1. Pendeteksian tepi objek edge detection
2. Ekstraksi batas boundary
3. Representasi daerah region
Gambar 2.10 di bawah ini adalah contoh operasi pendeteksian tepi pada citra Camera. Operasi ini menghasilkan semua tepi edge di dalam citra.
Gambar 2.10 Citra Sebelum dan Sesudah Deteksi Garis Tepi Sumber : hasbinurhaqy.wordpress.com2010112525
f. Rekonstruksi citra image reconstruction
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.
Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang
gambar organ tubuh.
2.4 Pencocokan Citra Digital
Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri digital yang lebih praktis, murah dan otomatis.
Proses otomatisasi pada fotogrametri digital ditujukan untuk mengurangi proses pengambilan informasi dalam rangkaian kerja fotogrametri. Identifikasi titik sekawan
pada fotogrametri digital dapat dilakukan dengan otomatis menggunakan metode pencocokan citra image matching. Problem dalam otomatisasi sistem fotogrametri
digital adalah sulit untuk mengidentifikasi titik sekawan secara otomatis pada citra homogen yang bertampalan. Pekerjaan mencocokan titik sekawan dalam
fotogrametri analog membutuhkan seorang operator yang memiliki keahlian khusus
Universitas Sumatera Utara
untuk mengenali karakteristik kesamaan citra kiri dan kanan pada pasangan foto stereo. Otomatisasi pencocokan citra fotogrametri digital diharapkan menjadi solusi
terhadap masalah campur tangan dan kelelahan operator sehingga faktor ketelitian dan kecepatan dapat ditingkatkan.
Pencocokan citra adalah dasar proses otomatisasi pada rangkaian proses fotogrametri. Pencocokan citra dapat diaplikasikan untuk orientasi dalam dengan
menentukan tanda tepi secara otomatis antara foto yang memiliki tanda tepi fiducial marks dan bagian citra lain yang bertampalan sehingga menghasilkan posisi yang
ideal dari tanda tepi tersebut. Pencocokan citra juga dapat digunakan dalam proses orientasi relatif untuk menentukan titik sekawan sebanyak minimal 5 titik pada citra
yang bertampalan dengan mencocokan matriks pada citra kiri dengan titik sekawan pada citra kanan. Titik sekawan tersebut didefinisikan pada dua foto udara yang
bertampalan sebagai titik indikator untuk mengetahui kelayakan model 3D hasil orientasi relatif.
Pencocokan citra dalam orientasi absolut berperan dalam pengukuran titik kontrol utama dengan menghasilkan bagian citra lainnya citra kanan dari titik
utama dibandingkan dengan bagian kecil dari foto udara. Pencocokan citra juga digunakan untuk menghasilkan DEM dengan mengotomatisasi serangkaian titik
objek pada citra dipilih dalam satu bentuk DEM grid teratur untuk dipasangkan dengan serangkaian titik pada citra sebelahnya.
Metode pencocokan citra yang banyak dipakai untuk keperluan proses fotogrametri adalah berbasis area area-based dan berbasis unsur feature-based.
Metode berbasis real time menggunakan komposisi nilai derajat keabuan gray level citra sebagai sampel yang akan diuji dalam penelitian. Metode area based
matching digunakan dalam penelitian ini karena merupakan metode yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil pencocokan yang relatif cepat Ilham, 2007.
Metode ini juga memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk area yang memiliki tekstur baik dan unik, dan pada beberapa kasus tingkat akurasi dari kecocokan dapat
dinyatakan kuantitasnya dalam unit matrik. Area based matching pada dasarnya membandingkan nilai derajat keabu-abuan gray level suatu bentuk kecil matriks
Universitas Sumatera Utara
citra dimana pusat matriksnya merupakan lokasi gray value dari titik yang akan dicocokan.
Proses pengidentifikasian titik sekawan dilakukan dengan cara memilih titik di citra kiri pada objek yang mudah dikenal. Titik yang dipilih tersebut dibandingkan
dengan titik citra di kanan pada objek yang sama di citra kiri. Pusat sub-citra tersebut merupakan lokasi nilai keabu-abuan dari titik yang akan dicocokkan. Sampel titik
diambil dari citra pada sistem koordinat lokal dalam bentuk posisi kolom-baris. Pada pencocokan citra berbasis area, setiap titik yang akan dicocokan adalah pusat dari
sebuah jendela pixel yang kecil pada citra acuan, dan jendela ini dibandingkan dengan jendela yang lain pada citra pencarian dengan ukuran tertentu. Ukuran
kecocokan dilihat dengan kecilnya perbedaan nilai yang dihasilkan. Keunikan objek merupakan penentu keberhasilan pencocokan citra. Salah satu penentu keunikan
objek adalah ukuran sub citra acuan SCA. Semakin besar ukuran sub citra acuan, detail yang merupakan bagian dari objek semakin banyak. Ketika ukuran citra acuan
diperbesar dapat dilihat adanya keunikan lain dari area yang dikategorikan mewakili jenis objek. Keunikan tersebut dapat berupa objek yang berbeda dan memiliki nilai
kecerahan yang berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut, rentang nilai kecerahan citra acuan akan melebar sehingga nampak semakin heterogen Putra, 2008.
Proses pencocokan citra diasumsikan berhasil jika diperoleh nilai korelasi ≥
0.7. Dengan memperbesar ukuran sub citra acuan, akan diperoleh karakteristik objek yang makin unik sehingga nilai korelasi akan meningkat dan mendukung tercapainya
keberhasilan pencocokan citra. Dengan adanya keunikan tersebut, pencarian area paling berkorelasi dapat lebih mudah dan terhindar dari kesalahan posisi pusat area
yang paling berkorelasi. Keunikan yang dimaksud dapat objek tersebut memiliki sebagian area heterogen. Secara umum, makin besar ukuran citra acuan, makin
banyak keunikan objek yang terlihat sehingga makin besar pula rentang nilai kecerahan citra acuannya.
Teknik mengevaluasi pencocokan citra berbasis area adalah dengan menggunakan teknik korelasi maksimal. Nilai korelasi yang dihasilkan bertujuan
untuk mengukur derajat kesamaan antara dua atau lebih citra foto yang bertampalan.
Universitas Sumatera Utara
Citra pertama adalah sub citra acuan SCA pada citra kiri sedangkan sub citra kedua merupakan sub citra pencarian SCP yang dibatasi oleh citra pencarian CP di
dalam citra foto kedua. Proses pencocokan citra berlangsung semi otomatis, posisi titik awal diambil secara manual untuk citra kiri dan citra kanan. Titik tengah SCA
dan CP menjadi pusat dari area citra yang akan dicari. Nilai pergeseran maksimum SCA pada CP digunakan persamaan 1, nilai berguna dalam algoritma pencocokan
citra tahap selanjutnya. D
m,n
= CP
m,n
-SCA
m,n
+1 dengan m =baris dan n = kolom.
Gambar 2.11 Sub Citra Acuan dan Sub Citra Pencarian Sumber : Baxes 2004
Sub Citra Pencarian akan bergerak dalam citra pencarian, kemudian dihitung nilai korelasi SCA dan semua SCP pada CAP dan nilai korelasi antar kedua citra
mempunyai rentang nilai 0 sampai +1 0 ≤ ρ ≤ 1. Secara umum nilai pembatas dari
nilai koefisien korelasi adalah lebih besar sama dengan 0.7 atau 70 yang dinyatakan cocok atau derajat kesamaannya tinggi.
Sampel citra berupa komposisi nilai keabuan array citra yang akan diuji derajat kecocokannya dihitung melalui suatu persamaan matematis untuk kemudian
disimpan sebagai nilai korelasi. Metode korelasi dari pencocokan citra berkerja
dengan memilih CA dari citra kiri berdasarkan karakteristik tertentu dan jarak objek area dari titik utama citra untuk dicocokan, dan pencarian posisi yang sekawan akan
dilakukan oleh jendela yang bergerak SCP pada CP dari citra kanan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Hubungan Citra Foto, SCA dan CP
Sumber : Baxes 2004
2.5 Efek Mata Merah