Remaja dan Masyarakat Transisi

B. Remaja dan Masyarakat Transisi

Keadaan masyaraka transisi seperti yang diuraikan di atas oleh Emile Durkheim dikatakan akan membawa individu anggota masyarakat kepada keadaan anomie. Anomie menurut Durkheim adalah normlessness yaitu suatu sistem sosial di mana tidak ada petunjuk atau pedoman buat tingkah laku. Jadi adalah keadaan eksternal seperti dalam keadaan hukum rimba yang terdapat dalam masyarakat yang tiba-tiba dilanda perang. Kebiasaan-kebiasaan dan aturan- aturan yang biasa berlaku tiba-tiba tidak berlaku lagi. Akibatnya adalah individualisme di mana individu-individu bertindak hanya menurut kepentingan-nya masing-masing. Durkheim, 1951. Kondisi anomie ini tentu saja tidak hanya berlaku terhadap anggota masyarakat dewasa, melainkan juga terhadap para remaja. Salah-satu bukti tentang adanya kondisi anomie ini di ka- langan remaja adalah dalam segi kehidupan seksual yang diungkapkan dalam sebuah penelitian di Muangthai. 11 dari penduduk negara tersebut berusia antara 15-19 tahun, tetapi dari survai yang dilakukan terhadap mereka ternyata 45 tidak tahu-menahu tentang proses terjadinya haid dan 68 tidak dapat menyebutkan bagaimana caranya untuk mengetahui adanya kehamilan ICARP, 1980. Dalam pertemuan yang akan datang akan dikemukakan juga data yang senada yang diperoleh dari peneli-tian-penelitian di Indonesia sendiri. Keadaan serba tidak tahu seperti ini, yang banyak terjadi di negara-negara berkembang atau dalam masyarakat transisi cukup membingungkan dan berbahaya bagi remaja yang bersangkutan sebab sementara mereka tidak banyak tahu tentang keadaan dirinya sendiri, mereka harus berhadapan dengan perubahan pola kehidupan seperti penundaan usia perkawinan, pergaulan yang lebih bebas, dan sebagainya. Remaja jadinya tidak mempunyai petunjuk atau pedoman yang jelas tentang bagaimana caranya untuk bertindak secara benar dalam menghadapi masalah. Apalagi penelitian di Muangthai tersebut juga membuktikan bahwa lebih besar dari seperempat dari remaja termaksud sama sekali belum pernah diberitakan tentang perubahan-perubahan fisik yang terjadi selama masa pubertas. Contoh lain dari kebingungan remaja dapat dilihat dari kecenderungan remaja untuk bertindak yang menarik perhtian orang dan bahkan cenderung merusak. Misalnya seperti yang dilaporkan oleh harian Kompas 3 November 1985 tentang tindakan. Polisi Sektor Tebet dalam menertibkan remaja pencorat-coret Sudah banyak warga yang mengeluh atas ulah anak-anak ini. Soalnya selain pagar rumah, dinding sekolah, juga papapn praktek dokter dan rambu lalu- lintas dicorat-coret, ujar Kapol Tebet Kapten Pol Harbangan Siagian. Di fihak lain, para remaja itu sendiri mengaku bahwa kalimat-kalimat yang ditulis di pagar-pagar rumah itu adalah nama klub masing-masing seperti BBG, TBC, GPC, Geter, da sebagainya. Menurut mereka, kelompok itu kebanyakan adalah perkumpulan sepeda atau breakdance. Kalau soal nyoret dinding, kayaknya semuanya juga sering, tutur salah seorang dari mereka. Kalau ditilik ucapan remaja yang terakhir ini nampak bahwa mereka tidak begitu menghayati bahwa perbuatan itu salah dan melanggar norma. Mereka merasa bahwa orang lain berbuat yang sama, mengapa mereka sendiri yang disalahkan. Jika ditarik ke alam masyarakat dewasa, ketidakmampuan untuk menilai suatu kesalahan karena merasa bahwa semua orang punya melakukannya dapat dilihat juga pada gejala-gejala korupsi, pungli, perbuatan maksiat, dan sebagainya. Jadi sekali lagi, kondisi remaja pada hakikatnya tidak jauh berbeda daripada kondis masyarakat luas secara umum. Kembali kepada kondisi anomie, R.K. Merton mengbangkan lebih lanjut gagasan Perkembangan Peserta DidikDrs. Jumanta, M.Pd. Pertemuan ke-6,7 STKIP Purnama Kampus Plumpang Durkheim. Merton mengatakan bahwa keadaan anomie memang berawal dari suatu situasi sosial Incondisi objektif, tetapi Merton selanjutnya nyatakan bahwa anomie juga menunjuk kepada manusia yang ambivalent tidak jelas nilai yang dianutnya dan ambigous tidak jelas bentuk kelakuannya dalam masyarakat yang juga tidak konsisten Merton, 1957. Akibatnya memang ada manusia-manusia yang bertingkah laku konform, yaitu menerima nilai oleh Merton diartikan sebagai tujuan umum dari suatu kebudayaan dan norma artinya aturan-aturan khusus dari lembaga masyarakat tertentu. Akan tetapi selanjutnya Merton mengatakan bahwa di samping mereka yang bersikap konform terhadap nilai dan norma, ada orang-orang yang menentang bertingkah laku deviant atau menyimpang nilai atau norma itu atau kedua- duanya. 1. Innovation, yaitu tingkah laku yang menyetujui nilai tetapi menentang norma. Individu termasuk remaja jenis inilah yang barangkali paling banyak kita jumpai. Misalnya remaja Tebet yang mencorat-coret tersebut di atas. Mereka tidak melakukan sesuatu yang menentang nilai-nilai umum masyarakat, tetapi mereka melakukan sesuatu yang berten-tangan dengan norma masyarakat setempat. Oleh karena itulah ketika di Yogyakarta pernah diadakan lomba corat-coret dinding dengan menyediakan dinding sekeliling kolam renang Umbang Tirto sebagai arenanya, banyak remaja yang ikut serta dan tingkah laku remaja itu tidak lagi merusak destruktif karena ada norma setempat yang menampungnya dan tingkah laku mereka malah jadi konstruktif memper-indah. Tetapi tingkah laku innovation inovasi ini memang tidak selamanya berakibat negatif. Malah dengan inovasi ini banyak temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi diciptakan orang. Demikian pula di kalangan remaja. Usaha Indra dan kawan-kawannya untuk menjadi wiraswasta dalam kesulitan menghadapi ma depan yang §jrba ketat persaingannya dapat dianggap bagai inovasi positif. Demikian pula mungkin pertanyaa yang dilontarkan kepada penceramah oleh remaja yang pena saran karena jarang adanya seminar mengenai kenakala orang tua kasus 4 dapat dianggap tingkah laku inovasij Mereka ini tidak menentang nilai yang umum yang mer pakan cita-cita masyarakat misalnya mencita-cita masyarakat yang bebas kejahatan, tetapi mereka hanya tida menyukai cara-cara sekelompok masyarakat tertentu ya terlalu bersibuk diri dengan seminar tentang kenakalan maja saja. 2. Ritualism: Yaitu tingkah laku yang menolak nilai-nila tetapi menerima norma. Gadis Umi kasus 2 mungk memang tidak sepenuhnya menolak nilai-nilai dala masyarakat seperti misalnya yang terjadi pada para pengiku| sekte Jim Jones yang mengasingkan diri dari Amerika Serikat dan membuat perkampungan mereka sendiri di Guya akhirnya hampir seluruh pengikut sekte ini mati bunuh dir bersama pemimpin mereka. Walaupun demikian, yang dilakukannya dengan melibatkan diri pada kelompok remaja masjid, dapat juga digolongkan ke dalam ritualisme. Di satu| fihak Umi kurang memahami apa yang sebenamya dikehen-? j daki oleh masyarakat termasuk ayah-ibunya, di lain fihakj dia menghadapi masalah nyata yang perlu segera di atasij Maka Umi pun memilihuntuk mengikuti saja secara ketat danf dalam arti sempit norma-norma yang berlaku dalam sat kelompok tertentu dalam hal ini norma-norma agama yanj diberlakukan secara ketat dalam kelompok remaja masjid] yang diikutinya. 3. Retreatism: reaksi nonkonformis jenis ini oleh Merton 1 dinyatakan sebagai pengingkaran terhadap nilai maupun norma. Bentuk reaksinya adalah pelarian-diri dari nilai-nilai ] dan norma-norma yang berlaku. Pelarian-diri itu bisa berupa j tingkah laku penyalahgunaan obat atau minuman keras, misalnya, atau tingkah laku mengasingkan diri, atau bahkan bunuh diri. Perkembangan Peserta DidikDrs. Jumanta, M.Pd. Pertemuan ke-6,7 STKIP Purnama Kampus Plumpang 4. Rebellion: sama halnya dengan retreatism, rebellion atau pemberontakan ini juga menolak nilai dan norma. Tetapi berbeda dari pelarian-diri, pemberontakan justru menerima nilai dan norma yang lain, yang berasal dari luar masyarakat di mana individu yang bersangkutan tinggal. Berbeda dari inovasi, pelaku-pelaku pemberontakan tidak menemukan sendiri nilai dan norma yang dijadikannya alternatif, melainkan mengadopsi dari luar orang lain atau masyarakat lain. Lenin dan Karl Mark, misalnya, yang mencetuskan gagasan masyarakat sosialis di Rusia sebagai alternatif dari sistem monarki di bawah kekuasaan Tsar yang berlaku pada waktu itu, adalah contoh tingkah laku inovasi dalam klasi-fikasi Merton. Akan tetapi gerakan-gerakan mahasiswa di beberapa negara Barat yang menentang pemerintah dengan menamakan diri gerakan New-Left Gerakan Kiri Baru atau Neo- Marxisme lebih dekat kepada jenis rebellion oleh karena mereka sesungguhnya tidak melontarkan gagasan baru selain yang diadopsinya dari pandangan-pandangan yang sudah terlebtfi dahulu ada. Dapatlah kiranya sekarang difahami bahwa tindakan nonkonformis atau tindakan menyimpang yang dilakukan oleh sementara remaja dalam suatu masyarakat transisi bukanlah se-lalu khas remaja, karena apa yang dilakukan remaja sebagai reaksi terhadap keadaan anomie, dilakukan juga oleh anggota masyarakat lain sebagaimana uraian Merton tersebut di atas. Jika pun ada hal-hal yang khas remaja, hal itu lebih disebabkan oleh kondisi lingkungan dan kepribadian remaja yang tidak sama dengan kondisi orang dewasa, sedangkan jenis-jenis reaksinya pada hakikatnya tidak berbeda.

C. Remaja Sebagai Anggota Keluarga