yang menyebabkan lahan
tersebut kurang produktif. Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air, 2006. Peraturan Daerah KabupatenKota Serang Nomor 05 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kawasan Pantai mendefinisikan reklamasi pantai sebagai kegiatan untuk mengembalikan bidang tanah yang hilang akibat abrasi garis pantai.
Dalam kegiatan reklamasi pantai terdapat tiga tahap yaitu tahap pra- kontruksi, tahap kontruksi dan tahap operasi AMDAL Regional Reklamasi Dan
Revitalisasi Pantura Jakarta, 1998. Tahap pra-kontruksi meliputi kegiatan perencanaan reklamasi menurut blok rencana, tahapan dan ketentuan teknis,
sosialisasi dan koordinasi perencanaan, pengurusan perijinan, penyiapan sumber material untuk bahan urugan. Tahap kontruksi meliputi kegiatan mobilisasi
peralatan untuk reklamasi, mobilisasi tenaga kerja untuk kontruksi, pengadaan bahan urugan dari lokasi pengerukan ke lokasi reklamasi, penggelaran bahan
urugan di lokasi reklamasi, pembangunan tanggul, pembangunan vertical drain, kompaksi dan surcharge pembangunan gedung, perumahan, perkantoran niaga
dan rekreasi, pembangunan prasarana dan sarana dasar di atas lahan reklamasi. Sedangkan tahap operasi meliputi kegiatan penghunian rumah susun sederhana
oleh target group, aktivitas niaga dan jasa bahari di masing-masing lokasi yang dibina, penggunaan air bersih, pembuangan air kotor, drainase dan sampah.
Aktivitas pembangunan yang terjadi di pantai utara Jakarta selain menghasilkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa
pencemaran lingkungan. Menurut Williams 1974 pencemaran lingkungan adalah sesuatu yang timbul apabila ada keluhanteriakan dari masyarakat sebagai
akibat adanya degradasi mutu suatu lingkungan. Adapun pengaruh negatif ,
yaitu aspek kerusakan lingkungan
, merupakan kemunduran atau degradasi mutu suatu
lingkungan dan akan menimbulkan kerusakan ekosistem setempat. Disamping itu
juga dapat berpengaruh negatif pada aspek lainnya seperti kesehatan yang dapat menimbulkan turunnya kodisi kesehatan masyarakat, kesejahteraan hidup
19 manusia
, dan aspek sosial ekonomi serta estetika. Sedangkan menurut Group of
Expert on Scientific Aspects Marine Pollution GESAMP pencemaran laut adalah
masuknya zat-zat atau energi ke dalam lingkungan laut termasuk estuari, baik langsung maupun tidak langsung sebagai adanya kegiatan manusia dan yang
menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut, kehidupan di laut, serta secara visual mereduksi dan mengurangi estetika. Jenis zat-zat yang dimaksud adalah:
1 Bahan anorganik kelompok logam berat beracun seperti Merkuri Hg, Kadmium Cd, Timah hitam Pb, Seng Zn, Nikel Ni, yang bersifat tahan
proses pelapukan non degradable baik secara fisika, kimia maupun biologi; 2 Bahan anorganic kelompok N, P, K dan bahan clay mineral; 3 Bahan organik
beracun yang non degradable meliputi organohalogen DDT, aldrin, endrin dll. merupakan kelompok biosida, organo phosphate malathion, parathion, guthion
kelompok biosida dan kelompok hidrokarbon yaitu minyak bumi; 4 Bahan organik limbah permukiman domestic waste biodegradable; 5 Limbah
konstruksi contruction pollution; 6 Limbah radioaktif; dan 7 Panas thermal pollution.
Pencemaran terjadi bila daya dukung suatu perairan terlampaui, sehingga proses self natural purification tidak dapat mengatasi banyaknya zat pencemar
yang masuk. Nitrogen dan fosfor yang berlebihan dalam tubuh air menyebabkan serangkaian pengaruh yang tidak diinginkan
. Salah satu dampak yang penting
adalah terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi mengacu kepada peningkatan kecepatan supply
zat organik ke suatu ekosistem, yang biasanya dihubungkan dengan pengkayaan nutrien sehingga meningkatkan produksi primer pada sistem tersebut
Nixon, 1995 dalam EEU, 2001. Tingkat-tingkat eutrofikasi bervariasi tergantung pada penyebab alami dari satu area ke area yang lain. Nutrien utama
penyebab eutrofikasi adalah nitrogen dalam bentuk nitrat, nitrit atau ammonia dan fosfor dalam bentuk ortho fosfat.
Pertumbuhan algae planktonik yang cepat, meningkatkan jumlah pengendapan zat organik ke dasar tubuh air. Ini memungkinkan terjadinya
peningkatan dengan berubahnya komposisi species dan fungsi jaring makanan pelagis dengan menstimulasi pertumbuhan flagellata-flagellata kecil dari pada
diatom yang lebih besar, sehingga menyebabkan penurunan pemangsaan
20 kopepoda dan meningkatkan sedimentasi. Eutrofikasi juga dapat meningkatkan
risiko bloom algae beracun yang dapat menyebabkan perubahan warna perairan, terbentuknya buih-buih, kematian fauna laut dan ikan-ikan atau peningkatan
keracunan pada manusia. Peningkatan pertumbuhan dan dominansi macroalgae filamentik
yang sangat cepat pada area perairan dangkal adalah akibat lain dari berlebihnya nutrient yang akan mengubah ekosistem perairan pantai, peningkatan
risiko penipisan oksigen lokal dan menurunkan biodiversitas dan tempat pemijahan ikan. Pengaruh utama eutrofikasi adalah :
1 Perubahan struktur dan fungsi ekosistem marin. 2 Penurunan biodiversitas.
3 Penurunan sumberdaya alam dari jenis-jenis ikan demersal dan kerang- kerangan.
4 Penurunan masukan dari budidaya laut atas jenis ikan dan kerang. 5 Penurunan jumlah rekreasi dan pemasukan dari turisme.
6 Peningkatan risiko keracunan atas hewan dan manusia dari algae beracun EEA, 2001:8,9.
2.3 Analisis Dampak