Uji Klinis Acak Tersamar Ganda Albendazole Dengan Gabungan Pyrantel Pamoate? Mebendazole

(1)

Uji Klinis Acak Tersamar Ganda Albendazole Dengan Gabungan

Pyrantel Pamoate – Mebendazole

Tiangsa Sembiring Evi Kamelia T. Ernalisma Yahril Pasaribu Chairuddin P. Lubis Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

Di Indonesia, penyakit cacing usus fang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminthiasis) masih merupakan penyakit rakyat dengan prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat dengan sosio-ekonomi rendah di pedesaan l,2,3,4.

Penyakit ini sering ditemukan secara tunggal maupun campuran dari cacing Ascaris limbricoides; Trichuris trichiura dan cacing tambang, yang dapat menyebabkan gangguan gizi, anemia, ganggu pertumbuhan dan kecerdasan 4,5,6,7,8. Akan tetapi oleh karena infeksi yang terjadi sering tanpa gejala, sehingga penyakit ini dianggap bukanlah merupakan penyakit yang berbahaya 4,5.

Secara ekonomi penyaki t ini juga mempunyai dampak yang luas, seperti yang terlukis pada pidato pengukuhan E . Kosin, dimana disebutkan bahwa bila cacing-cacing yang terdapat dalam usus penduduk Indonesia itu di sambung-sambung, maka panjangnya akan mencapai 595.000 Km atau 108 kali jarak Sabang-Herauke dan ini menghabiskan 333.200 Kg karbohidrat sehari atau setara dengan 41.6.500 Kg beras3.

Penyakit kecacingan ini sering ditemukan pada anak usia sekolah19, sehingga akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecerdasan seorang anak.

Pengobatan infeksi tunggal dengan salah satu soil transmitted helminthiasis umumnya memberikan jenis hasil yang baik, akan tetapi pengobatan terhadap infeksi campuran masih merupakan suatu problema karena sulitnya mencari chat yang mempunyai efikasi yang baik untuk semua jenis cacing serta cara pemberian yang sederhana dan harga yang terjangkau.

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, standar pengobatan untuk infeksi campuran soil transmitted helminthiasis adalah berdasarkan hasil penelitian Chairuddin P. Lubis dkk pada tahun 197720, yaitu gabungan Pyrantel pamoate 10 mg/kgBB/dosis tungal diberikan pada pagi hari, dan Mebendazole . 2 x 100 mg/hari selama 3 hari, dimana penderita harus mempunyai disiplin yang tinggi untuk" mendapatkan hasil yang baik, sehingga untuk itu perlu dicari jenis obat yang dapat bekerja untuk semua jenis soil transmitted nelminthiasis dan cara pemberian yang sederhana dan efikasi yang minimal sama dengan obat cacing yang dipergunakan selama ini.

Belakangan ini telah terjadi perkembangan obat anthelmintik yang pesat, dimana telah ditemukan obat cacing yang baru seperti Oxantel-pyrantel pamoatei Mebendazole 500 mg dan yang terakhir adalah Albendazole yang dikatakan mempunyai hasil yang


(2)

baik untuk infeksi campuran soil transmitted helminthiasis dan cara pemberian yang sederhana yaitu hanya dosis tunggal.

Albendazole adalah methyl-(6-propylthio-1-H-benzimidazole-2-yl) carbamate yang merupakan derivat terbaru dari Benzimidazole dengan aktivitas anthelmintik yang besar. Selain bekerja terhadap cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunyai aktivitas larvisidal dan ovisidal obat ini secara selektip bekerja menghambat pengambilan glukosa oleh usus cacing dan jaringan dimana larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi pengosongan cadangan glikogen dalam tubuh parasit yang mana menyebabkan berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate (ATP). ATP ini penting untuk reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian parasit akan mati.

Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi manusia. Nematoda, Cestoda dan infeksi Echinococcus pada manusia.Jadi, albendarole aktif terhadap Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium, strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus granulosus.

Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan efek samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah dan diare.

S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil transmitted helminthiasis dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja diperiksa ulang pada minggu ketiga setelah pemberian obat pada penelitian ini diperoleh angka kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma duodenale; 90 5% untuk Trichuris trichiura dan 95.3% untuk Ascaris lumbracoides6.

Berdasarkan penampakan tersebut di atas maka kami tertarik untuk melakukan uji klinis guna membandingkan pemakaian Alhendazole dengan gabungan Pyrantel pamoate-Mebendazole pada penderita campuran soil transmitted helminthiasis.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini dilakukan secara uji klinis acak tersamar ganda12, dengan memakai desain paralel tanpa pasangan serasi dan dibagi calam 2 kelompok. Kelompok A mendapat pengobatan dengan Albendazole 400 mg/oral/dosis tunggal, sedangkan kelompok B mendapat pengubatan standar yaitu gabungan Pyrantel pamoate 10 mg/kgBB/oral/dosis tunggal pada hari pertama dan Mebendazole 2 x 100 mg/oral/ selama 3 hari berturut-turut, dimana pada hari pertama obat ini diberikan 30 menit setelah pemberian Pyrantel migrasi pamoate untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek diri pada cacing.

Setiap pagi subyek penelitian memakan obat di depan petugas penelitian, sedangkan pada sore hari dimintakan bantuan orang tua subyek.

Efek samping obat dipantau dengan memakai kuesioner yang diisi petugas setiap hari selama 7 hari.

Peneliti1n ini dilaksanakan para murld-murid kelas I sampai dengan kelas VI di Sekolah Dasar Negeri desa Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, pada bulan September-Nopember 1995.

Tinja diperiksa dengan cara Kato-Katz untuk mengetahui jumlah pengeluaran telur cacing per hari dan dengan cara modifikasi Harada Mori untuk memeriksa biakan larva cacing tambang.


(3)

Tinja diperiksa sebanyak 3 (tiga) kali yaitu sebelum pemberian obat dan kemudian pada hari ke-14 serta ke-21 setelah pemberian obat. Pemeriksaan ini dilakukan di Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Estimasi besar sampel ditentukan dengan memakai rumus Uji Hipotesis Terhadap 2 Proporsi22, dan dipakai uji hipotesis 2 arah.

(za √2PQ + zβ√P1Q1 + P2Q2)2

n1 = n2 = --- (P1 - P2)2

Pada penelitian ini telah ditetapkan bahwa :

a = 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) → za (2 arah) = 1.96 perbedaan proporsi sembuh yang diharapkan adalah 0.10 dan β = 80%

Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah subyek minimal untuk masing-masing kelompok adalah 165 orang.

Pemisahan kelompok pengobatan dilakukan secara alokasi randomisasi dengan memakai Tabel angka random.

Kriteria inklusi :

1. Murid Sekolah Dasar kelas I std VI 2. Sehat

3. Dalam 1 (satu) bulan terakhir tidak mendapat obat cacing.

4. Pada pemeriksaan telur cacing tinja ditemukan 2 (dua) jenis atau lebih, atau ditemukan bersamaan dengan larva cacing tambang.

Kriteria eksklusi :

1. Tidak teratur makan obat/menolak makan obat.

2. Tidak ikut serta memeriksakan tinja pada hari ke-14 dan ke-21.

3. Timbul efek samping yang berat seperti mencret, muntah-muntah, kaku perut dan lain-lain.

Untuk mengevaluasi efektivitas obat terhadap infeksi cacing usus dipakai parameter, yaitu23 angka penyembuhan (AP) atau cure rate (CR). Dikatakan sembuh bila pada pemeriksaan tinja terakhir tidak ditemukan lagi telur cacing.

Izin subyek penelitian dilakukan dengan mengisi formulir yang diberikan petugas serta ditanda tangani oleh orang tua subyek.

Analisa data meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua, efek samping obat.

Status gizi ditentukan dengan menggunakan berat menurut tinggi badan yang dibandingkan dengan baku (median) NCHS menurut umur dan jenis kelamin. Berdasarkan perbandingan tersebut derajat status gizi dikelompokkan sebagai berikut : Gizi - baik > 90.0 % median NCHS

Gizi - sedang 70.1% - 90.0 % median NCHS Gizi - kurang 60.1 % - 70.0% median NCHS Gizi – buruk < 60.0% median NCHS


(4)

Analisa statistik dilakukan dengan uji Kai-kuadrat, dengan tingkat kemaknaan 95% (p = 0.05).

HASIL PENELITIAN

Dari 541 murid Sekolah Dasar yang tinjanya diperiksa, ternyata ada 469 contoh lagitinja yang positif (87%) dengan telur dan larva cacing usus yang ditularkan melalui tanah. Dari 469 contoh tinja yang positif ini ternyata 37, merupakan infestasi campuran dan 95 dengan infestasi tunggal dan 72 lainnya tidak ditemukan telur cacing usus ataupun larva dalam tinjanya (tabel 1).

Tabel I. Hasil Pemeriksaan Tinja Anak Sekolah Dasar Desa Tanjung Anom Jumlah yang

Diperiksa

Infestasi Tunggal

% Infestas Campuran

% Negatif %

541 95 18 374 69 72 13

Tabel II . Prelevansi infestasi cacing usus pada anak Sekolah Dasar Desa Tanjung Anom

A.Lumbricoides T. Trichiura C. Tambang Jumlah

yang diperiksa

Jlh yang positif

No. Pos % No. Pos % No. Pos %

541 60

469 123 26 369 79 283 -

Pada tabel di atas terlihat, dari 469 anak yang tinjanya positif, ternyata infestasi terbanyak trichuris richiura yaitu 369 anak (79%), disusul oleh Cacing tambang 283 anak (60%) dan Ascaris lumbricoides 123 anak (26%).

Jenis Pekerjaan Jumlah %

Buruh/tani/nelayan Wiraswasta

Pegwai Negeri/ABRI Lain – lain :

Supir

Mocok- mocok Tukang

Pensiunan

297 128 43 73 31 33 6 3

55 24 8 13

Jumlah 541 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa mata pencaharian orang tua murid Sekolah Dasar di Desa Tanjung Anom yang terbanyak adalah sebagai buruh tani/nelayan yaitu sebanyak


(5)

55%. Dari 297 Orang ini yang terbanyak adalah Petani yaitu 282 orang, Buruh 13 orang dan Nelayan 2 orang (Tabel 3).

Sedangkan tingkat pendidikan orang tua yang terbanyak adalah Sekolah Dasar, disusul oleh Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Dan pada penelitian ini kami menemukan masih ada orang tua yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal (Tabel 4).

Tabel IV. Tingkat Pendidikan Orang Tua, Anak Sekolah Dasar Desa Tanjung Anom

Tingkat Pendidikan Ibu % Ayah %

Tidak Sekolah Sekolah dasar SLTP

SLTA PT

19 368 109 41

4

3 68 20 8 1

26 260 150 103 2

5 48 27 19 1

Jumlah 541 100 541 100

Dari 469 contoh tinja anak yang positif, 374 diantaranya adalah dengan infestasi campuran cacing usus diikut sertakan kelompok dalam penelitian ini. Kasus dibagi atas 2 (dua) kelompok percobaan yaitu mendapat kelompok A yang mendapat pengobatan dengan Albendazole 400 mg secara oral dan dosis tunggal, dan kelompok B yang mendapat pengobatan dengan pyrantel pamoate 10 mg/kgBB dosis tunggal dan Mebendazole 2 x 100 mg secara oral selama 3 hari. Masing-masing kelompok terdiri dari 187 subjek.


(6)

Tabel V. Karakteristik Klinis Dan Laboratorium Pada Masing – Masing Kelompok Pengobatan KARAKTERISTIK KELOMPOK A

( n = 187 )

KELOMPOK B ( n = 187 )

Umur (tahun) Mean (SD) Jarak

10 (2.1) 6.4 – 15.1

9.8 (1.9) 6.3 – 14.7 Kelamin

Laki – laki Perempuan

97 (51.9 %) 90 (48.1%

94 (50.2%) 93 (49.8 ) Status gizi

Baik Sedang Kurang Buruk

142 (75.9 %) 42 (22.5%)

3 (1.6%) -

125 (66.9 %) 58 (31.0%)

4 ( 2.1%) - Infestasi parasit

AL + CT AL + TT CT + CT + TT

3 (1.6%) 46 (24.6%) 57 (30.5%) 81 (43.3%) 2 (1.1%) 45 (24.1%) 94 (50.2%) 46 (24.6%) Efek samping obat

Menceret Pusing - 1 (0.5%) 2 (1.1%) 1 (0.5%) Keterangan :

AL = Ascaris lumbricoides ;

CT = Cacing Tambang ;

TT = Trichuris trichiura

Umur rata-rata kasus yang turut serta pada penelitian adalah 10 tahun (6.4 - 15.1) untuk kelompok A 9.8 dan tahun (6.3 - 14.7) untuk kelompok B.

Jenis kelamin dikedua kelompok ini tidak berbeda yaitu untuk laki-laki 97 (51.9%) : 94 (50.2%) dan perempuan 90' (48.1%) : 93 (49.8%).

Pada umumnya status gizi anak yang turut serta dalam penelitian adalah baik yaitu,75.9% dikelompok pengobatan A dan 66.9% di kelompok B. Sedangkan yang menderita gizi kurang hanya 3 anak dikelompok pengobatan A dan 4 anak dikelompok B.

Infestasi parasit pada kedua kelompok ini adalah gabungan antara Ascaris lumbricoides dengan Cacing tambang; Ascaris lumbricoides dengan Trichuris trichiura; Cacing tambang dan Trichuris trichiura. Proporsi infestasi parasit di kedua kelompok ini hampir sama kecuali pada infestasi gabungan Cacing tambang dengan Trichuris trichiura lebih banyak di kelompok B dan Ascaris lumbricoides, Cacing tambang dan Trichuris trichiura, lebih banyak di kelompok A.

Dari berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi, pada penelitian ini kami mendapatkan keluhan pusing sebanyak 1 (satu) kasus yang masing-masing di kelompok A dan B, serta 2 (dua) kasus dengan diare pada kelompok pengobatan B (Tabel 5). Secara keseluruhan ditemukan efek samping pada kelompok A sebesar 0.5% dan kelompok B


(7)

1.6%. Efek samping ini timbul pada hari pertama dan menghilang pada hari kedua (Tabel 5).

Dari 187 anak di kelompok pengobatan A yang mengikuti penelitian ini, ternyata 5 (3%) diantaranya dikeluarkan dari penelitian karena tidak memakan obat dengan alasan tidak mau makan obat dan tidak datatig ke sekolah pada hari pemberian obat.

Sedangkan darl kelompok B, 3 (2%) anak juga dikeluarkan dari penelitian karena tidak memeriksakan tinjanya setelah mendapat pengobatan Jadi yang mengikuti adalah 182 anak di kelompok A dan 185 anak di kelompok B ,dengan angka drop out 3% di kelompok A dan 2 % di kelompok B.

2 minggu setelah pemberian obat, tinja diperiksa kernbali dengan metoda yang sama untuk mengetahui angka kesembuhan dari masing-masing kelompok yang mendapat obat yang berbeda.

Tabel VI. Hasil Pengobatan 2 Minggu Setelah Pemberian Obat Kelompok

A

Pengobatan B

Total Total

Sembuh Tidak Sembuh

106 76

118 66

224 142

Jumlah 182 184 366

df = 1 x2 = 0.2943 p > 0.05

Ternyata hasil pengobatan diantara kedua regimen obat ini tidak berbeda secara bermakna dimana p > 0.05 (Tabel 6).

Satu minggu kemudian yaitu 3 minggu setelah pengobatan, tinja kembali diperiksa dan diperoleh hasil dimana pada kelompok I yaitu dengan pemberian Albendazole 400 mg/dosis tunggal memberikan hasil yang lebih baik dari kelompok II yang rnendapat gabungan Pyrantel parnoate 10 mg/kgBB/dosis tunggal dan Mebendazole 2 x 100 mg selama 3 hari, dan ini terbukti berbeda secara bermakna (p < 0.05) seperti yang terlihat pada tabel 7.

Tabel VII . Hasil Pengobatan 3 Minggu Setelah Pemberian Obat. Kelompok

A

Pengobatan B

Total

Sembuh Tidak Sembuh

163 19

148 36

311 55

Jumlah 182 184 366

df = 1 x2 = 0.0216 p < 0.05

DISKUSI

Dari penelitian Eddy Kosin (1989) Albendazole dengan dosis tunggal 400 mg angka penyembuhan untuk Ascariasis 96% Ancylostomiasis 96% Trichuriasis 70%.

Dan dikatakan bahwa Albedazole adalah suatu obat yang ideal untuk pengobatan massal terhadap cacing usus30.

Penelitian Hebendi dkk (1985) di Zaire, menggunakan Albendazole dan pyrantel pamoate. Didapatkan bahwa Albendazole 400 mg dosis tunggal efektif untuk soil


(8)

transmitted helminthiasis dengan angka penyembuhan : 99,3% - 100%, mempunyai spektrum luas sehingga dapat digunakan untuk terapi secara massal untuk infestasi campuran31.

Penelitian Lubis CP (1977), pada pengalaman klinis di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK USU menggunakan Pyrantel pamoate 10 mg/kg BB dosis tunggal dan Mebendazole 3 x 100 mg selama 3 hari berturut-turut setelah hari ke 11 Angka penyembuhan 100 % terhadap cacing tambang; Ascariasis 69.04% dan mendapat menjadi 100% pada evaluasi ke 11 sedangkan untuk Trichuriasis 52.38% dan meningkat menjadi 82.30% setelah evaluasi ke II20.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa pengobatan infeksi campuran soil transmitted helminthiasis setelah hari ke 21 antara Albendazole dengan Pyrantel pamoate Mebendazole memberikan hasil rang bermakna.

KESIMPULAN

Albendazole lebih efektif dari gabungan pyrantel pamoate Mebendazole pada infestasi campuran soil transmitted helminthiasis ;dengan cara pemberian yang sederhana dan efek samping yang minimal.

KEPUSTAKAAN

Alisah S; Abidin N [dan] Rasad R, 1990. Pengobatan infeksi nematoda usus dengan Mebendazole 500 mg dosis tungngal. MEDlKA;3:192-197. 1990.

Depary AA, 1994. Epidemiologi soil transmitted helminthiasis di Indonesia. Dibacakan pada Simposium Sehari Peran serta masyarakat dalam usaha penanggulangan penyakit kecacingan. Medan : [s.n].

Lubis CP, 1989. Pengobatan Helminthiasis, pengalaman klinis di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK. USU. Dibacakan pada Simposium Sehari Anthelmintik Generasi Baru. Medan: [s.n], 2 Desember 1989.

Pasaribu ,1989. Anthelmintik generasi baru. Dibacakan pada Simposium Sehari Anthelmintik Generasi baru. Medan, 2 Desember 1989.

Djali D. Prevalensi. Infeksi cacing usus dikalangan karyawan salah satu Bank di kota Medan MKI’;3 (11):83-85, 1981.

Jagota SC, 1986. Albendazole, a Broad Spectrum Anthelmintic, in the Treatment of Intenstinal Nematode and Cestode Infection: A Multicenter Study in 460 Patients. Clin.Ther ; 8 : 226-231, 1986.

Nokes C. Parasitic helminth infection and cognitive function in school children.


(9)

Pasaribu S, 1988. Infestasi. cacing usus di bangsal anak , RSPM. MKN (edisi khussus)195-198, 1988.

Sutanto AH; Sembiring L [ and] Simatupang, J.A.Field ,1976. Survey on Ancylostomiasis in School Children. Paediatrica Indonesiana; 6: 453-457, 1976.

Tarigan S, Sembiring L, Simatupang J, Papitupulu L. Health status of pre school children in some settlement, of tobacco plantation labourers in North Sumatera. Paediatrica Indonesiana;17:317-372, 1977.

Simatupang J, Lubis CP, Siregar H, Siregar A, Lubis RM. The health status of Children in two rural areas of North Sumatera. MKI; 28.( 1) : 23, 1978.

Lubis CP, Siregar H, Siregar H, Siregar A, Lubis RM. The health status of children in two rural areas of North Sumatera. MKI;28(1):2-3, l978.

Lubis CP, Yoel ,C, Nurbafri NY, Napitupulu L. Intestinal parasitic infestation among children in six plantation, North Sumatera Indonesia. Di presentasikan pada International Congress of Pediatrics XVII, Ma1ila, 1983.

Pasaribu S, Lubis H, Nurbafri NY, Daulay AP, Lubis CP. Infestasi parasit usus di 4 (empat) desa Tapanuli Selatan, sumatra Utara, Indonesia. Di presentasikan pada KONIKA VI, Denpasar, 1984.

Tjaij JK, Raid N, Sutanto AH. Yomesan (Bayer 2353) in the treatment of Hymenolepis nana in Medan. Dibacakan pada 10th SEAMEO TROP.MED Seminar.Bangkok, 1971.

Tjaij JK, Raid N, Sutanto AH. Flagyl (Metronidazole) in the treatment of intestinal amoebiasis (Part One). peadiatrica Indonesiana; 11:112, 1971.

Lubis CP, Rusdidjas, Sutanto AH, Siregar H. Evaluasi dua cara pemeriksaan cacing tambang pada anak. Dibacakan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan BKGAI, Denpasar 1976.

Lubis H, Hamid' Ed, Lubis CP, Siregar H, Gani FH, Makmur H. Infestasi parasit usus pada anak yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak 1 ; RS dr. Pirngadi dan RS' FTP IX Medan. Naskah lengkap Pekan Ilmiah HUT XXX FK USU, Medan 1982.

Pasaribu S. Efikasi Oxantel-pyrantel Pamoate dosis tunggal padasoil transmitted helminthiasis. MEDlKA; 2:37-40. 1993.

Lubis CP, Adi Sutjipto, Siregar H. Kombinasi Pyrantel pamoate dan MebeLdazole pada pengobatan cacing tambang. Di presentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan BKGAI, Parapat 1977.


(10)

Harun SR, Putra ST, Wiharta AS, Chair I. Uji Klinis dalam Dasar-dasar : Metodologi Penelitian Klinis. Disunting oleh Sudigdo S & Sofyan Binarupa Aksara, Jakarta; 10-126:1995.

Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi .Penelitian Klinis. Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Gani EH. Khemoterapi masa kini untuk pengobatan soil transmitted helminthiasis. Dibacakan pada Simposium Sehari Peran serta masyarakat dalam usaha penanggulangan penyakit kecacingan. Medan, 1994.

Jannsen Phcmaceutica. Vermox. Indonesia. PT.Mekosin Indonesia. Helben. Indonesia.

Rollo IM. Drugs used in the chemotherapy of helminthiasis dalam Pharmacological Basis of Therapeutics 6th eds. Edited by Goodman and Gilman's. Mac Millan Publishing Co, INC, New York:1013-1037, 1964.

Sukorban S, Santoso SO. Khemoterapi parasit antelmintik dalam Farmakologi dan Terapi, edisi 2.FK. UI, Jakarta: 400-414, 1980.

Department of Helmintology, Faculty of Tropical Medicine. Helminth.Lab. Quantitative methods for worm burden DTM&H Course 1987.

Department of Helmintology, Faculty of Tropical Medicine. Helminth.Lab. Culture Technique nosis of Hookworm & related species. DTM & HCourse 1987.

Eddy Kosin. Albendazole suatu anthelmintik Baru dengan Spektrum Luas. Dibacakan pada Simposium Anthelmintik Generasi Baru di Denpasar dan Surabaya 1990. Mebendi N dkk, Albendazole in the treatment of intesinal Helminthiasis in zalre, Ann


(1)

55%. Dari 297 Orang ini yang terbanyak adalah Petani yaitu 282 orang, Buruh 13 orang dan Nelayan 2 orang (Tabel 3).

Sedangkan tingkat pendidikan orang tua yang terbanyak adalah Sekolah Dasar, disusul oleh Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Dan pada penelitian ini kami menemukan masih ada orang tua yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal (Tabel 4).

Tabel IV. Tingkat Pendidikan Orang Tua, Anak Sekolah Dasar Desa Tanjung Anom

Tingkat Pendidikan Ibu % Ayah %

Tidak Sekolah Sekolah dasar SLTP

SLTA PT

19 368 109 41

4

3 68 20 8 1

26 260 150 103 2

5 48 27 19 1

Jumlah 541 100 541 100

Dari 469 contoh tinja anak yang positif, 374 diantaranya adalah dengan infestasi campuran cacing usus diikut sertakan kelompok dalam penelitian ini. Kasus dibagi atas 2 (dua) kelompok percobaan yaitu mendapat kelompok A yang mendapat pengobatan dengan Albendazole 400 mg secara oral dan dosis tunggal, dan kelompok B yang mendapat pengobatan dengan pyrantel pamoate 10 mg/kgBB dosis tunggal dan Mebendazole 2 x 100 mg secara oral selama 3 hari. Masing-masing kelompok terdiri dari 187 subjek.


(2)

Tabel V. Karakteristik Klinis Dan Laboratorium Pada Masing – Masing Kelompok Pengobatan

KARAKTERISTIK KELOMPOK A

( n = 187 )

KELOMPOK B ( n = 187 ) Umur (tahun)

Mean (SD) Jarak

10 (2.1) 6.4 – 15.1

9.8 (1.9) 6.3 – 14.7 Kelamin

Laki – laki Perempuan

97 (51.9 %) 90 (48.1%

94 (50.2%) 93 (49.8 ) Status gizi

Baik Sedang Kurang Buruk

142 (75.9 %) 42 (22.5%)

3 (1.6%) -

125 (66.9 %) 58 (31.0%)

4 ( 2.1%) - Infestasi parasit

AL + CT AL + TT CT + CT + TT

3 (1.6%) 46 (24.6%) 57 (30.5%) 81 (43.3%) 2 (1.1%) 45 (24.1%) 94 (50.2%) 46 (24.6%) Efek samping obat

Menceret Pusing - 1 (0.5%) 2 (1.1%) 1 (0.5%) Keterangan :

AL = Ascaris lumbricoides ; CT = Cacing Tambang ; TT = Trichuris trichiura

Umur rata-rata kasus yang turut serta pada penelitian adalah 10 tahun (6.4 - 15.1) untuk kelompok A 9.8 dan tahun (6.3 - 14.7) untuk kelompok B.

Jenis kelamin dikedua kelompok ini tidak berbeda yaitu untuk laki-laki 97 (51.9%) : 94 (50.2%) dan perempuan 90' (48.1%) : 93 (49.8%).

Pada umumnya status gizi anak yang turut serta dalam penelitian adalah baik yaitu,75.9% dikelompok pengobatan A dan 66.9% di kelompok B. Sedangkan yang menderita gizi kurang hanya 3 anak dikelompok pengobatan A dan 4 anak dikelompok B.

Infestasi parasit pada kedua kelompok ini adalah gabungan antara Ascaris lumbricoides dengan Cacing tambang; Ascaris lumbricoides dengan Trichuris trichiura; Cacing tambang dan Trichuris trichiura. Proporsi infestasi parasit di kedua kelompok ini hampir sama kecuali pada infestasi gabungan Cacing tambang dengan Trichuris trichiura lebih banyak di kelompok B dan Ascaris lumbricoides, Cacing tambang dan Trichuris trichiura, lebih banyak di kelompok A.

Dari berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi, pada penelitian ini kami mendapatkan keluhan pusing sebanyak 1 (satu) kasus yang masing-masing di kelompok A dan B, serta 2 (dua) kasus dengan diare pada kelompok pengobatan B (Tabel 5). Secara keseluruhan ditemukan efek samping pada kelompok A sebesar 0.5% dan kelompok B


(3)

1.6%. Efek samping ini timbul pada hari pertama dan menghilang pada hari kedua (Tabel 5).

Dari 187 anak di kelompok pengobatan A yang mengikuti penelitian ini, ternyata 5 (3%) diantaranya dikeluarkan dari penelitian karena tidak memakan obat dengan alasan tidak mau makan obat dan tidak datatig ke sekolah pada hari pemberian obat.

Sedangkan darl kelompok B, 3 (2%) anak juga dikeluarkan dari penelitian karena tidak memeriksakan tinjanya setelah mendapat pengobatan Jadi yang mengikuti adalah 182 anak di kelompok A dan 185 anak di kelompok B ,dengan angka drop out 3% di kelompok A dan 2 % di kelompok B.

2 minggu setelah pemberian obat, tinja diperiksa kernbali dengan metoda yang sama untuk mengetahui angka kesembuhan dari masing-masing kelompok yang mendapat obat yang berbeda.

Tabel VI. Hasil Pengobatan 2 Minggu Setelah Pemberian Obat Kelompok

A

Pengobatan B

Total Total Sembuh

Tidak Sembuh

106 76

118 66

224 142

Jumlah 182 184 366

df = 1 x2 = 0.2943 p > 0.05

Ternyata hasil pengobatan diantara kedua regimen obat ini tidak berbeda secara bermakna dimana p > 0.05 (Tabel 6).

Satu minggu kemudian yaitu 3 minggu setelah pengobatan, tinja kembali diperiksa dan diperoleh hasil dimana pada kelompok I yaitu dengan pemberian Albendazole 400 mg/dosis tunggal memberikan hasil yang lebih baik dari kelompok II yang rnendapat gabungan Pyrantel parnoate 10 mg/kgBB/dosis tunggal dan Mebendazole 2 x 100 mg selama 3 hari, dan ini terbukti berbeda secara bermakna (p < 0.05) seperti yang terlihat pada tabel 7.

Tabel VII . Hasil Pengobatan 3 Minggu Setelah Pemberian Obat. Kelompok

A

Pengobatan B

Total Sembuh

Tidak Sembuh

163 19

148 36

311 55

Jumlah 182 184 366

df = 1 x2 = 0.0216 p < 0.05 DISKUSI

Dari penelitian Eddy Kosin (1989) Albendazole dengan dosis tunggal 400 mg angka penyembuhan untuk Ascariasis 96% Ancylostomiasis 96% Trichuriasis 70%.

Dan dikatakan bahwa Albedazole adalah suatu obat yang ideal untuk pengobatan massal terhadap cacing usus30.

Penelitian Hebendi dkk (1985) di Zaire, menggunakan Albendazole dan pyrantel pamoate. Didapatkan bahwa Albendazole 400 mg dosis tunggal efektif untuk soil


(4)

transmitted helminthiasis dengan angka penyembuhan : 99,3% - 100%, mempunyai spektrum luas sehingga dapat digunakan untuk terapi secara massal untuk infestasi campuran31.

Penelitian Lubis CP (1977), pada pengalaman klinis di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK USU menggunakan Pyrantel pamoate 10 mg/kg BB dosis tunggal dan Mebendazole 3 x 100 mg selama 3 hari berturut-turut setelah hari ke 11 Angka penyembuhan 100 % terhadap cacing tambang; Ascariasis 69.04% dan mendapat menjadi 100% pada evaluasi ke 11 sedangkan untuk Trichuriasis 52.38% dan meningkat menjadi 82.30% setelah evaluasi ke II20.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa pengobatan infeksi campuran soil transmitted helminthiasis setelah hari ke 21 antara Albendazole dengan Pyrantel pamoate Mebendazole memberikan hasil rang bermakna.

KESIMPULAN

Albendazole lebih efektif dari gabungan pyrantel pamoate Mebendazole pada infestasi campuran soil transmitted helminthiasis ;dengan cara pemberian yang sederhana dan efek samping yang minimal.

KEPUSTAKAAN

Alisah S; Abidin N [dan] Rasad R, 1990. Pengobatan infeksi nematoda usus dengan Mebendazole 500 mg dosis tungngal. MEDlKA;3:192-197. 1990.

Depary AA, 1994. Epidemiologi soil transmitted helminthiasis di Indonesia. Dibacakan pada Simposium Sehari Peran serta masyarakat dalam usaha penanggulangan penyakit kecacingan. Medan : [s.n].

Lubis CP, 1989. Pengobatan Helminthiasis, pengalaman klinis di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK. USU. Dibacakan pada Simposium Sehari Anthelmintik Generasi Baru. Medan: [s.n], 2 Desember 1989.

Pasaribu ,1989. Anthelmintik generasi baru. Dibacakan pada Simposium Sehari Anthelmintik Generasi baru. Medan, 2 Desember 1989.

Djali D. Prevalensi. Infeksi cacing usus dikalangan karyawan salah satu Bank di kota Medan MKI’;3 (11):83-85, 1981.

Jagota SC, 1986. Albendazole, a Broad Spectrum Anthelmintic, in the Treatment of Intenstinal Nematode and Cestode Infection: A Multicenter Study in 460 Patients. Clin.Ther ; 8 : 226-231, 1986.

Nokes C. Parasitic helminth infection and cognitive function in school children. Proc.R.Soc. London B.Biol.Sci; 247(1319):77-81, 1992.


(5)

Pasaribu S, 1988. Infestasi. cacing usus di bangsal anak , RSPM. MKN (edisi khussus)195-198, 1988.

Sutanto AH; Sembiring L [ and] Simatupang, J.A.Field ,1976. Survey on Ancylostomiasis in School Children. Paediatrica Indonesiana; 6: 453-457, 1976.

Tarigan S, Sembiring L, Simatupang J, Papitupulu L. Health status of pre school children in some settlement, of tobacco plantation labourers in North Sumatera. Paediatrica Indonesiana;17:317-372, 1977.

Simatupang J, Lubis CP, Siregar H, Siregar A, Lubis RM. The health status of Children in two rural areas of North Sumatera. MKI; 28.( 1) : 23, 1978.

Lubis CP, Siregar H, Siregar H, Siregar A, Lubis RM. The health status of children in two rural areas of North Sumatera. MKI;28(1):2-3, l978.

Lubis CP, Yoel ,C, Nurbafri NY, Napitupulu L. Intestinal parasitic infestation among children in six plantation, North Sumatera Indonesia. Di presentasikan pada International Congress of Pediatrics XVII, Ma1ila, 1983.

Pasaribu S, Lubis H, Nurbafri NY, Daulay AP, Lubis CP. Infestasi parasit usus di 4 (empat) desa Tapanuli Selatan, sumatra Utara, Indonesia. Di presentasikan pada KONIKA VI, Denpasar, 1984.

Tjaij JK, Raid N, Sutanto AH. Yomesan (Bayer 2353) in the treatment of Hymenolepis nana in Medan. Dibacakan pada 10th SEAMEO TROP.MED Seminar.Bangkok, 1971.

Tjaij JK, Raid N, Sutanto AH. Flagyl (Metronidazole) in the treatment of intestinal amoebiasis (Part One). peadiatrica Indonesiana; 11:112, 1971.

Lubis CP, Rusdidjas, Sutanto AH, Siregar H. Evaluasi dua cara pemeriksaan cacing tambang pada anak. Dibacakan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan BKGAI, Denpasar 1976.

Lubis H, Hamid' Ed, Lubis CP, Siregar H, Gani FH, Makmur H. Infestasi parasit usus pada anak yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak 1 ; RS dr. Pirngadi dan RS' FTP IX Medan. Naskah lengkap Pekan Ilmiah HUT XXX FK USU, Medan 1982.

Pasaribu S. Efikasi Oxantel-pyrantel Pamoate dosis tunggal padasoil transmitted helminthiasis. MEDlKA; 2:37-40. 1993.

Lubis CP, Adi Sutjipto, Siregar H. Kombinasi Pyrantel pamoate dan MebeLdazole pada pengobatan cacing tambang. Di presentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan BKGAI, Parapat 1977.


(6)

Harun SR, Putra ST, Wiharta AS, Chair I. Uji Klinis dalam Dasar-dasar : Metodologi Penelitian Klinis. Disunting oleh Sudigdo S & Sofyan Binarupa Aksara, Jakarta; 10-126:1995.

Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi .Penelitian Klinis. Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Gani EH. Khemoterapi masa kini untuk pengobatan soil transmitted helminthiasis. Dibacakan pada Simposium Sehari Peran serta masyarakat dalam usaha penanggulangan penyakit kecacingan. Medan, 1994.

Jannsen Phcmaceutica. Vermox. Indonesia. PT.Mekosin Indonesia. Helben. Indonesia.

Rollo IM. Drugs used in the chemotherapy of helminthiasis dalam Pharmacological Basis of Therapeutics 6th eds. Edited by Goodman and Gilman's. Mac Millan Publishing Co, INC, New York:1013-1037, 1964.

Sukorban S, Santoso SO. Khemoterapi parasit antelmintik dalam Farmakologi dan Terapi, edisi 2.FK. UI, Jakarta: 400-414, 1980.

Department of Helmintology, Faculty of Tropical Medicine. Helminth.Lab. Quantitative methods for worm burden DTM&H Course 1987.

Department of Helmintology, Faculty of Tropical Medicine. Helminth.Lab. Culture Technique nosis of Hookworm & related species. DTM & HCourse 1987.

Eddy Kosin. Albendazole suatu anthelmintik Baru dengan Spektrum Luas. Dibacakan pada Simposium Anthelmintik Generasi Baru di Denpasar dan Surabaya 1990. Mebendi N dkk, Albendazole in the treatment of intesinal Helminthiasis in zalre, Ann