Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi Konsep Diri Sinden Campursari Di Kota Kediri)

(1)

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh gelar Sarjana Srata I ( S1) Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Oleh

Aditya Prihartono Utomo Nim : 41807174

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

2012


(3)

(4)

iv

Budaya daerah Jawa terkenal akan kesenian yang begitu kental dan memiliki harmonisasi indah yang masih dekat dengan sejarah masa-masa kerjaan dahulu, kebudayaan tersebut bisa dilihat dari kesenian tradisional yaitu musik Campursari, musik Campursari tak bisa lepas dari seorang penyanyinya yang biasa disebut Sinden. Sinden merupakan adat dari Jawa, berupa nyanyian lagu tradisional yang dibawakan oleh seorang wanita muda yang mengenakan kebaya lengkap dengan selendang panjang. Sinden adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Sinden yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Banyak sinden- sinden lokal yang telah terlahir dan memiliki prestasi dari Kota Kecil di provinsi jawa Timur, di Kota ini banyak sekali terdapat sinden-sinden yang sudah banyak dikenal oleh para dalang-dalang professional, meski dunia kesenian tradisional mulai surut peminatnya, namun para sinden-sinden tersebuut tetap berkarya dan saat ini nama sinden sudah mulai di perhitungkan kembali di dunia musik bangsa ini.

Untuk mengungkapkan fenomena ini, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tradisi penelitian fenomenologi. Penelitian ini berlangsung dengan mengunakan observasi langsung, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan materi audio visual sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola komunikasi yang dibangun sinden di Kota Kediri , baik itu dengan masyarakat maupun dengan sesama sinden ainnya, terbagi dalam beberapa proses, yaitu: waktu, intensitas, tempat, bahasa, dan situasi komunikasi. Dari realitas sinden di kota Kediri, profesi sinden tidak menadang umur dan materi, rata-rata mereka menekuni dunia sinden karena memiliki bakat seni yang kuat di bidang kesenian khususnya kesenian tradisional jawa.


(5)

1

1.1Latar Belakang Masalah

Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya. Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran


(6)

kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Budaya daerah Jawa terkenal akan kesenian yang begitu kental dan memiliki harmonisasi indah yang masih dekat dengan sejarah masa-masa kerjaan dahulu, kebudayaan tersebut bisa dilihat dari kesenian tradisional yaitu musik Campursari, musik Campursari tak bisa lepas dari seorang penyanyinya yang biasa disebut Sinden. Sinden merupakan adat dari Jawa, berupa nyanyian lagu tradisional yang dibawakan oleh seorang wanita muda yang mengenakan kebaya lengkap dengan selendang panjang. Sinden adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Sinden yang baik


(7)

serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Menurut Ki Mujoko Raharjo (1997:24) Sinden berasal dari kata

“pasindhian” yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan

(melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang di sajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah Sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang) dalam pergelaran saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.

Pada pergelaran wayang zaman dulu, Sinden duduk di belakang Dalang, tepatnya di belakang tukang gender dan di depan tukang Kendhang. Hanya seorang diri dan biasanya istri dari Dalangnya ataupun salah satu pengrawit dalam pergelaran tersebut. Tetapi seiring perkembangan zaman, terutama di era Ki Narto Sabdho yang melakukan berbagai pengembangan, Sinden selalu tempatnya menghadap ke penonton tepatnya di sebelah kanan Dalang dan membelakangi simpingan wayang dengan jumlah lebih dari dua orang. Di era modern sekarang ini Sinden mendapatkan posisi yang hampir sama dengan artis penyanyi


(8)

menyajikan lagu tetapi juga harus menjaga penampilan, dengan berpakaian yang rapi dan menarik. Sinden tidak jarang menjadi "pepasren" (penghias) sebuah panggung pertunjukan wayang. Bila Sindennya cantik-cantik dan muda yang nonton akan lebih kerasan dalam menikmati pertunjukan wayang. Perkembangan wayang saat ini bahkan Sinden tidak hanya didominasi wanita tetapi telah muncul beberapa orang Sinden laki-laki yang mempunyai suara merdu seperti wanita, tetapi dalam dandannya Sinden ini tetap memakai pakaian adat jawa selayaknya pengrawit pria lainnya dan beberapa waktu lalu Sinden laki-laki ini malah menjadi

trend para Dalang untuk menghasilkan nilai lebih pada pergelarannya. Profesi seorang Sinden selalu tidak bisa lepas dari iringan musik jawa yang sangat akrab di dengar di kalangan masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah sejak zaman kerajaan, musik itu terdengar tradisional karena menggunakan alat-alat tradisional yang dibuat dari hasil bumi seperti gamelan, seruling, gong, genong dan lain-lain. Harmonisasi musik itu bernama Musik Campursari, namun dengan beriringnya perkembangan zaman musik Campursari mengalami perubahan dari segi arasemen musik dan lirik lagunya. Campursari merupakan salah satu bentuk kesenian yang hidup di Jawa. Bentuk musik ini merupakan perkawinan antara musik modern dengan musik etnik. Dimana dalam musik ini para seniman mencoba memadukan dua unsur musik yang berbeda untuk dapat memunculkan suatu bentuk musik yang baru. Dalam hal ini, instrumen etnik yang digunakan adalah gamelan yang dipadukan dengan instrumen musik modern seperti gitar elektrik, bass, drum, dan keyboard.


(9)

seniman dari musik tradisi dengan para pelaku musik kreatif. Karena hal ini dianggap menurunkan suatu nilai tradisi yang terkandung dalam gamelan sebagai salah satu bentuk musik istana. Namun, bagi seniman pelaku musik kreatif, hal tersebut bukan merupakan suatu penghalang yang berarti. Buktinya Campursari dapat berkembang hingga meluas pada masyarakat di luar kebudayaan musik itu berasal. Hingga beberapa tahun yang lalu bentuk musik ini sempat dipopulerkan di Indonesia oleh Manthous dan Didik Kempot. Karena bentuk musik enak didengar dan dengan nuansa tradisi yang dibawa akhirnya musik ini diminati banyak orang dari berbagai kalangan di Indonesia. Tak heran jika selanjutnya muncul banyak kelompok musik Campursari di daerah-daerah. Fenomena seperti ini tampaknya kurang begitu diperhatikan oleh masyarakat Indonesia. Sebuah musik yang mampu mengusung suatu etnisitas mampu diterima oleh masyarakat luas tanpa menghapus identitas dari masyarakat pemilik musik itu sendiri. Dan di dalam musik ini, jika kita mendengarkan perasaan kita akan terbawa masuk kedalam nuansa Jawa. Berbeda dengan ketika kita mendengarkan musik pop yang saat sekarang sedang digandrungi para remaja. Jelas, kita tidak bisa membedakan antara musik Indonesia dengan musik pop yang berkembang di luar negeri tanpa teks musikal yang ada. Karena secara musikal bentuk musik tersebut akan sama. Di provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah profesi Sinden sudah banyak ditekuni oleh para wanita muda yang memiliki ketertarikan akan keindahan budaya kesenian jawa, pada umumnya mereka belajar mengembangkan atau menyanyikan lagu jawa yang dilatih oleh seorang Dalang pewayangan daerah mereka, dan


(10)

halus dan lembut, selain itu para calon Sinden tersebut juga harus belajar mempercantik penampilan mereka dengan riasan khas budaya jawa, yaitu wanita dengan berbusana kebaya lengkap dengan aksesoris selendang dan sanggul konde. Menurut para penikmat campursari, seorang Sinden bisa terkenal karena penampilannya di saat dia membawakan lagu-lagu jawa dengan pesona yang dia miliki yang dia suguhkan untuk para penonton kesenian Campursari dan pewayangan. Tak jarang pula profesi ini juga mengalami pasang surut popularitasnya, di saat orang mulai bosan dengan keindahan sosok Sinden yang sebelumnya maka para penikmat Sinden tersebut akan mencari Sinden yang lebih berkualitas dari Sinden-Sinden yang sebelumnya, hal inilah yang membuat persaingan profesi penyanyi Sinden Campursari juga menumbuhkan perjuangan mempertahankan eksistensi demi mendapatkan citra baik di mata penikmat musik Campursari di provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah khususnya Kota Kediri.

Gambar 1.1 Sinden Campursari


(11)

interaksi keseharian mereka, hal ini merupakan sebuah konsep diri yaitu sebuah pencitraan diri yang diciptakan oleh lingkungan sekitarnya di saat dia berinteraksi. George Herbert Mead mengembangkan teori dan konsep yang dikenal sebagai Interaksionisme Simbolik. Berdasar dari beberapa konsep teori dari tokoh-tokoh yang mempengaruhinya beserta pengembangan dari konsep-konsep atau teori-teori tersebut, Mead mengemukakan bahwa dalam teori-teori Interaksionisme Simbolik, ide dasarnya adalah sebuah simbol, karena simbol ini adalah suatu konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat dari kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dan dalam proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali dengan pemikiran. Dalam tinjauannya di buku Mind, Self and Society, Mead berpendapat bahwa bukan pikiran yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dulu muncul dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut. Dan analisa George Herbert Mead ini mencerminkan fakta masyarakat atau yang lebih umum disebut kehidupan sosial menempati prioritas dalam analisanya, dan Mead selalu memberi prioritas pada dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial karena keseluruhan kehidupan sosial mendahului pikiran individu secara logis maupun temporer. Kelompok sosial hadir lebih dulu dan dia mengarah pada perkembangan ( George Herbert Mead , 2007:96)

Kekayaan dan keagungan budaya Jawa, kini semakin terancam punah. Semakin sedikit pula masyarakatnya yang sadar akan kebudayaan itu sendiri. Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan baik budayanya


(12)

budaya serta keinginan untuk menjaganya juga semakin rendah. Hal ini terbukti, karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu akan budayanya sendiri, lebih senang dengan budaya asing yang dianggap “keren”. Banyak dari kalangan masyarakat yang lebih suka mengenakan produk asing, mengembangkan pemikiran asing yang dianggap modern, dan hal ini juga melanda pada bahasa yang mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan yang terjadi sekarang ini adalah banyak dari pemuda daerah yang lupa akan budaya mereka. Banyak dari remaja yang tidak lagi menguasai bahasa Jawa dengan baik.

Semakin lama Budaya Jawa semakin tergerus oleh jaman, terlihat dari sebuah fakta bahkan atau mungkin kita mengalami sendiri saat guru mengajari tembang Jawa justru ditertawakan oleh murid-muridnya. Sebagian orang menganggap menguasai budaya bukanlah hal yang penting, mereka menganggap ini adalah hal yang usang dan kuno dan menghambat kemajuan. Eksistensi budaya menjadi terancam, karena masyarakat yang merasakan kemajuan jaman selalu beranggapan bahwa budaya daerah tidaklah penting karena yang ada dalam otak mereka adalah bagaimana caranya dapat terus mengikuti kemajuan Iptek yang terjadi.


(13)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengindentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akan di teliti yaitu :

1.2.1 Rumusan Pertanyaan Makro

Bagaimana Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi Konsep Diri Sinden Campursari Kota Kediri)

1.2.2 Rumusan Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana Sinden Campursari Kota Kediri memaknai diri (self) nya di lingkungannya di Kota Kediri ?

2. Bagaimana Society memaknai seorang Sinden Campursari di lingkungannya di Kota Kediri ?

- Keluarga.(keluarga inti)

- Teman ( teman bermain dan seprofesi) - Lingkungan ( lingkungan tempat tinggal)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana konsep diri Sinden Campursari dalam suatu profesi di Kota Kediri (Studi Fenomenologi Konsep Diri Sinden Campursari Kota Kediri dalam mempertahankan Budaya Jawa sebagai Budaya Nusantara).


(14)

1. Untuk mengetahui Sinden Campursari Kota Kediri memaknai diri (self)nya dalam lingkungannya di Kota Kediri

2. Untuk mengetahui Society memaknai seorang Sinden Campursari di dalam bidang lingkungannya di Kota Kediri ?

- Keluarga. - Teman - Lingkungan

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan keilmuan yang berhubungan dengan masalah penelitian tentang konsep diri Sinden Campursari di Kota Kediri dalam mempertahankan budaya warisan jawa budaya Indonesia.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Kegunaan Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai profesi Sinden Campursari di Kota Kediri.

2. Kegunaan Bagi Universitas

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum, program Ilmu Komputer Indonesia secara umum, program Ilmu Komunikasi secara khusus sebagai literatur atau untuk sumber


(15)

melaksanakan penelitian pada kajian yang sama. 3. Kegunaan bagi Masyarakat

Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum adalah untuk mengetahui tentang profesi Sinden Campursari di Kota Kediri Jawa Timur


(16)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.1.1.1Skripsi Yoerdi Avrizal (Universitas Padjadjaran Jurusan Manajemen Komunikasi)

Yoerdi Avrizal, KXO 050735, 2005, Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, “Konsep Diri Anak Indigo”. HGj. Jenny Ratna Suminar, Dra., M. Si., sebagai pembimbing utama dan Pramono Benjamin, Drs., M. Pd., sebagai pembimbing pendamping.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep diri anak indigo.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi fenomenologi.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terus terang atau tersamar, wawancara mendalam, tidak terstruktur tetapi terfokus.Informant yang terlibat dalam penelitian ini ada lima anak indigo yang tergabung dalam Yayasan Peduli Pendidikan Anak Indigo (YPPAI).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa anak indigo memandang dirinya berbeda dengan yang lainnya. Berdasarkan sudut pandang, kemampuan, frekuensi, interest dan perasaan. Ideal diri anak indigo ketika berinteraksi adalah tidak terbuka, karena sering dipersepsikan yang macam-macam oleh masyarakat luas dan mereka lebih nyaman berinteraksi dengan sesamanya. Anak indigo memaknai kemampuannya sebagai suatu kelebihan


(17)

karena tidak dimiliki oleh orang lain. Anak indigo mengendalikan dirinya dalam menghadapi kemampuannya yaitu dengan menggunakan kemampuannya hanya untuk hal yang positif dan mereka selalu berhati-hati dalam berbicara untuk menghindari sesuatu yang membuat kepanikan masyarakat.

2.1.1.2Skripsi I Gusti Putu Murni (Universitas Padjadjaran Jurusan Manajemen Komunikasi)

I Gusti Putu Murni, KXO03448, Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Judul penelitian : “Konsep Diri dan Self Disclosure Waria (Studi Kualitatif Dengan Pendekatan Fenomenologi Mengenai Konsep Diri Self Disclosure Waria Dalam Melakukan Komunikasi Antar Pribadi

di Bandung)”. Dosen pembimbing utama Prof. Dr. H. Engkus Kuswarno, Drs,

M.S, dan pembimbing pendamping Slamet Mulyana, Drs, M.I.Kom Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana latar belakang kehidupan waria, bagaimana konsep diri waria, bagaimana self disclosure waria dalam melakukan komunikasi antarpribadi.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Subjek penelitian terdiri dari lima informant yaitu waria yang bekerja sebagai staf Yayasan Srikandi Pasundan. Metode pengumpulan data sebagaimana metode kualitatif lainnya dilakukan dengan teknik observasi, wawancara.Analisis penelitian dilakukan dengan membandingkan fenomena yang ada dengan kajian teori yang berkaitan dengan topik penelitian.


(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya yang melatar belakangi seseorang menjadi waria adalah adanya beberapa penyebab yaitu faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosiologis.Kaum waria yang aktif di lingkungan organisasi Srikandi Pasundan memiliki konsep diri yang cukup positif. Mereka memandang dunianya dari sisi konstruktif, mereka dapat menerima diri sendiri sebagai seorang waria apa adanya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang diri sendiri dengan baik, mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, dapat menghadapi kehidupan selalu bertindak dengan keberanian dan spontan, ingin memberikan kontribusi bagi kaum waria lainnya. Hal ini tidak terlepas dari proses interaksi dalam menyerap pandangan-pandangan positif dari lingkungan kerjanya. Kaum waria umumnya melakukan self disclosure kepada kakak perempuan mereka dan lebih berani mengungkapkan diri kepada teman perempuan dibandingkan teman laki-laki, dan memperoleh umpan balik yang positif setelah melakukan self-disclosure dan dapat mempererat suatu hubungan.

2.1.1.3Skripsi Sarah Siti Zakiah (Universitas Komputer Indonesia Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas)

KOMUNIKASI REMAJA BROKEN HOME (Studi Fenomenologi Komunikasi Remaja Broken Home Dengan Orang Tuanya di Kota Bandung)

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui Komunikasi Remaja Broken Home dengan Orang Tuanya di Kota Bandung. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kondisi keluarga broken home, konsep diri remaja broken home bagaimana anak dan orang tua memaknai pentingnya komunikasi di dalam


(19)

keluarga, untuk mengetahui realitas sosial remaja broken home, dan juga komunikasi remaja broken home dengan orang tuanya di kota Bandung. Penelitianini menggunakan pendekatan ku alitatif dengan informan yang berjumlah 8 (delapan) orang. Data diperoleh m elalui wawancara mendalam, observasi, studi literatur, internet searching, jug a triangulasi. Adapun teknik analisis datayang digunakan adalah reduksi data, pe ngumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi. Hasil pene litian menunjukan bahwa

kondisi keluarga broken home merupakan kondisi keluarga yang tidak harm onis,tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera.

Konsep diri dari remaja broken home menunjukkan bahwa mereka berperilaku s esuai dengan penilaian terhadap diri mereka sendiri, yaitu remaja yang berasal dari keluarga tidak harmonis. Selain itu remaja broken home dan orang tua m enyadari pentingnya komunikasi dalam keluarga, namun pada kenyataannya hal tersebut dapat terealisasikan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjalin antara remaja broken home dengan orang tuanya tidak berjalan dengan baik dan efektif.

Hal tersebut dapat dilihat dari intensitas komunikasi dan tatap muka mereka yang minim dan juga kualitas dari komunikasi yang kurang memadai. Sar an yang dapat peneliti berikan adalah baik remaja maupun orang tua diharapkan l ebih memahami apa yang seharusnya dikatakan dan dilakukan sesuai dengan pera nnya masing -masing dengan mengacu pada sudut pandang lawan bicara.


(20)

2.2 Tinjauan Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, jika komunikasi itu bisa diumpakan maka komunikasi akan sama pentingnya seperti udara yang di hidup untuk bernafas pada kehidupan manusia. Sudah semenjak lahir adanya pertukaran pesan manusia dengan orang tua masing-masing yang berlangsung secara tetap dalam kehidupan sehari-hari.dapat kita saksikan adanya bayi yang menangis di saat lapar atau sakit, komunikasi selalu hadir dalam setiap lingkungan di mana manusia berada, sama konstan dan merata seperti pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru kita.

Dalam Mulyana dijelaskan, kata komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, 2007:46). Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik penerima maupun pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu (Effendy, 2002: 9).


(21)

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakarkomunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi teori dan Praktek, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Effendy, 2001: 10).

Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum (Public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals). Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif (Effendy, 2001:10).Menurut Willbur Schramn, seorang ahli ilmu komunikasi kenamaan dalam karyanya Communication Research In The United States menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil


(22)

apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (Frame of Reference) yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Proses komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang komunikator kepada komunikan, pesan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain.

Dalam prosesnya Mitchall. N. Charmley memperkenalkan 5 (lima) komponen yang melandasi komunikasi yang dikutip dari buku Astrid P. Susanto yang berjudul Komunikasi Dalam Praktek dan Teori, yaitu sebagai berikut:

- Sumber (source).

- Komunikator (encoder).

- Pertanyaan/pesan (message).

- Komunikan (decoder).

- Tujuan (destination).

Roger dalam Mulyana berpendapat bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Mulyana, 2007:69). Harold Lasswell menjelaskan bahwa (Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Mulyana, 2007: 69). Pendapat para ahli tersebut memberikan gambaran bahwa komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara lain adalah:


(23)

1. Komunikator (komunikator, source, sender). 2. Pesan (message).

3. Media (channel).

4. Komunikan (komunikan, receiver). 5. Efek (effect).

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna/pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Unsur-unsur dari proses komunikasi di atas merupakan faktor penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsur tersebut oleh para ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus. Menurut Deddy Mulyana, Proses komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian yaitu:

1. Komunikasi verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.

2. Komunikasi non verbal

Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata- kata Menurut Larry A. Samovar dan Richard E Porter komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan


(24)

lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Mulyana, 2000: 237).

2.2.1 Unsur-Unsur Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada unsur-unsur yang harus di pahami, menurut Onong Uchana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut menurut Onong Uchana Effendy adalah sebagai berikut:

Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan. Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang. Komunikan : Orang yang menerima pesan.

Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy: 2002, 6)

2.2.2 Sifat Komunikasi

Onong Uchana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek menjelaskan bahwa komunikasi memiliki sifat-sifat. Adapun beberapa sifat komunikasi tersebut yakni:

1. Tatap muka (face-to-face).


(25)

3. Verbal (verbal) - Lisan.

- Tulisan.

4. Non verbal (non-verbal)

- Gerakan/isyarat badaniah (gestural)

- Bergambar (pictorial) (Effendy, 2002: 7)

Komunikator (pengirim pesan) dalam menyampaikan pesan kepada komunikan (penerima pesan) dituntut untuk memiliki kemampuan dan pengalaman agar adanya umpan balik (feedback) dari si komunikan itu sendiri, dalam penyampaian pesan komunikator bisa secara langsung atau face-to-face

tanpa menggunakan media apapun. Komunikator juga bisa menggunakan bahasa sebagai lambang atau simbol komunikasi bermedia kepada komunikan fungsi media tersebut sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya. Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan non-verbal. Verbal dibagi menjadi dua macam yaitu lisan (oral) dan tulisan (written/printed) Sementara non verbal dapat menggunakan gerakan atau istarat badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata, dan sebagainya ataupun menggunakan gambar untuk mengemukakan ide atau gagasan.

2.2.3 Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan bicara kita serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek yang terjadi


(26)

setelah melakukan komunikasi tersebut.Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengemukakan beberapa tujuan berkomunikasi, yaitu:

1. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak.

2. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harusmengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yangdiinginkannya, jangan mereka inginkan arah kebarat tapi kitamemberikan jakur ke timur.

3. Menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yangdimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus di ingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.

4. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti. Sebagai pejabat atau komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan.(Effendy. 1993:18).

Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Serta tujuan yang sama adalah agar semua pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti dan diterima oleh komunikan.


(27)

2.3 Tinjauan Komunikasi Antarpribadi 2.3.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Menurut Devito (1976) bahwa komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurut Effendy (1986) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan.Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Dean. C. Barnlund (1968) mengemukakan komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau empat yang mungkin terjadi secara spontan dan tidak berstruktur Roger dalam Depari (1988) mengemukakan komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka dua atau lebih orang.

Menurut Ruesch dan Bateson dalam Lotlejohn (1978), bahwa tingkatan yang paling penting dalam komunikasi manusia adalah komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) yang diartikan sebagai relasi individual dengan orang lain dalam konteks sosialnya. Melalui proses ini individual menyesuaikan dirinya dengan orang lain lewat proses yang disebut transmitting dan receiving

(dalam Alo Liliweri, 1997:3).

Asumsi dasar komunikasi antar pribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya,


(28)

yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Menurut Miller dan Steinberg (1975:7) :

“Konsep komunikasi antar pribadi sangat luas dan sekaligus sangat terbatas, asumsi pokok yang terpenting untuk membedakan komunikasi antar pribadi dan non pribadi terletak pada asumsi yang mendasar, jika orang berkomunikasi mereka membuat pikiran tentang efek atau hasil dari tingkah laku komunikasi mereka, bahkan mereka memilih diantara berbagai strategi komunikasi berdasarkan perkiraan-perkiraan atau dugaan-dugaan tentang bagaimana orang menerima pesan yang mungkin dapat diterima.”

Allo Liliweri (1997:13), komunikasi antar pribadi dilakukan melalui proses umum, yaitu pengiriman dan menerima pesan-pesan. Pesan-pesan dalam komunikasi dapat dipahami melalui tiga unsur yaitu :

1. Makna yang terbentuk oleh setiap orang.

2. Simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna. 3. Bentuk organisasi pesan-pesan itu.

2.3.2 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Menurut Barnlund (1968:67) ada beberapa ciri Komunikasi Antarpribadi yaitu komunikasi antarpribadi selalu

1. Komunikasi antarpribadi selalu terjadi secara spontan dan tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur.

2. Terjadi secara kebetulan.

3. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu.

4. Dilakukan oleh orang-orang yang identitas keanggotaan yang kadang-kadang kurang jelas


(29)

Menurut Evert M. Rogers Depari (1988: 65) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi sebagai berikut :

1. Arus pesan cenderung dua arah.

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka. 3. Tingkat umpan balik yang tinggi.

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi. 5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6. Efek yang terjadi antar lain perubahan sikap.

Berdasarkan ciri-ciri komunikasi antarpribadi di atas, dapat dirumuskan beberapa ciri komunikasi antarpribadi yaitu :

1. Spontanitas, terjadi sambil lalu dengan media utama adalah tatap muka. 2. Tidak mempunyai tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu.

3. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang identitasnya kurang jelas. 4. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja.

5. Kerap kali berbalas-balasan.

6. Mempersyaratkan hubungan paling sedikit dua orang dengan hubungan yang bebas dan bervariasi, ada keterpengaruhan.

7. Harus membuahkan hasil.

8. Menggunakan lambang-lambang yang bermakna.

Duck (1976), Bythe (19710, Rawlins (1959) Argyle dan Furnham (1983) juga Siliars dan Scott (1983) Olson dan Crormwel (1975) mengemukakan ada enam jenis atau tahap hubungan antarpribadi yaitu:


(30)

1. Tahap perkenalan. 2. Tahap persahabatan.

3. Tahap keakrabatan dan keintiman. 4. Hubungan suami dan istri.

5. Hubungan orang tua dan anak. 6. Hubungan persaudaraan.

2.3.3 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi

Setiap kegiatan yang dijalankan oleh manusia dikarenakan timbul faktor-faktor yang mendorong manusia tersebut untuk melakukan suatu pekerjaan.Begitu pula dengan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pihak-pihakyang terlibat, didorong oleh faktor-faktor tertentu.Mengapa manusia inginmelaksanakan komunikasi dengan yang lainnya, khususnya jenis komunikasiantarpribadi yang sifatnya langsung dan tatap muka antar pihak yangmelaksanakan kegiatan komunikasi tersebut. Cassagrande berpendapat, manusia berkomunikasi karena:

1. Memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagikebahagiaan.

2. Dia ingin terlibat dalam proses perubahan.

3. Dia ingin berinteraksi hari ini memahami pengalaman masalalu dan mengantisipasi masa depan.

4. Dia ingin menciptakan hubungan baru. (Liliweri, 1997:45)

Setiap orang selalu berusaha untuk melengkapi kekurangan atasperbedaan-perbedaan yang dia miliki.Perubahan tersebut terus berlangsungseiring dengan perubahan masyarakat. Manusia mencatat berbagaipengalaman relasi dengan


(31)

orang lain di masa lalu, memperkirakan apakahkomunikasi yang dia lakukan masih relevan untuk memenuhi kebutuhan dimasa datang. Jadi, minat komunikasi antarpribadi didorong oleh pemenuhankebutuhan yang belum atau bahkan tidak dimiliki oleh manusia.Setiap manusia mempunyai motif yang mendorong dia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.

2.3.3.1Jenis-Jenis Komunikasi Antarpribadi

Seperti komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadipun mempunyai jenis-jenisnya yang berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain. Menurut Onong Uchjana Effendy bahwa Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yakni:

1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication). Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antar dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi yang menerima pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens, komunikator memusatkan perhatiannya hanya pada diri komunikan itu.

2. Komunikasi Triadik (Triadic Communication) adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi triadik lebih efektif, Karena komunikator memusatkan perhatiannya hanya pada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan, sepenuhnya


(32)

juga umpan balik yang berlangsung, merupakan kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi (1993:62).

2.3.3.2Fungsi-fungsi Komunikasi Antarpribadi

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi menurut Allo Liliweri terdiri atas: 1. Fungsi sosial

Komunikasi antar pribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial, karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks social yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi mengandung aspek-aspek:

a. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis.

b. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.

c. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik.

d. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri sendiri.

e. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik. 2. Fungsi pengambilan keputusan

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa manusia adalah makhluk yang dikaruniai akal sebagai sarana berpikir yang tidak dimiliki oleh semua makhluk di muka bumi. Karenanya ia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan dalam setiap hal yang harus dilaluinya. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan pengaruh


(33)

yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi yaitu:

a. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi. b. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.

2.3.4 Tinjauan Psikologi Komunikasi

Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi

berhasil dalam memengaruhi orang lain,

sementara sumber komunikasi yang lain tidak. Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis. (Rahmat, Jalaludin, 2001: 56)

2.3.4.1Ciri-Ciri Psikologi Komunikasi

Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks


(34)

interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok.mendefinisikan koCalhoun,J.F dan Accocella komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda (1995 :69) . Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.”

Psikologi uga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi tertama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.

Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : 1. Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli),

2. Proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli),

3. Prediksi respon (prediction of response),dan 4. Peneguhan respon (reinforcement of responses).

Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang. Ge orge A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral


(35)

dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi.

Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial.Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.

2.4 Kerangka Pemikiran

2.4.1 Tinjauan Mengenai Fenomenologi

Fenomenologi mempelajari struktur pengalaman sadar (dari sudut pandang orang pertama), bersama dengan kondisi-kondisi yang relevan.Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata phainomenon yang berarti yang menampak. Menurut Husserl, dengan fenomenologi, kita dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri (Kuswarno, 2009:10). Lebih lanjut dikatakan oleh Alfred Schutz, Salah satu tokohfenomenologi yang menonjol bahwa inti pemikiran Schutz adalah bagaimanamemahami tindakan sosial melalui penafsiran.Schutz meletakkan hakikatmanusia dalam pengalaman subjektif, terutama ketika mengambil tindakandan mengambil sikap terhadap dunia kehidupan sehari-hari. Dalam hal iniSchutz mengikuti pemikiran Husserl, yaitu proses pemahaman aktual kegiatankita, dan pemberian makna terhadapnya, sehingga ter-refleksi dalam tingkahlaku (Kuswarno, 2009:18). Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaranterdalam para subjek mengenai


(36)

pengalaman beserta maknanya.Sedangkanpengertian fenomena dalam Studi Fenomenologi sendiri adalah pengalamanatau peristiwa yang masuk ke dalam kesadaran subjek.Wawasan utamafenomenologi adalah pengertian dan penjelasan dari suatu realitas harusdibuahkan dari gejala realitas itu sendiri (Aminuddin, 1990:108).Sepertiyang disebutkan dalam buku Metode Penelitian Kualitatif yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dan kehidupannya sehari-hari (Moleong, 2001:9). Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi salah satu ciri utama.Hal tersebut juga seperti dikatakan Moleong bahwa pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu (1988:7-8).

Mereka berusaha untuk masuk ke dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang mereka kembangkan di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman kitalah yang membentuk kenyataan. Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada


(37)

batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji (Creswell, 1998:54). Mulyana menyebutkan pendekatan fenomenologi termasuk pada pendekatan subjektif atau interpretif (Mulyana, 2001:59) Lebih lanjut Marice Natanson mengatakan bahwa istilah fenomenologi dapat digunakan sebagai istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna objektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial (Mulyana, 2001:20-21) Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu).Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.

Fokus Penelitian Fenomenologi:

1. Textural description: apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah fenomena.

2. Structural description: bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya.

2.4.2 Tinjauan Mengenai Interaksi simbolik

Pada awalnya, interaksi simbolik lebih menekankan studi tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan masyarakat/kelompok.Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah


(38)

perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.

Esensi dari teori simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2001:68). Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, Charles H. Cooley, John Dewey, William Thomas dan George Herbert Mead, akan tetapi dari semuanya itu hanya Mead yang paling populer sebagai peletak dasar teori tersebut (Mulyana, 2001:68).

Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik, karenapemikirannya yang luar biasa.Dia mengatakan bahwa pikiran manusiamengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yangdialaminya, menerangkan asalmulanya dan meramalkannya.Bagi Mead tidakada pikiran yang lepas bebas dari situasi sosial. Berpikir adalah hasilinternalisasi proses interaksi dengan orang lain. Berlainan dengan reaksibinatang yang bersifat naluriah dan langsung, prilaku manusia diawali olehproses pengertian dan penafsiran.Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran symbol yang diberi makna.Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi


(39)

orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka (Mulyana, 2008:70).

Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol . Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang menginterpretasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas symbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi social. Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia disekeliling mereka. Secara ringkas, interaksi simbolik didasarkan premis-premis berikut : pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Mereka merespons lingkungan, termasuk objek fisik, (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respons mereka tidak bersifat mekanis, tidak pula ditentukan oleh factor-faktor eksternal, alih-alih responsmereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yangdihadapi dalam interaksi sosial.Jadi, individulah yang dipandang aktif untukmenentukan lingkungan mereka sendiri.Kedua, makna adalah produk interaksisosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikanmelalui penggunaan bahasa.Negosiasi itu dimungkinkan karena manusiamampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atauperistiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau


(40)

peristiwa itu),namun juga gagasan yang abstrak. Akan tetapi nama atau simbol yangdigunakan untuk menandai objek, tindakan, peristiwa atau gagasan itu bersifatarbitrer (sembarang). Artinya, apa saja dijadikan bisa simbol dan karena itutidak ada hubungan logis. Melalui penggunaan simbol itulah manusia dapatberbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia.Ketiga, makna yangdiinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan denganperubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahaninterpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental,yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan ataumerencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dalam proses ini, individumengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atautindakan yang akan ia lakukan. Individu membayangkan bagaimana orang lainakan merespons ucapan atau tindakan mereka. (Mulyana, 2008:71-73).

Konsep tentang self atau diri merupakan inti dari teori interaksi simbolik. Mead menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain (D. Mulyana, 2001:73). Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku, Mead berpendapat bahwa manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri.Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Konsep diri berasal dari bahasa Inggris yaitu self concept ; merupakan suatu konsep mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut. Pandangan Mead tentang diri


(41)

terletak pada konsep pengambilan peran orang lain (taking the role of the other). Konsep Mead tentang diri merupakan penjabaran diri sosial (social self) yang dikemukakan William James dan pengembangan dari teori Cooley tentang diri. Cooley mendefinisikan diri sebagai sesuatu yang dirujuk dalam pembicaraan biasa melalui kata ganti orang pertama tunggal, yaitu aku, daku (me), milikku (mine), dan diriku (myself). Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi lebih kuat daripada yang tidak dikaitkan dengan diri, bahwa diri dapat dikenal hanya melalui perasaan subjektif (Mulyana, 2008:73-74). Bagi Mead dan pengikutnya, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat baru yang perilakunya tidak dapat diramalkan.

Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri atau set relatif stabil dari persepsi bahwa seseorang memegang sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Ketika seseorang atau aktor sosial mengajukan pertanyaan “siapa saya?”Jawabannya selalu berhubungan dengan konsep diri orang tersebut. Karakteristik dalam dirinya mengakui tentang fitur fisiknya, peran, bakat, keadaan emosional, nilai keterampilan sosial dan batas, intelek dan hal itu membentuk

make up konsep diri seseorang. Gagasan penting untuk interaksi simbolik, lebih lanjut adalah tertarik pada cara-cara orang mengembangkan konsep diri. Gambar individu dalam interaksi simbolis dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lain (lihat gambar 2.1) ini tema menyarankan dua asumsi tambahan, menurut La Rossa dan Reitzes (1993) :


(42)

“Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan lain, konsep diri menyediakan dan motif penting bagi pelaku

2.4.3 Tinjauan Konsep Diri 2.4.3.1Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individu dan sangat pribadi, dinamis dan evaluatif yang masing-masing orang mengembangkannya di dalam transaksi-transaksinya dengan lingkungan kejiwaannya danyang dia bawa-bawa di dalam perjalanan hidupnya. Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, pendapat orang mengenai diri kita dan seperti apa diri kita inginkan. Tiga ide dasar interaksionisme simbolik yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, terdiri dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self) dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan bertujuan akhir untuk memediasi, dan menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif, Deddy Mulyana mengatakan bahwa inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang diri (self) dari George Herbert Mead (Mulyana, 2008:73). Menurut George Herbert Mead, cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Mead menambahkan bahwa sebelum seseorang bertindak, ia membayangkan dirinya dalam posisi orang lain dengan harapan-harapan orang lain dan mencoba memahami apa yang diharapkan orang itu (Mulyana, 2007). Secara umum disepakati konsep diri belum ada sejak lahir, konsep diri dipelajari melalui kontak


(43)

sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri merupakan konsep dasar dan aspek kritikal dari individu.

Tingkah laku tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu dan saat ini tetapi oleh makna-makna pribadi yang masing-masing individu pada persepsinya mengenai pengalaman tersebut.Dunia individu yang sangat berarti ini yang dengan kuatnya mempengaruhi tingkah laku.Tingkah laku seseorang merupakan hasil bagaimana dia mengamati situasi dan dirinya sendiri.Konsep diri merupakan sebuah organisasi yang stabil dan berkarakter yang disusun dari persepsi-persepsi yang tampaknya bagi individu yang bersangkutan. William D. Brooks di dalam buku Drs. Jalaludin Rakhmat yang berjudul Psikologi Komunikasi mendefinisikan konsep diri sebagai those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with other (Rakhmat, 2009: 99) Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dam fisis.


(44)

Gambar 2.1

Bentuk Konsep Diri (Self Concept)

(Sumber: Richard ,2007:58)

2.5 Komponen Konsep Diri 2.5.1 Gambaran Diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian.Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan diri yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistik dan konsisten terhadap gambaran dirinyaakan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses didalam kehidupannya.


(45)

2.5.2 Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart & Sundeen, 1991:375). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Ideal diri masing-masing individu perlu ditetapkan, apa yang ingin di capai/cita-citakan baik ditinjau dari pribadi maupun masyarakat.

2.5.3 Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai denganmenganalisa seberapa jauh perilaku mengetahui ideal diri (Stuard & Sundeen, 1991:376).Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri jikaindividu selalu sukses maka cenderung harga diri akan tinggi, jika individusering gagal maka cenderung harga diri akan rendah. Harga diri diperoleh daridiri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerimapenghargaan dari orang lain. Sebagai makhluk sosial sikap negatif harusdikontrol sehingga setiap orang yang bertemu dengan diri kita dengan sikapyang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan rendah apabilakehilangan rasa kasih sayang dan penghargaan dari orang lain

2.5.4 Peran

Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.Posisi


(46)

atau status di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran.Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang dilakukan yaitu kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban, keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran dan pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.

2.5.5 Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh (Stuard & Sundeen, 1991:378). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun.

2.6 Konsep Diri Berdasarkan Kebutuhan

Menurut Abraham Masllow masing-masing individu memiliki lima kebutuhan dasar manusia, yang disusun sesuai dengan hirarkinya dari yang potensial sampai yang paling tidak potensial:


(47)

2. Kebutuhan-kebutuhan terhadap rasa aman. 3. Kebutuhan-kebutuhan akan kasih sayang. 4. Kebutuhan penghargaan terhadap diri. 5. Kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri mengakibatkan suatu usaha untuk mengembangkan kapasitas-kapasitas seseorang, pemahaman diri dan penerimaan diri yang terus dilakukan dan ditanamkan pada sifat dalam diri seseorang.

2.6.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri - Orang Lain

Gabriel Marcell, filsuf eksistensialis dari dalam buku Drs. Jalaludin Rakhmat yang berjudul psikologi komunikasi menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, The fact is that the we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by starting from them kita mengenal diri kita dengan mengenal diri orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai saya akan membentuk konsep diri saya (Rakhmat, 2009: 101).

George Herbert Mead (1934) menyebut orang lain yang paling berpengaruh Significant Others orang lain yang sangat penting. Mereka adalah orang tua, saudara-saudara dan orang-orang yang tinggal di rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966:105) menamainya

affective others - orang lain yang dengan mereka kita memiliki ikatan emosional. Dari merekalah pelan-pelan membentuk konsep diri.Ketika kita tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang


(48)

pernah berhubungan dengan kita. Kita menilai diri kita sesuai dengan persepsi orang lain yang Significant dan tidak tentang dirinya. Pandangan diri terhadap keseluruhan pandangan orang lain terhadap diri disebut

Generalized Others. Konsep ini juga berasal dari George Herbert Mead. Mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Mengambil peran sebagai ibu, sebagai ayah atau sebagai Generalized others disebut Role taking. Role taking amat penting artinya dalam pembentukan konsep diri.

- Kelompok Rujukan (Reference Groups)

Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu.Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang, ini disebut dengan kelompok rujukan.Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya.

2.6.2 Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal

Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Bila anda berfikir anda orang bodoh, anda akan benar-benar menjadi orang bodoh. Jika anda merasa memiliki kemampuan mengatasi persoalan, maka persoalan apa pun yang anda hadapi pada akhir dapat anda atasi. Hubungan konsep diri dengan perilaku, mungkin dapat disimpulkan dengan ucapan para penganjur berfikir positif :You don t think what you are, you are what you think. Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada


(49)

kualitas konsep diri anda; positif atau negatif. Menurut Willian D. Brooks dan Philip Emmert (1976:42) ada lima tanda orang memiliki konsep diri negatif :

1. Ia peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak terima dengan kritikan yang diterimanya.

2. Responsitif sekali terhadap pujian. Berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan atusiasmenya pada waktu menerima pujian. 3. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain.

4. Sikap hiperkritis (selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apa pun dan siapa pun, tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain).

5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi (Rakhmat, 2009: 105)

Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal yaitu: 1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.

2. Ia merasa setara dengan orang lain. 3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

4. Ia menyadari, bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha sebaliknya (Rakhmat, 2009: 105).


(50)

Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri atau set relatif stabil dari persepsi bahwa seseorang memegang sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Ketika seseorang atau aktor sosial mengajukan pertanyaan “siapa saya?”Jawabannya selalu berhubungan dengan konsep diri orang tersebut. Karakteristik dalam dirinya mengakui tentang fitur fisiknya, peran, bakat, keadaan emosional, nilai keterampilan sosial dan batas, intelek dan hal itu membentuk

make up konsep diri seseorang. Gagasan penting untuk interaksi simbolik, lebih lanjut adalah tertarik pada cara-cara orang mengembangkan konsep diri. Gambar individu dalam interaksi simbolis dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lain (lihat gambar 2.1) ini tema menyarankan dua asumsi tambahan, menurut La Rossa dan Reitzes (1993) : “Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan lain, konsep diri menyediakan dan motif penting bagi pelaku”.

Dengan penelitian ini membahas tentang Konsep diri Sinden Campursari di Kota Kediri dalam perspektif dari uraian tentang landasan teoritis di atas, maka untuk mengungkapkan Konsep Diri Sinden di Kota kediri dapat digambarkan dalam suatu kerangka pemikiran sebagai berikut :


(51)

Gambar 2.2

Model Alur Kerangka Pemikiran

Konsep Diri Sinden Campursari di Kota Kediri “

(Sumber : Peneliti, 2012)

Keterangan :

Interaksi simbolik yang dilakukan oleh sinden dalam interaksi kesehariannya menimbulkan pencintraan dirinya mengenai dirinya (self) yang kemudian terbentuklah konsep diri (self concept) dalam dirinya, selain itu fenomenologi sinden yang telah berkembang didalam diri sinden tersebut dan lingkungannya sehingga terbetuk Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi tentang Konsep Diri Sinden Campursari di Kota Kediri).

Interaction Symbolic

Fenomenologi Campursari Sinden

Self Concept

Konsep Diri

Sinden Campursari (Studi

Fenomenologi tentang konsep diri sinden campursari di Kota Kediri


(52)

48

3.1 Objek Penelitian

Budaya daerah Jawa terkenal akan kesenian yang begitu kental dan memiliki harmonisasi indah yang masih dekat dengan sejarah masa-masa kerjaan dahulu, kebudayaan tersebut bisa dilihat dari kesenian tradisional yaitu musik Campursari, musik Campursari tak bisa lepas dari seorang penyanyinya yang biasa disebut Sinden. Sinden merupakan adat dari Jawa, berupa nyanyian lagu tradisional yang dibawakan oleh seorang wanita muda yang mengenakan kebaya lengkap dengan selendang panjang.Sinden adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya.Sinden yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Menurut Ki Mujoko Raharjo (1997:24) Sinden berasal dari kata

“pasindhian” yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan

(melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri.Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan.Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang di sajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah Sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah


(53)

lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang) dalam pergelaran saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.

Di Indonesia sendiri, globalisasi sudah merasuk ke berbagai lini, serta mampu merubah berbagai kebudayaan yang ada.Salah satunya adalah kesenian sinden.Di mana globalisasi sudah meracuni tradisi dan budaya yang anggun ini.Seperti dikemukakan oleh Endang Caturwati, dalam bukunya yang berjudul Sinden di Atas Dan Di luar Panggung, di mana Endang-penulis buku ini, menguak berbagai sisi kehidupan sosial budaya para sinden.

Dalam penelitiannya, penulis menjelaskan, bahwa sinden yang dulu hanya sebagai penyemarak suasana hiburan, kini justru telah berubah fungsinya menjadi primadona pertunjukan. Di mana daya tarik para sinden;yang mengoda telah berubah fungsi dan nilai seninya. Lebih daripada itu, Endang menilai bahwa pada masa dulu, masih menyertakan unsur-unsur ritual, namun kini berkembang menjadi sistem komersil yang menyatukan berbagai fungsi; bisnis, ajang adu gengsi dan ajang komunikasi, telah mengubah para sinden menjadi lebih modern.

Hal inilah yang sayangkan Endang, Ia merasa prihatin atas apa yang terjadi pada kesenian di negeri ini, terutama sinden. Di lain sisi, Endang juga menyadari maksud dari mereka mengubah tradisi dengan yang lebih modern. di mana Para sinden terpaksa merubah gaya menyanyi nya agar mereka mampu bertahan di tengah gerusan zaman.


(54)

Istilah campursari dalam dunia musiknasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia.Nama

campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum.Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen 'asing' ini 'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.

Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan "Maju Lancar". Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) serta akhirnya dangdut. Pada dekade 2000-an telah dikenal bentuk-bentuk campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong (misalnya Kena Goda dari Nurhana), campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut (congdut, populer dari lagu-lagu Didi Kempot). Meskipun perkembangan campursari banyak dikritik oleh para pendukung kemurnian aliran-aliran musik ini, semua pihak sepakat bahwa campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah Jawa.

Adapun yang menjadi objek penelitian disini adalah proses komunikasi yang dibangun sinden agar tetap eksis. Proses komunikasi sinden di Kota Kediri, meliputi : waktu komunikasi, intensitas komunikasi, tempat berkomunikasi,


(55)

situasi, dan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, baik komunikasi dengan masyarakat maupun komunikasi sesame sinden.

3.2 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, metode penelitian kualitatiftidak mengandalkan bukti berdasarkan logika sistematis,prinsip angka atau metode statistic. Penelitian Kualitatif bertujuan untuk mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisa kualitas-kualitasnya alih-alih mengubah menjadi entitas-entitas kualitatif.

Penelitian kualitatif menolak kualifikasi aspek-aspek perilaku manusia dalam proses memahami perilaku individu, penelitian kualitatif merujuk pada aspek kualitas dan subjek peneltian. Apabila disederhanakan, penelitian kualitatif seringkali diasosiasikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan hitungan.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Meolong,2006:3)

John Creswell mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai proses penelitian yang mengeksplorasi masalah social dan manusia. Dimana peneliti membangun sebuah dan gambaran yang komplek dan menyeluruh menganalisa kata-kata, melaporkan secara detail pandangan responden dan melakukannya dalam sebuah setting penelitian yang naturalis (Creswell,1998:15).


(56)

Penelitian Kualitatif berusaha menyediakan apa yang disebut Creswell sebagai complex, holistic picture. Yang berarti penelitian kualitatif berusaha untuk membaca pembacanya kedalam pemahaman multidimensional dari permasalahan dan segala komplesitasnya.Oleh karena itu penelitian kualitatif seringkali membutuhkan banyak waktu dalam memproses analisanya.Analisis kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan banyak sekali variable.

Beberapa alasan dalam melakukan penelitian kualitatif yang ditekankan oleh Creswell adalah:

1. Jika pertanyaan penelitian adalah “apa” dan “bagaimana”.

2. Jika topik penelitian perlu dieksplorasi, maksudnya jika tidak ada teori yang menjelaskan secara detail permasalahan yang akan dikaji sehingga eksplorasi terhadap teori perlu dilakukan.

3. Jika peneliti ingin meneliti manusia secara natural setting.

4. Jika penulis ingin menulis dalam gaya literature narasi dan story editing.

5. Jika peneliti berperan sebagai active leaner yang melakukan penelitian karena ingin mempelajari sesuatu dan bukan mengujinya (Creswell,1998:17-18).

Penelitian kualitatif memiliki beberapa cirri khusus yang membedakan dari jenis penelitian lainnya.Berikut adalah hasil sintesis, dan karakteristik penelitian kualitatif versi Bogdan dan Biklen serta Lincoln dan Guba yang disarikan Meolong dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif.


(57)

1. Penelitian dilakukan dalam latar alamiah (Naturalistic Setting)

2. Manusia sebagai instrument utama dalam mengumpulkan data sebagai antisipasi terhadap realitas lapangan yang berubah-ubah. 3. Analisi dan induktif, teknis analisa data ini lebih dapat menemukan

alternative akan kenyataan ganda dalam data yang ditemukan.

4. Deskriptif, penelitian kualitatif berusaha menggambarkan sebuah fenomena social yang seperti apa adanya dengan menjawab

pertanyaan ”mengapa”, ”apa” dan “bagaimana”.

5. Lebih mementingkan proses daripada hasil, karena hasil dari bagian-bagian yang akan diteliti akan lebih terlihat jelas untuk diamati dalam proses.

6. Adanya batasan yang ditentukan melalui focus penelitian.

7. Desain penelitian yang bersifat sementara, kareba desain penelitian terus menerus disesuaikan dengan temuan realitas dilapangan (Moleong,2006:5-7).

Pemilihan topik penelitian kualitatif terkesan praktis dan “membumi”

dengan kehidupan sosial. Permasalahan dalam penelitian kualitatif belakangan ini sering menyangkut tentang isu-isu sensitif seperti gender, budaya,dan kelompok marjinal, peneliti harus mempertimbangkan aspek etis yang dimana seseorang peneliti harus menjaga keserasiandan melindungi ke-anonim-an sang narasumber atau responden. Dalam penelitian ini seorang sinden dikategorikan sebagai kelompok yang dimarjinalkan dalam kehidupan sosial masyrakat baik bidang pendidikan, maupun kesejahteraan sosial.


(58)

3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana diungkapkan beberapa ahli (Bogdan dan Taylor, 1975:5; Bogdan dan Biglen, 1990:2; Miles dan Huberman, 1993:15; Moleong, 1993:5; Brannen, 1997:1) bahwa metode penelitian kualitatif ini sangat bergantung pada pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia dan lingkungannya. Orientasi kualitatif penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan realitas sosial seorang sinden selengkap mungkin.

Pendekatan kualitatif dipandang lebih relevan dan cocok karena bertujuan menggali dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena sinden di Kota Kediri. Seperti dikatakan Denzin dan Lincoln (dalam Creswell, 1998:15), bahwa:

”Penelitian kualitatif memiliki fokus pada banyak metode, meliputi

pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap pokok persoalannya. Ini berarti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari segala sesuatu di lingkungannya yang alami, mencoba untuk memahami atau menafsirkan fenomena menurut makna-makna yang diberikan kepada fenomena tersebut oleh orang-orang. Penelitian kualitatif meliputi penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris yang diteliti – penelitian kasus, pengalaman pribadi, introspektif, kisah kehidupan, wawancara, pengamatan, sejarah, interaksi, dan naskah-naskah visual – yang mengambarkan momen-momen problematik dan kehidupan sehari-hari

serta makna yang ada di dalam kehidupan individu” .

Furchan (1992:21-22), menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif, penulis dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Miles dan Huberman (1994:6),


(59)

contact with a “field” or life situation. These situation are typically “banal” or

normal ones, reflective of the everyday life individuals, groups, societies and

organizations.”.1

Maka penelitian kualitatif selalu mengandaikan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami suatu realitas, peneliti yang terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian pada suatu peristiwa kehidupan sesuai dengan konteks

penelitian. Thomas Lindlof dengan bukunya “Qualitative communication research methods” dalam Kuswarno2 menyebutkan bahwa metode kualitatif dalam penelitian komunikasi dengan paradigma fenomenologi, etnometodologi, interaksi simbolik, etnografi, dan studi budaya, sering disebut sebagai paradigma interpretif. (Lindlof, 1995:27-28).

Bagi peneliti kualitatif, satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang terlibat dalam penelitian. penulis melaporkan realita di lapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara dan penafsiran informan. Penulis berhubungan langsung dengan yang diteliti, hubungan ini dalam bentuk tinggal bersama atau mengamati informan dalam periode waktu lama, atau kerja sama nyata. Ringkasnya, penulis berusaha meminimalkan jarak antara dirinya dan yang diteliti.

Merriam (dalam Creswell, 1994:145) menyebutkan enam asumsi paradigma penelitian kualitatif, yaitu:

1

Dalam Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya. Insan Cendikia.

2

Kuswarno, Engkus. 2004. Dunia Simbolik Pengemis kota Bandung (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.


(1)

118

mempelajari budaya yang kita miliki menujukkan dari mana kita berasal dan siapa nenek moyang kita.

2. Sebaiknya sinden –sinden campurasri terus berkarier dan berkarya serta mulai melebarkan sayap karier mereka yang lebih tinggi, agar masyarakat luas mengetahui keberadan mereka sekaligus dikenal lebih dalam lagi agar masyarakat sadar akan nilai-nilai budaya yang hampir hilang di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan generasi muda Indonesia berniat untuk mempelajari salah budaya bangsa Indonesia ini.

3. Sebaiknya masyarakat pulau jawa mulai berpartisipasi melestarikan music campursari dan sinden campursari yang sangat kental akan nilai-nilai budaya tradisonal agar tidak tergerus dengan perkemabngan zaman dan teknologi, serta mulai berpartisipasi memperkenalkan kesenian sinden kepada generasi muda bangsa ini.


(2)

75

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.Chaedar.2002.Pokoknya Kualitatif .PT.dunia Pustaka Jaya.Bandung. Burn,R.B.1993,Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.Jakarta:PT.Arcan.

Calhoun,J.F dan Accocella, J.R.1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Edisi III.Diterjemahkan oleh Satmoko. Semarang : IKIP Semarang Press.

Creswell,John W.1997, Qualitative Inguiry and Research Design. California: Sage Publication,Inc

Devito,Joseph A.1995. Komunikasi Antar Manusia. New York :Profesional books (terj)

Efendy,Onong Uchjana.2003.Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Gerungan, W,A. 2002. Psikologi Sosial. Bandung:PT.Refika Aditama.

Hurlock, E.B.1994.Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan) Edisi V.Jakarta:Erlangga.

Kaye, Michael. 1994. Comunication Management. Sydney: Prentice Hall.

King,Robert G. 1979.”Fundamental Of Human Communication”.New York: Macmillan Publishing Co.

Littlejohn, Stephen W.2005. Theories Of Human Communication. Bandung. Moleong, Lexy J.2006. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Deddy.2005.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya

Pearsone , Judy C.1987.Interpersonal Communication.Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown Publishers.

Polomo, Margareth M, Sosiologi Komtemporer, Rajawali, Jakarta, 2004.

Rahmat, Jalaludin.2001, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(3)

76

______________2004. Metode Penelitian Komunikasi . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sabto, Ki Narto, 1997. Pepak Basa Jawa,Surabaya: Erlangga

Sumber dari Internet :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pesindhen http://onesgamelan.wordpress.com/2009/01/26/musik-gamelan-sebuah-catatan-tentang-pendidikan-kehidupan-dan-kekaryaan/ http://oase.kompas.com/read/2011/05/24/19462011/Sinden.di.Tengah.Modernitas http://gayahidup.inilah.com/read/detail/1853503/kepedihan-perempuan-dalam-novel-the-sinden http://id.wikipedia.org/wiki/Keroncong http://hieronymusferdhian.wordpress.com/campursari/

Sumber Abstrak Penelitian Terdahulu :

I Gusti Putu Murni (Universitas Padjadjaran Jurusan Manajemen Komunikasi), : “Konsep Diri dan Self Disclosure Waria (Studi Kualitatif Dengan Pendekatan Fenomenologi Mengenai Konsep Diri Self Disclosure Waria Dalam Melakukan Komunikasi Antar Pribadi di Bandung)”.2010.

Sarah Siti Zakiah (Universitas Komputer Indonesia Jurusan Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Humas)” Komunikasi Remaja Broken Home (Studi Fenomenologi K omunikasi Remaja Broken Home Dengan Orang Tuanya di Kota Bandung)”. 2011.

Yoerdi Avrizal (Universitas Padjadjaran Jurusan Manajemen Komunikasi),“Konsep Diri Anak Indigo”. 2011


(4)

(5)

(6)