PENGARUH PEMBERIAN BORON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA SISTEM HIDROPONIK MEDIA PADAT

PENGARUH PEMBERIAN BORON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI DUA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA SISTEM
HIDROPONIK MEDIA PADAT

(Skripsi)

Oleh
EVA DWI RAHMA

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN BORON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI DUA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA SISTEM
HIDROPONIK MEDIA PADAT
Oleh
Eva Dwi Rahma


Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman hortikultura dari famili
Cucurbitaceae. Pemberian unsur hara yang tepat dan sesuai konsentrasi
diharapkan dapat menunjang pertumbuhan yang optimal dan meningkatkan
produksi buah melon. Salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah
boron. Pemilihan varietas melon hibrida ditambah dengan formulasi pupuk yang
sesuai dan perawatan tanaman dengan sistem hidroponik di dalam rumah kaca
atau plastik akan meningkatkan hasil panen buah melon.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan respons pertumbuhan dan
produksi, konsentrasi boron terbaik, dan interaksi antara konsentrasi boron dengan
varietas melon terhadap pertumbuhan dan produksi buah pada sistem hidroponik.
Benih melon yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih varietas Action
dan Aramis. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dan jika asumsi terpenuhi maka data dianalisis dengan sidik ragam dan
dilanjutkan dengan uji orthogonal polynomial.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan respons pertumbuhan dan
produksi tanaman melon varietas Action dan Aramis. Melon varietas Action lebih
baik dibandingkan dengan varietas Aramis. Interaksi antara varietas dan
konsentrasi boron berpengaruh terhadap panjang tanaman, bobot kering tanaman

dan bobot buah melon. Panjang tanaman tertinggi diperoleh dari pemberian boron
0,7 ppm sebesar 231,73 cm. Bobot buah, volume dan ketebalan daging buah
melon varietas Action lebih tinggi daripada varietas Aramis. Bobot buah terbesar
1.685 gram diperoleh dari pemberian boron pada konsentrasi 0,8 ppm. Pada
varietas Aramis, setiap peningkatan boron 0,3 ppm, bobot buah mengalami
penurunan sebesar 72,95 gram.

Kata kunci : varietas, boron, pertumbuhan, produksi.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Endang Rejo, Kecamatan Seputih Agung Kabupaten
Lampung Tengah pada tanggal 13 September 1990, sebagai putri kedua dari tiga
bersaudara pasangan Bapak Lamuji dan Ibu Siti Khotimah.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal pertama kali di TK LKMD Endang
Rejo dan diselesaikan pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan dasar
di SD N 3 Endang Rejo dan diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan menengah
pertama di SMP N 1 Simpang Agung, Lampung Tengah selesai pada tahun 2006
dan Sekolah Menengah Atas di MA N Poncowati diselesaikan pada tahun 2009.


Pada tahun 2009 penulis diterima pada Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik
dan Bakat (PKAB). Pada tahun 2012 penulis melakukan Praktik Umum di PT
Perkebunan Nusatara (PTPN) VII Pagar Alam Sumatera Selatan dengan judul
Pengelolaan Pascapanen Teh (Camellia sinensis L.) Di perusahaan Perseroan
(Persero) PTPN VII Unit Usaha Pagaralam Sumatera Selatan. Pada tahun 2012
penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Air Hitam, Kab.
Lampung Barat dengan judul Revitalisasi Pertanian.

Dengan mengucapkan syukur “Alhamdulillah”
Kupersembahkan karya sederhana ini dengan segala ketulusan hati
kepada:

Kedua orang tuaku:
Ayahanda Lamuji dan Ibunda Siti Khotimah tercinta
Sujud syukurku atas semua doa, kasih sayang, semangat dan dukungan
yang tidak pernah habis diberikan kepadaku, telah membesarkan, merawat,
menjaga, mendidik dan membimbingku dengan penuh kesabaran.


Kakak dan adikku tersayang,
Ayunda Siti Muamanah, Kakanda Wargiyanto,
Adinda Siti Kholifatun Masrulloh dan Ameliyana Azzahra
Yang telah mendoakan, mendampingi dan memberikan motivasi kepadaku

Almamaterku Tercinta
Universitas Lampung

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang.

“Sabar bukanlah sikap yang pasif, sabar adalah berusaha
dengan penuh kesungguhan dan segala upaya
mengharap ridho Allah semata
Apabila kegagalan yang datang, bukanlah Allah tempat segala
kesalahan dilemparkan, tapi segala koreksi diri dan mencari jalan lain
dengan tetap di jalan illahi”
{Ali bin Abi Thalib}

Tidak ada keberhasilan tanpa kesungguhan dan

Tidak ada kesungguhan tanpa kesabaran.
{Mario Teguh}

Jaga ucapan, Hati dan fikiran kita dari sikap buruk
Semakin kita menjelekkan orang lain, maka kejelekanlah yang kita dapat.
Dan Ingatlah,
Untuk menjadi orang besar, jangan pernah ragu untuk membesarkan orang lain.
{Eva Dwi Rahma}

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan, tenaga dan pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan keterlibatan orangorang yang penulis sebutkan, maka penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Yohanes Cahya Ginting, M.P., dan Ibu Ir. Azlina Heryati Bakrie,
M.S., sebagai pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan
bimbingan, sumbangan pemikiran, dan memotivasi penulis selama penyusunan
skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc., selaku penguji yang telah memberikan

bimbingan, saran serta arahan kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si., selaku pembimbing akademik.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.Si., Selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi Universitas Lampung.
6. Mas Sigit dan bapak Rajino yang telah membantu selama melaksakan
penelitian di Rumah Kaca Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.

ii

7. Sahabatku Andra Aliansyah, Rizka S. Antika, S.P., Maya Suryani, S.P., Meza
Y. Sari, S.P., Eka Wulandari, S.P., Sukartini, S.P., Risa Jamil, S.P., Lindiana,
S.P., Septi N. Aini, S.P. dan Ria Putri, S.P. atas kebersamaan, dukungan dan
motivasi.
8. Teman penelitian Anggun P. Islamy, S.P., Yunita S. Kartika, S.P., Deva, S.P.
dan Maya Maeistia Dewi, S.P., yang membantu dalam menyelesaikan
penelitian ini.
9. Teman jurusan agroteknologi khususnya Agroteknologi A atas kekeluargaan,

semangat dan memotivasi penulis selama menjalankan studi.
10. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.

Sebagaimana hasil sebuah karya manusia yang tentu saja relatif jauh dari
sempurna maka, penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan dan perlu banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
yang memerlukan informasi berkaitan dengan tema skripsi ini dimasa yang akan
datang. Amien.

Bandar Lampung, 19 Agustus 2014

Eva Dwi Rahma

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI. ………………………………………………………………...

iv

DAFTAR TABEL. ……………………………………………………………

vi

DAFTAR GAMBAR. ....................................................................................

ix

PENDAHULUAN. ..................................................................................

1

1.1 Latar Belakang dan Masalah. ............................................................

1


1.2 Tujuan Penelitian. .............................................................................

4

1.3 Landasan Teori. .................................................................................

4

1.4 Kerangka Pemikiran. .........................................................................

7

1.5 Hipotesis. ..........................................................................................

8

II. TINJAUAN PUSTAKA. ........................................................................

9


2.1 Tanaman Melondan Teknik Budidaya. .............................................

9

2.2 Boron. ................................................................................................

9

2.3 Budidaya Tanaman dengan Hidroponik. ...........................................

12

2.3.1 Substrate System. ......................................................................
2.3.2 Bare Root System. ....................................................................

13
15

III. BAHAN DAN METODE. .....................................................................


19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. ..........................................................

19

3.2 Bahan dan Alat. .................................................................................

19

3.3 Metode Penelitian. ............................................................................

19

3.4 Pelaksanaan Penelitian. .....................................................................

20

3.4.1 Formulasi Pupuk. .....................................................................
3.4.2 Perkecambahan Benih Melon. .................................................

20
21

I.

v

3.4.3 Transplanting. ..........................................................................
3.4.4 Penyiraman. .............................................................................
3.4.5 Pemasangan Lanjaran. ............................................................
3.4.6 Pewiwilan. ................................................................................
3.4.7 Penyerbukan. ...........................................................................
3.4.8 Pemasangan Jala Buah. ...........................................................
3.4.9 Panen. ......................................................................................

22
22
22
22
23
23
23

3.5 Pengamatan. .....................................................................................

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. .............................................................

25

4.1 Hasil Pengamatan. .............................................................................

25

4.1.1 Pertumbuhan Vegetatif. ..........................................................

25

4.1.2 Pertumbuhan Generatif dan Produksi. ....................................

28

4.2 Pembahasan. ......................................................................................

32

V. KESIMPULAN ........................................................................................

37

5.1 Kesimpulan. ......................................................................................

37

5.2 Saran. .................................................................................................

38

PUSTAKA ACUAN. .....................................................................................

39

LAMPIRAN. ..................................................................................................

42

iv

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Komposisi Larutan Pupuk Siap Pakai untuk Tanaman yang
Dikembangkan Secara Hidroponik. ....................................................

18

2. Formula Dasar Larutan Hara untuk Pertanaman Secara Hidroponik
untuk 1000 Liter Larutan Hara. ..........................................................

20

3. Formula Larutan Hara Siap Pakai. .......................................................

21

4. Pengaruh Varietas dan Pemberian Boron terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman Melon. .................................................................

25

5. Pengaruh Varietas dan Pemberian Boron terhadap Fase
Generatif dan Produksi Tanaman Melon. ..........................................

28

6. Pengamatan Panjang Tanaman. .........................................................

43

7. Uji Homogenitas. ...............................................................................

43

8. Analisis Ragam untuk Panjang Tanaman. ..........................................

44

9. Polinomial Ortogonal untuk Panjang Tanaman. ................................

44

10. Pengamatan Jumlah Daun pada Minggu Keempat. .........................

45

11. Uji Homogenitas. .............................................................................

45

12. Analisis Ragam untuk Jumlah Daun Tanaman. ...............................

46

13. Pengamatan Bobot Kering Tanaman. ..............................................

46

14. Uji Homogenitas. .............................................................................

47

15. Analisis Ragam untuk Bobot Kering Tanaman. ..............................

47

16. Polinomial Ortogonal untuk Bobot Kering Tanaman. .....................

48

v

17. Pengamatan Jumlah Bunga. .............................................................
18. Uji Homogenitas. .............................................................................

48
49

19. Analisis Ragam untuk Jumlah Bunga. .............................................

49

20. Pengamatan Bobot Buah. .................................................................

50

21. Uji Homogenitas. ..............................................................................

50

22. Analisis Ragam untuk Bobot Buah. ..................................................

51

23. Polinomial Ortogonal untuk Bobot Buah. ........................................

51

24. Pengamatan Volume Buah. ..............................................................

52

25. Uji Homogenitas. ..............................................................................

52

26. Analisis Ragam untuk Volume Buah. ...............................................

53

27. Polinomial Ortogonal untuk volume buah. ......................................

53

28. Pengamatan Diameter Buah. ............................................................

54

29. Uji Homogenitas. ..............................................................................

54

30. Analisis Ragam untuk Diameter Buah. .............................................

55

31. Polinomial Ortogonal untuk Diameter Buah. ..................................

55

32. Pengamatan Tebal Daging Buah. .....................................................

56

33. Uji Homogenitas. ..............................................................................

56

34. Analisis Ragam untuk Tebal Daging Buah. ......................................

57

35. Polinomial Ortogonal untuk Tebal Daging Buah. ............................

57

36. Pengamatan Kadar Brix. ..................................................................

58

37. Uji Homogenitas. ..............................................................................

58

38. Analisis Ragam untuk Kadar Brix. ...................................................

59

39. Polinomial Ortogonal untuk Kadar Brix. .........................................

59

40. Pengamatan Suhu di dalam Rumah Kaca ...........................................

60

41. Dosis Boron yang Diberikan Selama Penelitian .................................

61

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1.

Halaman

Hubungan antara konsentrasi boron dan panjang tanaman
melon. ................................................................................................

26

Hubungan antara konsentrasi boron dan bobot kering
brangkasan tanaman melon. ...............................................................

27

3.

Hubungan antara konsentrasi boron dan bobot buah melon. ............

29

4.

Hubungan antara konsentrasi boron dan volume buah melon. .........

30

5.

Hubungan antara konsentrasi boron dan diameter buah melon. .......

31

6.

Hubungan antara konsentrasi boron dan ketebalan daging
buah melon. ........................................................................................

32

7.

Tata Letak Penanaman. .....................................................................

61

8.

Ulangan 1 ...........................................................................................

62

9.

Ulangan 2 ...........................................................................................

62

10. Ulangan 3 ...........................................................................................

62

11. Melon Varietas Action. .....................................................................

63

12. Melon Varietas Aramis. ....................................................................

63

2.

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh merambat
dan bersifat herbacious (Ashari, 2008). Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS) (2012b), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai
237.556.363 jiwa, sedangkan konsumsi buah melon Indonesia mencapai
± 332.698 ton/ tahun. Pada tahun 2010, produksi melon di Indonesia hanya
sebesar 85.161 ton sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan melon di dalam
negeri. Akibatnya 247.537 ton buah melon harus diimpor dari luar negeri.
Konsumsi buah melon yang terus bertambah dari tahun ke tahun sangat
mendukung perkembangan melon di Indonesia ( BPS, 2012a).

Melon (Cucumis melo L.) termasuk komoditas hortikultura yang memiliki nilai
jual tinggi (Tjahjadi, 1992). Budidaya melon tidak mudah dan perlu penanganan
intensif karena melon peka terhadap perubahan lingkungan dan mudah sekali
terserang penyakit. Hal ini dapat menurunkan nilai jual buah melon bahkan
menyebabkan gagal panen (Lingga, 1984).

Produktivitas tanaman buah di daerah tropika umumnya masih lebih rendah
dibandingkan dengan di daerah subtropis. Berbagai kendala dalam peningkatan
produktivitas tanaman telah banyak diteliti baik yang berkaitan dengan potensi

2

produksi tanaman, manajemen budidaya terkait dengan faktor lingkungan yang
tidak mudah dikontrol, maupun masalah kebutuhan unsur hara (Marschner, 1986;
dalam Rohmawati, 2007).

Peningkatan pertumbuhan dan produksi buah dapat dilakukan dengan pengelolaan
dan penanganan yang baik. Solusi penanganan yang dianggap efektif dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi buah melon adalah membudidayakan
melon dengan metode hidroponik yang dilakukan di dalam rumah kaca atau
plastik. Selain dapat mengurangi ancaman hama, juga dapat mengefisienkan
penggunaan pupuk (Lingga, 1984).

Bertanam melon dengan metode hidroponik cukup pupuler dan banyak diminati
oleh masyarakat beberapa tahun belakangan ini. Keunggulan bertanam melon di
dalam rumah kaca adalah kualitas buah yang dihasilkan lebih tinggi sehingga
harga jualnya menjadi lebih tinggi pula. Keunggulan lainnya adalah produksi
buah yang dihasilkan tanaman meningkat dan memungkinkan bagi petani untuk
melakukan pembibitan di luar musim. Studi percobaan CSIRO (Organisasi/
lembaga penelitian ilmu pengetahuan negara-negara persemakmuran) di Griffith,
New South Wales Australia, selama periode tahun 1960—1970 menunjukkan
bahwa produktivitas dari sebuah rumah kaca meningkat delapan kali lipat
dibandingkan dengan pengolahan di lahan terbuka (Elviza et al., 1999).

Varietas tanaman melon yang digunakan dalam penelitian ini adalah Varietas
Action dan Aramis. Varietas ini merupakan varietas yang banyak dikembangkan
di Indonesia. Menurut Setiadi dan Parimin (2000), produktivitas melon varietas
Action 30—40 ton. Sedangkan untuk produktivitas varietas Aramis, yang

3

diterangkan dalam Berita Resmi PVT No. 004/BR/PVHP/04/2012 tentang
Pendaftaran Varietas Hasil Pemuliaan sebagai varietas unggul, adalah sebesar
49—58 ton.

Pada budidaya tanaman melon, unsur hara boron dibutuhkan dalam jumlah yang
relatif kecil. Boron memiliki fungsi penting terhadap sintesis dan transport
karbohidrat, pertumbuhan dan perkembangan polen dan aktivitas sel (Jones,
2005). Selain itu boron juga berperan dalam respirasi atau pernapasan (Sutiyoso,
2004). Pemberian boron pada tanaman diharapkan dapat memperkuat dinding sel
dan meningkatkan pertumbuhan secara optimal. Menurut Yuste dan Gostincar
(1999), dalam Jones (2005) konsentrasi larutan nutrisi kandungan boron yang
digunakan dalam hidroponik berkisar antara 0,1—1,0 ppm. Kebutuhan boron
oleh tanaman tergantung pada kondisi lingkungan dan varietas tanaman. Pada
dataran rendah seperti di Lampung, belum ada data mengenai konsentrasi boron
terbaik untuk melon. Sehingga pada penelitian ini, konsentrasi boron yang
digunakan yaitu 0,1 ppm; 0,4 ppm; 0,7 ppm; 1,0 ppm dan 1,3 ppm. Sedangkan
dosis boron yang dibutuhkan tanaman melon sebesar 0,2 g/ tanaman (Resh,
2001). Konsentrasi dipakai untuk mengetahui kebutuhan unsur hara B terbaik
terhadap tanaman pada konsentrasi rendah sampai tinggi.

Berdasarkan latar belakang dan masalah sehingga mendorong untuk dilakukannya
penelitian untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pernyataan,
sebagai berikut:
1.

Apakah terdapat perbedaan respons pada pertumbuhan dan produksi dua
varietas tanaman melon melalui metode hidroponik?

4

2.

Berapa konsentrasi boron (B) terbaik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman melon?

3.

Apakah terdapat pengaruh interaksi antara konsentrasi boron (B) dengan
varietas melon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon?

1.2 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Mengetahui perbedaan respons pada pertumbuhan dan produksi dua varietas
tanaman melon melalui metode hidroponik.

2.

Mengetahui konsentrasi boron (B) terbaik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman melon.

3.

Mengetahui interaksi antara konsentrasi boron (B) dengan dua varietas melon
terhadap pertumbuhan dan produksi buah.

1.3 Landasan Teori

Dalam menyusun penjelasan teori terhadap perumusan masalah yang telah
dikemukakan, landasan teori yang digunakan antara lain pemilihan varietas dan
pemberian nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan produktivitas. Melon
memiliki banyak varietas sehingga harus dilakukan pemilihan varietas yang
memiliki daya saing tinggi baik secara produktivitas, mutu, dan penampilan buah
yang dihasilkan, ketahanan tanaman terhadap penyakit, daya simpan buah lama
dan adaptif terhadap kondisi cuaca yang lembap. Kriteria-kriteria tersebut dapat
ditemui pada melon varietas hibrida sehingga budidaya melon sebaiknya
menggunakan benih melon varietas hibrida (Sobir dan Firmansyah, 2010).

5

Varietas Action memiliki bentuk buah bulat dengan bobot 2,1—4,0 kg dan umur
panen 60—65 hari (PT Bisi, 2008). Varietas Aramis memiliki bentuk buah bulat
dengan bobot 2,2—2,8 kg dan umur panen 60—65 hari (Rokhman, 2013).
Persyaratan kebutuhan iklim tanaman melon mencapai suhu rata-rata berkisar
antara 18—35 0C dan suhu yang optimum sekitar 22—30 0C. Tanaman melon
memerlukan penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya. Lama
penyinaran untuk tanaman melon berkisar antara 10—12 jam per hari (Wirahma,
2008).

Tanaman melon membutuhkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan kualitatif dan
kuantitatif. Persyaratan kuantitatif adalah dosis pupuk yang diberikan, sedangkan
syarat kualitatif yaitu (1) unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan
dengan nutrisi yang ada, (2) ketepatan waktu pemupukan dan penempatan pupuk,
(3) unsur hara yang berada pada waktu dan tempat yang tepat dapat diserap oleh
tanaman, dan (4) unsur hara yang diserap digunakan oleh tanaman untuk
meningkatkan produksi dan kualitasnya (Indranada, 1994).

Hidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman
tanpa menggunakan tanah, akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel,
pasir, peat, vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan larutan hara
mengandung semua elemen essensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal tanaman (Resh, 2001).

Budidaya tanaman secara hidroponik memungkinkan petani mengontrol
pertumbuhan tanaman, namun juga memerlukan kemampuan manajemen yang

6

tepat untuk mencapai keberhasilan. Petani hidroponik tidak hanya harus
memberikan 6 hara makro ( N, P, K, Ca, Mg, S) saja, tetapi juga perlu
memberikan 7 hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B) untuk mendukung
pertumbuhan tanaman (Susila, 2013).

Tanaman memerlukan unsur hara makro dan mikro untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Tanpa pemberian unsur hara makro dan mikro yang cukup maka
tanaman akan memperlihatkan gejala defisiensi atau kahat dan bentuknya
berubah dari biasanya atau disebut malformasi. Namun kelebihan unsur hara juga
harus dihindari karena akan menurunkan kualitas hasil sehingga menjadi tidak
layak jual (Sutiyoso, 2003).

Boron berperan dalam perkecambahan tabung polen. Tanaman yang tidak cukup
disuplai boron memperlihatkan kegagalan perkecambahan dan pembentukan buah
terganggu. Perkembangan buah tetap kecil dan kualitasnya rendah. Boron
mempengaruhi pengecambahan dan pertumbuhan polen serta meningkatkan
stabilitas tabung polen. Boron relatif tidak mobil dalam tanaman dan
ditranslokasikan terutama dalam xylem. Kekurangan boron menyebabkan
kerusakan sel pada bagian dimana pembelahan sel berlangsung cepat (tunas apikal
dan kambium), gangguan pada sistem akar dan batang sehingga pergerakan air
menjadi terganggu, menurunkan kandungan karbohidrat di akar dan organ
penyimpanan lainnya, tunas mati dan daun muda bentuknya abnormal
(Kurniasari, 1994).

7

Menurut Wijayani dan Widodo (2009), boron diserap oleh tanaman dalam bentuk
BO3. Unsur boron mempunyai dua fungsi fisiologis utama :
1. Membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk
gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut dari tempat
fotosintesis ke tempat pengisian buah.
2. Boron juga memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi
selulosa untuk mempertebal dinding sel sehingga tanaman akan lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit.

1.4 Kerangka pemikiran

Budidaya melon bukan merupakan hal yang mudah dilakukan karena tanaman
melon memerlukan perawatan yang intensif. Melon hibrida merupakan tanaman
yang memiliki banyak varietas, setiap varietas memiliki genotype yang berbedabeda sehingga terdapat perbedaan pada buah yang dihasilkan. Perbedaan dapat
terlihat dari umur panen, kemampuan menghasilkan buah (bentuk, ukuran, warna,
aroma, rasa, dan bentuk permukaan kulit), adaptasi dengan lingkungan tempat
hidup, maupun ketahanan terhadap hama dan penyakit. Semua menjadi
pertimbangan dalam budidaya varietas melon hibrida yang akan ditanam.

Meskipun penggunaan benih melon hibrida dengan sistem hidroponik dalam
rumah kaca/plastik sudah memperbesar kemungkinan buah yang dihasilkan
maksimal, namun unsur hara yang diberikan harus sesuai. Seperti yang kita
ketahui unsur hara boron merupakan salah satu unsur hara mikro esensial bagi
tanaman. Unsur hara mikro ini akan menjadi masalah besar apabila dalam
budidaya melon tidak tersedia bagi tanaman selama proses budidaya.

8

Unsur boron penting tersedia bagi tanaman melon yang dibudidayakan. Apabila
unsur ini kurang tersedia bagi tanaman maka akan menyebabkan pertumbuhan
titik tumbuh (meristem) abnormal. Titik tumbuh di pucuk akan mengerdil dan
sehingga cabang tanaman berhenti memanjangkan diri, pada ujung akar
membengkak, warna akan berubah dan akhirnya mati. Daun memperlihatkan
beberapa macam gejala, seperti menebal, regas, keriting, bercak klorosis dan
kemudian layu.

Pemilihan varietas melon yang sesuai dengan lingkungan hidupnya ditambah
dengan pemberian formulasi nutrisi yang tepat dan perawatan tanaman dengan
sistem hidroponik dalam rumah kaca/ plastik, maka diharapkan mampu
meningkatkan produksi buah melon.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan maka didapat hipotesis
sebagai berikut :
1.

Terdapat perbedaan respons dari dua varietas tanaman melon (Cucumis melo
L.) terbaik pada pertumbuhan dan produksi melalui metode hidroponik.

2.

Terdapat konsentrasi Boron (B) terbaik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman melon.

3.

Interaksi antara konsentrasi Boron (B) dengan varietas melon menghasilkan
pertumbuhan dan produksi buah melon yang berbeda.

9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Melon dan Teknik Budidaya

Tanaman melon merupakan famili Cucurbitaceae, tumbuh merambat dan
merupakan tanaman yang bersifat musiman. Tanaman melon termasuk tanaman
C3. Sifat tanaman C3 adalah efisiensi fotosintesis rendah. Oleh karena itu,
tanaman melon menghendaki sinar matahari yang lama yaitu berkisar antara
10—12 jam per hari. Tanaman melon memiliki persyaratan khusus agar tumbuh
dengan baik. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, tanaman melon dapat
tumbuh pada ketinggian 300—1000 m dpl (Samadi, 2007).

Syarat tumbuh melon tergantung dari varietas melon yang akan ditanam namun
secara umum ada beberapa syarat tumbuh tanaman melon yaitu pH media
mendekati netral sampai netral (6,1—7), cukup remah dan bebas dari penyakit,
unsur hara makro dan mikro terpenuhi. Melon juga memerlukan kelembapan
udara antara 70—80% (Setiadi, 1999; Rohmawati, 2007). Suhu rata-rata di rumah
kaca yaitu 26,15 °C pada pagi hari, 36,42 °C pada siang hari, 31,43 °C pada sore
hari (Rohmawati, 2007) dan 18 °C pada malam hari (Sutiyoso, 2004).

2.2 Boron

Menurut Suhardiyanto (2002) dalam Ashari (2008), salah satu unsur mikro yang
dibutuhkan oleh tanaman adalah boron (B). Boron meski hanya merupakan salah

10

satu unsur mikro namun keberadaannya harus tetap ada karena unsur ini
mempunyai manfaat tersendiri bagi pertumbuhan tanaman termasuk melon.
Menurut Marschner (1986) dalam Ashari (2008), peranan boron pada pemberian
nutrisi tanaman masih kurang dibandingkan dengan nutrisi mineral lainnya.
Setelah tanaman mengalami perubahan akibat defisiensi unsur hara, kebutuhan
akan boron meningkat.

Kekurangan nutrisi menyebabkan kerusakan bagi tanaman dan pertumbuhan
tanaman menjadi tidak normal. Boron merupakan unsur mineral yang tidak
bergerak (Immobile). Sehingga gejala kekurangan dapat terlihat pada jaringan
muda karena pada saat kekurangan unsur hara boron tidak dapat dipindahkan dari
daun tua ke bagian tanaman yang sedang tumbuh (daun muda). Kekurangan
nutrisi itu sendiri dapat mengganggu kemampuan tanaman untuk mengakumulasi
unsur hara yang lain. Hasilnya adalah kekurangan dua atau lebih unsur secara
bersamaan (Elfiza et al., 1999).

Kalium berkorelasi negatif dengan B, Mn, dan Mo. Pada tanaman dengan
kandungan K tinggi memperkuat pengaruh buruk pada jaringan dengan B rendah.
Peningkatan K dalam substrat meningkatkan kandungan B dalam jaringan tomat,
terutama jika kandungan tersebut tinggi. Peningkatan K tanaman memperkuat
kekurangan B (B dalam jumlah sedikit) dan menghambat gejala keracunan B (B
dalam jumlah berlebih). Boron yang cukup pada tanaman mampu menghilangkan
pengaruh penekanan kandungan Ca dan Mg dari K tanah yang tinggi. Terdapat
interaksi antara keberadaan B dan Ca dalam tanaman budidaya. Secara umum,
jumlah B yang diperlukan lebih banyak untuk mencegah defisiensi B pada tingkat

11

Ca yang rendah. Jumlah B yang tinggi dapat ditolerir pada tingkat Ca yang tinggi
tanpa menimbulkan keracunan pada tanaman (Jones, 2005).

Boron mirip dengan karbon dalam memiliki kapasitas membentuk jaringan
molekul dengan ikatan kovalen. Karbonat, metalloboran, fosfakaboran dan
semacamnya yang terdiri dari ribuan senyawa. Boron merupakan unsur mikro
essensial dan kahat boron menyebabkan hambatan pertumbuhan tanaman (Hu et
al., 1997 dalam Astuti et al., 2007). Gejala kahat boron terlihat pada daun muda
yang berubah warna menjadi kecoklatan, mengeras dan nekrosis, gangguan
pembentukan kapitulum, bunga tidak berkembang, pembentukan buah terhambat
sehingga hasil buah sedikit (Dell dan Huang, 1997; dalam Astuti et al., 2007).

Boron bagi tanaman berperan penting dalam sintesis salah satu dasar
pembentukan RNA pada pembentukan sel misalnya pembelahan sel, pendewasaan
sel, respirasi atau pernapasan dan pertumbuhan (Sutiyoso, 2003). Novizan (2005)
menjelaskan bahwa boron tidak dapat dipindahkan dari satu jaringan ke jaringan
yang lain, sehingga gejala awal akan terlihat pada jaringan muda misalnya
kematian pucuk. Jika terjadi kekurangan boron, sel-sel tanaman tetap membelah,
tetapi organ-organ struktural, seperti daun, cabang, atau bunga gagal terbentuk.
Sutejo (2001) menambahkan bahwa daun baru yang masih kecil tidak dapat
berkembang, sehingga pertumbuhan tanaman selanjutnya kerdil.

Gejala kekahatan boron yaitu berupa daun menggulung, berubahnya daun menjadi
ungu atau juga bentuk daun yang menyimpang. Kekahatan boron juga
mengakibatkan sel menjadi irregular baik bentuk maupun ukuran sel pada batang
(Sakya, 2001; dalam Ashari, 2008). Kelainan yang diakibatkan kekurangan unsur

12

boron paling nyata tampak pada tepi-tepi daun, yaitu gejala klorosis mulai dari
bagian bawah daun. Kekurangan unsur ini bisa menimbulkan penyakit fisiologis,
khususnya pada tanaman sayur dan tembakau (Lingga dan Marsono, 2002).

Bila tanaman kekurangan unsur boron maka pertumbuhan titik tumbuh (meristem)
abnormal. Titik tumbuh di pucuk akan mengerdil dan akhirnya akan mati
sehingga cabang tanaman berhenti memanjangkan diri. Titik tumbuh pada ujung
akar membengkak, warna akan berubah dan akhirnya mati. Daun memperlihatkan
beberapa macam gejala, seperti menebal, regas, keriting, bercak klorosis dan
kemudian layu (Soeseno, 1993). Tanaman yang tidak cukup disuplai boron
mengakibatkan kegagalan perkecambahan dan keberhasilan bunga menjadi buah
terganggu. Perkembangan buah tetap kecil dan kualitasnya menjadi rendah
(Kurniasari, 1994).

2.3 Budidaya Tanaman dengan Hidroponik

Prinsip dasar dari hidroponik yaitu pemberian unsur hara makro dan mikro yang
tepat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada dasarnya, media yang
digunakan dalam sistem hidroponik tidak menyediakan unsur hara. Sehingga
perlu adanya penambahan unsur hara dalam media agar tanaman dapat tumbuh
secara optimal. Hidroponik substrat dengan menggunakan polibag berisi arang
sekam. Polibag tersebut diberi aliran beberapa kali per hari dengan dosis 250 ml
larutan hara per pemberian. Kelebihan larutan akan keluar melalui lubang pada
bagian bawah polibag atau disebut throw to waste yaitu kelebihan larutan tidak
dipungut kembali atau dapat disebut non-sirkulasi. Larutan maupun masingmasing unsur hara diberikan dengan konsentrasi rendah karena ada kekhawatiran

13

kemungkinan terjadinya akumulasi hara di media yang akan toksik terhadap
tanaman (Sutiyoso, 2003).

Hidroponik substrat merupakan sistem hidroponik yang mempergunakan media
selain tanah dan steril. Teknik hidroponik ini sampai sekarang masih digunakan
untuk mengusahakan sayuran dan buah. Setelah teknik hidroponik substrat
berkembang, hidroponik NFT (nutrient film technique) mulai banyak
dikembangkan di Indonesia. Sistem hidroponik ini lebih efisien karena hanya
menggunakan aliran nutrisi. Selain kedua sistem ini, aeroponik dan hidroponik
rakit apung juga mulai banyak dikembangkan dengan metode yang sesuai dengan
kondisi lingkungan di Indonesia (Sutiyoso, 2004).

Hidroponik, menurut Susilo (1985), berdasarkan sistem irigasinya dikelompokkan
menjadi: (1) Sistem terbuka, larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada
hidroponik dengan penggunaan irigasi tetes (drip irrigation atau trickle
irrigation), (2) Sistem tertutup, larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara
resirkulasi. Sedangkan berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat
dikelompokkan menjadi (1) Substrate System dan (2) BareRoot System.

2.3.1. Substrate System
Substrate system atau sistem substrat adalah sistem hidroponik yang
menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sistem ini
meliputi:
a. Sand Culture (Sandponics)
adalah budidaya tanaman dalam media pasir. Produksi budidaya tanaman tanpa
tanah secara komersial pertama kali dilakukan dengan menggunakan bedengan

14

pasir yang dipasang pipa irigasi tetes. Saat ini Sand Culture dikembangkan
menjadi teknologi yang lebih menarik, terutama di negara yang memiliki padang
pasir. Teknologi ini dibuat dengan membangun sistem drainase di lantai rumah
kaca, kemudian ditutup dengan pasir yang akhirnya menjadi media tanam yang
permanen. Selanjutnya tanaman ditanam langsung di pasir tanpa menggunakan
wadah, dan secara individual diberi irigasi tetes.

b. Gravel Culture
adalah budidaya tanaman secara hidroponik menggunakan gravel sebagai media
pendukung sistem perakaran tanaman. Metode ini sangat populer sebelum perang
dunia ke 2. Kolam memanjang sebagai bedengan diisi dengan batu gravel dan
diisi dengan larutan hara yang dapat digunakan kembali, atau menggunakan
irigasi tetes. Tanaman ditanam di atas gravel untuk mendapatkan hara dari larutan
yang diberikan.

c. Rockwool
Adalah nama komersial media tanaman utama yang telah dikembangkan dalam
sistem budidaya tanaman tanpa tanah. Bahan ini berasal dari bahan batu Basalt
yang bersifat Inert yang dipanaskan sampai mencair, kemudian cairan tersebut di
spin (diputar) seperti membuat aromanis sehingga menjadi benang-benang yang
kemudian dipadatkan seperti kain wool yang terbuat dari rock. Rockwool
biasanya dibungkus dengan plastik. Rockwool ini juga populer dalam sistem Bag
culture sebagai media tanam. Rockwool juga banyak dimanfaatkan untuk
produksi bibit tanaman sayuran dan dan tanaman hias.

15

d. Bag Culture
adalah budidaya tanaman tanpa tanah menggunakan kantong plastik (polybag)
yang diisi dengan media tanam. Berbagai media tanam dapat dipakai seperti :
serbuk gergaji, kulit kayu, vermikulit, perlit, dan arang sekam. Irigasi tetes
biasanya digunakan dalam sistem ini. Sistem bag culture ini disarankan
digunakan bagi pemula dalam mempelajari teknologi hidroponik, sebab sistem ini
tidak beresiko tinggi dalam budidaya tanaman.

2.3.2. Bare Root System
Bare Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik yang tidak
menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman, meskipun
block rockwool biasanya dipakai diawal pertanaman.
Sistem ini meliputi:
a. Deep Flowing System
adalah sistem hidroponik tanpa media, berupa kolam atau kontainer yang panjang dan
dangkal diisi dengan larutan hara dan diberi aerasi. Pada sistem ini tanaman ditanam
diatas panel tray (flat tray) yang terbuat dari bahan sterofoam mengapung di atas
kolam dan perakaran berkembang di dalam larutan hara.

b. Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)
adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing System yang dikembangkan di Bagian
Produksi Tanaman. Perbedaan dalam THST tidak digunakan aerator, sehingga
teknologi ini relatif lebih efisien dalam penggunaan energi listrik.

16

c. Aeroponics
adalah sistem hidroponik tanpa media tanam, namun menggunakan kabut larutan hara
yang kaya oksigen dan disemprotkan pada zona perakaran tanaman. Perakaran
tanaman diletakkan menggantung di udara dalam kondisi gelap, dan secara periodik
disemprotkan larutan hara. Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap
ketersediaan energi listrik yang lebih besar.

d. Nutrient Film Technics (NFT)
adalah sistem hidroponik tanpa media tanam. Tanaman ditanam dalam sirkulasi hara
tipis pada talang-talang yang memanjang. Persemaian biasanya dilakukan di atas
blok rockwool yang dibungkus plastik. Sirkulasi larutan hara diperlukan dalam
teknologi ini dalam periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen
lingkungan perakaran yang ‘aqueous’ dan ‘gaseous’ yang dapat meningkatkan
serapan hara tanaman.

e. Mixed System
adalah teknologi hidroponik yang mennggabungkan aeroponics dan deep flow
technics. Bagian atas perakaran tanaman terbenam pada kabut hara yang
disemprotkan, sedangkan bagian bawah perakaran terendam dalam larutan hara.
Sistem ini lebih aman daripada aeroponics sebab bila terjadi listrik padam tanaman
masih bisa mendapatkan hara dari larutan hara di bawah area kabut.

Teknik hidroponik kini menjadi pilihan dalam budidaya tanaman karena teknik ini
memiliki beberapa kelebihan. Menurut Elfiza., dkk (1999) kelebihan dari teknik
hidroponik dalam budidaya tanaman, yaitu :
1.

Tanaman dapat tumbuh meskipun tanpa menggunakan tanah.

2.

Pengawasan tanaman lebih mudah dilakukan selama pertumbuhan.

17

3.

Pekerjaan berkurang dengan adanya hidroponik, tidak perlu melakukan
pembukaan lahan.

4.

Pemakaian pupuk dan air lebih efisien.

5.

Hama dan wabah penyakit berkurang.

6.

Stres tanaman akibat pemindahan bibit dapat ditanggulangi karena bibit dapat
tumbuh pada masing-masing busa atau rockwool.

7.

Tidak ada ketergantungan pada kondisi alam sehingga tidak dikhawatirkan
banjir, kekeringan atau erosi.

8.

Budidaya menjadi intensif karena hara dan air telah tersedia jumlahnya
sepanjang tahun, ini memungkinkan untuk meningkatkan kepadatan tanaman.

Meskipun memiliki kelebihan, teknik hidroponik juga memiliki kelemahan.
Kelemahan teknik hidroponik adalah sebagai berikut :
1.

Biaya awal yang cukup tinggi.

2.

Hama dan penyakit akan cepat menyebar pada sistem tertutup.

3.

Kecakapan dalam teknologi merupakan kebutuhan yang utama, serta
dibutuhkan tenaga kerja yang terlatih dalam mengelola pertanian hidroponik.

Nutrisi hidroponik dibuat dengan menggabungkan hara makro dan hara mikro
sesuai kebutuhan tanaman. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang banyak, terdiri atas C, H, N, P, K, Ca, Mg dan S.
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman tetapi dalam
jumlah sedikit. Unsur hara mikro ini mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Jika
kekurangan unsur hara mikro ini maka tanaman tidak dapat tumbuh secara
optimal. Jenis unsur hara mikro ini adalah Mn, Cu, Fe, Mo, Zn, B (Wijayani dan
Widodo, 2005).

18

Tabel 1. Komposisi Larutan Pupuk Siap Pakai untuk Tanaman yang Dikembangkan Secara Hidroponik.
Referensi

N
(ppm)
70-250

P
(ppm)
15-80

Hoagland & Arnon (1938)b
Long Ashton Solnb
Robbins (1946)b
Dr. H.M. Resh, Cucumbers,
Florida (1990)b
Seedlings (0-10 days)
10 days to 1st fruit swell
Maturity, after 1st fruit
Swell
Soeseno (1993)c
Susila (2013)d
Sutiyoso (2003)e

196
140
196

Sutiyoso (2004)f
Rata-rata

Barry (1996)a

Ca
(ppm)
70-200

Mg
(ppm)
15-80

S
(ppm)
20-200

Fe
(ppm)
0,8-6,0

Mn
(ppm)
0,5-2,0

B (ppm)

31
41
31

K
(ppm)
150400
234
130
195

Zn
(ppm)
0,1-0,5

0,5
0,5
0,25

Cu
(ppm)
0,050,3
0,02
0,064
0,02

0,05
0,065
0,25

Mo
(ppm)
0,050,15
0,01
0,05
0,01

160
134
200

48
36
48

64
48
64

0,6
5,6 / 2,8
0,5

0,5
0,55
0,25

128
267
255

27
55
55

175
350
400

100
220
200

20
40
45

26
53
82

2
3
2

0,8
0,8
0,8

0,3
0,3
0,4

0,07
0,07
0,1

0,1
0,1
0,33

0,03
0,03
0,05

200
258
70-250

60
60
15-80

170
177
70-200

50
24
15-80

176
113
20-200

250
70-267

75
15-80

300
210
150400
450
130450

12
2,14
0,8-6,0

2
0,18
0,5-2,0

0,3
1,2
0,1-0,6

0,1
0,26
0,1-0,5

5
0,8-12

2
0,25-2,0

0,7
0,1-1,2

0,1
0,048
0,050,3
0,1
0,020,3

0,2
0,046
0,050,15
0,05
0,010,2

250
70-250

100
15-100

183
20-200

0,1-0,6

0,3
0,050,5

Sumber: aJones, J. B. 2005. Hidroponics: a Practical Guide for The Soilless Grower Second Edition. CRC Press. Boca Raton, London.
b
Resh, H. M. 2001. Hydroponic Food Production. Newconcept Press, Inc. Mahwah, New Jersey.
c
Soeseno, S. 1993. Bercocok Tanam Secara Hidroponik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
d
Susila, A. D. 2013. Hidroponik. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
e
Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta.
f
Sutiyoso, Y. 2004. Hidroponik ala Yos. Penebar Swadaya. Jakart

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih melon hibrida varietas
Action dan Aramis, polibag, benang kasur, tali rafia, pupuk NPK Mutiara, Urea,
kalsium klorida, magnesium sulfat, besi sulfat, mangan sulfat, asam boraks,
tembaga sulfat, seng sulfat, natrium sulfat, natrium molibdat, aquades dan arang
sekam.

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan digital, gunting setek,
benang kasur, gelas ukur, ember, meteran kain, jangka sorong, penggaris, kamera,
Hand Refractometer, oven dan alat tulis.

3.3 MetodePenelitian

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL). Perlakuan disusun secara faktorial 2×5 dengan10 perlakuan dan 3 kali
ulangan sebagai satuan percobaan ada dua sampel (duplo).

20

Faktor pertama adalah varietas melon yaitu Varietas Action (V1) dan Varietas
Aramis (V2). Faktor kedua adalah perlakuan konsentrasi unsur hara Boron (B)
yaitu b1=0,1 ppm; b2= 0,4 ppm; b3=0,7 ppm; b4= 1,0 ppm dan b5=1,3 ppm.
Homogenitas ragam diuji dengan menggunakan uji Bartlet dan aditivitas data diuji
dengan menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi maka data dianalisis
dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji orthogonal polynomial pada taraf
α 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Formulasi Pupuk
Pupuk dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang dibutuhkan dan ditakar
sesuai dengan dosis. Disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula Dasar Larutan Hara untuk Pertanaman Secara Hidroponik
untuk 1000 Liter Larutan Hara (Lab. Hidroponik D3 FP UNPAD).
Kimia
STOK

A

B

Formula

Nama

NPK 16: 16: 16
Urea
Ca(NO3)2.NH4
MgSO4.7H2O
FeSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
H3BO4
CuSO4.5H2O
ZnSO4.7H2O
Na2MoO4.2H2O

NPK Mutiara
Urea
Kalsiumdinitrat
Magnesium sulfat
Besisulfat
Mangansulfat
Asamboraks
Tembagasulfat
Sengsulfat
Natriummolibdat

Sumber
NPK
N
Ca
Mg, S
Fe, S
Mn, S
B
Cu, S
Zn, S
Mo

Gram/ 1000 L
1.000
250
800
750
4,00
2,00
2,00
0,83
0,65
0,36

Catatan :
1. Menyiapkan 6 ember untuk larutan stok A dan B (0,1; 0,4; 0,7; 1,0; dan 1,3
ppm). Pupuk stok A dan B (0,1; 0,4; 0,7; 1,0; dan 1,3 ppm) masing-masing

21

dilarutkan secara terpisah dalam 10 liter air sebagai larutan stok. Larutan stok
disimpan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.
2. Menyiapkan 5 ember untuk membuat larutan siap pakai. Setiap akan dibuat
larutan siap pakai, ember diisi dengan air sebanyak 20 liter dan dikurangi 400
ml. Ambil masing-masing 200 ml dari stok A dan B (0,1; 0,4; 0,7; 1,0; dan 1,3
ppm). Setelah itu dimasukkan kedalam ember dan diaduk hingga tercampur.
Larutan ini siap diberikan ketanaman.

Tabel 3. Formula Larutan Hara Siap Pakai
STOK

A

B

Unsur
N
P
K
Ca
Mg
S

Sumber

Fe
Mn
B

NPK, Ca(NO3)2.NH4
NPK
NPK
Ca(NO3)2.NH4
MgSO4.7H2O
MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O,
MnSO4.4H2O, CuSO4.5H2O,
ZnSO4.7H2O
FeSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
H3BO4

Cu
Zn
Mo

CuSO4.5H2O
ZnSO4.7H2O
Na2MoO4.2H2O

Mg/ L
211,95
69,85
132,76
175,82
73,17
98,48

0,81
0,49
0,1; 0,4; 0,7;
1,0; 1,3
0,21
0,15
0,15

3.4.2 Perkecambahan Benih Melon
Benih melon yang disemai direndam terlebih dahulu dalam air selama 2—4 jam.
Penyemaian benih dapat menggunakan kantong plastik bening atau polibag
berukuran 6×8 cm. Media semai yang digunakan berupa arang sekam. Benih
disemaikan dalam posisi tegak dan ujung calon akarnya menghadap kebawah.
Tempat penyemaian dilakukan di dalam rumah kaca dengan kondisi ternaungi
sehingga tanaman terhindar dari pengaruh sinar matahari berlebih dan
pemeliharaan dapat dilakukan dengan baik sehingga tanaman dapat tumbuh
optimal.

22

3.4.3 Transplanting
Dilakukan setelah bibit melon berumur satu minggu.Bibit melon dipindahkan
kedalam polibag yang sudah disediakan.
3.4.4 Penyiraman
Dilakukan penyiraman dengan air yang sudah mengandung unsur hara sebanyak
4—5 kali sehari pada pagi sampai sore hari, Untuk tanaman berukuran kecil
dalam fase vegetatif memerlukan 1 liter larutan per hari yang diberikan empat kali
sehari atau sebanyak 250 ml. Setiap pemberian untuk tanaman berukuran sedang
dalam fase vegetatif memerlukan 1,5 liter larutan per hari yang diberikan lima kali
sehari atau sebanyak 300 ml. Sementara untuk setiap pemberian larutan pada
tanaman dalam fase generatif yang sudah berbunga, pentil dan berbuah diperlukan
larutan pupuk sebanyak 2 liter per hari yang diberikan empat kali sehari atau
sebanyak 500 ml.
3.4.5 Pemasangan Lanjaran
Lanjaran yang digunakan adalah benang kasur dengan diameter 3,5 mm dan mulai
dililitkan pada tanaman berumur 2 minggu.
3.4.6 Pewiwilan
Tanaman dilakukan pewiwilan dengan dipelihara satu batang utama dan satu
buah. Sulur cabang, tunas air, bunga dan buah melon yang tidak dipelihara akan
dibuang. Setelah batang tanaman mencapai panjang 2 meter atau 30—35 daun
maka pucuk dipotong.

23

3.4.7 Penyerbukan
Dilakukan pada pukul 7 pagi, memilih bunga betina pada ruas 14—18 dan
memilih bunga jantan yang telah membuka sempurna. Satu bunga jantan dipakai
untuk menyerbuki satu bunga betina namun bila jumlah bunga jantan sedikit maka
satu bunga jantan maksimal menyerbuki tiga bunga betina.
3.4.8 Pemasangan Jala Buah
Dilakukan untuk menahan buah melon yang ukurannya lebih dari1 kg.
Pemasangan kapur barus untuk menghindari lalat buah.
3.4.9 Panen
Pemanenan dilakukan pada saat serat jala (jaring) pada kulit buah nyata/ kasar,
adanya retakan menyerupai cincin antara pangkal tangkai dengan buahnya, dan
mulai tercium aroma harum pada buah melon.

3.5 Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.

Panjang tanaman (cm); panjang tanaman diukur dari permukaan media
hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian.

2.

Jumlah daun; jumlah daun dihitung dari banyaknya daun yang terbuka
sempurna. Perhitungan dilakukan pada minggu ke-empat.

3.

Bobot kering brangkasan; seluruh bagian tanaman dibersihkan dari kotoran
atau campuran media dan dikumpulkan dalam 1 kantong. Kemudian tanaman
dioven pada suhu 70 oC selama 48 jam hingga didapat bobot keringnya.

4.

Jumlah bunga ; jumlah bunga dihitung dari banyaknya bunga jantan dan
bunga betina yang muncul pada minggu ke-empat.

24

5.

Bobot buah (kg) ; bobot buah yang dihasilkan saat panen ditimbang berat
buahnya dengan menggunakan timbangan digital.

6.

Diameter buah; buah yang dihasilkan saat panen diukur diameter buahnya
dengan menggunakan jangka sorong.

7.

Volume buah; buah yang dihasilkan saat panen dihitung volume buahnya.
Dengan cara isi air dalam ember hingga penuh, kemudian masukkan melon
ke dalam ember hingga tenggelam seluruhnya dan air yang tumpah diukur
volumenya.

8.

Kadar brix; buah yang dipanen diukur kadar buahnya dengan menggunakan
alat Hand Refractometer. Caranya daging buah melon dihaluskan, disaring
dan diambil filtratnya. Alat Refract