37
4.1.2. Mental Accounting Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Mental accounting seseorang terlihat dari perilaku mereka dalam mengelola keuangan, baik uang yang bersumber dari pemberian orang tua maupun
uang dari hasil jeripayah sendiri. Mental accounting pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi memiliki pengetahuan pengelolaan keuangan yang digunakan untuk
mengatur pengeluaran dan merencanakan sumber keuangan, pengambilan keputusan dalam praktek, evaluasi keuangan dilanjutkan dengan re-organize atau
mengatur ulang keuangan. Setiap bagian dari pola pengelolaan keuangan, prosesnya sederhana. Perilaku setiap mahasiswa terhadap uang yang mereka
miliki berbeda. Pengaturan pengeluaran oleh mahasiswa Pendidikan Ekonomi dilakukan
dengan mengalokasikan uang yang dimiliki kedalam akun kebutuhan yang berbeda-beda. Akun kebutuhan yang dianggarkan setiap periodenya oleh
mahasiswa meliputi kebutuhan pribadi, kebutuhan kuliah, kebutuhan sosial, kebutuhan simpanan, dan kebutuhan lain-lain yang sifatnya terencana dan tidak
terencana, setiap jenis kebutuhan tersebut memiliki sifat rutin dan tidak rutin.
Tabel 4.3 Akun-akun Kebutuhan Mahasiswa
Pendidikan Ekonomi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Tahun Ajaran
20132014
Jenis Kebutuhan Kebutuhan
Terencana Kebutuhan Tidak
Terencana Rutin
Tidak Rutin
Rutin Tidak Rutin
Kebutuhan Pribadi :
38
Makan atau Jajan
Pulsa Handphone
Kebutuhan Badan
Minyak wangi, keperluan mandi, make-up, dll
Bensin
Servis Motor
Kebutuhan Kuliah :
Pulsa Modem atau langganan internet
Cetak File Print dan fotocopy
Membeli buku
Pembayaran kegiatan kampus
Kebutuhan Sosial :
Olah Raga
Menjenguk atau menyumbang
Pergi dengan teman
Kebutuhan saving :
Menyimpan atau menyisihkan uang
Kebutuhan lain-lain :
Rokok, Laundry, Kebutuhan tidak terduga lainnya
Sumber : Data Primer Untuk mahasiswa bertempat tinggal kos
Untuk mahasiswa bertempat tinggal dengan orang tua Untuk mahasiswa yang menyimpan uang pada awal periode
Untuk mahasiswa yang menyimpan uang dari sisa uang seluruh kebutuhan Membuat pengaturan pengeluaran mahasiswa cenderung sekedar untuk
membayangkan saja, jarang mahasiswa yang melakukan pencatatan dalam
39
menentukan pengeluaran mereka. Mahasiswa lebih banyak tidak melakukan pencatatan untuk menuangkan pengaturan pengeluarannya karena tidak sempat,
rumit, dan dirasa tidak diperlukan untuk mencatat pengaturan pengeluaran mereka sendiri. Disamping tidak melakukan pencatatan, mayoritas mahasiswa tidak
benar-benar memisahkan uang mereka sesuai kebutuhannya. Mereka memiliki pendapat bahwa uang yang dimiliki adalah uang untuk mencukupi kebutuhan
mereka sendiri pula, jadi tidak perlu untuk sampai memisahkan uang dalam tempat yang berbeda. Namun mahasiswa yang memisahkan uangnya dalam
tempat berbeda untuk masing-masing kebutuhan, mempunyai alasan agar lebih dapat mengontrol pemakaian uang mereka. Selain itu, nominal yang dirasa masih
kecil menjadi alasan utama untuk tidak melakukan pencatatan dan pemisahan uang sesuai dengan kebutuhannya. Penyimpanan uang mahasiswa juga beragam,
ada yang memisahkan uang benar-benar sesuai kebutuhannya, ada yang memisahkan uang makan saja, ada yang langsung membayarkan kebutuhan yang
sudah direncanakan pada awalnya, dan ada juga mahasiswa yang benar-benar tidak menyendirikan uang mereka dalam tempat yang berbeda baik dalam cash
semua, atau semua masih dalam ATM mengambil hanya seperlunya saja. Mahasiswa yang bertempat tinggal kos dan jauh dari orang tua memiliki
rasa tanggung jawab dengan sendirinya, agar memupuk kepercayaan orang tua mereka dalam meberikan uang saku, selain itu tidak jarang pula orang tua mereka
memberi nasihat untuk mengatur pengeluaran mereka agar lebih disiplin. Ada juga mahasiswa yang merasa karakter mereka sudah terbentuk untuk mengatur
keuangan dengan terencana. Empat dari delapan belas mahasiswa dan semuanya
40
adalah mahasiswa berkonsentrasi akuntansi tidak mengatur pengeluarannya sama sekali meskipun hanya sekedar pemikiran saja namun tidak sama sekali dilakukan,
dengan alasan mereka tahu bahwa pengaturan tersebut prosesnya rumit, mereka merasa tidak percaya diri bahwa mereka mampu untuk menjalankan sesuai
rencana, jumlah nominal yang dianggap masih sedikit sedangkan kebutuhan mereka masih sedikit, dan anggapan ketika membatasi setiap pengeluaran mereka
dianggap pelit oleh orang lain. Mayoritas mahasiswa merencanakan pengeluaran pada awal periode hanya untuk kebutuhan yang sifatnya pasti baik itu rutin
maupun tidak rutin, karena selain itu kebutuhan dianggap tidak dapat dipastikan dari awal.
Perencanaan sumber keuangan juga dilakukan mahasiswa dalam tahap ini. Mahasiswa memikirkan setiap kebutuhan yang harus dipenuhi dalam periode
keuangan berikutnya, dan dari mana sumber uang yang digunakan. Hal ini dirasa akan membuat mahasiswa merasa nyaman dan tenang bahwa kebutuhan yang ada
diluar kebutuhan rutin sudah memiliki anggaran sendiri untuk mewujudkan kebutuhan tersebut.
Keuangan yang dikelola setiap mahasiswa adalah hak dan kewajiban mereka sendiri, karena mahasiswa sudah dianggap dewasa dalam mengambil
setiap keputusan termasuk dalam aktivitas keuangan. Pengambilan keputusan dilihat dari tiga kondisi, kepemilikan hutang, penggunaan uang bonus, dan
kepemilikan uang tambahan. Mahasiswa memiliki hutang yang berbeda-beda tujuannya, ada yang memiliki hutang untuk motif berjaga-jaga memenuhi
41
kebutuhan tidak terduga, hutang pembelian pulsa, dan hutang yang bersifat talangan. Hutang dengan motif berjaga-jaga dilakukan mahasiswa yang uang
mereka sudah habis dan enggan untuk meminta tambahan pada orang tua mereka, hutang uang ini diperlakukan selayaknya hand cash. Kondisi kedua adalah hutang
pembelian pulsa, mayoritas mahasiswa memilih berhutang pembelian pulsa karena memanfaatkan teman mereka yang berjualan pulsa sendiri, rasa malas
untuk keluar rumah ke warung penjual pulsa, membutuhkan pulsa disaat yang tidak memungkinkan merupakan alasan untuk berhutang pulsa. Kondisi terakhir
berhutang adalah ketika mahasiswa hendak membeli suatu barang namun uang yang dimiliki tidak cukup, misalnya uang yang dibawa tidak cukup untuk
fotocopy mendadak, untuk sumbangan mendadak, untuk membeli barang yang kebetulan diinginkan saat itu juga responden memilih untuk meminjam uang. Ada
mahasiswa yang memilih untuk berhutang ada juga mahasiswa yang memilih tidak berhutang, dua dari delapan belas mahasiswa memilih untuk tidak memiliki
hutang sama sekali. Hal ini dikarenakan salah satu mahasiswa berkonsentrasi akuntansi memiliki anggapan bahwa ketika memiliki hutang merasa sulit untuk
membayarnya dan merasa sayang untuk mengeluarkan uang sebagai pelunasan hutang padahal hutang tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri,
mahasiswa kedua berasal dari konsentrasi non akuntansi dan berlatar belakang memiliki uang saku lebih setiap minggunya serta pencitraan diri sebagai anak dari
orang tua yang mampu sehingga malu untuk memiliki hutang apa pun alasannya. Sumber uang yang berikutnya adalah uang bonus, mahasiswa Pendidikan
Ekonomi memiliki tiga macam pilihan keputusan dalam menggunakan uang
42
bonus. Pertama, mahasiswa memilih untuk mengonsumsikan uang bonus yang dimiliki. Mahasiswa sebagian besar memilih untuk membelanjakan uang bonus
dengan kebutuhan yang berbeda, seperti membeli kebutuhan perempuan atau make-up, asesoris perempuan tas, baju, celana, sepatu, dll , makan, membeli
bensin. Kedua, mahasiswa yang memiliki usaha sampingan memilih uang bonus mereka untuk tambahan modal usaha mereka jika nominalnya memungkinkan.
Ketiga, mahasiswa memilih untuk menyimpan sebagai uang berjaga-jaga selayaknya uang simpanan mereka. Ketiga keputusan penggunaan uang bonus
tersebut dipengaruhi oleh jumlah nominal uang bonus yang diterima dan kebutuhan yang belum terpenuhi, jika cenderung sedikit atau besar dan kebutuhan
masih banyak mahasiswa memilih untuk membelanjakan uang bonus. Bila nominal uang bonus lumayan besar dan kebutuhan tidak terlalu banyak yang harus
dipenuhi mereka memilih untuk menyimpan uang bonus. Kepemilikian uang bonus tidak dimiliki oleh semua mahasiswa , ada beberapa diantaranya selama
kuliah tidak pernah menerima uang bonus, sekalipun itu pemberian orang tua atau orang lain. Mereka ingin belajar mengelola keuangan tanpa ada uang bonus dari
sumber lain, dan ada mahasiswa yang selallu menolak pemberian tambahan karena merasa sudah bekerja dan uang pun untuk membantu orang tua jadi
memilih untuk tidak menerima uang bonus. Setiap periode memang mahasiswa sudah memiliki sumber uang dan
nominal yang sudah dipastikan sendiri-sendiri, namun tidak jarang pula mahasiswa meminta uang tambahan diluar uang saku mereka ketika uang yang
dimiliki benar-benar habis tidak ada lagi uang simpanan, tapi ada juga mahasiswa
43
yang meminta uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan yang nominalnya tidak bisa dijangkau sendiri. Sepuluh dari delapan belas mahasiswa lima diantaranya
mahasiswa akuntansi memilih untuk tidak meminta uang tambahan, dengan berbagai alasan. Mahasiswa yang memiliki penghasilan sendiri memilih untuk
tidak sama sekali meminta uang saku tambahan pada orang tua, untuk mahasiswa yang penghasilannya sebagai uang sampingan dari uang saku mereka dan
mahasiswa yang memiliki uang saku pemberian orang tua mempunyai tekat untuk berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan mereka, semisalnya memang
mengalami kekurangan mereka memilih untuk berhutang dari pada meminta kepada orang tua.
Bagian yang terakhir dalam melihat mental accounting seseorang adalah kegiatan mengevaluasi keuangan. Mahasiswa sebagian besar mengevaluasi
keuangan mereka ketika mereka beritndak boros, dan ada juga mahasiswa yang melakukannya karena keinginan mempraktekan evaluasi akuntansi dalam
kehidupan mereka. Cara yang dilakukan mahasiswa untuk evaluasi sederhana, mayoritas dari mereka hanya dengan mengingat-ingat saja karena nominal yang
dimiliki hanya sedikit jadi masih bisa untuk diingat saja. Pengumpulan nota juga jarang dilakukan oleh mahasiswa, mahasiswa perempuan yang sebagian
mengumpulkan nota pembelanjaan mereka, karena mahasiswa laki-laki beranggapan pengumpulan nota adalah hal yang percumah untuk dilakukan dan
terlalu ribet. Tapi ada juga mahasiswa yang sama sekali tidak melakukan evaluasi keuangan mereka, dua mahasiswa non akuntansi dan satu mahasiswa akuntansi,
karena ada yang merasa nominal uang saku cukup sehingga tidak butuh evaluasi,
44
kemudahan untuk meminta uang tambahan kepada orang tua, rasa malas untuk melakukan evaluasi keuangan,dan satu mahasiswa akuntansi yang sangat mengerti
tentang evaluasi dalam akuntansi tidak melakukan evaluasi karena mahasiswa tersebut tahu panjangnya, rumitnya proses evaluasi sehingga dia tidak melakukan
evaluasi dan lebih tertarik untuk melakukannya ketika berada dalam suatu organisasi.
Tujuan melakukan evaluasi bagi mahasiswa untuk melacak keuangan yang dibelanjakan, dan untuk mengontrol keuangan dalam satu periode tersebut
ataupun untuk periode berikutnya. Mahasiswa yang melakukan evaluasi tengah periode keuangan mereka melanjutkan proses evaluasi mereka dengan mengatur
ulang sisa uang yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan apa saja yang masih harus dipenuhi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mereka dapat
bertahan memenuhi kebutuhan mereka dengan sumber uang seadanya. Berdasarkan temuan diatas, mayoritas mahasiswa Pendidikan Ekonomi terlihat
memiliki mental accounting dengan dua macam proses perlakuan keuangan mereka, yaitu :
Gambar 4.1 Proses Perlakuan Keuangan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Tahun Ajaran 20132014
Tipe A
Tipe B
Sumber : Data Primer Penelitian
Pengaturan keuangan Keputusan yang dibuat
dalam keuangan Evaluasi keuangan
Pengaturan ulang keuangan
Pengaturan keuangan Keputusan yang dibuat
dalam keuangan Evaluasi keuangan
45
4.1.3. Hasil Pembelajaran Akuntansi Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi