Format Ulasan Karya Kiai Ihsan
Menggapai Jalan Ma’rifat, Menjaga Harmoni Umat I 121
dalam dua kitabnya memang dalam posisinya sebagai penjelas al-sharih} dari kitab Minhaj al’Abidin karya Imam al-Ghazali
untuk kitab Siraj al-T}alibin, dan Irshad al-‘Ibad karya Shaikh Zain al-Din ibn Abd al-‘Aziz ibn Zain al-Din al-Malibari untuk
kitab Manahij Imdad. Tapi dengan format ulasan yang detail dari setiap kata-perkata, Kiai Ihsan membutuhkan 1000 halaman lebih
untuk setiap kitab yang menjadi sharah}, baik kitab Siraj al-T}alibin maupun kitab Manahij Imdad.
Secara khusus, misalnya, kitab Siraj al-T}alibin ditulis oleh Kiai Ihsan dalam waktu singkat, dan dengan kualitas unggul yang diakui
banyak orang. Kualitas ini dibuktikan bahwa kitab ini pertama kali diterbitkan di salah satu penerbit terkenal di zamannya, yakni Al-
Bab al-Halabi Kairo Mesir, di samping kitab ini menjadi rujukan wajib oleh beberapa majelis ta’lim di Timur Tengah termasuk di
Universitas al-Azhar Kairo Mesir, khususnya bagi mereka yang mendalami pemikiran-pemikiran tasawuf Ghazalian.
99
Di samping itu, pilihan Kiai Ihsan dengan menggunakan bahasa Arab fus}h}a dalam melakukan sharah} atas kitab aslinya adalah sebuah prestasi
yang luar biasa dan petanda kedalamannya atas kajian keislaman, apalagi Kiai Ihsan adalah murni lebih banyak memperoleh didikan dari
dunia pesantren di Jawa, di mana unsur-unsur lokalitasnya cen derung lebih dominan. Bakat menulis dan ketekunannya membaca, sekalipun
diakui oleh beberapa pihak bahwa Kiai Ihsan memiliki semacam ilmu mukashafah, mengantarkan ulasan bahasa Arabnya lebih mudah dipa-
hami oleh para pembaca kitab Siraj al-T}alibin.
Keahliannya dalam mengulas pemikiran Ghazalian, di tempat yang
99
Busrol Karim, Syekh Ihsan Bin Dahlan Jampes Kediri..., 42 dan 87.
122 I Tasawuf Nusantara Kiai Ihsan Jampes
berbeda tidak mengubah dirinya yang dikenal larut dalam perilaku tasawuf. Bahkan, dengan kerendahan hatinya, dalam pengantar kitab
Siraj al-T}alibin, Kiai Ihsan mengatakan bahwa apapun hasilnya, sharah} ini hanya menjelaskan secara ringkas dari kitab al-Ghazali
Minhaj al-Abidin. Ka renanya, bila ditemukan ketepatan dalam mengulas, maka itu murni berkat kutipan dari beberapa pandan-
gan para ulama yang menghiasi kitab ini. Bila terdapat kesalahan, maka murni kesalahan dirinya akibat kurang memahami tema
yang menjadi bahasan.
100
Dari sini, nampak jelas menunjukkan kepribadian Kiai Ihsan sebagai penganut ajaran tasawuf yang selalu
berusaha bersikap rendah hati tawad}u’. Sekalipun begitu, Kiai Ihsan menegaskan kembali tentang dunia
tulis menulis sebagaimana berikut:
101
Bahwa orang yang konsentrasi untuk mengumpulkan karan- gan dan bersungguh-sungguh menyusunnya, sekalipun bintang
kecil sampai pada akal, maka sesungguhnya ia telah berdiri tegak. Maka bila seseorang berlaku benar, maka ia mampu
memberikan pertolongan pada yang lain. Hanya kepada Allah kebaikan orang cerdik, yang mengatakan: bahwa orang
yang mengarang pada dasarnya ia telah meletakkan akalnya dalam talam, yang diperlihatkan kepada orang lain.
Maka kutipan ini menggambarkan pada keteguhan sikap Kiai
100
Ih}san Jampes,
Siraj al-T}alibin
, Juz I, 1.
101
Ibid., 2.
Menggapai Jalan Ma’rifat, Menjaga Harmoni Umat I 123
Ihsan untuk selalu berkontribusi dalam mengulas pemikiran- pemikiran tasawuf al-Ghazali melalui kitabnya Siraj al-T}alibin,
sekaligus kitab Manahij al-Imdad. Artinya, apapun karya yang dihasilkan oleh penulis merupakan buah dari kerja keras yang
harus dihargai, meskipun pada tahapan tertentu ditemukan beberapa kekurangan, untuk tidak mengatakan kesalahan, baik
tulisan maupun bahasan.
Dalam konteks inilah, maka posisi pembaca cukup penting dalam melakukan koreksi dan pembenahan atas ulasan dari karya-
karya terdahulu dengan dibuktikan menorehkan karya lain yang berbeda. Bukan sekedar mengkritik –apalagi menyalahkan— orang
terdahulu, tapi pengkritiknya tidak mampu melakukan hal terbaik secara nyata demi kebaikan sesuai zamannya.
Peran inilah, menurut penulis, nampak dari kerja keras Kiai Ihsan melalui karyanya Siraj al-T}alibin sebagai penjelas atas kitab Minhaj
al-Abidin, karya al-Ghazali. Tidak ada langkah nyata dari hal ini, kecuali memberikan pencerahan kepada umat dalam memahami
term-term tasawuf, khususnya dalam memahami pemikiran ta- sawuf Ghazalian. Karya-karya ini yang menjadi abadi dan men-
jadi amal jariyah, ketika Kiai Ihsan meninggal. Pelajaran penting darinya adalah menjadi penulis harus memiliki nurani yang tulus
ketika tulisan itu dibuat, yakni tulisan itu disuguhkan dalam rangka memberikan pencerahan pada umat, bukan membuat polemik.