dan pembantaian masyarakatnya. Tindak kekerasan yang dialami penduduk tanah Batak telah menimbulkan luka mendalam bagi masyarakat Batak sehingga sulit dilupakan dari generasi ke
generasi. Perjalanan sejarah Tanah Batak sampai masuknya tiga kekuatan asing secara bersamaan,
yaitu agama Islam, kolonialisme Belanda, dan agama Kristen disimpulkan sebagai zaman Pidari atau zaman Bonjol. Zaman ini diwarnai dengan situasi yang penuh dengan konflik sosial dan
perang antar desa. Selain itu, praktek judi dan praktek rentenir oleh para raja desa, juga menambah keterpurukan masyarakat. Ditambah lagi, seringnya masyarakat ditimpa wabah
penyakit seperti begu antuk penyakit kolera atau penyakit sampar, pengalaman-pengalaman pahit ditimpa gempa dan minimnya pangan pada musim menanam padi. Zaman pra-penginjilan
ini, sering disebut dengan zaman yang penuh kegelapan, kekacauan, dan zaman penyembahan berhala hasipelebeguon.
Para penginjil dari dunia barat tergerak hatinya untuk membuka lapangan penginjilan di Tanah Batak sekalipun informasi tentang keadaan daerah tersebut masih sangat kurang. Dengan
semangat menginjili, mereka mencoba memasuki daerah Tanah Batak. Satu-satunya pintu masuk bagi mereka yang datang dari dunia barat Eropa dan Amerika adalah melalui pelabuhan di
pantai Sumatera bagian Barat seperti Padang, Natal dan Sibolga. Ada empat penginjil yang sering disebut sebagai perintis pekabaran Injil di Tanah Batak, yaitu Richard Burton dan
Nathaniel Ward dari Inggris serta Samuel Munson dan Henry Lyman dari Amerika.
1
3.1. Penginjilan di Tanah Batak
1.
Burton dan Ward 1824 1 J.R. Hutauruk, Pdt. Dr, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus,
Tarutung:Kantor Pusat HKBP, 2011, 25
Tahun1824 Burton dan Ward tiba di Sibolga. Lalu mereka jalan kaki selama dua hari ke lembah Silindung. Kehadiran mereka nampaknya cukup mendapat sambutan hangat dari
penduduk Silindung. Dalam suatu pertemuan besar bersama penduduk Silindung, kedua penginjil tersebut sempat menceritakan tentang kesepuluh Dasa Titah. Penduduk Silindung
memahami Dasa Titah itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dituntut oleh falsafah hidup Batak dalam patik dan uhum Batak. Khotbah dari kedua penginjil tersebut menimbulkan rasa ingin tahu
bagi sebagian orang Batak terutama tentang nama Yesus Kristus yang baru didengar. Kunjungan mereka malah mendapat sambutan dari Raja Sisingamangaraja di Bakkara, yang mengundang
mereka datang ke Bakara. Tetapi kedua penginjil tidak lagi melanjutkan kunjungannya ke Silindung, mungkin karena mereka tidak didukung oleh sarana dan tenaga yang cukup memadai.
2
2.
Munson dan Lyman 1834
Pada tahun 1834, dua keluarga penginjil Amerika, Munson dan Lyman, naik kapal laut dari Boston –Amerika 10 juni 1833. Tiba di Jakarta Batavia, 30 September 1833 dijemput oleh
Pdt. Medhurst, seorang penginjil utusan sending Inggris London Missionary Society-LMS. Selama di Jakarta mereka memperlengkapi diri dengan belajar bahasa Cina dan Melayu, dua
bahasa yang menjadi bahasa pengantar umum di Jakarta. Sementara menunggu surat izin kerja di Sumatera dari pejabat Gubernur Jenderal J.C. Baud di Bogor, mereka membuka pelayanan di
bidang kesehatan dan pengobatan sambil membagi-bagikan brosur santapan rohani kepada orang yang berobat.
Tanpa bersama keluarganya, Munson dan Lyman berangkat dari Jakarta menumpang kapal laut menuju Padang 7 April 1834 dan tiba 29 April 1834. Mereka berada di Padang sampai
2 Ibid, 30
11 Mei 1834 untuk memperoleh informasi tentang penduduk Sumatera. Mereka bertemu dengan penduduk pribumi setempat, orang Melayu, Cina dan Nias. Kedua penginjil tersebut juga ingin
mengetahui tentang Padri di Minangkabau dan seberapa Jauh dampak serbuan tentara Padri di Tanah Batak. Dari padang Munson dan Lyman berangkat 11 Mei 1834 naik sebuah tongkang
penduduk yang biasa mengunjungi Pariaman, Air bangis menuju pulau-pulau batu sampai di Pulau Nias. Kedua penginjil, bersama para penumpang lain, telah mengalami betapa kencang
angin yang menerpa tongkang tersebut. Mereka merasakan tongkang ibarat sebuah bola kecil dipermain-mainkan ombak yang bergulung-gulung. Akhirnya, mereka tiba 17 Juni 1834 di Pulo
Pamarenta, demikian sebutan popular dari Pulau Pocan Kete, pusat pemerintahan Inggris kemudian Belanda, yang sudah dekat dengan Sibolga. Pada tanggal 28 Juni 1834, Munson dan
Lyman berangkat menuju Silindung. Ahli penunjuk jalan memperkirakan bahwa rombongan akan tiba pada sore hari di desa Sitangka di Silindung, di rumah Raja Barampak Lumbantobing.
Menginap di sana dan direncanakan pada hari minggu pagi akan mengadakan kebaktian Minggu bersama penduduk desa Sitangka. Menjelang sore mereka tiba di Lobu Sisangka daerah Lobu
Pining, sebuah tempat berupa hutan karena ditumbuhi pepohonan dan lalang serta semak-belukar yang lebat, yang menghambat penglihatan ke depan. Beberapa saat kemudian, sebuah
rombongan besar yang lengkap dengan senjata tombak datang menyergap Munson dan Lyman. Munson dan Lyman serta juru masak yang ingin menolong tuannya tewas di tempat karena
hujaman tombak menembus tubuh mereka. Perjalanan mereka terpaksa terhenti di Lobupining untuk selama-lamanya dan mereka tidak kembali bersama keluarganya yang saat itu ditinggalkan
di jakarta.
3
3 Ibid, hal 35
3. Sending Ermelo dari negeri Belanda.
Secara umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengikuti pembukaan segala benua melalui gerakan imperialisme dan kolonialisme. Maka, tak heran apabila misionaris perintis ditanah
batak bertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk dalam penaklukan Belanda, belum masuk ke tanah Batak sebelum daerah itu betul-betul masuk dalam kekuasaan Belanda. Setelah
Burton-Ward dan Munson- Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul adalah Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di Sumatera mei 1856 dan
berpos di Sipirok, 1857. Organisasi yang mengirimkan Gerrit van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku sejarah gereja, karangan Dr.H. Berkof dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak disebut-
sebut. Ada yang mencatat Zending Ermello berada di bawah naungan Nederlandese Zending- Genootschap NZG yang berdiri pada tahun 1797, sebuah organisasi Zending darimana NZV
berasal. Karena ketiadaan dana Gerrit van Asselt pun membiayai sendiri tugas-tugasnya sebagai
penginjil. Hasilnya tentu tidak maksimal karena konsentrasinya terbagi sebagai opzichter pelaksana pembangunan jalan di Sibolga dan kemudian menjadi opzichter administrator
gudang kopi milik Belanda di Sipirok. Zending Ermelo mengirimkan lagi beberapa misionaris mendampingi Gerrit van Asselt, yaitu FG Betz, Dammerboer, Koster, dan van Dallen. Misionaris
ini menyusul bekerja sebagai tukang, mengingatkan model Pekabaran Injil yang dilakukan Ds. OG Heldring di Irian, Sangir dan Talaud.
4
Koster dan Van Dallen ditempatkan di Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke Simalapil. Dammerbooer jadi opzichter di sekolah Belanda sebelum ke huta Rimbaru dan masuk
4 Ibid, 36
ke Mission Java Komite. Gerrit van Assel sendiri pada 31 Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon di Sipirok.
5
4. Penginjilan RMG
Para penginjil RMG melukiskan kehadiran Injil Yesus Kristus di Tanah Batak bagai perang antara terang dan kegelapan, antara pemerintahan Tuhan Allah dan pemerintahan iblis
sibolis. Demi menonjolkan rahmat yang dibawa oleh para penginjil sejak penghujung tahun 1850-an di Mandailing dan Angkola. Daerah tanah Batak di bagian selatan tersebut telah
diduduki Belanda sejak 1830-an dan kemudian Belanda melanjutkan ekspansinya ke Tanah Batak bagian Utara mulai dari Silindung pada tahun 1878. Namun tidak dapat dimungkiri bahwa
serangan-serangan Padri itu tidak hanya memporak-porandakan seluruh Tanah Batak bagian Selatan sampai di daerah sekitar Danau Toba di bagian Utara, tetapi juga memicu reaksi berantai
berupa melemahnya hukum tradisional dan terjadinya demoralisasi. Namun yang paling berjasa merobah wajah tanah Batak adalah pada kepemimpinan Pdt. Ingwer Ludwig Nommensen yang
disebut juga sebagai rasul orang Batak selama 56 tahun melayani di tanah Batak 20 Mei 1864- 23 Mei 1918 dengan metode empat pilar penginjilan, yaitu babtisan, pendidikan, kesehatan dan
komunikasi.
6
3.2. Pekerjaan Misi Nommensen 1. Inger Ludwig Nommensen