POTENSI PENYERAPAN KARBON PADA TEGAKAN DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica) DI PEKON GUNUNG KEMALA KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(1)

ABSTRAK

POTENSI PENYERAPAN KARBON PADA TEGAKAN DAMAR MATA KUCING(Shorea javanica)DI PEKON GUNUNG KEMALA KRUI

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

ANNA HERLIYANTI MAOELANA PUTRI

Berdasarkan isu yang berkembang dan mengingat pentingnya peran hutan dalam menyerap karbon dari udara dan biomassa hutan maka perlu banyak penelitian yang bisa mendorong pengembangan lebih lanjut dari penyerapan karbon dalam biomassa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi karbon yang tersimpan di tegakan damar mata kucing (Shorea javanica). Penelitian dilaksanakan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat, dari bulan Mei sampai Juni 2013. Metode yang digunakan adalah metode non-destruktif, metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Estimasi potensi serapan karbon pada tegakan dengan diameter >30cm menggunakan persamaan yang telah divalidasi. Pendugaan hubungan dan pengaruh biomassa dan karbon menggunakan uji regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa total sebesar 249,72 ton/ha dan penyerapan karbon pada tegakan damar mata kucing sebesar 124,86 ton/ha. Berdasarkan dari hasil uji statistik sehingga didapat persamaan linear regresi berganda pada potensi penyerapan karbon di Pekon Gunung Kemala, yaitu Y(biomassa)= -518,59+ 15,31(kerapatan)+ 9,02(diameter)

(R2= 0,97) dan Y(karbon)= -259,43 + 7,67(kerapatan)+ 4,51(diameter)(R2= 0,97).

Kata kunci: damar mata kucing, penyerapan karbon, metode non-destruktif, statistik


(2)

CARBON SEQUESTRATION POTENTIAL OF THE STANDS DAMAR MATA KUCING (SHOREA JAVANICA) PEKON GUNUNG KEMALA KRUI WEST

LAMPUNG BARAT

By

ANNA HERLIYANTI MAOELANA PUTRI

Based on the evolving issues and given the importance role of forests in absorbing carbon from the air and forest biomass, need a lot of researches that could encourage the further development of carbon in biomass. The purpose of this study was to determine the potential for carbon stored in standing damar mata kucing (Shorea javanica). The experiment was conducted at Pekon Gunung Kemala Krui West Lampung, from May to Juni 2013. Method used is non-destructive method. This method is a way of sampling to perform measurements without harvesting. The estimation of carbon potential take in stand swith height >30cm using equations that have been validated. Estimation the relationship and influence of biomass and carbon is to make regression test. The results showed that the total biomass of 249,72 tons/ha and carbon sequestration in stands of damar mata kucing and 124,86 tons/ha. Based on the results of statistical tests in order to get the linear regression equation of the potential for carbon sequestration in Pekon Mount Kemala, namely Y(biomass) = -518,59 + 15,31(density) + 9,02 (height)

(R2= 0,97) and Y(carbon)= -259,43 + 7,67(density)+ 4,51(height)(R2= 0,97).

Key words : damar mata kucing, carbon sequestration, non-destructive method, SPSS


(3)

(4)

(5)

(6)

SANWACANA

Assalamu’alaikumwr. wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Penyerapan Karbon pada Tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) di PekonGunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif atau membangun dari semua pihak agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak sebagai berikut.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P., selaku Pembimbing Utama atas kesedianya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini ;


(7)

iv 2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S., selaku penguji utama pada ujian skripsi, atas kesedianya memberikan masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini ;

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Unila;

5. Bapak dan Ibu Dosen Serta Staf Administrasi Jurusan Kehutanan dan Fakultas Pertanian Unila;

6. Teman- teman yang telah membantu mengambil data di lapangan Bang Eko Prasondita, bang Subki, bang Bangkit dan bang Supri.

Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi perkembangan Program Studi Jurusan Kehutanan di masa mendatang dan dapat bermanfaat bagi saya khususnya bagi para pembaca. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas semua bantuannya semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal atas kebaikannya .Amin YaaRobbal’Alamiin.

Bandar Lampung, Oktober 2014


(8)

Ayahanda dan Ibunda tersayang serta adik- adikku tercinta,

terimakasih atas kasih sayang, doa dan dukunganya baik

secara moril maupun materil dalam upaya saya mewujudkan

cita-cita. Semoga Allah memberi saya kesempatan untuk

membahagiakan kalian.

Semua pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengarahan

kepada penulis dan Almamater tercinta.

Saudara – saudara Sylvester 08 yang sama- sama merintih

meraih cerita, sahabat susah dan senang Risa, Tyas, Duma,

Amel dan Bung TNI (Dani) terimakasih atas doa dan dukungan


(9)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Anna Herliyanti Maoelana Putri dilahirkan pada tanggal 9 Agustus 1990 di Natar. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. Agus Maoelana dan Ibu Elidar.

Pendidikan penulis diawali di TK Aisyah Kecamatan Telukbetung Selatan, Kota Bandar Lampung. Pendidikan dasar penulis ditempuh pada tahun 1997 di SDN 1 Kupang Kota Kecamatan Telukbetung Utara, Kota Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002. Penulis kemudian melanjutkan ke SLTPN 17 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Arjuna Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis kembali meneruskan pendidikan dan diterima di Universitas Lampung Bandar Lampung di Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan melalui jalur mandiri (UM).

Selama menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA) Fakultas pertanian. Pada tahun 2009, penulis dipercayai sebagai Anggota Utama Himasylva. Pada tahun 2010 penulis menjadi pengurus Himasylva di bidang V Kewirausahaan, Pada tahun 2012 penulis menjadi Bendahara Umum


(10)

Himasyla.Pada tahun 2011 penulis melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur. Penulis mengikuti praktik umum (PU) tahun 2012 di BKPH Tambakan KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Gelar Sarjana Kehutanan Universitas Lampung penulis peroleh dengan menyelesaikan skripsi berjudul Potensi Penyerapan Karbon pada Tegakan Damar Mata Kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat di bawah bimbingan Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P.


(11)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanasan global merupakan salah satu isu lingkungan penting yang saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Pemanasan global merupakan efek gas rumah kaca, dimana energi yang diterima dari sinar matahari diserap sebagai radiasi gelombang pendek dan dipantulkan ke atmosfer dalam bentuk panas. Akibat pemanasan global, terjadi perubahan iklim global yang menyebabkan peningkatan temperatur udara rata-rata, laut dan permukaan. Kerusakan hutan merupakan salah satu penyebab perubahan iklim global. Hal ini disebabkan karena menurunya penyerapan karbondioksida (CO2) di atmosfer. Karbondioksida (CO2)

di atmosfer dapat diserap oleh pohon melalui proses fotosintesis. Tanaman atau pohon di hutan berfungsi sebagai tempat penimbunan dan pengendapan karbon dan istilah ini di sebut rosot karbon. Proses penyimpanan karbon di dalam tanaman yang sedang tumbuh disebut sebagai sekuestrasi karbon (carbon sequestration). Jumlah karbon yang ditimbun dalam tanaman sangat bergantung pada jenis dan sifat tanaman itu sendiri (Pamudji, 2011).

Jenis vegetasi berkayu yang cepat tumbuh dapat menyerap karbon lebih tinggi dibandingkan vegetasi yang lambat tumbuh. Vegetasi yang lebih cepat tumbuh sebagian besar memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pengukuran


(12)

pendugaan potensi serapan karbon yang ada dalam vegetasi itu. Hal ini disebabkan oleh bentuk batang yang relatif kurang silindris dan akar yang meluas, sehingga metode yang digunakan dapat berbeda-beda berdasarkan jenis vegetasi tersebut. Damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan tanaman berkayu dan tergolong sebagai kayu daun lebar keras ringan (Handoko, 2007)

Kemampuan tegakan damar dalam penyerapan karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca dipengaruhi oleh ketersediaan biomassa yang terdapat di dalamnya. Hairiah dan Rahayu (2007) menyebutkan bahwa proporsi terbesar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Potensi penyerapan karbon pada tegakan damar mata kucing dirasa penting karena melihat pentingnya peranan hutan adat dalam mengoptimalisasikan fungsi lahan termasuk dalam menyerap karbon. Kemampuan tegakan damar mata kucing dalam penyerapan karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca dipengaruhi oleh ketersediaan biomassa yang terdapat didalamnya. Untuk itu diperlukan penelitian tentang jumlah karbon yang mampu diserap oleh damar mata kucing karena penelitian potensi penyerapan karbon pada tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) masih sangat terbatas.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Mengetahui besarnya potensi serapan karbon dari tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala, Krui, Kabupaten Lampung Barat.


(13)

3

C. Manfaat Penelitian

a. Bagi masyarakat agar dapat mempertahankan kelestarian damar mata kucing (Shorea javanica) dan dijadikan sebagai bahan informasi dalam pengembangan potensi karbon yang dapat memberikan manfaat ekologis.

b. Bagi pemerintah dijadikan sebagai informasi potensi simpanan karbon dari tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala sehingga mendukung kebijakan pemerintah dalam pengurangan emisi karbon.

D. Kerangka Pemikiran

Damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan jenis vegetasi yang memiliki berbagai macam manfaat, diantaranya hasil hutan berupa kayu, getah dan potensi daya serap karbon yang baik. Pekon Gunung Kemala Krui Lampung Barat merupakan salah satu pekon yang memiliki potensi sumberdaya alam berupa tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) yang cukup besar.

Sumberdaya dari damar mata kucing (Shorea javanica), baik yang sengaja ditanam maupun yang tidak sengaja ditanam merupakan suatu tatanan ekosistem hutan yang dapat dimanfaatkan potensinya sebagai penyerap karbon. Kemampuan tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) dalam penyerapan karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca dipengaruhi oleh ketersediaan biomassa yang terdapat didalamnya. Pengukuran biomassa dilakukan pada bagian vegetasi yang hidup yaitu pohon yang berdiameter >30 cm (Hairiah dkk, 2011). Pengambilan data biomassa di atas permukaan tanah yang akan diambil adalah biomassa pohon.


(14)

Pengambilan contoh biomassa pohon menggunakan metode tanpa pemanenan (non- destruktif) dimana data yang diambil adalah data nomor pohon sampel, dan diameter pohon (Hairiah dkk, 2011). Pendugaan kandungan biomassa dari pohon dilakukan dengan persamaan allometrik yang telah ada. Brown (1997) menyatakan bahwa kandungan karbon dari pohon adalah 50% dari kandungan biomassa. Setelah dilakukan pendugaan karbon tersebut maka diketahui sumbangan karbon dari tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala, Krui, Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan uraian di atas maka bagan kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran. Biomassa Pohon Metode Tanpa Pemanenan (non-Destruktif) Biomassa di atas permukaan

Nomor Pohon

Persamaan Allometrik (Biomassa) Kandungan C Tersimpan dalam tegakan damar mata kucing (Shorea javanica)

Sumbangan Karbon dari Tegakandamar mata kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten

Lampung Barat

Tegakan damar mata kucing (Shorea javanica)


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Repong Damar

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 47/kpts-II/1998, yang menetapkan 29.000 ha kawasan hutan lindung dan produksi terbatas di Lampung yang berupawanataniasli repong damar sebagai kawasan dengan tujuan istimewa (KDTI). Hak pengelolaan diberikan kepada 16 masyarakat adat setempat. SK ini mengakui pola pengelolaan sumberdaya hutan dalam bentuk wanatani asli oleh masyarakat adat peminggir/krui.

Repong dalam terminologi krui adalah sebidang lahan kering yang di tumbuhi beranekaragam jenis tanaman produktif, umumnya tanaman tua (perennial crops) seperti damar, duku, petai, jengkol, dan beragam jenis kayu yang bernilai ekonomis serta beragam jenis tumbuhan liar yang dibiarkan hidup. Disebut Repong Damar karena pohon damar adalah tegakan yang dominan jumlahnya pada setiap bidang (Lubis,1997).

Damar mata kucing (Shorea javanica), tergolong dalam famili Dipterocarpacea. Shorea javanica di pasaran Internasional dikenal sebagai meranti putih (white meranti), dan tergolong sebagai kayu keras ringan (light hard wood) sedangkan di berbagai macam daerah di Indonesia dikenal dengan berbagai nama daerah, yakni pelangar lenga (Jawa), damar saga (Sumatera Barat), damar sibolga


(16)

(Sumatera Utara), damar puteh (Aceh), wuluh/lengah atau kapur (Subah/Pekalongan).

Klasifikasi damar kata kucing (Shorea javanica) Kingdom : Plantae

Division : Spermathopyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Theales

Famili : Dipterocarpaceae Genus : Shorea

Spesies :Shorea javanica(Gustrini, 2009).

Damar memiliki resin yang keras, padat, mudah pecah dan mengandung minyak esensial yang dapat diuapkan dalam yang jumlah kecil. Walaupun semua dipterocarpaceae menghasilkan damar, hanya sebagian kecil yang memiliki nilai komersil.

Damar mata kucing memiliki bentuk batang lurus, silindris, damar mata kucing (Shorea javanica) tingginya dapat mencapai 40-50 m, diameter batang dapat mencapai lebih dari 150 cm, batang bulat dan lurus dengan banir dapat mencapai 1,5 m. Batang berwarna kelabu tua sampai sawo matang dan beralur dangkal, kulit batang tebal berwarna coklat dan bagian dalam terdapat jaringan yang mengadung resin yang berwarna kekuningan. Tajuk lebat, hijau dan tidak menggugurkan daun. Daun agak tebal berbentuk lonjong atau bulat telur memanjang.


(17)

7 Damar mata kucing (Shorea javanica) tumbuh di hutan hujan tropis dengan curah hujan rata-rata 3300 mm/tahun. Tumbuh pada tanah kering atau tanah yang tergenang air misalnya hutan, rawa, tanah liat, tanah berpasir maupun berbatu. Tanah tempat tumbuhnya adalah tanah yang sarang, agak rapat, dan subur dengan pH antara 5,9-6,3. Umumnya tumbuh pada tanah latasol, podsolik merah kuning, dan podsolik kuning dengan tipe iklim A atau B (Abdullah, 2007).

Damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan salah satu tananaman yang mampu memberikan produksi baik kayu maupun hasil lainnya (bukan kayu). Pohon ini menghasilkan getah yang memiliki kualitas tinggi yang dikenal dengan namadamar mata kucing. Provinsi Lampung yang merupakan salah satu daerah penghasil getah ini, memilki hutan damar seluas 17.500 ha. Berdasarkan luasan tersebut, 7.500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola dengan berbagai sistem budidaya atau usaha tani.

Damar mata kucing (Shorea javanica)yang tumbuh baik di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan maluku selain diambil getahnya, kayunya juga dimanfaatkan. Daerah krui (Lampung Barat), damar mata kucing ( Shorea javanica) telah lama di usahakan oleh rakyat untuk diambil getahnya, hal ini sudah terjadi beberapa generasi, sehingga bertani damar telah merupakan mata pencaharian pokok untuk daerah ini. Dalam rangka memaksimalkan fungsi hutan, maka peningkatan produksi hutan baik kayu maupun non kayu perlu dilakukan.

Menurut Michon, dkk, (1994) dalam Rizon, (2005) menjelaskan tahapan pengembangan repong damar dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:


(18)

a. Secara ekologis dimana fase perkembangan menyerupai tahapan dengan segala keuntungan ekologisnya, seperti perlindungan tanah, evolusi iklim mikro, dan lain sebagainya.

b. Secara segi teknis budidaya, tahap - tahap penanaman tanaman produktif, mulai dari tanaman subsisten sampai tanaman tua, berikut perawatanya, disengaja atau tidak oleh petani. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan pengembangan repong damar bisa membuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dimana teknis budidaya dapat berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu sama lain.

B. Hutan Adat

Hutan marga merupakan istilah lokal di lokasi Lampung Barat. Hutan marga adalah wilayah hutan non kawasan hutan marga yang lahanya dikuasiai secara komunal oleh masyarakat adat atau ulayat secara turun temurun berdasarkan kesepakatan adat dan belum diatur secara legal formal (Wulandari dan Cahyaningsih, 2011).

Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolanya diserahkan pada masyarakat hukum adat (undang-undang No. 41 Tahun 1999). Berarti masyarakat adat yang masih “hidup”. Tetapi pada

kenyataanya hutan adat tidak selalu berada dalam kawasan hutan Negara, melainkan juga dimungkinkan berada di dalam hutan hak yang dimiliki dan dikelola secara kolektif oleh masyarakat hukum adat. Hukum adat sebenarnya adalah merupakan salah satu bentuk hutan komunal (Warsito, 2005).


(19)

9 Hutan komunal bisa dirtikan sebagai hutan yang dikelola oleh suatu unit komunitas masyarakat. Pengertian komunitas masyarakat itu sendiri bisa berlaku pada setiap tingkatan unit komunitas. Hutan komunal sebenarnya sebagai bentuk kepeguasaan hutan yang berlainan dengan hutan milik individual (Warsito, 2005).

C. Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan

bantuan cahaya matahari dan dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui prose fotosintesis. Hasil fotosintesis

iniantara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen (Adi, 2009).

Hutan alami merupakan penyimpanan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sisitem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan jenis keragaman pohonya tinggi, dengan tumbuhan bawah dan serasah di permukaan tanah yang banyak. Dengan demikian jumlah C yang disimpan di hutan sangat bervariasi antar sistem penggunaan lahan, antar tempat dan antar pengelolaan. Jumlah C yang tersimpan di daratan khususnya dalam vegetasi dan tanah sekitar 3.5 kali lebih besar dari jumlah C yang ada di atmosfer dan pertukaran C di daratan dikontrol oleh proses fotosintesis dan respirasi.

Sobirin (2010) setiap tahun tumbuhan-tumbuhan mempersenyawakan 150.000 juta ton CO2dan 25.000 juta ton hidrogen (H) dengan membebaskan 400.000 juta


(20)

ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam, 1 ha daun-daunan hjau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan

CO2 yang dihembuskan oleh manusia sebanyak 2000 orang dalam waktu yang

sama. Setiap pohon yang ditanam mempunyai kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata 5 pendingin udara (AC) yang dioperasikan 20 jam secara terus-menerus setiap harinya. Setiap ha pepohonan mampu menetralkan CO2

yang dikeluarkan oleh 20 kensaraan. Akan tetapi hal-hal tersebut tidak terlepas dari faktor pemilihan jenis tanaman.

Pada skala global C tersimpan dalam tanah jauh lebih besar daripada yang tersimpan di vegetasi. Tanah merupakan penyimpanan C terbesar pada semua regional ekosistem (bioma), sedang vegetasi penyimpan C terbesar adalah pada bioma hutan. Pada hutan di daerah dingin, proporsi C tersimpan di tanah lebih besar daripada di vegetasi, dan proporsinya jauh lebih besar daripada di hutan tropis atau subtropis.

Menurut Hairiah (2007), pada ekosistem daratan ada 3 faktor yang mempengaruhi besarnya penyerapan karbon, yaitu:

a. Vegetasi : komposisi jenis, srtuktur dan umur tanaman.

b. Kondisi tempat : variasi iklim, tanah, adanya gangguan alam (misalnya kebakaran hutan).

c. Pengelolaan (alih guna lahan hutan mrnjadi lahan pertanian) dan adanya respon ekosistem daratan terhadap peningkatan konsentrasi CO2di atmosfer.

Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi, sehingga hasil yang diperoleh akan ditentukan oleh kekuatan setiap faktor.


(21)

11 D. Biomassa

Suatu sifat fisiologis yang hanya dimiliki oleh tumbuhan adalah kemampuan untuk menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan dalam tubuh tanaman. Pada tubuh tanaman terdapat peristiwa fotosintesis dimana dalam pertumbuhan tanaman tersebut dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar, faktor dalam meliputi sifat-sifat yang diturunkan dan proses-proses fisiologis, sedangkan faktor luar meluputi cahaya air, tanah (unsur hara dan mineral).

Begitu halnya pada biomassa hutan baik pada hutan alam maupun tanaman, kandungan biomassa hutan sangat tergantung pada hasil yang diperoleh selama proses fotosintesis. Menurut Purwanto, (2008) faktor- faktor yang mempengaruhi biomassa hutan adalah.

a. Umur tegakan b. Sejarah tegakan

c. Praktek pengelolaan hutan termasuk penyiapan lahan d. Konversi lahan hutan menjadi lahan non hutan.

Pengertian biomassa ditinjau dari asal kata bio dan massa, sehingga biomassa tanaman adalah massa dari bagian hidup tanaman. Bio mengandung pengertian bagian dari mahluk hidup. Massa mengandung pengertian yang sama dengan yang terdapat dalam fisika yaitu parameter kepadatan dari suatu benda atau zat yang memberikan unsur percepatanya bila suatu gaya diberikan. Dengan demikian biomassa tanaman adalah bahan hidup yang dihasilkan tanaman yang bebas dari pengaruh gravitasi, sehingga nilainya tidak sama dengan berat yang


(22)

tergantung kepada tempat penimbangan dan berhubungan dengan gaya gravitasi (Handoko, 2007).

Biomassa adalah jumlah total bahan organik hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit luas (Brown, 1997). Komponen biomassa hutan sendiri terdiri dari biomassa hidup di atas dan di bawah permukaan tanah antara lain berupa pohon, semak belukar, semai, akar, epifit, dan tumbuhan menjalar lainya. Biomassa juga dapat berasal dari tanaman yang sudah mati seperti serasah kayu. Stok biomassa yang terdapat dalam tiap pohon atau tegakan hutan dapat berubah-ubah.

Perubahan stok biomassa dapat dipengaruhi oleh waktu dan gangguan terhadap hutan baik secara alami maupun akibat kegiatan manusia. Banyaknya biomassa hutan sangat tergantung pada hasil yang diperoleh selama proses fotosintesis. Asimilasi CO2 merupakan hasil penyerapan energi matahari dan akibat radiasi

matahari, berdasarkan keadaan iklim, maka faktor utama yang mempengaruhi berat kering hasil panen ialah radiasi matahari yang diabsorsi dan efisiensi pemanfaatan energi matahari tersebut untuk fiksasi CO2(Lukito, 2010).

Biomassa digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (Source) dan rosot (Sinks) dari karbon. Jumlah persediaan biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkan hutan. Natalia (2013), menyatakan bahwa biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu di atas permukaan tanah (above ground


(23)

13 biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Jumlah jenis, kerapatan dan penyebaran jenis penting dalam keterwakilan pengambilan contoh biomassa dan kandungan hara Isotomo dalam Natalia (2013).

Sutaryo (2009) menuliskan bahwa dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah.

a. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji, dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah hutan di lantai hutan.

b. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

c. Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggal dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.


(24)

d. Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

E. Pendugaan Biomassa

Pendugaan biomassa dapat melalui pengukuran secara langsung pada beberapa komponen pohon (batang, ranting, akar, dandaun) yang selanjutnya menghitung berat keringnya setelah dimasukan ke dalam oven. Alternatif yang lainnya yaitu menggunakan persamaan allometrik antara berat kering dengan dimensi pohon yang mudah diukur, yaitu diameter (Whitmore, 1984).

Biomassa suatu vegetasi diketahui maka dapat diperoleh informasi mengenai kandungan karbon yang tersimpan di dalam vegetasi tersebut. Pada umumnya terdapat dua metode pendugaan biomassa yaitu metode destruktif dan metode allomterik. Metode destruktif sampel yang diambil sangat tergantung pada homogenitas dari tegakan vegetasinya sehingga data yang didapat akan semakin akurat. Tegakan yang akan diambil sampelnya ditebang dan ditimbang (berat basah) kemudian dikeringkan untuk mendapatkan konversi berat kering (Murdiyarso dkk.,1994).

F. Penghitungan Biomassa

Beberapa istilah dalam perhitungan biomassa diantaranya disebutkan dalam Clark (1979) sebagai berikut.

a) Biomassa hutan (forest biomass) adalah keseluruhan volume mahluk hidup dari semua spesies pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi kedalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak, dan vegetasi yang lain.


(25)

15 b) Pohon secara lengkap (complete tree) berisikan keseluruhan komponen dari

suatu pohon termasuk akar, tunggal/tunggak, batang, cabang dan daun.

c) Tinggal dan akar (stump and rools) mengacu kepada tunggul, dengan ketinggian tertentu yang ditetapkan oleh praktek- praktek setempat dan keseluruhan akar.

d) Batang diatas tunggu (tree above stump) merupakan seluruh komponen pohon kecuali akar dan tunggul. Dalam kegiatan forest biomass inventories, pengukuran sering dikatakan bahwa biomassa pohon secara lengkap.

e) Batang (stem) adalah komponan pohon mulai di atas tunggul hingga ke Pucuk dengan mengecualikan cabang dan daun.

f) Cabang (branches) semua dahan dan ranting kecuali daun. g) Dedaunan (foliage) semua duri-duri, daun, bunga dan buah.

Metode pengukuran biomassa ada empat cara utama yaitu:

a) Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secarain situ. b) Metode sampling tanpapemanenan (non-destructive sampling) dengan data

pendataan hutan secarain situ.

c) Metode pendugaan melalui penginderaan jauh dan. d) Metode pembuatan model.

Masing- masing metode menggunakan persamaan allometrik karena untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koofisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standar ini dapat mengakibatkan galat (error) yang


(26)

signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Australian Greenhouse Office, 1999).

Menurut Sutaryo (2009) menyatakan ada 4 (empat) cara utama untuk menghitung biomassa yaitu:

a. Sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secarain situ.

Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa hutan, dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk menghitung biomassa pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat memakan waktu.

Prosedur umum untuk membuat estimasi berat dari individu masing-masing pohon yang menjadi bagian dalam pemanenan biomassa (destructive sampling) adalah sebagai berikut:

 Pohon ditebang dan dipisahkan material yang ada sesuai dengan komponen dari pohon tersebut.

 Setiap komponen, bagian-demi bagian dibagi dan ditimbang.  Masing-masing komponen diambil sub-contoh.

 Menentukan volume dari sub-contoh dengan metode penenggelaman dalam air atau metode lainnya (optional).

 Sub-contoh dikeringkan dengan oven,kemudian masing-masing sub contoh ditimbang.


(27)

17  Menetapkan total berat kering dari masing-masing bagian.

 Menetapkan faktor kepadatan berat basah dan berat kering untuk setiap komponen.

 Berat masing-masing komponen dijumlahkan untuk mendapatkan berat keseluruhan pohon.

Berat basah keseluruhan pohon dan komponen-komponennya dapat dibagi atau dibedakan dengan cara ini atau melalui cara sampling. Pembagian komponen-komponen berdasarkan kadar air dan berat kering umumya memerlukan proses laboratorium. Metode untuk mengestimasikan berat dan volume tumbuhan bawah dan vegetasi lain mengandung prinsip yang sama dengan pengukuran untuk pohon. Variabel bebas untuk fungsi (persamaan) berat kering dalam beberapa kasus dapat pula disamakan seperti tinggi dan densitas vegetasi (Sutaryo, 2009).

b. Sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling).

Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengkukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa (Sutaryo, 2009).

c. Pendugaan melalui penginderaan jauh.

Menurut Sutaryo (2009), penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Kendala yang umumnya adalah karena teknologi ini relatif mahal dan secara teknis membutuhkan keahlian tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh pelaksana


(28)

proyek. Metode ini juga kurang efektif pada daearah aliran sungai, pedesaan atau wanatani (agroforestri) yang berupa mosaic dari berbagai penggunaan lahan dengan persil berukuran kecil (beberapa ha saja).

Hasil penginderaan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil pengideraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar (Sutaryo, 2009).

d. Pembuatan model.

Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamtan in situ atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa (Sutaryo, 2009).

Penelitian yang dilakukan di Pekon Gunung Kemala hanya menggunakan metode tanpa pemanenan pada tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) yang masih berdiri dilakukan untuk menghindari resiko kerusakan tersebut. Sampling dengan pemanenan, penginderaan jauh dan pembuatan model tidak dilakukan, selain karena keterbatasan alat, metode dengan pengambilan


(29)

19 sampling tanpa pemanenan sudah cukup untuk melengkapi data penghitungan biomassa.

G. Persamaan Allometrik

Allometrik didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran salah satu bagianorganisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa hutan/pohon persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan.

Untuk menaksir potensi pohon sebagai penyerap dan penyimpan karbon, dibutuhkan penaksiran (estimasi) biomassa pohon. Penggunaan rumus allometrik sederhana yang dapat mewakili berbagai jenis pohon yang tumbuh di hutan alami dari berbagai negara mungkin dapat digunakan untuk mengurangi perusakan hutan alam selama pengukuran. Biomassa pohon di hutan sekunder atau di lahan agroforestri biasanya ditaksir dengan menggunakan rumus allometrik sederhana yang digunakan oleh Ketterings, dkk (2001).


(30)

Tabel 1. Model persamaan allometrik yang digunakan

No Jenis Tegakan Persamaan Allometrik

(Sumber) 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Mahoni * Sonokeling* Jati * Sengon * Akasia *

Pohon- pohon bercabang ** Pohon tidak bercabang ** Kopi **

Pisang ** Palm ** Bambu **

BK= 0,902(D2H)0,08 (Purwanto, 2009) BK= 0,745(D2H)0,64 (Purwanto, 2009) BK= 0,015(D2H)1,08 (Purwanto, 2009) BK = 0,020 (D2H)0,93 (Purwanto,2009) BK=0,077 (D2H)0,90 (Purwanto,2009) BK=0,11ρ(D)2,62 (Ketterings, 2001)

BK=π ρD2H/40 (Hairiah,2002) BK=0,281(D)2,06 (Arifin, 2001) BK=0,030(D)2,13

(Arifin 2001, Van Noordwijk,2000) BK=BA*H*ρ

(Hairiah, 2000) BK=0,131(D)2,28 (Priyadarsini,2000) Sumber : * = Balai Pemantapan Kawasan Hutan XI,2009 ** = Hairiah dan Rahayu, 2007

H. Potensi Karbon Hutan

Potensi karbon tersimpan pada berbagai jenis umur dan umur tanaman berbeda-beda. Potensi penyerapan karbon cenderung semakin besar dengan meningkatnya umur tanaman. Kemampuan hutan tanaman dalam menyerap karbon tersebut dipengaruhi oleh jenis yang ditanam kondisi tempat tumbuh, dan intensitas pemeliharaanya. Hal inilah yang membedakan kemampuan hutan tanaman dalam menyerap karbon dibandingkan dengan hutan alam.


(31)

21 Untuk mengetahui potensi karbon tersimpan dalam jumlah karbon yang disimpan dalam biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya karbondioksida (CO2) di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan

pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati secar tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara.

Proporsi tersebar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.

Pemanenan kayu merupakan penyebab utama penurunan jumlah stok karbon yang diserap oleh hutan dimana karbon yang ditinggalkan di dalam tegakan terdapat di bawah permukaan tanah, tegakan tinggal, semai, tumbuhan bawah, dan limbah kegiatan pemanenan kayu ( Hairiah dkk., 2007).

Lasco (2006) menyatakan bahwa aktivitas pemanenan kayu berperan dalam menurunkan cadangan karbon diatas permukaan tanah minimal 50%. Cadangan karbon yang hilang dapat dikurangi dengan melaksanakan teknik pemanenan berdampak rendah. Berdasarkan keberadaanya di alam karbon dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:  Biomassa Pohon

Proporsi terbesar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama


(32)

pengukuran biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.

 Biomassa tumbuhan bawah

Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang <5cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).

 Nekromasa

Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari karbon dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan karbon yang akurat.

 Serasah

Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

b. karbon di dalam tanah  Biomassa akar

Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaanya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (berdiameter >2mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi


(33)

23 berdasarkan diameter akar proksimal, sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter batang.

 Bahan organik tanah

Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisma tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah dinamakan bahan organik tanah.

Hasil penelitian terdahulu yang memuat tentang Potensi Biomassa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan Setelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau Kalimantan Timur. Tujuan penelitian untuk mengetahui besarnya Potensi Biomassa Karbon di Hutan Alam Primer Dan Hutan Bekas Tebangan Setelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau Kalimantan Timur.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Brown dan Chave, kandungan karbon tanah sedalam 20 cm di hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing- masing adalah sebesar 37,86 tonC/ha. Dengan demikian, serapan karbondioksida pada hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 970,57 tonCO2/ha dan 913,37

tonCO2/ha.

Potensi hutan alam dalam menyerap karbondioksida di hutan penelitian Malinau sangat tinggi dan apabila hutan alam ini ditebang dengan memperhatikan asas-asas pengelolaan hutan lestari, maka setelah 30 tahun ternyata memiliki potensi biomassa karbon yang mendekati potensi biomassa karbon di hutan alam.


(34)

I. REDD dan REDD+

REDD merupakan singkatan dari Reducing Emmision from Deforestation and Forest Degradation atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi, yaitu semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas tutupan lahan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan (CIFOR, 2010)

REDD dipandang dapat langsung mengatasi perubahan iklim dan kemiskinan di daerah pedesaan, serta dalam waktu bersamaan melestarikan keanekaragaman hayati dan menjaga jasa-jasa ekosistem yang penting. Bagi Indonesia REDD masih terus melengkapi untuk menyempurnakan peta jalanya. Salah satu hambatan yang dihadapi tentang REDD dan keterkaitanya di Indonesia adalah tingkat pengetahuan yang harus terus ditingkatkan dalam berbagai pihak kunci. Seiring berjalanya waktu muncul satu pemikiran bahwa tidak hanya deforestasi dan degradasi hutan yang harus dihindarkan, tetapi keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang ada di dalam hutan secara optimis dapat dilestarikan dengan cara tersebut. Berdasarkan isu ini, maka ada wacana yang dikenal dengan REDD+. REDD+ merupakan singkatan dari Reducing Emmision from Deforestation and Forest Degradation and Enhancing Carbon Stocks in Developing Countries (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan penambahan cadangan karbon hutan di negara berkembang).

REDD+ merupakan sebuah mekanisme yang diajukan bertujuan untuk memperlambat perubahan iklim dengan membayar sejumlah negara berkembang


(35)

25 agar mengehntikan kegiatan penebangan hutan di negara berkembang. Tanda

“plus” di REDD+ menambahkan konsevasi dan pengelolaan hutan secara lestari, pemilihan hutan dan penghutanan kembali, serta peningkatan cadangan karbon hutan (CIFOR, 2010).

J. Nilai Penting Serapan Karbon dalamSustainable Forest Management

Perencanaan manajemen hutan lestari (sustainable forest management) adalah perencanaan manajemen yang dikembangkan dalam suatu kerangka kerja yang lebih luas, mengambil perspektif yang luas, dan melibatkan sejumlah nilai yang dihasilkan di dalam dan sekitar areal yang dikelola. Dengan kata lain perencanaan yang mendukung SFM, perlu mengembangkan metode-metode perencanaan yang mempertimbangkan tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekologi (lingkungan), sosial dan ekonomi untuk menyediakan produk dan jasa yang diharapkan dari sumberdaya hutan bagi generasi sekarang maupun mendatang.

Lima komponen penting dalam konsep SFM yakni:

a. Perencana berfikir holistik yakni menekankan pada ekosistem, sehingga jenis dan produk hasil hutan harus dipandang sebagai output dari ekosistem yang kompleks.

b. Perencanaan pada skala ruang yang besar dan luas (bentang alam atau wilayah).

c. Lebih ditekankan pada pemeliharaan habitat.

d. Penekanan pada pengelolaan terhadap komponen-komponen suatu bentang alam yang tipe kehadirannya melimpah dan paling banyak berinteraksi dengan


(36)

komponen lain, sehingga berperan penting dalam menentukan fungsi bentang alam.

e. Adanya kesadaran bahwa tidak semua unsur dalam bentang alam memiliki peran yang sama.

Berdasarkan lima komponen tersebut, karakteristik perencanaan hutan yang mendukung SFM adalah:

a. Pendekatan ekosistem.

b. Pendekatan optimalisasi fungsi-fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial dari ekosistem hutan.

c. Pendekatan kelestarian hasil untuk hutan produksi.

d. Dimensi waktu pengelolaan yang tidak terhingga (infinite).

Dalam memastikan komponen waktu infinite, maka kesinambungan perencanaan kehutanan dengan siklus yang berkelanjutan menjadi hal yang penting untuk memastikan status capaian dan kesesuaian arah dengan peta jalan (road map) kehutanan atau dengan kata lain perencanaan kehutanan yang mendukung SFM adalah perencanaan yang berkelanjutan (sustainable) dengan waktu tak terbatas dan tidak dibatasi masa pemerintahan serta lintas generasi.

K. Uji Statistik

Secara umum statistik diartikan sebagai alat pembuat keputusan yang bijaksana dalam kondisi yang tidak menentu. Pengertian statistik dari pandangan umum adalah data numerik dalam prakteknya statistik banyak berhubungan dengan angka. Dalam aplikasinya, statistik dapat dilakukan melalui komputerisasi, yaitu dengan menggunakan program atau software yang sudah difokuskan dalam


(37)

27 bidang statistik. Software-software tersebut digunakan melakukan pengolahan data statistik deskriptif maupun inferensia, serta mampu menyajikan berbagai grafik yang relevan untuk membantu pengambilan keputusan dibidang statistik. Contohsoftwaretersebut seprti Microstat, SAS, Micro TSP, MINITAB dan SPSS (Soenyono, 2009).

Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) merupakan suati software komputer yang dapat digunakan untuk membuat analisis dalam bidang statistika. Pertama kali SPSS dipublikasikan oleh SPSS Inc, yang dirilis pada tahun 1968 oleh Norman Nie (seorang lulusan fakultas ilmu politik dari Standford University Dwi, 2008). Seiring perjalanan waktu, SPSS mengalami perkembangan, penggunaanya semakin kompleks untuk berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, psikologi, pertanian, teknologi, industri, dll. Sehingga kepanjanganSPSSmenjadi Statistical Product and Service Solution. Selain analisis statistika, SPPS juga digunakan dalam ilmu manajemen data (seleksi kasus, penajaman file, pembuatan data turunan) dan dokumentasi data (kamus meta data ikut dimasukan bersama data). Berikut ini merupakan data statistik yang termasuksoftwaredasarSPSS: a. Statistik Deskriptif.

Tabulasi silang, frekuensi, deskripsi, penelusuran, statistik deskripsi rasio. b. Statistik Bivariat.

rata-rata,t-test, ANOVA,korelasi (bivariat, parsial, jarak) nonparametrik tes. c. Prediksi Hasil Numerik : regresi linear.

d. Prediksi untuk mengidentifikasi kelompok : analisis faktor, analisis cluster (two-step, k-means, hierarkis),diskriminan.


(38)

Output statistik memiliki format file proprietary (file*.spo). Output proprietary dapat diubah ke dalam bentuk teks atau Microsoft Word. Selain itu,output dapat dibaca sebagai teks. Teks dengan pembatasan tabulasi, HTML, XML, data base SPSS atau pilihan format image grafis misalnya yaitu JPEG, PNG, BMP, dan EMP(Singgih, 2008).

1. Uji Korelasi

Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif dan negatif. Kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. Koefisien korelasi positif sebesar 1 dan koefisien korelasi negatif sebesar -1, sedangkan yang terkecil adalah 0. Apabila hubungan antar 2 variabel/lebih itu

mempunyai koefisien korelasi mendekati nilai mutlak 1, menunjukan adanya suatu hubungan yang kuat anatra kedua variabel yang dikorelasikan. Sedangkan jika nilai koefesien korelasi semakin mendekati 0 berarti menunjukan bahwa adanya hubungan yang tidak linier. Tanda suatu koefisien korelasi menggambarkan jenis hubungan antara variabel yang sedang dikorelasikan (Soenyono, 2007). Kejadian-kejadian pada variabel yang satu akan dapat dijelaskan oleh variabel yang lain tanpa terjadi kesalahan. Pada umumnya dikenal dua jenis model korelasi yaitu: bivariate correlation dan partial correlation. Bivariate correlation yaitu model korelasi yang digunakan hanya untuk mengetahui hubungan antara dua variabel. Sedangkan partial correlation merupakan model korelasi yang digunakan untuk suatu kondisi ketika mengukur hubungan antara dua variabel tetapi turut dipengaruhi pula oleh satu atau lebih


(39)

29 variabel lain. Nilai korelasi ada pada rentang 0 sampai 1 atau 0 samapai -1. Tanda positif/negatif menyatakan arah hubungan antara gugus-gugus data tersebut.

Tabel 2. Rentang nilai korelasi menurutYoung

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,7–1,00 Tinggi

0,4–0,7 Substansial

0,2–0,4 Rendah

< 0,2 Diabaikan

Sumber : Soenyono, 2007.

Nilai korelasi antara variabel yang menunjukan hubungan positif dapat dilihat pengaruh beberapa variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) dengan analisis regresi liner berganda.

2. Regresi Linier Berganda

Pada analisis regresi liner berganda ini dapat dilihat pengaruh beberapa variabel X terhadap variabel Y (Arikunto, 2008). Denganmodifikasirumussebagaiberikut (Soenyono, 2007):

Y = a + b1X1+ b2X2

Persamaan regresi pada software SPSS akan membantu memperhitungkan nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang akhirnya dapat menjelaskan hubungan dan pengaruh biomassa dan serapan karbon dengan kerapatan dan diameter.


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala. Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi alat tulis, kalkulator, kamera, kompas, golok, pita ukur, tali plastik,tally sheet.

C. Batasan Penelitian

Adapun batasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Potensi karbon adalah kemampuan menyimpan karbon pada suatu tegakan b. Tegakan adalah komunitas tumbuhan (pohon) pada area tertentu.

c. Biomassa adalah massa dari bagian pohon yang masih hidup. Semakin meningkatnya umur suatu pohon maka semakin besar potensi karbon yang disimpan. Untuk mengetahui potensi karbon tersimpan dalam jumlah karbon yang disimpan dalam biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2di atmosfer yang diserap oleh pohon.


(41)

31

d. Tegakan damar mata kucing (Shorea javanica) yang di ukur berdiameter >30cm

D. Jenis Data 1. Data Primer

Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari sumber data, data primer meliputi: Data biomassa yaitu nama daerah untuk pohon yang ditemukan didalam petak ukur, diameter batang setinggi dada (Hairiah, 2011).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersumber dari instansi pemerintah daerah meliputi: keadaan umum lokasi penelitian dan data target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung serta literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

E. Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder yang digunakan berupa literatur dan dijadikan pendukung dalam analisis data secara menyeluruh. Data primer diambil dengan melakukan pengukuran petak ukur berukuran 50 m x 50 m sebanyak 20 buah petak ukur. Pengukuran diameter pohon pada petak ukur dilakukan terhadap pohon yang diameternya 30 cm keatas hal ini didukung dengan pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007) yang mengatakan untuk lokasi hutan dengan luasan yang tidak ditentukan asalkan kondisi vegetasi seragam, di kawasan Pekon Gunung Kemala sudah mewakili,


(42)

karena keragaman vegetasi,kontur yang sama sehingga jumlah petak mewakili keseluruhan populasi.

Langkah awal untuk melakukan penghitungan potensi karbon di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat adalah dengan menentukan data biomassa setelah itu melakukan peletakan petak ukur.

1. Data Biomassa

Petak ukur yang digunakan yaitu berukuran 50 m x 50 m, dengan ukuran diameter >30 cm sebanyak 20 petak ukur. Kemudian penghitungan biomassa pohon dilakukan dengan metode sampling tanpa pemanenan (Non-destruktif).

2. Peletakan Petak Ukur 50M

100M

50 m

Gambar 2. Petak ukur pengambilan data biomassa

F. Analisis Data

1. Pendugaan Biomassa

Berdasarkan tujuan penelitian untuk mengetahui besar serapan karbon pada tegakan damar mata kucing (Shorea javanica), hasil pengukuran diameter pohon dianalisa dengan menggunakan metode non-destruktif rumus persamaan allometrik yang telah ada, bagian batang dalam pohon damar memiliki proporsi


(43)

33

besar. Kadar karbon pohon damar juga menunjukan proporsi karbon yang terbesar pada bagian batang dibandingkan bagian lain (cabang, ranting, daun, dan kulit).

Model Persamaan allometrik yang digunakan oleh Ketterings., dkk (2001) adalah: B = 0,11*ρ*(D)2,62

Dimana :

B = biomassa (kg/pohon)

D = diameter setinggi dada (cm) ρ = massa jenis pohon (kg/m3)

Total Biomasa Pohon (kg) = BK1+ BK2+ ... + BKn

Pengolahan data biomassa pohon,

Luas Plot Pohon = 50 m x 50 m = 2500m2 Biomassa per satuan luas (ton/ha) = Total Biomasa (Kg)

Luas Area (m2)

Untuk standar internasional, satuan masa dinyatakan dalam ton = Mg (megagram) = 106gr.

2. Potensi Penyerapan Karbon

Karbon diduga melalui biomassa yaitu dengan mengkonversi setengah dari jumlah biomassa, karena hampir 50% dari biomassa pada vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown 1997) yaitu dengan menggunakan rumus:

C = Yn x 0,5

Keterangan :C = karbon (ton/ha)

Yn = biomassa tegakan (ton/ha)


(44)

3. Pendugaan Hubungan dan Pengaruh Biomassa dan Karbon

Pendugaan hubungan dan pengaruh biomassa dan karbon menggunakan program SPSS, data yang digunakan untuk membuat persamaan adalah biomassa dan kandungan karbon dan peubah bebas (kerapatan dan diameter). Persamaan yang digunakan tersebut digunakan untuk menduga hubungan dan pengaruh antara biomassa dan karbon dengan kerapatan dan diameter pohon pada tegakan damar mata kucing.

Data yang diperoleh kemudian dikorelasikan antara biomassa dan serapan karbon dengan kerapatan dan diameter serta nilai (R2) dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda. Besarnya taraf nyata yang ditetapkan dalam pengujian adalah 5%.


(45)

35

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

A. Kabupaten Lampung Barat

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara yang ditetapkan dengan Undang-Undang no 6 tahun 1991 tanggal 16 Juli 1991. Kabupaten Lampung Barat mempunyai peran yang cukup penting sebagai daerah pendukung dan penyangga dalam kekayaan sumber daya hutan bagi propinsi Lampung. Sehingga Kabupaten Lampung Barat memiliki peran yang sangat strategis dalam peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Letak Kabupaten Lampung Barat pada koordinat: Lintang Selatan : 40 47’ 16”-50 56’ 42”

Bujur Timur : 1030 35’ 08” – 1040 33’ 51”

Batas Wilayah Kabupaten Lampung Barat adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara, berbatasan dengan Propinsi Bengkulu

b. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Tenggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah

c. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda d. Sebelah Barat, bebatasan dengan Samudera Hindia


(46)

Kabupaten Lampung Barat secara administratif meliputi 25 kecamatan, 7 kelurahan dan 250 desa.

B. Topografi

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa berdasarkan bentuk Wilayah Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 wilayah topografi sebagai berikut:

a. Daerah dataran rendah, yaitu daerah berketinggian 0-600 meter dari permukaan laut.

b. Daerah berbukit, yaitu daerah berketinggian diatas 600-1.000 meter dari permukaan laut.

c. Daerah pengunungan, yaitu daerah berketinggian di atas 1.000-2.000 meter dari permukaan laut

Pesisir Selatan, sebagaimana keadaan topografi Wilayah Pesisir umumnya sebagian besar merupakan wilayah dataran dengan ketinggian kurang dari 600 m dpl. Keadaan tersebut sangat jelas pada areal repong damar di Kecamatan Pesisir Selatan, hampir seluruhnya (92,3%) merupakan wilayah dataran dan hanya sebagian kecil saja (3,8%) merupakan lahan miring dan curam, keadaan sangat berbeda dengan areal repong yang berada di Wilayah Kecamatan Pesisir Tengah yang mana antara repong yang datar dan miring relatif sama.

Keadaan wilayah sepanjang pantai pesisir barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan 3% sampai 5%. Bagian barat laut Kabupaten


(47)

37

Lampung Barat terdapat gunung-gunung dan bukit, yaitu Gunung Panggung (1.808 m), Bukit Palawan (1.735 m), dan Gunung Talabjan (1.413 m), Bagian Selatan terdapat beberapa gunung dan bukit, yaitu Bukit Penetoh (1.166 m) Bukit Bawanggutung (1.042 m), Gunung Sekincau (1.718 m). Pegunungan Labuhan Balak (1.313 m), dan Bukit Sipulang (1.315 m). Bagian Timur dan Utara terdapat Gunung Pesagih (2.127 m), Gunung Sabhallah (1.623 m), Gunung Ulumajus (1.789 m), Gunung Siguguk (1.779 m), dan Bukit Penetaan (1.688 m).

Topografi Pesisir Krui bervariasi antara daratan pantai sampai daratan tinggi (pegunungan). Komposisi lekukan bumi di Wilayah Pesisir Krui sekitar 25% terdiri dari daratan pantai Samudera Hindia, dan menaik sekitar 75% menuju pegunungan Bukit Barisan Selatan. Topografi Pesisir Krui diperkaya dengan banyaknya aliran sungai seperti Way Jambu, Way Olor, Way Hanuan, Way Palembang, Way Karwi, Way Tebakak, Way Pemancar dan lain-lain.

C. Iklim

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa iklim disuatu tempat sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan, hari hujan, evaporasi, temperatur, transpirasi dan kecepatan angin. Hal tersebut erat kaitannya dengan keadaan topografi, vegetasi, maupun ketinggian suatu tempat.

Menurut Oldeman dan Las Davies (1999), daerah Lampung Barat memiliki dua tipe iklim yaitu:


(48)

a. Tipe Iklim A : terdapat disebelah Barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

b. Tipe Iklim B : terdapat disebelah Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Kelembapan udara didaerah ini tergolong basah (udic), kelembapan berkisar antara 50-80% dengan curah hujan tahunan yang tinggi, yaitu >200 mm regim suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada dataran pantai (dibagian barat) sampai dingin (isimesic) di dearah perbukitan.

Untuk mengetahui tinggi curah hujan di tiap kecamatan, maka tingkat curah hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria yaitu:

a. Curah hujan antara 1500 s/d 2000 mm per tahun di Kecamatan Pesisir Utara. Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan

b. Curah hujan antara 2500 s/d 3000 mm per tahun di Kecamatan Belalau dan Sumber Jaya.

D. Keadaan Pekon Gunung Kemala 1. Letak dan Luas Pekon

Lokasi penelitian profil potensi karbon damar mata kucing (Shorea javanica) agroforest terletak di desa Pekon Gunung Kemala Kecamatan krui, Kabupaten Lampung Barat. Pekon Gunung Kemala memiliki luas 1296.5 ha yang terdiri dari luas lahan menurut penggunaan seluas 551 ha, tanah sawah seluas 100 ha, tanah kering 128.5 ha, tanah perkebunan seluas 335 ha, tanah fasilitas umum


(49)

39

seluas 2 ha, dan tanah hutan seluas 180 ha (Pemerintah Kabupaten Laampung Barat, 2011).

Wilayah Pekon Gunung Kemala Secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat.Adapun batas Pekon Gunung Kemala, antara lain: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Labuhan Mandi Kecamatan Way Krui. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Way Krui Kecamatan Way Krui. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Uu Krui Kecamatan Way Krui. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Suka Baru Kecamatan Way Krui.

Berdasarkan tinjuan geologis dan geomorfologis, daerah Krui umumnya daerah dataran rendah, mulai ujung selatan Propinsi Lampung sampai Propinsi Bengkulu yang diapit oleh pegunungan Bukit Barisan Selatan. Dataran rendah dimulai dari pantai sampai kepegunungan (0-500 m dpl) dilanjutkan dataran tinggi sepanjang pegunungan bukit barisan (1000-1500 m dpl). Daerah damar agroforest di Lampung umumnya berbatasan dengan hutan primer yang merupakan Kawasan Taman Nasional Bukit barisan Selatan.

2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Pekon Gunung Kemala

Menurut profil Pekon Gunung Kemala (2011), jumlah penduduk Pekon Gunung Kemala ada 303 KK. Jumlah penduduk laki-laki adalah 827 orang, jumlah penduduk perempuan adalah 780 orang, dan total jumlah penduduk 1.607 orang. Mata pencaharian penduduk di Pekon Gunung Kemala dapat dilihat pada tabel 3.


(50)

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Pekon Gunung Kemala

No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

1 2 3 4 5 6 7 Petani PNS

Pengrajin Industri rumah tangga

Pedagang Keliling

Pensiunan PNS/TNI/POLRI Pengusaha Kecil dan

Menengah

Dukun kampung Terlatih

407 Orang 11 Orang 1 Orang 2 Orang 3 Orang 2 Orang 2 Orang 65 Orang 10 Orang -4 Orang 6 Orang -2 Orang

Total 428 Orang 87 Orang

Berdasarkan data diatas dapat dilihat mayoritas penduduk Pekon Gunung Kemala bekerja sebagai petani 91,65 %, PNS 2,13 %, pengrajin industri rumah tangga 0,19 %, pedagang keliling 1,17 %, pensiunan PNS /TNI/ POLRI 1,75 %, pengusaha kecil dan menengah 0,39 %, dukun kampung terlatih 0,78 %. Hal ini dikarenakan penduduk memiliki lahan sendiri, dan mengolahnya dengan menanam berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan juga kehutanan. Mayoritas agama yang dipeluk masyarakat Pekon Gunung Kemala adalah Islam dan Masyarakat Pekon Gunung Kemala umumnya etnis Lampung.

3. Iklim, Topografi dan Tanah

Curah hujan daerah Krui berdasarkan data stasuin klimatologi kantor pertanian krui pada kurun waktu 1986-1995 berkisar antara 3000-3500 mm/th, dengan jumlah hari hujan adalah 145 hari dalam setahun. Daerah krui termasuk zona agroklimatik A dengan periode bulan basah selama Sembilan bulan berturut-turut tiga bulan atau kurang berturut-turut masa


(51)

41

kering ( Rizon,2005). Musim hujan terjadi pada bulanbulan Desember -Maret.

Variasi suhu sepanjang tahun kecil, perbedaan suhu harian terbesar terjadi pada bulan-bulan kering. Suhu maksimum berkisar 26,80C dan suhu minimum 22,70C. Daerah Krui dapat dibedakan antara dataran non alluvial, perbukitan dan pegunungan, daerah pantai berupa garis lurus, berbatu-batu dengan dataran alluvial yang tidak seberapa luas (Rizon, 2005).

Gambar 3. Kebun damar mata kucing (Shorea javanica)

Hutan damar mata kucing umumnya bukan merupakan hutan monokultur. Bersama damar, tumbuhan pula berbagai jenis pohon buah-buahan, pohon kayu-kayuan, jenis-jenis palem, bambu, dan sebagainya yang sengaja ditanam. Selain itu terdapat pula sejumlah tumbuhan liar yang berasal dari hutan primer atau pun hutan sekunder. Aneka jenis kombinasi yang khas ini menghasilkan bentuk strata yang berlapis-lapis. Bagian kanopi dengan puncak ketinggian sekitar 40-50 m didominasi oleh pohon damar dan pohon buah seperti durian. Di bawahnya terdapat


(52)

beberapa kelompok pohon buah-buahan. Lapisan terbawah ditumbuhi rerumputan dan semak liar (Gustiarini, 2009). Pohon damar mata kucing tidak berbunga setiap tahun. Terjadinya pembungaan dipengaruhi faktor iklim terutama temperatur udara dan penyebaran jumlah curah hujan. Biasanya terjadi pada masa curah hujan lebat yang diikuti dengan masa peningkatan penyinaran sinar matahari yang keras. Biasanya pohon damar mata kucing mulai berbuah antara bulan Juni sampai November. Biji jenis Dipterocarpacea tergolong benih yang cepat menurun viabilitasnya dan memerlukan kondisi kadar air tinggi.


(53)

56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut. 1. Tegakan damar mata kucing di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten

Lampung Barat memiliki potensi biomassa total sebesar 249,72 ton/ha dan potensi serapan karbon total sebesar 124,86 ton/ha.

2. Korelasi antara biomassa dengan kerapatan dan diameter diperoleh persamaan Y = -518,59 + 15,31 (X1) + 9,02 (X2) dengan R2 = 0,97 dan korelasi antara

serapan karbon dengan kerapatan dan diameter diperoleh persamaan

Y = -259,43 + 7,67 (X1) + 4,51 (X2) dengan R2= 0,97.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

1. Dengan adanya potensi tegakan damar mata kucing terhadap penyerapan karbon maka perlu adanya kesadaran masyarakat agar tetap dapat melestarikan dan mempertahankan tegakan damar mata kucing dan tidak melakukan perusakan agar mampu menyimpan karbon lebih baik.


(54)

2. Perlu adanya peran masyarakat pekon gunung kemala dalam menentukan strategi pengelolaan hutan yang efektif diterapkan di wilayahnya sesuai dengan kemampuan biofisik lahan dan nilai sosial budaya setempat.


(55)

58

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. H. 2007.Rehabilitasi Hutan dan Bibit Shorea javanica Bersama Masyarakat di Areal Nestle Green Initiative Taman Hutan Raya Wan Abdurachman Lampung. Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman. Fakultas Kehutanan. IPB Bogor.

Adi nugroho, W.C. Syahbani, I., Rengku, M.T., Arifin, dan Mukhaidil.2009. Pendugaan Karbon dalam Rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan sebagai Penyerap Karbon. Badan penelitian kehutanan samboja. Manuskrip. Arikunto. 2008.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.PT. Rineka

Cipta. Jakarta.

Australian Greenhouse Office. 1999.National Carbon Accounting Sistim, Methods for Estimating Woody Biomass. Teehnical Report No. 3 Australia: Commonwealth of Australia.

Baskerville, G.L. 1996. Dry.Matter production in immature balsam fir stands: roots, lesser Vegetation and total stand. For Sci. 12 (1) :49-53

BPS. 2010. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Lampung.

Brown S. 1997.Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.A Primer. FAO. USA. FAO Forestry Paper No.134.

CIFOR, 2010.Peliputan tentang REDD+.Bogor.

Clark, A.I. 1979.Suggested Procedures for Measuring Tree Biomass and

Reporting Tree Prediction Equations.Forest Resource Inventories Vol.2. Hal: 615-628. Colorado State University: Fort Collins, Co.

Gustiarini,Anastasia. 2009.Keberhasilan Tanaman Damar Mata Kucing Shorea javanica.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Hairiah K, Rahayu S. 2007.Pengukuran KarbonTersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry CentreICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77p. Hairiah K, Ekadinata A, Sari R, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon:

dari Tingkat Lahan Kebentang Lahan. Petunjuk praktis. Edisi kedua. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia xx p.


(56)

Handoko, P. 2007.Pendugaan Simpanan Karbon di atas Permukaan Lahan pada Tegakan Akasia (Acacia mangium willd.) di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2007. Contribution of Working Group III to the Fourth Assements Report of the

Intergovernmenyal Panel on Climate Change.B. Metz, O.R. Davidson, P.R. Bosch, R. Dave, L.A. Mayer (eds). Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.

Ketterings,Q.M., Coe, R., Van Noordwijk, M. and Palm, C. 2001.Reducing uncertainty in theuse of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass inmixed secondary forests.Forest Ecology and Management 146: 199-209.

Kusmana. C., S. Sabiham. K. Abe dan H. Wanatabe. 1992.An Estimation of Above Ground Tree Biomass of a Mangrove Forest in East Sumatra, Indonesia. Tropics 1 (4) : 143-257.

Langi, Y.A.R. 2011.Model Penduga Biomassa dan Karbon pada Tegakan Hutan Rakyat Cempaka (Elmerrilliovalis) dan Wasian(Elmerrrilliacelebica)di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Tesis.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lukito. Martin. 2010.Studi Inventarisasi Hutan tanaman Kayu Putih Dalam Menghasilkan Biomassa dan karbon hutan.Tesis. Fakultas Kehutanan UGM. Tidak Di publikasikan

Lubis, Z. 1997. Repong Damar :Kajian tentang pengambilan keputusan dalam pengelolaan lahan hutan pada dua komunitas desa di daerah Krui, Lampung Barat (Laporan Penelitian).P3AE-UI dan CIFOR, Jakarta. Murdiyarso, D. Kurniatun H, Meine VM. 1994.Modelling and Measuring Soil

Organic Matter Dynamics and Greenhouse Gas Emissions After Forest Converion. Bogor: ASB Indonesia Report.

Natalia, Dessy. 2013.Potensi Penyerapan Karbon Pada Sistem Agroforestri di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Pesawaran Provinsi Lampung.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Nowak, D.J. dan D.E. Crane. 2002.Carbon storage and sequestration by urban trees in the USA. Environmental Pollution 116 : 381- 389.


(57)

60

Pamudji,W.H. 2011.Potensi Serapan Karbon pada Tegakan Akasia.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pemerintah Daerah Lampung Barat,2011.Profil Desa Pekon Gunung Kemala. Krui. Lampung Barat. Lampung.

Purba, J. dan F. Latifah. 2011.Potensi Karbon Tersimpan pada Tegakan Meranti (Shorea spp) pada Berbagai Kelas Diameter di Cagar Alam Martelu Purba Simalungun Sumatera Utara.Jurnal Penelitian. (3) 1: 15-27.

Rahayu, S., Lusiana, B., Noordwijk, M.V., 2004. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Kalimantan.

Rahma, A. dan RF. Arif. 2011.Estimasi Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Puspa(Schima wallichi) di Hutan Sekunder di Bogor. Jurnal Penelitian silvikultur.4 (2) : 80-95.

Rizon, M. 2005.Profil Kandungan Karbon pada Setiap Fase Pengelolaan Lahan Hutan oleh Masyarakat Menjadi Repong Damar. Institut pertanian bogor. Bogor.

Saharjo, B.H. dan HFP. Wardhana. 2011.Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) di KPH. Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.Jurnal Penelitian Silvikultur Tropika. 3 (1) . 96-100.

Samsoedin, I., I. W. S. Dharmawan dan C.A. Siregar. 2009.Potensi Biomasa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan Retelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 6 (1) : 125-137.

Siregar, C.A.dan W. S. Dharmawan. 2011.Stok Karbon Tegakan Hutan Alam Dipterokarpa di PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.1(4) : 337-348.

Sobirin, M. 2010.Pendugaan Karbon Tersimpan di Atas Tanah di Arboretum Universitas Lampung.Skripsi.Universitas Lampung. Lampung.

Soenyono. 2007.Metode Analisis Data Sosial.Jenggala Pustaka Utama. Kediri. Sutaryo, D. 2009.Pendugaan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi karbon

dan perdagangan karbon.Wetland International In Indonesia Programme. Bogor.


(58)

Wahyu, C., Indrawan, A., Supriyanto., Hadi S., 2010.,Kontribusi Sistem Agroforestry Terhadap Cadangan Karbon di Hulu DAS Kali Bekasi. Bekasi.

Whitmore. TC. 1984.Tropical Rain Forest of Far East Second Edition. Oxford. University Press.

Wulandari, C. Dan Nurka Cahyaningsih. 2010.Ketika Adat Mengelola Hutan: REDD Menjadi Suatu Pilihan. Buku.Watala.Bandar Lampung.


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut. 1. Tegakan damar mata kucing di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten

Lampung Barat memiliki potensi biomassa total sebesar 249,72 ton/ha dan potensi serapan karbon total sebesar 124,86 ton/ha.

2. Korelasi antara biomassa dengan kerapatan dan diameter diperoleh persamaan Y = -518,59 + 15,31 (X1) + 9,02 (X2) dengan R2 = 0,97 dan korelasi antara serapan karbon dengan kerapatan dan diameter diperoleh persamaan

Y = -259,43 + 7,67 (X1) + 4,51 (X2) dengan R2= 0,97.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

1. Dengan adanya potensi tegakan damar mata kucing terhadap penyerapan karbon maka perlu adanya kesadaran masyarakat agar tetap dapat melestarikan dan mempertahankan tegakan damar mata kucing dan tidak melakukan perusakan agar mampu menyimpan karbon lebih baik.


(2)

strategi pengelolaan hutan yang efektif diterapkan di wilayahnya sesuai dengan kemampuan biofisik lahan dan nilai sosial budaya setempat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. H. 2007.Rehabilitasi Hutan dan Bibit Shorea javanica Bersama Masyarakat di Areal Nestle Green Initiative Taman Hutan Raya Wan Abdurachman Lampung. Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman. Fakultas Kehutanan. IPB Bogor.

Adi nugroho, W.C. Syahbani, I., Rengku, M.T., Arifin, dan Mukhaidil.2009. Pendugaan Karbon dalam Rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan sebagai Penyerap Karbon. Badan penelitian kehutanan samboja. Manuskrip. Arikunto. 2008.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.PT. Rineka

Cipta. Jakarta.

Australian Greenhouse Office. 1999.National Carbon Accounting Sistim, Methods for Estimating Woody Biomass. Teehnical Report No. 3 Australia: Commonwealth of Australia.

Baskerville, G.L. 1996. Dry.Matter production in immature balsam fir stands: roots, lesser Vegetation and total stand. For Sci. 12 (1) :49-53

BPS. 2010. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Lampung.

Brown S. 1997.Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.A Primer. FAO. USA. FAO Forestry Paper No.134.

CIFOR, 2010.Peliputan tentang REDD+.Bogor.

Clark, A.I. 1979.Suggested Procedures for Measuring Tree Biomass and

Reporting Tree Prediction Equations.Forest Resource Inventories Vol.2. Hal: 615-628. Colorado State University: Fort Collins, Co.

Gustiarini,Anastasia. 2009.Keberhasilan Tanaman Damar Mata Kucing Shorea javanica.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Hairiah K, Rahayu S. 2007.Pengukuran KarbonTersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry CentreICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77p. Hairiah K, Ekadinata A, Sari R, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon:

dari Tingkat Lahan Kebentang Lahan. Petunjuk praktis. Edisi kedua. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia xx p.


(4)

Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2007. Contribution of Working Group III to the Fourth Assements Report of the

Intergovernmenyal Panel on Climate Change.B. Metz, O.R. Davidson, P.R. Bosch, R. Dave, L.A. Mayer (eds). Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.

Ketterings,Q.M., Coe, R., Van Noordwijk, M. and Palm, C. 2001.Reducing uncertainty in theuse of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass inmixed secondary forests.Forest Ecology and Management 146: 199-209.

Kusmana. C., S. Sabiham. K. Abe dan H. Wanatabe. 1992.An Estimation of Above Ground Tree Biomass of a Mangrove Forest in East Sumatra, Indonesia. Tropics 1 (4) : 143-257.

Langi, Y.A.R. 2011.Model Penduga Biomassa dan Karbon pada Tegakan Hutan Rakyat Cempaka (Elmerrilliovalis) dan Wasian(Elmerrrilliacelebica)di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Tesis.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lukito. Martin. 2010.Studi Inventarisasi Hutan tanaman Kayu Putih Dalam Menghasilkan Biomassa dan karbon hutan.Tesis. Fakultas Kehutanan UGM. Tidak Di publikasikan

Lubis, Z. 1997. Repong Damar :Kajian tentang pengambilan keputusan dalam pengelolaan lahan hutan pada dua komunitas desa di daerah Krui, Lampung Barat (Laporan Penelitian).P3AE-UI dan CIFOR, Jakarta. Murdiyarso, D. Kurniatun H, Meine VM. 1994.Modelling and Measuring Soil

Organic Matter Dynamics and Greenhouse Gas Emissions After Forest Converion. Bogor: ASB Indonesia Report.

Natalia, Dessy. 2013.Potensi Penyerapan Karbon Pada Sistem Agroforestri di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Pesawaran Provinsi Lampung.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Nowak, D.J. dan D.E. Crane. 2002.Carbon storage and sequestration by urban trees in the USA. Environmental Pollution 116 : 381- 389.


(5)

Pamudji,W.H. 2011.Potensi Serapan Karbon pada Tegakan Akasia.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pemerintah Daerah Lampung Barat,2011.Profil Desa Pekon Gunung Kemala. Krui. Lampung Barat. Lampung.

Purba, J. dan F. Latifah. 2011.Potensi Karbon Tersimpan pada Tegakan Meranti (Shorea spp) pada Berbagai Kelas Diameter di Cagar Alam Martelu Purba Simalungun Sumatera Utara.Jurnal Penelitian. (3) 1: 15-27.

Rahayu, S., Lusiana, B., Noordwijk, M.V., 2004. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Kalimantan.

Rahma, A. dan RF. Arif. 2011.Estimasi Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Puspa(Schima wallichi) di Hutan Sekunder di Bogor. Jurnal Penelitian silvikultur.4 (2) : 80-95.

Rizon, M. 2005.Profil Kandungan Karbon pada Setiap Fase Pengelolaan Lahan Hutan oleh Masyarakat Menjadi Repong Damar. Institut pertanian bogor. Bogor.

Saharjo, B.H. dan HFP. Wardhana. 2011.Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) di KPH. Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.Jurnal Penelitian Silvikultur Tropika. 3 (1) . 96-100.

Samsoedin, I., I. W. S. Dharmawan dan C.A. Siregar. 2009.Potensi Biomasa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan Retelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 6 (1) : 125-137.

Siregar, C.A.dan W. S. Dharmawan. 2011.Stok Karbon Tegakan Hutan Alam Dipterokarpa di PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.1(4) : 337-348.

Sobirin, M. 2010.Pendugaan Karbon Tersimpan di Atas Tanah di Arboretum Universitas Lampung.Skripsi.Universitas Lampung. Lampung.

Soenyono. 2007.Metode Analisis Data Sosial.Jenggala Pustaka Utama. Kediri. Sutaryo, D. 2009.Pendugaan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi karbon

dan perdagangan karbon.Wetland International In Indonesia Programme. Bogor.


(6)

Bekasi.

Whitmore. TC. 1984.Tropical Rain Forest of Far East Second Edition. Oxford. University Press.

Wulandari, C. Dan Nurka Cahyaningsih. 2010.Ketika Adat Mengelola Hutan: REDD Menjadi Suatu Pilihan. Buku.Watala.Bandar Lampung.