Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang akan dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori bangunan yang
dibuat. ASTM membagi bangunan menjadi tiga kategori, yaitu : rumah tinggal, perumahan, dan struktur yang menggunakan beton mutu tinggi.
Menurut SNI T-15-1990-03 beton yang digunakan pada rumah tinggal atau yang kekuatan tekannya tidak melebihi 10 MPa boleh menggunakan campuran 1 semen : 2 pasir :
3 batu pecah dengan slump untuk mengukur tingkat kemudahan pengerjaannya tidak melebihi dari 100 mm. Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan hingga 20 MPa boleh
menggunakan penakaran volume, tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan tekan lebih besar dari 20 MPa harus menggunakan campuran berat.
Gambar 2.2 Perbandingan Bahan pengisi Beton untuk kekuatan dibawah 10 MPa Sumber :
PBI 1971
II.4 Sifat dan Karakteristik Beton II.4.1 Kuat Tekan Beton
Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Penentuan kekuatan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39.
Tabel 2.1 Perbandingan Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus
Silinder MPa
2 4
6 8
10 12
16 20
25 30
35 40
45 50
Kubus MPa
2.5 5
7.5 10
12.5 15
20 25
30 35
40 45
50 55
Sumber : ISO Standart 3893-1977
II.4.2 Kemudahan Pengerjaan
Telah dijelaskan di atas bahwa kemudahan pengerjaan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun suatu struktur dirancang agar mempunyai
kekuatan tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplmentasikan di lapangan maka semua hal tersebut menjadi percuma. Atau dengan kata lain pengerjaan di
lapangan memiliki pengruh terhadap sidat dan karakteristik beton nantinya.
II.4.3 Rangkak dan Susut
Rangkak creep atau lateral material flow didefenisikan sebagai penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja Nawy, 1985;49. Deformasi
awal akibat pembebanan disebut sebagai regangan elastic, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama disebut regangan rangkak. Rangkak tidak dapat langsung dilihat.
Rangkak hanya dapat diketahui apabila regangan elastic dan susut serta deformasi totalnya diketahui.
Susut didefenisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Pada umumnya, beton yang semakin tahan terhadap susut akan mempunyai
kecenderungan rangkak yang rendah, sebab kedua hal ini berhubungan dengan proses hidrasi pasta semen.
II.5 Bahan Penyusun Beton
Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan semen
secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton
berlangsung.
II.5.1 Semen II.5.1.1 Umum
Salah satu komposisi dari pada beton adalah semen. Dimana semen sangat berperan dalam proses pengikatan agragat halus dan kasar serta komposisi beton lainnya agar beton
tersebut dapat lebih kuat dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Semen merupakan bahan hidrolis yang dapat bereaksi secara kimia dengan air disebut hidrasi sehingga
membentuk material padat. Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen portland. Semen ini
dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan dicampur bahan gips. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : Semen non - hidrolik dan
Semen hidrolik. Semen non - hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi
dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non - hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen
hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.
Tidak berbeda dengan beton, semen juga memiliki sifat yang lebih spesifik yaitu sifat
fisik dan kimia, masing-masing jenis semen memiliki karakteristik yang berbeda - beda yang harus memenuhi syarat kimia dan fisik. Untuk menjaga tetap terjaminnya mutu semen, maka
syarat kimia dan fisik harus terus diperhatikan. Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen portland, kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain.
II.5.1.2 Semen Portland
Semen Portland merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan. Penemu semen semen portland adalah Joseph Aspdin di tahun 1824, seorang tukang
batu berkebangsaan Inggris dinamakannya Portland Cement karena semen yang dihasilkannya mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam pulau portland.
Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berbagai jenis semen ditambahkan berbagai jenis
material mentah lainnya.
Gambar 2.3 Salah Satu Jenis Semen Portland
II.5.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal
berbagai jenis semen Portland antara lain :
1. Semen Portland Biasa
Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton secara umum apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas
hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan jenis semen ini sebagai tipe I.
2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat
Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu kandungan sulfat SO
3
pada air tanah dan tanah masing- masing 0,8 - 0,17 dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6 enam. ASTM
mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe-II. 3.
Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi Merupakan semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung C
3
S lebih banyak dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai
tipe III. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland
biasa, umumnya digunakan pada keadaan-keadaan darurat, misalnya pembetonan pada musim dingin.
4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan C
3
S dan C
3
A yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C
3
S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :
Panas hidrasi rendah
Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama
dengan semen Portland biasa
Susut akibat proses pengeringan rendah
Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat. 5.
Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Kekuatan tekan pada
umur 28 hari lebih rendah dibanding semen Portland biasa. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila
dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat SO
3
pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17 - 1,67 dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti
pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air. 6.
Semen Portland dengan Kekuatan Awal Sangat Tinggi Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang sangat tinggi. Kekuatan
tekan pada umur 1 hari dapat menyamai kekuatan umur 3 hari dari semen dengan kekuatan awal tinggi. Semen ini digunakan pada konstruksi yang perlu segera
diselesaikan atau pekerjaan perbaikan beton. 7.
Semen Portland Koloid Semen jenis ini digunakan untuk pembetonan pada tempat dalam dan sempit. Pada
penggunaanya semen ini digunakan dalam bentuk koloid dan dipompa. 8.
Semen Portland Blended Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam
klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi balst-furnase slag, pozzolan, abu terbang fly ash dan sebagainya.
Jenis-jenis semen Portland blended adalah :
Semen Portland Pozzolan Portland Pozzolanic Cement
Semen Portland Abu Terbang Portland Fly Ash Cement
Semen Portland Terak Dapur Tinggi Portland Balst-Furnase Slag Cement
Semen Super Masonry
II.5.1.4 Sifat Fisik
Salah satu sifat fisik semen yang diuji menurut standard adalah kuat tekan mortar yaitu campuran antara semen, pasir standard dan air, hasil pengujiannya dinyatakan sebagai
harga kuat tekan mortar atau dengan kata lain untuk menguji mutu daya ikat semen. Ada beberapa sifat fisik semen, yaitu :
1. Kehalusan butiran fineness
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan setting time menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen,
proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya
bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk kehalusan
semen, butiran semen yang lewat ayakan no.200 harus lebih dari 78. 2.
Waktu pengikatan Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari
bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua :
a. Waktu ikat awal initial setting time, yaitu waktu dari pencampuran semen dengan
air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.
b. Waktu ikat akhir final setting time, yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen
hingga beton mengeras. Pada semen portland initial setting time berkisar 1 - 2 jam, tetapi tidak boleh kurang
dari 1 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8 jam. Untuk kasus- kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2 jam agar waktu terjadinya
ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi hauling, penuangan dumpingpouring, pemadatan vibrating, dan perataan
permukaan. Perhitungan waktu ikat awal dan akhir dapat dilakukan dengan alat yang disebut alat vicat aparatus, yang ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut :
Gambar 2.4 Alat vicat aparatus
Apabila air ditambahkan kedalam semen portland, maka terjadi reaksi antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan Hidrasi. Reaksi tersebut
akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat Proses pengikatan dan pengerasan pada semen dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5 Bagan Proses Pengikatan setting dan Pengerasan hardening
Keterangan : 1
Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan CaOH
2
, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen serta etteringite
akan membentuk coating pada 3CaO.Al
2
O
3
, hal ini akan mengakibatkan reaksi
hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode.
2 Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta masih
dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya coating
tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai.
3 Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO
2
terjadi dan menghasilkan C-S-H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-H ini
akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan.
PENAMBAHAN AIR
PASTA PLASTIS DAN MUDAH DIBENTUK
INITIAL SET
PASTA KAKU DAN MUDAH DIBENTUK
PADAT DAN KAKU FINAL SET
PROSES
DORMANT PERIODE
INITIAL SETTING
S E T T I N G
FINAL SETTING
HARDENING
4 Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari titik-titik
kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen, yang akhirnya pasta
menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara
steady. 3.
Panas hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air,
dinyatakan dalam kalorigram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan,
perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu
tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan curing pada saat pelaksanaan. Perkembangan panas hidrasi pada
beberapa jenis semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21
o
C
Jenis Semen Portland
Hari 1
2 3
7 28
90 Type I
33 53
61 80
96 104
Type II -
- -
58 75
-
Type III 53
67 75
92 101
107
Type IV -
- 41
50 66
75
Type V -
- -
45 50
- Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono,2003
4. Perubahan volume kekalan
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk
mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Pengembangan volume dapat
menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak
sempat bereaksi dengan oksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk CaOH
2
dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-
retak. Untuk lebih mudah memahami mengenai syarat mutu fisik semen portland pada beberapa type semen dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Sifat Fisik Semen untuk Setiap Type Semen Uraian
Type Semen I
II III
IV V
1 Kehalusan :
Sisa diatas ayakan 0.09 mm, maksimum
Dengan alat Vicat Blainey 10
2800 10
2800 10
2800 10
2800 10
2800 2
Waktu pengikatan setting time, menggunakan alat
“Vicat” Awal, menit minimum
Akhir, jam maksimum Waktu pengikatan setting
time, menggunakan alat “Gillmore”
Awal, menit minimum Akhir, jam maksimum
45 8
60 10
45 8
60 10
45 8
60 10
45 8
60 10
45 8
60 10
3 Kekalan, Pemuaian dalam
autoclave, maksimum 0.80
0.80 0.80
0.80 0.80
4 Kekuatan Tekan :
1 hari kgcm
2
, minimum 1+2 hari kgcm
2
, minimum 1+6 hari kgcm
2
, minimum 1+27 hari kgcm
2
, minimum
- 125
200 -
- 100
175 -
125 250
- -
- -
70 175
- 85
150 210
5 Pengikatan semu false
set : Penetrasi akhir,
minimum 50
50 50
50 50
6 Panas hidrasi
7 hari, calg, maksimum 28 hari, calg, maksimum
- -
70 80
- -
60 70
- -
7 Pemuaian karena sulfat :
14 hari, maksimum -
- -
- 0.45
Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono,2003
II.5.1.5 Sifat Kimia
a Lime saturated Factor LSF Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan alami
lainnya. b Magnesium oksida MgO
Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah
jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb : Mg O + H
2
O _ Mg OH
2
Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar.
c SO
3
Kandungan SO
3
dalam semen adalah untuk mengaturmemperbaiki sifat setting time
pengikatan dari mortar sebagai retarder dan juga untuk kuat tekan. Karena jika pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan
dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah gypsum.
d Hilang Pijar Loss On Ignition Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya
mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana
metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan.
e Residu tak larut Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar.
f Alkali Na
2
O dan K
2
O Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada
mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan
alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya.
g Mineral compound C
3
S, C
2
S, C
3
A, C
4
AF Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound
tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dngan rumus,
meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen
type IV dan type V. Salah satu mineral yang penting yaitu C
3
A, adanya kandungan C
3
A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan
beton. Tetapi karena C
3
A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C
3
A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton. Untuk lebih mudah memahami mengenai sifat syarat
mutu kimia semen portland pada beberapa type semen dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Syarat Kimia dalam Semen untuk Setiap Type Semen
Uraian Jenis semen
I II
III IV
V
MgO, maksimum SO
3
, maksimum C
3
A 8.0 C
3
A 8.0 Hilang Pijar, maksimum
Bagian Tak Larut, maksimum Alkali sebagai Na
2
O, maksimum C
3
S, maksimum C
2
S, maksimum C
3
A, maksimum C
3
AF+2C
3
A, atau C
4
AF+C
2
F, maksimum
C
3
S+C
3
A, maksimum 5.0
3.0 3.5
3.0 1.5
0.6
- -
- -
5.0 3.0
- 3.0
1.5 0.6
- -
8 -
5.0 3.5
4.5 3.0
1.5 0.6
- -
1.5 -
5.0 2.3
- 2.5
1.5 0.6
35 40
7 -
5.0 2.3
- 3.0
1.5 0.6
- -
5 20
Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono, 2003
II.5.1.6 Komposisi Kimia
Semen Portland dibentuk terutama dari bahan kapur CaO, silica SiO
2
, alumina Al
2
O
3
, dan oksida besi Pe
2
O
3
. Isi kombinasi dari total 4 oksida tersebut kira – kira 90 dari berat semen, karenanya dikenal sebagai unsure utama atau major oxides di dalam semen.
10 yang lainnya terdiri dari magnesia MgO, oksida alkali Na
2
O dan K
2
O, titania TiO
2
, fosforus-pentoksida P
2
O
5
, dan gypsum, yang dikenal sebagai unsure minor atau minor oxides di dalam semen.
Dengan demikian, karakteristik dan perilaku spesifik dari semen akan banyak tergantung pada jenis dan komposisi spesifik dari bahan – bahan dasar yang digunakan dalam
campuran produksi semen tersebut. Dibawah ini diberikan secara garis besar komposisi bahan – bahan oksida di dalam
semen, yang meliputi sebagian besar jenis semen yang biasa di jumpai di pasaran. Mengenai batasan komposisi umum dari semen Portland dapat lebih jelas kita lihat pada tabel 2.5
berikut :
Tabel 2.5 Batasan komposisi umum dari semen portland
Oksida Berat
CaO SiO
2
Al
2
O
3
Fe
2
O
3
MgO Na
2
O + K
2
O TiO
2
P
2
O
5
SO
3
60 – 68 17 – 25
3 – 8 0,5 – 6,0
0,5 – 0,6 0,5 – 1,3
0,1 – 0,4 0,1 – 0,2
2,0 – 3,5
Sumber : Teknologi Beton, Paul Nugraha, 2007 Sebagian besar semen modern mempunyai kandungan kapur yang tinggi, dan
biasanya melampaui 65. Semen dengan kandungan kapur dibawah 65, pengerasannya seringkali agak lambat. Dalam hal lain, kandungan kapur maksimum dibatasi oleh kebutuhan
untuk menghindari kapur bebas dalam semen. Keberadaan kapur bebas bisa menjadi sumber kelemahan pada permukaan interface antara pasta semen dengan agregat, dan juga bisa
menyebabkan ketidakstabilan pada proses pengerasan pasta semen. Dalam proses hidrasi dan pengerasan semen, kapur dan silica akan menjadi
penyumbang kekuatan yang terbesar, Sedangkan alumina dan oksida besi akan lebih berfungsi untuk mengatur kecepatan proses hidrasi. Namun dalam proses produksi semen,
terutama dalam proses pembakarannya, alumina dan oksida besi akan bertindak sebagai suatu media pembakaran yang bisa berfungsi untuk mengurangi tingkat suhu pembakaran semen.
Kandungan minimum dari alumina dan oksida besi seringkali lebih ditentukan oleh kebutuhan untuk menghindari kesulitan produksi klinker pada suhu tinggi, dan bukan oleh
kebutuhan komposisi kimianya. Sementara itu kandungan maksimumnya pada umumnya dibatasi oleh kebutuhan
untuk mengendalikan waktu pengikatan hidrasi semen. Dalam hal ini, semen dengan rasio
SiO
2
Al
2
O
3
+ Fe
2
O
3
yang kurang dari 1,5 pada umumnya menunjukan waktu pengikatan yang cepat, yang biasanya sukar dikontrol lagi oleh proporsi campuran gypsum yang
ditambahkan. Dalam proses pembakaran klinker, oksida – oksida silica, alumina, dan besi akan
bereaksi dengan kalsium-oksida untuk menghasilkan empat unsure utama semen Portland, yaitu:
3CaO.SiO
2
atau tricalsium-silicate, di singkat C
3
S 2CaO.SiO
2
atau bicalsium-silicate, di singkat C
2
S 3CaO.Al
2
O
3
atau tricalsium-aluminate, di singkat C
3
A 4CaO.Al
2
O
3
.Fe
2
O
3
atau tetracalsium-aluminoferrite, di singkat C
4
AF. C
3
S, yang secara umum diperlihatkan dalam jumlah yang besar, sama seperti butiran- butiran yang tidak berwarna. Pada suhu kurang dari 1250
o
C. terurai secara lambat laun, tetapi jika proses pendinginnya tidak terlalu lambat, C
3
S mengingatkan ketidak perubahan dan relatif tidak stabil pada suhu biasa. C
3
S diketahui ada 3 unsur, atau kemungkinan bisa 4 dari α- C
2
S yang tahan terhadap suhu yang panas sampai suhu 1450C yang berbeda bentuk dengan
bentuk β. β – C
2
S berbeda dengan 7 – C
2
S pada sekitar suhu 670
o
C. tetapi saat pendinginan semen ekonomis. β – C
2
S membentuk butiran-butiran yang seragam. C
3
A, berbentuk kristal segiempat. Tetapi C
3
A pada butiran-butiran yang membeku membentuk fase interstitial yang tidak berbentuk.
C
4
AF, adalah batasan yang tepat dari C
2
F ke C
5
A
2
F, tetapi C
4
F adalah bentuk penyederhanaan yang baik.
II.5.2 Agregat II.5.2.1 Umum
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu
berkisar 60 - 70 dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki
pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.
Dalam SNI-03-2847-2002, agregat didefenisikan sebagai material granular, misalnya
pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik. Pada beton
semen biasanya volume agregat yang digunakan adalah 50 - 80 volume total beton, sehingga kondisi agregat yang digunakan sangat berpengaruh pada karakteristik beton.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan artificial aggregates. Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan
ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.75 mm Berdasarkan Standar ASTM, dimana agregat kasar adalah batuan yang
ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm 4.75 mm dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm 4.75 mm. Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi
lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80 - 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil
lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar
dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.
II.5.2.2 Jenis-jenis Agregat Dalam memilih agregat sebagai bahan campuran untuk beton ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton ada lima, yaitu Langren, 1994 :
1. Volume udara
Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton, terutama setelah terbentuknya pasta semen.
2. Volume padat
Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi. 3.
Berat jenis agregat Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai
kontrol. 4.
Penyerapan Penyerapan akan berpengaruh pada berat jenis
5. Kadar air permukaan agregat
Kadar air permukaan agregat berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran Seperti yang telah diuraikan diatas, agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
agregat alam dan agregat buatan pecahan. Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya gradasi, dan tekstur
permukaannya.
II.5.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat
Agregat berdasarkan beratnya dibedakan menjadi 3 jenis agregat yaitu :
1. Agregat berat
Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2800 kgm
3
. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir.
2. Agregat normal
Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5 sampai
JENIS-JENIS AGREGAT
AGREGAT BERAT AGREGAT NORMAL
AGREGAT RINGAN
AGREGAT BUATAN
AGREGAT ALAM
AGREGAT BUATAN
PENGOLAHAN BATUAN DENGAN
PANAS Terak, Batu tul
is, Lempung
TANPA PENGOLAHAN
BATUAN DENGAN PANAS
Batu Klinker
PENGOLAHAN BATUAN DENGAN
PANAS Terak, Batu tulis,
Lempung TANPA
PENGOLAHAN BATUAN DENGAN
PANAS Batu Klinker
-
PECAHAN BATA -TERAK TANUR
BIJI BESI, TERAK TANUR TINGGI
AGREGAT ALAM
PASIR KERIKIL
P A
S IR
S U
N G
A I
P A
S IR
G U
N U
N G
P AS
IR L
AU T
B AT
U AN
B EK
U
B AT
U AN
M E
TAM O
P H
B AT
U AN
E N
D AP
AN
Gambar 2.6 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber Material
dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200 - 2.500 kgm
3
. beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15 - 40 MPa.
3. Agregat ringan
Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar
antara 350 - 880 kgm
3
untuk agregat kasar, dan 750 - 1.200 kgm
3
untuk agregat halusnya.
II.5.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik penambangan yang
dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun dengan mesin pemecah batu. Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika
dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton
secar fresh concrete. Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai
berikut:
1. Agregat bulat
Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33, sehingga rasio luas
permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.
2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat
ini lebih tinggi, sekitar 35 - 38, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk
mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik masih kurang kuat.
3. Agregat bersudut
Agregat ini mempunyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini
berkisar antara 38 - 40, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang
menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik kuat.
4. Agregat panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 95 dari
ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos
ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm 95 x 15 mm. Agregat jenis ini akan
berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.
5. Agregat pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran
beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata– ratanya. Menurut Galloway 1994 agregat pipih mempunyai perbandingan antara
panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1:3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.
6. Agregat pipih dan panjang
Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
II.5.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar
permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk
dikerjakan. Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat
berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1.
Agregat licin halus glassy
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan
gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari
akbat pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan rocks berbutir halus atau batuan yang berlapis - lapis.
2. Berbutir granular
Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.
3. Kasar
Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan - bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan
visual.
4. Kristalin Cristalline
Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.
5. Berbentuk sarang lebah honey combs
Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga - rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.
II.5.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan didasarkan pada ukuran butir - butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Agregat Halus
Agregat halus pasir adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan
no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus pasir berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam.
Agregat halus yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Pasir Galian Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara
menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari
kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang terletak pada lapisan paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.
b. Pasir Sungai Pasir ini diperoeh langsung dari dalam sungai, yang pada umumnya berbutir halus,
bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir-butirnya agak kurang karena butir yang bulat. Karena ukuran butirannya kecil, maka baik dipakai untuk
memplester tembok juga untuk keperluan yang lain. c. Pasir Laut
Pasir laut ialah pasir yang di ambil dari pantai. Butirannya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung
garam-garaman. hal ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan. Karena itu, sebaiknya pasir pantai laut
tidak dipakai dalam campuran beton.
Gambar 2.7 Salah Satu Jenis Agregat Halus
Tabel 2.6 Batasan Gradasi Terbaik untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM Persentase berat lolos tiap saringan
9.5 mm 38 in 100
4.76 mm No. 4 95 – 100
2.36 mm No.8 85 – 100
1.19 mm No.16 50 – 85
0.595 mm No.30 25 – 60
0.300 mm No.50 10 – 30
0.150 mm No.100 2 - 10
Sumber : ASTM, 1991
Gambar 2.8 Grafik Daerah Gradasi Pasir Terbaik
Dalam gradasi agregat halus terdapat 4 daerah gradasi agregat halus, antara lain batas gradasi agregat halus untuk daerah I adalah gradasi untuk jenis pasir kasar, batas gradasi
agregat halus untuk daerah II pasir agak kasar, batas gradasi agregat halus daerah III pasir halus, dan batas gradasi agregat halus daerah IV pasir agak halus.
2 10
25 50
85 95
100
10 30
60 85
100 100
100
20 40
60 80
100 120
0.15 0.3
0.6 1.2
2.4 4.8
10
Ukuran Ayakan mm P
ers en
B u
ti ra
n L
ew a
t A
yak an
Tabel 2.7 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah I Pasir Kasar
Ukuran Ayakan mm berat butir yang lewat ayakan
0.15 0 – 10
0.3 5 – 20
0.6 15 – 34
1.2 30 – 70
2.4 60 – 95
4.8 90 – 100
10 100
Sumber : ASTM, 1991
Gambar 2.9 Grafik Daerah Gradasi Pasir Kasar
5 15
30 60
90 100
10 20
34 70
95 100
100
20 40
60 80
100 120
0.15 0.3
0.6 1.2
2.4 4.8
10 Batas Bawah
Batas Atas
DAERAH I
P ers
en ta
se B
er at
B u
ti r yan
g L ew
at ayak
an
Ukuran ayakan mm
Tabel 2.8 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah II Pasir Agak Kasar
Ukuran Ayakan mm berat butir yang lewat ayakan
0.15 0 – 10
0.3 8 – 30
0.6 35 – 59
1.2 55 – 90
2.4 75 – 100
4.8 90 – 100
10 100
Sumber : ASTM, 1991
Gambar 2.10 Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar
8 35
55 75
90 100
10 30
59 90
100 100
100
20 40
60 80
100 120
10 30
59 90
100 100
100 Batas Bawah
Batas Atas
DAERAH II
P ers
en B
er at
B u
ti r yan
g l ew
at ayak
an
Ukuran Ayakan mm
Tabel 2.9 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah III Pasir Halus
Ukuran Ayakan mm berat butir yang lewat ayakan
0.15 0 – 10
0.3 12 – 40
0.6 60 – 79
1.2 75 – 100
2.4 85 – 100
4.8 90 – 100
10 100
Sumber : ASTM, 1991
Gambar 2.11 Grafik Daerah Gradasi Pasir Halus
12 60
75 85
90 100
10 40
79 100
100 100
100
20 40
60 80
100 120
10 40
79 100
100 100
100 Batas Bawah
Batas Atas
DAERAH III
Ukuran
ayakan mm
P er
se n
B er
at B
u ti
r yan g L
ew at
A yak
an
Tabel 2.10 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah IV Pasir Agak Halus
Ukuran Ayakan mm berat butir yang lewat ayakan
0.15 0 – 10
0.3 15 – 50
0.6 80 – 100
1.2 90 – 100
2.4 95 – 100
4.8 95 – 100
10 100
Sumber : ASTM, 1991
Gambar 2.12 Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Halus 2. Agregat Kasar
Agregat kasar kerikilbatu pecah berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu stone crusher, dengan ukuran
butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Jenis batu pecah sebagai material pengisi campuran beton dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut :
15 80
90 95
95 100
10 50
100 100
100 100
100
20 40
60 80
100 120
0.15 0.3
0.6 1.2
2.4 4.8
10 Batas Bawah
Batas Atas
DAERAH IV
Ukuran Ayakan mm P
er se
n B
er at
B u
ti r yan
g l ew
at A
yak an
Gambar 2.13 Agregat Kasar Batu Pecah Tabel.2.11 Batas Gradasi Agregat Kasar
Ukuran ayakan mm Persen Butir Lewat Ayakan