Analisa Perbandingan Waktu dan Perbedaan Faktor Air Semen Serta Pengaruhnya Terhadap Kuat Tekan Benda Uji (Kajian Eksperimental)

(1)

Tugas Akhir

ANALISA PERBANDINGAN WAKTU DAN PERBEDAAN FAKTOR AIR SEMEN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUAT TEKAN BENDA UJI

PADA MIX DESIGN YANG SAMA (Kajian Eksperimental)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh

MEYDI PUTRA RAMADHAN

040404060

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU

2 0 1 1


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisa Perbandingan Waktu dan Perbedaan Faktor Air Semen Serta Pengaruhnya Terhadap Kuat Tekan Benda Uji (Kajian Eksperimental)” dengan baik. Adapun tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Ir. Ali Umar, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. DR. Ing. Johanes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, selaku Koordinator Subjurusan Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Teristimewa buat Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang, kepercayaan serta do’a yang tiada batas untuk penulis. Baktiku takkan dapat

membalas segalanya... Kepada kakak, abang, dan adik-adikku: Mbak Dinnie & Bang Idir,

Wiwie & Oscar, Rizka, serta Endang.

7. Teman-teman seperjuangan Stambuk 2004, terima kasih atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian laporan tugas akhir ini.


(3)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat meningkatkan kemampuan menulis pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi yang membacanya.

”Maha suci Engkau (ya.. Allah), tidaklah kami memiliki ilmu kecuali yang telah Engkau ajarkan kepada kami” (Al Baqarah : 32)

Medan, Maret 2011 Penulis


(4)

ABSTRAK

Beton merupakan salah satu material konstruksi yang pemakaiannya sangat luas sehubungan dengan sifat-sifat fisiknya yang baik, mudah dibentuk dalam pekerjaannya dan biaya pembuatan yang relatif murah. Namun dalam kondisi tertentu untuk meningkatkan kemudahan pengerjaan (workabilitas) dari beton seringkali kita dihadapkan pada suatu masalah penurunan kualitas beton, dan hal itu berkaitan dengan pemakaian jumlah air dalam suatu campuran beton.

Penelitian mengenai pengaruh faktor air semen terhadap kuat tekan beton serta akan dibandingkan dengan pengaruh umur terhadap kuat tekan beton ini merupakan salah satu alternatif jawaban yang diharapkan mampu memenuhi pemecahan masalah ini. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan pengujian nilai slump, kuat tekan beton terhadap umur 3, 7, 14, dan 28 hari serta variasi faktor air semen yaitu : 0.4, 0.5, 0.6, dan 0.7 dengan mutu beton normal K-225. Benda uji yang digunakan berbentuk silinder diameter 15 cm tinggi 30 cm. Dan metode analisa data digunakan dengan membuat korelasi dan regresi linier antara FAS ataupun umur terhadap kuat tekan.

Dari hasil penelitian diperoleh kuat tekan beton akan menurun dengan bertambahnya nilai faktor air semen pada variasi faktor air semen 0.4, 0.5, 0.6, dan 0.7 masing-masing sebesar 100%, 89%, 62%, dan 43% dari faktor air semen 0.4. Dan kuat tekan beton akan meningkat dengan bertambahnya umur beton pada 3, 7, 14, dan 28 hari masing-masing sebesar 76%, 82%, 89%, dan 100% dari umur 28 hari.

Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa pengaruh umur lebih kecil dibandingkan pengaruh faktor air semen terhadap kuat tekan beton yang masing-masing nilainya sebesar 9.2% dan 86.6%. Sehingga kuat tekan beton lebih 80% dipengaruhi oleh FAS dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti kesalahan pelaksanaan, kulitas agregat dan air, atau faktor yang lain.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN………..

I.1 Latar Belakang ... I.2 Perumusan Masalah... I.3 Tujuan Penelitian…... I.4 Pembatasan Masalah ... I.5 Mekanisme Pengujian ... I.6 Metodologi Penelitian ..………..….. I.7 Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..….

II.1 Umum………

II.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton……….. II.3 Kinerja Beton………... II.4 Sifat dan Karakteristik Beton………...

II.4.1 Kuat Tekan Beton………... II.4.2 Kemudahan Pengerjaan……….. II.4.3 Rangkak dan Susut……….. II.5 Bahan Penyusun Beton………..………...…...

II.5.1 Semen……….…... II.5.1.1 Umum………...……….. i iii iv viii xi xiii 1 1 2 4 4 5 7 8 9 9 10 11 13 13 13 13 14 14 14


(6)

II.5.1.2 Semen Portland………...…... II.5.1.3 Jenis-jenis Semen Portland………... II.5.1.4 Sifat Fisik………...…... II.5.1.5 Sifat Kimia……….…... II.5.1.6 Komposisi Kimia……….…... II.5.2 Agregat………...

II.5.2.1 Umum………... II.5.2.2 Jenis-jenis Agregat ...

II.5.2.2.1 Berdasarkan Berat……….. II.5.2.2.2 Berdasarkan Bentuk……… II.5.2.2.3 Berdasarkan Tekstur Permukaan……….. II.5.2.2.4 Berdasarkan Ukuran Butiran……… II.2.2.2.5 Berdasarkan Gradasi... II.5.2.3 Syarat Mutu Agregat………...

II.5.2.3.1 Agregat Halus…..………... II.5.2.3.2 Agregat Kasar…..……… II.5.3 Air………...

II.5.3.1 Umum………... II.5.3.2 Sumber-sumber Air... II.5.3.3 Syarat Umum Air……… II.6 Sifat-sifat Beton………...

II.6.1 Sifat-sifat Beton Segar………. II.6.1.1 Pemisahan Kerikil………... II.6.1.2 Pemisahan Air………... II.6.2 Sifat-sifat Beton Keras……….

II.6.2.1 Kekuatan Tekan Beton………... II.6.2.1.1Pemisahan Kerikil………... 15 16 18 25 27 30 30 31 33 33 35 37 45 46 46 48 48 48 49 50 52 53 58 58 59 59 60


(7)

II.6.2.1.2 Faktor Air Semen………... II.6.2.1.3 Umur Beton………... II.6.2.1.4 Rongga Udara……… II.6.2.1.5 Perawatan Beton………. II.6.2.1.6 Kualitas Agregat Halus………... II.6.2.1.7 Kualitas Agregat Kasar………... BAB III METODE PENELITIAN………

III.1 Umum ... III.2 Pemeriksaan dan Penyediaan Bahan ...

III.2.1 Pemeriksaan Bahan ... III.2.2 Design Campuran Beton (Mix Design)……… III.2.3 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... III.2.4 Pembuatan Benda Uji…. ... III.2.5 Pengujian Kuat Tekan Beton ... III.3 Tempat dan Waktu Penelitian………... III.4 Teknik Analisa Data……… ...

III.4.1 Umum……….………. III.4.2 Penelitian dan Statistik……… ...

III.4.2.1 Rata-rata (Mean)………. III.4.2.2 Nilai Tengah (Median)……….. III.4.2.3 Modus (Mode)……….. III.4.2.4 Range……….. III.4.2.5 Standar Deviasi………. III.4.3 Pengujian Hipotesis………..

III.4.3.1 Hipotesisi Assosiatif……….. III.4.3.1.1 Korelasi……… III.4.1.1.1 Korelasi Product Momen………..

61 62 63 63 64 65 67 67 67 67 68 76 77 77 79 80 80 80 81 81 81 82 82 82 82 84 84


(8)

III.4.1.1.2 Korelasi Ganda………. III.4.3.1.2 Regresi Linier……….

III.4.3.1.2.1 Regresi Linier Sederhana……... III.4.3.1.2.2 Regresi Linier Ganda……….. BAB IV HASIL PENELITIAN……… IV.1 Flow Chart Penelitian……… IV.2 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Beton ...

IV.2.1 Agregat Halus ... Analisa Ayakan Pasir……….. Pencucian Pasir Lewat ayakan 200………... Pemeriksaan Kandungan Organik……….. Pemeriksaan Clay Lump Pasir………. Pemeriksaan Berat Isi Pasir………. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorpsi Pasir……… IV.2.2 Agregat Kasar……….

Analisa Ayakan Kerikil……… Pemeriksaan Kadar Lumpur……….. Pemeriksaan Berat Isi Kerikil……… Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorpsi Kerikil……….. IV.2.3 Air ... IV.3 Desain Campuran (Mix Design)………... IV.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... IV.5 Nilai Slump………. IV.6 Kuat Tekan Benda Uji……… ...

Perhitungan Kuat Tekan Benda Uji………. Hasil Pengujian Kuat Tekan………. BAB V ANALISA DAN PERUMUSAN HASIL……….………..

86 88 88 90 92 92 93 93 93 95 95 96 97 98 100 100 101 102 103 104 104 104 106 107 107 108 112


(9)

V.1 Flow Chart Analisa Penelitian……….. V.2 Perhitungan Statistik………

V.2.1 Korelasi, determinasi, dan Regresi Sederhana……… V.2.2 Regresi Linier Ganda……… V.3 Perhitungan Nilai FAS dan Umur Beton……….

V.3.1 Perhitungan Umur Beton Rencana Maksimum……… V.3.2 Perhitungan FAS Optimum………. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….

VI.1 Kesimpulan……….. VI.2 Saran………... DAFTAR PUSTAKA………..

112 113 113 124 127 127 128 129 129 130 xvi


(10)

Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17

Benda Uji silinder………...

Sampel Adukan Beton Segar………

Perbandingan Bahan pengisi Beton………..

Salah Satu Jenis Semen Portland...

Alat Vicat Aparatus...

Bagan Proses Pengikatan...

Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber Material...

Salah Satu Jenis agregat Halus...

Grafik Daerah Gradasi Pasir Terbaik………...

Grafik Daerah Gradasi Pasir Kasar………..

Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar………

Grafik Daerah Gradasi Pasir Halus………..

Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Halus………

Agregat Kasar...

Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Ø 40mm………..

Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Ø 20mm………..

Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Ø 12.5mm………...

Kerucut Abrams... 5 10 12 16 20 21 32 38 39 40 41 42 43 43 44 44 45 55

DAFTAR GAMBAR


(11)

Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Slump Sebenarnya... Slump Geser... Slump Runtuh...

Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton...

Grafik hubungan faktor air semen terhadap kekuatan tekan beton...

Hubungan antara kuat tekan beton umur 7 hari...

Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton...

Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton...

Hubungan Kuat Tekan dan FAS untuk Silinder...

Hubungan Kuat Tekan dan FAS untuk Kubus...

Prosentase Jumlah Pasir untuk Agregat 10mm...

Prosentase Jumlah Pasir untuk Agregat 20mm...

Prosentase Jumlah Pasir untuk Agregat 40mm...

Pengujian Kuat Tekan Benda Uji...

Grafik Korelasi Positif...

Grafik Korelasi Negatif...

Korelasi Variabel x1 terhadap y...

Korelasi Variabel x2 terhadap y...

Korelasi Ganda Penelitian...

56 56 56 60 61 62 62 63 71 72 73 73 74 79 83 83 85 85 86


(12)

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Gambar 5.1

Gambar 5.2

Gambar 5.3

Gambar 5.4

Gambar 5.5

Gambar 5.6

Gambar 5.7

Gambar 5.8

Gambar 5.9

Gambar 5.10

Gambar 5.11

Perbedaan Faktor Air Semen Terhadap Nilai Slump………...

Grafik Gabungan Pertambahan FAS Terhadap Kuat Tekan………

Grafik Gabungan Pertambahan Umur Terhadap Kuat Tekan…………..

Flow Chart Analisa Penelitian...

Regresi Linier Antara Kuat Tekan Terhadap Umur Pada FAS 0.4……..

Regresi Linier Antara Kuat Tekan Terhadap Umur Pada FAS 0.5……..

Regresi Linier Antara Kuat Tekan Terhadap Umur Pada FAS 0.6……..

Regresi Linier Antara Kuat Tekan Terhadap Umur Pada FAS 0.7……..

Grafik Regresi Linier Gabungan Antara Umur Terhadap Kuat Tekan…

Regresi Linier Kuat Tekan Terhadap FAS Pada Umur 3 hari………….

Regresi Linier Kuat Tekan Terhadap FAS Pada Umur 7 hari………….

Regresi Linier Kuat Tekan Terhadap FAS Pada Umur 14 hari………...

Regresi Linier Kuat Tekan Terhadap FAS Pada Umur 28 hari………...

Grafik Regresi Linier Gabungan Antara FAS Terhadap Kuat Tekan ….

107

110

110

112

116

116

117

117

118

121

121

122

122


(13)

TABEL 1.1 TABEL 2.1 TABEL 2.2 TABEL 2.3 TABEL 2.4 TABEL 2.5 TABEL 2.6 TABEL 2.7 TABEL 2.8 TABEL 2.9 TABEL 2.10 TABEL 2.11 TABEL 2.12 TABEL 2.13 TABEL 2.14 TABEL 2.15 TABEL 2.16 TABEL 3.1

Distribusi pengujian benda uji………..

Perbandingan Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus………

Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21oC………..

Sifat Fisik Semen untuk Setiap Type Semen………...

Syarat Kimia dalam Semen untuk Setiap Type Semen………

Batasan komposisi umum dari semen Portland………

Batasan Gradasi Terbaik untuk Agregat Halus………

Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah I (Pasir Kasar)………

Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah II (Pasir Agak Kasar)…….

Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah III (Pasir Halus)…………..

Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah IV (Pasir Agak Halus)……

Batas Gradasi Agregat Kasar………...

Batasan maksimum ion klorida………

Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan Workability……

Slump yang disarankan untuk berbagai jenis konstruksi... Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor air Semen Maksimum...

Perbandingan kekuatan tekan benda uji percobaan...

Perkembangan Kuat Tekan untuk semen Portland Type I... 8 13 23 24 27 28 38 39 40 41 42 44 52 52 57 57 59 69

DAFTAR TABEL


(14)

TABEL 3.2 TABEL 3.3 TABEL 3.4 TABEL 3.5 TABEL 3.6 TABEL 4.1 TABEL 4.2 TABEL 4.3 TABEL 4.4 TABEL 4.5 TABEL 4.6 TABEL 4.7 TABEL 4.8 TABEL 5.1 TABEL 5.2 TABEL 5.3

Faktor Pengali untuk Deviasi Standar...

Perkiraan kuat tekan beton dengan FAS 0.5...

Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) Dibutuhkan untuk Workability…...

Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor air Semen Maksimum...

Jadwal Kegiatan Penelitian...

Jumlah Komposisi Setiap Agregat untuk Campuran 1 m3 Beton...

Jumlah Air yang Dibutuhkan untuk Setiap FAS yang Berbeda...

Keseluruhan Komposisi Bahan Penyusun Setiap FAS yang Berbeda...

Komposisi Bahan Penyusun untuk setiap 4 buah sampel benda uji...

Nilai Slump Pengaruh Penambahan Faktor Air Semen………..

Hasil Kuat Tekan Benda Uji………

Persentase Kuat Tekan Terhadap Kuat Tekan Umur 28 Hari………….

Persentase Kuat Tekan Terhadap Faktor Air Semen 0.4……….

Tabel penolong untuk perhitungan korelasi dan regresi linier...

Tabel penolong untuk perhitungan korelasi dan regresi linier ganda...

Tabel Hasil Perhitungan Kuat Tekan Maksimum...

69 69 70 70 79 105 105 105 106 106 109 111 111 113 124 127


(15)

Lampiran A.1 Lampiran A.2 Lampiran A.3 Lampiran A.4

Lampiran B.1 Lampiran B.2 Lampiran B.3 Lampiran B.4 Lampiran B.5

Lampiran C.1

Lampiran D.1 Lampiran D.2 Lampiran D.3 Lampiran D.4

Lampiran E.1 Lampiran E.2 Lampiran E.3

LAMPIRAN A Analisa Saringan Agregat Halus

Berat Isi Agregat Halus

Berat Jenis Dan Absorpsi Agregat Halus Kadar Lumpur Agregat Halus

LAMPIRAN B

Analisa Saringan Agregat Kasar Berat Isi Agregat Kasar

Berat Jenis Dan Absorpsi Agregat Kasar Kadar Lumpur Agregat Kasar

Summary/Report

LAMPIRAN C Perhitungan Mix Design

LAMPIRAN D

Kuat Tekan Beton Umur 3 Hari Kuat Tekan Beton Umur 7 Hari Kuat Tekan Beton Umur 14 Hari Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari

LAMPIRAN E Gambar Sampel Agregat Kasar

Gambar Agregat Halus

Gambar Penimbangan Agregat Kasar untuk Sampel Sieve Analisis

DAFTAR LAMPIRAN


(16)

Lampiran E.4 Lampiran E.5 Lampiran E.6 Lampiran E.7 Lampiran E.8 Lampiran E.9

Lampiran F.1 Lampiran F.2 Lampiran F.3 Lampiran F.4 Lampiran F.5 Lampiran F.6 Lampiran E.7

Lampiran G.1 Lampiran G.2 Lampiran G.3 Lampiran G.4 Lampiran G.5 Lampiran G.6 Lampiran G.7

Gambar Hasil Penimbangan Agregat Kasar untuk 2 Sampel Gambar Hasil Penimbangan Agregat Halus untuk 2 Sampel Gambar Hasil Penimbangan untuk Berat Isi dan Abrorpsi Agregat Gambar Hasil Percobaan Kadar Lumpur dan Clay Lump Pasir Gambar Hasil Percobaan Kadar Lumpur dan Clay Lump Kerikil Gambar Hasil Percobaan Berat Isi Pasir dan Kerikil

LAMPIRAN F

Gambar Alat untuk Pengujian Berat SSD Kerikil

Gambar Saringan untuk Percobaan Sieve Analisis Agregat Gambar Sieve Analisis Machine untuk Analisa Ayakan Agregat Gambar Kerucut Abrams dan Cetakan Silinder

Gambar Compress Machine

Gambar Timbangan untuk Agregat Gambar Mould untuk Berat Isi Pasir

LAMPIRAN G

Gambar Penimbangan Sampel Semen Gambar Penyediaan Agregat Kasar

Gambar Penimbangan Sampel Agregat Halus

Gambar Persiapan Cetakan untuk Benda Uji Silinder Gambar Persiapan dan Pelaksanaan Pengecoran Gambar Pengujian Nilai Slump


(17)

Lampiran G.8 Lampiran G.9 Lampiran G.10 Lampiran G.11 Lampiran G.12

Lampiran H.1 Lampiran H.2

Gambar Perendaman Benda Uji (Curring)

Gambar Proses Peng-capping-an dengan Mortar Belerang Gambar Hasil Peng-capping-an Benda Uji

Gambar Pengujian Kuat Tekan Benda Uji

Gambar Keretakan Benda Uji dari Hasil Uji Kuat Tekan

LAMPIRAN H

Tabel Uji r Product Moment Tabel Uji t


(18)

ABSTRAK

Beton merupakan salah satu material konstruksi yang pemakaiannya sangat luas sehubungan dengan sifat-sifat fisiknya yang baik, mudah dibentuk dalam pekerjaannya dan biaya pembuatan yang relatif murah. Namun dalam kondisi tertentu untuk meningkatkan kemudahan pengerjaan (workabilitas) dari beton seringkali kita dihadapkan pada suatu masalah penurunan kualitas beton, dan hal itu berkaitan dengan pemakaian jumlah air dalam suatu campuran beton.

Penelitian mengenai pengaruh faktor air semen terhadap kuat tekan beton serta akan dibandingkan dengan pengaruh umur terhadap kuat tekan beton ini merupakan salah satu alternatif jawaban yang diharapkan mampu memenuhi pemecahan masalah ini. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan pengujian nilai slump, kuat tekan beton terhadap umur 3, 7, 14, dan 28 hari serta variasi faktor air semen yaitu : 0.4, 0.5, 0.6, dan 0.7 dengan mutu beton normal K-225. Benda uji yang digunakan berbentuk silinder diameter 15 cm tinggi 30 cm. Dan metode analisa data digunakan dengan membuat korelasi dan regresi linier antara FAS ataupun umur terhadap kuat tekan.

Dari hasil penelitian diperoleh kuat tekan beton akan menurun dengan bertambahnya nilai faktor air semen pada variasi faktor air semen 0.4, 0.5, 0.6, dan 0.7 masing-masing sebesar 100%, 89%, 62%, dan 43% dari faktor air semen 0.4. Dan kuat tekan beton akan meningkat dengan bertambahnya umur beton pada 3, 7, 14, dan 28 hari masing-masing sebesar 76%, 82%, 89%, dan 100% dari umur 28 hari.

Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa pengaruh umur lebih kecil dibandingkan pengaruh faktor air semen terhadap kuat tekan beton yang masing-masing nilainya sebesar 9.2% dan 86.6%. Sehingga kuat tekan beton lebih 80% dipengaruhi oleh FAS dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti kesalahan pelaksanaan, kulitas agregat dan air, atau faktor yang lain.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pembangunan dibidang struktur dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik pada pembangunan perumahan, gedung-gedung, jembatan, bendungan, jalan raya, pelabuhan, bandara dan sebagainya. Pertumbuhan atau perkembangan industri konstruksi di indonesia cukup pesat hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete). Beton yang dipergunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil, struktur beton dipergunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat ataupun cangkang.

Beton diminati karena banyak memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan bahan lainnya. Beberapa diantaranya adalah bahan pengisi (filler) beton terbuat dari bahan-bahan yang mudah diperoleh, mudah diolah (workability) dan mempunyai keawetan (durability) serta kekuatan (strenght) yang sangat diperlukan dalam pembangunan suatu konstruksi.

Beton sendiri merupakan campuran homogen dengan perbandingan tertentu antara semen, agregat kasar, agregat halus dan air, serta ditambah pula dengan bahan campuran tertentu bila dianggap perlu.

Agar dapat merancang kekuatannya dengan baik, artinya dapat memenuhi kriteria aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan struktur. Seorang perencana beton harus mampu merancang campuran beton yang memenuhi kriteria tersebut.

Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi, penggunaan air atau faktor air semen haruslah kecil, namun hal tersebut akan menyebabkan kesulitan dalam


(20)

pengerjaannya. Kinerja yang menjadi bahan perhatian penting pada perencana struktur ketika merencanakan struktur yang menggunakan beton ada dua, yaitu : kekuatan beton dan kemudahan dalam pengerjaannya.

Menurut SNI T.15-1990-03 beton yang digunakan pada rumah tinggal atau untuk penggunaan beton dengan kekuatan tekan tidak melebihi 10 MPa dapat menggunakan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan nilai slump tidak lebih dari 100 mm. Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan lebih dari 20 MPa dapat menggunakan penakaran volume, dan untuk pengerjaan dengan kekuatan tekan lebih dari 20 MPa harus menggunakan campuran berat.

I.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang sering di hadapi di lapangan adalah bagaimana merencanakan komposisi dari bahan-bahan penyusun beton tersebut agar dapat memenuhi kriteria teknik yang ditentukan (sesuai dengan spesifikasi teknik). Oleh karena itu, pencampuran bahan-bahan penyusun beton dilakukan agar diperoleh suatu komposisi yang solid dari bahan-bahan-bahan-bahan penyusun berdasarkan rancangan campuran beton, selain itu karakteristik dan sifat bahan juga akan mempengaruhi hasil rancangan.

Perancangan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design).

Proses memilih bahan-bahan pembetonan yang tepat dan memutuskan jumlah/kuantitas ketergantungan dari bahan-bahan tersebut dengan mempertimbangkan syarat mutu beton, kekuatan (strength), ketahanan (durability) dan kemudahan pengerjaan (workability) serta nilai ekonomisnya disebut perancangan campuran beton (concrete mix

design). Oleh karena itu analisis mix design bertujuan untuk menemukan kuantitas yang tepat


(21)

Dari sudut pandang teknik, pencampuran yang banyak akan dapat menyebabkan penyusutan (shrinkage) dan keretakan (cracking) pada beton structural, dan hal ini tidak boleh terjadi melebihi batas-batas yang telah dipersyaratkan. Pencampuran yang tidak tepat juga bisa menyebabkan perubahan panas hidrasi dalam massa beton menjadi lebih tinggi yang bisa menyebabkan keretakan. Sehingga dengan kata lain, ada begitu banyak pengaruh tidak langsung dari perancangan campuran beton yang akan turut mempengaruhi kuat tekan beton jadi.

Dalam tugas akhir ini penulis akan mengkaji mengenai “ANALISA PERBANDINGAN WAKTU DAN PERBEDAAN FAKTOR AIR SEMEN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUAT TEKAN BENDA UJI PADA MIX DESIGN YANG SAMA”. Dimana perancangan ditetapkan memenuhi kriteria perancangan standar yang berlaku yaitu yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Adukan beton dimaksudkan untuk mendapatkan beton yang sebaik-baiknya, baik dari kuat tekan yang tinggi, maupun kemudahan pengerjaan (workability).

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menentukan beda kuat tekan yang terjadi pada beton umur 3, 7, 14, dan 28 hari dengan mix design yang sama dengan faktor air semen yang berbeda.

2. Mengetahui nilai faktor air semen optimum dalam campuran beton dalam mencapai kuat tekan rencana sesuai perencanaan campuran (mix design).

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh umur dan faktor air semen terhadap kuat tekan beton.


(22)

I.4. Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan dan pemeriksaan untuk sebuah benda uji dan ilmu yang dimiliki oleh penulis sendiri mengenai permasalahan yang diteliti terbatas serta dana untuk pembuatan benda uji, maka pada penelitian ini diberikan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Mutu beton yang direncanakan adalah K-225 (kuat tekan minimal 225 kg/cm2), karena beton berkekuatan lebih rendah, lebih daktil daripada beton berkekuatan lebih tinggi.

2. Kekuatan tekan beton yang ditinjau adalah dengan membandingkan faktor air semen yang berbeda-beda yaitu : 0.4, 0.5, 0.6, dan 0.7 dengan menggunakan mix design yang sama.

3. Mix design awal yang digunakan adalah dengan faktor air semen 0.5 (dapat dilihat pada Lampiran C).

4. Model yang digunakan untuk percobaan di laboratorium adalah benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan jumlah 4 buah pada masing-masing untuk setiap variasi faktor air semen.

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder

5. Umur beton yang dipakai untuk percobaan kuat tekan adalah 3, 7, 14, dan 28 hari.

15 cm


(23)

I.5. Mekanisme Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Beton Teknik Sipil USU yang berlokasi di komplek kampus Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan mekanisme sebagai berikut :

 Pembuatan benda uji : pembuatan beton dengan mutu beton K-225 yang menggunakan agregat kasar berupa batu pecah dan nilai faktor air semen dibedakan dalam 4 variasi. Jumlah benda uji yang digunakan untuk penelitian berikut berjumlah 16 buah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Adapun variasi yang digunakan adalah :

Variasi I : benda uji dengan FAS 0.4

• Sampel I : Kuat tekan umur 3 hari • Sampel II : Kuat tekan umur 7 hari • Sampel III : Kuat tekan umur 14 hari • Sampel IV : Kuat tekan umur 28 hari  Variasi II : benda uji dengan FAS 0.5

• Sampel V : Kuat tekan umur 3 hari • Sampel VI : Kuat tekan umur 7 hari • Sampel VII : Kuat tekan umur 14 hari • Sampel VIII : Kuat tekan umur 28 hari  Variasi III : benda uji dengan FAS 0.6

• Sampel IX : Kuat tekan umur 3 hari • Sampel X : Kuat tekan umur 7 hari • Sampel XI : Kuat tekan umur 14 hari • Sampel XII : Kuat tekan umur 28 hari


(24)

Variasi IV : benda uji dengan FAS 0.7

• Sampel XIII : Kuat tekan umur 3 hari • Sampel XIV : Kuat tekan umur 7 hari • Sampel XV : Kuat tekan umur 14 hari • Sampel XVI : Kuat tekan umur 28 hari

Pengujian slump ( slump test ASTM C143-90 A), untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan setelah pencampuran.

 Pengujian kuat tekan beton (ASTM C 39-86) pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari.

I.6. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton, agregat halus, agregat kasar, dan semen. 2. Pemeriksaan bahan penyusun beton :

• Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar

• Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar. • Pemeriksaan berat isi pada agregat halus dan agregat kasar.

• Pemeriksaan kadar Lumpur (pencucian agregat kasar dan halus lewat ayakan no.200).

Pemeriksaan kadar liat (cly lump) pada agregat halus. 3. Mix design (perancangan campuran) dengan Metode SNI

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik beton yaitu mutu beton K-225, dengan Mix design yang sama namun berbeda pada nilai faktor air semen. Dan perawatan beton dengan cara perendaman dalam bak curing.


(25)

4. Pembuatan benda uji beton.

5. Pengujian benda uji di laboratorium dilakukan pada umur beton 3, 7, 14, dan 28 hari. 6. Teknik analisa data dengan menggunakan korelasi dan regresi linier, untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh umur beton maupun faktor air semen terhadap kuat tekan beton, serta untuk mengetahui nilai faktor air semen yang optimum guna mencapai kuat tekan maksimum dari mutu beton rencana K225 yaitu 225 kg/cm².

Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji

Variasi FAS

Kuat tekan benda uji

Umur 3 hari Umur 7 hari Umur 14 hari Umur 28 hari

0.4 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

0.5 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

0.6 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

0.7 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

Jumlah 4 buah 4 buah 4 buah 4 buah

Sehingga, total benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan beton sebanyak 16 buah silinder.

I.7. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas maka dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut :

• Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan beton, khususnya mengenai proporsi yang tepat baik untuk suatu campuran adukan beton berdasarkan mutu rencana atau kuat tekannya.

• Mengetahui seberapa besar pengaruh dari umur dan faktor air semen diluar dari faktor-faktor lain terhadap kuat tekan beton.


(26)

• Mengetahui gradasi dan kondisi agregat yang baik, agar menghasilkan kuat tekan yang direncanakan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Beton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Dalam teknik sipil hidro, digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran, dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang kaku), saluran samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi, beton hampir digunakan dalam semua aspek ilmu teknik sipil. Artinya, semua struktur dalam teknik sipil akan menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi.

Struktur beton dapat didefenisikan sebagai bangunan beton yang terletak di atas tanah yang menggunakan tulangan atau tidak menggunakan tulangan (ACI 318-89, 1990:1-1). Struktur beton sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kualitas bahan-bahan pencampur beton, yang dibatasi oleh kemampuan daya tekan beton (in state of compression) seperti yang tercantum dalam perencanaannya.

Ditinjau dari sudut estetika, beton hanya membutuhkan sedikit pemeliharaan. Selain itu, beton tahan terhadap serangan api. Sifat-sifat beton yang kurang disenangi adalah sifat deformasi yang tergantung pada waktu dan disertai dengan penyusutan akibat mengeringnya beton serta gejala lain yang berhubungan dengan hal tersebut.


(28)

Nawy (1985:8) mendefinisikan beton sebagai kumpulan interaksi mekanis dan

kimiawi dari material pembentuknya. Dengan demikian, masing-masing komponen tersebut perlu dipelajari sebelum mempelajari beton secara keseluruhan.

Masalah lain yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bagaimana merencanakan komposisi dari bahan-bahan penyusun beton tersebut agar dapat memenuhi spesifik teknik yang ditentukan. Sehingga, dengan kata lain dalam perencanaan beton harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton (beton segar/fresh

concrete) yang baik dan beton (beton keras/hardened concrete) yang dihasilkan juga baik.

Gambar 2.1 Sampel Adukan Beton segar

II.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton

Dalam keadaan mengeras, beton bagaikan batu karang yang mempunyai kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi berbagai macam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan estetis atau dekoratif.

Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil). Selain tahan terhadap serangan api seperti yang telah dijelaskan diatas, sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan.

 Kelebihan Beton 1. Harganya relatif murah.


(29)

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.

5. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.

6. Ketersediaan bahan penyusun yang mudah diperoleh.

7. Bersifat monolit, sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja.

 Kekurangan beton

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah. 4. Memiliki berat sendiri yang besar. 5. Daya pantul suara yang besar.

6. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

II.3 Kinerja Beton

Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Selain karena kemudahan dalam mendapatkan material penyusunnya, hal itu disebabkan oleh penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja. Selain dua kinerja yang telah disebutkan di atas, kekuatan tekan yang tinggi dan kemudahan pengerjaannya, kelangsungan proses pengadaan beton pada proses produksinya juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan.


(30)

Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang akan dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori bangunan yang dibuat. ASTM membagi bangunan menjadi tiga kategori, yaitu : rumah tinggal, perumahan, dan struktur yang menggunakan beton mutu tinggi.

Menurut SNI T-15-1990-03 beton yang digunakan pada rumah tinggal atau yang kekuatan tekannya tidak melebihi 10 MPa boleh menggunakan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan slump untuk mengukur tingkat kemudahan pengerjaannya tidak melebihi dari 100 mm. Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan hingga 20 MPa boleh menggunakan penakaran volume, tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan tekan lebih besar dari 20 MPa harus menggunakan campuran berat.

Gambar 2.2 Perbandingan Bahan pengisi Beton untuk kekuatan dibawah 10 MPa (Sumber : PBI 1971)

II.4 Sifat dan Karakteristik Beton II.4.1 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Penentuan kekuatan dapat


(31)

dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39.

Tabel 2.1 Perbandingan Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus

Silinder (MPa)

2 4 6 8 10 12 16 20 25 30 35 40 45 50

Kubus (MPa)

2.5 5 7.5 10 12.5 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Sumber : ISO Standart 3893-1977 II.4.2 Kemudahan Pengerjaan

Telah dijelaskan di atas bahwa kemudahan pengerjaan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun suatu struktur dirancang agar mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplmentasikan di lapangan maka semua hal tersebut menjadi percuma. Atau dengan kata lain pengerjaan di lapangan memiliki pengruh terhadap sidat dan karakteristik beton nantinya.

II.4.3 Rangkak dan Susut

Rangkak (creep) atau lateral material flow didefenisikan sebagai penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja (Nawy, 1985;49). Deformasi awal akibat pembebanan disebut sebagai regangan elastic, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama disebut regangan rangkak. Rangkak tidak dapat langsung dilihat. Rangkak hanya dapat diketahui apabila regangan elastic dan susut serta deformasi totalnya diketahui.

Susut didefenisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Pada umumnya, beton yang semakin tahan terhadap susut akan mempunyai


(32)

kecenderungan rangkak yang rendah, sebab kedua hal ini berhubungan dengan proses hidrasi pasta semen.

II.5 Bahan Penyusun Beton

Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan semen secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung.

II.5.1 Semen II.5.1.1 Umum

Salah satu komposisi dari pada beton adalah semen. Dimana semen sangat berperan dalam proses pengikatan agragat halus dan kasar serta komposisi beton lainnya agar beton tersebut dapat lebih kuat dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Semen merupakan bahan hidrolis yang dapat bereaksi secara kimia dengan air disebut hidrasi sehingga membentuk material padat.

Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen portland. Semen ini dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan dicampur bahan gips. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : Semen non - hidrolik dan Semen hidrolik.

Semen non - hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non - hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.


(33)

Tidak berbeda dengan beton, semen juga memiliki sifat yang lebih spesifik yaitu sifat fisik dan kimia, masing-masing jenis semen memiliki karakteristik yang berbeda - beda yang harus memenuhi syarat kimia dan fisik. Untuk menjaga tetap terjaminnya mutu semen, maka syarat kimia dan fisik harus terus diperhatikan. Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen portland, kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain.

II.5.1.2 Semen Portland

Semen Portland merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

Penemu semen (semen portland) adalah Joseph Aspdin di tahun 1824, seorang tukang batu berkebangsaan Inggris dinamakannya Portland Cement karena semen yang dihasilkannya mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam pulau portland.

Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berbagai jenis semen ditambahkan berbagai jenis material mentah lainnya.


(34)

II.5.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain :

1. Semen Portland Biasa

Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton secara umum apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan jenis semen ini sebagai tipe I.

2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat

Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6 (enam). ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe-II.

3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi

Merupakan semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung C3S lebih banyak dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa, umumnya digunakan pada keadaan-keadaan darurat, misalnya pembetonan pada musim dingin.

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan C3S dan C3A yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :


(35)

 Panas hidrasi rendah

 Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa

 Susut akibat proses pengeringan rendah

 Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat. 5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat

Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Kekuatan tekan pada umur 28 hari lebih rendah dibanding semen Portland biasa. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Sangat Tinggi

Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang sangat tinggi. Kekuatan tekan pada umur 1 hari dapat menyamai kekuatan umur 3 hari dari semen dengan kekuatan awal tinggi. Semen ini digunakan pada konstruksi yang perlu segera diselesaikan atau pekerjaan perbaikan beton.

7. Semen Portland Koloid

Semen jenis ini digunakan untuk pembetonan pada tempat dalam dan sempit. Pada penggunaanya semen ini digunakan dalam bentuk koloid dan dipompa.

8. Semen Portland Blended

Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya.


(36)

Jenis-jenis semen Portland blended adalah :

Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)

Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement) Semen Super Masonry

II.5.1.4 Sifat Fisik

Salah satu sifat fisik semen yang diuji menurut standard adalah kuat tekan mortar (yaitu campuran antara semen, pasir standard dan air), hasil pengujiannya dinyatakan sebagai harga kuat tekan mortar atau dengan kata lain untuk menguji mutu daya ikat semen. Ada beberapa sifat fisik semen, yaitu :

1. Kehalusan butiran (fineness)

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya

bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk

menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk kehalusan semen, butiran semen yang lewat ayakan no.200 harus lebih dari 78%.

2. Waktu pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua :

a. Waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.


(37)

b. Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.

Pada semen portland initial setting time berkisar 1 - 2 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8 jam. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating), dan perataan permukaan. Perhitungan waktu ikat awal dan akhir dapat dilakukan dengan alat yang disebut alat vicat aparatus, yang ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4 Alat vicat aparatus

Apabila air ditambahkan kedalam semen portland, maka terjadi reaksi antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan Hidrasi. Reaksi tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat Proses pengikatan dan pengerasan pada semen dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :


(38)

Gambar 2.5 Bagan Proses Pengikatan (setting) dan Pengerasan (hardening)

Keterangan :

1) Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3, hal ini akan mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode.

2) Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai.

3) Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan menghasilkan C-S-H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan.

PENAMBAHAN AIR

PASTA PLASTIS DAN MUDAH DIBENTUK

INITIAL SET

PASTA KAKU DAN MUDAH DIBENTUK

PADAT DAN KAKU

FINAL SET

PROSES

DORMANT PERIODE

INITIAL SETTING

S E T T I N G

FINAL SETTING


(39)

4) Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen, yang akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara steady.

3. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan. Perkembangan panas hidrasi pada beberapa jenis semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21oC Jenis Semen

Portland

Hari

1 2 3 7 28 90

Type I 33 53 61 80 96 104

Type II - - - 58 75 -

Type III 53 67 75 92 101 107

Type IV - - 41 50 66 75

Type V - - - 45 50 -

Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono,2003

4. Perubahan volume (kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Pengembangan volume dapat


(40)

menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-retak. Untuk lebih mudah memahami mengenai syarat mutu fisik semen portland pada beberapa type semen dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :


(41)

Tabel 2.3 Sifat Fisik Semen untuk Setiap Type Semen

Uraian Type Semen

I II III IV V

1 Kehalusan : Sisa diatas ayakan 0.09

mm, % maksimum Dengan alat Vicat Blainey

10 2800 10 2800 10 2800 10 2800 10 2800 2 Waktu pengikatan (setting

time), menggunakan alat “Vicat”

Awal, menit minimum Akhir, jam maksimum Waktu pengikatan (setting

time), menggunakan alat “Gillmore” Awal, menit minimum Akhir, jam maksimum

45 8 60 10 45 8 60 10 45 8 60 10 45 8 60 10 45 8 60 10 3 Kekalan, Pemuaian dalam

autoclave, maksimum

0.80 0.80 0.80 0.80 0.80

4 Kekuatan Tekan : 1 hari kg/cm2, minimum 1+2 hari kg/cm2, minimum 1+6 hari kg/cm2, minimum

1+27 hari kg/cm2, minimum - 125 200 - - 100 175 - 125 250 - - - - 70 175 - 85 150 210

5 Pengikatan semu (false set) :

Penetrasi akhir, % minimum

50 50 50 50 50

6 Panas hidrasi 7 hari, cal/g, maksimum 28 hari, cal/g, maksimum

- - 70 80 - - 60 70 - -

7 Pemuaian karena sulfat : 14 hari, % maksimum

- - - - 0.45


(42)

II.5.1.5 Sifat Kimia

a) Lime saturated Factor (LSF)

Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan alami lainnya.

b) Magnesium oksida (MgO)

Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb :

Mg O + H2O _ Mg (OH)2

Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar.

c) SO3

Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena jika pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah gypsum.

d) Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan.


(43)

e) Residu tak larut

Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar.

f) Alkali (Na2O dan K2O)

Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya.

g) Mineral compound (C3S, C2S, C3A, C4AF)

Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dngan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan type V. Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton. Untuk lebih mudah memahami mengenai sifat syarat mutu kimia semen portland pada beberapa type semen dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :


(44)

Tabel 2.4 Syarat Kimia dalam Semen untuk Setiap Type Semen

Uraian Jenis semen

I II III IV V

MgO, maksimum SO3, maksimum

C3A< 8.0% C3A> 8.0%

Hilang Pijar, % maksimum Bagian Tak Larut, % maksimum Alkali sebagai Na2O, % maksimum

C3S, % maksimum C2S, % maksimum C3A, % maksimum C3AF+2C3A, atau C4AF+C2F, %

maksimum C3S+C3A, % maksimum

5.0 3.0 3.5 3.0 1.5 0.6 - - - - 5.0 3.0 - 3.0 1.5 0.6 - - 8 - 5.0 3.5 4.5 3.0 1.5 0.6 - - 1.5 - 5.0 2.3 - 2.5 1.5 0.6 35 40 7 - 5.0 2.3 - 3.0 1.5 0.6 - - 5 20

Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono, 2003 II.5.1.6 Komposisi Kimia

Semen Portland dibentuk terutama dari bahan kapur (CaO), silica (SiO2), alumina (Al2O3), dan oksida besi (Pe2O3). Isi kombinasi dari total 4 oksida tersebut kira – kira 90 % dari berat semen, karenanya dikenal sebagai unsure utama atau major oxides di dalam semen. 10 % yang lainnya terdiri dari magnesia (MgO), oksida alkali (Na2O dan K2O), titania (TiO2), fosforus-pentoksida (P2O5), dan gypsum, yang dikenal sebagai unsure minor atau minor

oxides di dalam semen.

Dengan demikian, karakteristik dan perilaku spesifik dari semen akan banyak tergantung pada jenis dan komposisi spesifik dari bahan – bahan dasar yang digunakan dalam campuran produksi semen tersebut.

Dibawah ini diberikan secara garis besar komposisi bahan – bahan oksida di dalam semen, yang meliputi sebagian besar jenis semen yang biasa di jumpai di pasaran. Mengenai batasan komposisi umum dari semen Portland dapat lebih jelas kita lihat pada tabel 2.5 berikut :


(45)

Tabel 2.5 Batasan komposisi umum dari semen portland

Oksida Berat (%)

CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO Na2O + K2O

TiO2 P2O5 SO3

60 – 68 17 – 25 3 – 8 0,5 – 6,0 0,5 – 0,6 0,5 – 1,3 0,1 – 0,4 0,1 – 0,2 2,0 – 3,5

Sumber : Teknologi Beton, Paul Nugraha, 2007

Sebagian besar semen modern mempunyai kandungan kapur yang tinggi, dan biasanya melampaui 65%. Semen dengan kandungan kapur dibawah 65%, pengerasannya seringkali agak lambat. Dalam hal lain, kandungan kapur maksimum dibatasi oleh kebutuhan untuk menghindari kapur bebas dalam semen. Keberadaan kapur bebas bisa menjadi sumber kelemahan pada permukaan interface antara pasta semen dengan agregat, dan juga bisa menyebabkan ketidakstabilan pada proses pengerasan pasta semen.

Dalam proses hidrasi dan pengerasan semen, kapur dan silica akan menjadi penyumbang kekuatan yang terbesar, Sedangkan alumina dan oksida besi akan lebih berfungsi untuk mengatur kecepatan proses hidrasi. Namun dalam proses produksi semen, terutama dalam proses pembakarannya, alumina dan oksida besi akan bertindak sebagai suatu media pembakaran yang bisa berfungsi untuk mengurangi tingkat suhu pembakaran semen. Kandungan minimum dari alumina dan oksida besi seringkali lebih ditentukan oleh kebutuhan untuk menghindari kesulitan produksi klinker pada suhu tinggi, dan bukan oleh kebutuhan komposisi kimianya.

Sementara itu kandungan maksimumnya pada umumnya dibatasi oleh kebutuhan untuk mengendalikan waktu pengikatan hidrasi semen. Dalam hal ini, semen dengan rasio


(46)

SiO2/(Al2O3 + Fe2O3) yang kurang dari 1,5 pada umumnya menunjukan waktu pengikatan yang cepat, yang biasanya sukar dikontrol lagi oleh proporsi campuran gypsum yang ditambahkan.

Dalam proses pembakaran klinker, oksida – oksida silica, alumina, dan besi akan bereaksi dengan kalsium-oksida untuk menghasilkan empat unsure utama semen Portland, yaitu:

3CaO.SiO2 atau tricalsium-silicate, di singkat C3S 2CaO.SiO2 atau bicalsium-silicate, di singkat C2S 3CaO.Al2O3 atau tricalsium-aluminate, di singkat C3A

4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau tetracalsium-aluminoferrite, di singkat C4AF. C3S, yang secara umum diperlihatkan dalam jumlah yang besar, sama seperti

butiran-butiran yang tidak berwarna. Pada suhu kurang dari 1250 oC. terurai secara lambat laun, tetapi jika proses pendinginnya tidak terlalu lambat, C3S mengingatkan ketidak perubahan dan relatif tidak stabil pada suhu biasa. C3S diketahui ada 3

unsur, atau kemungkinan bisa 4 dari α- C2S yang tahan terhadap suhu yang panas

sampai suhu 1450C yang berbeda bentuk dengan bentuk β. β – C2S berbeda dengan 7 – C2S pada sekitar suhu 670 oC. tetapi saat pendinginan semen

ekonomis. β – C2S membentuk butiran-butiran yang seragam.

C3A, berbentuk kristal segiempat. Tetapi C3A pada butiran-butiran yang membeku membentuk fase interstitial yang tidak berbentuk.

C4AF, adalah batasan yang tepat dari C2F ke C5A2F, tetapi C4F adalah bentuk penyederhanaan yang baik.


(47)

II.5.2 Agregat II.5.2.1 Umum

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60% - 70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

Dalam SNI-03-2847-2002, agregat didefenisikan sebagai material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik. Pada beton semen biasanya volume agregat yang digunakan adalah 50% - 80% volume total beton, sehingga kondisi agregat yang digunakan sangat berpengaruh pada karakteristik beton.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.75 mm (Berdasarkan Standar ASTM), dimana agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80 - 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.


(48)

II.5.2.2 Jenis-jenis Agregat

Dalam memilih agregat sebagai bahan campuran untuk beton ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton ada lima, yaitu (Langren, 1994) :

1.Volume udara

Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton, terutama setelah terbentuknya pasta semen.

2.Volume padat

Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi. 3.Berat jenis agregat

Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai kontrol.

4.Penyerapan

Penyerapan akan berpengaruh pada berat jenis 5.Kadar air permukaan agregat

Kadar air permukaan agregat berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran Seperti yang telah diuraikan diatas, agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.


(49)

II.5.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat berdasarkan beratnya dibedakan menjadi 3 jenis agregat yaitu :

1. Agregat berat

Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2800 kg/m3. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir.

2. Agregat normal

Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5 sampai

JENIS-JENIS AGREGAT

AGREGAT BERAT AGREGAT NORMAL AGREGAT RINGAN

AGREGAT BUATAN AGREGAT ALAM AGREGAT BUATAN PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Terak, Batu tulis,

Lempung) TANPA PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Batu Klinker) PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Terak, Batu tulis,

Lempung) TANPA PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Batu Klinker) -PECAHAN BATA -TERAK TANUR BIJI BESI, TERAK TANUR TINGGI

AGREGAT ALAM PASIR KERIKIL P A S IR S U N G A I P A S IR G U N U N G P AS IR L AU T B AT U AN B EK U B AT U AN M E TAM O P H B AT U AN E N D AP AN


(50)

dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200 - 2.500 kg/m3. beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15 - 40 MPa.

3. Agregat ringan

Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350 - 880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan 750 - 1.200 kg/m3 untuk agregat halusnya.

II.5.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun dengan mesin pemecah batu. Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete). Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:

1. Agregat bulat

Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.


(51)

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35% - 38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran


(52)

beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata– ratanya. Menurut Galloway (1994) agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1:3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.

6. Agregat pipih dan panjang

Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

II.5.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Agregat licin / halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis - lapis.

2. Berbutir (granular)


(53)

3. Kasar

Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan - bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

4. Kristalin (Cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang lebah (honey combs)

Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga - rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.

II.5.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan didasarkan pada ukuran butir - butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam.

Agregat halus yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:

a. Pasir Galian

Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari


(54)

kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang terletak pada lapisan paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.

b. Pasir Sungai

Pasir ini diperoeh langsung dari dalam sungai, yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir-butirnya agak kurang karena butir yang bulat. Karena ukuran butirannya kecil, maka baik dipakai untuk memplester tembok juga untuk keperluan yang lain.

c. Pasir Laut

Pasir laut ialah pasir yang di ambil dari pantai. Butirannya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung garam-garaman. hal ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan. Karena itu, sebaiknya pasir pantai (laut) tidak dipakai dalam campuran beton.


(55)

Tabel 2.6 Batasan Gradasi Terbaik untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat lolos tiap saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 – 100

2.36 mm ( No.8) 85 – 100

1.19 mm (No.16) 50 – 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 – 30

0.150 mm (No.100) 2 - 10

Sumber : ASTM, 1991

Gambar 2.8 Grafik Daerah Gradasi Pasir Terbaik

Dalam gradasi agregat halus terdapat 4 daerah gradasi agregat halus, antara lain batas gradasi agregat halus untuk daerah I adalah gradasi untuk jenis pasir kasar, batas gradasi agregat halus untuk daerah II (pasir agak kasar), batas gradasi agregat halus daerah III (pasir halus), dan batas gradasi agregat halus daerah IV (pasir agak halus).

2 10 25 50 85 95 100 10 30 60 85

100 100 100

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 10

Ukuran Ayakan (mm)

P ers en B u ti ra n L ew a t A yak an


(56)

Tabel 2.7 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah I (Pasir Kasar)

Ukuran Ayakan (mm) % berat butir yang lewat ayakan

0.15 0 – 10

0.3 5 – 20

0.6 15 – 34

1.2 30 – 70

2.4 60 – 95

4.8 90 – 100

10 100

Sumber : ASTM, 1991

Gambar 2.9 Grafik Daerah Gradasi Pasir Kasar

0 5 15 30 60 90 100 10 20 34 70

95 100 100

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 10

Batas Bawah Batas Atas

DAERAH I

P ers en ta se B er at B u ti r yan g L ew at ayak an


(57)

Tabel 2.8 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah II (Pasir Agak Kasar)

Ukuran Ayakan (mm) % berat butir yang lewat ayakan

0.15 0 – 10

0.3 8 – 30

0.6 35 – 59

1.2 55 – 90

2.4 75 – 100

4.8 90 – 100

10 100

Sumber : ASTM, 1991

Gambar 2.10 Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar

0 8 35 55 75 90 100 10 30 59 90

100 100 100

0 20 40 60 80 100 120

10 30 59 90 100 100 100

Batas Bawah Batas Atas

DAERAH II

P ers en B er at B u ti r yan g l ew at ayak an


(58)

Tabel 2.9 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah III (Pasir Halus)

Ukuran Ayakan (mm) % berat butir yang lewat ayakan

0.15 0 – 10

0.3 12 – 40

0.6 60 – 79

1.2 75 – 100

2.4 85 – 100

4.8 90 – 100

10 100

Sumber : ASTM, 1991

Gambar 2.11 Grafik Daerah Gradasi Pasir Halus

0 12 60 75 85 90 100 10 40 79

100 100 100 100

0 20 40 60 80 100 120

10 40 79 100 100 100 100

Batas Bawah Batas Atas

DAERAH III

Ukuranayakan(mm)

P er se n B er at B u ti r yan g L ew at A yak an


(59)

Tabel 2.10 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah IV (Pasir Agak Halus)

Ukuran Ayakan (mm) % berat butir yang lewat ayakan

0.15 0 – 10

0.3 15 – 50

0.6 80 – 100

1.2 90 – 100

2.4 95 – 100

4.8 95 – 100

10 100

Sumber : ASTM, 1991

Gambar 2.12 Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Halus

2. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dengan ukuran butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Jenis batu pecah sebagai material pengisi campuran beton dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut :

0

15

80

90 95 95

100

10

50

100 100 100 100 100

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 10

Batas Bawah Batas Atas

DAERAH IV

Ukuran Ayakan (mm)

P er se n B er at B u ti r yan g l ew at A yak an


(60)

Gambar 2.13 Agregat Kasar (Batu Pecah) Tabel.2.11 Batas Gradasi Agregat Kasar

Ukuran ayakan (mm) Persen Butir Lewat Ayakan

40 mm 20 mm 12.5 mm

4.8 5 – 10 0 – 10 0 – 10

10 10 – 35 25 – 55 40 – 85

20 30 – 70 95 – 100 100

40 95 – 100 100 100

Sumber : British Standart

Gambar 2.14 Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Maksimum Diameter 40mm

0 20 40 60 80 100 120

4.8 10 20 40

bawah atas

Ukuran Ayakan (mm) Butir Maksimum 40mm

P

ers

en

B

u

ti

r L

ew

a

t A

y

a

k

a


(61)

Gambar 2.15 Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Maksimum Diameter 20mm

Gambar 2.16 Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Maksimum Diameter 12.5mm

II.5.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Garadasi

Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

0 20 40 60 80 100 120

4.8 10 20 40

bawah atas

Ukuran Ayakan (mm) Butir Maksimum 20mm

P ers en B u ti r L ew a t A y a k a n 0 20 40 60 80 100 120

4.8 10 20 40

bawah atas

Butir Maksimum 12.5mm

Ukuran Ayakan (mm)

P ers en B u ti r L ew a t a y a k a n


(62)

1. Gradasi Sela (Gap Gradation)

Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, maka gradasi ini akan menunjukkan suatu garis horizontal dalam grafiknya, keistimewaan dari gradasi ini adalah :

 Pada nilai faktor air semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi bila kandungan pasir lebih sedikity

 Pada kondisi kelecakan yang tinggi, lebih cenderung mengalami segregasi, oleh karena itu gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan pekerjaan yang rendah.

 Gradasi ini tidak berpengaruh buruk pada kekuatan beton

2. Gradasi Menerus

Didefenisikan jika agregat yang sama ukuran butirannya ada dan terdistribusi dengan baik. Agregat ini lebih sering dipakai dalam campuran beton. Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemantapan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang baik, campuran beton yang membutuhkan variasi ukuran butir agregat. Dibandingkan dengan gradasi sela atau seragam, gradasi ini yang paling baik.

3. Gradasi Seragam

Agregat yang mempunyai ukuran yang sama didefenisikan sebagai agregat seragam. Agregat ini terdiri dari batas yang sempit dari ukuran fraksi. Agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai untuk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasir, atau untuk mengisi agregat dengan gradasi sela atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.

II.5.2.3 Syarat Mutu Agregat

Agregat normal yang dipakai dalam campuran beton sesuai dengan ASTM, berat isinya tidak boleh kurang dari 1200kg/m3.


(63)

II.5.2.3.1 Agregat Halus

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah :

• Susunan Butiran ( Gradasi ) pasir

Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2  Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9  Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

• Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar Lumpur melampaui 5% maka agragat harus dicuci.

• Kadar liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering)

• Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder.

• Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau


(64)

beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

• Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.  Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.

II.5.2.3.2 Agregat Kasar

• Susunan gradasi memenuhi syarat pada tabel yang telah ditetapkan

• Penggunaan semen yang mengandung Natrium Oksida tidak lebih dari 0.6%

• Sifat fisik yang mencakup kekerasan agregat diuji dengan bejana Los Angelos, dan jika diuji dengan larutan Natrium sulfat bagiannya yang hancur maksimum 12%, dan dengan magnesium sulfat bagian yang hancur maksimum 18%.

II.5.3 Air II.5.3.1 Umum

Air dalam membuat beton adalah untuk memicu proses kimiawi dari semen, membasahi agregat dan memberikan pekerjaan yang mudah dalam pekerjaan beton. Dalam hal pekerjaan beton senyawa yang terkandung di dalam air akan mempengaruhi kualitas beton untu itu diperlukan standart yang baik untuk kualitas air. Untuk itu air dan semen akan terjadi reaksi kimia maka diperlukan perbandingan faktor air semen yang baik yang akan menghasilkan kualitas beton yang baik.

Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air imbah, asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. Air tawar yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air laut umumnya mengandung 3,5% larutan garam (sekitar 78% adalah sodium


(1)

Tabel 5.3 Tabel Hasil Perhitungan Kuat Tekan Maksimum dengan Menggunakan Persamaan Regresi Linier Ganda

No

Umur (hari)

FAS

Kuat Tekan (kg/cm

2

)

1

3

0.4

149.107

2

7

0.4

173.827

3

14

0.4

217.087

4

28

0.4

303.607

5

3

0.5

127.401

6

7

0.5

152.121

7

14

0.5

195.381

8

28

0.5

281.901

9

3

0.6

105.695

10

7

0.6

130.415

11

14

0.6

173.675

12

28

0.6

260.195

13

3

0.7

83.989

14

7

0.7

108.709

15

14

0.7

151.969


(2)

V.3 Perhitungan Nilai FAS Optimum dan Umur Beton untuk Beton K-225

V.3.1 Perhitungan Umur Beton untuk Kuat Tekan Maksimum K-225

Dari hasil regresi linier sederhana diperoleh persamaan (5.1), yaitu :

= 178.739 + 2.136 x

dapat dilihat dari grafik, Yʼ = kuat tekan beton, dan ditetapkan mutu beton adalah K-225 = 225 kg/cm2.

Sehingga,

Yʼ = 178.739+ 2.136x฀ 225 = 178.739 + 2.136 x฀

225− 178.739= 2.136 x฀

�฀ =21.657

฀฀฀฀฀฀฀,฀฀ =฀฀฀฀฀฀

V.3.2 Perhitungan FAS Optimum untuk Kuat Tekan Maksimum K-225

Dari hasil regresi linier sederhan diperoleh persamaan (5.2), yaitu : Yʼ = -555.826 x₂ + 512.22

dapat dilihat dari grafik, Yʼ = kuat tekan beton, dan ditetapkan mutu beton adalah K-225 = 225 kg/cm2.

Sehingga,

฀ʼ =512.22555.826 ฀฀ 225 =512.22555.826 ฀฀ - 555.826 ฀฀=225512.22 ฀฀ =0.516


(3)

(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

1. Nilai faktor air semen (w/c) dan jumlah air adukan dalam campuran beton berbanding lurus terhadap nilai slump, semakin besar faktor air semen atau jumlah air adukan maka akan semakin besar pula nilai slump yang diperoleh.

2. Dari hasil regresi linier ganda, diperoleh bahwa kuat tekan akan semakin besar dengan bertambahnya umur beton, dan kuat tekan akan berkurang seiring dengan pemakaian air semen (w/c) yang semakin besar.

3. Dari hasil perhitungan korelasi dengan “uji t“ dibandingkan dengan “t table“ diperoleh :

• Antara kuat tekan dan umur benda uji tidak memiliki hubungan atau korelasi yang signifikan, atau 9.2% kuat tekan beton dipengaruhi oleh umur beton.

• Antara kuat tekan dan faktor air semen memiliki hubungan atau korelasi yang signifikan, atau 86.6% kekuatan beton dipengaruhi oleh faktor air semen.

4. Dengan komposisi antara bahan penyusun beton kuat tekan akan mencapai kuat tekan rencana yaitu 225 kg/cm2 pada umur 22 hari dan faktor air semen 0.516 atau dengan kata lain umur beton sudah dapat dicapai pada umur dibawah 28 hari.


(5)

VI.2. Saran

1. Kondisi agregat baik kasar maupun halus harus benar-benar dalam kondisi SSD dan hal ini harus sama dalam setiap pengadukan campuran beton. Kondisi SSD dari agregat ini harus bisa dipertahankan sehingga membutuhkan tempat yang khusus untuk memperoleh kondisi yang seragam.

2. Perlu kiranya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton selain dari pengaruh faktor air semen dan umur beton atau faktor-faktor lain yang belum diketahui.

3. Perlu diteliti lebih lanjut dengan menggunakan semen dan agregat jenis yang lain atau dari sumber yang lain.

4. Untuk mencapai tujuan penelitian diharapkan, disarankan untuk melakukan pengujian dengan umur lebih dari 28 hari yaitu 56 sampai 90 hari.

5. Untuk mendapatkan grafik hubungan antara kuat tekan dengan factor air semen yang lebih lengkap disarankan melakukan pengujian dengan variasi faktor air semen yang lebih banyak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum. 1990, Metode pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di LaboratoriumStandart SK SNI 62-1990-03, Bandung : Yayasan LPMB.

Departemen Pekerjaan Umum. 1991, Metode Pengujian Slump Beton Standart SK SNI T-15-1990-03, Bandung :Yayasan LPMB

Mulyono, Tri. 2003, Teknologi Beton, Yoyakarta : ANDI.

Nugraha, Paul. dan Antoni. 2007, Teknologi Beton. Surabaya : ANDI. Sugiyono. 2009, Statistika untuk Penelitian. Bandung : ALFABETA.

Buwono, Haryo. 2002, Pengaruh Faktor Air Semen Terhadap Kuat Tekan dan Permeabilitas Beton, Tesis Pasca Sarjana UI.