Sistem Unikameral Sistematika Penulisan

of constitutional history bas been more deeply imbided than that which teaches the use of second chamber. 27 Mengikuti argumentasi itu, Lord Bryce mengatakan bahwa kamar kedua second chamber mempunyai empat fungsi, yaitu: a revision of legislation, b initiation of noncontroversional bills, c delaying legislation of fundamental constitutional importance so as ‘to enable the opinion of the nation to be adequately expressed upon it’ dan d public debate. 28 Dengan adanya kamar kedua, monopoli legislasi dalam satu kamar dapat dihindari. Karenanya, lembaga legislatif dua kamar mencegah pengesahan undang-undang secara tergesa-gesa dan tidak direncanakan dengan matang oleh majelis, perasaan sebagai kekuasaan yang tak terbatas pada pihak satu majelis, kesadaran sebagai satu-satunya kekuasaan untuk dimintai nasihat dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan dan tirani, sebaliknya setiap saat harus ada pusat resistensi terhadap kekuasaan yang dominan dalam suatu negara. 29 Bikemeral diartikan sebagai sistem yang terdiri atas dua kamar berbeda dan biasanya dipergunakan istilah majelis tinggi upper house dan majelis rendah lower house. Masing-masing kamar mencerminkan keterwakilan dari kelompok kepentingan masyarakat baik secara politik, teritorial ataupun fungsional. 30 27 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi ..., h. 235. 28 Reni Dwi Purnomowati, Implementasi Sistem Bikameral Dalam Parlemen Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2005, h. 15 29 Charles Simabura, Palemen Indonesia: Lintasan Sejarah dan Sistemnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 10. 30 Charles Simabura, Palemen Indonesia …, h. 36 Sehingga saat ini sistem bikameral diketegorikan dalam dua kelompok besar, yaitu bikameral kuat strong bicameralism dan bikameral lunak soft bicameralism. Pada strong bicameralism dalam arti kedua kamar dilengkapi dengan kewenangan yang sama-sama kuat dan saling mengibangi satu sama lain. Sedangkan soft bicameralism diartikan bahwa kedua kamar tidak memiliki kewenangan yang sama kuat. 31 Ada dua alasan para penyusun konstitusi memilih sistem bikameral. Alasan pertama adalah untuk membangun sebuah mekanisme pengawasan dan keseimbangan check and balances serta untuk pembahasan sekali lagi dalam bidang legislatif. Alasan yang kedua adalah untuk membentuk perwakilan untuk menampung kepentingan tertentu yang biasanya tidak cukup terwakili oleh majelis pertama. Secara khusus bikameral telah dipergunakan untuk menjamin perwakilan yang memadai untuk daerah-daerah di dalam lembaga legislatif. Hasil dari kesenjangan representasi di majelis kedua amat bervariasi di dalam berbagai sistem di dunia. 32 Menurut Arent Lijphart, 33 ada enam perbedaan antara kamar pertama dan kamar kedua. Dari enam perbedaan tersebut, terdapat tiga hal yang secara khusus penting dalam membedakan apakah bikameralisme adalah suatu institusi yang 31 Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konpress, 2006, h. 186. 32 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia …, h. 61. 33 Charles Simabura, Palemen Indonesia …., h. 41. signifikan. ketiga perbedaan yang signifikan tersebut diantaranya adalah, Pertama, kamar kedua cenderung lebih kecil dari kamar pertama. Kedua, adalah masa jabatan legislatif kamar kedua cenderung lebih lama daripada di kamar pertama. Ketiga, ciri-ciri umum yang lain dari kamar kedua dipilih dengan cara pemilihan umum bertahap staggered election Sistem bikameral dapat digolongkan sebagai „kuat’ strong dan „lunak’ soft. Dalam membagi antara parlemen kuat dan lemah Arent Lijphart membedakan menjadi tiga ciri sebagai berikut. 34 Pertama, kekuasaan yang diberikan secara formal oleh konstitusi terhadap kedua kamar tersebut. Pola yang umum terhadap kamar kedua adalah bahwa kamar kedua cenderung subordinat terhadap kamar kedua. Sebagai contoh, suara negatif negatives votes mereka pada pengusulan legislasi seringkali diabaikan oleh kamar pertama, dan dalam paling banyak sistem parlementer kabinet bertanggungjawab secara ekslusif kepada kamar pertama. Kedua, kepentingan politik yang sesungguhnya dari kamar kedua tidak hanya tergantung dari kekuasaan formalnya dalam konstitusi, tetapi juga bagaimana metode seleksi mereka. Semua kamar pertama paling banyak dipilih secara langsung oleh pemilih, tetapi anggota kamar kedua paling banyak dipilih secara tidak langsung biasanya dibawah tingkatan dari pemerintah nasional. Kamar kedua yang dipilih secara langsung kurang mempunyai legitimasi 34 Reni Dwi Purnomowati, Implementasi Sistem Bikameral …, h. 21.

Dokumen yang terkait

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Implikasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Terhadap Kewenangan DPR RI Dalam Hal Penentuan Pimpinan DPR Dan Hak Imunitas DPR.

1 35 32

Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Peradilan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Studi Kasus Setya Novanto Ketua DPR RI Periode 2014-2019)

2 12 88

Kewenangan Badan Legislasi Sebagai Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam Penyelesaian dan Optimalisasi Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015-2016

2 17 80

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 3 88

HAK IMUNITAS ANGGOTA DPR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD DAN DPRD (Studi Tentang Hak Asasi Manusia).

0 0 6

ANALISIS TERHADAP HAK IMUNITAS ANGGOTA DPR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD DAN DPRD DITINJAU DARI PRINSIP NEGARA HUKUM.

0 0 14

SISTEM PEMILIHAN PIMPINAN DPR RI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD DAN DPRD : PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH.

0 0 105

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92 Puu-X 2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 0 2

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

0 0 16