6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media dan ruang infratentorial berisi fosa
kranii posterior.
2.3. Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain : 1.
Tekanan Intra Kranial Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH
2
O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial TIK dipengaruhi oleh
aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak 1400 g, cairan serebrospinal
sekitar 75 ml, dan darah sekitar 75 ml. Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur
lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial Lombardo,2003 .
2. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus
mengkompensasi dengan mengurangi volumenya bila TIK masih konstan . Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural
dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap
peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang
Universitas Sumatera Utara
berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah herniasi bila TIK makin meningkat. Dua
mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan
tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal Lombardo, 2003.
2.4. Patofisiologi Trauma Kapitis
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala
Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk, 2009 . Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan
disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi
kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi
rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan
rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countrecoup Mardjono dan Sidharta, 2008 . Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak substansi solid dan otak substansi semi solid menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat
dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
Universitas Sumatera Utara
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan countrecoup Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009.
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang
dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan
aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan
terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,
menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak Lombardo, 2003 .
2.5. Klasifikasi Trauma Kapitis