Studi terhadap Penyakit Daun Tanaman Eukaliptus di Kebun Percobaan PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli
STUDI TERHADAP PENYAKIT DAUN TANAMAN
EUKALIPTUS DI KEBUN PERCOBAAN PT. TOBA PULP
LESTARI SEKTOR AEK NAULI
SKRIPSI
OLEH
LAURA AGUSTINA SIAHAAN 051202036
BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ABSTRACK
LAURA AGUSTINA SIAHAAN, The Study of Eucalyptus Plant Leaf Disease in Experiment Plantation PT. Toba Pulp Lestari, Aek Nauli Sector. The Academic supervisors are EDY BATARA MULYA SIREGAR and NELLY ANNA
The most dominant symptoms of the disease attacking eucalyptus plants in the garden is found on the leaves. Studies on leaf diseases need to be done in order to know the symptoms and causes of disease, the level of intensity and extent of the attack. Visual observation of disease symptoms conducted on 47 clones, in the form of calculating the level of intensity and widespread disease. Performed by macroscopic observation include the diameter, color and form colonies, and microscopic include mycelium, conidia, shape, size and color of conidia. Results showed there are 17 different types of leaf symptoms, intensity of immune disease showed 46 clones, one clone resistant. Area of greatest disease symptoms in the form of a dark purple blotch attacks by 22% which were affected by
Cryptosporiopsis spp., Another of Fungal pathogens that attack eucalyptus were
Cladosporium spp., Teratosphaeria spp., Cylindrocladium spp., and Phaeophleospora spp.
(3)
ABSTRAK
LAURA AGUSTINA SIAHAAN, Studi terhadap Penyakit Daun Tanaman Eukaliptus di Kebun Percobaan PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli. Di bawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan NELLY ANNA Gejala penyakit yang paling dominan menyerang tanaman eukaliptus di kebun percobaan ditemukan pada daun. Studi terhadap penyakit daun perlu dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui gejala dan penyebab penyakit, tingkat intensitas serta luasan serangan. Pengamatan gejala penyakit daun dilakukan secara visual pada 47 klon, juga dilakukan perhitungan tingkat intensitas dan luas serangan penyakit. Pengamatan penyebab penyakit dilakukan secara makroskopis meliputi diameter, warna dan bentuk koloni, dan mikroskopis meliputi miselium, konidia, bentuk, ukuran dan warna konidia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 17 jenis gejala penyakit daun, intensitas serangan penyakit menunjukkan 46 klon imun, 1 klon resisten. Luas serangan penyakit paling besar berupa gejala serangan bercak berwarna ungu tua sebesar 22% yang di infeksi oleh
Cryptosporiopsis spp., selain itu fungi patogen lain yang ditemukan menyerang
tanaman eukaliptus adalah Cladosporium spp., Teratosphaeria spp.,
Cylindrocladium spp., dan Phaeophleospora spp.
(4)
RIWAYAT HIDUP
Laura Agustina Siahaan dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 14 Agustus 1987, anak ke lima dari enam bersaudara dari ayahanda almarhum Drs. P. Siahaan, MM dan D.br Sinaga.
Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Swasta Parulian II Medan, pada tahun 2003 lulus dari SLTP Negeri 13 Medan, pada tahun 2005 lulus dari SMA Negeri 8 Medan, dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswi Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa baru (SPMB), di Fakultas Pertanian, Departemen Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan.
Selain aktivitas perkuliahan, penulis juga salah satu anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sylva Indonesia pada tahun 2006 hingga saat ini. Pada tahun 2009 penulis menjadi salah satu peraih Student
Entreprenuership Challenge USU dan menjadi anggota dari Student Entreprenuership Center USU hingga saat ini dan penulis memperoleh juara II
Stand Umum Tebar Pesona dan Kreatifitas Mahasiswa USU pada Dies Natalis USU ke-57 serta menjadi salah satu perwakilan mahasiswa USU yang menjadi finalis Wirausaha Muda Mandiri Wilayah Sumatera Regional I. Pada tahun 2010 penulis terpilih untuk mengikuti pameran produk mahasiswa wirausaha USU di Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi di Jakarta. Menjadi Mahasiswa USU perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara mengikuti Pameran Nasional. Penulis menjadi asisten Praktikum Penyakit Tanaman Hutan. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Talawi, Kabupaten Asahan dan Gunung Sinabung, Kabupaten Karo pada bulan
(5)
juni 2007, dan melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di HPH PT. Andalas Merapi Timber Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Padang pada bulan Juni 2009 sampai Agustus 2009. Kemudian pada bulan Maret 2009 hingga februari 2010 penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi terhadap Penyakit Daun Tanaman Eukaliptus di Kebun Percobaan PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli” di bawah bimbingan DR. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS. dan Nelly Anna, S.Hut., M.Si.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat serta anugerah-Nya pembuatan tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul dari tulisan adalah Studi terhadap Penyakit Daun Tanaman Eukaliptus di Kebun Percobaan PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli.
Penyakit pada daun tanaman yang dibudidayakan tentunya akan mengganggu kualitas dan kuantitas produksi, yang menyebabkan kerugian, sehingga penulis ingin mengenal jenis-jenis penyakit yang menyerang daun tanaman yang dibudidayakan agar dapat meningkatkan kinerja fotosintesis yang sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produksi tanaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S. sebagai dosen pembimbing dan Ibu Nelly Anna, S.Hut., M.Si sebagai anggota pembimbing, dengan kebaikan dan keiklhasan hati mau memberi kontribusi berupa bimbingan serta dukungan sehingga skripsi ini dapat terwujud dan kepada Seluruh Staf PT. Toba Pulp Lestari Porsea dan Khususnya Sektor Aek Nauli. Penulis juga berterima kasih kepada ayah tercinta Almarhum Drs. P. Siahaan, MM dan Ibu tercinta D. br.Sinaga serta saudara perempuan Lidya Susanti, SE., Valentina S.Kom., Leni Titian SE., S.Pd., Tiara Lorena dan saudara laki-laki Palito Johanes atas cinta kasihnya kepada penulis. Tulisan ini tidak luput dari kesalahan, maka penulis mengharapkan saran yang tepat berguna. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Medan, November 2009
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Eukaliptus ... 4
Syarat Tumbuh Tegakan Eukaliptus ... 4
Penyebaran dan Morfologi Eukaliptus ... 5
Penyakit pada Tanaman Hutan ... 6
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ... 7
Gejala Serangan Penyakit ... 12
Penyakit pada Tanaman Eukaliptus ... 14
Identifikasi Penyakit Tanaman ... 15
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
Bahan dan Alat ... 17
Metode Penelitian ... 18
Pengamatan Gejala Penyakit Daun ... 18
Identifikasi Patogen ... 18
Persentase perhitungan Tingkat Intensitas dan Luasan Serangan ... 19
Karakterisasi Patogen ... 20
Parameter Pengamatan ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan ... 24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49
(8)
DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 53
(9)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Line plot sampling ECT79 stand Aek Nauli ... 18
2. Pengamatan pada daun tanaman eukaliptus (A), Gejala serangan penyakit pada daun (B) ... 19
3. Gejala serangan penyakit paling banyak ditemukan berupa bercak ungu tua. Daun muda (A) daun tua (B) ... 26
4. Gejala serangan penyakit terbanyak kedua berupa bintik berwarna ungu tua. Pada daun tua (A) daun muda (B)... 26
5. (A) Gejala serangan berupa bercak oranye kecoklatan. (B) Gejala serangan penyakit berupa hawar daun pada bagian pinggir... 27
6. Bercak yang relatif besar merah bagian inti kuning.………... 28
7. Fungi Cryptosporiopsis spp. a: macroconidia (single-celled)... 33
8. Fungi Cryptosporiopsis spp. a: hypha... 34
9. Anamorphs dari spesies Cladosporium sp. a. Conodiophores... 36
10.a. Asci of Teratosphaeria sp. Famili Capnodiales.……….. 37
11.Fungi Cylindrocladium spp. a:hypha, b:chlamydospore... 39
12.Fungi Phaeophleospora spp. a: konidia bersepta ……..…………. 42
13.Grafik intensitas serangan pada klon eukaliptus di ECT79 stand Aek Nauli ……….. 44
14.Hasil persentase grafik reaksi tanaman eukaliptus pada line plot ECT79 Stand Aek Nauli ... 45
15.Grafik persentase luas serangan pada klon-klon eukaliptus di line plot ECT79 Sektor Aek Nauli ... 47
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur Pembuatan PDA (Potatoe Dextrose Agar) ... 51
2. Gambar Fungi dalam Media PDA ... 52
3. Daftar Kategori Serangan pada ECT79 Stand Aek Nauli ... 56
4. Data Intensitas Serangan pada ECT79 Stand Aek Nauli ... 58
5. Data Luas Serangan pada ECT79 Stand Aek Nauli ... 60
6. Data Clone ECT79 Stand Aek Nauli ... 61
7. Data Penghitungan Tingkat Intensitas Serangan pada ECT79 Stand Aek Nauli ... 62
8. Data Penghitungan Luas Serangan pada ECT79 Stand Aek Nauli ... 69
(11)
ABSTRACK
LAURA AGUSTINA SIAHAAN, The Study of Eucalyptus Plant Leaf Disease in Experiment Plantation PT. Toba Pulp Lestari, Aek Nauli Sector. The Academic supervisors are EDY BATARA MULYA SIREGAR and NELLY ANNA
The most dominant symptoms of the disease attacking eucalyptus plants in the garden is found on the leaves. Studies on leaf diseases need to be done in order to know the symptoms and causes of disease, the level of intensity and extent of the attack. Visual observation of disease symptoms conducted on 47 clones, in the form of calculating the level of intensity and widespread disease. Performed by macroscopic observation include the diameter, color and form colonies, and microscopic include mycelium, conidia, shape, size and color of conidia. Results showed there are 17 different types of leaf symptoms, intensity of immune disease showed 46 clones, one clone resistant. Area of greatest disease symptoms in the form of a dark purple blotch attacks by 22% which were affected by
Cryptosporiopsis spp., Another of Fungal pathogens that attack eucalyptus were
Cladosporium spp., Teratosphaeria spp., Cylindrocladium spp., and Phaeophleospora spp.
(12)
ABSTRAK
LAURA AGUSTINA SIAHAAN, Studi terhadap Penyakit Daun Tanaman Eukaliptus di Kebun Percobaan PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli. Di bawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan NELLY ANNA Gejala penyakit yang paling dominan menyerang tanaman eukaliptus di kebun percobaan ditemukan pada daun. Studi terhadap penyakit daun perlu dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui gejala dan penyebab penyakit, tingkat intensitas serta luasan serangan. Pengamatan gejala penyakit daun dilakukan secara visual pada 47 klon, juga dilakukan perhitungan tingkat intensitas dan luas serangan penyakit. Pengamatan penyebab penyakit dilakukan secara makroskopis meliputi diameter, warna dan bentuk koloni, dan mikroskopis meliputi miselium, konidia, bentuk, ukuran dan warna konidia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 17 jenis gejala penyakit daun, intensitas serangan penyakit menunjukkan 46 klon imun, 1 klon resisten. Luas serangan penyakit paling besar berupa gejala serangan bercak berwarna ungu tua sebesar 22% yang di infeksi oleh
Cryptosporiopsis spp., selain itu fungi patogen lain yang ditemukan menyerang
tanaman eukaliptus adalah Cladosporium spp., Teratosphaeria spp.,
Cylindrocladium spp., dan Phaeophleospora spp.
(13)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan tanaman berfokus pada pengembangan jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dan berdaur hidup pendek sebagai tanaman pokoknya. Tanaman eukaliptus merupakan salah satu tanaman yang pertumbuhannya cepat (fast growing species). Eukaliptus merupakan satu jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pulp atau bubur kertas (Widarto, 1996).
Keistimewaan tanaman eukaliptus cukup banyak, salah satunya yaitu dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tingkat serangan hama penyakitnya tinggi. Tanaman eukaliptus berasal dari Australia dengan kondisi habitatnya tandus. Menurut Old, et al. (2003), tanaman eukaliptus mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, bahkan di tapak yang kritis tanaman dapat tumbuh. Tanaman Eukaliptus dengan mudah berkembangbiak secara vegetatif serta kualitas produksi tanaman tinggi. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai kayu gergajian, kontruksi, finir, plywood, furniture, bahan pembuatan pulp dan kertas. Pembangunan penanaman tanaman eukaliptus tersebar luas di banyak negara khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Ditinjau dari segi kualitas hidup eukaliptus mempunyai banyak gangguan penyakit. Menurut Rahayu (1999) penyakit pohon Eucalyptus urophylla berupa bercak daun (leaf spot disease) disebabkan kelas Deutromycetes, Macrophoma sp., Curvularia sp., Pestalotia sp, Gleosporium sp, Helmintosporium sp. Bercak daun umum terjadi di persemaian atau tanaman di lapangan.
(14)
Penyakit yang menyerang bagian daun pada tanaman ini dapat mengakibatkan daun gugur dan membuat tanaman tidak mampu tumbuh dengan baik, karena proses fotosintesis yang terjadi pada daun terganggu. Penyakit pada daun pada tanaman eukaliptus dapat mengakibatkan tanaman mengalami kemunduran yang perlahan. Untuk mengatasi hal ini maka harus dilakukan pencegahan berupa pengamatan intesitas serangan dan luasan serangan penyakit dan pengamatan karakterisasi patogen yang menyerang daun. Pengamatan ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang bagaimana kualitas tanaman dalam melawan wabah serangan yang terjadi, dan pencegahan awal dalam memerangi penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian Silalahi (2008) yang telah dilakukan sebelumnya di lokasi pembibitan Toba Pulp Lestari Porsea, diperoleh fungi patogen penyakit tanaman dengan mengamati ciri makroskopik dan mikroskopiknya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima spesies fungi yaitu
Cylindrocladium reteaudii, Mycosphaerella spp., Cryptosporiopsis spp. dan ada
dua spesies dari Phaeophleospora spp. Berdasarkan pengamatan gejala penyakit tanaman pada pembibitan ditemukan tiga jenis gejala penyakit yaitu hawar daun I, hawar daun II dan bercak daun. Untuk mengetahui apakah penyakit yang ditemukan di lokasi pembibitan TPL Porsea juga mendominasi atau tidak sama sekali, perlu dilakukan penelitian di lokasi yang berbeda terhadap bibit tanaman eukaliptus di Sektor Aek Nauli.
(15)
Tujuan Penelitian
Mengetahui gejala penyakit, penyebab penyakit, tingkat intensitas serta luasan serangan penyakit yang menyerang daun bibit tanaman eukaliptus di kebun percobaan sektor Aek Nauli PT. Toba Pulp Lestari.
Manfaat Penelitian
Sebagai informasi tentang penyakit yang menyerang daun pada bibit tanaman Eukaliptus di kebun percobaan, sektor Aek Nauli PT. Toba Pulp Lestari dan sebagai informasi bagi HPHTI yang sedang mengelola tanaman eukaliptus.
(16)
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Eukaliptus
Tanaman eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eucalyptus dengan spesies Eucalyptus spp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain,
Eucalyptus alba (ampupu), Eucalyptus deglupta, Eucalyptus grandis, Eucalyptus plathyphylla, Eucalyptus saligna, Eucalyptus umbellate, Eucalyptus camadulensis, Eucalyptus pellita, Eucalyptus tereticornis, Eucalyptus torreliana
(Khaeruddin, 1999).
Klasifikasi ilmiah (Scientific Classification) dari tanaman eukaliptus adalah sebagai berikut, kingdom Plantae, divisi Angiosperms, subdivisi Eudicots, ordo Myrtales, famili Myrtaceae. Tanaman eukaliptus terdiri dari kurang lebih 700 jenis dan yang dapat dimanfaatkan menjadi pulp sekitar 40% dari keseluruhan tanaman ini (Departemen Kehutanan, 1994).
Syarat Tumbuh Eukaliptus
Jenis-jenis eukaliptus banyak terdapat pada kondisi iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis eukaliptus tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Tanaman eukaliptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah kering gersang sampai pada tanah yang baik dan subur (Departemen Kehutanan, 1994).
Genus pohon ini dapat ditemukan hampir diseluruh Australia, karena telah beradaptasi dengan iklim daerah tersebut. Jenis eukaliptus dapat tumbuh dan dapat
(17)
dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai daerah pegunungan. Kebanyakan eukaliptus tidak tahan suhu dingin, hanya bertahan pada suhu antara -3º hingga -5º Celcius. Tanaman eukaliptus tumbuh dengan baik pada suhu rata-rata per tahun 20º hingga 32º Celcius (Rauf, 2009).
Penyebaran dan Morfologi Eukaliptus
Daerah penyebaran alaminya berada di sebelah Timur garis Wallace, mulai dari 7°’ LU sampai 43°39’ LS meliputi Australia, New Britania, Papua dan Tazmania. Beberapa spesies juga ditemukan di Kepulauan Indonesia yaitu Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor- Timur. Genus eukaliptus terdiri atas 500 spesies yang kebanyakan endemik Australia. Hanya ada dua spesies yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Fillipina) yaitu Eucalyptus urrophylla dan Eucalyptus deglupta. Beberapa spesies menyebar di Australia bagian Utara menuju bagian Timur. Spesies ini banyak tersebar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian Barat Daya. Pada saat ini beberapa spesies ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan dan Amerika Tengah (Latifah, 2004).
Pohon eukaliptus pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Ciri khas lainnya adalah sebagian atau seluruh kulitnya mengelupas dengan bentuk kulit bermacam-macam mulai dari kasar dan berserabut, halus bersisik, tebal bergaris-garis atau berlekuk-lekuk. Warna kulit batang mulai dari putih kelabu, abu-abu muda, hijau kelabu sampai cokelat, merah, sawo matang sampai coklat. Eukaliptus merupakan jenis
(18)
yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Jenis eukaliptus dapat berupa semak atau perdu sampai mencapai ketinggian 100 meter umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Sistem perakarannya yang masih muda cepat sekali memanjang menembus ke dalam tanah (Departemen Kehutanan, 1994).
Penyakit Tanaman Hutan
Ilmu penyakit tanaman merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik, penyebab, interaksi tanaman dan patogen (biotik) dan lingkungan (abiotik), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu populasi atau individu tanaman, dan berbagai cara pengendalian penyakit. Ilmu penyakit tanaman juga memiliki aspek seni, yaitu dalam aplikasi pengetahuan yang diperoleh dari mempelajari ilmu tersebut. Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat memberikan penjelasan dan penekanan terhadap peran faktor lingkungan terhadap patogen, inang, lingkungan fisik dan lingkungan biologi, sehingga disebut piramid penyakit (Sinaga, 2003).
Penyakit hutan merupakan penggabungan antara empat komponen yaitu : patogen, pohon inang, lingkungan dan manusia. Komponen-komponen saling berinteraksi sebagai berikut : (1) Patogen berinteraksi dengan inang melalui proses-proses parasitisme dan patogenesis, dan sebaliknya inang berinteraksi dengan patogen dalam hal penyediaan unsur hara dan ketahanan, (2) Lingkungan fisik berinteraksi dengan tumbuhan dalam proses penyakit abiotik dan pradisposisi, sebaliknya inang memberikan pengaruh terhadap lingkungan fisik berupa naungan, eksudat, pengurasan unsur hara dan air, (3) Inang berperan sebagai inang untuk parasit sekunder dan memfasilitasi populasi lingkungan
(19)
biologi, dan sebaliknya lingkungan biologi dapat menjadi parasit sekunder dan simbiosis, (4) Patogen berinteraksi terhadap lingkungan fisik dalam pengeluaran toksin, pengurasan unsur hara, sebaliknya lingkungan fisik memberikan fasilitas kelembaban, suhu, unsur hara, tetapi juga racun, (5) Patogen berinteraksi dengan lingkungan biologi melalui parasitisme (alternatif), sebaliknya lingkungan biologi dapat memparasit patogen, (6) Lingkungan fisik memberikan fasilitas suhu, kelembaban, unsur hara dan juga racun kepada lingkungan biologi, sebaliknya lingkungan biologi menguras unsur hara dan mengeluarkan antibiotik ke dalam lingkungan fisik (Tainter dan Baker, 1996).
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Patogen
Jamur patogen dapat masuk ke dalam badan tumbuhan berupa (a) luka, (b) lubang alami seperti mulut kulit dan hidatoda, maka dengan langsung menembus permukaan tumbuhan yang utuh. Beberapa patogen hanya dapat masuk dengan satu cara, sedangkan lainnya dengan dua cara atau lebih. Luka dapat terjadi karena penyebab anorganik maupun organik (Djafaruddin, 2001).
Penyebab luka yang bersifat anorganik misalnya angin keras, petir, cahaya sinar matahari yang terlalu kuat. Bahkan untuk penyakit tertentu yang terjadi karena debu yang terbawa angin dapat dipakai sebagai jamur infeksi. Penyebab anorganik adalah hewan dan manusia sendiri. Manusia dengan sengaja atau tidak selalu menimbulkan luka pada tanaman misalnya pada penyadapan, pemangkasan, pemotongan setek, pendangiran, dan sebagainya (Semangun, 2003).
Tidak seperti jamur, umumnya bakteri patogen tidak dapat mengakibatkan infeksi dengan langsung menembus permukaan tumbuhan yang ada. Bakteri
(20)
patogen ada yang masuk ke dalam badan tanaman melalui luka-luka. Karena tekanan negatif di dalam pembuluh-pembuluh akibat pemotongan, bakteri terhisap masuk ke dalam pembuluh, sehingga terlindungi terhadap faktor-faktor lingkungan yang kurang baik. Patogen bakteri membuat infeksi melalui beberapa lubang- lubang alami, misalnya mulut kulit (Semangun, 2003).
Pada tumbuhan tertentu mulut kulit ada yang mengadakan modifikasi menjadi pori air, khususnya pori yang terdapat di tepi daun. Pada waktu udara lembab, terutama di waktu malam, pori air mengeluarkan tetes- tetes air, jika kelembaban udara turun, penguapan daun bertambah, tetes air yang berada di depan pori air akan terhisap masuk bersama-sama dengan bakteri patogen di dalamnya. Jadi di sini bakteri terhisap masuk bersama-sama dengan bakteri patogen di dalamnya (Semangun, 2003).
Penyakit dapat ditularkan melalui virus, medianya berupa jamur maupun serangga dan hewan lainnya yang mempunyai kontak dengan inang. Secara umum tanaman yang terinfeksi virus secara sistemik akan mengandung virus selama tanaman itu masih hidup karena tanaman tidak mempunyai mekanisme untuk menghilangkan virus. Oleh sebab itu, setiap bagian tanaman yang digunakan menjadi tanaman baru melalui cara pembiakan vegetatif seperti okulasi, penyambungan, penanaman umbi, kultur jaringan, akan mengandung virus dari tanaman induk (Akin, 2006).
Tanaman Inang
Tanaman eukaliptus pada habitat aslinya (native habitate) merupakan tanaman inang yang sangat luas jangkauan serangan patogen jamurnya, terutama patogen yang menyerang bagian daun, tunas serta batang. Pada umumnya bawaan
(21)
genetika dari jenis individu dan peranannya dalam komunitas yang heterogen, bagaimanapun dilengkapi dengan perlindungan yang kuat dalam melawan wabah penyakit. Secara kontras, industri tanaman eukaliptus di Asia Tenggara membudidayakan satu spesies khas atau tanaman hybrid. Seringkali berasal dari beberapa klon yang mana asal-usulnya biasanya sama (Old, et al., 2003).
Teknik perkembangbiakan secara modern, seperti perbanyakan tunas atau kultur jaringan, membuatnya mungkin untuk area-area tanaman yang luas dengan klon-klon yang sama. Dengan pengharapan adanya laju pertumbuhan yang seragam, dan kualitas produk yang tinggi. Seperti pengerjaan ini, sangat berbahaya dari serangan penyakit, seperti patogen termasuk fungi endemik, pengenalan yang baru ini pada suatu daerah penanaman, dapat menyebabkan wabah penyakit tersebar luas. Resiko ini di pertinggi oleh pergerakan dari perbaikan plasma basil di antara daerah pertumbuhan eukaliptus, dan bahkan lingkup internasional, seperti patogen yang dapat disebarkan oleh benih yang terinfeksi atau tanaman yang terinfeksi (Old, et al.,2003).
Faktor Lingkungan
Pada umumnya jika dipandang dari faktor lingkungan dapat kita ketahui ada banyak hal yang mempengaruhi perkembangan penyakit pada tanaman. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut :
Keadaan Tanah
Kelembapan tanah atau lengas tanah dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuhan. Tumbuhan membutuhkan kelembapan tanah yang cukup. Pada umumnya kekurangan air menyebabkan hambatan pertumbuhan, warna daun pucat, tumbuhan cepat masak (tua) atau rusak.
(22)
Sedangkan pengaruh terlalu banyak air pada umumnya bersifat tidak langsung. Kelebihan air dalam tanah menghambat perkecambahan biji dan memperlemah tumbuhan dalam semua tingkat pertumbuhan. Sebenarnya air sendiri tidak merugikan, tetapi ini dapat mengurangi jumlah oksigen dalam tanah yang diperlukan oleh akar-akar (Semangun, 2003).
Struktur Tanah
Struktur fisik tanah dapat langsung memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, misalnya ada lapisan padat yang menghalangi perkembangan akar tumbuhan. Tanah yang mempunyai tekstur kasar biasanya tidak dapat menahan air, sehingga tumbuhan mudah menderita dan kekeringan (Semangun, 2003).
Kahat (Kekurangan) Oksigen
Kebanyakan tumbuhan membutuhkan oksigen yang cukup di dalam tanah. Aerasi tanah sangat dipengaruhi oleh struktur dan kelembaban. Kebutuhan oksigen berbeda-beda. Aerasi tanah sangat dipengaruhi struktur dan kelembapan (Semangun, 2003).
Kahat (Kekurangan) Unsur-unsur Hara
Selain air, oksigen, dan asam arang, tumbuhan memerlukan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, besi, mangan, belerang, tembaga, molibdenium (Mo), dan seng (Zn) serta beberapa unsur lainnya. Gejala kahat unsur-unsur hara dapat terjadi pada daun dan jaringan bahkan pada daun-daun dan jaringan muda. Gejala pertama yang terjadi karena kahat unsur yang mobil, yang dapat diangkut dari jaringan ke jaringan muda, seperti nitrogen,
(23)
fosfor, dan kalsium. Sebaliknya unsur-unsur yang sukar terangkut, seperti kalsium (Ca), seng (Zn) menyebabkan gejala pada jaringan muda (Semangun, 2003).
Kelebihan Kemikalia
Kelebihan kemikalia secara langsung dapat menyebabkan keracunan dan merusak tumbuhan. Secara tidak langsung ini dapat mempengaruhi pelarutan dan penyerapan unsur-unsur lain. Kelebihan kemikalia ini dapat menyebabkan pertumbuhan yang abnormal. Kelebihan besi menyebabkan nekrosis, hambatan pertumbuhan dan rusaknya pertanaman. Kelebihan tembaga di tanah dapat menghambat pertumbuhan yang dapat mematikan (Semangun, 2003).
Keadaan Cuaca (Sinar Matahari)
Seringkali kekurangan sinar tidak dapat dipisahkan dari pengaruh faktor-faktor lain dari lingkungan. Pada tanaman atau daun yang biasanya terlindung, intensitas matahari yang berlebihan dapat merangsang terjadinya reaksi fotokimia yang menyimpang yang dapat juga menginaktifkan beberapa enzim dan mengoksidasi klorofil. Proses fotooksidasi seperti itu dapat menyebabkan terjadinya klorosis, bahkan dapat mematikan daun. Kekurangan sinar menyebabkan etiolasi. Tumbuhan menjadi pucat, lemah, tumbuh memanjang dan mudah diserang oleh bermacam-macam patogen (Semangun, 2003).
Suhu
Suhu yang terlalu tinggi dan rendah dapat merusak tumbuhan. Kelembapan rendah dan angin kering dapat meningkatkan kekeringan karena suhu tinggi. Pohon-pohon yang belum rimbun atau pohon-pohon yang habis dipangkas pangkal batangnya sering gosong matahari ”Sun scorch” (terbakar matahari), ini
(24)
disebabkan oleh sinar matahari yang dipantulkan tanah. Pada siang hari yang cerah suhu lapisan atas tanah dapat mencapai 60-650 C, sehingga dapat merusak jaringan tanaman (Semangun, 2003).
Angin, Hujan dan Petir
Secara langsung angin dapat merusak karena tumbuhan mudah patah, dan sebagainya, terutama jika disertai dengan hujan serta petir. Ketiga hal ini jika terjadi cukup mempengaruhi adanya kerusakan jaringan tanaman, terutama di kawasan beriklim tropis (Semangun, 2003).
Gejala Serangan Penyakit
Tanda-tanda maupun gejala lapangan sangat perlu diketahui guna menetapkan jenis penyakit, penyebab serta jenis tanaman inangnya dan jenis hasil tanaman inang yang diharapkan, berkaitan dengan tindakan pengendaliannya. Dalam ilmu penyakit tanaman umum (General plant pathology) perlu dipelajari a) Symptomatic yaitu melukiskan, mempelajari, mengenal dan membandingkan gejala lapangan yang ada pada setiap jenis tanaman yang sakit. b) Diagnostic yaitu mempelajari, mengenal, dan menentukan penyebabnya sesuatu jenis penyakit. c) Pathogenesis yaitu menyelidiki dan mempelajari peristiwa-peristiwa serta proses yang terjadi di dalam sel dan jaringan tanaman yang sakit, serta kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit. d) Etiology yaitu mempelajari dan menyelidiki proses fisiologis yang menyebabkan tidak normalnya pertumbuhan, perkembangan dan yang menyebabkan sakitnya tanaman oleh senyawa penyakit. e) Ecology yaitu mempelajari dan menyelidiki hubungan faktor lingkungan/
(25)
ekosistem yang menyebabkan meluas menghambat perkembangan penyakit, dan timbulnya suatu epidemi penyakit (Djafaruddin, 2001).
Penyakit yang menyerang bagian daun pada tanaman eukaliptus cukup banyak, diantaranya jamur embun hitam (Black mildew) yang tumbuh pada permukaan daun dan batang, berwarna hitam, menyebar dan membentuk koloni seperti beludru dengan diameter 1 cm, kadang-kadang menyerang batang dan ranting muda, jamur yang menyerang adalah yang berasal dari spesies Meliola.
Cryptosporiopsis leaf dan Shoot blight, penyakit ini menyerang bagian batang
dan daun tanaman, biasanya tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang menjalar dan dikenal sebagai gejala jamur hitam, bentuknya bundar berukuran 1-2 cm (Old, et al., 2003).
Khususnya penyakit ini menyerang tanaman muda Eucalyptus spp.
Cylindrocladium foliar spot dan foliar blight penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium spp. yang menyebabkan penyakit pada pembibitan, pada bagian
akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Penyakit daun Mycosphaerella, gejala penyakit ini berupa bintik daun, bisul dan kerut daun disebabkan oleh jamur Mycosphaerella. Banyak variasi gejala yang ditimbulkan oleh serangan jamur ini. Daun yang terinfeksi oleh jamur ini akan berkembang menjadi bintik dan bisul (Old, et al., 2003).
Penyakit daun Phaeophleospora biasanya terdapat di pembibitan dan menyerang tanaman jenis tertentu. Gejala berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada permukaan daun. (Old, et al., 2003).
(26)
Penyakit pada Eukaliptus
Pada pembibitan semai tanaman eukaliptus sering diserang penyakit rebah kecambah (dumping off) yang disebabkan oleh Phytium sp. dan Fusarium sp. penyakit busuk akar disebabkan oleh serangan Phytium sp., Phytopthora sp. dan
Batryodiplodia sp. menyebabkan kematian pohon. Adapun serangan Nectria sp.
dapat menyebabkan penyakit kanker batang. Aulographina eucalypti menyebabkan bercak daun (leaf spot). Pada eukaliptus fungi ini telah ditemukan di berbagai negara- negara beriklim sedang yang menanam eukaliptus secara luas, sedang di negara beriklim tropis belum begitu banyak (Old, et al., 2003).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di PT. Toba Pulp Lestari Pembibitan Porsea diperoleh gejala penyakit pada eukaliptus berupa hawar daun atau leaf blight yang berukuran kecil kemudian menyebar menutupi bagian daun. Gejala penyakit ini pada daun berukuran kecil dan berwarna merah dan dapat menyebar pada daun sekitarnya sehingga daun akan kering, mati dan gugur. Fungi penyebab gejala penyakit yang ditemukan di PT. TPL pembibitan Porsea Cylindrocladium reteaudii, Mycosphaerella spp., Cryptosporiopsis spp., dan ada 2 spesies dari Phaeophleospora spp (Silalahi, 2008).
Cylindrocladium spp. menyebabkan penyakit pada pembibitan dan pada
tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyakit menular terjadi apabila curah hujan tinggi dan pada daerah lembab. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Selama hujan lebat, spora- spora terpercik ke udara dan menempel pada daun dan pohon- pohon lain. Cylindrocladium sp dapat hidup bertahan lama dalam tanah karena adanya dinding-tebal Khlamidospora dan
(27)
propagulnya. Penularan biasanya mulai dari daun cabang bawah menyebar sampai ke mahkota. Serangan penyakit yang disebabkan oleh Cylindrocladium spp. banyak ditemukan pada persemaian dan bagian batang pohon (Old, et al., 2003).
Penyakit dapat dikendalikan dengan teknik pembibitan yang tepat (pengontrolan kualitas tanah, kadar air dan kondisi lingkungan sekitar persemaian) dan pemberian fungisida pada saat dibutuhkan. Pada tingkatan bibit dan pancang penyakit bercak daun dapat disebabkan oleh berbagai macam fungi. Penyakit kanker batang yang parah dan serangan yang cukup luas telah ditemukan di Sumatera. Penyakit ini disebabkan oleh serangan Corticium salminicolor. Kematian pohon-pohon disebabkan oleh busuk akar telah sering terjadi dan patogen yang menyebabkan penyakit ini adalah Phytium sp., Phytoptora sp., dan
Batryodiplodia sp. (Anggraeni dan Suharti, 1997 dalam Nair, 2000). Kanker
batang pada eukaliptus disebabkan Nectria sp (Nair, 2000).
Identifikasi Penyakit Tanaman
Diagnosis merupakan proses untuk mengidentifikasi suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas, termasuk faktor- faktor lain yang berhubungan dengan proses pembentukkan penyakit tersebut. Diagnosis penyakit yang benar diperlukan untuk merekomendasikan cara pengendalian yang tepat dan harus dilakukan dalam suatu survei penyakit tanaman (Sinaga, 2003).
Gejala dapat terlihat karena adanya perubahan, bau, rasa, atau rabaan. Gejala dalam, penting artinya untuk penelitian anatomi patologi, sedangkan gejala luar bersifat morfologis. Gejala ini adalah keadaan penyakit yang ditunjukkan oleh bagian tubuh tanaman atau seluruh tubuh tanaman. Gejala adalah keadaan
(28)
patologi dan fisiologi yang merupakan respon tanaman terhadap aktivitas patogen atau faktor yang lain (Satrahidayat, 1990).
Tanda penyakit adalah struktur dari suatu patogen yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi. Beberapa tipe struktur patogen tidak harus selalu ada pada tanaman yang sakit karena pembentukkannya berdasarkan kondisi lingkungan. Kebanyakan tanda penyakit dapat dilihat dan dibedakan dengan bantuan mikroskop. Misalnya penyebab penyakit berupa miselium, spora, tubuh buah fungi, sel atau lendir bakteri, tubuh karena penggumpalan hifa fungi (Sklerotial bodies), nematoda dengan berbagai fase telur, juvenil dan imago serta berbagai bagian tumbuhan parasit (Sinaga, 2003).
Menurut Sinaga (2003) agar hasil diagnosa akurat, diperlukan pembuktian dengan menggunakan Postulat Koch. Kaidah- kaidah Postulat Koch adalah sebagai berikut : 1) patogen yang diduga harus selalu berasosiasi dengan tanaman yang sakit. 2) patogen tersebut harus dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni. 3) biakan murni tersebut jika diinokulasikan ke tanaman sehat harus menghasilkan gejala dan tanda penyakit yang sama. 4) bila penyebab penyakit direisolasi dari tanaman yang diinokulasi tersebut, akan dihasilkan biakan murni yang sama dengan penyebab yang diisolasi dari tanaman sakit yang didiagnosis.
(29)
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Kec. Porsea, Toba Samosir dan di Laboratorium Bioteknologi Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret 2009 sampai Februari 2010.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit tanaman Eukaliptus pada PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sebagai bahan penelitian, alkohol 70% dan Kloroks 0,3% sebagai bahan sterilisasi, air steril sebagai bahan pelarut, metil blue sebagai bahan pewarnaan, spritus sebagai bahan bakar api bunsen, tisu dan kapas sebagai bahan alas, PDA (Potatoe Dextrose Agar) sebagai media tumbuh fungi.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kaca pembesar sebagai alat untuk membantu melihat bagian daun yang terserang patogen, sarung tangan sebagai safety tool, masker pernafasan sebagai safety tool, kertas milimeter sebagai alat bantu mengetahui luasan daun terserang, mikroskop yang digunakan untuk mengamati penyakit karat daun, cawan petri sebagai wadah fungi dari media, labu erlenmeyer sebagai wadah PDA, pinset sebagai alat untuk mengambil daun yang telah steril, spatula sebagai alat pengaduk, jarum ose untuk mengambil miselium fungi, timbangan analitik untuk menimbang bahan, cawan petri, oven
(30)
dan otoklaf sebagai wadah alat dan bahan, kaca objek dan gelas penutup sebagai wadah fungi untuk diamati di mikroskop cahaya, gelas ukur sebagai wadah pengukuran alkohol, kloroks, air steril.
Metode Penelitian
Pengamatan Gejala Penyakit Daun
Pengamatan dilakukan terhadap jenis klon eukaliptus yang berumur 5 bulan yang mempunyai gejala serangan pada daunnya. Pengamatan dilakukan di
line plot sampling ECT79 stand Aek Nauli PT. Toba Pulp Lestari yang ditanam
pada tanggal 9 Juli 2009.
Gambar 1. Line plot sampling ECT79 stand Aek Nauli
Identifikasi Patogen
Penyakit daun diidentifikasi dengan cara melihat gejala penyakit dan penyebab penyakit. Gejala yang diamati dicatat pada lembaran kerja untuk tiap daun. Tiap gejala yang berbeda pada daun diberi label dengan kode abjad dan dimasukkan ke dalam amplop.
(31)
A B
Gambar 2. Pengamatan pada daun tanaman eukaliptus (A), Gejala serangan penyakit pada daun (B)
Seluruh amplop berisi daun yang berpenyakit dimasukan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapi. Kemudian mengidentifikasi patogen pada tiap klon dilakukan dengan pengambilan contoh tanaman sebanyak 20% mewakili tiap plot. Dimana pada tiap plot telah ditanam 5 jenis klon dengan 3 tanaman, maka tiap plot terdapat 15 tanaman. Terdapat 47 plot yang ditanami dengan 47 klon berbeda, kesimpulannya line plot ini dibuat dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan.
Persentase Perhitungan Tingkat Intensitas Serangan dan Luas Serangan
Pengamatan dilakukan pada daun berdasarkan tingkat kerusakan, dan reaksi tanaman berdasarkan intensitas serangan yang diamati. Setiap perhitungan intensitas serangan dihitung dengan melakukan pendataan total banyaknya jumlah daun dari setiap kategori serangan, nilai skala dari tiap kategori serangan, harga numerik dari kategori serangan tertinggi, dan jumlah daun tanaman yang diamati. Tautan dari persentase intensitas serangan dapat menunjukkan reaksi tanaman terhadap gejala serangan penyakit. Adapun penentuan skala dari tiap kategori serangan adalah dengan menentukan kedudukan kerapatan bercak daun/cm2 sesuai dengan acuan penelitian yang sebelumnya.
(32)
Karakterisasi Patogen
Fungi dari lapangan (moisture chamber method)
Sampel dicelupkan ke dalam kloroks 0,3% selama 3 menit untuk sterilisasi permukaan, lalu dipindahkan ke dalam cawan petri dengan menggunakan pinset steril. Sampel dikeringkan di atas kertas tisu steril untuk diletakkan di atas kawat persegi yang telah diberi tisu basah di dalam masing- masing kotak tray. Bagian pinggiran kotak tray ditutup rapat menggunakan selotip lalu diinkubasi selama beberapa hari pada suhu ruang sampai fungi terlihat tumbuh dan berkembang.
Fungi dari media (media PDA)
Fungi yang ada pada media agar dapat diketahui ciri makroskopik maupun mikroskopiknya. Adapun untuk mengetahui ciri-ciri dari fungi tersebut dapat dilakukan dalam dua tahap berikut:
1. Isolasi fungi
Sampel yang telah disporulasi dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi PDA, lalu diinkubasi selama beberapa hari pada suhu ruang (23 °C - 26 °C) sampai fungi terlihat tumbuh dan berkembang.
2. Identifikasi fungi
Ciri- ciri makroskopik fungi yang diamati yaitu ciri koloni seperti warna koloni kemudian diameter koloni. Sampel daun diinkubasi pada media PDA dengan suhu ruang selama beberapa hari. Setelah fungi terlihat tumbuh dan berkembang, diamati ciri- ciri mikroskopiknya. Adapun yang diamati adalah ciri dari hifa seperti ada tidaknya sekat pada hifa, tipe percabangan hifa, dan ciri- ciri konidia berupa bentuk dan rangkaian konidia. Identifikasi fungi ini dilakukan berdasarkan beberapa buku pedoman.
(33)
Parameter Pengamatan
Pengamatan Gejala Penyakit Daun
Pengamatan gejala dilakukan pada tiap tanaman eukaliptus. Pengamatan dilakukan hanya pada daun yang terserang penyakit. Semua tanaman yang diamati berumur 5 bulan. Gejala yang diamati berupa bintik-bintik, bercak-bercak dan hawar pada daun.
Identifikasi Patogen
Pengambilan contoh tanaman dilakukan pada tiap plot (secara sistematis). Pengambilan sampel daun sebanyak 20% dari tiap plot.
Persentase Perhitungan Tingkat Intensitas Serangan dan Luas Serangan Intensitas serangan
Menurut Towsend dan Heiiberger (1943) diacu Sinaga (2003), bahwa intensitas serangan dapat diamati berdasarkan tingkat kerusakan, yang ditentukan dengan rumus :
Σ (n x v)
I = x 100% Z x N
Dengan Keterangan :
I = Intensitas serangan
n = Jumlah daun dari setiap kategori serangan
v = Nilai skala dari tiap kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4)
Z = Harga numerik dari kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4)
(34)
Tabel 1. Penilaian Tingkat Intensitas Serangan Penyakit dan Reaksi Tanaman Berdasarkan Intensitas Serangan
Intensitas Serangan(%) Skor Reaksi Tanaman
0 0 Imun 1-25 1 Resisten (R) 26- 50 2 Agak Resisten (AR) 51- 75 3 Agak Rentan (Ar) 76- 100 4 Rentan (r) Sumber : Sembiring (1985) dalam Sinaga (2003).
Menurut Yang (1977) dalam Sinaga (2003), untuk menentukan skala dari tiap kategori serangan ditentukan dengan mengetahui kedudukan kerapatan bercak pada daun yang dapat diamati secara makroskopik:
1. Tidak ada bercak (0 bercak/ cm²) 2. Bercak sedikit (1- 8 bercak/ cm²) 3. Bercak sedang (9- 16 bercak/ cm²) 4. Bercak banyak (> 16 bercak/ cm²)
Luas serangan
Menurut Towsend dan Heiiberger (1943) diacu Sinaga (2003), kedudukan luasan serangan penyakit ditentukan dengan rumus:
n
A = x 100 % N
Dengan Keterangan :
A = Luasan serangan
n = Jumlah tanaman yang terserang spesies penyakit ke-i N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati
Karakterisasi Patogen
Fungi dari lapangan (Moisture chamber method)
Perkembangbiakan sampel fungi dari lapangan hanya pada gejala serangan yang terlihat jelas secara visual view. Setiap sampel ini akan dikembangbiakan pada media berikutnya, untuk mengetahui fungi apa yang menyerang sampel daun tersebut.
(35)
Fungi dari media (media PDA)
Pengamatan dilakukan secara makroskopik maupun mikroskopik. Dengan melakukan dua tahapan berikut :
1. Isolasi fungi
Fungi yang akan di isolasi adalah fungi yang telah mengalami sporulasi, fungi yang bersporulasi di isolasi didalam wadah PDA sebagai media tumbuh fungi. Pertumbuhan dan perkembangan fungi dipantau hingga pencapaian maksimal sekitar kurang dari 2 Minggu.
2. Identifikasi fungi
Fungi akan di amati dengan menggunakan mikroskop. Penentuan jenis fungi dilihat dari bentuk dan ciri-ciri mikroskopiknya. Adapun penentuannya menggunakan panduan pedoman dari berbagai keterangan tentang fungi yang khusus menyerang daun tanaman eukaliptus.
(36)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Line plot sampling ECT79 stand Aek Nauli ditanam dengan 47 jenis klon
eukaliptus. Pada saat melakukan pengamatan pada tiap klon eukaliptus keseluruhannya berumur 5 bulan. Rata-rata tingginya sudah mencapai ± 60-120 cm. Pertumbuhan tiap klon baik dari tinggi dan banyaknya jumlah daun yang tumbuh memang berbeda-beda, ada yang pertumbuhannya sangat cepat dengan tinggi diatas 100 cm dengan jumlah daun paling maksimal dibanding dengan klon eukaliptus lainnya. Terdapat juga yang pertumbuhannya lambat dengan tinggi ±60 cm dan jumlah daun yang cukup sedikit, sebagian daunnya pun berwarna tidak normal. Pengamatan secara visual terhadap gejala serangan penyakit menunjukkan cukup banyak bentuk serta warna bahkan efek berbeda pada masing-masing daun. Namun warna dan bentuk paling dominan yang menyerang daun klon eukaliptus berupa bercak dan bintik dengan warna ungu tua, bahkan ada yang menyerang seluruh bagian daun klon eukaliptus, namun pertumbuhannya tetap berjalan dengan baik.
Gejala Serangan Penyakit Pada daun Eukaliptus
Gejala serangan yang terdapat pada 47 plot pada tiap plot mempunyai 2 sampai 3 gejala serangan berbeda. Pada tiap klon dengan gejala serangan berbeda namun memungkinkan disebabkan oleh fungi yang sama.
Tabel 2. Gejala serangan dan Luas Serangan Gejala
Ke-
Symptomps (gejala serangan) Plot Jlh tnmn Luas Serangan
(%) 1 Bercak kecil berwarna merah 1;5 6 0,042 2 Bercak berwarna merah kecoklatan 1;7;10;19 6 0,042 3 Hawar daun pada pinggiran daun
berwarna merah hati
1 1 0,0007
4 Bercak berwarna oranye kecoklatan
2;4;22 5 0,035
(37)
bentuk daun menciut (abnormal)
6 Bercak berwarna ungu tua 3;43;8;23;24;4 6;11;22;32;33;
34;45
22 0,156
7 Bercak yang relatif besar berwarna merah bagian inti kuning
5;24 2 0,014
8 Bercak ungu kekuningan 6;40 3 0,021 9 Bercak berwarna coklat muda
kemerahgelapan
6;7;24;35;42;4 7
11 0,078
10 Bintik berwarna hitam kekuningmudaan
8; 1 0,0007
11 Bintik berwarna coklat kekuningan 9;21;28 5 0,035 12 Daun berwarna kuning seperti
nekrosis
9;16;25 5 0,035
13 Bintik berwarna ungu 10;13;15;17;18 ;20;21;26;40
21 0,148
14 Bintik berwarna merah keunguan 11 3 0,021 15 Daun gosong dengan bintik
berwarna merah kecoklatan
11;26 2 0,014
16 Bintik berwarna coklat kekuningan 15;29;13 5 0,035 17 Bintik berwarna kuning muda
kemerahtuaan pada pinggiran daun
15 1 0,0007
Pada saat melakukan pengamatan setiap bentuk gejala serangan yang ditemukan harus diperhatikan dan diamati dengan sangat teliti agar dapat menentukan dengan jelas tiap klon yang mempunyai gejala serangan yang sama atau tidak. Menurut Djafaruddin (2001) bahwa gejala pokok, tanda-tanda, maupun gejala lapangan sangat perlu diketahui guna menetapkan jenis penyakit, penyebab, serta jenis tanaman inangnya, dan jenis hasil tanaman inang yang diharapkan.
Pada kebun percobaan ECT79 stand Aek Nauli ditanam sebanyak 47 jenis klon eukaliptus yang berasal dari jenis Eucalyptus grandis, Eucalyptus pellita,
Eucalyptus urrophylla, Eucalyptus alba, Eucalyptus braciana. Penyakit yang
menyerang eukaliptus paling banyak di persemaian, dan pada tanaman muda eukaliptus di kebun percobaan. Penyakit yang paling umum menyerang tanaman muda eukaliptus adalah bercak daun (leaf spot disease). Menurut Siregar (2005) penyakit bercak daun (leaf spot disease) merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi di persemaian, pada tanaman muda, dan pada tanaman di lapangan.
(38)
Penyakit tersebut banyak menimbulkan kerugian pada tanaman Eucalyptus
urophylla (Ampupu) dan Eucalyptus deglupta (Leda) di hutan-hutan.
A B
Gambar 3. Gejala serangan penyakit paling banyak ditemukan berupa bercak ungu tua. Daun muda (A) daun tua (B) Gejala serangan penyakit berupa bercak-bercak berwarna ungu tua paling banyak ditemukan pada tiap plot menyerang jenis klon eukaliptus berikut klon 19375 Eucalyptus grandis, klon 19358 Eucalyptus grandis, klon E GRA
Eucalyptus grandis, klon 19193 Eucalyptus urrophylla, klon 19461 Eucalyptus urophylla, klon 19194 Eucalyptus urophylla, klon 19481 Eucalyptus urophylla x Alba, klon 18791 Eucalyptus urophylla x braciana, klon 19475 Eucalyptus grandis x pellita, klon 19182 Eucalyptus pellita, klon 19111 IND 1. Gejala
serangan ini terdapat sebanyak 22% dan terdapat di 12 plot.
A B
Gambar 4. Gejala serangan penyakit terbanyak kedua berupa bintik berwarna ungu tua. Pada daun tua (A) daun muda (B)
(39)
Gejala serangan paling banyak menyerang jenis klon eukaliptus berikut klon 18452 Eucalyptus urophylla, klon 19458 Eucalyptus urophylla, klon 18413
Eucalyptus urophylla, klon 18800 Eucalyptus urophylla, klon 19364 Eucalyptus grandis, klon 19366 Eucalyptus grandis, klon 19369 Eucalyptus grandis, klon
19047 Eucalyptus grandis x urophylla, klon 19234 Eucalyptus urophylla x
braciana. Gejala serangan penyakit berupa bintik-bintik berwarna ungu tua
menyerang klon eukaliptus ditanam pada line plot ECT79 ini sebesar 21% dan terdapat di 11 plot (Gambar 7).
Gejala serangan berupa bercak oranye kecoklatan menyerang klon-klon eukaliptus sebesar 5% terdapat di 3 plot. Klon tanaman eukaliptus yang diserang adalah klon 19372 Eucalyptus grandis, klon E GRA Eucalyptus grandis dan klon 19075 Eucalyptus pellita (Gambar 8).
A B
Gambar 5. (A) Gejala serangan berupa bercak oranye kecoklatan. (B) Gejala serangan penyakit berupa hawar daun pada bagian pinggir
Gejala serangan penyakit berupa hawar ini hanya terdapat pada satu klon tanaman eukaliptus saja, yaitu klon 18741 Eucalyptus urophylla yang ditanam pada plot satu. Gejala serangan penyakit berupa bercak relatif besar berwarna merah bagian inti kuning menyerang klon tanaman eukaliptus di 2 plot sebesar
(40)
2%, klon yang diserang adalah klon 19840 Eucalyptus urophylla x alba, klon 19111 IND 1 (Gambar 9).
Gambar 6. Bercak yang relatif besar merah bagian inti kuning.
Beberapa gejala yang ditemukan paling dominan pada kebun percobaan ECT79 stand Aek Nauli berupa nekrotik, bercak-bercak daun yang berbentuk bulat, motifnya tidak beraturan, hawar daun maupun bintik-bintik dengan warna bervariasi dari berwarna ungu, cokelat, kuning, bahkan seperti gosong dan gangguan pertumbuhan daun abnormal, maupun kerontokan pucuk maupun daun muda (lampiran 4).
Siregar (2005) gejala serangan penyakit bercak daun berupa nekrotik pada daun, berbentuk bulat, lonjong atau tidak teratur, dan berwarna kuning sampai cokelat. Gejala lebih lanjut adalah nekrotis berkembang membentuk hawar (blight), dan akhirnya daun menjadi kuning dan rontok. Gejala serangan ini umumnya dimulai dari bagian bawah tajuk pada daun-daun yang lebih tua, kemudian berkembang ke bagian atas tajuk hingga seluruh daun penyusun tajuk menjadi kering, rontok dan akhirnya tanaman kering dan mati .
Kondisi dari kebun percobaan ECT79 stand Aek Nauli ini mempunyai kondisi cuaca dan iklim yang fluktuasinya cukup besar sepanjang hari, kondisi tanah pada kebun percobaan cenderung lembab, bahkan kondisi tanah basah dan
(41)
adanya genangan air pada semak-semak yang berada disekitar tanaman muda, namun cuaca di siang hari cukup terik karena kebun percobaan tidak mempunyai naungan, sehingga sinar matahari sangat menyegat, hal ini menyebabkan tanaman rentan terserang penyakit karena cukup membantu perkecambahan spora atau konodia jamur (gambar 1).
Menurut Siregar (2005) jamur- jamur penyebab penyakit bercak daun pada dasarnya merupakan parasit fakultatif yang hanya menyerang tanaman pada kondisi tertentu saja. Perkecambahan spora ataupun konodia pada jamur sangat dibantu oleh kelembaban yang tinggi dan kondisi terang di hutan tanaman (khususnya Eucalyptus urophylla) yang dibangun di dataran rendah kurang dari 100 mdpl. Penyakit ini berkembang sangat intensif dan dapat menimbulkan kerugian yang besar.
Pada tanggal 8 Desember 2009 dilakukan penanaman sampel penyakit yang diambil dari daun terserang gejala penyakit pada media PDA. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan pengamatan visual pada cawan petri. Sampel daun yang memiliki gejala serangan penyakit yang dikembangkan pada media PDA sebanyak 21 cawan petri yang mewakili 17 gejala serangan penyakit yang terdapat pada line plot ECT79 stand Aek Nauli.
Terdapat 7 buah cawan petri yang ditumbuhi oleh fungi secara tunggal dan bertumbuh dengan maksimal hampir menutupi seluruh permukaan media PDA pada cawan petri. Terdapat juga 7 buah cawan petri yang ditumbuhi 2 hingga 3 jenis fungi dengan warna dan koloni yang berbeda. Pada 4 cawan petri lainnya sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan fungi dari sampel daun yang ditanamkan pada media PDA di dalam cawan petri. Pada 7 buah cawan petri yang
(42)
ditumbuhi oleh fungi secara tunggal. Berikut adalah hasil pengamatan secara visual setelah tampak pertumbuhan dan perkembangan fungi.
1. Isolasi fungi
Dilakukan isolasi fungi pada sampel daun terserang gejala penyakit, dan ada 6 jenis fungi tumbuh secara tunggal pada media PDA di cawan petri. Pengamatan yang dilakukan di laboratorium bioteknologi pada fungi dari daun klon 18800 Eucalyptus urophylla (Gambar 10). Fungi dari sampel daun klon 19358 Eucalyptus grandis (Gambar 11). Fungi dari sampel daun klon 19182
Eucalyptus pellita (Gambar 12). Fungi dari sampel daun klon 18452 Eucalyptus urophylla (Gambar 13). Fungi dari sampel daun klon 19111 IND1 (Gambar 14).
Fungi dari sampel daun klon 18800 Eucalyptus urophylla (Gambar 15).
Namun terdapat 7 media PDA pada cawan petri yang ditumbuhi dengan 2 hingga 3 jenis fungi berbeda, berikut adalah beberapa fungi tersebut. Fungi dari sampel daun klon 18791 Eucalyptus urophylla x braciana (Gambar 16). Fungi dari sampel daun klon 19475 Eucalyptus grandis x pellita (Gambar 17). Fungi dari sampel daun klon 19179 Eucalyptus pellita (Gambar 18). Fungi dari sampel daun klon 18413 Eucalyptus urophlla (Gambar 19). Fungi dari sampel daun klon 19358 Eucalyptus grandis (Gambar 20). Fungi dari sampel daun klon 19372
Eucalyptus grandis (Gambar 21). Fungi dari sampel daun klon 18791 Eucalyptus urophylla x braciana (Gambar 22).
Pada beberapa sampel daun klon eukaliptus dengan gejala serangan penyakit yang diisolasi pada media PDA ada yang tidak tumbuh, bahkan sisa-sisa daun masih terlihat. Fungi dari sampel daun klon 19480 Eucalyptus urophylla x
(43)
Klon 19047 Eucalyptus grandis x urophylla (Gambar 23 C). Klon 18413
Eucalyptus urophylla (Gambar 23 D).
2. Identifikasi fungi
Dari hasil isolasi fungi yang tumbuh pada media PDA di cawan petri dilakukan identifikasi mikroskopik fungi menggunakan mikroskop, hasil identifikasi ada beberapa fungi mempunyai ciri mikroskopik sama namun pada pengamatan secara visual makroskopik gejala serangan penyakit pada daun tidak sama, bahkan jenis klon eukaliptus dan plot berbeda.
Pada hasil pengamatan sebelumnya yang dilakukan oleh salah satu mahasiswi kehutanan, ditemukan 5 spesies fungi yang menyerang tanaman klon eukaliptus di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Porsea, yakni
Cylindrocladium reteaudii, Mycosphaerella spp., Cryptosporiopsis spp., dan 2
spesies dari Phaeophleospora spp.
Pada hasil pengamatan yang diperoleh dari ECT79 stand Aek Nauli, terdapat perbedaan hasil pengamatan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di pembibitan Porsea, bibit yang dikirim ke Porsea secara keseluruhan berasal dari pembibitan yang dilakukan di bagian kultur jaringan sektor Aek Nauli. Setiap klon yang dinyatakan dapat tumbuh dengan baik dan sehat dikirim ke setiap sektor untuk dikembangbiakan di lapangan. Ada 5 jenis spesies fungi diantaranya adalah Cryptosporiopsis spp., Cladosporium spp., Teratosphaeria spp.
Cylindrocladium spp., dan Phaeophleospora spp. Adapun 5 spesies fungi ini
merupakan fungi yang menyerang tanaman muda eukaliptus di kebun percobaan. Ciri-ciri mikroskopik fungi yang diamati adalah bentuk hifa, konodiaspora, organ fungi, yang lainnya serta panjang dan diameter fungi. Menurut Widyastuti,
(44)
dkk (2004) kelompok fungi Ascomycota membentukk spora seksual yang disebut ascospora dalam askus dan kelompok fungi Deuteromycota menghasilkan spora aseksual diantaranya klamidospora, konodia dan oidia. Menurut Sinaga (2003) miselium fungi dari kelas Deuteromycetes berkembang sempurna, bersepta dan bercabang. Spora aseksual (konodia) dibentuk pada konodiaspora secara tunggal atau berkelompok dalam struktur khusus.
Pada kondisi lantai hutan kebun percobaan ECT79 stand Aek Nauli berupa daun-daun yang telah kering dan gulma yang lembab yang merupakan tempat perkembangan piknidia jamur (Gambar 2A). Menurut Siregar (2005) penyakit bercak daun disebabkan oleh beberapa jenis jamur dari anggota kelas
Deuteromycetes yang jenisnya bervariasi tergantung pada situasi lokasi dan
sumber inokulum yang ada. Jamur tersebut membentuk badan buah (berupa piknidium) di permukaan daun. Piknidia berbentuk bulat dan berwarna gelap berisi konodia (spora) dengan konodiofor (tangkai spora), yang agak memanjang dan memiliki ostiole (lubang pengeluaran spora), piknidium jamur dapat bertahan sebagai saprofit pada gulma dan juga daun-daun kering di lantai hutan.
(45)
Gambar 7. Fungi Cryptosporiopsis spp. a: macro
conidia (single-celled).
Fungi Cryptosporiopsis spp. dari cawan petri 2.2 B klon 19372 Eucalyptus
grandis dan cawan petri 24.1 sampel daun klon IND 1 gejala serangan berupa
bercak berwarna ungu tua pada permukaan daun, dan pada cawan petri terdapat pertumbuhan fungi berupa kapas putih pada bagian permukaannya kapas tebal berwarna putih krem kekuningan menyeluruh dengan bagian dasar fungi berwarna kuning telur. Pada umumnya fungi Cryptosporiopsis spp. menunjukkan pertumbuhan fungi seperti yang tumbuh pada media PDA di cawan petri 24. 1.
Fungi Cryptosporiopsis spp. mempunyai makrokonida dengan panjang antara 5-8 µ m dan diameternya 2-3 µ m (Gambar 25). Bentuk konidia fungi berbentuk lonjong memanjang dengan ukuran yang berbeda-beda. Menurut Old, dkk (2003) makrokonidia fungi berdinding tebal dan berbentuk lonjong sampai lonjong memanjang, dengan ukuran yang berbeda-beda. Gejala dari
(46)
bercak daun terlihat pada kedua permukaan daun dan banyak terlihat dalam banyak ukuran, bentuk dan warna hingga antar spesies eukaliptus.
Menurut Old (2003), Cryptosporiopsis leaf dan Shoot blight, penyakit ini menyerang bagian batang dan daun tanaman. Penyakit ini biasanya tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang menjalar dan dikenal sebagai gejala jamur hitam, bentuknya bundar berukuran 1-2 cm.
Gambar 8. Fungi Cryptosporiopsis spp. a: hypha
Fungi Cladosporium spp. Berasal dari cawan petri 8.2 A sampel daun klon 19358 Eucalyptus grandis dengan gejala serangan berupa bercak warna ungu, berasal juga dari cawan petri 26.2 sampel daun klon 18800 Eucalyptus urophylla dengan gejala serangan berupa daun gosong dengan bintik berwarna merah kecoklatan, dan fungi Cladosporium spp. juga berasal dari cawan petri 11.1 sampel daun klon 18791 Eucalyptus urophylla x braciana dengan gejala serangan berupa bintik berwarna merah keunguan, juga berasal dari cawan petri 10.1 sampel daun klon 18452 Eucalyptus urophylla dengan gejala serangan
(47)
berupa bercak berwarna merah kecoklatan, dan dari cawan petri 26.1 sampel daun klon 18800 Eucalyptus urophylla dengan gejala berupa bintik berwarna ungu.
Fungi Cladosporium spp. merupakan fungi yang berasal dari kelas
Deutromycetes. Fungi ini sangat mudah dikenali karena bentuk dan warnanya
yang sangat khas. Bentuk hypha dengan yang bersepta dengan ukuran panjang 5-10 µm dengan diameter 0,5-2 µm, dan ukuran spore sangat kecil sekitar 1-3 µ m dengan diameter 0,5 µm (Gambar 27).
Fungi Cladosporium spp. berkembang karena faktor cuaca yang cukup lembab dan hari hujan yang sering terjadi pada kebun percobaan ECT79 stand Aek Nauli. Namun dipengaruhi juga oleh sinar matahari yang sangat besar pada siang hari (Gambar 1). Menurut Peternel (2004) dari hari ke hari variasi pada konsentrasi spora Altenaria dan spora Cladosporium disebabkan terutama juga karena efek dari terjadinya hujan. Perbedaan yang sangat tampak pada konsentrasi spora telah tercatat sebelum dan sesudah terjadi presipitasi.
Perkembangan fungi ini semakin cepat menyebar ke seluruh hutan tanaman, karena kondisi pertumbuhan dan tempat tumbuhnya yang sama rata, dan juga kodisi yang tidak memiliki naungan (Gambar 1). Menurut Peternel (2004) spora jamur adalah komponen yang selalu ada di atmosfir dengan konsentrasi yang diketahui berfluktuasi sesuai dengan kondisi meteorologi. Perbedaannya sangat tampak antara spora kering udara dan spora cuaca udara basah. Spora udara kering meliputi Cladosporium, Alternaria, Epicoccum, Drechslera,
(48)
Gambar 9. Anamorphs dari spesies Cladosporium sp. a. Conodiophores
Menurut Hatcher (2008) Cladosporium herbarum memiliki dimensi konodia 5-23 x 3-8 mikron. Hal ini ditemukan pada tanaman mati, tanaman berkayu, makanan, jerami, tanah, cat dan tekstil. Rahayu (1999) penyakit pohon eukaliptus antara lain berupa bercak daun (leaf spot disease), disebabkan oleh kelas Deutromycetes, Macrophoma sp., Curvularia sp., Pestalotia, Gleosporium,
Helmintosporium sp., bercak daun umum terjadi pada persemaian atau tanaman di
lapangan. Fungi Cladosporium spp. merupakan fungi yang berasal dari kelas
(49)
Gambar 10. a. Asci of Teratosphaeria sp. Famili Capnodiales.
Fungi Teratosphaeria sp. ini berasal dari cawan petri 11.1 B 3 yang merupakan fungi dari sampel daun klon 18791 Eucalyptus urophylla x braciana. Pada fungi B seperti tumpukan bulat berwarna kuning telur berserabut polanya tak beraturan. Pada fungi B terlihat perubahan warna menjadi merah muda keoranyean bagian tengahnya berwarna abu-abu bagian pinggir intinya berwarna hitam. Pada fungi B menunjukkan warna putih seperti kapas bertumpuk dan tebal namun sangat halus.
Pada cawan petri 8.2 pertumbuhan fungi ini sangat lambat, tidak terlihat pertumbuhan fungi menyebar dan melebar hingga bagian pinggir cawan petri. Pada gejala serangan penyakitnya di lapangan terlihat berupa bercak berwarna ungu, dan ukuran bercak tidak besar. Menurut Clegg (2009) pada gejala serangan berupa bercak berwarna ungu yang menyerang klon 19358 Eucalyptus grandis akan segera menghilang dari permukaan daun setelah tanaman eukaliptus mencapai umur diatas 12 bulan. Sesuai dengan pernyataan tersebut, dapat dibuktikan pada pengamatan di laboratorium bahwa fungi ini memang sangat
(50)
lambat pertumbuhannya pada media PDA, dan pada gejala serangan yang berasal dari fungi ini intensitas serangan dan luas serangannya rendah, dan reaksi tanaman dinyatakan imun.
Pada cawan petri 11.1 B tampak fungi bertumbuh dengan 3 fungi lainnya, pada minggu kedua 3 fungi masih terus tumbuh dalam bentuk morfologi berbeda, yaitu fungi A, B dan C. Setelah diteliti diketahui bahwa fungi ini berasal dari famili Capnodiales, dari spesies Mycosphaerella dan spesies Teratosphaeria. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Crous yang menunjukkan bahwa terdapat gejala serangan pada daun dengan warna yang sama, dan hasil pertumbuhan pada media agar yang sama, namun media proliferasi yang digunakan oleh Crous menggunakan Oatmeal Agar, dan menunjukkan bentuk asci sama persis dengan hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium (gambar 28).
Menurut Crous (2009) yang membedakan dengan jelas spesies
Teratosphaeria dengan Mycosphaerella adalah sering kali adanya bekas atau sisa
dari hamathecial, adanya ascal endotunica yang berlapis-lapis, dan ascospores yang bersarung (seperti pelepah) yang seringkali berubah warna menjadi cokelat ketika masih berada di dalam asci.
Crous (2009) antara spesies Mycosphaerella yang menginfeksi
Eucalyptus, beberapa spesies seperti Teratosphaeria cryptica (syn. M. cryptica)
mempunyai jarang tanaman inang dan penyakit yang disebabkan persilangan 38 spesies Eucalyptus genus Monocalyptus dan Symphyomyrtus. Ketika
Teratosphaeria nubilosa menunjukkan hampir semua tanaman inang, hanya 12
spesies Eucalyptus yang diserang dan beberapa jenis hybrid tanpa subgenus
(51)
jumlah perwakilan banyaknya genus berbeda, banyak yang dapat dikenal dari sifat dasar morfologi dari 30 banyaknya gabungan spesies genus anamorph ini.
Fungi Cylindrocladium spp. berasal dari cawan petri 11.3 A sampel daun klon 18791 Eucalyptus urophylla x braciana dengan gejala serangan berupa daun gosong dengan bintik berwarna merah kecoklatan dan juga berasal dari cawan petri 19.1 sampel daun klon 19179 Eucalyptus urophylla dengan gejala serangan berupa bercak berwarna merah kecoklatan, fungi Cylindrocladium spp. ini juga berasal dari cawan petri 8.3 sampel daun klon 19358 Eucalyptus grandis pada plot 8 dengan gejala serangannya berupa bercak-bercak berwarna ungu. Pada cawan petri 34.1 ini fungi yang berkembang merupakan fungi yang berbentuk seperti kapas putih yang berserabut dan menebal pada bagian permukaannya. Gejala serangan penyakit yang tampak pada daun di lapangan berupa bercak berwarna ungu, gejala serangan ini menyerang klon 19475 Eucalyptus grandis x pellita.
Gambar 11. Fungi Cylindrocladium spp. a:hypha, b:chlamydospore
(52)
Fungi Cylindrocladium reteaudii mempunyai konodiospora yang bercabang dengan panjang antara 30-45 µ m dan diameternya 1-2 µ m.
Chlamydospore dengan ukuran antara 45-100 µm dengan panjang antara 15-20
µ m dan diameternya 3-5 µ m. Patogen ini banyak menyerang tanaman pembibitan eukaliptus dengan gejala hawar daun dan bercak daun pada daun muda sampai dengan daun tua yang dapat mengakibatkan daun mati.
Menurut Old (2003), Cylindrocladium foliar spot dan foliar blight penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium spp. yang menyebabkan penyakit pada pembibitan, pada bagian akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Rahayu (1999) penyakit pohon eukaliptus antara lain berupa bercak daun (leaf spot disease), disebabkan oleh kelas Deutromycetes,
Macrophoma sp., Curvularia sp., Pestalotia, Gleosporium, Helmintosporium sp.,
bercak daun umum terjadi pada persemaian atau tanaman di lapangan. Fungi
Cladosporium spp. merupakan fungi yang berasal dari kelas Deutromycetes.
Menurut Old (2003) gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya bercak berwarna keabu-abuan dan bersifat basah pada daun muda. Bercak-bercak tersebut bersatu dan berkembang menjadi bercak nekrotik yang besar. Pancaran spora-spora yang berwarna putih dapat terlihat meluas pada bagian daun dan tunas-tunas yang baik. Fungi yang paling umum penyebab hawar daun di Asia Tenggara adalah Cylindrocladium reteaudii, penyakit ini endemik di negara-negara seperti Australia, Vietnam, Laos dan Sebagian dari Thailand. Menurut Old (2003) fungi Cylindrocladium spp. menyebabkan penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak
(53)
daun. Patogen ini akan berkembang apabila cuaca dalam keadaaan lembab yang diakibatkan cuaca lokal lembab ataupun penyiraman tanaman yang berlebihan.
Seperti pengamatan yang dilakukan di lapangan, yang menunjukkan gejala serangan penyakit berupa daun gosong dengan bintik berwarna merah kecoklatan, hal ini diungkapkan oleh Old (2003) bahwa pada kondisi cuaca dengan kelembaban yang tinggi dan curah hujan yang tinggi, bercak nekrotik menutupi seluruh permukaan daun dan pada ujung tunas muda yang mematikan mengakibatkan gejala hawar pada daun dan tunas. Konidia fungi Cylindrocladium spp. berbentuk silindris mempunyai septa antara satu sampai dengan tiga.
Menurut Old (2003) bahwa struktur pembuahan yang dihasilkan terdiri atas 6 sel makrokonidia, 2 sel mikrokonidia. Fungi ini juga membentuk
Chlamydospore yang berpigmen, sel hypha membesar yang mengembangkan
pigmentasi dan tahan terhadap kerusakan biologi yang membantunya bertahan hidup dalam tanah.
Menurut Old (2003), penyakit daun Phaeophleospora biasanya terdapat pada pembibitan dan menyerang tanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada permukaan daun, jamur yang menyerang adalah
Phaeophleospora spp. Menurut Old (2003) Phaeophleospora destructant
diinfeksikan pada tunas muda seperti pohon Eucalyptus grandis yang mengakibatkan dieback (pucuk layu) yang besar dan kerusakan pada pertumbuhan tunas. Seperti pohon yang mati ketika pohon tersebut diluar batas persaingan sehingga mudah terpengaruh oleh individu lain. Tegakan dari klon mudah
(54)
terpengaruh tersebut dapat menjadi epidemik yang tidak tahan terhadap hawar daun Phaeophleospora destructant.
Menurut Old (2003), penyakit daun Phaeophleospora biasanya terdapat pada pembibitan dan menyerang tanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada permukaan daun, jamur yang menyerang adalah
Phaeophleospora spp.
Gambar 12. Fungi Phaeophleospora spp. a: konidia bersepta
Menurut Crous et al (1997) dalam Taylor (1999) Phaeophleospora menunjukkan bercak-bercak daun dan dikarakterisasikan oleh subepidermal, piknidia berdinding gelap, yang mana akan terbuka dan berbentuk cangkir pada saat tumbuh tahap maksimal. Di bawah kondisi kelembaban tinggi, conidiomata ini meneteskan banyak sekali konidia yang panjang, berwarna coklat hingga hitam. Konidia berwarna coklat, bersepta, subcylindrical hingga obclavate,
verruculose hingga yang nyaris halus, berdinding tebal dan mempunyai satu
hingga banyak septa. Ciri dari konidia adalah berwarna coklat, verruculose, bentuknya ada yang bulat telur hingga cylindrical atau memanjang, dan biasanya perkembangbiakannya konidia selnya dari dalam.
(55)
Menurut Old (2003) bahwa fungi Phaeophleospora epiccoides biasa berada di bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan kerusakan yang terlihat nyata pada semai di pembibitan. Fungi Phaeophleospora spp. adalah patogen penyakit yang biasanya terdapat pada pembibitan dan menyerang jenis tanaman tertentu. Spora dari fungi Phaeophleospora spp. bervariasi dalam ukurannya, biasanya memiliki satu buah sekat pada tiap sporanya, dan menyerang bagian permukaan atas daun dan bagian bawah daun.
Phaeophleospora spp. mempunyai hifa dengan panjang antara 30-150 µ m
dan diameternya 2 µ m. Sedangkan konidianya dengan panjang antara 20-120 µ m dan diameternya dan diameternya 2-5 µ m. Konidianya berbentuk batang agak melengkung dan memiliki sekat rata-rata diatas 4. Menurut Old (2003) spora-spora fungi Phaeophleospora-spora spp. berbentuk silindris ataupun berbentuk batang ramping spora secara berkelompok. Pada setiap spora terdapat berupa dinding-dinding kasar yang terdiri dari beberapa buah sekat.
Hasil Perhitungan Persentase Tingkat Intensitas dan Luas Serangan
Hasil persentase perhitungan tingkat intensitas serangan dan reaksi tanaman telah menunjukkan bahwa klon eukaliptus yang terdapat pada line plot
sampling ECT79 Stand Aek Nauli ini sudah sangat teruji. Kualitas hidupnya
terhadap serangan penyakit maupun kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan dapat dikatakan baik karena mampu beradaptasi di habitat yang bukan asalnya (native habitat).
(56)
Gambar 13. Grafik persentase tingkat intensitas serangan pada klon eukaliptus di ECT79 stand Aek Nauli
Intensitas serangan penyakit pada 47 klon eukaliptus pada ECT79 stand Aek Nauli menunjukkan 10 klon eukaliptus pada 10 plot kondisinya sehat, dan 1 plot dinyatakan resisten dengan persentase 2,417% yaitu terdapat pada plot ke-3 Klon EG 19375 dengan 2 klon mempunyai gejala serangan berupa bintik-bintik krem dengan bentuk abnormal (menciut) dan 1 klon mempunyai gejala serangan berupa bercak ungu tua. Sedangkan 36 plot lainnya dinyatakan imun dengan persentase 0,042%-0,729%. Persentase tingkat intensitas serangan dapat disimpulkan bahwa kondisi 47 klon menunjukkan kemampuan tumbuh yang baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Manager plantation Mr. Paul Clegg (komunikasi lisan) dalam pembicaraannya tentang jenis klon eukaliptus yang dibudidayakan dengan
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435363738394041424344454647 Klon % I n t e n s i t a s s e r a n g a n
STAND ECT79 AEK NAULI
Intensitas Serangan
Keterangan :
= Imun
= Resisten
(57)
menyilangkan kemampuan unggul dari tiap klon eukaliptus, sehingga menghasilkan klon eukaliptus yang teruji. Pada tingkat luas serangan menunjukkan ada 17 gejala serangan penyakit berbeda pada tiap klon, gejala serangan paling tinggi luas serangannya adalah gejala serangan berupa bercak berwarna ungu tua dengan total persentase 22%, dengan luas serangan 0,156% jenis klon yang paling tinggi tingkat luas serangannya adalah klon Eucalyptus
grandis dan klon Eucalyptus urophylla.
Dengan mengetahui tingkat intensitas serangan dan luas serangan yang rendah, dapat kita ketahui bahwa ketahanan mekanis dari klon-klon eukaliptus terhadap gejala serangan penyakit (symptomp) sangat tinggi. Menurut Semangun (2003), bahwa tumbuhan mempunyai ketahanan mekanis pasif memiliki struktur-struktur morfologi yang menyebabkannya sukar diinfeksi oleh patogen, sedangkan ketahanan mekanis aktif tumbuhan merupakan hasil sifat-sifat fisika dan kimia tumbuhan yang membatasi perkembangan patogen. Seperti yang diungkapkan langsung oleh Jonggi (komunikasi lisan) klon eukaliptus yang dikembangkan di ECT79 stand Aek Nauli merupakan klon dari tanaman eukaliptus yang dipilih tahan terhadap penyakit serta dapat tumbuh dengan cepat dan baik, hal ini terbukti dengan pengamatan langsung dilapangan.
Gambar 14. Persentase grafik reaksi tanaman eukaliptus Stand Aek nauli ECT79
98% 2%
Reaksi tanaman
(58)
Tiap-tiap klon yang dikembangkan di ECT79 ini mempunyai kekebalan terhadap serangan penyakit dari lingkungan tempat tumbuhnya. 21% klon eukaliptus dari seluruh plot dinyatakan sehat dengan tanda-tanda tidak ada gejala penyakit yang terdapat pada daun eukaliptus. Hal ini merupakan nilai yang cukup baik bagi tanaman yang sedang bertumbuh lanjut di ruang tumbuh tanaman yang homogen seperti pada hutan tanaman industri ini. Reaksi tanaman yang dinyatakan bersifat imun sebanyak 77%. Pada reaksi tanaman yang dinyatakan bersifat resisten sebanyak 2%. Kemampuan adaptasi jenis klon eukaliptus sudah terbukti baik, karena mampu beradaptasi pada habitatnya di ECT stand Aek Nauli. Pada pengamatan langsung di lapangan ada sebanyak 17 gejala serangan berbeda yang menyerang klon-klon eukaliptus di ECT79 stand Aek Nauli. Karakterisasi patogen di lapangan menunjukkan cukup banyak gejala serangan penyakit berbeda-beda, namun gejala serangan yang paling mendominasi berupa bercak ungu tua, bintik ungu tua dan bercak berwarna coklat muda kemerahgelapan, gejala serangan penyakit yang paling sedikit berupa hawar daun pada pinggiran daun berwarna merah hati dan bintik berwarna kuning muda kemerahtuaan pada pinggiran daun. Dari perhitungan luas serangan yang dilakukan diperoleh luas serangan paling tinggi adalah sebesar 0,156% dengan serangan spesies menunjukkan gejala penyakit (sypmtomps) daun dipenuhi dengan bercak berwarna ungu tua (Lampiran 4).
(59)
Gambar 15. Grafik persentase luas serangan pada klon-klon eukaliptus di
line plot ECT79 Sektor Aek Nauli.
Dengan penyajian data grafik berikut diketahui luas serangan gejala ke-6 adalah luas serangan paling besar dengan nilai persentase 22%, dengan gejala serangan penyakit daun berwarna ungu tua, sedangkan gejala serangan terbesar kedua adalah gejala ke-13 dengan nilai persentase 21%, gejala serangan penyakit daun bintik-bintik berwarna ungu tua. Gejala serangan terkecil persentase luas serangannya sebesar 0% yang menunjukkan 3 gejala serangan berbeda yaitu berturut-turut ditandai dengan gejala serangan penyakit berikut hawar daun pada pinggiran daun berwarna merah hati, bintik berwarna hitam kekuningmudaan, bintik berwarna kuning muda kemerahtuaan pada pinggiran daun.
(1) 6% (2) 6% (3) 0% (4) 5% (5) 4% (6) 22% (7) 2% (8) 3% (9) 11% (10) 0% (11) 5% (12) 5% (13) 21% (14) 3% (15) 2% (16) 5% (17) 0%
Luas Serangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Gejala ke-(60)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengamatan gejala penyakit daun pada klon eukaliptus pada ECT79 stand Aek Nauli terdapat 17 jenis gejala penyakit daun yang berbeda. Intensitas serangan penyakit menunjukkan 46 klon eukaliptus imun, 1 klon resisten. Reaksi tanaman imun 79% dan resisten 21%. Luas serangan penyakit paling besar berupa gejala serangan bercak berwarna ungu tua sebesar 22%. Fungi patogen yang menyerang klon tanaman eukaliptus pada ECT79 stand Aek Nauli yang telah diamati ciri makroskopik dan mikroskopiknya diperoleh adalah Cryptosporiopsis spp., Cladosporium spp., Teratosphaeria spp. Cylindrocladium spp., dan
Phaeophleospora spp.
Saran
Penelitian sebaiknya dilanjutkan dengan melakukan pengujian virulensi untuk mengetahui derajat kemampuan patogen dalam menyebabkan penyakit.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, N. G. 2005. Plant Pathology- Fifth Edition. Departemen of Plant Pathology. University of Florida. United States of America.
Akin, M. H. 2006. Virologi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.
Crous, P.W. 2009. Taxonomy and Phylogeny of the Genus Mycosphaerella and Its Anamorphs. Fungal Biodiversity Centre, Netherlands.
Crous, P.W. and A. Peerally, 1996. Gliocladiopsis Irregularis sp. Nov. and Notes on Cylindrocladium spathiphylli. Mycotaxon Vol LVIIIII, pp.119-128. Department of Plant Pathology. University of Stellenbosch, South Africa. Departemen Kehutanan, 1994. Eucalyptus. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-jenis Kayu Komersial. Badan Litbang Departemen Kehutanan.
[9 Maret 2009]
Djafaruddin. 2001. Dasar- dasar Perlindungan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Hatcher, G. 2008. Plant Pathology . Cornell University.
Khaeruddin, 1999. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Cetakan kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.
Laksono, B dan Mashudi. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih
Eucalyptus pellita. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.
Latifah, S. 2004. Pertanaman dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan
Tanaman Industri.
Matnawy, H. 1998. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Nair, K. S. S. 2000. Insects Pest and Diseases in Indonesian Forest an Assessment of the Major Threats, Research Efforte and Literature. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Old, M.K., Wingfield, J.M and Z.Q. Yuan, 2003. A Manual of Diseases of Eucalypts in South-East Asia. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor.
(62)
Peternel, R., C. Josip and H. Ivana , 2004. Atmospheric Concetrations of
Cladosporium spp. and Alternaria spp. Spores in Zagreb (Croatia) and
Effects of Some Meteorological Factors. Zagreb Institute of Public Health. Croatia.
Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia: Gejala, Penyebab dan Teknik Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.
Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU-Press. Medan. Satrahidayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tanaman. Usaha Nasional. Surabaya. Semangun, H. 2003. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Silalahi, N.R., 2008. Inventarisasi Fungi Patogen pada Daun Bibit Tanaman
Eucalyptus spp. (Studi Kasus Di Pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Porsea
Sumatera Utara). Departemen Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.
Sinaga, S. N. 2003. Ilmu Penyakit Hutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, E. B. M. 2005. Perlindungan Hutan (Bagian Penyakit Pohon). Buku Ajar Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan
Tainter, F.H and F.A. Baker, 1996. Principles of Forestry Pathology. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Taylor, J.E. and P. W. Crous. Phaeophleospora faureae comb. nov. Associated with Leaf Spots on Faurea saligna (Proteaceae), with a Key to the Species of Phaeophleospora. Department of Plant Pathology, University of Stellenbosch, South Africa.
Widarto, L. 1996. Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambung, Okulasi dan Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.
Widyastuti, S.M, Sumardi, Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada Univertsity- Press. Yogyakarta.
(63)
Lampiran 1. Prosedur Pembuatan PDA (Potatoe Dextose Agar)
Bahan-bahan (Potongan kentang 200 gram,
Dextose 10 gram, Agar 15 gram, Akuades 1000
Kentang di rebus hingga l k
Di saring Diperoleh Esktrak
cairan kentang Dipanaskan hingga mendidih Ditambahkan Dextrose dan Agar
Dimasukkan ke Erlenmeyer Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan plastik perekat
Disterilkan di dalam
Autoclave selama 15 menit
Potatoe Dextrose Agar siap untuk digunakan
(64)
Lampiran 2. Gambar Fungi dalam media PDA
Gambar 10. Fungi dari daun klon 18800 Gambar 11. Fungi dari sampel daun
Eucalyptus urophylla. klon 19358 Eucalyptus Grandis.
(65)
Gambar 12. Fungi dari sampel daun klon Gambar 13. Fungi dari sampel daun 19182 Eucalyptus pellita. klon 18452 Eucalyptus
(66)
Gambar 14. Fungi dari sampel daun klon Gambar 15. Fungi dari sampel daun 19111 IND 1. Klon 18800 Eucalyptus
(67)
Gambar 16. Fungi dari sampel daun klon Gambar 17. Fungi dari sampel daun
18791 Eucalyptus urophylla x klon 19475 Eucalyptus
(68)
Gambar 18. Fungi dari sampel daun klon Gambar 19. Fungi dari sampel daun klon
19179 Eucalyptus pellita. 18413 Eucalyptus
(1)
I= 0,376% (IMUN)
25. PLOT 25 (19478 U x Alba)
Σ (28 x 4)
I = x 100% 4 x 375
I= 0,074% (IMUN)
26. PLOT 26 (18800 U x ?)
Σ (135x 4)+ (23 x 3)
I = x 100% 4 x 481
I= 0,316% (IMUN) 27. PLOT 27 (19204 EU)
Σ (24 x 2)
I = x 100% 2 x 390
I= 0,061% (IMUN) 28. PLOT 28 (18896 GP)
Σ (95 x 4)
I = x 100% 4 x 638
I= 0,148% (IMUN) 29. PLOT 29 (18874 GP)
Σ (113 x 4)
I = x 100% 4 x 564
I= 0,200% (IMUN)
30. PLOT 30 (19255 EP ) SEHAT 31. PLOT 31 (19479 U x Alba) SEHAT
(2)
Σ (39 x 4)+ (52 x 4)
I = x 100% 4 x 790
I= 0,115% (IMUN) 33. PLOT 33 (19297 GP)
Σ (128 x 4)
I = x 100% 4 x 503
I= 0,254% (IMUN) 34. PLOT 34 (19475 GP)
Σ (113 x 4)
I = x 100% 4 x 348
I= 0,324% (IMUN) 35. PLOT 35 (19445 EP)
Σ (70 x 4)
I = x 100% 4 x 403
I= 0,173% (IMUN)
36. PLOT 36 (19048 GU) SEHAT 37. PLOT 37 (19363 EG) SEHAT 38. PLOT 38 (19365 EG) SEHAT 39. PLOT 39 (19476 U x Alba) SEHAT 40. PLOT 40 (19369 EG)
Σ (50 x 4)+ (31 x 3)
I = x 100% 4 x 907
I= 0,080% (IMUN)
41. PLOT 41 (19468 EU) SEHAT 42. PLOT 42 (19395 U x ?)
Σ (120 x 4)
I = x 100% 4 x 354
(3)
I= 0,338% (IMUN) 43. PLOT 43 (19193 EU)
Σ (29 x 3)
I = x 100% 3 x 690
I= 0,042% (IMUN)
44. PLOT 44 (18475 EU) SEHAT 45. PLOT 45 (19182 EP)
Σ (77 x 3)
I = x 100% 3 x 185
I= 0,416% (IMUN)
46. PLOT 46 (19481 U x Alba)
Σ (96 x 3)
I = x 100% 3 x 425
I= 0,225% (IMUN)
47. PLOT 47 (19482 U x Alba)
Σ (51 x 4)
I = x 100% 4 x 166
(4)
Lampiran 7. Data Penghitungan Luas Serangan Pada ECT79 Stand Aek Nauli
n
A = x 100 % N
Dengan Keterangan :
A = Luasan serangan
n = Jumlah tanaman yang terserang spesies penyakit ke-i N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati
Gejala ke-1 6
A = x 100 % 141
A = 0,042% Gejala ke-2
6
A = x 100 % 141
A = 0,042% Gejala ke-3
1
A = x 100 % 141
A = 0,0007% Gejala ke-4
5
A = x 100 % 141
A = 0,035% Gejala ke-5
4
A = x 100 % 141
A = 0,028% Gejala ke-6
(5)
A = x 100 % 141
A = 0,156% Gejala ke-7
2
A = x 100 % 141
A = 0,014% Gejala ke-8
3
A = x 100 % 141
A = 0,021% Gejala ke-9
11
A = x 100 % 141
A = 0,078% Gejala ke-10
1
A = x 100 % 141
A = 0,0007% Gejala ke-11
5
A = x 100 % 141
A = 0,035% Gejala ke-12
5
A = x 100 % 141
A = 0,035% Gejala ke-13
(6)
21
A = x 100 % 141
A = 0,148% Gejala ke-14
3
A = x 100 % 141
A = 0,021% Gejala ke-15
2
A = x 100 % 141
A = 0,014% Gejala ke-16
5
A = x 100 % 141
A = 0,035% Gejala ke-17
1
A = x 100 % 141