A. 6. Perkembangan Motivasi Berprestasi

6. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin merasakan sukses atau kegagalan disebabkan tindakan individu itu sendiri.

II. A. 6. Perkembangan Motivasi Berprestasi

McClelland dalam Schultz Schultz,1994 menyatakan bahwa motivasi berprestasi dapat terbentuk melalui proses belajar. Lebih lanjut McClelland menyatakan bahwa dalam kegiatan perkuliahan motivasi sangat penting karena dapat berfungsi sebagai: 1. energizer, yaitu motor penggerak yang mendorong mahasiswa untuk bernuat sesuatu misalnya perbuatan belajar. 2. directedness, yaitu menentukan arah tujuan yang ingin dicapai. 3. patterning, yaitu menyelesaikan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dalam Rivai,2003. Mahasiswa sering merasa tidak mamapu mengikuti kuliah tertentu padahal belum mencobanya. Akibatnya keyakinan yang telah ditanamnya tersebut maka ia gagal dalam kuliah tersebut. Untuk meraih prestasi yang baik maka harus ditanankan motivasi dan keyakinan diri yang kuat Marwaty,2003. Mahasiswa sering mengalami masalah salah satunya seperti mata kuliah yang telah diulang beberapa kali tetapi masih juga belum lulus,hal ini dapat menyebabkan mahasiswa akan pesismis terhadap masa depannya, keinginan untuk sukses semakin surut, yang akhirnya dapat mempengaruhi motif untuk berprestasi Prabandari,1989. Bagi mahasiswa , motivasi untuk berhasil berprestasi dan tampil baik merupakan factor penting bagi keberhasilan dibangku kuliah maupun interaksi dengan teman sebaya Ariyanto Prawasti,1999. Untuk mengembangkan motivasi berprestasi perlu peran orangtua yang menetapkan suatu standar performance yang tinggi McClelland dalam SchultzSchultz, 1994. Harapan orangtua terhadap anak merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan motivasi berprestasi Eccless, dalam Morgan,1986. Seorang anak akan belajar memperhatikan perilaku orangtuanya dan orang lain yang menjadi panutan bagi dirinya. Berdasarkan hal tersebut BanduraWalters dalam Morgan,1986 mengatakan bahwa seorang anak akan mengadopsi karakteristik yang dimiliki panutannya. Salah satu karakteristik yang diadopsi didalamnya termasuk kebutuhan berprestasi Eccless, dalam Morgan 1986. Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 Heckhausen Roelofsen dalam Monks,1999 menyatakan bahwa anak-anak mulai usia 3,5 tahun sudah mampu membandingkan prestasi mereka dengan orang lain. Penafsiran mereka mengenai prestasi orang lain ini menyebabkan anak mencoba untuk melakukan tugasnya lebih cepat dan lebih baik dari orang lain. Menurut Bruner dalam Rivai,2003, seseorang yang motivasi berprestasi tinggi cenderung menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa. Perbedaan motif berprestasi individu sudah dapat diketahui sejak seseorang berusia lima tahun. Dan yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah hubungan ibu dan anak McClleland dalam Supardi,1987. II.A.7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu: 1. Keluarga dan Kebudayaan Motivasi berprestasi seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orangtua dan teman Eastwood,1983. Sedangkan McClelland dalam Schultz Schultz,1994 menyatakan bahwa bagaimana cara orangtua mengasuh anak mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak. Bernstein 1988 menyatakan bahwa kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat atau hikayat- hikayat sering mengandung tema-tema prestasi yang dapat meningkatkan semangat masyarakatnnya FernaldFernald,1999. 2. Konsep diri Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. 3. Jenis kelamin Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para pria, yang menurut Stein Bailey sering disebut sebagai motivasi menghindari kesuksesan FernaldFernald,1999. Morgan 1986 menyatakan bahwa banyak perempuan dengan motivasi berprestasi tinggi namun tidak menampilkan karakteristik perilaku berprestasi layaknya laki-laki. Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 4. Pengakuan dan prestasi Individu akan lebih termotivasi untuk nekerja lebih keras apabila dirinya merasa dipedulikanatau diperhatikan oleh orang lain. Selain itu dalam setiap motif individu dapat ditemukan dua struktur dasar yang merupakan faktor-faktor yang menjadi sebab utama motivasi berprestasi Monks,1999 yaitu: 1. Pengharapan akan sukses Berarti bahwa bila ada sesuatu yang baik, yang menyenagkan atau bernilai maka orang juga ingin mendapatkan atau mencapainya. 2. Ketakutan akan gagal Berarti bahwa bila ada sesuatu yang tidak enak, tidak menyenangkan atau sukar, maka orang akan berusaha untuk menghindarinya. II.B. POLA ASUH II.B.1. Pola Asuh Orangtua Seperti yang kita ketahui lingkungan paling dekat dengan anak dan tempat dimana anak berinteraksi pertama kali adalah lingkungan keluarganya. Terdapat banyak faktor dalam keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Salah satu faktor tersebut adalah pola asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses berbeda dengan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika orangtua tertarik pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power mereka sebagai orangtua dan hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak segera. Sedangkan pola asuh efektif adalah dimana orangtua mendapatkan perilaku yang diinginkan dan juga dalam hubungan dengan anaknya terdapat rasa hormat dan saling percaya Hersey Blanchard,1978. II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua Pola asuh menurut Darling 1999 adalah aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersama-sama untuk mempengaruhi anak. Sedangkan Huxley 2002 pola asuh merupakan cara dimana orangtua Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 menyampaikanmenetapkan kepercayaan mereka tentang bagaimana menjadi orangtua yang baik atau buruk. Sementara itu Gunarsa 1995 bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Hersey Blanchard 1978 mengemukakan bahwa pola asuh merupakan bentuk dari kepemimpinan yaitu proses yang mempengaruhi seseorang. Dalam hal ini peran kepemimpinan orangtua adalah ketikamereka mencoba memberi pengaruh yang kuat pada anaknya. Lain halnya pengertian pola asuh menurut Arendell 1997 menyatakan bahwa pola asuh adalah sebuah payung atau pelindung, tempat dimana aktivitas–aktivitas dan keahlian- keahlian orang dewasa ditampilkan dalam merawat anak. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah proses yang mempengaruhi seseorang, dimana orangtua menanamkan nilai-nilai yang dipercayai kepada anak dalam bentuk interaksi yang meliputi kepemimpinan, pengasuhan, mendidik, membimbing dan melindungi anak. II.B.3. Jenis-Jenis Pola Asuh Orangtua Ada 4 pola asuh yang dikemukan oleh Baumrind, yaitu: 1. Authoritative 2. Authoritarian 3. Permissive 4. Uninvolved. Sedangkan Schaefer dalam Hughes Noppe,1985 mengemukan dua kontinum dalam pola pengasuhan anak yang relevan dengan pola asuh Baumrind, yaitu love vs hostility dan autonomy vs control. Pola asuh menurut Hersey Blanchard 1978 dapat didasrakan atas beberapa hal yang saling berhubungan yaitu: 1. Directive Behavior Melibatkan komunikasi searah dimanan orangtua menguraikan peran anak dan memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, dimana, kapan dan bagaimana melakukan suatu tugas. 2. Suppotive Behavior Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 Melibatkan komunikasi dua arah. Dimana orangtua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak. Selain dari beberapa hal diatas, terdapat faktor lain yang menentukan pola asuh apa yang sesuai untuk diterapkan pada anak yaitu Maturity. Maturity atau kematangan didefinisikan dengan kemauan dan kemampuan anak untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku mereka sendiri. Terdapat 2 komponen Maturity: a.Ability or Skill Kemampuan anak untuk melakukan sesuatu, dimana anak memiliki kemampuan, pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan tugas-tugas dalam kehidupannya tanpa arahan dari orang lain. b.Willingness or Motivation Motivasi anak untuk melakukan sesuatu. Anak bersedia melakukan sesuatu dalam lingkungannya karena anak berfikir bahwa lingkungannya penting dan menunjukkan kepercayaan diri serta berfikir positif tentang diri mereka. Terdapat 4 kombinasi dari faktor-faktor diatas: 1. Anak yang tidak memiliki kemampuan able dan kesediaan willing untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki maturity yang rendah M1. Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak yang memiliki maturity rendah adalah ”telling”. 2. Anak yang bersedia willing namun tidak mampu able untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang rendah menuju sedang M2. Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut adalah ”selling”. 3. Anak yang memiliki kemampuan able tetapi tidak bersedia willing untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 yang sedang menuju tinggi M3. Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut ” partcipating”. 4. Anak yang memiliki kemampuan able dan kesediaan willing untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang tinggi M4. Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut adalah ”delegating”. Berdasarkan dimensi supportive dan directive behavior, Hersey Blanchard membagi pola asuh dalam 4 jenis: 1. Telling Perilaku orangtua yang directivenya tinggi dan supportive rendah karena dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dan anak. Dimana orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa,bagaimana, kapan dan dimana anak harus melakukan tugas. 2. Selling Perilaku orangtua yang directive dan supportivenya tinggi karena sebahagian besar arahan yang ada diberikan orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan dan dorongan. 3. Participating Perilaku orangtua yang directivenya rendah dan supportivenya tinggi karena orangtua dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan untuk membuat kesapakatan dengan orangtua dengan apa yang harus dilakukan. 4. Delegating Perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah karena meskipun orangtua tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan kapan,dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal. Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 II.B.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua a. Jenis Kelamin Orangtua pada umumnya cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibanding terhadap anak laki-laki. b. Kebudayaan Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki didalam suatu kebudayaan masyarakat. c. Status sosial Orangtua kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan kurang toleran dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten. II.C REMAJA II.C.1. Pengertian Remaja Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa “. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik Hurlock,1999. Monks 1999 membagi remaja dakam tiga kelompok usia, yaitu: 1. Early Adolescence Remaja Awal Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Merupakan masa negatif karena menurut Buhler dalam Mappiare,1982 pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum terliahat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung, cemas, takut dan gelisah Ahmadi,1991 2. Middle Adolescence Remaja Pertengahan Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan atau mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bisa mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain. Ahmadi,1991 Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006 3. Late Adolescence Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola hidup jelas Ahmadi,1991.

II. C. 2. Perkembangan Remaja