Implementasi Algoritma Intensity Color Checking Dalam Reduksi Efek Mata Merah Pada Foto Digital
IMPLEMENTASI ALGORITMA INTENSITY COLOR
CHECKING DALAM REDUKSI EFEK MATA MERAH
PADA FOTO DIGITAL
SKRIPSI
ARI AFDHALI
091421071
PROGRAM EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
IMPLEMENTASI ALGORITMA INTENSITY COLOR
CHECKING DALAM REDUKSI EFEK MATA MERAH
PADA FOTO DIGITAL
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Sarjana Komputer
ARI AFDHALI
091421071
PROGRAM EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PERSETUJUAN
Judul : Implementasi Algoritma Intensity Color Checking
Dalam Reduksi Efek Mata Merah Pada Foto Digital.
Kategori : SKRIPSI
Nama : ARI AFDHALI
Nomor Induk Mahasiswa : 091421071
Program Studi : SARJANA (S1) EKSTENSI ILMU KOMPUTER
Departemen : ILMU KOMPUTER
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2011 Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Agus Salim Harahap, M.Sc. Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc NIP. 195408281981031004 NIP.197401272002122001
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 196203171991021001
(4)
PERNYATAAN
IMPLEMENTASI ALGORITMA INTENSITY COLOR
CHECKING DALAM REDUKSI EFEK MATA MERAH
PADA FOTO DIGITAL
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
Ari Afdhali NIM. 091421071
(5)
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dalam waktu yang telah ditetapkan. Tak lupa pula penulis junjungkan kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc,M.Sc selaku pembimbing I, Sekretaris Program Studi Ilmu Komputer FMIPA USU dan Bapak Drs. Agus Salim Harahap, M.Sc selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan kepada penulis dengan tulus dan ikhlas dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku pembanding I dan II yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer FMIPA USU Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom dan Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen dan pegawai pada Program Studi S1 Ilmu Komputer FMIPA USU, rekan-rekan mahasiswa S1 Ekstensi Ilmu Komputer khususnya stambuk 2009 serta semua pihak yang telah membantu dan memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih yang mendalam kepada yang amat mulia kedua orang tua penulis, Ayahnda Alm. Yusman Zein Ibunda Maryulis yang telah bersusah payah membesarkan, menyekolahkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan do’a yang tiada hentinya. Terimakasih juga kepada Abang Hadi Ismanto, S.H, Abang Azriel Susanto, S.E, Abang Sudirman, Adik-adikku Alfian Hidayat, Fauziah Putri Ani dan Mulia Puspita Sari yang telah memberikan dorongan dan semangat.
(6)
ABSTRAK
Dari beberapa jenis kerusakan foto yang sering terjadi pada saat pemotretan adalah terjadinya efek mata merah. Untuk mengatasi masalah ini, komputer dapat digunakan untuk menghilangkan efek mata merah tersebut dari foto yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi pengolahan citra. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk melakukan reduksi efek mata merahpada sebuah foto digital adalah metode intensity color checking. Penelitan ini menghasilkan sebuah perangkat lunak yang dapat melakukan reduksi efek mata merahpada sebuah citra digital yang diinputkan pengguna. Dengan memilih area citra digital yang mengalami efek mata merah dan mengatur nilai toleransi warna merah yang diinginkan, efek mata merahpada bagian tersebut akan dihilangkan.
(7)
IMPLEMENTATION OF INTENSITY COLOR CHECKING
ALGORITHM IN THE REDUCTION OF RED EYE EFFECT
AT DIGITAL PHOTOGRAPHS
ABSTRACT
From some damage types of photograph that is often happened at the time of photograph is mata merah effect. To solve this problem, computer applicable to eliminate effect mata merah by using image processing technology. Intensity color checking method is one of technology which applicable to do that. This research is resulting a software which can do reduction of effect mata merah at an digital image input by user. By choosing digital image area experiencing effect mata merah and arranges tolerance value to ruddle wanted, effect mata merah at the part will be eliminated.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
PENGHARGAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
1.6 Metode Penelitian ... 3
1.7 Sistematika Penulisan ... 4
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 5
2.1 Citra Digital ... 5
2.2 Format Citra Digital ... 7
2.3 Pengolahan Citra Digital ... 11
2.4 Pencocokan Citra Digita... 17
2.5 Efek Mata Merah ... 21
2.6 Representasi Warna ... 23
2.6.1 Model RGB ... 23
2.6.2 Model YUV ... 24
2.6.3 Model YIQ ... 24
2.7 Intensity Color Checking ... 25
2.7.1 Konsep Warna Dalam Intensity Color Checking…. 25
2.7.2 Prinsip Kerja Intensity Color Checking……… 29
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ... 31
3.1 Analisis Sistem ... 31
3.1.1 Analisis Fasilitas Sistem ... 31
3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem ... 32
3.1.3 Analisis Proses Kerja Reduksi Efek Mata merah.... 33
3.2 Perancangan Sistem ... 35
3.2.1 Perancangan Proses ... 35
3.2.2 Perancangan Antarmuka Program ... 37
3.2.3 Perancangan Algoritma Program ... 39
(9)
4.1 Hasil ... 42
4.1.1 Tampilan Hasil ... 42
4.1.2 Hasil Pengujian Sistem ... 44
4.2 Pembahasan ... 51
4.2.1 Cara Kerja Perangkat Lunak ... 51
4.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Perangkat Lunak ... 51
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR GAMBAR
2.1 Contoh Citra Digital ... 5
2.2 Representasi Warna RGB Pada Citra Digital ... 6
2.3 (a) Citra burung nuri yang agak gelap (b) Citra burung yang telah diperbaiki kontrasnya ... 12
2.4 Grafika Komputer ... 13
2.5 Pengolahan Citra ... 13
2.6 Pengenalan Pola ... 13
2.7 (a) Sebelum, (b) Sesudah penapisan median ... 14
2.8 (a) Citra kupu-kupu semula, (b) Citra kupu-kupu hasil blurring ... 15
2.9 (a) Citra kota.bmp asli, (b) Citra kota.jpg hasil kompresi ... 16
2.10 Citra sebelum dan sesudah deteksi garis tepi... 17
2.11 Sub Citra Acuan dan Sub Citra Pencarian ... 20
2.12 Hubungan Citra Foto, SCA, dan CP ... 21
2.13 Efek Mata MerahPada Foto Digital ... 22
2.14 Koordinat RGB ... 23
2.15 Skema Warna Primer ... 26
2.16 Skema Warna Sekunder... 27
2.17 Skema Warna Tertier (Komplementer) ... 27
3.1 Flowchart Proses Kerja Perangkat Lunak yang Diimplementasikan ... 36
3.2 Rancangan Form Utama ... 38
3.3 Rancangan Form About ... 39
4.1 Tampilan Form Utama ... 43
4.2 Tampilan Form About ... 43
4.3 Citra Digial Pengujian ... 45
4.4 Pengujian Load Citra Digital ... 45
4.5 Pengujian Pemilihan Area Mata merah ... 46
4.6 Hasil Pengujian Penghapusan Efek Mata merah ... 47
4.7 Mengubah Nilai Toleransi Warna Merah ... 48
4.8 Memilih Area Yang Mengalami Efek Mata merah ... 49
(11)
DAFTAR TABEL
2.1 Bitmap Info Header ... 7 2.2 Bitmap Core Header ... 8
(12)
ABSTRAK
Dari beberapa jenis kerusakan foto yang sering terjadi pada saat pemotretan adalah terjadinya efek mata merah. Untuk mengatasi masalah ini, komputer dapat digunakan untuk menghilangkan efek mata merah tersebut dari foto yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi pengolahan citra. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk melakukan reduksi efek mata merahpada sebuah foto digital adalah metode intensity color checking. Penelitan ini menghasilkan sebuah perangkat lunak yang dapat melakukan reduksi efek mata merahpada sebuah citra digital yang diinputkan pengguna. Dengan memilih area citra digital yang mengalami efek mata merah dan mengatur nilai toleransi warna merah yang diinginkan, efek mata merahpada bagian tersebut akan dihilangkan.
(13)
IMPLEMENTATION OF INTENSITY COLOR CHECKING
ALGORITHM IN THE REDUCTION OF RED EYE EFFECT
AT DIGITAL PHOTOGRAPHS
ABSTRACT
From some damage types of photograph that is often happened at the time of photograph is mata merah effect. To solve this problem, computer applicable to eliminate effect mata merah by using image processing technology. Intensity color checking method is one of technology which applicable to do that. This research is resulting a software which can do reduction of effect mata merah at an digital image input by user. By choosing digital image area experiencing effect mata merah and arranges tolerance value to ruddle wanted, effect mata merah at the part will be eliminated.
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan manusia. Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, semakin banyak aktivitas manusia yang sebelumnya harus dilakukan secara manual, sekarang dapat dilakukan dengan bantuan komputer sehingga dapat menghemat waktu.
Salah satu bidang yang turut dipengaruhi oleh perkembangan komputer ini adalah bidang fotografi. Sebelumnya, foto yang dihasilkan dari hasil pemotretan kamera harus dicetak secara manual dalam sebuah ruangan yang bernama kamar gelap. Namun, seiring dengan perkembangan komputer, hasil pencetakan foto dapat dicetak dengan menggunakan media printer. Selain itu, komputer juga dapat digunakan untuk melakukan manipulasi terhadap kerusakan foto yang dihasilkan dari pemotretan dengan sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat menjadi lebih baik.
Dari beberapa jenis kerusakan foto yang sering terjadi pada saat pemotretan adalah terjadinya efek mata merah. Efek mata merah merupakan sebuah fenomena yang terjadi pada saat pengambilan foto menggunakan kamera yang menggunakan lampu kilat (blitz), terkena pantulan retina mata dari obyek yang difoto. Pantulan dari retina mata ini kembali ke kamera dan terekam pada saat pemotretan yang mengakibatkan hasil gambar menampilkan efek seolah-olah mata obyek foto bersinar merah.
Untuk mengatasi masalah ini, komputer dapat digunakan untuk menghilangkan efek mata merah tersebut dari foto yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi pengolahan citra. Salah satu teknologi pengolahan
(15)
citra yang ampuh untuk mengatasi efek mata merahini adalah metode intensity color checking.
Intensity color checking merupakan sebuah metode yang bekerja dengan cara menghitung nilai opaque, brightness, contrast serta hue/saturation dari sebuah gambar untuk menentukan pada posisi mana gambar tersebut memiliki komposisi warna yang tidak sepantasnya.
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka akan dirancang suatu perangkat lunak untuk mengenali dan melakukan reduksi terhadap efek mata merah pada sebuah citra digital dengan menggunakan metode intensity color checking dan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul “Implementasi Algoritma Intensity Color Checking dalam Reduksi Efek Mata Merah pada Foto Digital”.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana cara mengimplementasikan algoritma intensity color checking dalam sebuah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk mereduksi efek mata merah pada foto digital”.
1.3 Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Parameter yang digunakan adalah tingkat reduksi piksel warna merah pada foto digital.
b. Citra digital yang dapat dideteksi dibatasi pada citra digital dengan format BMP atau JPEG.
c. Ukuran dimensi citra digital yang dapat dideteksi dibatasi pada ukuran 500 X 500 piksel.
(16)
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan algoritma
intensity color checking menjadi sebuah perangkat lunak yang bisa digunakan untuk mereduksi efek mata merah pada foto digital.
1.5 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang analisis dan perancangan perangkat lunak, terutama untuk mendeteksi dan mereduksi efek mata merahpada citra digital dengan teknik intensity color checking.
b. Membantu pengguna dalam mendeteksi dan mereduksi efek mata merah yang terjadi pada citra digital yang dimilikinya.
c. Sebagai referensi bagi pengguna yang ingin mengetahui mengenai efek mata merahyang terjadi pada sebuah citra digital
1.6 Metode Penelitian
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam merancang dan mengembangkan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
a. Mempelajari teori tentang pemugaran citra dengan menggunakan metode
intensity color checking serta efek mata merah.
b. Membuat flowchart dan algoritma intensity color checking.
c. Membuat perangkat lunak reduksi efek mata merah dengan menggunakan
intensity color checking.
d. Menganalisis dan menguji hasil reduksi efek mata merah dengan menggunakan metode intensity color checking.
(17)
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dan setiap bab dibagi menjadi sub bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan
Dalam bab ini merupakan suatu dasar penyusunan yang didalamnya berisi latar belakang masalah, maksud dan tujuan, perumusan masalah, batasan masalah, metode penulisan, dan sitematika penulisan.
Bab 2 : Landasan Teori
Bab ini menjelaskan teori–teori yang berhubungan dengan citra digital, efek mata merah dan intensity color checking.
Bab 3 : Analisis dan Perancangan Sistem
Bab ini berisi tentang analisis proses reduksi efek mata merah dengan menggunakan metode intensity color checking dan bentuk perancangan perangkat lunak.
Bab 4 : Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil implementasi perancangan sistem, hasil pengujian sistem serta pembahasan dari hasil yang diperoleh.
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan dari beberapa bab yang telah di susun sebelumnya.
(18)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Citra Digital
Menurut Baxes (2004 : 1), “Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel f(x,y), di mana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut. Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB)”.
Tampilan citra digital dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Contoh Citra Digital Sumber : Baxes (2004 :3)
RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang-nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit bilangan biner yang digunakan oleh
(19)
mesin komputer. Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran sebanyak 256 x 256 x 256 = 1677726 jenis warna. Sebuah jenis warna, dapat dibayangkan sebagai sebuah vektor di ruang 3 dimensi yang biasanya dipakai dalam matematika, koordinatnya dinyatakan dalam bentuk tiga bilangan, yaitu x, komponen-y dan komponen-z. Misalkan sebuah vektor dituliskan sebagai r = (x,komponen-y,z). Untuk warna, komponen-komponen tersebut digantikan oleh komponen R(ed), G(reen), B(lue). Jadi, sebuah jenis warna dapat dituliskan sebagai berikut: warna = RGB(30, 75, 255). Putih = RGB (255,255,255), sedangkan untuk hitam= RGB(0,0,0). Bentuk Representasi warna dari sebuah citra digitial dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Representasi Warna RGB Pada Citra Digital Sumber : Baxes (2004 : 5)
Misal : terdapat Gambar berukuran 100 pixel x 100 pixel dengan color encoding 24 bits dengan R = 8 bits, G = 8 bits, B = 8 bits, maka color encoding akan mampu mewakili 0 ... 16.777.215 (mewakili 16 juta warna), dan ruang disk yang dibutuhkan = 100 x 100 x 3 byte (karena RGB) = 30.000 bytes = 30 KB atau 100 x 100 x 24 bits = 240.000 bits.
Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat : 1. Optik berupa foto.
2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi. 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetic .
(20)
Citra juga dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Citra tampak, misalnya foto, gambar, lukisan, apa yang nampak di layer monitor/televisi, hologram, dan lain-lain.
2. Citra tidak tampak, misalnya data foto / gambar dalam file, citra yang direpresentasikan dalam fungsi matematis (Munir,2004).
2.2 Format Citra Digital
Citra Digital memiliki beberapa format yang memiliki karakteristk tersendiri. Format pada citra digital ini umumnya berdasarkan tipe dan cara kompresi yang digunakan pada citra digital tersebut.
Menurut Awcock (2006 : 18), “Ada empat format citra digital yang sering dijumpai, antara lain :
1. Bitmap (BMP)
Merupakan format Gambar yang paling umum dan merupakan format
standard windows. Ukuran filenya sangat besar karena bisa mencapai ukuran
Megabytes. File ini merupakan format yang belum terkompresi dan menggunakan sistem warna RGB (Red, Green, Blue) di mana masing-masing warna pixelnya terdiri dari 3 komponen R, G, dan B yang dicampur menjadi satu. File BMP dapat dibuka dengan berbagai macam software pembuka Gambar seperti ACDSee, Paint, Irvan
View dan lain-lain. File BMP tidak bisa (sangat jarang) digunakan di web (internet)
karena ukurannya yang besar.
Tabel 2.1 Bitmap Info Header
Nama Field Size in Bytes Keterangan
bfType 2 Mengandung karakter “BM” yang
mengidentifikasikan tipe file
bfSize 4 Memori file
bfReserved1 2 Tidak dipergunakan bfReserved1 2 Tidak dipergunakan
(21)
Tabel 2.2 Bitmap Core Header Field Name Size in Bytes Keterangan
bcSize 4 Memori Header
bcWidth 2 Lebar Gambar
bcHeight 2 Tinggi Gambar
bcPlanes 2 Harus 1
bcBitCount 2 Bits per pixels – 1,4,8 atau 24
2. Joint Photographic Expert Group (JPEG/JPG)
Format JPEG merupakan format yang paling terkenal sampai sekarang ini. Hali ini karena sifatnya yang berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja), dan bersifat portable. File ini sering digunakan pada bidang fotografi untuk menyimpan
file foto. File ini bisa digunakan di web (internet).
3. Graphic Intrechange Format (GIF)
Tipe file GIF memungkinkan penambahan warna transparan dan dapat digunakan untuk membuat animasi sederhana, tetapi saat ini standar GIF hanya maksimal 256 warna saja. File ini menggunakan kompresi yang tidak menghilangkan data (lossles compression) tetapi penurunan jumlah warna menjadi 256 sering membuat gambar yang kaya warna seperti pemandangan menjadi tidak realistis. Pada program MS Paint, tidak ada fasilitas penyesuaian warna yang digunakan (color table) sehingga menyimpan file GIF di MS Paint seringkali menghasilkan gambar yang terlihat rusak atau berubah warna. Pada program pengolah gambar yang lebih baik, seperti AdobePhotoshop, colortable bisa diatur otomatis atau manual sehingga gambar tidak berubah warna atau rusak.
File GIF cocok digunakan untuk:
a. Gambar dengan jumlah warna sedikit (dibawah 256).
b. Gambar yang memerlukan perbedaan warna yang tegas seperti logo tanpa gradien.
c. Gambar animasi sederhana seperti banner-banner iklan, header, dan sebagainya.
(22)
d. Print shoot (hasil dari print screen) dari program-program simple dengan jumlah warna sedikit.
File GIF tidak cocok digunakan untuk:
a. Gambar yang memiliki banyak warna seperti pemandangan. b. Gambar yang didalamnya terdapat warna gradien atau semburat.
4. Portable Network Graphics (PNG)
Tipe file PNG merupakan solusi kompresi yang powerfull dengan warna yang lebih banyak (24 bit RGB + alpha). Berbeda dengan JPG yang menggunakan teknik kompresi yang menghilangkan data, file PNG menggunakan kompresi yang tidak menghilangkan data (lossles compression). Kelebihan file PNG adalah adanya warna transparan dan alpha. Warna alpha memungkinkan sebuah gambar transparan, tetapi gambar tersebut masih dapat dilihat mata seperti samar-samar atau bening. File PNG dapat diatur jumlah warnanya 64 bit (true color + alpha) sampai indexed color 1 bit. Dengan jumlah warna yang sama, kompresi file PNG lebih baik daripada GIF, tetapi memiliki ukuran file yang lebih besar daripada JPG. Kekurangan tipe PNG adalah belum populer sehingga sebagian browser tidak mendukungnya.
File PNG cocok digunakan untuk : a. Gambar yang memiliki warna banyak.
b. Gambar yang mau diedit ulang tanpa menurunkan kualitas.
File PNG tidak cocok digunakan untuk gambar yang jika dikompress dengan JPG hampir-hampir tidak terlihat penurunan kualitasnya.
5. Tagged Interchange File Format (TIFF)
Merupakan format file terkompresi yang biasa digunakan di paket desktop publishing dan merupakan format file bagi perusahaan percetakan. File ini diindikasikan dengan ekstensi .TIF Kekuatan dari format file TIFF adalah lebih fleksibel dari format gambar bitmap yang didukung secara ritual oleh seluruh point,
(23)
6. Portable Document Format (PDF)
Format file ini digunakan oleh Adobe Acrobat, dan dapat digunakan oleh grafik berbasis pixelmaupun vektor. Format file ini mampu menyimpan gambar dengan mode warna RGB, CMYK,Indexed Color, Lab Color, Grayscale dan Bitmap. Format file ini tidak mampu menyimpanalpha channel. Format file ini sering menggunakan kompresi JPG dan ZIP, kecuali untuk modewarna Bitmap yaitu menggunakan CCIT.
7. Encapsuled Postcript
Format file ini merupakan format yang sering digunakan untuk keperluan pertukaran dokumenantar program grafis. Selain itu, format file ini sering pula digunakan ketika ingin mencetakgambar. Keunggulan format file ini menggunakan bahasa postscript sehingga format file inidikenali oleh hampir semua program persiapan cetak. Kelemahan format file ini adalah tidakmampu menyimpan alpha channel, sehingga banyak pengguna Adobe Photoshop menggunakanformat file ini ketika gambar yang dikerjakan sudah final. Format file ini mampu menyimpangambar dengan mode warna RGB, CMYK, Lab, Duotone, Grayscale, Indexed Color, serta Bitmap. Selain itu format file ini juga mampu menyimpan clipping path.
8. PCX Format
file ini dikembangkan oleh perusahaan bernama Zoft Cooperation. Format file ini merupakan format yang fleksibel karena hampir semua program dalam PC mampu membaca gambar dengan format file ini. Format file ini mampu menyimpan informasi bit depth sebesar 1 hingga 24 bit namun tidak mampu menyimpan alpha channel. Format file ini mampu menyimpan gambar dengan mode warna RGB, Grayscale, Bitmpa dan Indexed Color.
9. Photoshop Document (PSD)
Format file ini merupakan format asli dokumen Adobe Photoshop. Format ini mampu menyimpan informasi layer dan alpha channel yang terdapat pada sebuah gambar, sehingga suatu saat dapat dibuka dan diedit kembali. Format ini juga mampu
(24)
menyimpan gambar dalam beberapa mode warna yang disediakan Photoshop. Anda dapat menyimpan dengan format file ini jika ingin mengeditnya kembali.
2.3 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu.
Pengolahan citra juga dapat dikatakan merupakan proses untuk menghasilkan citra sesuai dengan keinginan kita atau kualitasnya menjadi lebih baik. Inputannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan. Misal citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring) dan mengandung
noise (misal bintik-bintik putih) sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan menjadi berkurang.
Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar (pada beberapa sistem pencitraan ada pula yang berbentuk segienam) yang memiliki lebar dan tinggi tertentu. Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap titik memiliki koordinat sesuai posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap titik juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili oleh titik tersebut.
Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Pada kebanyakan kasus, terutama untuk keperluan penampilan secara visual, nilai data digital merepresentasikan warna dari citra yang diolah. Format citra digital yang banyak
(25)
dipakai adalah Citra Biner (monokrom), Citra Skala Keabuan ( gray scale ), Citra Warna (true color ), dan Citra Warna Berindeks.
Adapun contoh dari implementasi pengolahan citra digital seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 (a) Citra burung nuri yang agak gelap, (b) Citra burung yang telah diperbaiki kontrasnya
Sumber : Gonzales dan Woods (2003 : 37)
Menurut Richard dan Woods (2003 : 38), “Umumnya, operasi-operasi pengolahan citra diterapkan pada citra bila :
1. Perbaikan atau modifikasi citra untuk meningkatkan kualitas visual atau menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perlu di kelompokkan, dicocokkan atau diukur. 3. Sebagian citra perlu di gabung dengan bagian citra yang lain.
Di dalam bidang komputer, ada 3 bidang studi yang berkaitan dengan citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu :
1. Grafika Komputer
Grafika komputer adalah proses untuk menciptakan suatu citra berdasarkan deskripsi maupun latar belakang yang terkandung dalam citra tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.4. Grafika komputer berperan dalam visualisasi dan
(26)
Gambar 2.4 Grafika Komputer Sumber : Baxes, Gregory (2004 : 61)
2. Pengolahan Citra
Pengolahan Citra merupakan proses perbaikan atau modifikasi citra dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan citra tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Contoh aplikasi dari pengolahan citra antara lain perbaikan kontras gelap, perbaikan tepian objek, penajaman dan pemberian warna semu. Steganography dan watermarking juga termasuk dalam bagian studi citra ini.
Gambar 2.5 Pengolahan Citra Sumber : Baxes, Gregory (2004 : 63) 3. Pengenalan Pola
Pengenalan Pola adalah proses mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh komputer, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Tujuan dari pengelompokkan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Komputer akan menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi kemudian memproses citra tersebut dan memberikan keluaran berupa informasi atau deskripsi objek di dalam citra.
Gambar 2.6 Pengenalan Pola Sumber : Baxes, Gregory (2004 : 67)
Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya. Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis sebagai berikut :
Grafika komputer
Data deskriptif Citra
Pengolahan Citra
Citra Citra
Pengenalan Pola
Citra Objek Informasi/Deskripsi
(27)
a. Perbaikan kualitas citra (image enhancement).
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan citra: 1. Perbaikan kontras gelap / terang
2. Perbaikan tepian objek (edge enhancement) 3. Penajaman (sharpening)
4. Pemberian warna semu (pseudocoloring) 5. Penapisan derau (noise filtering)
Gambar 2.7 di bawah ini adalah contoh operasi penajaman. Operasi ini menerima masukan sebuah citra yang gambarnya hendak dibuat tampak lebih tajam. Bagian citra yang ditajamkan adalah tepi-tepi objek.
Gambar 2.7 (a) Sebelum, (b) Sesudah Penapisan Median Sumber : journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/view/1521/1301
a. Pemugaran citra (image restoration).
Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra:
(28)
1. Penghilangan kesamaran (deblurring). 2. Penghilangan derau (noise).
Gambar 2.8 di bawah ini adalah contoh operasi penghilangan kesamaran. Citra masukan adalah citra yang tampak kabur (blur). Kekaburan gambar mungkin disebabkan pengaturan fokus lensa yang tidak tepat atau kamera bergoyang pada pengambilan gambar. Melalui operasi deblurring, kualitas citra masukan dapat diperbaiki sehingga tampak lebih baik.
Gambar 2.8 (a) Citra Kupu-Kupu Semula, (b) Citra Kupu-Kupu Hasil Blurring
(29)
c. Pemampatan citra (image compression).
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gambar sebelah kiri adalah citra kapal yang berukuran 258 KB. Hasil pemampatan citra dengan metode JPEG dapat mereduksi ukuran citra semula sehingga menjadi 49 KB saja.
(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Citra Kota.bmp Asli, (b) Citra Kota.jpg Hasil Kompresi Sumber : eprints.undip.ac.id/24651/2/L2F000589_MTA.pdf
d. Segmentasi citra (image segmentation).
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.
e. Pengorakan citra (image analysis)
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh-contoh operasi pengorakan citra :
(30)
1. Pendeteksian tepi objek (edge detection) 2. Ekstraksi batas (boundary)
3. Representasi daerah (region)
Gambar 2.10 di bawah ini adalah contoh operasi pendeteksian tepi pada citra
Camera. Operasi ini menghasilkan semua tepi (edge) di dalam citra.
Gambar 2.10 Citra Sebelum dan Sesudah Deteksi Garis Tepi Sumber : hasbinurhaqy.wordpress.com/2010/11/25/25/
f. Rekonstruksi citra (image reconstruction)
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.
2.4 Pencocokan Citra Digital
Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri digital yang lebih praktis, murah dan otomatis. Proses otomatisasi pada fotogrametri digital ditujukan untuk mengurangi proses pengambilan informasi dalam rangkaian kerja fotogrametri. Identifikasi titik sekawan pada fotogrametri digital dapat dilakukan dengan otomatis menggunakan metode pencocokan citra (image matching). Problem dalam otomatisasi sistem fotogrametri digital adalah sulit untuk mengidentifikasi titik sekawan secara otomatis pada citra homogen yang bertampalan. Pekerjaan mencocokan titik sekawan dalam fotogrametri analog membutuhkan seorang operator yang memiliki keahlian khusus
(31)
untuk mengenali karakteristik kesamaan citra kiri dan kanan pada pasangan foto stereo. Otomatisasi pencocokan citra fotogrametri digital diharapkan menjadi solusi terhadap masalah campur tangan dan kelelahan operator sehingga faktor ketelitian dan kecepatan dapat ditingkatkan.
Pencocokan citra adalah dasar proses otomatisasi pada rangkaian proses fotogrametri. Pencocokan citra dapat diaplikasikan untuk orientasi dalam dengan menentukan tanda tepi secara otomatis antara foto yang memiliki tanda tepi (fiducial marks) dan bagian citra lain yang bertampalan sehingga menghasilkan posisi yang ideal dari tanda tepi tersebut. Pencocokan citra juga dapat digunakan dalam proses orientasi relatif untuk menentukan titik sekawan sebanyak minimal 5 titik pada citra yang bertampalan dengan mencocokan matriks pada citra kiri dengan titik sekawan pada citra kanan. Titik sekawan tersebut didefinisikan pada dua foto udara yang bertampalan sebagai titik indikator untuk mengetahui kelayakan model 3D hasil orientasi relatif.
Pencocokan citra dalam orientasi absolut berperan dalam pengukuran titik kontrol utama dengan menghasilkan bagian citra lainnya (citra kanan) dari titik utama dibandingkan dengan bagian kecil dari foto udara. Pencocokan citra juga digunakan untuk menghasilkan DEM dengan mengotomatisasi serangkaian titik objek pada citra dipilih dalam satu bentuk DEM grid teratur untuk dipasangkan dengan serangkaian titik pada citra sebelahnya.
Metode pencocokan citra yang banyak dipakai untuk keperluan proses fotogrametri adalah berbasis area (area-based) dan berbasis unsur (feature-based). Metode berbasis real time menggunakan komposisi nilai derajat keabuan (gray level) citra sebagai sampel yang akan diuji dalam penelitian. Metode area based matching digunakan dalam penelitian ini karena merupakan metode yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil pencocokan yang relatif cepat (Ilham, 2007). Metode ini juga memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk area yang memiliki tekstur baik dan unik, dan pada beberapa kasus tingkat akurasi dari kecocokan dapat dinyatakan kuantitasnya dalam unit matrik. Area based matching pada dasarnya membandingkan nilai derajat keabu-abuan (gray level) suatu bentuk kecil matriks
(32)
citra dimana pusat matriksnya merupakan lokasi gray value dari titik yang akan dicocokan.
Proses pengidentifikasian titik sekawan dilakukan dengan cara memilih titik di citra kiri pada objek yang mudah dikenal. Titik yang dipilih tersebut dibandingkan dengan titik citra di kanan pada objek yang sama di citra kiri. Pusat sub-citra tersebut merupakan lokasi nilai keabu-abuan dari titik yang akan dicocokkan. Sampel titik diambil dari citra pada sistem koordinat lokal dalam bentuk posisi kolom-baris. Pada pencocokan citra berbasis area, setiap titik yang akan dicocokan adalah pusat dari sebuah jendela pixel yang kecil pada citra acuan, dan jendela ini dibandingkan dengan jendela yang lain pada citra pencarian dengan ukuran tertentu. Ukuran kecocokan dilihat dengan kecilnya perbedaan nilai yang dihasilkan. Keunikan objek merupakan penentu keberhasilan pencocokan citra. Salah satu penentu keunikan objek adalah ukuran sub citra acuan (SCA). Semakin besar ukuran sub citra acuan, detail yang merupakan bagian dari objek semakin banyak. Ketika ukuran citra acuan diperbesar dapat dilihat adanya keunikan lain dari area yang dikategorikan mewakili jenis objek. Keunikan tersebut dapat berupa objek yang berbeda dan memiliki nilai kecerahan yang berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut, rentang nilai kecerahan citra acuan akan melebar sehingga nampak semakin heterogen (Putra, 2008).
Proses pencocokan citra diasumsikan berhasil jika diperoleh nilai korelasi ≥ 0.7. Dengan memperbesar ukuran sub citra acuan, akan diperoleh karakteristik objek yang makin unik sehingga nilai korelasi akan meningkat dan mendukung tercapainya keberhasilan pencocokan citra. Dengan adanya keunikan tersebut, pencarian area paling berkorelasi dapat lebih mudah dan terhindar dari kesalahan posisi pusat area yang paling berkorelasi. Keunikan yang dimaksud dapat objek tersebut memiliki sebagian area heterogen. Secara umum, makin besar ukuran citra acuan, makin banyak keunikan objek yang terlihat sehingga makin besar pula rentang nilai kecerahan citra acuannya.
Teknik mengevaluasi pencocokan citra berbasis area adalah dengan menggunakan teknik korelasi maksimal. Nilai korelasi yang dihasilkan bertujuan untuk mengukur derajat kesamaan antara dua atau lebih citra foto yang bertampalan.
(33)
Citra pertama adalah sub citra acuan (SCA) pada citra kiri sedangkan sub citra kedua merupakan sub citra pencarian (SCP) yang dibatasi oleh citra pencarian (CP) di dalam citra foto kedua. Proses pencocokan citra berlangsung semi otomatis, posisi titik awal diambil secara manual untuk citra kiri dan citra kanan. Titik tengah SCA dan CP menjadi pusat dari area citra yang akan dicari. Nilai pergeseran maksimum SCA pada CP digunakan persamaan (1), nilai berguna dalam algoritma pencocokan citra tahap selanjutnya.
Dm,n = CPm,n-SCAm,n+1
dengan m =baris dan n = kolom.
Gambar 2.11 Sub Citra Acuan dan Sub Citra Pencarian Sumber : Baxes (2004)
Sub Citra Pencarian akan bergerak dalam citra pencarian, kemudian dihitung nilai korelasi SCA dan semua SCP pada CAP dan nilai korelasi antar kedua citra mempunyai rentang nilai 0 sampai +1 (0 ≤ ρ≤ 1). Secara umum nilai pembatas dari nilai koefisien korelasi adalah lebih besar sama dengan 0.7 atau 70 % yang dinyatakan cocok atau derajat kesamaannya tinggi.
Sampel citra berupa komposisi nilai keabuan array citra yang akan diuji derajat kecocokannya dihitung melalui suatu persamaan matematis untuk kemudian disimpan sebagai nilai korelasi. Metode korelasi dari pencocokan citra berkerja dengan memilih CA dari citra kiri berdasarkan karakteristik tertentu dan jarak objek / area dari titik utama citra untuk dicocokan, dan pencarian posisi yang sekawan akan dilakukan oleh jendela yang bergerak (SCP) pada CP dari citra kanan.
(34)
Gambar 2.12 Hubungan Citra Foto, SCA dan CP Sumber : Baxes (2004)
2.5 Efek Mata Merah
Mata manusia dan mata banyak hewan terdiri atas bola kecil seperti kelereng (pada manusia, kelereng berdiameter sekitar 1,7 cm). Di depan kelereng ada lensa, sedangkan pada dinding belakang bola mata ada lapisan retina yang peka cahaya. Lensa bertugas membentuk citra dari obyek pada retina. Pada gilirannya retina menghasilkan sinyal, yang dikirim ke otak melalui syaraf. Begitu menerima sinyal, otak menyimpulkan kesan penglihatan.
Efek mata merah merupakan sebuah fenomena yang terjadi pada saat pengambilan foto menggunakan kamera yang menggunakan lampu kilat (blitz), terkena pantulan retina mata dari obyek yang difoto. Secara alami pupil mata manusia akan membesar di dalam gelap. Penyesuaian ini bertujuan agar semakin banyak cahaya yang masuk dan manusia bisa melihat lebih baik di dalam gelap. Ketika dipotret dengan menggunakan flash, pupil mata manusia yang semula membesar di dalam gelap tidak bisa menutup dengan cepat ketika tiba-tiba cahaya flash jatuh ke mata. Akibatnya flash mengenai pigmen melanin di bagian dalam mata manusia dan pantulannya terekam oleh kamera sehingga menghasilkan efek mata merah. seperti terlihat pada Gambar 2.13.
(35)
Gambar 2.13 Efek Mata MerahPada Foto Digital
Pada saat blitz kamera aktif, sinarnya masuk ke dalam retina mata dan menembus hingga pembuluh darah bewarna merah ini. Pantulan dari warna merah pembuluh darah ini kembali ke kamera dan terekam pada saat pemotretan yang mengakibatkan hasil gambar menampilkan efek seolah-olah mata obyek foto bersinar merah.
Efek mata merah sering terjadi pada kamera saku (compact camera) yang lampu blitznya terpasang dekat dengan lensa penangkap citra. Hal ini mengakibatkan pantulan cahaya blitz berbalik ke arah sumber cahaya semula, kemudian mengenai lensa kamera sehingga menghasilkan efek mata merah.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya efek mata merah pada saat mengambil foto dengan menggunakan kamera digital, antara lain :
1. Nyalakan lampu
Lampu yang terang akan memberikan efek yang sama pada pupil objek foto sehingga efek mata merah akan berkurang.
2. Ambil gambar dari sudut tertentu
Atur posisi kamera sehingga sinar flash tidak langsung mengarah ke mata objek foto, sehingga tidak akan ada cahaya yang terpantul dan jika flash-nya diarahkan ke arah yang tepat, tidak akan terjadi efek mata merah.
(36)
3. Jangan menatap langsung lensa kamera
Usahakan agar objek foto tidak menatap langsung lensa kamera. Dengan menatap pada arah pandang lain, kemungkinan cahaya blitz kamera mengenai lensa mata objek foto akan berkurang.
4. Jauhkan lampu blitz dari lensa kamera
Jika menggunakan kamera digital yang dapat dipisahkan lampu blitznya, cabut lampu blitz tersebut dan letakkan pada posisi sejauh mungkin dari lensa kamera. Hal ini akan mengurangi kemungkinan tertangkapnya pantulan sinar blitz dari lampu pada lensa kamera.
2.6 Representasi Warna
Pada umumnya, warna dipisahkan menjadikan komponen-komponen, baik komponen warna ataupun komponen kecerahan, penyajian semacam ini disebut komponen warna. Pada komponen warna, tiap komponen dipisahkan dengan model-model tertentu, seperti model-model RGB, YUV dan YIQ.
2.6.1 Model RGB
Red Green Blue (RGB) merupakan warna dasar yang ada pada system computer. Data video dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen untuk masing-masing warna, yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Warna tiap piksel ditentukan oleh kombinasi intensitas dari masing-masing komponen warna dan dipetakan dalam bentuk sebuah koordinat seperti terlihat pada Gambar 2.14.
(37)
Sebagai contoh, pada RGB 24 bit, masing-masing komponen warna dinyatakan dalam 8 bit atau 256 level. Misalnya, citra dengan 8 bit per piksel mempunyai 256 warna dan citra dengan 24 bit mempunyai 32768 warna, jadi setiap piksel dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Bit 0 sampai dengan 7 untuk warna merah. 2. Bit 7 sampai dengan 15 untuk warna hijau. 3. Bit 16 sampai dengan 24 untuk warna biru.
Kemungkinan kombinasi warna yang ada adalah = 2563 + 2562 + 2561 = 16.843.008, dimana nilai 0 menyatkan warna hitam sedangakan nilai 16.843.008 menyatakan warna putih.
2.6.2 Model YUV
YUV adalah pemisahan komponen kecerahan (luminance) dan komponen warna (crominanc). Pemisahan komponen tidak hanya dilakukan dengan pemisahan warna, namun dapat juga dilakukan dengan memisahkan komponen kecerahan (luminance) dan komponen warna (crominance). Pada format PAL, sinyal kecerahan dinyatakan dengan Y, sedangkan dua signal warna dinyatakan dengan U dan V.
Masing-masing komponen tersebut diperoleh dengan mentransformasikan RGB dengan rumus :
Y = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B U = (B-Y) x 0,493
V = (R-Y) x 0,877
2.6.3 Model YIQ
Model YIQ merupakan salah model warna yang berfokus pada persepsi mata manusia terhadap warna. Model ini merupakan standar warna pada penyiaran TV yang diperkenalkan pertama kali oleh NTSC (the National Television System
(38)
Comitee). YIQ merepresentasikan warna dalam tiga komponen, yaitu komponen Y mewakili pencahayaan (luminance), komponen I mewakili corak warna (hue) dan komponen Q mewakili intensitas atau kedalaman warna (saturation) (Gonzalez, 2002). Perangkat keras pengolah citra pada umumnya menerapkan model warna RGB dengan pertimbangan kemudahan pada teknis penampilan warna. Konversi warna diperlukan untuk menjembatani perbedaan kedua model warna tersebut agar dapat diproses dan ditampilkan dengan benar.
Masing-masing komponen tersebut diperoleh dengan mentransformasikan RGB dengan rumus :
Y = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B I = 0,587R-0,275G-0,321B Q = 0,212R-0,523G-0,321B
2.7 Intensity Color Checking
Menurut Rizon (2000 : 54), Intensity Color Checking merupakan sebuah teknik yang bekerja dengan cara mengecek nilai intensitas warna dari nilai RGB (Red, Green, Blue). Teknik ini membutuhkan sebuah rentang nilai yang disebut nilai toleransi sebagai batas acuan dari penentuan intensitas suatu warna.
2.7.1 Konsep Warna Dalam Intensity Color Checking
Karena metode intensity color checking merupakan metode yang mengukur atau menghitung kualitas warna pada pixel suatu citra digital, sebelumnya perlu diketahui bagaimana konsep warna yang digunakan dalam intensity color checking.
Dalam intensity color checking, terdapat tiga penggolongan dasar warna, yaitu warna primer, warna sekunder dan warna tertier (komplementer). Warna primer merupakan warna dasar yang tidak dapat dihasilkan dari pencampuran warna
(39)
lainnya. Dari pengertian warna primer ini, warna hitam, putih, emas dan perak sepintas dapat diklasifikasikan sebagai warna primer.
Namun karena hitam, putih, emas dan perak tidak menampakkan kroma tertentu, maka warna-warna tersebut danggap bukan warna. Bahkan sebahagian orang ada yang mengelompokkan hitam dan putih sebagai ‘warna netral’, dapat dipasangkan sebagai penetralisir bagi warna apapun. Dengan alasan tersebut, maka warna pokok hanya terdiri dari warna kuning, merah dan biru. Pedoman inilah yang digunakan beberapa manufaktur mesin pencetak (printer), dimana untuk mesin pencetak berwarna, umumnya hanya tersedia tiga cartridge, yaitu merah, kuning dan biru. Skema warna primer ini seperti ditunjukkan pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Skema Warna Primer
Apabila dua warna pokok dicampurkan dengan kadar yang sama (100% : 100%), maka dihasilkan sebuah warna baru yang dinamakan warna ke dua (sekunder) atau warna turunan. Sebagai contoh, dari percampuran warna merah dan kuning dapat dihasilkan warna sekunder berupa warna oranye. Atau pencampuran warna merah dengan biru akan menghasilkan warna sekunder ungu, dan pencampuran warna biru dengan kuning akan menghasilkan warna sekunder hijau. Skema pencampuran warna-warna primer menjadi warna sekunder tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.16.
(40)
Gambar 2.16 Skema Warna Sekunder
Di antara merah dan ungu, masih terdapat jutaan gugus warna merah keungu-unguan atau ungu kemerah-merahan yang tidak terhingga banyaknya. Demikian juga antara ungu dan biru, kuning dan oranye, oranye dan merah, biru dan hijau serta hijau dengan kuning. Warna-warna inilah yang kemudian disebut dengan warna tertier (warna komplementer), sebagaima terlihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17. Skema Warna Tertier (Komplementer)
Selain menggunakan konsep warna di atas, intensity color checking juga sangat dipengaruhi oleh elemen-elemen dasar dari citra digital yang akan diukur atau dihitung intensitas warnanya. Adapun elemen-elemen tersebut adalah :
1. Kecerahan
Kecerahan adalah kata lain untuk intensitas cahaya. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian penerokan, kecerahan pada sebuah titik (pixel) di dalam citra bukanlah intensitas yang sebenarnya, tetapi sebenarnya adalah intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya. Sistem visual
(41)
manusia mampu menyesuaikan dirinya dengan tingkat kecerahan (brightness level) mulai dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi dengan jangkauan sebesar 1010. 2. Kontras
Kontras menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah gambar. Citra dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar komposisi citranya adalah terang atau sebagian besar gelap. Pada citra dengan kontras yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.
3. Kontur (Countour)
Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata kita mampu mendeteksi tepi-tepi (edge) objek di dalam citra.
4. Warna
Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna mempunyai panjang gelombang (λ) yang berbeda. Warna merah mempunyai panjang gelombang paling tinggi, sedangkan warna ungu (violet) mempunyai panjang gelombang paling rendah.
Warna-warna yang diterima oleh mata (sistem visual manusia) merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G), dan blue (B).
5. Bentuk (Shape)
Shape adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi dengan pengertian bahwa shape merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia. Manusia lebih sering mengasosiasikan objek dengan bentuknya ketimbang elemen lainnya (warna misalnya). Pada umumnya, citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra dwimatra (2 dimensi), sedangkan objek yang dilihat umumnya berbentuk trimatra (3 dimensi).
(42)
Informasi bentuk objek dapat diekstraksi dari citra pada permulaaan pra-pengolahan dan segmentasi citra. Salah satu tantangan utama pada computer vision adalah merepresentasikan bentuk, atau aspek-aspek penting dari bentuk.
6. Tekstur
Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Jadi, tekstur tidak dapat didefinisikan untuk sebuah pixel. Sistem visual manusia pada hakikatnya tidak menerima informasi citra secara independen pada setiap pixel, melainkan suatu citra dianggap sebagai suatu kesatuan. Resolusi citra yang diamati ditentukan oleh skala pada mana tekstur tersebut dipersepsi.
2.7.2 Prinsip Kerja Intensity Color Checking
Pada dasarnya, intensity color checking bekerja dengan cara melakukan perhitungan terhadap nilai RGB (Red, Green, Blue) dari pixel pada sebuah citra digital. Berdasarkan nilai RGB ini, ditetapkan sebuah nilai toleransi yang akan digunakan sebagai acuan dalam menilai tingkat intensitas warna pada pixel tersebut.
Adapun persamaan yang digunakan dalam Intensity color checking untuk mengukur intensitas warna pixel pada sebuah citra digital adalah sebagai berikut :
I1≤ I ≤ I2
Di mana :
I1 = (RGB – T)
I2 = (RGB + T)
RGB = Nilai R, G atau B yang diproses.
T = Nilai Toleransi mata merahyang diinginkan (Rizon, 2000 : 55).
Sebagai contoh, untuk mengecek intensitas warna hitam (RGB : 0,0,0) dengan nilai toleransi 10, teknik ini akan mengkategorikan seluruh warna yang
(43)
memiliki rentang nilai dari (0 – 10) sampai (0 + 10). Namun, karena nilai RGB tidak pernah lebih kecil dari 0, maka warna yang dideteksi sebagai warna hitam dengan toleransi 10 adalah warna yang memiliki nilai RGB pada rentang nilai 0 sampai 10.
Dari contoh di atas, seandainya ditemukan suatu warna dengan nilai RGB (10,0,10), maka warna tersebut akan dideteksi sebagai warna hitam. Hal ini disebabkan oleh nilai R, G dan B dari warna tersebut berada pada rentang nilai yang telah ditentukan.
Adapun algoritma dasar dari teknik intensity color checking ini adalah sebagai berikut :
1. Tentukan nilai R, G dan B warna yang akan dideteksi. 2. Tentukan nilai toleransi warna.
3. Set R1 = R – Nilai Toleransi, G1 = G – Nilai Toleransi dan B1 = B – Nilai
Toleransi.
4. Set R2 = R + Nilai Toleransi, G2 = G + Nilai Toleransi dan B2 = B + Nilai
Toleransi.
5. Baca nilai R, G dan B warna.
6. Jika R1 ≤ R ≤ R2, G1 ≤ G ≤ G2 dan B1 ≤ B ≤ B2, warna tersebut terdeteksi sebagai
warna yang ditentukan sebelumnya.
7. Jika tidak, maka warna tersebut bukanlah warna yang telah ditentukan sebelumnya (Rizon, 2000 : 56).
(44)
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1 Analisis Sistem
Pada bagian ini, penulis melakukan analisis terhadap metode intensity color checking untuk mengamati bagaimana proses kerja metode ini dalam melakukan reduksi efek mata merah dari sebuah citra digital, kelebihan dan kekurangannya serta bagaimana bentuk implementasinya dalam sebuah bahasa pemrograman.
3.1.1 Analisis Fasilitas Sistem
Analisis ini dilakukan untuk memperoleh fasilitas-fasilitas apa saja yang akan ditawarkan pada sistem yang dirancang. Sesuai dengan kebutuhan awal, yaitu untuk melakukan reduksi efek mata merah pada citra digital yang diinputkan pengguna, maka fasilitas yang ditawarkan dalam sistem yang dirancang ini adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas Pemilihan Area
Fasilitas pemillihan area merupakan fasilitas yang dirancang untuk melakukan pemilihan area mana yang akan diproses. Pada fasilitas ini, pengguna dapat memilih bagian citra digital mana yang akan direduksi efek mata merah-nya. Berdasarkan pemilihan area ini, sistem akan melakukan reduksi efek mata merahdengan menggunakan intensity color checking.
2. Fasilitas Pengubahan Nilai Toleransi
Fasilitas pengubahan nilai toleransi merupakan fasilitas yang dapat digunakan pengguna untuk menambah atau mengurangi nilai toleransi warna merah yang akan digunakan dalam proses reduksi efek mata merah. Karena nilai intensitas warna merah yang dihasilkan efek mata merahdapat berbeda-beda pada setiap citra digital, pengguna dapat melakukan penyesuaian nilai toleransi terhadap warna merah tersebut melalui fasilitas ini.
(45)
3. Fasilitas Penyimpanan Hasil
Fasilitas penyimpanan hasil merupakan fasilitas yang dapat digunakan pengguna untuk menyimpan hasil proses reduksi efek mata merah ke dalam bentuk sebuah file citra digital. Pengguna dapat menentukan lokasi penyimpanan hasil proses beserta nama file yang diinginkan melalui fasilitas ini.
3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem
Setelah menganalisis fasilitas-fasilitas yang akan ditawarkan oleh sistem, selanjutnya dilakukan analisis terhadap perangkat-perangkat yang dibutuhkan agar sistem dapat berjalan dengan baik. Adapun perangkat-perangkat yang dibutuhkan agar sistem ini dapat berjalan dengan baik (dari segi hardware dan software) adalah sebagai berikut :
1. Perangkat Keras (Hardware)
a. Micro Processor Pentium IV
b. Harddisk untuk tempat sistem beroperasi dan sebagai media penyimpanan data.
c. Memory minimal 256 Mega Byte d. Monitor Super VGA
e. Mouse dan Keyboard 2. Perangkat Lunak (Software)
a. Sistem operasi yang digunakan minimal harus Microsoft Windows XP atau Microsoft Windows NT.
b. Anti Virus untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan sistem yang disebabkan oleh virus-virus yang masuk baik dari disket maupun media input lainnya.
(46)
3.1.3 Analisis Proses Kerja Reduksi Efek Mata Merah
Pada perancangan perangkat lunak mata merah reduksi dengan metode intensity color checking ini, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menghilangkan efek mata merah dari sebuah Citra digital yang dihasilkan dari sebuah pemotretan secara otomatis dengan menggunakan metode intensity color checking.
Untuk itu, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap cara kerja metode
intetnsity color checking dalam menghilangkan efek mata merahdari sebuah citra digital. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, metode ini melakukan penghapusan efek mata merah dengan cara mengubah nilai intensitas pixel yang terdeteksi sebagai efek mata merah sehingga memiliki nilai intensitas yang mendekati nilai intensitas warna dari pixel disekitarnya.
Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan dalam menyelesaikan masalah mata merah reduksi pada sebuah citra digital dengan menggunakan metode intensity color checking ini terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Mengumpulkan teori dan contoh-contoh kasus.
Dalam tahapan ini, penulis mengumpulkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah efek mata merah pada citra digital dan metode intensity color checking. Teori-teori ini penulis kumpulkan dari beberapa sumber seperti buku-buku di perpustakaan, artikel-artikel di internet serta referensi dari tugas akhir mahasiswa lain yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Selain mengumpulkan teori-teori, penulis juga mengumpulkan contoh-contoh kasus dalam bentuk jurnal penelitan sebagai referensi dalam memecahkan masalah mata merahreduksipada citra digital dengan menggunakan algoritma
intensity color checking.
2. Merancang program
Setelah teori-teori dan contoh-contoh kasus penunjang penulis rasakan cukup, langkah selanjutnya penulis melakukan perancangan terhadap program.
(47)
Program penulis rancang untuk dapat melakukan penghapusan terhadap efek mata merah pada sebuah ile citra digital yang diinputkan user dengan menggunakan metode intensity color checking. Langkah pertama dalam perancangan program ini adalah merancang proses kerja sistem. Proses kerja sistem penulis rancang menggunakan sebuah bagan alir (flowchart) yang menjelaskan secara rinci proses-proses yang akan dilakukan program dalam melakukan penghapusan efek mata merahpada sebuah file citra digital dengan menggunakan metode intensity color checking. Langkah berikutnya adalah merancang bentuk tampilan program. Bentuk tampilan program yang penulis rancang adalah sebuah form dengan tombol-tombol yang dapat digunakan
user untuk berinteraksi dengan program yang dirancang. Dalam langkah ini penulis juga merancang algoritma pemrograman yang akan penulis gunakan dalam implementasi rancangan program dalam bahasa pemrograman yang digunakan.
3. Mengimplementasikan rancangan program.
Bahasa pemrograman yang penulis pilih dalam implementasi rancangan program adalah Microsoft Visual Basic 6.0. Bahasa pemrograman ini penulis pilih karena lebih familiar dibandingkan bahasa pemrograman lain dan sering penulis gunakan pada saat perkuliahan. Pada tahapan ini, penulis mengimplementasikan rancangan tampilan program serta melakukan coding
sesuai dengan bahasa pemrograman yang digunakan. Tahapan implementasi program yang penulis lakukan adalah membuat tampilan form, membuat
module-module yang dibutuhkan serta membuat sintax-sintax terhadap tombol-tombol dan menu-menu pada form.
4. Melakukan pengujian program.
Pada tahapan akhir ini, penulis melakukan serangkaian pengujian terhadap program yang dihasilkan. Pengujian-pengujian ini dilakukan untuk mencari kesalahan-kesalahan (error) pada program dan melakukan perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan.
(48)
3.2 Perancangan Sistem
Setelah melakukan analisis terhadap sistem perangkat lunak yang akan dirancang, selanjutnya dilakukan perancangan terhadap perangkat lunak tersebut. Adapun tahapan perancangan yang dilakukan meliputi perancangan proses, perancangan antarmuka program serta perancangan algoritma.
3.2.1 Perancangan Proses
Berdasarkan hasil analisis masalah yang dilakukan sebelumnya, penulis merancang proses kerja perangkat lunak mata merah reduksi dengan metode
intensity color checking ini. Adapun bentuk rancangan proses kerja perangkat lunak ini seperti terlihat pada Gambar 3.1.
(49)
Gambar 3.1 Flowchart Proses Kerja Perangkat Lunak yang Diimplementasikan Start
End Input file citra
digital
Pilih area yang akan diproses
Set nilai RGB pixel pada posisi I,J menjadi (0,0,0) Set H = Tinggi Area
Set W = Lebar area
(255-T) ≤ R ≤255 AND
0 ≤ G ≤ (0 + T) AND 0 ≤ B ≤(0 + T) Baca nilai R,G dan B
pixel pada posisi I,J
J > W
Set T = Nilai Toleransi Set I = 0 Set J = 0
Y
N
N
Pilih tingkat toleransi warna merah
Set J = J + 1
Set I = I + 1 Set J=0
I > H Y
(50)
Flowchart program dimulai dengan penginputan file citra digital yang ingin dihapus efek mata merah-nya. Setelah citra digital diload, pengguna dapat memilih area yang mengalami efek mata merah. Sistem akan mencatat koordinat posisi dari area yang dipilih beserta dimensi panjang dan tinggi area tersebut.
Berdasarkan area yang dipilih, sistem akan memproses seluruh pixel pada area yang dipilih pengguna. Proses pertama yang dilakukan adalah mengecek apakah pixel pada posisi koordinat yang dipilih memiliki intensitas warna merah. Jika ya, sistem akan mengambil nilai intensitas warna pada pixel yang berdekatan dengan pixel tersebut (nearest neighbour). Sistem kemudian akan mengubah nilai intensitas warna pada pixel yang mengalami efek mata merah dengan nilai intensitas warna pixel didekatnya.
Proses selanjutnya, sistem akan menyimpan hasil perubahan nilai intensitas warna ini sehingga efek mata merahpada area yang dipilih menghilang.
3.2.2 Perancangan Antarmuka Program
Setelah merancang proses kerja perangkat lunak yang akan dirancang, selanjutnya dilakukan perancangan terhadap antarmuka perangkat lunak ini. Dalam perancangan ini, penulis merancang dua buah form yang dapat digunakan pengguna untuk berinteraksi dengan perangkat lunak yang dirancang.
1. Rancangan Form Utama
Form Utama merupakan tampilan yang dirancang sebagai interface agar user
dapat berinteraksi dengan sistem. Dalam melakukan interaksi dengan user, Form Utama menggunakan tombol-tombol yang dapat dipilih oleh user, seperti tombol Open Image, Process, Undo, Select Area serta Exit, seperti terlihat pada Gambar 3.2.
(51)
Gambar 3.2 Rancangan Form Utama Keterangan Gambar 3.2 :
1. Tombol Load berfungsi untuk menginputkan citra digital yang ingin di hapus efek mata merah-nya.
2. Tombol Save berfungsi untuk menyimpan citra digital yang telah di hapus efek mata merah-nya.
3. Tombol Restore berfungsi untuk mengembalikan citra digital ke bentuk aslinya.
4. Tombol Process berfungsi untuk melakukan proses penghilangan efek mata merahs pada area yang dipilih.
5. Tombol Undo berfungsi untuk membatalkan perintah terakhir dari Pengguna.
6. Tombol Select Eye berfungsi untuk menentukan area pada xitra Digital yang akan diproses.
Perangkat Lunak Menghilangkan Efek Red Eye X
Load
Red Tolerance
Tolerance For Other Colors
Brightness Out
Process Undo
Select Eye Restore
(52)
2. Rancangan Form About
Form About merupakan tampilan yang dirancang untuk menampilkan informasi mengenai programmer perangkat lunak mata merahreduksi menggunakan metode
intensity color checking ini. Adapun rancangan Form About dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Rancangan Form About
3.2.3 Perancangan Algoritma Program
Untuk memudahkan proses penulisan coding dalam bahasa pemrograman yang digunakan, penulis merancang algoritma program yang akan digunakan sebagai bahan acuan. Bentuk rancangan algoritma program dari perangkat lunak mata merahreduksidengan metode intensity color checking ini adalah sebagai berikut :
Perangkat lunak Red Eye Reduction Dengan Metode Intensity Coolor Checking
Perangkat lunak ini dirancang oleh : Ari Afdhali
NIM : 091421071
<< Keluar JURUSAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU)
(53)
[1].Algoritma Program Utama Start
Tampilkan Form Utama Input File Citra Digital
Pilih Area Yang Akan Diproses Set P = Posisi awal panjang area Set T = Posisi awal tinggi area If tombol = “Proses” then
Cek intensitas warna
If intensitas warna = “Merah” then Cek intensitas warna terdekat Ubah intensitas warna
End If’
For I = P to Panjang Area For J = T to Tinggi Area Next J
Next I
Simpan perubahan intensitas warna Else If tombol = “Undo” Then
Batalkan proses sebelumnya Else
Tutup aplikasi End If
End
[2].Algoritma Cek Intensitas Warna Start
For I = 0 to Panjang Area For J = 0 to Lebar Area
Set R = Nilai red pixel pada posisi (I,J) Set G = Nilai red pixel pada posisi (I,J) Set B = Nilai red pixel pada posisi (I,J) Baca nilai toleransi
Set R2 = R – Toleransi
Set R2 = R – Toleransi
Set G2 = G + Toleransi
Set G2 = R – Toleransi Set B2 = G + Toleransi
(54)
If R1 ≤ R ≤ R2, G1 ≤ G ≤ G2 dan B1 ≤ B ≤ B2 Then
Tandai posisi pixel sebagai mata merah End If
Next J End
(55)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Setelah melakukan implementasi terhadap rancangan yang diperoleh sebelumnya, penulis memperoleh hasil berupa sebuah perangkat lunak yang dapat melakukan penghapusan terhadap efek mata merah pada sebuah citra digital dengan menggunakan metode intensity color checking. Adapun hasil yang penulis peroleh tersebut berupa tampilan hasil dan hasil pengujian sistem.
4.1.1 Tampilan Hasil
Hasil dari implementasi perangkat lunak yang penulis rancang adalah :
1. Tampilan Form Utama
Tampilan Form Utama merupakan form yang ditampilkan pertama kali pada saat perangkat lunak dijalankan. Form Utama ini berisi tampilan menu untuk melakukan proses penghapusan efek mata merah dari citra digital. Adapun tampilan Form Utama seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
(56)
Gambar 4.1 Tampilan Form Utama
2. Tampilan Form About
Tampilan Form About merupakan tampilan yang muncul jika user memilih tombol About dan sub menu About pada Form Utama. Form About ini berfungsi untuk menampilkan sekilas informasi mengenai perancang perangkat lunak ini. Adapun tampilan Form About seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.
(57)
4.1.2 Hasil Pengujian Sistem
Setelah mendapatkan hasil tampilan perangkat lunak, tahap selanjutnya penulis melakukan pengujian terhadap sistem tersebut. Adapun metode pengujian sistem yang penulis lakukan adalah metode statis (static technique) dimana pengujian dibagi dalam beberapa tahapan.
1. Menetapkan Parameter Pengujian
Adapun parameter pengujian yang penulis gunakan dalam pengujian sistem ini adalah sebagai berikut :
a. Kestabilan Sistem
Parameter ini digunakan untuk menguji apakah sistem masih mengalami
error pada saat dieksekusi atau pada saat melakukan penghapusan efek mata merahpada area yang ditentukan.
b. Ketepatan Hasil
Parameter ini digunakan untuk menguji apakah sistem telah dapat bekerja seperti apa yang diharapkan dalam perancangan.
2. Menyiapkan Perangkat Pengujian
Dalam tahap ini, penulis menyiapkan sebuah file citra digital dengan nama file mata.JPEG. Citra digital ini mempunyai dimensi 1024 X 768 dengan format JPEG. Adapun tampilan dari citra digital yang dijadikan perangkat pengujian ini penulis ambil menggunakan aplikasi Microsoft Paint seperti terlihat pada Gambar 4.3.
(58)
Gambar 4.3 Citra Digital Pengujian
3. Melakukan Load File Citra Digital
Dalam tahap ini, penulis melakukan pengujian terhadap kemampuan sistem dalam me-load citra digital yang telah disiapkan. Pengujian ini untuk melihat kestabilan sistem dalam me-load citra digital dimana akan dilihat pesan-pesan error yang muncul pada saat pengujian berlangsung. Adapun hasil pengujian kestabilan sistem seperti terlihat pada Gambar 4.4.
(59)
Dari pengujian yang dilakukan, sistem terlihat stabil pada saat melakukan
load terhadap citra digital yang disiapkan. Tidak ada pesan error yang muncul, sehingga penulis menarik kesimpulan bahwa sistem telah stabil dalam melakukan proses load terhadap sebuah citra digital.
4. Melakukan Pengujian Penghapusan Efek Mata MerahPada Citra Digital
Dalam tahap ini, penulis melakukan pengujian terhadap kemampuan sistem dalam melakukan penghapusan efek mata merah pada citra digital yang disiapkan. Pada tahap ini, akan diuji parameter kestabilan sistem, serta ketepatan hasil yang diharapkan. Dalam pengujian sistem ini, penulis memilih area pada citra digital yang mengalami efek mata merah, seperti terlihat pada Gambar 4.5.
(60)
Selanjutnya, penulis mengklik tombol proses untuk memproses penghapusan efek mata merah pada citra digital yang dipilih. Adapun hasil yang diperoleh adalah efek mata merahpada area yang dipilih sebelumnya hilang, yang menandakan bahwa pengujian berhasil, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Hasil Pengujian Penghapusan Efek Mata Merah
Selanjutnya, dilakukan pengujian untuk menghilangkan efek mata merah pada mata bagian kanan dari citra digital yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Namun, dalam pengujian ini dilakukan pengurangan nilai toleransi warna merah dengan cara menggeser ke kiri slider Red Tolerance, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7.
(61)
Gambar 4.7 Mengubah Nilai Toleransi Warna Merah
Kemudian, dilakukan pemilihan area gambar yang mengalami efek mata merah, yaitu bagian mata sebelah kanan, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.8.
(62)
Gambar 4.8 Memilih Area Yang Mengalami Efek Mata Merah
Sama seperti pengujian sebelumnya, dilakukan penekanan tombol Proses untuk mengolah area yang dipilih. Hasil yang diperoleh dalam pengujian ini adalah, tidak terjadi perubahan terhadap area yang dipilih. Mata bagian kanan yang mengalami efek mata merah tidak mengalami perbaikan menjadi warna hitam sebagaimana terjadi pada pengujian sebelumnya untuk mata bagian kiri. Adapun hasil tampilan pengujian ini terlihat pada Gambar 4.9.
(63)
Gambar 4.9 Hasil Pengujian Untuk Mata Bagian Kanan
Dari kedua pengujian ini, baik pengujian untuk mata bagian kiri dan mata bagian kanan, terlihat bahwa nilai toleransi warna merah sangat mempengaruhi ketepatan hasil pengkoreksian efek mata merah pada citra digital yang akan diproses. Jika toleransi warna merah terlalu kecil, maka sistem tidak dapat mengenali area yang dipilih sebagai area yang mengalami efek mata merah. Hal ini ditunjukkan pada pengujian kedua, dimana warna merah yang terdapat pada mata bagian kanan tidak dapat diubah menjadi warna hitam dengan nilai toleransi warna merah yang telah dikurangi.
(64)
4.2 Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini, penulis menjelaskan tentang fasilitas yang disediakan oleh perangkat lunak ini. Selain itu penulis juga menjelaskan bagaimana cara kerja dari perangkat lunak yang dirancang serta kelebihan dan kekurangan sistem ini.
4.2.1. Cara Kerja Perangkat Lunak
Adapun cara kerja dari perangkat lunak yang penulis rancang adalah sebagai berikut :
a. Perangkat lunak akan menampilkan form Utama pada saat dijalankan pertama kali.
b. Apabila user menekan tombol Open Image, sistem akan menampilkan sebuah common dialog box untuk menerima inputan lokasi file citra digital yang akan dihapus efek mata merahs di dalamnya.
c. Jika file citra digital telah dipilih, user dapat memilih area pada citra digital yang mengalami efek mata merah.
d. Jika tombol Process diklik, sistem akan memproses area yang dipilih berdasarkan pengaturan intensitas warna yang diinginkan.
e. Jika user memilih menu About, sistem akan menampilkan Form About
yang berisi sekilas informasi mengenai perancang perangkat lunak ini. f. Apabila user ingin mentutup aplikasi ini, user dapat memilih sub menu
Keluar dan kembalipada Form Utama.
4.2.2 Kelebihan Dan Kekurangan Perangkat Lunak
Berdasarkan hasil tampilan program dan pengujian program yang dilakukan, penulis menemukan beberapa kelebihan dan kekurangan dari perangkat lunak yang dihasilkan.
(65)
Adapun kelebihan dari rancangan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
a. Perangkat lunak ini dapat menghapus secara otomatis efek mata merahs
pada citra digital yang diinputkan berdasarkan pilihan area yang diberikan oleh pengguna.
b. Hasil penghapusan efek mata merah dapat menyatu dengan isi seluruh citra digital. Hal ini disebabkan oleh penimpaan efek mata merah dilakukan dengan pixel warna terdekat dari area yang dipilih.
c. Aplikasi perangkat lunak ini sangat mudah digunakan dan tidak memerlukan media penyimpanan untuk menginstal aplikasi perangkat lunak ini.
Sedangkan kekurangan dari rancangan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
a. Perangkat lunak hanya dapat menghapus efek mata merah pada citra digital dengan format BMP atau JPEG.
b. Pengguna harus memilih area yang mengalami efek mata merah dengan tepat. Jika area yang dipilih tidak mengalami efek mata merah, maka hasil prosesnya akan melenceng dari apa yang diharapkan.
(66)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perancangan dan implementasi terhadap perangkat lunak mata merah reduksi dengan metode intensity color checking ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Efek mata merah terjadi akibat menggunakan lampu kilat (blitz), terkena pantulan retina mata dari obyek yang difoto, sehingga mengakibatkan bola mata pada foto yang dihasilkan berwarna merah.
2. Metode intensity color checking dapat diimplementasikan dalam perangkat lunak reduksi mata merah untuk menghilangkan efek mata merah pada sebuah citra digital
3. Metode intensity color checking bekerja dengan cara melakukan pengecekan terhadap intensitas warna sebuah pixel gambar dan melakukan manipulasi terhadap intensitas warnanya.
5.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis berikan berdasarkan hasil implementasi perancangan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
1. Perangkat lunak ini dapat dikembangkan dengan menambahkan format citra digital lain yang dapat diproses seperti format GIF atau PNG.
2. Dapat ditambahkan fasilitas untuk melakukan pengecekan terhadap seluruh citra digital yang diinputkan untuk mencari pixel-pixel mana saja yang mengalami efek mata merah.
(67)
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Awcock, G.J. and Thomas, R., 2006, Aplikasi Proses Image, McGraw-Hill Inc, Singapore.
[2]. Baxes, G.A., 2004, Proses Gambar Digital : Principles and Applications,
John Wiley & Sons, New York.
[3]. Jain, A.K., 1989, Fundamentals of Digital Image Processing, Prentice Hall International.
[4]. Jogiyanto, H.M., 2000, Pengenalan Komputer, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
[5]. Kendall, K.E, dan Kendall, J.E., 2003, Analisis Dan Perancangan Sistem, Edisi-5, Jilid I Dan Jilid II, Alih Bahasa Thamrin Abdul Hafedh, Penerbit P.T. Indeks, Jakarta
[6]. Ladjamuddin, A.B., 2006, Rekayasa Perangkat Lunak, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
[7]. Mata merah.
%20Merah.pdf diakses terakhir tanggal 07 April 2011 Pukul 14.30 WIB. [8]. Munir, 2004, Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi, Yogyakarta.
[9]. Ramadhan, A., 2007, Visual Basic 6.0, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
[10]. Reduce Red-Eye Effect on Digital Caneras, http://daimasu.multiply.com /journal/item/1 diakses terakhir tanggal 07 April 2011 Pukul 14.30 WIB.
[11]. Rizon, M. and Kawaguchi, T., 2000, Automatic eye detection using intensity and edge information,InProceedings of TENCON2011,IEEE. [12]. Webb, A.R., 2002,Statistical Pattern Recognition,John Wiley & Sons.
(1)
Gambar 4.8 Memilih Area Yang Mengalami Efek Mata Merah
Sama seperti pengujian sebelumnya, dilakukan penekanan tombol Proses untuk mengolah area yang dipilih. Hasil yang diperoleh dalam pengujian ini adalah, tidak terjadi perubahan terhadap area yang dipilih. Mata bagian kanan yang mengalami efek mata merah tidak mengalami perbaikan menjadi warna hitam sebagaimana terjadi pada pengujian sebelumnya untuk mata bagian kiri. Adapun hasil tampilan pengujian ini terlihat pada Gambar 4.9.
(2)
Gambar 4.9 Hasil Pengujian Untuk Mata Bagian Kanan
Dari kedua pengujian ini, baik pengujian untuk mata bagian kiri dan mata bagian kanan, terlihat bahwa nilai toleransi warna merah sangat mempengaruhi ketepatan hasil pengkoreksian efek mata merah pada citra digital yang akan diproses. Jika toleransi warna merah terlalu kecil, maka sistem tidak dapat mengenali area yang dipilih sebagai area yang mengalami efek mata merah. Hal ini ditunjukkan pada pengujian kedua, dimana warna merah yang terdapat pada mata bagian kanan tidak dapat diubah menjadi warna hitam dengan nilai toleransi warna merah yang telah dikurangi.
(3)
4.2 Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini, penulis menjelaskan tentang fasilitas yang disediakan oleh perangkat lunak ini. Selain itu penulis juga menjelaskan bagaimana cara kerja dari perangkat lunak yang dirancang serta kelebihan dan kekurangan sistem ini.
4.2.1. Cara Kerja Perangkat Lunak
Adapun cara kerja dari perangkat lunak yang penulis rancang adalah sebagai berikut :
a. Perangkat lunak akan menampilkan form Utama pada saat dijalankan pertama kali.
b. Apabila user menekan tombol Open Image, sistem akan menampilkan sebuah common dialog box untuk menerima inputan lokasi file citra digital yang akan dihapus efek mata merahs di dalamnya.
c. Jika file citra digital telah dipilih, user dapat memilih area pada citra digital yang mengalami efek mata merah.
d. Jika tombol Process diklik, sistem akan memproses area yang dipilih berdasarkan pengaturan intensitas warna yang diinginkan.
e. Jika user memilih menu About, sistem akan menampilkan Form About yang berisi sekilas informasi mengenai perancang perangkat lunak ini. f. Apabila user ingin mentutup aplikasi ini, user dapat memilih sub menu
Keluar dan kembali pada Form Utama.
4.2.2 Kelebihan Dan Kekurangan Perangkat Lunak
(4)
Adapun kelebihan dari rancangan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
a. Perangkat lunak ini dapat menghapus secara otomatis efek mata merahs pada citra digital yang diinputkan berdasarkan pilihan area yang diberikan oleh pengguna.
b. Hasil penghapusan efek mata merah dapat menyatu dengan isi seluruh citra digital. Hal ini disebabkan oleh penimpaan efek mata merah dilakukan dengan pixel warna terdekat dari area yang dipilih.
c. Aplikasi perangkat lunak ini sangat mudah digunakan dan tidak memerlukan media penyimpanan untuk menginstal aplikasi perangkat lunak ini.
Sedangkan kekurangan dari rancangan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
a. Perangkat lunak hanya dapat menghapus efek mata merah pada citra digital dengan format BMP atau JPEG.
b. Pengguna harus memilih area yang mengalami efek mata merah dengan tepat. Jika area yang dipilih tidak mengalami efek mata merah, maka hasil prosesnya akan melenceng dari apa yang diharapkan.
(5)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perancangan dan implementasi terhadap perangkat lunak mata merah reduksi dengan metode intensity color checking ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Efek mata merah terjadi akibat menggunakan lampu kilat (blitz), terkena pantulan retina mata dari obyek yang difoto, sehingga mengakibatkan bola mata pada foto yang dihasilkan berwarna merah.
2. Metode intensity color checking dapat diimplementasikan dalam perangkat lunak reduksi mata merah untuk menghilangkan efek mata merah pada sebuah citra digital
3. Metode intensity color checking bekerja dengan cara melakukan pengecekan terhadap intensitas warna sebuah pixel gambar dan melakukan manipulasi terhadap intensitas warnanya.
5.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis berikan berdasarkan hasil implementasi perancangan perangkat lunak ini adalah sebagai berikut :
1. Perangkat lunak ini dapat dikembangkan dengan menambahkan format citra digital lain yang dapat diproses seperti format GIF atau PNG.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Awcock, G.J. and Thomas, R., 2006, Aplikasi Proses Image, McGraw-Hill Inc, Singapore.
[2]. Baxes, G.A., 2004, Proses Gambar Digital : Principles and Applications, John Wiley & Sons, New York.
[3]. Jain, A.K., 1989, Fundamentals of Digital Image Processing, Prentice Hall International.
[4]. Jogiyanto, H.M., 2000, Pengenalan Komputer, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
[5]. Kendall, K.E, dan Kendall, J.E., 2003, Analisis Dan Perancangan Sistem, Edisi-5, Jilid I Dan Jilid II, Alih Bahasa Thamrin Abdul Hafedh, Penerbit P.T. Indeks, Jakarta
[6]. Ladjamuddin, A.B., 2006, Rekayasa Perangkat Lunak, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
[7]. Mata merah.
%20Merah.pdf diakses terakhir tanggal 07 April 2011 Pukul 14.30 WIB. [8]. Munir, 2004, Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi, Yogyakarta.
[9]. Ramadhan, A., 2007, Visual Basic 6.0, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
[10]. Reduce Red-Eye Effect on Digital Caneras, http://daimasu.multiply.com /journal/item/1 diakses terakhir tanggal 07 April 2011 Pukul 14.30 WIB.
[11]. Rizon, M. and Kawaguchi, T., 2000, Automatic eye detection using intensity and edge information,InProceedings of TENCON2011,IEEE. [12]. Webb, A.R., 2002, Statistical Pattern Recognition, John Wiley & Sons.