EFEKTIVITAS EKSTRAK ETHANOL RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes aegypti INSTAR III

(1)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF TUMERIC RHYZOME (Curcuma domestica Val) ETHANOL EXTRACT AS LARVACIDE FOR THIRD INSTAR

LARVAE OF Aedes aegypti

By

ASIH SULISTIYANI

There are about one million cases of DHF was reported by World Health Organization every year, with 20 thousands mortality cases each year. The number of DHF cases in Indonesia has reached 65 thousands with mortality case reaching the number of 595 cases in the period of 2011. Morbidity rate of DHF in Province of Lampung in 2012 was 68,44 in 100000 people. Some substances contained in herbs were often used as natural herbicide, due to its minimal side effect. Those components were essential oil and curcumin which contained in tumeric rhyzome (Curcuma domestica Val).

This research aims to determine the effectiveness, the value of effective concentration, LC50, LT50 of ethanol extract of tumeric rhyzome (Curcuma domestica Val). This study was an experimental study with randomized control trial method using post test only with control group design. The result was the average number of death larvaes are 45% at 0,2% concentration, 64% at 0,4% consentration, 72% at 0,6% consentration, 82% at 0,8% consentration and 90% at 1% consentration. LC50 value in all observation is 0,376% and LT50 value in all observation is 2121,4 minute.

The tumeric rhyzome (Curcuma domestica Val) ethanol extract is effective as natural larvacide. Effective concentration in 0,4%, 0,6%, 0,8 and 1% concentration. LC50 value found is 0,376 and LT50 value found is 2121,4 minute.

Keywords: Aedes segypti, Dengue Hemorragic Fever, Larvacide, Tumeric Rhyzome (Curcuma domestica Val)


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETHANOL RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes aegypti

INSTAR III

Oleh

ASIH SULISTIYANI

Sekitar 1 juta kasus dilaporkan pada World Health Organization setiap tahun, dengan 20 ribu kematian setiap tahunnya. Jumlah kasus DBD di Indonesia mencapai 65 ribu dengan kematian mencapai 595 jiwa pada periode tahun 2011. Angka kesakitan DBD di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar 68,44 per 100.000 penduduk. Penggunaan senyawa yang terdapat dalam tanaman banyak dikembangkan sebagai larvasida alami yang tidak memiliki efek samping. Senyawa tersebut antara lain minyak atsiri dan curcumin. Senyawa-senyawa tersebut terkandung dalam rimpang kunyit (Curcuma domestica Val).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas, konsentrasi yang efektif, LC50 dan LT50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val). Jenis penelitian yang digunakan eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola post test only with control group design.

Persentase rata-rata kematian larva 45% pada konsentrasi 0,2%; 64% pada konsentrasi 0,4; 72% pada konsentrasi 0,6%; 82% pada konsentrasi 0,6% dan 90% pada konsentrasi 1%. Nilai LC50 dari total perlakuan adalah 0,376%. Nilai LT50 dari total perlakuan adalah 2121,4 menit.

Ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif digunakan sebagai larvasida alami. Konsentrasi yang efektif adalah 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%. Nilai LC50 adalah 0,376% dan nilai LT50 2121,4 menit

Kata kunci: Aedes aegypti, Demam Berdarah Dengue, Larvasida, Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val)


(3)

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETHANOL RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes aegypti

INSTAR III

Oleh :

ASIH SULISTIYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UN IVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETHANOL RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes aegypti

INSTAR III

(Skripsi)

Oleh : Asih sulistiyani

1118011014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kerangka Penelitian ... 8

1. Kerangka Teori... 8

2. Kerangka Konsep ... 9

F. Hipotesis ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 11

1. Etiologi ... 11

2. Cara Penularan ... 12

3. Diagnosa DBD ... 12

B. Nyamuk Aedes aegypti ... 12


(6)

2. Morfologi dan Siklus Hidup Aedes aegypti ... 13

3. Pengendalian Vektor ... 17

C. Kunyit ... 20

1. Taksonomi ... 20

2. Morfologi ... 20

3. Budidaya Tanaman ... 22

4. Paska Panen ... 22

5. Kandungan Senyawa Kimia ... 23

6. Keunggulan Kunyit... 24

7. Proses Perajangan atau Pengirisan ... 26

8. Ekstraksi ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN A. Design Penelitian ... 27

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel ... 27

9. Kriteria Inklusi ... 27

10. Kriteria Ekslusi ... 28

11. Besar Sampel ... 28

D. Variabel Penelitian ... 28

1. Variabel Bebas ... 28

2. Variabel Terikat ... 28

E. Definisi Operasional ... 29

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 31


(7)

2. Bahan... 32

G. Prosedur Penelitian ... 32

1. Preparasi Bahan Uji... 32

2. Pembuatan Larutan Uji ... 32

3. Uji Pendahuluan ... 33

4. Uji Efektivitas ... 34

5. Parameter Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) .. 35

6. Menentukan Nilai LC50 dan LT50 ... 36

H. Alur Penelitian ... 36

I. Pengolahan dan Analisis Data ... 38

1. One way ANOVA ... 38

2. Uji Probit ... 38

3. Uji Regresi Linear Sederhana ... 39

J. Aspek Etik Penelitian ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 39

1. Uji Efektivitas ... 39

2. Analisis Data... 43

a. Uji Normalitas ... 43

b. Uji Kruskal-Wallis ... 44

c. Uji Post-Hoc Mann Whitney ... 45

d. Lethal Concentration 50 (LC50) ... 46


(8)

B. Pembahasan ... 50

1. Uji Efektivitas ... 50

2. Lethal Concentration 50 (LC50) ... 55

3. Lethal Time 50 (LT50) ... 57

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 59

B. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Total sampel... 28 2. Definisi Operasional ... 30 3. Jumlah Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val)

yang Dibutuhkan ... 33 4. Kematian Larva Aedes aegypti pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak

Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) pada

Masing-masing Pengulangan ... 41 5. Persentase Rata-rata Kematian Larva Aedes aegypti Pada

Berbagai Konsentrasi Ekstrak ethanol Rimpang Kunyit

(Curcuma domesticca Val) Mulai Menit Ke-5 sampai Menit Ke-4320 .... 43 6. Hasil Uji Normalitas Data ... 44 7. Hasil Uji Nonparametrik Kruskal-Wallis ... 45 8. Uji Statistik Perbandingan Antar Konsentrasi (Analisis post-hoc

Mann-Whitney) ... 45 9. Nilai LC50 Larva Aedes aegypti pada Berbagai Waktu Pengamatan ... 46 10.Nilai LT50 Kematian Larva Aedes aegypti pada Berbagai Konsentrasi .... 49


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Telur Aedes Aegypti (Larva mulai timbul telur pecah di dekat

ujung anterior karena tekanan larva) ... 11

2. Larva Aedes Aegypti selama proses pemunculan ... 12

3. Nyamuk dewasa Aede Aegypti, sedang menghisap darah manusia ... 13

4. Kerangka Teori ... 24

5. Kerangka Konsep ... 25

6. Diagram alur uji ekstrak ethanol rimpang kunyit(Curcuma domestica Val) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III ... 37

7. Grafik Nilai LC50 dari Menit Ke-5 sampai Menit Ke-4320 ... 47

8. Grafik Nilai LC50 Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) ... 48

9. Grafik Nilai LT50 Pada Tiap Konsentrasi ... 49

10.Grafik Nilai LT50 Ekstrak Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) ... 50


(11)

(12)

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Purwodadi Dalam Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten lampung Selatan pada tanggal 8 Agustus 1993, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Subagiyo dan Ibu Tugini.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri sidomukti diselesaikan tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 2 Tanjung Bintang Kabupaten lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 10 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada Organisasi di PMPATD Pakis Rescue Team dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina.


(14)

Bismillahirrohmaanirrohiim

Kupersembahkan karya ini kepada

Bapak dan Ibuku tercinta, kakak, adik

dan seluruh keluarga besar yang

senantiasa mendukungku. Terimakasih,

terimakasih, terimakasih.


(15)

(16)

SANWACANA

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi dengan judul “Efektivitas Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Aedes aegypti Instar III” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di fakultas Kedokteran, Universitas lampung.

Penghargaan dan ucapan terimakasih yang tak terhingga Penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas lampung.


(17)

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si, M.Si, selaku Pembimbing II, atas kesediaanya meluangkan waktu dan bimbingan, bantuan dan saran yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK, selaku Pembahas, atas kesediaanya meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, ide dan saran yang membangun serta bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. dr. Khairunnisa Berawi, M.Kes, AIFO, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama proses perkuliahan. 7. Bapak dan Ibu Staff Administrasi dan Tata Usaha di Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

8. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Tugini dan Bapak Subagiyo yang selalu mendoakan dan memberi semangat dan motivasi yang tiada henti.

9. Terimakasih kepada paman Slamet dan Bibi Rukaya yang turut membantu dan memberi semangat yang tak kenal lelah.

10.Kakak Penulis Sunaryo terhebat, terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.

11.Kedua adik penulis, Tedy Suyono Syah dan Nita Arini tersayang. Terimakasih atas dukungan dan doanya, beserta keluarga besar yang selalu memperhatikan dan mendoakan penulis.


(18)

membantu dan mendukung selama proses penyelesaian skripsi ini.

13.Terimakasih kepada teman Geng tercinta, Yuda Ayu Kusuma Wardani, Nyimas Farisa N, Siska Karolina S dan Dessy Eva D, atas suka duka serta kesempatan untuk saling berbagi selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini.

14.Terimakasih kepada “Krucukers”, kelompok 2 propti, atas perkenalan dan moment yang luar biasa.

15.Terimakasih kepada Erson Erpis atas bantuan, dukungan dan moment yang luar biasa selama menuntut ilmu di FK Unila.

16.Teman-teman seperjuangan satu angkatan (2011) trimakasih atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan moment berharga yang tak terlupakan.

17.Adik kos ku tersayang Suci Nata Kusuma, terimakasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

18.Kakak dan adik tingkat 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2012, 2013 dan 2014 “Sai Kedokteran Sai”.

19.Seluruh Civitas Akademika Program Studi Pendidikan Dokter dan Civitas Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan


(19)

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk (Gama, 2010). WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-born disease yang tercepat pertumbuhannya. Sekitar 1 juta kasus dilaporkan pada World Health Organization setiap tahun, dengan 20 ribu kematian setiap tahunnya (WHO, 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah kasus DBD di Indonesia mencapai 65 ribu dengan kematian mencapai 595 jiwa pada periode tahun 2011 (Kemenkes RI, 2012). Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukan CFR (Case Fatality Rate) akibat DBD di beberapa wilayah tidak sesuai target nasional sebesar 1 % (Kemenkes RI, 2012).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di provinsi Lampung cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya serta berpotensi


(21)

menimbulkan KLB. Angka kesakitan DBD di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar 68,44 per 100.000 penduduk (diatas IR Nasional yaitu 55 per 100.000 penduduk) (Riskesdas, 2012).

Nyamuk penular (vektor) penyakit DBD yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris tetapi saat ini yang menjadi vektor utama penyakit DBD adalah Aedes aegypti (Soegijanto, 2006). Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya (Womack, 1993).

Melihat pentingnya peran nyamuk tersebut dalam menularkan DBD, maka perlu dilakukan pengendalian. Sekarang ini, pemberantasan penyakit DBD dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes aegypti) mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD belum tersedia. Pemberantasan nyamuk tersebut dilakukan dengan penyemprotan Insektisida, namun selama jentiknya masih dibiarkan hidup, maka akan timbul lagi nyamuk yang baru yang selanjutnya dapat menularkan penyakit ini kembali (Irianto, 2014).

Pengendalian yang paling sering digunakan saat ini adalah pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida karena memiliki efek kerja yang lebih efektif dan hasilnya cepat terlihat jika dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Salah satu penggunaan insektisida yaitu dengan organofosfat untuk penyemprotan nyamuk dan abate untuk membunuh larva (Suparta, 2008). Berdasarkan penelitian, insektisida memiliki beberapa efek samping, yaitu resistensi pada nyamuk dan larva, resiko kontaminasi air dan makanan, serta menyebabkan


(22)

akumulasi residu kimia pada flora, fauna, tanah dan lingkungan (Ndione dkk, 2007).

Penggunaan larvasida dalam waktu lama dapat menyebabkan resistensi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2006) diketahui bahwa larva Aedes aegypti di beberapa wilayah pengujian, yaitu Surabaya, Palembang dan Bandung telah resisten terhadap temephos. Berdasarkan penelitian Rosmini dkk, (2006) mengenai aplikasi temephos dalam reservoir air perusahaan daerah air minum terhadap penurunan indeks jentik Aedes aegypti di wilayah kota Palu, Sulawesi Tengah diperoleh pada dosis 0,01 gram/liter dan 0,025 gram/liter, temephos 1% SG (Sand granule) yang diaplikasikan didalam reservoir air PDAM ternyata hanya efektif sampai satu minggu saja, hal tersebut dibuktikan setelah dilakukan pengamatan selama empat minggu pasca aplikasi. Selain itu, kandungan bahan aktif dari temephos seperti Tetramethyl Thiodi P-Phenylene, Phasphorothioate 1 % dan inert ingredient 99% merupakan bahan kimia yang jika digunakan terlalu lama dapat bersifat toksik (Mahrina dkk, 2006).

Untuk mengurangi efek samping dari penggunaan insektisida kimia maka perlu dicari alternatif lain yang lebih aman. Salah satu pengembangan insektisida alternatif adalah dengan cara membunuh nyamuk khususnya pada tahap larva dengan menggunakan larvasida alami. Dengan usaha ini diharapkan perkembangan siklus hidupnya akan terhambat atau terputus karena nyamuk tidak dapat berkembang menjadi dewasa. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa larvasida yang berasal dari


(23)

ekstrak tanaman aman untuk lingkungan, dapat didegradasi, dan bersifat spesifik terhadap target (Kihampa dkk, 2009).

Suatu penelitian pada stadium larva pernah dilakukan oleh Nugroho dkk (1997) mengenai kandungan minyak atsiri daun jakut yang dapat digunakan sebagai larvasida Aedes aegypti pada instar IV. Penelitian lain dilakukan oleh Parwata dkk (2011) mengenai aktivitas larvasida minyak atsiri pada daun sirih (Piper betle Linn) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti menyebutkan bahwa kandungan minyak atsiri dalam daun sirih (Piper betle Linn) ternyata positif toksik atau bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.

Tanaman tradisional Indonesia lain yang mempunyai kandungan minyak atsiri adalah rimpang kunyit. Minyak atsiri atau minyak esensial (volatile oil) adalah jenis minyak yang berasal dari bahan nabati, bersifat mudah menguap pada suhu kamar dan memiliki bau seperti tanaman asalnya (Guenther, 2006). Minyak atsiri biasanya tidak berwarna, terutama apabila baru saja diperoleh dari isolasi, tetapi makin lama akan berubah menjadi gelap karena proses oksidasi (Gunawan dkk, 2004). Minyak atsiri dapat mempengaruhi suatu proses dari metabolisme sekunder yang dapat mempengaruhi ovoposisi dari betina Aedes aegypti, reppelent, larvasida dan juga dapat merusak telur Aedes aegypti (Diaz dkk, 2012). Selain itu, mampu menghambat perkembangan serangga, efek yang ditimbulkanya adalah dalam bentuk daya tolak dan daya pencegah (Said, 2007).


(24)

Kandungan curcumin dan minyak atsiri ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif membunuh 50% populasi larva Aedes aegypti (Marlinae dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Panghiyangani dkk (2012) mengenai efek ekstrak rimpang kunyit sebagai larvasida Aedes aegypti vektor penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue di kota Banjar Baru diperoleh hasil bahwa ekstrak rimpang kunyit efektif dalam membunuh larva Aedes aegypti dan mampu membunuh 50% populasi pada konsentrasi 0,4%.

Kandungan minyak atsiri dalam kunyit cukup tinggi yaitu berkisar antara 3-5%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar minyak atsiri dalam tanaman rimpang lainnya seperti jahe yang hanya memiliki kadar minyak atsiri berkisar 1-4%. Selain itu, curcumin yang merupakan kandungan utama dalam kunyit (2,5-6%) diketahui bersifat sebagai antimikroba. Rimpang kunyit juga mudah didapat, karena dapat tumbuh di semua tempat yang pengairanya baik (Yuliani, 2012).

Oleh karena itu, pada penelitian ini dipilih rimpang kunyit yang memiliki kandungan minyak atsiri dan curcumin untuk mengetahui efektivitas ekstrak rimpang kunyit sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III ?


(25)

2. Berapakah konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III ?

3. Berapakah konsentrasi dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang efektif untuk membunuh 50% total larva uji Aedes aegypti instar III ?

4. Berapakah waktu yang dibutuhkan oleh ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) untuk membunuh 50% total larva uji Aedes aegypti instar III ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui apakah ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

b. Mengetahui konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

c. Mengetahui LC50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.


(26)

d. Mengetahui LT50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu dalam lingkup pengendalian vektor penyebab demam berdarah.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat untuk peneliti

Sebagai wujud dari pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan pengetahuan peneliti.

b. Manfaat untuk masyarakat

Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai insektisida nabati, sehingga dapat meminimalisir penggunaan insektisida sintetik dalam pengendalian vektor penyebab demam berdarah di rumah.

c. Manfaat untuk institusi pendidikan

Penelitian ini dapat menambah informasi ilmiah dan digunakan sebagai acuan bagi peneliti lainnya.


(27)

E. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teori

Gambar 4. Kerangka Teori Vektor DBD (Aedes

aegypti)

Kimia Biologi Pengendalian vektor Terpadu

PSN-DBD

Insektisida

sintetik Insektisida alami

Ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val)

Minyak atsiri : Memiliki efek larvasida yaitu

dengan cara mengganggu susunan saraf pada larva

Curcumin : Suatu zat yang dapat mengahambat pertumbuhan

larva

Larva mati

Bunga

Batang Akar Daun

Ekstrak bunga krisan Ekstrak daun legundi Ekstrak ethanol batang

kecombrang Pengendalian Vektor


(28)

2. Kerangka Konsep

= Variabel Bebas = Variabel terikat

Gambar 5. Kerangka konsep Ekstrak ethanol rimpang kunyit

(Curcuma domestica Val)

kematian larva Aedes aegypti

per satuan waktu Minyak atsiri :

Memiliki efek larvasida yaitu dengan cara mengganggu

susunan saraf pada larva

Curcumin : Suatu zat yang dapat mengahambat pertumbuhan


(29)

F. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III. Rumusan masalah 2, 3 dan 4 dijawab secara deskriptif.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue (DBD) 1. Etiologi

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae dan mempunyai empat jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 (Irianto, 2014).

2. Cara Penularan

Tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Irianto, 2014).

Nyamuk Aedes aegypti betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase viremia yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari dan tetap infektif selama hidupnya. Virus akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama


(31)

4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak yaitu demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Kemenkes RI, 2011).

3. Diagnosa DBD

Menurut WHO (2011), kriteria diagnosis DBD adalah sebagai berikut : a. Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

2. Terdapat manifestasi perdarahan (test torniquet positif, ptekiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi serta hematemesis dan/atau melena.

3. Pembesaran hati (hepatomegali).

4. Syok (ditandai takikardi, perfusi jaringan yang buruk, hipotensi dan gelisah)

b. Kriteria laboratorium

1. Trombositopenia (<100.000/mm3)

2. Hemokonsentrasi (Hematokrit meningkat >20%)

Jika ditemukan dua kriteria klinik serta trombositopenia atau hemokonsentrasi, maka dapat ditegakkan diagnosis klinis DBD.

B. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi

Menurut Dzakaria (2008), klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :


(32)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Uniramia Kelas : Insecta Ordo : Diptera Subordo : Nematosera Familia : Culicidae Sub famili : Culicenae Tribus : Culicini Genus : Aedes

Spesies : Aeges aegypti

2. Morfologi dan siklus hidup Aedes aegypti

Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut (Ditjen PP dan PL RI, 2011):

a. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih kurang 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai lebih kurang 6 bulan di tempat kering.


(33)

Gambar 1.Telur Aedes Aegypti. Larva mulai timbul, telur pecah di dekat ujung anterior karena

tekanan larva (Zaman, 1997)

b. Jentik (larva)

Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut (Ditjen PP dan PL 2005), yaitu:

1. Instar I: larva usia 1-2 hari, berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm, duri-duri pada dada belum jelas dan corong pernafasan pada siphon juga belum jelas.

2. Instar II: larva usia 2-4 hari, berukuran 2,5-3,8 mm, duri-duri dada belum jelas, corong kepala mulai menghitam.

3. Instar III: lebih besar sedikit dari larva instar II,usia 4-6 hari, berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman.

4. Instar IV: larva berusia 6-8 hari, berukuran paling besar 5-6 mm dengan warna kepala gelap.


(34)

Gambar 2. Larva Aedes Aegypti selama proses pemunculan (Zaman, 1997)

c. Pupa

Pupa berbentuk seperti ‘koma’. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik) nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

d. Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.

Perbedaan morfologi antara nyamuk Aedes aegypti yang betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/ tidak lebat.


(35)

Gambar 3. Nyamuk dewasa AedesAegypti, sedang menghisap darah manusia (Zaman, 1997)

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur-jentik (larva)-pupa-nyamuk dewasa. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak lebih kurang 100 butir. Telur yang terletak di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Kemenkes RI, 2011). Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai


(36)

pagi dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. (Kemenkes RI, 2011).

3. Pengendalian vektor

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit. Berbagai metode Pengendalian Vektor (PV) DBD, yaitu (Kemenkes, 2011):

1. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi adalah dengan menggunakan insektisida. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah:

1. Sasaran dewasa (nyamuk): Organophospat (Malathion, methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine) Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging.


(37)

2. Biologi

Pengendalian Biologi adalah pengendalian vektor nyamuk dengan menggunakan bakteri patogen Bacillus Thuringiensis, cara ini adalah cara paling efektif serta tidak mempunyai efek samping. Dengan menggunakan Bacillus Thuringiensis yang diisolasi didalam habitat tanah dan dibiakkan dalam media lokal air cucian beras terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles aconitus, dapat mambuat perkembangan larva nyamuk menurun secara signifikan (Komariah dkk, 2010).

3. Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN-DBD

Pengendalian Vektor (PV) DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus atau berkesinambungan.

PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud yaitu:

1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)


(38)

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2)

3. Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali. b. Memperbaiki saluran air yang tidak lancar/rusak. c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon. d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat

yang sulit dikuras.

e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air.

f. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.

4. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management) IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan kegiatan PSN anak sekolah dan lain sebagainya.


(39)

C. Kunyit

1. Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan, kunyit dikelompokkan sebagai berikut (Winarto, 2004) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domesticaVal 2. Morfologi

a. Batang

Kunyit memiliki batang semu yang tersusun dari kelopak atau pelepah daun yang saling menutupi. Batang kunyit bersifat basah karena mampu menyimpan air dengan baik, berbentuk bulat, dan berwarna hijau keunguan. Tinggi batang kunyit mencapai 0,75-1 m (Winarto, 2004).

b. Daun

Daun kunyit tersusun dari pelepah daun, gagang daun dan helai daun. Panjang helai daun antara 31-84 cm. Lebar daun antara 10-18 cm. Daun kunyit berbentuk bulat telur memanjang dengan


(40)

permukaan agak kasar. Pertulangan daun rata dan ujung meruncing atau melengkung menyerupai ekor. Permukaan daun berwarna hijau muda. Satu tanaman mempunyai 6-10 daun (Winarto, 2004).

c. Bunga

Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau kuning muda dengan pangkal berwarna putih. Setiap bunga mempunyai tiga lembar kelopak bunga, tiga lembar tajuk bunga, dan empat helai benang sari. Salah satu dari keempat benang sari itu berfungsi sebagai alat pembiakan. Sementara itu, ketiga benang sari lainya berubah bentuk menjadi helai mahkota bunga (Winarto, 2004).

d. Rimpang

Rimpang kunyit bercabang-cabang membentuk rumpun. Rimpang berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang berupa batang yang berada didalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari rimpang induk atau umbi kunyit dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbuku-buku pendek, lurus, atau melengkung. Jumlah tunas umumnya banyak. Tinggi anakan mencapai 10,85 cm (Winarto, 2004).

Warna kulit rimpang jingga kecoklatan atau berwarna terang agak kuning sampai kuning kehitaman. Warna daging rimpangnya jingga kekuningan dilengkapi dengan bau khas yang rasanya agak pahit dan pedas. Rimpang cabang tanaman kunyit akan berkembang


(41)

secara terus menerus membentuk cabang-cabang baru dan batang semu, sehingga berbentuk sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm. Panjang rimpang bisa mencapai 22,5 cm. Tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan rimpang muda 1,61 cm. Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua merupakan bagian yang dominan sebagai obat (Winarto, 2004).

3. Budi daya tanaman

Perbanyakan tanaman dilakukan dengan stek rimpang berukuran 20-25 g/setek. Jarak tanaman memiliki panjang 60 cm dan lebar 60 cm. Bibit yang digunakan harus rimpang yang cukup umur. Waktu tanam yang tepat adalah pada awal musim hujan. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang pengairanya baik dan di tempat yang sedikit terlindung. Tetapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar dibutuhkan tempat yang lebih terbuka (Yuliani, 2012).

4. Paska Panen

Tanaman kunyit sudah bisa dipanen pada bulan ke-7 setelah penanaman yaitu ketika bagian daun paling bawah telah berubah menjadi warna kuning. Namun, panen terbaik adalah ketika tanaman berumur 11-12 bulan, yaitu pada saat gugur daun kedua. Ciri-ciri kunyit yang siap panen adalah berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan atau perubahan warna pada daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati). Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul atau garpu. Sebelum dibongkar batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Rimpang yang telah


(42)

dipanen harus dibersihkan dari tanah. Setelah itu rimpang dicuci, dipotong-potong, dikeringkan lalu dimasukkan kedalam karung agar tidak rusak. Selanjutnya kunyit kering disuling dan menghasilkan 2-7% minyak kunyit berwarna jingga (Yuliani, 2012).

5. Kandungan senyawa kimia

Komponen kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit diantaranya minyak atsiri, pati, zat pahit, resin, selulosa, dan beberapa mineral. Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3-5%. Komponen zat warna atau pigmen pada kunyit yang utama adalah kurkumin, yakni sebanyak 2,5-6%. Disamping itu, kunyit juga mengandung zat warna lain, seperti monodesmetoksikurkumin dan biodesmetoksikurkumin. Setiap rimpang segar kunyit mengandung ketiga senyawa ini sebesar 0,8%. Pigmen kurkumin inilah yang memberi warna kuning orange pada rimpang (Winarto, 2004).

Minyak atsiri merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam bagian tanaman seperti daun, bunga, rimpang, batang, buah dan biji. Pemanenan yang tepat akan menghasilkan rendemen minyak yang tinggi karena senyawa metabolitnya ada dalam kondisi yang optimal. Pemanenan masing-masing bagian tanaman tersebut dilakukan pada saat yang berbeda yaitu (Yuliani, 2012) :

a. Daun

Untuk bagian ini, pemanenan dilakukan berdasarkan jenis tanamannya. Untuk daun dari jenis tanaman yang tidak berkayu seperti daun menta dan nilam, pemanenan dilakukan pada saat


(43)

tanaman berumur 4-5 bulan setelah tanam, yaitu ketika minyak dalam kondisi optimal. Untuk daun dari tanaman yang berkayu sepertu daun kayu putih, pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 tahun dan dilakukan saat pagi atau sore hari.

b. Bunga

Untuk bagian ini, pemanenan dilakukan berdasarkan tingkat kemekarannya. Panen yang tepat dilakukan pada saat bunga mulai mekar, tetapi belum mekar penuh.

c. Kayu

Untuk bagian ini, pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 4-5 tahun setelah tanam. Pemanenan tetap dapat dilakukan sampai tanaman berumur 15 tahun.

d. Rimpang

Tanaman yang minyak atsirinya berasal dari bagian ini pada umumnya dipanen ketika tanaman berumur 7-10 bulan, contohnya adalah kunyit dan jahe.

e. Buah dan biji

Pemanenan dilakukan ketika tanaman sudah berumur lima tahun.

6. Keunggulan kunyit

Dalam bidang keamanan pangan, minyak atsiri kunyit memberikan efek antimikroba sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan. Minyak atsiri dapat mempengaruhi suatu proses dari metabolisme sekunder yang dapat mempengaruhi ovoposisi dari


(44)

betina Aedes aegypti, reppelent, larvasida dan juga dapat merusak telur Aedes aegypti (Diaz dkk, 2012).

7. Proses perajangan atau pengirisan

Perajangan bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan serta mempercepat proses pengeringan. Kesalahan dalam proses perajangan dapat menyebabkan senyawa volatil lebih cepat menguap sehingga rendemen minyak yang dihasilkan justru menurun. Tidak semua tanaman yang menghasilkan minyak atsiri harus melalui proses perajangan. Untuk bahan-bahan yang kecil dan tipis seperti biji dan daun bisa langsung dikeringkan. Sementara itu, untuk bagian tanaman rimpang, temu-temuan dan kayu sebaiknya dirajang terlebih dahulu sehingga memudahkan proses penghalusan, ketebalan rajangan untuk rimpang temu-temuan pada umumnya sekitar 4-5 mm (Yuliani, 2012).

8. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dilakukan untuk menarik dan memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan yang berbeda-beda. Proses ekstrak didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini


(45)

berlangsung terus menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktid di dalam dan di luar sel (Ditjen POM, 2000).

Salah satu metode ektraksi adalah maserasi. Maserasi merupakan proses penyairan senyawa kimia secara sederhana dengan cara merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut. Penyairan zat-zat berkhasiat dari simplisia, baik simplisia dengan zat khasiat yang tidak tahan pemanasan. Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Maserasi dilakukan dalam botol yang berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat yang terlindung cahaya.

Ekstraksi dilakukan berulang kali sehingga sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel berwarna bening. Sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas saring untuk mendapat maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan menguapkan secara in vacuo dengan Rotary Evaporator (Ditjen POM, 2000).


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Design Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola posttest only with control group design.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2014 di Laboratorium Zoologi dan Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva Aedes aegypti. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah larva Aedes aegypti instar III. Telur nyamuk ini diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Ciamis dalam bentuk kering dengan media kertas saring. Untuk memudahkan dalam penentuan sampel maka dipakai kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria Inklusi

a. Larva Aedes aegypti yang telah mencapai instar III b. Larva usia 4-6 hari


(47)

c. Larva bergerak aktif 2. Kriteria Eksklusi

Larva mati sebelum perlakuan 3. Besar Sampel

Berdasarkan acuan Guidline WHO (2005), disebutkan bahwa setiap seri pemeriksaan setidaknya melibatkan 4 konsentrasi, masing-masing 4 kali ulangan dari 25 larva Aedes aegypti instar III yang diuji, maka pada penelitian ini dibutuhkan total larva sebanyak 700 larva dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Total sampel

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada penelitian ini adalah. 1. Variabel Bebas

Konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) 2. Variabel Terikat

Larva Aedes aegypti instar III yang mati

Jumlah larva x jumlah pengulangan

Total

Kontrol (-) : 0% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan I : 0,2% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan II : 0,4% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan III : 0,6% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan IV : 0,8% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan V : 1% 25 larva x 4 100 larva Kontrol (+) : Abate 1% 25 larva x 4 100 larva

Jumlah total larva yang dipakai dalam

penelitian


(48)

E. Definisi operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional (Tabel 2).


(49)

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil

Ukur Skala Variabel bebas: Konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val)

Ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dinyatakan dalam persen (%). Setiap konsentrasi dibuat dengan pengenceran. Pada penelitian ini dicari dosis subletalnya yaitu LC50

yang ditentukan dengan analisis probit. Efektivitas dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (rimpang yang telah dipotong, dicuci, dikeringkan, diblender dan di rendam selama 1x24 jam dengan pelarut ethanol 96% sehingga diperoleh suatu bentuk ekstrak) dilihat dari jumlah larva yang mati dan disesuaikan dengan parameter efektivitas. Refractom eter,gelas ukur, kalkulator Menimbang ekstrak dan menghitung dengan rumus: V1M1=V2M2

Konsentr asi ekstrak ethanol rimpang kunyit Kategorik Variabel terikat: Larva Aedes aegypti yang mati

Larva yang tidak bergerak saat disentuh dengan jarum di daerah siphon atau lehernya. Tubuh larva kaku. Larva yang hampir mati juga dikategorikan kedalam larva yang mati, dengan ciri-ciri tidak dapat meraih permukaan air atau tidak bergerak aktif (bergerak naik turun dari bawah ke permukaan air untuk menghirup oksigen) ketika air digerakkan (WHO, 2005). Larva instar III berukuran 4-5 mm, berumur 4-6 hari setelah telur menetas, duri-duri dada mulai jelas, dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman (Ditjen PP&PL, 2005)

Alat ukur: Hand counter Jarum

Mencatat jumlah larva yang mati Parameter: Mortalitas larva Aedes aegypti instar

III

Larva

Aedes aegypti

yang mati

(0-25 larva)

Numerik

Efektivitas kemampuan untuk menghasilkan suatu efek tertentu atau menghasilkan pengaruh tertentu yang dapat diukur (Dorland, 2010).

Parameter efektivitas WHO dan Komisi Pestisida

Membandingk an hasil perlakuan dengan parameter efektivitas

Efektif dan tidak efektif


(50)

F. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Alat untuk preparasi bahan uji

1. Baskom plastik dengan diameter lebih kurang 30 cm untuk tempat memelihara larva

2. Gelas plastik ukuran 400 ml untuk tempat meletakkan larva uji 3. Jaring nyamuk untuk menutup tempat memelihara larva b. Alat untuk pembuatan larutan uji

1. Timbangan untuk menimbang rimpang kunyit yang diperlukan 2. Blender untuk menghaluskan rimpang kunyit

3. Botol untuk pengenceran ekstrak 4. Alumunium foil untuk menutup botol

5. Kertas saring dan labu erlenmeyer untuk memisahkan hasil maserasi dengan ampasnya

6. Rotatory evaporator

7. Gelas ukur untuk pengenceran larutan

8. Pipet ukuran 1 ml untuk mengambil ekstrak rimpang kunyit c. Alat untuk uji efektivitas

1. Gelas ukur 250 ml untuk mengukur jumlah air yang diperlukan 2. Pipet larva untuk mengambil larva


(51)

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebanyak 500 gr, ethanol 96% sebanyak 970 ml sebagai pelarut saat pembuatan ekstrak, aquades sebanyak 1000 ml sebagai pengencer stock ekstrak untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan. Penelitian ini juga memerlukan pelet kelinci sebagai makanan larva.

G. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Bahan Uji

Telur nyamuk Aedes aegypti yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Ruang Insektarium Loka Litbang P2B2 Ciamis, Pengandaran, jawa Barat. Telur diletakkan di dalam baskom plastik yang berdiameter lebih kurang 30 cm berisi air untuk pemeliharaan larva. Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Telur yang sudah menetas menjadi larva dipisahkan dengan menggunakan pipet larva dan diberi makan pelet. Setelah usia larva mencapai instar III (usia 4-6 hari), larva dipindahkan dengan menggunakan pipet larva kedalam gelas plastik yang berisi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dengan konsentrasi yang berbeda tiap gelas.

2. Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) ini menggunakan rimpang kunyit yang didapat dari lingkungan sekitar peneliti di daerah Tanjung Bintang, Kabupaten lampung Selatan (kunyit segar yang dipanen pada usia 7-10 bulan) dengan bahan pelarut


(52)

berupa ethanol 96%. Rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebanyak 5 kg yang telah didapat kemudian dibersihkan dengan menggunakan air setelah itu dipotong kecil-kecil, dikeringkan dan di blender kering (tanpa air). Setelah itu, serbuk rimpang kunyit ditimbang, diambil sebanyak 500 gram untuk dibuat ekstrak. Serbuk rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) direndam selama 24 jam di dalam ethanol 96% sebanyak 1000 ml. Setelah direndam selanjutnya disaring sehingga diperoleh hasil akhir berupa ekstrak rimpang kunyit dengan konsentrasi 100%. Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus V1M1=V2M2.

Keterangan :

V1= Volume larutan yang akan diencerkan (ml)

M1= Konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit yang tersedia (%) V2= Volume larutan (air+ekstrak) yang diinginkan (ml)

M2= Konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit yang akan dibuat (%) Tabel 3. Jumlah Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma

domestica Val) yang Dibutuhkan

M1 V2 M2 V1 Pengulangan

V1 x 4

100% 200 ml 1% 2 ml 8 ml 100% 200 ml 0,8% 1,6 ml 6,4 ml 100% 200 ml 0,6% 1,2 ml 4,8 ml 100% 200 ml 0,4% 0,8 ml 3,2 ml 100% 200 ml 0,2% 0,4 ml 1,6 ml

Total 24 Ml

3. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan pada penelitian ini menggunakan larutan uji yaitu ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dengan


(53)

konsentrasi 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%, dimana pada penelitian sebelumnya diperoleh LC50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar I-IV sebesar 0,4% (Panghiyangani dkk, 2012). Uji pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang efektif yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti. Ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dengan berbagai konsentrasi diletakkan dalam gelas plastik. Larva diletakkan ke dalam gelas plastik yang berisi berbagai konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dengan menggunakan pipet larva. Masing-masing perlakuan berisi 10 larva Aedes aegypti instar III (WHO, 2005), dan dilakukan tanpa pengulangan. Setelah itu dilakukan pengamatan dan dihitung jumlah larva yang mati.

Hasil uji pendahuluan menunjukkan dengan konsentrasi 0,2% sudah mampu membunuh larva sebesar 25% dan dengan konsentrasi 1% dapat membunuh larva 100%. Data ini yang akan digunakan sebagai patokan dalam menentukan konsentrasi yang akan digunakan dalam penelitian.

4. Uji Efektivitas

Larutan uji yang digunakan adalah ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dengan konsentrasi 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%. Uji efektivitas ini dilakukan untuk menentukan nilai LC50 (Lethal Consentration), LT50 (Lethal Time) dan konsentrasi yang paling efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.


(54)

Larva diletakkan dalam gelas plastik yang berisi berbagai konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dengan menggunakan pipet larva. Perlakuan menggunakan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) hanya diberikan kepada kelompok eksperimen sebanyak 200 ml pada tiap ulangan, sedangkan pada kelompok kontrol negatif (konsentrasi 0%) diberikan perlakuan menggunakan air sumur dengan volume 200 ml pada tiap ulangan dan pada kelompok kontrol positif diberikan perlakuan dengan air sumur yang diberi Abate 1% dengan volume 200 ml pada tiap ulangan.

Masing-masing perlakuan berisi 25 larva Aedes aegypti instar III dengan jumlah pengulangan sebanyak 4 kali. Jumlah larva uji dan jumlah pengulangan berdasarkan acuan WHO, Guidline For Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacides. Menurut WHO (2005), pengukuran pada kelompok-kelompok sampel dilakukan 24 jam dan dibagi setiap interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480 dan 1440 menit. Pengukuran berakhir pada menit ke-1440 dengan cara menghitung larva yang mati di tiap patokan waktu.

5. Parameter Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val)

WHO (2005) menyebutkan bahwa konsentrasi larvasida dianggap efektif apabila dapat menyebabkan kematian larva uji 10-95% yang nantinya akan digunakan untuk mencari nilai lethal consentration


(55)

sedangkan Komisi Pestisida (1995) menyatakan bahwa penggunaan larvasida dikatakan efektif apabila dapat mematikan 90-100% larva uji. 6. Menentukan Nilai LC50 dan LT50

Kelompok perlakuan dalam penelitian ini terdiri atas 1 kontrol negative, 4 konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dan 1 kontrol positif. Masing-masing kelompok perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali dan diamati pada menit ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, dan 4320. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati kemudian dihitung persentase rata-rata kematian masing-masing kelompok perlakuan pada tiap masing-masing waktu pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis Probit dan uji Regresi Linear Sederhana sehingga diperoleh nilai LC50 pada masing-masing waktu pengamatan dan total pengamatan serta LT50 pada masing-masing konsentrasi perlakuan dan total perlakuan..

H. Alur Penelitian


(56)

Gambar 6. Diagram alur uji ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III

Ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica val) 100%

Konsentrasi 0,2% Konsentrasi 0% Abate 1% Konsentrasi 0,6% Konsentrasi 0,8% Konsentrasi 1% Kelompok 3 Kelompok 2 Kelompok 1 (Kontrol -) Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 (kontrol +)

Tiap kelompok dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali

Diamati setiap menit

Ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880. 4320

Menghitung jumlah larva yang mati

Analisis 6 kg rimpang

kunyit segar (Usia 7-10 bulan) Dicuci dan dibersihkan Serbuk rimpang kunyit Diblender Dikeringkan Dipotong

ukuran 4-5 mm

Ditimbang (diambil 500 gr

Disaring Direndam didalam

larutan ethanol 96% sebanyak 100 ml


(57)

I. Pengolahan dan Analisis Data 1. One way ANOVA

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara perlakuan yang diberikan maka digunakan analisis One way ANOVA, tetapi bila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama, maka dilakukan uji alternatif yaitu uji Kruskal-Wallis. Uji ini bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila dalam uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p value<0,05 maka dilakukan analisis post-hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Uji post-hoc untuk One way ANOVA adalah Bonferoni sedangkan untuk uji Kruskal-Wallis adalah Mann Whitney (Dahlan, 2011).

2. Uji Probit

Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai LC50 pada tiap waktu pengamatan dan LT50 pada masing-masing konsentrasi perlakuan. Lethal Consentration merupakan suatu ukuran untuk mengukur daya racun dari jenis pestisida. Pada uji efektivitas ditunjukkan LC50 yang berarti berapa ppm atau persen konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan sedangkan Lethal Time atau LT50 adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh 50% dari hewan percobaan. Nilai ini ditentukan dengan analisis probit (Dahlan, 2011). Analisis probit ini diolah dengan menggunakan program penghitungan komputer.


(58)

3. Uji Regresi Linear Sederhana

Uji ini dilakukan untuk menentukan nilai dari LC50 dan LT50 dari total perlakuan pada pengamatan berdasarkan persentase rata-rata kematian total larva yang disebabkan oleh masing-masing konsentrasi (Dahlan, 2011).

J. Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor surat 2237/UN26/8/DT/2014. Surat lolos kaji etik terlampir.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Uji Efektivitas

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung. Pembuatan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dilakukan di laboratorium kimia organik. Pembuatan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) membutuhkan waktu lebih kurang 4 hari. Ekstrak kemudian disimpan dalam suhu 50C-100C.

Penelitian ini dimulai dengan menetaskan telur Aedes aegypti yang diperoleh dari Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Ciamis dalam bentuk kering dengan media kertas saring pada nampan yang telah disediakan. Pengamatan dilakukan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dengan 4 kali pengulangan yang membutuhkan waktu selama 6 hari. Hasil penelitian disajikan pada tabel berikut:


(60)

Tabel 4.Kematian Larva Aedes aegypti pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) pada Masing-masing Pengulangan

Hasil penelitian yang dilakukan,tidak ada kematian larva uji pada konsentrasi 0% di setiap pengulangan. Pada konsentrasi 0,2% kematian larva uji dimulai pada menit ke-60 di pengulanganketiga dan keempat dengan jumlah kematian larva uji pada masing-masing pengulangan sebanyak 1 ekor larva.Pada konsentrasi 0,4% diperoleh kematian larva uji dimulai pada menit ke-40 di setiap pengulangan % Pengul

angan

Jumlah larva yang mati pada menit ke-

5 10 20 40 60 120 240 480 1440 2880 4320

0 I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

II 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

III 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

IV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,2 I 0 0 0 0 0 1 2 3 6 9 11

II 0 0 0 0 0 1 2 3 7 8 10

III 0 0 0 0 1 2 2 4 8 9 12

IV 0 0 0 0 1 1 3 5 7 10 12

0,4 I 0 0 0 1 1 3 4 7 11 15 16

II 0 0 0 1 2 2 4 5 9 13 15

III 0 0 0 1 2 3 5 7 11 14 16

IV 0 0 0 1 3 4 5 6 10 13 17

0,6 I 0 0 0 2 4 6 7 10 12 16 18

II 0 0 0 1 3 5 7 9 11 15 19

III 0 0 0 1 2 4 7 8 13 16 18

IV 0 0 0 2 3 4 6 9 12 15 17

0,8 I 0 0 1 3 5 8 11 12 15 19 21 II 0 0 1 2 4 7 10 13 15 18 20 III 0 0 2 3 5 7 9 11 14 17 20 IV 0 0 0 2 4 8 10 13 16 19 21

1 I 0 0 1 4 7 10 12 16 18 21 23

II 0 0 2 3 6 9 11 14 17 20 22 III 0 0 1 2 3 5 8 11 15 19 21 IV 0 0 1 3 6 8 10 15 18 20 22 Ab

ate 1%

I 0 0 9 16 21 23 25 25 25 25 25

II 0 0 7 12 18 22 24 25 25 25 25 III 0 0 6 13 17 21 25 25 25 25 25 IV 0 0 8 14 19 23 25 25 25 25 25


(61)

dengan jumlah kematian larva uji sebesar 1 ekor larva pada masing-masing pengulangan. Kematian larva pada konsentrasi 0,6% dimulai pada menit ke-40 di setiap pengulangan dengan jumlah kematian larva uji pada masing-masing pengulangan sebesar 2 ekor larva pada pengulangan pertama, 1 ekor larva pada pengulangan kedua, 1 ekor larva pada pengulangan ketiga dan 2 ekor larva pada pengulangan keempat. Kematian larva uji pada perlakuan dengan konsentrasi 0,8% diperoleh kematian larva uji dimulai pada menit ke-20 dengan jumlah kematian larva uji sebesar 1 ekor larva pada pengulangan pertama dan kedua serta 2 ekor larva pada pengulangan ketiga sedangkan pada pengulangan keempat kematian larva uji dimulai pada menit ke-40 dengan jumlah kematian larva uji sebesar 2 ekor larva. Penelitian yang dilakukan pada konsentrasi 1% kematian larva uji dimulai pada menit ke-20 pada setiap pengulangan dengan jumlah kematian larva uji pada masing-masing pengulangan sebesar 1 ekor larva pada pengulangan pertama, ketiga dan keempat serta 2 ekor larva uji pada pengulangan kedua.Kematian larva uji semakin meningkat dengan taraf konsentrasi dan waktu yang meningkat. Data tersebut kemudian dirata-ratakan dan dicari persentase rata-rata kematian larva. Hasilnya disajikan pada tabel berikut:


(62)

Tabel 5. Persentase Rata-rata Kematian Larva Aedes aegyptiPada Berbagai Konsentrasi Ekstrak ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domesticca Val) Mulai Menit 5 sampai Menit Ke-4320

Konsentr asi (%)

Persentase rata-rata kematian larva(%) pada menit ke-

5 10 20 40 60 120 240 480 1440 2880 4320

0% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,2% 0 0 0 0 2 5 9 15 28 36 45 0,4% 0 0 0 4 8 12 18 25 41 55 64 0,6% 0 0 0 6 12 19 27 36 58 62 72 0,8% 0 0 4 10 18 30 40 49 60 73 82 1% 0 0 5 12 22 32 41 56 73 80 90 Abate 1% 0 0 30 55 75 89 99 100 100 100 100

Data penelitian menunjukan kematian larva dimulai pada menit ke-20 pada konsentrasi 0,8% dan 1% ditemukan jumlah kematian larva pada masing-masing konsentrasi sebesar 4% dan 5%. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dihitung menggunakan analisis statistik untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh dari masing-masing konsentrasi.

2. Analisis Data a. Uji Normalitas

Uji pertama yang dilakukan adalah uji normalitas untuk menghitung sebaran data dari data yang diperoleh pada penelitian. Penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 25 larva pada tiap kelompok perlakuan sehingga uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk (Dahlan, 2011). Hasil dari uji normalitas disajikan pada tabel berikut:


(63)

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data

Konsentrasi Shapiro-Wilk

Statistik df Sig.

Jumlah larva

mati

0,2% ,863 4 ,272

0,4% ,945 4 ,683

0,6% ,945 4 ,683

0,8% ,729 4 ,024

1% ,945 4 ,683

Data hasil uji normalitas menunjukan hasil yang diperoleh berupa nilai p>0,05 kecuali pada konsentrasi 0,8% diperoleh nilai p<0,05 yang memiliki arti bahwa distribusi data tidak normal. Distribusi data dianggap normal apabila pada semua konsentrasi memiliki nilai p>0,05 (Dahlan, 2011). Selanjutnya dilakukan transformasi data dan dilakukan uji normalitas kembali pada data yang telah ditransformasikan. Hasil yang diperoleh adalah p<0,05 pada konsentrasi 0,8% yang memiliki arti distribusi data tidak normal. Selanjutnya dilakukan uji alternatif Kruskal-Wallis karena syarat untuk uji One way ANOVA (distribusi data normal, varians sama) tidak terpenuhi (Dahlan, 2011).

b. Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Wallis adalah uji nonparametrik yang merupakan uji alternatif untuk data numerik dengan kelompok lebih dari 2, tidak berpasangan dan memiliki distribusi data yang tidak normal (Dahlan, 2011). Hasil dari uji Kruskal-Wallis disajikan pada tabel berikut:


(64)

Tabel 7. Hasil Uji Nonparametrik Kruskal-Wallis

(*) beda nyata pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05)

Data yang diperoleh dari uji nonparametrik Kruskal-Wallis menunjukan nilai p<0,05 yang memiliki arti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari jumlah larva yang mati antar konsentrasi. Selanjutnya dilakukan uji post-hocMann-Whitney (Dahlan, 2011).

c. Uji Post-hoc Mann-Whitney

Uji post-hoc adalah uji beda lanjutan yang dilakukan untuk mengetahui kelompok mana yang paling bermakna dalam menyebabkan kematian larva (p<0,05). Uji post-hoc dari uji Kruskal-Wallis adalah Mann-Whitney (Dahlan, 2011). Hasil dari uji post-hoc disajikan pada tabel berikut:

Tabel 8. Uji Statistik Perbandingan Antar Konsentrasi(Analisis post-hoc Mann-Whitney)

(*) beda nyata pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05)

Jumlah Larva Mati

Chi-Square 26,532

df 6

Asymp. Sig. ,000*

% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Abate 1%

0

0,2 0,013*

0,4 0,013* 0,019*

0,6 0,013* 0,019* 0,027*

0,8 0,013* 0,019* 0,019* 0,019*

1 0,013* 0,019* 0,019* 0,019* 0,036* Abate

1%


(65)

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa semua konsentrasi yang dibandingkan dengan konsentrasi 0% (kontrol negatif) memiliki nilai p<0,05 yang berarti memiliki perbedaan bermakna, perbedaan bermakna juga terlihat pada konsentrasi yang dibandingkan dengan abate 1% (kontrol positif) memiliki nilai p<0,05 yang berarti memiliki perbedaan yang bermakna. Selain itu, perbandingan antar konsentrasi perlakuan juga didapatkan nilai p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antar konsentrasi dalam menyebabkan kematian larva.

d. Lethal Concentration (LC50)

LC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk membunuh 50% populasi dari larva uji. LC50 digunakan untuk menilai toksisitas dari larvasida. Nilai LC50 ditentukan berdasarkan jumlah kematian larva uji yang didapatkan pada masing-masing konsentrasi. Berikut disajikan nilai LC50 pada tiap waktu pengamatan berdasarkan analisis probit.

Tabel 9. Nilai LC50 Larva Aedes aegypti pada Berbagai Waktu Pengamatan

No Waktu (menit) Nilai LC50 (%)

1 5 -

2 10 -

3 20 13,063

4 40 15,042

5 60 11,763

6 120 8,766

7 240 6,628

8 480 5,157

9 1440 3,390

10 2880 3,076


(66)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 k o n s e n t r a s i waktu pengamatan Standar WHO konsentr asi (%)

Data yang diperoleh pada tabel menunjukan nilai LC50 semakin menurun mulai menit 40 hingga menit akhir (menit ke-4320). Hal ini menunjukan bahwa semakin lama pajanan untuk menimbulkan kematian larva 50% dari total larva uji maka dibutuhkan konsentrasi yang semakin sedikit. Hasil dari analisis probit yang dilakukan pada masing-masing waktu pengamatan, terlihat nilai LC50 hingga menit ke-4320 memiliki nilai konsentrasi diatas 1% (diatas standar WHO). Berdasarkan uji probit, didapatkan nilai LC50 yang semakin menurun seperti terlihat pada grafik (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik Nilai LC50 dari Menit Ke-5 sampai Menit Ke-4320

Gambar 7 menunjukan bahwa nilai LC50 pada berbagai waktu pengamatan menurun seiring dengan lamanya waktu pajanan. Kemudian dilakukan uji Regresi Linear Sederhana untuk


(67)

y = 0.010x - 0.124 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 20 40 60 80 100

konsentrasi (%)

persentase larva yang mati (%)

konsentrasi kon sent rasi Line ar (kon sent rasi) menentukan nilai LC50 yang menyebabkan kematian 50% total larva uji dari semua perlakuan. Hasil uji Regresi Linear Sederhana disajikan pada grafik berikut:

Gambar 8. Grafik Nilai LC50 Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val)

Berdasarkan grafik, diperoleh nilai LC50 ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang dapat membunuh 50% dari total larva uji semua perlakuan berdasarkan uji Regresi Linear Sederhana adalah 0,376% (Lampiran 3).

e. Lethal Time (LT50)

LT50 adalah lama waktu yang dapat menyebabkan kematian sebesar 50% dari total larva uji. LT50 digunakan untuk menentukan apakah suatu larvasida efektif untuk digunakan pada waktu 4320 menit. Berdasarkan uji probit didapatkan nilai LT50pada masing-masing konsentrasi perlakuan seperti pada tabel berikut:


(68)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

0.2 0.4 0.6 0.8 1

waktu (menit)

konsentrasi (%)

waktu pengam atan LT50 Tabel 10. Nilai LT50 Kematian Larva Aedes aegypti pada Berbagai

Konsentrasi

Berdasarkan hasil analisis, terlihat penurunan LT50dari konsentrasi terendah 0,2% sampai konsentrasi tertinggi 1%. Hal ini menunjukan semakin besar konsentrasi yang diberikan maka akan semakin tinggi pula kandungan racun yang terpajan pada larva uji sehingga semakin cepat pula waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 50% larva uji. Konsentrasi 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1 % memiliki nilai LT50tidak melebihi batas waktu pengamatan (dibawah standar WHO) sedangkan pada konsentrasi 0,2% diperoleh nilai LT50 yang melebihi batas waktu pengamatan. Hal ini seperti terlihat pada grafik berikut (Gambar 9).

Gambar 9. Grafik Nilai LT50 Pada Tiap Konsentrasi

No Konsentrasi (%) LT50 (menit)

1 0,2 5387,589

2 0,4 2047,072

3 0,6 1221,551

4 0,8 589,299


(69)

y = 57.53x - 755.1 -1000 0 1000 2000 3000 4000 5000

0 20 40 60 80

waktu (menit)

persentase larva yang mati (%)

waktu pengamatan waktu pengam atan Linear (waktu pengam atan) Selanjutnya dilakukan uji Regresi Linear Sederhana untuk mengetahui nilai LT50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) atau waktu yang diperlukan untuk membunuh 50% total larva uji. Hasilnya disajikan pada grafik berikut:

Gambar 10. Grafik Nilai LT50 Ekstrak Ekstrak Ethanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val)

Berdasarkan grafik, diperoleh nilai LT50 ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) atau waktu yang digunakan untuk membunuh 50% dari total larva uji semua perlakuan berdasarkan uji Regresi Linear Sederhana adalah 2121,4 menit (Lampiran 3).

B. Pembahasan 1. Uji Efektivitas

Penelitian ini menggunakan larvasida nabati yaitu ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang mengandung minyak atsiri dan curcumin. Minyak atsiri dapat mempengaruhi suatu proses dari metabolisme sekunder yang dapat mempengaruhi


(70)

penempelan telur dari betina Aedes aegypti, reppelent, larvasida dan juga dapat merusak telur Aedes aegypti selain itu minyak atsiri juga memiliki efek larvasida yaitu dengan cara mengganggu susunan saraf pada larva (Diaz dkk, 2012).Curcumin merupakan suatu zat yang dapat mengahambat pertumbuhan larva dengan cara menghambat daya makan larva (Yuliani, 2012). Pada penelitian ini diduga terjadi mekanisme yang sama seperti yang telah diuraikan, sehingga larva uji yang terpajan oleh kandungan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) mengalami kematian. Secara mikroskopis, terlihat perbedaan antara larva kontrol negatif (larva hidup) dengan larva yang diberi pajanan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) (larva mati). Larva kontrol negatif memiliki struktur tubuh yang intake (utuh), sedangkan larva yang diberi pajanan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) memiliki struktur tubuh yang kaku, kepala yang hampir putus dan siphon yang tidak berkembang (Lampiran II).

Konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,2%, 0,4%; 0,6%, 0,8% dan 1%. Acuan yang dipakai adalah WHO Guidlines For Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacides tahun 2005. Maksimal persentase yang paling efektif dalam penelitian larvasida adalah sebesar 1%. Selain itu, WHO juga merekomendasikan lama waktu pengamatan yaitu 4320 menit (72 jam atau 3 hari) dengan


(71)

pembagian waktu pengamatan yaitu menit ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880 dan 4320.

Hasil dari penelitian ini terlihat adanya kematian larva uji, yaitu pada kelompok yang diberikan ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) pada berbagai konsentrasi, sedangkan pada kontrol negatif tidak menimbulkan kematian larva uji. Kematian larva uji pada masing-masing kelompok menunjukan jumlah kematian yang bertambah seiring lamanya waktu terpajan (Tabel 4). Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi 0,8% dan konsentrasi 1% sudah memberikan efek kematian larva pada menit ke-20 yang berarti memiliki daya bunuh yang sama dengan abate 1% yaitu pada menit ke-20. Hal ini disebabkan karena abate 1% yang digunakan dibagi berdasarkan volume pemakaian dari 1 kemasan abate 1%. Satu kemasan abate 1% berisi 1 gram abate 1% yang digunakan untuk 10 liter air sehingga untuk perlakuan dengan volume 200 ml, hanya diberikan sedikit abate yaitu lebih kurang 0,02 gram. Pada konsentrasi 0,2% mulai memberikan efek kematian larva pada menit ke-120 dan pada konsentrasi 0,4% dan konsentrasi 0,6% mulai memberikan efek kematian larva pada menit ke-40 yang berarti pada konsentrasi ini memiliki daya bunuh yang lebih lambat dari abate 1%. Hal ini disebabkan karena kandungan racun pada konsentrasi tersebut lebih sedikit sehingga diduga racun yang masuk kedalam tubuh larva juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan konsentrasi 0,8% dan 1% sehingga menyebabkan kematian yang lebih lambat.


(1)

58

Grafik yang ditunjukan pada gambar 9 menjelaskan bahwa pada konsentrasi 0,2% didapatkan nilai LT50 yang melebihi batas waktu pengamatan yakni 4320 menit. Sehingga pemberian ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) pada konsentrasi tersebut kurang efektif jika dipakai sebagai larvasida karena pada waktu 3 hari telur nyamuk yang menetas akan berubah menjadi pupa sedangkan pada konsentrasi yang lain (konsentrasi 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%) tidak melebihi batas waktu pengamatan sehingga pemberian ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) pada konsentrasi ini efektif jika dipakai sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

Berdasarkan hasil uji Regresi Linear Sederhana(Gambar 10), diperoleh hasil LT50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dalam membunuh larva Aedes aegypti instar III sebesar 2121,4 menit. Nilai tersebut berada dibawah standar WHO yaitu maksimal waktu yang efektif untuk membunuh larva uji adalah 4320 menit. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.


(2)

59

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :

1. Ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

2. Konsentrasi ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) yang efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III adalah 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%.

3. Nilai LC50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) adalah 0,376%.

4. Nilai LT50 dari ekstrak ethanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) adalah 2121,4 menit.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek senyawa yang terkandung pada bagian tumbuhan lainnya seperti batang dan daun yang nantinya diharapkan dapat berfungsi sebagai larvasida.


(3)

60

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai larvasida dengan metode ekstraksi dan dengan pelarut yang berbeda.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai insektisida terhadap spesies nyamuk yang berbeda.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bernard CB, Krishanmurty HG, Chauret D, Durst T. 2011. Insecticidal Defensesof Piperaciae from the Neotropics. J Chem Ecol. 21(3):801-14. Cania E. 2013. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia)

Terhadap Larva Aedes aegypti. MAJORITY. 2(4):52-60.

Dahlan SM. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan; Deskriptif, Bivariat dan Multivariat Edisi 5. Jakarta: Salemba Medica.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Ditjen POM. Jakarta:13-38.

Diaz MC. Palomo SE. Perez CMS. 2012. Volatile Components and Key Odorants Of Fennel (Foeniculum Vulgar Mill) and Thyme (Thymus Vulgaris) Oil Extracts Obtained by Simultaneus Distillation-Extraction and Supercritical Fluid Extraction. J Agric Food Chem. 5(3) : 5385-90.

Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kementrian kesehatan RI. Dorland NWA. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta : EGC.

Gama TA, Betty RF. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. 5(2):1-9. Tersedia pada: http://www.kopertis6.or.id/. Diakses 14 September 2014.

Guenther E. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta : UI Press.

Gunawan D. Mulyani S. Ilmu Obat Alam (Farmakognasi) Jilid I. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hoedojo R. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: FK UI.

Irianto K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: ALFABETA.

Kemenkes RI. 2012. Kasus DBD Indonesia Masih Tertinggi di Dunia. Tersedia Pada: http://news.okezone.com/read/2012/06/15/340/647934/kasus-dbd-indonesia-masih-tertinggi-di-dunia. Diakses 16 September 2014.


(5)

Kihampa C, Joseph CC, Nkunya MHH, Magesa SM, Hassanali A, Heydenreich M, et al. 2009. Larvicidal and IGR Activity of Extract Tanzanian Plants Againts Dengue Vector Mosquitoes. J Vector Borne Disease. 46(2):145-52.

Komariah, Seftia P, Malaka T. 2010. Pengendalian Vektor. Jurnal Kesehatan Bina Husada. 6(1):34-43.

Komisi Pestisida. 1995. Metode Standar Pengajuan Efikasi Pestisida. Bandung : Komisi Pestisida Bandung.

Lestari R. 2013. Efektivitas Ekstrak Biji Jeruk (Citrus aurantifolia) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Aedes aegypti Instar III. Skripsi. Universitas Lampung.

Mahrina, Gafur A, Hardiansyah. 2006. Kerentanan Larva Aedes aegypti dari Banjarmasin Utara terhadap Temefos. Skripsi. Kalimantan Selatan: Universitas Lambung Mangkurat. 3(1):73-82.

Marlinae L, Lisda H, Jogarman, Maya V. 2006. Effectiveness of extract Rhizome Tumeric (Curcuma domestica Val) in Killing Aedes aegypti Larva Cause of Dengue Hemmorhargic Fever (DHF). Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1):22-28.

Ndione RD, Faye O, Ndiaye M, Eye A, Afotou JM. 2007. Toxic Effects of Neem Products (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti Linnaeus 1762 Larvae. African Journal of Biotechnology. 6(24):2846-54.

Noegroho, Srimulyani, Mulyaningsih B. 1997. Aktivitas Larvasida Minyak Atsiri Daun Jukut Hyptis suaveolens (L) Poit Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar IV dan Analisis Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa. Journal of Pharmacy. 5(2):7-11.

Panghiyangani R, Marlinae L, Yuliana, Fauzi R, Noor FD, Anggriyani WP. 2012. Efek Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Larvasida Aedes aegypti Vektor Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue di Kota Banjar Baru. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. 4(1):1-6.

Parwata IMOA, Santi SR, Sulaksana IM, Widiarthini IAA. 2011. Aktivitas

Larvasida Minyak Atsiri Pada Daun Sirih (Piper betle Linn) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia 5(1):88-93. Raharjo B. 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility Test) Nyamuk Aedes aegypti

(Linnaeus) dari Surabaya, Palembang, dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 Sg). 8(4):160-70.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung 2012. Departemen Kesehatan RI: 62-5.


(6)

Rosmini, TAG. Hayani A. Yudith LR. 2006. Aplikasi Temephos Dalam Reservoir Air Perusahaan Daerah Air Minum Terhadap Penurunan Indeks Jentik Aedes aegypti Wilayah Kota Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan. 5(1):409-16.

Said A. 2007. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Ganeca Exact.

Sembiring WSRG. Suamella DT. 2012. Efektivitas Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Curcuma domestica Val sebagai larvasida terhadap Larva Aedes aegypti. Jurnal Epidemiologi dan penyakit Bersumber Binatang. 4(2):80-6. Supartha IW. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera : Culicidae). Skripsi.Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Utomo MITW. 2008. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia (Christm) Swingle.) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti L. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.

WHO. 2005. Guidlines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacides: Geneva.

WHO. 2010. Dengue: The Fastest Growing Mosquito-Borne Disease in The World: Geneva.

WHO. 2011. Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control: Geneva.

Winarsih S. 2007. Efektivitas Penggunaan Insektisida Nabati dari Berbagai Tanaman. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Winarto WP. 2004. Sehat Dengan Ramuan Tradisional: Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Womack M. 1993. The Yellow Fever Mosquito, Aedes aegypti, Wings Beats. 5(4):4-7.

Yatim F. 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Pencegahanya jilid 2. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Yuliani S, Satuhu S. 2012. Panduan Lengkap Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya.