Hukum perdata 005

Hukum perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam
tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum
menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum
perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu
Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus
Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang
paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat
dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan
Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai
Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri
Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah
kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER
disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER

meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan
dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan
Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru
diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab UndangUndang Hukum Perdata-Belanda.

2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan
terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat
Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian

materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak
Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat
menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan
Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian
anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van
Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia
sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht

2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht

4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en
Bewijs
Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban
yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara
subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika
hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu
(hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari
(hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan
antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti
misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan
sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum
perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem
hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negaranegara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh

oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum
Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum
Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di
Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.)
yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan
BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum
perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang
berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer)
terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh

subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya
hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan,
perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum
benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara
lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang
tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan
berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu
benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud

(misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian
tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun

1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.

• Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum
perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun
istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban
antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang
jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul
dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul
dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD)
juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan

KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak
dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat
waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai
acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada
fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
DEFINISI HUKUM PERDATA
Definisi Hukum Perdata menurut para ahli :

Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu
dengan
perseorangan
yang
lainnya.
3. Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan
kewajiban perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam

lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
4. Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang
mengatur
kepentingan
perseorangan.
Definisi secara umum :
Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum
yang satu dengan orang / badan hukum yang lain didalam
masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan.
Unsur yang terpenting dari Hukum Perdata :
1. norma peraturan
2. sanksi
3. mengikat / dapat dipaksakan

AZAS-AZAS HUKUM PERDATA

Azas Monogami


1. Azas Individualitas

Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya
diperbolehkan memunyai satu orang istri. Namun
dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang
Undang-Undang
Pokok
Perkawinan
(UUPP)
membuka peluang untuk berpoligami dengan
memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4
dan pasal 5 pada UUPP.

2. Azas Kebabasan Berkontrak
3. Azas Monogami ( dalam hukum perkawinan )
Azas Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai
sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan
perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil,
memakai, merusak, memelihara, dsb.

Batasan terhadap azas individualitas :
1. Hukum Tata Usaha Negara ( campur tangan
pemerintah terhadap hak milik )
2. Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3. Tidak menyalahgunakan hak dan
kepentingan
orang

mengganggu
lain

Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun
juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang
belum ( pasal 1338 KUHPerdata ) asal perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban
umum
dan
kesusilaan.


PERKEMBANGAN KUHPerdata DI INDONESIA
1. Hukum Perdata Eropa (Code Civil Des Francais) dikodifikasi
tanggal 21 Maret 1804.
2. Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan
nama Code Napoleon.
3. Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda.
4. KUHPerdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda,
yaitu buku "Burgerlijk Wetboek" (BW) dan dikodifikasi pada
tanggal 1 Mei 1848.
5. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di
Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan
peraturan yang ada (termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku
selama belum ada peraturan yang baru menurut UUD ini.
6. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia :
7. Tahun 1960 : UU No.5/1960 mencabut buku II KUHPerdata
sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya kecuali hypotek
8. Tahun 1963 : Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran
tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal

tertentu dari BW yaitu : pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579,
1603 x (1),(2) dan 1682.
9. Tahun 1974 : UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108
tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap
bertindak.

hukum manusia adalah tempat tinggal, umur, nama dan
perbuatan seseorang.
NAMA, KEWARGANEGARAAN DAN DOMISILI
Kegunaan nama :

SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
A. Menurut Ilmu Pengetahuan
Buku I : Hukum Perorangan (Personenrecht)
Buku II : Hukum Keluarga (Familierecht)
Buku III : Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
Buku IV : Hukum Waris (Erfrecht)
B. Menurut KUHPerdata
Buku I : Perihal Orang (Van Personen)
Buku II : Perihal Benda (Van Zaken)
Buku III : Perihal Perikatan (Van Verbintennisen)
Buku IV : Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en
Verjaring)
HUKUM PERORANGAN
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung
hak
dan
kewajiban.
Subjek hukum terdiri atas :

- membedakan satu individu dengan individu lainnya
- mengetahui hak dan kewajibannya - sebagai identifikasi
seseorang sebagai subjek hukum
- untuk mengetahui keturunan, asal usul seseorang
- dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kekeluargaan
dan pembagian harta warisan
Kewarganegaraan dapat mempengaruhi kewenangan
berhak seseorang, contoh : dalam pasal 21 (1) UUPA ?
hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik.
Domisili / tempat tinggal adalah tempat dimana
seseorang
melakukan
kegiatannya
sehari-hari.

1. Manusia / Perorangan ( Natuurlijk Persoon )

Macam-macam domisili :

2. Badan Hukum ( Rechtpersoon )

A. tempat kediaman sesungguhnya, terbagi atas :

Status manusia sebagai subjek hukum merupakan kodrat /
bawaan dari lahir, sedangkan status badan hukum sebagai
subjek hukum ada karena pemberian oleh hukum.
Manusia dan badan hukum sama-sama manyandang hak
dan kewajiban. Hal-hal yang membatasi kewenangan

- tempat kediaman bebas ? bebas memilih tenpa
dipengaruhi pihak manapun.
- tempat kediaman tidak bebas ? terikat oleh pihak lain,
mis: rumah dinas.

B. tempat kediaman yang dipilih, terbagi atas :
- dipilih atas dasar ketetapan UU ? dalam hukum acara,
waktu melakukan eksekusi dari vonis.

Kewarganegaraan
Yang membatasi kewenangan berhak WNA di Indonesia:
o Tarif pajak lebih tinggi

- Dipilih secara bebas ? misal dalam waktu melakukan
pembayaran, dipilih kantor notaris.

o Tidak boleh berpolitik dan berideologi

KEWENANGAN BERHAK

o Terbatas dalam kegiatan perseroan dan perkumpulan

? kewenangan untuk mendukung hak dan kewajiban
keperdataan.

o Tidak boleh duduk dalam pemerintahan

Kewenangan berhak manusia ada sejak dia dilahirkan
hidup ( jika dilahirkan meninggal, tidak ada kewenangan
berhak ? pasal 2 BW ) sampai ia meninggal tanpa
tergantung pada faktor agama, jenis kelamin, keadaan
ekonomi, serta kedudukan dalam masyarakat. Sedangkan
kewenangan berhak badan hukum diawali sejak berdiri
dan diakhiri dengan dibubarkannya badan hukum
tersebut.

Tempat tinggal

Yang membatasi kewenangan berhak manusia :

Contoh: seseorang yang berdomosili di kota Batam tidak
dapat menjadi pemilih pada Pemilu walikota
Tanjungpinang.
Kedudukan / jabatan
Contoh : hakim dan pejabat hukum tidak boleh memiliki
barang-barang dalam perkara yang dilelang atas dasar
keputusan pengadilan.

? Kewarganegaraan
Tingkah Laku / Perbuatan
? Tempat tinggal
? Kedudukan / jabatan

Contoh : kekuasaan orangtua / wali dapat dicabut oleh
pengadilan jika orangtua/wali tersebut pemabuk, suka
aniaya anak, dsb.

? Tingkah laku / perbuatan
Jenis Kelamin dan hal tiada ditempat
? Jenis kelamin, hal tiada ditempat

Antara laki-laki dan wanita terdapat perbedaan hak dan
kewajiban. Dikatakan hal tiada ditempat / keadaan tidak
hadir apabila tidak ada kabar atau pemberitahuan untuk
waktu yang cukup lama (5 tahun berturut-turut). Bisa
disebabkan meninggal, tidak tahu asal usul, dsb.

PENGAMPUAN
Keadaan dimana seseorang tidak dapat mengendalikan
emosinya, karena sifat-sifat pribadinya sehingga oleh
hukum dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri
dalam hukum.

KECAKAPAN BERBUAT
1. Curandus adalah orang yang dibawah pengampuan
Orang yang cakap (wenang melakukan perbuatan
hukum ) menurut UU adalah :
1. orang yang dewasa ( diatas 18 tahun) atau pernah
melangsungkan perkawinan
2. tidak dibawah pengampuan, yaitu orang dewasa tapi
dalam keadaan dungu, gila, pemboros, dll.
3. tidak dilarang oleh UU, misal orang yang dinyatakan
pailit oleh UU dilarang untuk melakukan perbuatan
hukum.
Pendewasaan
meniadakan keadaan belum dewasa kepada seseorang
agar dapat melakukan perbuatan hukum.

2. Curator adalah orang yang ditunjuk sebagai wakil dari
seorang curandus
3. Curatele adalah lembaga pengampuan
Pengampuan terjadi karena adanya keputusan hakim
yang didasarkan pada adanya permohonan, yang dapat
diajukan oleh :
1. Keluarga sedarah
2. Keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai
derajat
keempat
3. Suami terhadap istri dan sebaliknya
4. Diri sendiri

2 macam pendewasaan :
5. Kejaksaan
a. penuh (sempurna), anak dibawah umur memperoleh
kedudukan sama dengan orang dewasa dalam semua hal.
b. terbatas, hanya disamakan dalam hal perbuatan hukum,
namun tetap berada dibawah unmur.

Akibat pengampuan :
o Orang tersebut kedudukannya sama dengan anak
dibawah
umur
o Perbuatan hukum yang dilakukan dapat dibatalkan
( dapat dimintakan pembatalannya oleh curator)

1. yang diminta oleh UU ( pasal 1653 KUHPerdata )
o Pengampuan berakhir apabila keputusan hakim tersebut
dicabut atau karena meninggalnya curandus

2. menurut doktrin : adanya kekayaan yang terpisah,
tujuan, kepentingan tersendiri dan organisasi yang teratur.

BADAN HUKUM ( RECHTPERSOON)
Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa
badan hukum itu :

Pembagian badan hukum
Menurut Jenisnya :

a. Adalah persekutuan orang-orang
b. Dapat melakukan perbuatan hukum
c. Mempunyai harta kekayaan sendiri

c. Badan Hukum Publik (negara, pemda, BI, Perusahaan
Negara berdasarkan PP, dsb)
d. Badan Hukum Perdata (PT, koperasi, parpol, yayasan,
badan amal, wakaf, dsb)

d. Mempunyai pengurus
Menurut Sifatnya :
e. Mempunyai hak dan kewajiban
f. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan
Istilah badan hukum tidak ada dalam KUHPerdata,
namun dalam Buku III KUHPerdata, terdapat istilah
perkumpulan, yang terbentuk oleh adanya suatu
perjanjian khusus. Perkumpulan itu dapat kita artikan
dengan badan hukum.
Syarat berdirinya badan hukum :
A. Syarat Formal, yaitu syarat yang harus dipenuhi
sehubungan dengan permohonan untuk mendapatkan
status hukum
B. Syarat Material :

e. Korporasi (gabungan orang yang mempunyai
kewajiban yang berbeda dengan anggota lainnya)
f. Yayasan (tiap kekayaan bukan merupakan kekayaan
orang/badan dan diberi tujuan tertentu)
Teori-Teori Badan Hukum
1. Teori Fictie ( F.C. von Savigny; da Houwing; C.W.
Opzoomer)
2. Badan hukum merupakan orang buatan yang dapat
melakukan perbuatan hukum seperti manusia.
3. Teori Harta Kekayaan (A. Brinz; E.J.J. van der
Heyden)
4. Hanya manusia yang bisa menjadi subjek hukum,

namun ada kekayaan yang terikat dengan tujuan tertentu
yang dinamakan badan hukum.

suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk
mencatat peristiwa-peristiwa yang menyangkut status
keperdataan dan terbuka untuk umum.

5. Teori Milik Bersama (Planiol; Molengraaff)
Macam-macam akta catatan sipil :
6. Hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan
kewajiban para anggota bersama. Badan hukum hanya
suatu konstruksi yuridis saja.
7. Teori Kenyataan Yuridis (Mejers)
8. Badan hukum merupakan suatu realiteit, konkrit, riil
walaupun tidak bisa diraba. Mejers menekankan agar
dalam mempersamakan badan hukum dengan manusis
hanya pada bidang hukum saja.

Akta kelahiran ? mencatat peristiwa kelahiran seseorang.
a. Akta Kelahiran Umum, mencatat berdasarkan waktu
pelaporan kelahiran dalam batas waktu selambatlambatnya 60 hari kerja (WNI) dan 10 hari kerja (WNA).
b. Akta Kelahiran Istimewa, mencatat kelahiran bagi
laporan yang telah melampaui batas waktu.
c. Akta Kelahiran Dispensasi, mencatat mereka yang lahir
sebelum tanggal 31 Desember 1985.

9. Teori Organ (Otto van Gierke; Mr. L.C. Polano)
10. Badan hukum bukan abstrak dan bukan kekayaan
yang tidak bersubjek, tetapi merupakan sesuatu yang riil
yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan
perantaraan alat-alat yang ada (pengurus & anggota)
sama
seperti
manusia
lainnya.
Yang bertindak mewakili badan hukum adalah para
pengurusnya yang penunjukkannya berdasarkan AD/ART
dan
tidak
dapat
bertindak
sewenang-wenang.

CATATAN SIPIL

d. Akta Kematian ? mencatat peristiwa kematian
seseorang.
e. Akta Perkawinan ? mencatat peristiwa perkawinan.
f. Akta Perceraian ? mencatat peristiwa perceraian.
HUKUM PERKAWINAN
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Pokok
Perkawinan: suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membantuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia,
kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.

Syarat dapat melangsungkan perkawinan menurut pasal 6
UUPP:

mereka yang mempunyai hubungan darah garis lurus
keatas dan kebawah.

Persetujuan kedua belah pihak

5. Mempersukar Terjadinya Perceraian karena tujuan
perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal, maka UU menganut prinsip ini mempersukar
terjadinya perceraian.

Seseorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapat
persetujuan dari orangtua, jika orangtua sudah meninggal
dapat meminta persetujuan dari wali/keluarga yang
mempunyai hubungan darah garis lurus keatas.

6. Hak dan Kedudukan Istri hak dan kedudukan istri
adalah seimbang dengan suami baik dalam kehidupan
rumah maupun masyarakat.

Azas-azas Perkawinan
Pencegahan Perkawinan
1. Tujuan Perkawinan membentuk keluarga / rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Membentuk keluarga : membentuk
kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri
dan anak. Membentuk rumah tangga : membentuk
kesatuan hubungan suami istri dalam satu wadah yang
disebut rumah kediaman bersama.

Pencegahan perkawinan dapat dilakukan apabila ada
pihak yang tidak memenuhi syarat. Syarat dapat
melangsungkan perkawinan :
1. pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun
2. terkena larangan perkawinan pasal 8 UUPP

2. Sahnya perkawinan jika dilakukan menurut agama dan
kepercayaan masing-masing, dan dicatat dalam catatan
sipil.

3. tidak terikat perkawinan dgn orang lain, apabila
terikat, harus mendapat izin dari istri pertama dan
diizinkan pengadilan untuk kawin lagi

3. Azas Monogami seorang suami / istri hanya
diperbolehkan memiliki satu orang istri / suami. Jika
dikehendaki dan diizinkan oleh agamanya, maka
seseorang suami dapat beristri lebih dari satu setelah
memenuhi persyaratan yang diputuskan pengadilan.

4. tidak memenuhi tata cara pelaksanaan perkawinan
yang telah diatur sendiri

4. Prinsip Perkawanan kedua belah pihak sudah dewasa
dan matang jiwa raganya. Perkawinan dilarang antara

Pihak yang berhak mencegah perkawinan :
a. keluarga dalam garis lurus keatas dan kebawah
b. saudara

c. wali

o Tinggal bersama

d. wali nikah

o Suami melindungi keluarga

e. pengampu dari salah satu calon mempelai

o Hubungan mengikat / timbal balik

f. pihak-pihak yang berkepentingan
Terhadap harta perkawinan:
Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila
salah satu pihak masih terikat perkawinan dengan
orang lain dan apabila perkawinan tersebut
dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar
hukum.

o Harta bawaan tetap dibawah penguasaan
masing-masing.
o Harta perkawinan adalah benda yang diperoleh
selama perkawinan menjadi harta bersama,
dengan kata lain jika terjadi perceraian, harta
perkawinan harus dibagi dua sepanjang tidak
ditentukan lain

Pihak yang dapat membatalkan perkawinan :
a. keluarga dalam garis lurus keatas masingmasing pihak
b. suami atau istri
c. pejabat yang berwenang selama perkawinan
belum diputuskan

Terhadap keturunan / kedudukan anak:
a. Kekuasaan orangtua mulai sejak kelahiran anak
dan berakhir ketika anak dewasa/menikah/dicabut
oleh pengadilan.
b. Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak
sekalipun
kehilangan
kekuasaan
sebagai
orangtua/wali.

Akibat Perkawinan
c. Anak menjadi ahli waris yang sah.
Terhadap suami dan istri, harus:
o Memikul kewajiban hukum, setia, hak dan
kedudukan seimbang

Putusnya Perkawinan

Putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh :

b. • dipanggil 3 hari sebelum sidang

1. Kematian

c. • Jika tidak jelas maka pemanggilan dilakukan
dengan cara pengumuman baik melalui
pengadilan, media massa maupun perwakilan RI
di Luar Negeri.

2. Perceraian
3. Atas keputusan pengadilan
Alasan mengajukan perceraian :

2. Persidangan 30 hari setelah gugatan diterima

a. setelah adanya perpisahan meja dan ranjang
serta
pernyataan
bubarnya
perkawinan
b. alasan lain seperti berbuat zina, meninggalkan
pihak lain tanpa alasan, melakukan KDRT, cacat
badan / penyakit, tidak bisa menjalankan
kewajiban, selalu terjadi pertengkaran dan
perselisihan.

- Dapat hadir sendiri / didampingi kuasa haknya
- Pemeriksaan dengan sidang tertutup
- Gugatan dapat diterima tanpa kehadiran tergugat
3. Perdamaian

Tata cara perceraian diatur dalam pasal 14-18 PP
no 9/1975. Perceraian atas keputusan pengadilan
terjadi karena adanya gugatan perceraian istri
terhadap suami (cerai gugat)

1. Dilakukan sebelum dan selama gugatan
perceraian
belum
diputuskan
hakim
2. Perdamaian dapat dilakukan oleh pengadilan
dengan/tanpa abntuan pihak lain seperti mediator

Perceraian diajukan suami ? cerai talaq
Perceraian diajukan istri ? cerai gugat

3. Jika terjadi perdamaian maka gugatan baru
tidak dapat diajukan lagi dengan alasan yang
sama

Proses perceraian

4. Putusan

1. Pemanggilan

5. Disampaikan dalam sidang terbuka

a. • dilakukan oleh jurusita PN atau petugas PA

6. Perceraian beserta akibatnya berlaku sejak
dilakukan pencatatan oleh petugas pencatat

( kecuali bagi Islam) terhitung sejak jatuhnya
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap

melakukan perkawinan lagi ada masa tunggu 3
bulan. Hal ini untuk memastikan apakah mantan
istri sedang hamil atau tidak.
Perkawinan campuran

Akibat Putusnya Perkawinan
Terhadap anak dan istri:
• Bertanggung jawab atas semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak atau sesuai
dengan keputusan pengadilan

perkawinan yang dilakukan 2 orang yang berbeda
kewarganegaraannya.
Perkawinan
campuran
berakibat
pada
kewarganegaraan suami/istri dan keturunannya.
HUKUM BENDA

• Mantan suami berkewajiban memberi biaya
penghidupan
kepada
mantan
istri
• Hakim dapat menunjuk pihak ketiga bagi anak

Keseluruhan aturan hukum yang mengatur
mengenai benda, meliputi pengertian, macammacam benda, dan hak-hak kebendaan.

Terhadap harta perkawinan:

Hukum Benda bersifat tertutup dan memaksa.

• Harta bawaan tetap dibawah penguasaan
masing-masing

Tertutup
adalah
seseorang
tidak
boleh
mengadakan hak kebendaan jika hak tersebut
tidak diatur dalam UU

• Harta bersama diatur menurut hukum masingmasing, yaitu dibagi dua untuk suami dan istri

Memaksa adalah harus dipatuhi dan dituruti, tidak
boleh
menyimpang.
Macam-macam benda / barang

Terhadap status keperdataan dan kebebasan
• Keduanya tidak terikat lagi
• Bebas melakukan perkawinan dengan pihak lain
sepanjang tidak bertentangan dengan UU dan
agama masing-masing. Bagi wanita untuk

1. Benda berwujud dan tidak berwujud. Arti
penting pembagian ini adalah, bagi benda
berwujud bergerak dilakukan dengan penyerahan
langsung benda tersebut, bagi benda berwujud
tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
Contoh yang menggunakan balik nama : tanah,

rumah dsb. Sedangkan bagi bend a tidak
berwujud (seperti piutang) bisa dilakukan dengan
cara cessie ataupun dengan cara penyerahan surat
secara langsung.
2. Benda bergerak dan tidak bergerak. Arti
pentingnya pembagian ini terletak pada
penguasaan (bezit), penyerahan (levering),
daluarsa
(verjaring),
serta
pembebanan
(berzwaring).
a. Benda Bergerak Benda Tidak bergerak.
Penguasaan Orang yang menguasai benda
dianggap pemiliknya Orang yang menguasai
benda
belum
tentu
adalah
pemiliknya
b. Penyerahan Dilakukan dengan langsung
Dilakukan dengan balik nama
c. Daluarsa Tidak mengenal daluarsa Dikenal
daluarsa
d. Pembebanan Dengan penggadaian Dengan di
hypotek, hak tanggungan
3. Benda habis dipakai dan benda tidak habis
dipakai. Arti pentingnya pembagian ini terletak
pada waktu pembatalan perjanjiannya. Jika dalam
perjanjian objeknya adalah benda habis dipakai,
apabila terjadi pembatalan perjanjian maka akan
terjadi kesulitan untuk pemulihan objek tersebut
karena telah terpakai. Maka adri itu,
penyelesaiannya adalah dengan cara mengganti
dengan benda yang sejenis dan senilai.

4. Benda yang sudah ada dan yang akan ada. Arti
pentingnya pembagian ini terletak pada
pembebanan sebagai jaminan hutang atau
pelaksanaan perjanjian. Sesuai dengan pasal 1320
KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian adalah
adanya sepakat,cakap hukum, objek tertentu, dan
halal. Jika objek yang dalam perjanjian itu adalah
barang yang sudah ada, maka perjanjian sah-sah
saja. Sebaliknya apabila ibjek yang di-perjanjikan
adalah barang yang akan ada, maka perjanjian itu
batal demi hukum.
5. Benda dalam perdagangan dan benda di luar
perdagangan. Arti pentingnya terletak pada cara
pemindahtanganan. Benda dalam perdagangan
dapat diperjualbelikan dan diwariskan secara
bebas. Tetapi, jika benda di luar perdagangan
tidak dapat diperjualbelikan ataupun diwariskan.
Contoh benda di luar perdagangan : benda wakaf,
narkotika, perdagangan wanita untuk pelacuran,
dan lain sebagainya.
6. Benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Arti
pentingnya pembagian terletak pada pemenuhan
prestasi suatu perikatan. Contoh benda dapat
dibagi : beras, minyak, air, kertas, dll. Sedangkan
contoh benda tidak dapat dibagi : binatang,
manusia, mobil, rumah, kapal, dll. Suatu benda
dikatakan tidak dapat dibagi karena akan berubah
nama dan fungsinya.
7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Pada
benda terdaftar, kepemilikan dapat dilacak dengan
mudah sedangkan pada benda tidak terdaftar lebih

sulit untuk pembuktian kepemilikan. Contoh
benda terdaftar : rumah, mobil, kapal, motor, dll.
Benda-benda tersebut ada surat kepemilikannya.
Sedangkan contoh benda tidak terdaftar : uang,
telepon, kursi, dll.

disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat
disimpangi. Namun demikian, secara logis yang
dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang
mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan
barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu
harga penjamin ketimbang harta si berhutang).
Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi
(misal : syarat sahnya perjanjian, syarat
pembatalan
perjanjian).
1. Bab I - Tentang perikatan pada umumnya

BUKU KETIGA - PERIKATAN
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis).
Maksud penggunaan kata "Perikatan" disini lebih
luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang
bersumber dari perjanjian namun ada pula yang
bersumber dari suatu perbuatan hukum baik
perbuatan hukum yang melanggar hukum
(onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak
berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku
ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak
dan kewajiban yang terbit dari perjanjian,
perbuatan melanggar hukum dan peristiwaperistiwa lain yang menerbitkan hak dan
kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht)
sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila
disepekati secara bersama oleh para pihak maka
mereka dapat mengatur secara berbeda
dibandingkan apa yang diatur didalam BW.
Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan
bersama mengenai aturan mana saja yang dapat

2. Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari
kontrak atau persetujuan
3. Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena
undang-undang
4. Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
5. Bab V - Tentang jual-beli
6. Bab VI - Tentang tukar-menukar
7. Bab VII - Tentang sewa-menyewa
8. Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
9. Bab VIII - Tentang perseroan perdata
(persekutuan perdata)
10. Bab IX - Tentang badan hukum
11. Bab X - Tentang penghibahan

12. Bab XI - Tentang penitipan barang

c. Persangkaan

13. Bab XII - Tentang pinjam-pakai

d. Pengakuan

14. Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis
(verbruiklening)

e. Sumpah

15. Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga
abadi
16. Bab XV - Tentang persetujuan untunguntungan
17. Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
18. Bab XVII - Tentang penanggung
19. Bab XVIII - Tentang perdamaian

Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya
jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan
seseorang mendapatkan suatu hak milik
(acquisitive verjaring) atau juga karena lewat
waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari
suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive
verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai
"pelepasan hak" atau "rechtsverwerking" yaitu
hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu
tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang
menunjukan bahwa ia sudah tidak akan
mempergunakan
suatu
hak.
a. Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya

Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa

b. Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan

Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan
daluarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja
diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga
diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Didalam buku keempat ini diatur
mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan
juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5
macam alat bukti yaitu :

c. Bab III - Tentang pembuktian dengan saksisaksi

a. Surat-surat

g. Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

b. Kesaksian

d. Bab IV - Tentang persangkaan
e. Bab V - Tentang pengakuan
f. Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim

b) Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena
perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
HUKUM PERIKATAN
2.1 Pengertian Dan Pembatasan Perikatan.
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa
Belanda "verbintenis". Istilah perikatan ini lebih umum dipakai
dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang
mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.
Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya
seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak
pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau
bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan
bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh
masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan
demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang
lain itu disebut hubungan hukum( legal relation).
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,
peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of
property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum
pribadi (personal law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan
dalam arti luas.perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum
tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:
a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli,
sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran
tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.

c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris
karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d) Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili
badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.
Perikatan Dalam arti Sempit.
Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi
semua perikatan dalam bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan
akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang hukum
harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab UndangUndang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang
Perikatan.
Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta
kekayaanitu meliputi hukukm benda dan hukum perikatan, yang
diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda.
Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam
arti sempit.
Ukuran nilai
Perikatan dalam bidang hukum harta kekayaan ini selalu timbul
karena perbuatan orang, apakah perbuatan itu menurut hukum atau
melawan hukum. Objek perbuatan itu adalah harta kekayaan, baik
berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud
atau benda tidak berwujud, yang semuanya itu selalu dapat dinilai
dengan uang. Jadi ukuran untuk menentukan nilai atau harga
kekayaan atau benda itu adalah uang. Dalam kehidupan modern ini
uang merupakan ukuran yang utama.
Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang
lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan
pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak
yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban

berprestasi itu biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak
atas prestasi disebut kreditur.
Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas
suatu prestasi. Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban
memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban tersebut juga berhak
atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain itu disamping berhak
atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi
kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbale balik.
Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak
yang berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan
sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak meneriam sejumlah
uang itu berkedudukan sebagai kreditur.
Macam- macam Perikatan
Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal
dalam masyarakat menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak,
atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi, atau menurut
jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.
a) Perikatan bersyarat, perikatan yang timbul dari perjanjian dapat
berupa perikatan murni dan perikatan bersyarat.
b) Perikatan dengan ketetapan waktu
c) Perikatan alternative
d) Perikatan tanggung menanggung
e) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
f) Perikatan dengan ancaman hukuman
g) Perikatan wajar
Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya
perikatan, yaitu:
a) Karena pembayaran
b) Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan
c) Karena adanya pembaharuan hutang
d) Karena percampuran hutang
e) Karena adanya pertemuan hutang

f) Karena adanya pembebasan hutang
g) Karena musnahnya barang yang terhutang
h) Karena kebatalan atau pembatalan
i) Karena berlakunya syarat batal
j) Karena lampau waktu
2.2 Pengertian Perjanjian.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, kita
melihat pasal 1313 KUHPdt. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih lainnya".
Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada
beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti
diuraikan
di
bawah
ini:
a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan,
"satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih lainnya".
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut tujuan
e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti
disebutkan di bawah ini:
1. syarat ada persetuuan kehendak
2. syarat kecakapan pihak- pihak
3. ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal
Asas- asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang
perlu diketahui. Asas- asas tersebut adalah seperti diuraikan dibawah
ini:
1) system terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan
perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam
Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan bertindak.
2) Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undangundang boleh disingkirkan, apabila pihak yang membuat perjanjian

menghendaki
membuat
perjanjian
sendiri.
3) Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya
kata
sepakat
antara
pihak-pihak.
4) Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihakpihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja,
belum memindahkan hak milik.
Jenis –jenis Perjanjian
1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak
adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak
dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan
hibah.
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang
membebani
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Syarat- syarat sah Perjanjian
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang
telah ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh
hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan pasal 1320
KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut:
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang
membuat perjanjian (consensus)
2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian
(capacity)
3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)
Akibat Hukum Perjanjian yang Sah
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat
secara sah, yaitu memenuhi syarat- syarat pasal 1320 KUHPdt
berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya,
tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau
karena alasan- alasan yang cukup menurut undang- undang, dan
harus dilaksanakan dengan itikad baik,

Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau
pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihakpihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan
perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan
penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian.
Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.
Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan
barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian
pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur
yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah
penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada
orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas
barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering
adalah
sebagai
berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering
digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Macam- macam Penyerahan Barang
Berdasarkan sifat barang yang akan diserahkan, ada tiga cara
penyerahan barang yang dikenal dalam undang- undang:
1) Penyerahan barang bergerak berwujud

2) Penyerahan barang tidak bergerak
3) Penyerahan barang bergerak tidak berwujud
Biaya Penyerahan
Menurut ketentuan pasal 1476 KUHPdt, biaya penyerahan dipikul
oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli,
jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Ini berarti jika pihak- pihak tidak
menentukan lain, berlakulah ketentuan pasal ini. Tetapi jika pihakpihak menentukan cara tersendiri, maka ada beberapa
kemungkinannya, misalnya:
1) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh pembeli
2) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh penjual
3) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul bersama- sama
olehkedua belah pihak, baik secara dibagi, maupun secara
perimbangan.
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa
yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas
menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan
keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan
pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal
1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran
dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan
ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
Factor- factor yang mempengaruhi perjanjian
Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna,
tetapi mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna
disebabkan oleh suatu cacat ketika perjanjian itu dibuat.
Factor- factor yang mempengaruhi itu adalah:

1) Kekeliruan atau kekhilafan
2) Perbuatan curang atau penipuan
3) Paksaan atau duress
4) Ketidakcakapan, seperti misalnya; orang yang belum dewasa,
mereka yang ditaruh di dalam pengampuan, dan orang peempuan
bersuami.
Isi Perjanjian
Yang dimaksud isi perjanjian disini pada dasarnya adalah ketentuanketentuan dan syarat- syarat yang telah diperjanjikan oleh pihakpihak. Ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat ini berisi hak dan
kewajiban pihak- pihak yang harus mereka penuhi. Dalam hal ini
tercermin asas "kebebasan berkontrak", yaitu berapa jauh pihakpihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan –hubungan apa yang
terjadi antara mereka itu, dan beberapa jauh hukum mengatur
hubungan antara mereka itu.
Pembatalan Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam
kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi
syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari
debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
2.3 Ketentuan- ketentuan Undang- Undang
Timbulnya perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan karena adanya
suatu persetujuan atupun perjanjian, melainkan dikarenakan karena
adanya undang- undang yang menyatakan akibat perbuatan orang,
lalu timbul perikatan. Perikatan yang timbul karena undang- undang
ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang
sendiri. Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu

perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak
sesuai dengan hukum (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).
Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan hukum ada
dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal
1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang
(onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan
1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan
yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan
hukum
adalah
perbuatan
melawan
hukum
(onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380
KUHPdt.
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada harta kekayaan
orang laindan dapat ditujukan kepada diri pribadi orang lain,
perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang lain. Dalam
hukum anglo saxon, perbuatan melawan hukum disebut tort.
Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa
kuasa, maka perlu dilihat unsure- unsure yang terdapat didalamnya,
unsure- unsure tersebut adalah :
1) Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran
sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
2) Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan
perbuatan itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan,
perintah, atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik lisan
maupun tulisan.
3) Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan
itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan
sendiri.
4) Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang
berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya
dikerjakan orang lain.
5) Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia
melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus
mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili

kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat
mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
6) Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan
mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban
menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undangundang.
Hak dan kewajiban pihak- pihak
Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang,
maka hak dan kewajiban tersebut dapat diperinci sebagai tersebut di
bawah ini :
1) Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan
segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai, dengan
memberikan pertanggungjawaban.
2) Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang
berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh
wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang
telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.
Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang
ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada
hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali.
Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang
memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia
mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya karena
kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya
tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela,
melainkan karena kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana
mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata
bahwa perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan
demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang menerima
pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia
terima tanpa perikatan.

Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan
hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai
berikut :
" Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut".
Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu
diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum
apabila ia memenuhi empat unsure sebagai berikut :
1) Perbuatan itu harus melawan hukum
2) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
3) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
4) Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada hubungan
kausal
Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik orang
lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada
diri pribadi orang lain mungkin dapat menimbulkan kerugian pisik
ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau jasmani
misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang
menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam
perundangan- undangan di luar KUHPdt, misalnya undang- undang
perburuhan.
apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota
badan dikarenakan kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain,
undang- undang memberikan hak kepada korban untuk memperoleh
penggantian