Kerukunan Umat Beragama ( Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten Aceh Singkil )

(1)

Lampiran

Fhoto 1. Ormas yang mengambil alih gereja sebelum pembakaran di lakukan. Sumber warga desa suka makmur

Fhoto 2. Terjadinya pembakaran gereja yang di lakukan oleh ormas teresebut di desa suka makmur. Sumber internet.

Fhoto 3. Baguanan gereja yang berdiri kokoh dan memiliki izin yang ada di Aceh Singkil. Sumber data pribadi


(2)

Fhoto 4. Undung-undung yang berada di desa suka makmur kebupaten Aceh Singkil. Sumber data pribadi

Fhoto 5. Wawancara dengan tokoh agama muslim sumber pribadi


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andre Ata Ujan Ph. D. MULTIKULTURALNISME (Belajar hidup bersama dalam perbedaan ) PT INDEKS, Jakarta 2012

Ali Mursyid. Studi kasus keagamaan dan kerusuhan sosial;profil kerukunan hidup beragama, RELIGIONAND SOCIOLOGY,BADAN PENELITIAN PEGEMBANGAN AGAMA.2000

Bugin. Burhan. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu social lainnya, Qualitative Resech, Kencana. 2011

Dr.A.A Yewangoe. Agama dan Kerukunan Jakarta, Gunung Mulia, 2002. Fredrik Barth, Kelompok Etnik dan Batasannya, UI – Press, Jakarta 1998 Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama,Surabaya IAIN SA Press, 2011 hal.159

Ismail, Nawari Muhaimin. Konflik umat beragama dan budaya lokal.SOCIAL CONFLICT-RELIGIOUS ASPECTS,lubuk Agung,2011

Mangunwijaya. Agama dan Aspirasi Masyarakat, Interfidei, DIAN, Yogyakarta, 1994 Prof. Dr. koetjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta 2009

Political Science. Bina mental uraian singkat tentangimplementasi panca sila;kerukunan hidup antar umat beragama

Paulus Wiroutomo, DKK. Sistem sosila Indonesia, UI – Press. 2012

Rangkuti,Marjuni. Pembinaan umat beragama di daerah transmigrasi sumatera utara,ISLAM AND THE SOCIAL SCIENCE, FH USU.1998

Sadri Odang Jaya, s.pd. Singkil Dalam Konstelasi Sejarah Aceh, FAM PUBLISHING, Pare – Kediri. 2015

Zulkifli et al. Streotype dan prejudice antar suku bangsa pendatang dan penduduk asli, ETNOLOGY, FISIP USU. 1995


(4)

Sumber lainya :

http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/10/21/81478/hubungan-umat-beragama-di-aceh-singkil-baik-saja-tapi-gereja-liar-persoalan.html

https.//id.wikipedia.org/wiki/kabupaten acehsingkil

http..//www.acehkita.com/kasus-singkil-bukan-konflik-agama/.

www.DR.H.Ali imron HS. Staf Peneliti LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang; dosen pascaserjana IAIN Walisongo Semarang.


(5)

BAB III

PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

3.1 Tokoh Agama

Peran tokoh agama dalam meminimalis benturan-benturan yang terjadi antar golongan pemeluk agama yang berbeda agar tidak menodai sejarah kerukunan dan toleransi masyarakt. Kerukunan umat beragama senantiasa harus di sosialisasikan oleh tokoh-tokoh agama yang dijadikan panutan bagi mereka. Tokoh agama di harapkan dapat meminimalisir konflik internal dan eksternal agama. Tokoh agama merupakan figure yang dapat di teladani dan dapat membimbing dengan apa yang di perbuat pasti akan di ikuti oleh umatnya dengan taat. Kemunculan tokoh agama yang sering di sebut ulama. Masyarakat kemudian menyakini dan mempercayai tokoh agama itu sendiri.keyakinan masyarakat bermacam-macam bentuk nya. Ada yang sekedar memiliki keyakinan bahwa tokoh agama tersebut hanya sebagai orang yang menjadi tempat bertanya dan berdiskusi tentang agama, hingga seseorang yang menyakini tokoh agama sebagai seseorang yang penting atau ikut andil dalam pengambilan keputusan dalam hidupnya.( Ekaswati, 206: 7)

Seperti yang di ungkapkan oleh imam masjid :

“peran tokoh agama lain yaitu menjaga hubungan kerukunan,sehingga ketika ada perayaan agama lain, tokoh agama islam harus mengigatkan umatnya agar tidak membuat kerusuhan atau justru harus membantu dalam perayaan tersebut

Imam rasyid menjelaskan bahwa agama seharusnya tidak menjadi batasan bagi umat untuk saling berinteraksi dalam segala hal. Permasalahan ini sudah seharusnya juga menjadi salah satu tugas tokoh agama dalam menjaga kesatuan antar umat beragama. Menurut imam Rasyid seorang tokoh agama bertanggung jawab penuh terhadap tindakan yang di lakukan oleh umatnya


(6)

dalam berinteraksi dengan umat agama lain. Tapi tidak seharusnya tanggung jawab ini membuat tokoh agama untuk member batasan bagi umat saling berinteraksi. Ungkapan imam rasyid megenai hal tersebut :

“Tokoh agama memang harus mengigatkan apabila terjadi hal yang tidak diinginkan dengan agama lain namun harus tetap tidak membatasi interaks tersebut”.

Ewin Silitonga (tokoh agama Kristen) terkadang memiliki masalah terhadap waktu ketika umat Kristen meminta bantuan dan ada tetangga beliau beragama islam juga membutuhkan pertolongan. Beliua sebisa mungkin membagi waktu dengan menolong tetangga terlebih dahulu kemudian datang ke umat Kristen yang membutuhkan bantuan. Beliua berangapan lebih sopan jika menunda untuk menolong umatnya dari pada menunda menolong tetanggannya. Berikut penuturan Ewin Silionga :

“saya mempunyai masalah ketika umat saya meminta bantuan dan tetangga saya beragama islam juga memintak bantuan. Sebisa mungkin menolong tetangga lalu setelah itu menolong umat saya dek, umat saya memahami dek dan tidak terjadi masalah”.

3.2 Pandangan Masyarakat Aceh Singkil Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama

Ketika penulis bertanya tentang kerukunan umat beragama masyarakat megatakan bahwa sebagai manusia mempunyai rasa cinta kasih yang sama. Manusia di ciptakan beragam merupakan dari suatu kudrat dari sang maha pencipta karna setiap bangsa mempunyai rupa,bahasa, adat dan kebudayaan.

Sebagai mana kita ketahui bahwa masyarakat desa suka makmur di aceh singkil sangat la harmonis meski berbeda keyakinan. Hal ini karena masyakat desa suka makmur mempunyai landasan filosofis yang sama. Yang pada akhirnya meskipun berbeda-beda dalam keyakinan, kita


(7)

tidak mempermasalahkan keyakinannya itu,tapi bagai mana kita saling pengertian satu sama lain. Agama atau keyakinan yang kita yakini itu harus benar-benar kita pelajari dengan sunguh sunguh. Dengan kesunguhhan itu kita mengenal aturan, tentunya aturan yang sesuai dengan tuntunan yang di yakininya. Karena dari apa yang kita yakini itu tidakada yang mengharuskan untuk menghalalkan hal yang tidak sesuai dengan sifat-sifat kemanusian. Pasti setiap agama atau keyakinan mengajarkan bagai mana kita saling menyayangi.

Kita harus mensyukuri atas yang tuhan berikan. Sifat mensyukuri itu sendiri bukan hanya dengan ucapan, tapi wujud nyata bagai mana kita berbagi,berbagi rasa, berbagi rezki dan saling tolong menolong, seperti halnya gotong royong. Gotong royong ini tidak melihat latar belakan keyakinan atau suku.

Apabila melihat konflik yang di dasari dengan SARA ( suku, agama, ras dan golongan )masyarakat merasa perihatin, kenapa semua itu bisa terjadi. Karena menurut pandangan bahwa ketenang itu hanya dapat akan di rasakan atau terbagun jika satu sama lain saling menghormati. Dengan kondisi konflik seperti itu baik yang kuat maupun yang lemah tidak akan merasakan kenyamanan.

Konflik seperti itu di latar belakangi oleh pemahaman yang keliru terhadap keyakinan yang mereka percayai. Karna masalah yang sederhana sekali ialah bahwa kita manusia sama sama memiliki rasa dan bisa merasa. Sedangkan yang utama selain kita bisa merasa kita juga harus bisa merasakan. Misalnya, apa bila kita di cubit orang lain maka akan merasa sakit, oleh karena itu kita tidak boleh mencubit orang lain.

Selain itu ada juga yang namanya fanatisme berlebihan. Seseorang mengangap agamanya lah yang paling baik dan agamanya lah paling satu-satunya tuhan. “ saya ini seorang pembela


(8)

tuhan”. Tapi jika berbicara membela tuhan, sebetulnya kita telah merendahkan tuhan, tuhan itu

kita akui maha besar, maha segalanya, megapa kita yang lemah itu membelanya. Membela tuhan itu bukan dengan otot, tapi mejunjung tinggi nama baik tuhan. Tuhan mengharapkan kita sebagai makhluk ciptaannya agar bersikap, berprilaku dan berinteraksi dengan baik sesama ciptaannya.

Setiap agama itu sama, yaitu sama-sama mengharapkan peganutnya menjadi manusia yang baik. Tapi agama itu berbeda jika dilihat dari metode pribadatan atau aqidah. Untuk melaksanakan kehidupan sebagai insan yang berketuhanan, kita harus kembali ketiga aspek yang di lakukan, yaitu aspek tiologis, aspek sosial,dan aspek cultural. Secara aspek tiologis bahwa kita harus kembali sesuai apa yang kita yakini,aspek sosial, bahwa manusia hidup bermasyarakat satu sama lain saling membutuhkan, untuk tidak terjadi pertentangan, maka kita harus satu mempersatu yaitu kembali kepada sifat kemanusian itu sendiri. Maka dengan sikap saling menghormati akan muncul dengan sendirinya. Yang terakhir aspek kultural, kita harus menyadari bahwa tiap tiap daerah mempunyai kebiasan atau kehidupan yang berbeda.

3.3 Kerukunan Umat Beragama Menurut Tokoh Islam

Konsep kerukunan umat beragama dalam ajaran islam menurutnya, yaitu hidup saling bersama-sama, saling menjalakan ibadahnya sendiri-sendiri tampa memaksakan pola agama

tertentu. Lakum dinukum waliyadin, “ untuk ku agamaku dan untukmu agamamu”.artinya kita tidak megusi agama mereka dan mereka tidak megusik agama kita, entah itu minoritas dan mayoritas. Dalam konteks Indonesia dalam konsep ini sangat bias sekali diterapkan karana ajaran islma sendri sangat menghargai perbedaan.

Wawancara penulis kepada seorang tokoh agama dan juga sebagai kepala desa di kecamatan sukamakmur: dia menjelaskan kepada saya bahwa kerukunan kami (islam ) dan keristen disini sangat baik, saya sebagai seorang tokoh agama bisa melihat betapa akurnya kami dalam menjaga keharmoisan, bagi saya dan masyarakat di desa ini menjalan kan perintah


(9)

agama yang semestinya di jalankan. Menurut saya kalo hidup dengan perbedaan sangat bahagia dan nyaman jagan pernah jadikan perbedaan itu sebagai permasalahan ataupermusuhan di antara kita umat beragama. Ketika terjadinya konflik pembakan gerejaitu sekelompok ormas datang dan mengajak warga saya untuk ikut dalam aksi pembakaran itu, tapi dengan tegas saya menjawab “ mereka (kristen) tidak menggangu kami ( islam ) jadi kami tidak akan menggangu mereka.

Toleransi menurut seorang ustad yang penulis wawancarai, bagaimana mensosialisasikan perbedaan di setiap agama-agama yang kita yakini. Dengan mensosilaisasikan perbedaan-perbedaan itu maka orang lain diluar agama kita akan mengetahui batasan-batasan yang boleh dan yang tidak boleh di lakukan terhadap diri kita. Dengan ini munculah suatu keterbukaan diantara pemeluk agama yang kemudian sikap saling menghormati dan menghargai akan terjadi sehinga kerukunan antar pemeluk agama itu benar-benar terwujud.

TOKOH NU DAN MUHADIYAH kita sudah menyakan kepada pemerintah daerah agar melakukan rekonsialisasi dengan cara adat yang berlaku diderah itu. tapi tidak melupakan penegakan hukum.mengungkap kerusuhan antar kelompok beda agama di Aceh singkil bukan murni salah masyarakat. Tapi salahnya di pemerintahan setempat yang tidak serius dan tidak tegas dalam penegakan hukum terhadap rumah ibadah yang tidak punya izin itu sejak lama. 3.4 Kerukunan Umat Beragama Menurut Tokoh Kristen

penyampaian Kristen Protestan, Gereja yang ada disingkil mencapai peluhan disebabkan aliran-aliran yang ada di agama Kristen Protestan karena kalo satu gereja tidak bisa di datangi oleh umat Kristen Protestan lainya berbeda dengan Kristen Katolik cukup satu gereja bisa di datangi oleh umat katolik darimana saja, tapi tidaklah sampai jumlahnya puluhan. Karena kita ketahui semua bahwa Kristen Protestan di singkil kebanyakan cabang dari pakpak Dairi.dalam hal ini umat kristiani hendaknya menghargai muslim disingkil, junjung tinggi ikrar perjanjian yang telah dibuat, patuh pada hukum yang berlaku didaerah tempat kita berteduh. Demikian pula bagi umat


(10)

muslim di singkil, hargai mereka sebagai saudara kita. Jagan lagi terulang kejadian seperti ini berapa banyak kerugian kita masyarakat muslim dan non muslim tidak tenang, bekerja tidak bisa, bedalagi korban jiwa untuk tokoh di luar aceh khususnya aceh singkil jagan hanya berkoar-koar kalo tidak tau permasalahannya.

Wawancara penulis dengan pendeta protestan Erde Brutu ,Mengenai konsep kerukunan antar umat beragama dalam pandangan Kristen. Dalam alkitap sendri pada intinya adalah menjalankan kasih yang di ajarkan yesus atau Isa Almasiah menurutnya kasih itu kerendahan hati, kedamaian, kebaikan dan kesetian hati”.

Konsep ini tentunya bias diterapakan di Indonesia. Karna kasih yang dimkasud adalah bagai mana kita kasih kepada tuhan allah dengan segenap jiwa dan kekuatan akal, dan kasihila sesama manusia, itulah hokum kasih. Kelebihan dari konsep ini kerendahan hati, hal ini mencakup keseluruhan. Menurutnya dalam konsep ini tidak ada kelemahan,itu tergantung bagai mana manusia memehami dan menjakannya.

Dari pengalaman sehari-hari tersebut, beliau mengangap bahwa kerukunan bukanlah suatu proses yang dating dari suatu aturan yang “dipaksakan” tetapi terjadi melalui proses yang berlangsung secara alamiah. Hal ini mungkin tercipta ketika ada saling menerima didalamnya. Itu berarti yang utama diwujudkan adalah biarkan masyarakat berinteraksi secara wajar dan alamiah “ diintervensi” apalagi “diintimidinasi” oleh aturan-aturan atau pembatasan pembatasanyang bersifat diskriminatif. Menurut beliau, hal ini mungkin untuk di capai ketika orang membayakan agamasebagai sebuah relasi yang eksistensial dengan yang ilahi, dan bukan sekedar rumusan dogma ataupun system ritual. Artinya : agama adalah masalah bagaimana seseorang menghayati “adanya” Sang ilahi, dan “kehendaknya” di dalam kehidupan sehari-hari. Dogma, kitap suci, ritual bukanlah hakekat agama itu sendiri; tetapi cara orang merayakan kehadiran dan pertemuan kepada sang ilahi yang pada gilirannya akan member arah dan makna bagi hidup sehari-harinya.

Dengan pemaknaan seperti ini kata beliau orang tidak mempersoalkan hidup keagaman yang tidak di pahami secara dangkal, misalnya : orang Kristen tidak akan hilang kekristenannya hanya karna bergaul dengan orang islam atau pun lainnya. Demikian pula sebaliknya orang islam tidak perlutakut dengan kehilangan islamnya hanya karna bersalaman atau pun megucapkan selamat natal kepada rekan yang merayakannya.

Penghayatan agama seperti yang semacam ini akan mendapatkan agama dengan tataran yang mulia, karna agama membuat kebaikan sang ilahi di wujudkan dengan relasi yang baik antar manusia. Sebaliknya, ketika agama membuat relasi antar manusia jadi rusak, bukan hanya

agama yang di tempatkan pada posisis yang paling “rendah”, tapi membuat “kasih” dan “kebaikan” sang ilahi menjadi tidak Nampak dan terasa hidup sehari-hari. Agama


(11)

menurutnya,bukan la realitas yang terpisah dari hidup sehari-hari penganutnya melaikan justru memberi arah dan makna pada apa manusia yang lakukan pada hidup sehari-harinya. Dalam

ajaran beliau, pada perinsipnya beliau megatakan kerukunan umat beragama, “ kami menyakini

apa yang kami imani dan kami tidak mehakimi apa yang mereka imani “. Artinya menjalakan apa yang kami yakini, dan mereka menjalakan apa yang di yakini, tampa harus menghakimi ajaran yang mereka percayai.

wawancara penulis dengan seseorang pendeta :

“ kalo saya pribadi selama menjadi pendeta di kecamatan ini menurut saya islam dan Kristen sangat harmonis,sangat jarang ada perselisihan yang terjadi di antara kami. Mungkin kami yang memiliki keagaman yang berbeda tidak harus megelompokan diri malah kami berbaur dengan orang islam lainnya seperci bekerja bersama dan terkadang bebicara tentang nasip akan kehidupan yang kami jalani di kematan ini. Tidak lepas dari itu juga kami disini sering melakukan kegiatan-kegiatan sosial seperti membersihkan paret-paret yang airnya tidak jalan lancer dan kadang membantu pembersihan rumah warga”.

Penyampaian urusan Agama Katolik, Sihar Petrus Simbolon megucapkan terimakasih atas kerja keras semua unsure aparatur Negara. Saya merasa bahagia karena masalah pendirian rumah ibadah sudah kondusif. Saya perlu juga menyampaikan bagi umat katolik, ada kewajiban berdoa dalam rumah ibadat seperti hari minggu, hari natal, dan hari lain yang disamakan dengan hari minggu. Selain itu tolog dipahami umat katolik kadang melaksanakan ibadat di rumah umat secara bergantian, seperti ibadat arwah, doa lingkungan, acara keluarga dan lain sebagainya. Mohon pemerintah daerah mensosialisasikan agar tidak terkesan umat menjadikan rumah tinggal sebagai rumah ibadat.

3.5 Pola Kerukunan Umat Beragama Dikabupaten Aceh Singkil

Kondisi aktual dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kabupaten aceh singkil terlihat pada semua suasana kehidupan sosial sehari-harinya. Mereka hidup rukun dan saling


(12)

berdampingan satu dan yang lainya walaupun mereka berdoa berbeda agama. Dalam kaitannya dengan pola kerukunan umat beragama, masyarakat di camatan rimo secara umum mempunyai kerukunan yang sangat dinamik. Hal ini terlihat pada pola hubungan sosial keagaman,pola hubungan sosial kemasyarakatan dan pola hubungan adat perkawinan campur yang mana dari hal tersebut akan menjelaskan bagai mana polo kerukunan umat beragama yang terjadi di kematan rimo.

Wawancara penulis dengan tokoh agama islam,”dapat kita lihat didaerah ini atau di kecamatan ini,bagai mana perbedaan agama yang ada disini tidak memisahkan kami di berbagai acara seperti acara perkawinan, seperti yang kita lihat apa bila orang islam melakukan suatu acara seperti pernikahan maka bagi masyarakat kristen di desa ini juga datang berpartisipasi dalam membantu seperti, memarut kelapa, megupas buah nangka dan mebersihkan halaman yang berantakan”.

Penyampain tokoh Kristen”tidak ubah dengan kami melakukan suatu acar perkawinan masyarat muslim disisni juga ada yang datang sekedar membantu apa yang bisa di kerjakan oleh masyarakat muslim tersebut, dan pada hari acara pun banyak masyarakat muslim yang datang, dan kami umat Kristen menyediakan makan yang halal selayaknya makan umat islam sehari-harinya jadi kami membedakan masakan untuk tamu muslim dan Kristen

3.6 Pola Sosial Hubungan Keagamaan

Masing-masing umat beragama yang ada di kabupaten aceh singkil menjalankan menjalakan ajaran agama yang telah di gariskan oleh agamanya masing-masing baik ajaran ritual perorangan, kelompok maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Pola sosial keagamaan yang nyata membentuk interaksi sosial yang harmonis serta komunikasi sosial yang terjadi antara pemeluk agama yang berbeda. Masyarakat di kabupaten aceh singkil memandang bahwa perbedaan faham keagamaan adalah urusan individu dengan tuhan. Keyakinan yang mereka pegang dan masalah keimanan tidak bisa di lihat oleh orang lain.

Wawancara tokoh muslim,”kami yang berbeda agama disini tidak pernah menganggu atau megobrak-gabrik agama yang kami yakini,Kristen dengan ajarannya mereka laksanakan


(13)

dengan baik, kami dengan keislaman kami menjalankan ajaran dengan yang kami ketahui,kami tidak pernah mengangu dan mereka tidak pernah menganggu kami. Karna kami yakin perbedaan yang ada pada kami bukan suatu hambatan untuk kami menjaga kerukunan di desa ini.

Dari penemuan penulis di lapangan dapat di lihat adanya hubungan dan kerjasama sosial keagaman di masyarakat singkil dapat di lihat dalam kehidupan sehari-harinya dalam pembentukan nilai yang harmonis. Hal ini bisa terlihat ketika salah satu agama sedang merayakan hari besar keagamaan atau salah seorang sedang melakukan syukuran yang bersifat ritual keagamaan. Dalam hal ini mereka turut memeriahkan dan berpatisipasi dalam acara yang sedang di langsukan salah satu pemeluk agama manapun tampa membeda-bedakan agama yang mereka yakini. Contoh sederhana ketika umat islam melaksanakan hari raya idul fitri, tradisi umat islam selalu menyajikan segala jenis makan yang kering dan yang basah dan selalu membagi-bagikannya kepada siapapun entah itu kerabat, tetangga tampa membedakan agama yang mereka yakini. Begitu juga sebaliknya ketika Kristen dan agama lainnya sedang melaksanakan kegiatan hari besar keagamaan, sikap orang islam menghormati apa yang sedang di rayakan oleh agam lain.

Pola sosial hubungan keagamaan yang terjadi di kabupaten aceh singkil juga dapat kita lihat dari fonomena yang berkembang di masyarakat seperti halnya upacara kematian, tradisi

masyarakat singkil berta‟jiah atau dalam bahasa singkil menjaguk,biasa ya masyarakat akan

membawak beras atau gula untuk di berikan kepada keluarga yang kemalangan. 3.7 Pola Hubungan Kemasyarkatan

Masyarakat di suka makmur kabupaten aceh singkil dalam kehidupan perekonomiannya pun memiliki potensi kemasyarakatan yang tetap menjaga pola-pola kerukunan umat beragama. Hal ini terlihat bahwa bahwa mayoritas masyrakat desa suka makmur berprofesi sebagai petani.


(14)

Profesi yang mereka geluti ternyata memiliki nilai lebih, tidak hanya sebagai petani tapi juga saling tolong menolong. Para petani yang beragama islam bekerja kepada pemilik tanah yang beragama Kristen dan sebaliknya petani yang beragam Kristen bekerja kepada pemilik tanah yang beragama islam. Dengan demikian sipat kerja sama dan saling tolong menolong tidak dapat diragukan lagi kehadirannya di tengah-tengah ke hidupan masyarakat di desa suka makmur.

Dalam bentuk kerukunan bertetangga dalam pemeluk agama, tercermin oleh tempat tinggal mereka yang berdekatan dan bercampur baur antara penduduk muslim dan Kristen. Dari segi bertetangga ini mereka selalu mencerminkan hubungan yang baik dan sikap persahabatan. Hal ini tidak lepas dari peranan tokoh agama atau masyarakat, yang mereka selalu memberikan contoh yang baik sehingga menciptakan kehidupan masyarakat dan bertetangga yang harmonis.

Masyarakat desa suka makmur mempunyai solidaritas yang tinggi, baik itu dari segi sosial kemasyarakatan maupun keagamaan. Solidaritas ini di bagun dengan sikap dan interaksi yang lebih baik antara mereka. Misalkan diadakan kerja bakti, semua masyarakat yang berbeda-beda dalam keyainan itu turut berpatisipasi dalam kerja bakti tersebut.

Menciptakan kerukunan umat beragama baik di tingkat daerah provinsi,maupun pemerintah merupakan kewajiban seluruh warga negara beserta instansi pemerintah lainnya. Mulai dari tanggung jawab mengenai ketentraman, keamanan, dan ketertiban termasuk memfasilitasiterwujudnya kerukunan umat beragama, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati,dan salingpercaya di antara umat beragama bahkan menertibkan rumah ibadah. Dalam hal ini untuk menciptakan kerukunan umat beragama dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:


(15)

2.Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu. 3.Melaksanakan ibadah sesuai agamanya

4.Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan Negara atau pemerintah.

Sikap tenggang rasa, menghargai,dan toleransi antar umat beragama merupakan indikasi dari konsep trilogi kerukunan.Seperti dalam pembahasan sebelumnya upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan hidup umat beragama tidak boleh memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang telah diberikan kebebasan untuk memilih baik yang berkaitan dengan kepercayaan, maupun diluar konteks yang berkaitan dengan hal itu. Kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, apabila masing-masing umat beragama dapat mematuhi aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya masing-masing serta mematuhi peraturan yang telah disahkan Negara atau sebuah instansi pemerintahan. Umat beragama tidak diperkenankan untuk membuat aturan-aturan pribadi atau kelompok, yang berakibat pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat beragama yang diakibatkan karena adanya kepentingan ataupun misi secara priba dan golongan.

Kemudian pemerintah juga berperan dan bertanggung jawab demi terwujud dan terbinanya kerukunan hidup umat beragama. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas umat beragama di Indonesia belum berfungsi seperti seharusnya, yang diajarkan oleh agama masing masing. Sehingga ada kemungkinan timbul konflik di antara umat beragama. Oleh karena itu dalam hal ini, ” pemerintah sebagai pelayan, mediator atau fasilitator merupakan salah satu elemen yang dapat menentukan kualitas atau persoalan umat beragama tersebut. Pada prinsipnya, umat beragama perlu dibina melalui pelayanan aparat pemerintah yang memiliki peran dan


(16)

fungsi strategis dalam menentukan kualitas kehidupan umat beragama, melalui kebijakannya. Dalam rangka perwujudan dan pembinaan di tengah keberagaman agama budaya dan bangsa,maka ” Said Agil Husin Al Munawar mengungkapkan bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik. Di samping faktor faktor lain seperti penegakkan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan p eletakkan sesuatu pada proporsinya”.

Salah satu point dari peraturan bersama itu adalah pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Melihat program kerja yang menjadi agenda kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), maka semua upaya yang menyangkut kerukunan umat beragama sudah terangkum dalam program kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dengan demikian melalui Forum Kerukunan Umat Beragama(FKUB) ini diharapkan akan tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. Dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup umat beragama agar senantiasa tetap terpelihara, maka masing-masing pihak baik dari umat beragama, tokoh agama/pemuka agama, maupun pemerintah setempat harus memperhatikan upaya-upaya yang harus dilakukan demi terwujudnya kerukunan hidup umat beragama.

Berikut ini peranan dan upaya yang harus dilakukan umat beragama dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup umat beragama. Mengingat kegiatan keagamaan seperti

”pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, bantuan luar negeri, perkawinan beda

agama,perayaan hari besar keagamaan, penodaan agama kegiatan aliran sempalan, yang dapat menjadi penyebab timbulnya kerawanan konflik di bidang kerukunan hidup umat beragama”.

Oleh sebab itu umat beragama harus mengantisipasi dan berupaya agar kerawanan di atas jangan sampai terjadi. Masalah pendirian rumah ibadah misalnya, umat beragama harus


(17)

mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan umat beragama setempat dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah sebelum mendirikan tempat ibadah, agar tidak menimbulkan konflik antar umat beragama.

Kemudian masalah penyiaran agama, umat beragama harus memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah mengenai tata cara penyiaran agama yang baik dengan tidak memaksakan umat lain untuk memeluk agama atau keyakinan masing-masing. Apalagi ditujukan pada orang yang telah memeluk agama lain. Mengenai bantuan luar negeri umat beragama juga harus mengikuti peraturan yang ada, baik bantuan luar negeri untuk pengembangan dan penyebaran suatu agama, baik bantuan materi finansial ataupun bantuan tenaga ahli keagamaan,jika tidak maka ketidakharmonisan dalam kehidupan umat beragama akan timbul.

Terhadap perkawinan beda agama walaupun pada mulanya bersifat pribadi dan konflik antar keluarga. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa kasus ini pula dapat mengganggu keharmonisan dan kerukunan hidup umat beragama. Maka hal terpenting yang harus dilakukan umat beragama yakni benar-benar memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah agar kerukunan hidup umat beragama tetap terpelihara.

Begitu pula terhadap perayaan hari besar keagamaan, penodaan agama, dan kegiatan aliran sempalan yang sangat rawan sehingga dapat menimbulkan konflik antar umat beragama. Maka upaya yang dilakukan umat beragama yakni benar benar memahami dan memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, disamping menanamkan sikap toleransi saling menghargai, dan membina hubungan yang harmonis diantara umat beragama. Kemudian peran serta upaya yang harus dilakukan tokoh agama atau pemuka agama, agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan tetap terpelihara yaitu :


(18)

a. Apabila melihat,mendengar atau mengetauhi telah terjadi kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama, mereka harus segera turun kelapangan untuk mengidentifikasi kerawanan itu; apa masalahnya, dimana terjadi, waktu kejadian apa sebabnya dan siapa saja terlibat dalam kerawanan tersebut.

b. Berusaha menormalisir keadaan berdasarkan kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab selaku aparat Departemen Agama. Kepala Desa berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Tripika, tokoh agama/tokoh masyarakat setempat.

Kemudian peran serta dan upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan tetap terpelihara yaitu :

1. Pemerintah tidak mencampuri masalah Akidah Di dalam memberikan bimbingan, pembinaan dan pelayanan tersebut, pemerintah sama sekali tidak mencampuri masalah akidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya.

2. Agama dan syariat Agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi dalam kehidupan bangsa dan negara. Dalam kegiatan kenegaraan dan praktek ketatanegaraan, ajaran dan pengamalan serta upacara agama sangat berperan dan dihormati.

3. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi agama Islam Kristen, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Pemerintah dalam batas dan kemampuannya yang ada bertugas mengadakan fasilitas kehidupan beragama antara lain berupa rumah rumah ibadah, kitab-kitab suci, penataran dan peningkatan mutu bagi petugas petugas/rohaniawan-rohaniawan yang ada.

4. Setiap pemeluk agama bebas memeluk agamanya, dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu. Kebebasan beragama dan melakukan ibadah merupakan hak asasi setiap manusia. Bahkan merupakan hak asasi yang paling dalam. Dalam hal ini pemerintah


(19)

berkewajiban menjaga agar pelaksanaan hak-hak tersebut tidak saling bertubrukan, sehingga justru menimbulkan dan mengurangi kebebasan itu sendiri.

5. Pemerintah ikut memikul tanggul jawab dalam pembinaan kerukunan hidup umat beragama. Kerukunan hidup umat beragama merupakan prasyarat bagi stabilitas dan persatuan bangsa. Stabilitas dan kesatuan bangsa merupakan syarat berhasilnya pembangunan nasional.

6. Dalam melayani kehidupan beragama dan pembinaan kerukunan hidup umat beragama,pemerintah memperhatikan keanekaragaman ajaran-ajaran agama. Keanekaragaman

ini dapat berupa kondisi ”ajaran agama” dalam memandang negara, bangsa dan masyarakat,kondisi kemampuan dan jumlah pemeluk dari suatu agama.

7. Agama dilindungi dari penyalahgunaan dan penodaan. Dengan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965, agama-agama di Indonesia dilindungi dari penyalahgunaan pemakaian istilah agama.


(20)

BAB IV

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

4.1 Ikatan Keluargaan

Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.

Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:

1. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duvall dan Logan, 1986).

2. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya,1978 ).

3. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 1988)

Dari pengamatan penulis, selama ini, tidak ada intervensi atau tekanan dari umat Islam agar umat Kristen memasuki agama Islam. Bukan pula dipicu masalah keimanan, hukum syariat, akidah marwah beragama, dan peribadatan atau tata cara beribadah lainnya. Bukan pula karena


(21)

kecemburan sosial dan adanya gabungan antara umat Kristen dengan umat Islam. Keduanya selama ini hidup aman dan berdampingan secara harmonis. Warga Aceh Singkil penuh dengan toleransi. Masyarakat Aceh Singkil, sedari saya kecil, telah “mengunyah-ngunyah” dan mendarah daging mempraktikkan semangat toleransi. Bagi kami warga Aceh Singkil, tidak asing lagi dengan multibudaya dan multietnis serta keberagaman beragama. Malah dari catatan sejarah, sejak beratus tahun lalu warga Aceh Singkil sudah tergolong masyarakat yang pluralis.

Aceh Singkil selama ini telah hidup turun-temurun berbagai etnis atau suku bangsa. Seperti,Jawa, Batak, Gayo, Alas, Pakpak, Minangkabau, Nias, Aceh Melayu dan lain-lain dengan segala bahasa, adat, dan budayanya. Malah, ada kepercayaan yang tidak terdapat di daerah lain di Aceh, justru di Singkil hidup dengan baik.

Perkawinan antaretnis, di Aceh Singkil acap kali terjadi. Dalam acara walimahnya atau pesta perkawinan, selalu menampilkan adat dan budaya beraneka ragam. Semuanya saling sepaham, menghormati, tidak pernah terjadi gesekan apalagi cekcok dan berkonflik.

dari hasil lapangan yang penulis amati dapat dikatakan faktor kekeluargaan cukup baik di dalam masyarakat itu. Dalam hal kehidupan sosial nampaknya kehidupan sosial kekeluargaaan sangat penting, Nampak terlihat dari adanya iteraksi dengan adanya kerja sama saling membantu dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan yang ada memiliki hubungan yang ada saling berkaitan dengan satu sama lain. Dengan adanya perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut maka tidak bisa di pungkiri terjadinya konflik. Tetapi konflik yang dilator belakingi dengan perbedaan keyakinan ini bias diredam bahkan tidak bisa terjadi karna adanya faktor kekeluargaan ini. Misalkan dalam satu keluarga besar terdapat angota-anggota kelurganya yang memiliki perbedaan keyakinan beragama, mereka berpikir bahwa semua ini tidak ada gunanya karena kita


(22)

berada dalam satu rumpun kekeluargaan yang bisa di katakana dalam satu kakek dan satu nenek. Dengan demikian terlihat ikatan kekeluargaan ini memiliki faktor yang mempengaruhi kerukunan antar umat beragama di desa suka makmur kabupaten aceh singkil.

Wawancara penulis dengan tokoh agama,”ikatan kekeluargaan yang ada pada kami disini sangat erat,sehingga bagi kami melalukan kerusuhan yang berbau dengan agama ini sangat memelukan bagi kami. Kami disini bekerja sama saling membantu untuk kesejahteraan masyarakat kami, kami tidak memandang dari mana dia berasal apa agamanya karna kami sudah lama tinggal bersama disini, berkerja dan mencari nafkah untuk keluarga kami pun sama-sama jadi kami memintak jangan hancurkan keluarga kami ini, hargai la kami yang berbeda ini.

Wawancara tokoh kriten,”bagi kami islam itu bukan suatu haling bagi kami, banyak kita temui apalagi pada saat ini orang tuanya Kristen anaknya bisa masuk islam atau jadi mualaaf, bagi kami itu bukan suatu larang untuk masuk islam dan juga tidak ada paksaan yang mendasari, itu bisa terjadi karna dari dalam hati dan cara dia memandang agama itu bagai mana.

4.2 Saling Menghormati dan Menghargai Antar Umat Beragama

Untuk mengembangkan kehidupan umat beragama, di perlukan suasana yang tertib, aman dan rukun. Kekhusuan beribadah tidak mungkin terwujud dalam suasana yang tidak aman. Disini letak pentingnya kerukunan, ketertiban dan keamanan dalam kehidupan beragama. Masyarakat selalu memupuk sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama yang berbeda. Hal ini terlihat dari berbagai sikap atau perilaku yang mereka tanamkan seperti megembangkan perbuatan-perbuatan terpuji yang mencerminkan sikap saling menghormati dan menghargai di antara sesame pemeluk agama. Mereka tidaklah memaksakan suatu agama kepada orang lain hal ini disebabkan karena keyakinan beragama merupakan masalah pribadi yang menyangkut hubungan manusia dengan tuhan yang mereka yakini.

Dengan perilaku tersebut, kehidupan beragama yang tertib, aman dan rukun akan tercapai. Sikap egois pada dasarnya merupakan penyakit manusia yang senantiasa mementingkan


(23)

dirinya sendiri dan menempatkan dirinya pada kedudukan yang paling tinggi dengan tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Sikap selalu menggap dirinya sebagai yang terhebat, terpandai, terpeting, terpecaya atau paling berpengaruh merupakan sikap egois yang perlu di hindari. Sikap egois seperti ini dapat menimbulkan kebencian orang lain sehingga suasana kerukunan dalam kehidupan akan hilang. Dengan selalu menanamkan sikap saling menghormati dan menghargai ini, kerukunan dan kedamaian atau keharmonisan antar pemeluk agama di masyarakat desa suka makmur terjaga begitu baik dan harmonis.

Wawancara dengan tokoh islam,” bagi kami menghormati dan menghargai perbedaan umat beragama di desa kami sangat lah baik, ketika umat muslim megumandangkan suara azan dan melaksanakan sholat kebanyakan masyarakat kristen mehentikan semua aktifitasnya untuk menghargai kami yang muslim melaksankan sholat, setelah itu mereka melanjutkan aktifitasnya kembali,tidak di pungkiri kami yang di desa ini kadang masyarakat disini sering menghidupkan suara music yang di putar melalui DVD sampai suaranya terdengar keluar dari rumah, ketika azan berkumandang suara DVD itu mereka kecilkan supaya tidak menganggu aktifitas sholatnya. Tokoh Kristen juga memaparkan hal yang sama seperti di jelaskan di toko islam ketika kami umat Kristen hendak melaksanakan ibadah mereka umat islam selalu menghargai kami dan tidak ada yang menganggu peribadahan kami”.

4.3 Gotong Royong

Manusia adalah mahluk sosial yang tidak akan lepas dari ketergantungan kepada orang lain. Sejak lahir manusia memerlukan bantuan dan membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Karena kondisi seperti itulah manusia harus melatih diri sejak dini untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain dan kerja sama dalam menyelesaaikan suatu masalah atau pekerjaan. Sejak lama bangsa Indonesia selalu mengunakan azaz gotong rorong yang bersifat kekeluargaan dalam setiap pekerjaan.

Disini terlihat bahwa gotong royong ini merupakan cirri khas buda Indonesia yang memang sejak dulu sudah ada dan perlu kita pertahankan karena dampak dari gotong royong ini sangat luar biasa. Gotong royong mengadung arti bahwa suatu usaha atau pekerjaan yang di


(24)

lakukan tampa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut batasan kemampuannya masing-masing. Misalkan dalam memperbaiki rumah, apabila ada salah satu warga yang sedang merenovasi, maka masyarakat setempat akan berbondong-bondong untuk membantu sesuai dengan kemampuan mereka tampa melihat perbedaan agama dan budaya.

Masyarakat desa suka makmur secara umum masih memegang teguh nilai nilai dan adat istiadat nenek moyang secara utuh. Seperti halnya gotong royong masyarakat desa suka makmur selalu mengerjakan semua hal dalam bentuk kerja sama baik yang bersifat pribadi maupun sosial kemasyarakatan.prinsip hidup seperti inilah yang terlihat di masyarakat desa suka makmur. Yang mana gotong royong menjadi suatu tradisi masyarakat setempat dan merupakan suatu elemen yang berkembang selama bertahun tahun lamanya. Gotong royong inilah yang merupakan salah satu faktor pendorong terwujudnya suasana yang harmonis di masyarakat.

Wawancara tokoh agama,” semenjak saya menempati desa ini dan tinggal menetap disini, kerja bakti yang kami tanamkan dari diri sendri sangat membatu menjaga kerukunan umat beragama di desa ini, ketika minggu pagi masyarakat sibuk untuk bekerja atau membersihkan paret yang berada di halam rumah yang kami tempati seperti, membuang sampah dan lain-lainya.

Wawancara dengan ketua pemuda,” peran penting ketua pemuda untuk menjaga kekompakan di desa ini sangat tinggi, saya tidak memaksa dan memerintakan kepada masyarakat untuk bekerja bakti siapa yang sempat dan ada waktu saja.kadang satu rumah itu ada yang mewakili kalo anak laki-lakinya ada maka anak laki-laki yang ikut membantu, kadang ketua pemuda juga menyedikan air minum seperti teh manis, roti dan senak lainya.

4.4 Potensi Konflik Antar Umat Beragama Didesa Suka Makmur

Kehidupan masyarakat desa suka makmur yang terdapat di wilayah kabupaten aceh singkil memiliki ke unikan tertentu. Hal yang menjadi keunikan tertentu ialah berkembangannya


(25)

etnik-etnik dari beberapa wilayah di sumatera yang menganut berbagai agama. Keanekaragaman keyakinan ini sebagai ciri juga berkembanganya kehidupan masyarakat yang pluralis. Keberagaman seperti ini jika terjaga dengan baik akan tampak seperti mozai yang indah, tetapi jika sebaliknya maka segala bentuk perbedaan yang ada akan terjadi senjata yang bisa memecah belah persatuan yang terjalin antar umat beragama di desa suka makmur.

Desa suka makmur dengan komunitas keagamaannya yang cukup beragamam. Keagaman dalam bidang keagaman merupakan suatu hal yang pontensial untuk terjadinya konflik. Setiap individu atau kelompok dalam satu masyarakat di gerakan dan di ransang oleh apa yang menjadi kepentingan mereka. Dalam memenuhi setiap kepentingan baik individu maupun kelompok dapat melahirkan dua kemungkinan, yaitu adanya kerja sama antara individu maupun anatar kelompok dan adanya persaingan dalam memenuhi kepentingan mereka masing-masing. Menurut Pareto (dalam Veerger, 1986:80 ),“kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan dan

kepentingan sendiri sering melahirkan perilaku yang khas”. Persainagn yang didasarkan atas ego

( baik ego pribadi atau kelompok) keserakahan, ambisi, haus akan kekuasaan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan pertentangan baik antar individu maupun kelompok. Pertentangan antar individu maupun kelompok merupakan suatu potensi bagi tercetusnya suatu konflik. Namun demi kian sikap berhati-hatian di antara kelompok keagamaan telah berkembang di antara mereka. Kecemasaan akan adanya peguasaan suatu kelompok keagamaan terhadap kelompok keagamaan lainya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan menyebabkan akan timbulnya prasangka sosial antar kelompok keagamaan. Dalam menghadapai berbagai situasi lingkungan guna memenuhi keinginannya, individu selalu berupaya untuk mengembangkan sikap-sikapnya. Pengembangan sikap tersebut menuju kearah yang menguntungkan individu atau kelompok yang bersangkutan terhadap suatu yang dapat memenuhi keinginannya, sebagai mana


(26)

di kemukuakan Krechetal, (1962:181), “sikap berkembang dalam proses pemuasan keinginan”. Sikap individu ataupun kelompok keagamaan tentang kerukunan hidup antar umat berbeda

agama akan terpaut dengan pegertian. “Adanya kebebasan menjalankan syariat agama, saling menghormati antar pemeluk agama, saling percaya – mempercayai,dan adanya kerja sama antar

umat berbeda agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan “. ( Sihab,1996.11).

Secara umum di desa suka makmur hubungan antar umat berbeda agama nampak baik, terutama dalam dalam kegiatan kemasyarakatan. Namun dalam hal itu, tidak berarti tidak ada masalah sama sekali dalam hubungan antar umat berbeda agama yang muncul dapat segera diredam sebelum memberikan dampak negatif yang merusak sendi-sendi kerukunan antar umat beragama. Dalam hal ini sikap kemampuan mengendalikan diri, menegakan moral agama sebagai landasan berpijak dalam kehidupan beragama, menumbuhkan sikap toleransi keagamaan, menumbuhkan sikap tanggung jawab bersama tentang pentingnyakerukunan hidup beragama merupakan suatu hal yang harus di perhatikan oleh masing-masing kelompok.

Meskipun perbedaan agama merupakan titik rawan dan hal yang cukup pontesial bagi terjadinya konflik, namun selagi kerjasama antar umat berbeda agama tersebut tetap terpelihara,dan para anggotanya merasa kebutuhannya terpenuhi, serta merasa di perlukan secara adil tampa mendapat perlakukan yang berbeda dalam kerjasama tersebut, dan setiap anggotanya konsensus untuk tetap mematuhi nilai dan norma yang di sepakati bersama maka kerukunan hidup antar umatberbeda agama akan tetap terpelihara dan konflik antar umat berbeda agama tidak akan pernah terjadi.

Sebagaimana dikemumukakan Newcomb (1985:297),“sejauh anggota-anggota suatu kelompok mempunyai sikap yang sama terhadap suatu obyek, para anggotanya akan


(27)

berkonsensus mengenai sikap yang bersangkutan”. Karenanya untuk dapat mewujudkan kerja

sama antar kelompok keagamaan dalam bidang sosial kemasyarakatan dan ekonomi perdesaan serta konsensus terhadap nilai dan norma yang di sepakati bersama, masing-masing individu dalam kelompok yang bersangkutan harus tetap memiliki sikap kemampuan mengendalikan diri,menegakan moral agama sebagai landasan berpijak dalam kehidupan beragama, toleransi keagamaan, dan sikap tanggung jawab bersama tentang pentingnya kerukunan hidup beragama.

Prasangka sosial merupakan sumber pontesial bagi perpecahan /disentegrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik. Dalam hubungannya kehidupan beragama di wilayah desa suka makmur, prasangka sosial antar umat berbeda agama terjadi karna kurangnya informasi individu ataupun kelompok dalam memehami berbagai peristiwa keagamaan yang terjadi di desa tersebut.

Berdasarkan temuan penelitian kecurigan-kecurigaan antar kelompok agama memang tetep terjadi , namun melalui sikap yang arif, kecurigaan-kecurigaan antar kelompok keagamaan yang muncul tidak menjadikan munculnya konflik, tetapi sebaliknya lebih membuat masing masing kelompok keagaman untuk tetap mewaspadai diri dengan meningkatkan sikap saling percaya antar kelompok keagamaan, sebab pada dasarnya setiap kelompok keagamaan mengiginkan hidup rukun dan damai berdampingan dengan kelompok keagamaan yang lain dalam tatanan hidup bermasyarakat. Kondisi demikian menunjukan bahwa hubungan antar kelompok keagamaan di desa suka makmur berada dalam posisi yang rawan akan terjadi konflik antar umat berbeda agama.

Wawancara kedua tokoh agama,” sebenarnya potensi konflik di desa kami ini sangat lah kecil, kami tidak tau apatujuan mereka. Apakah mereka inggin menghancurkan kerukunan kami didesa ini atau ingin menghancur kabupaten aceh singkil ini, bukan ada kata yang tersematkan di kabupaten aceh singkil ini sebagai nagarai batuah atau bumi yang damai.


(28)

Tujuan politik yang kami rasa sangat besar disini, berdasarkan pembagunan gereja yang tidak memiliki izin yang dianggap bagunan liar,seakan menutup mata hati ingin membantai dan tidak memperdulikan kita sebagai manusia yang butuh kedamaiaan. Yang tidak habis pikirnya mereka yang melakukan penjarahan dam pembakaran bukan masyarakat yang ada di desa tersebut melaikan masyarakat yang berasal dari luar desa tersebut, ada kata yang terdengar kepada kami ketika sekelompok ormas yang mengajak dan memaksa orang yang lagi lewat mengunkan kedaraan dari sngkil menuju subulusalam “ kau agama apa islam atau Kristen.? ayok kita bakar gereja itu. Kalo kau tidak kami tandai kau dan kami hancurkan rumah kau”. Makanya dari situ lah banyak masa yang membeludak inggin membakar gereja tersebut. Tapi apa yang kita dapat kan tidak adakan, malah kasus ini seakan diam begitu saja tampa ada peninjak lanjutan oleh pihak berwajip dan warga yang terbunuh pun penbunuhnya belum ada penangkapan atau pun pengejaran terhadap pelaku yang melarikan diri.

Pesan kami hanya jagan pernah campur adukan tujuan politik dengan agama begitu indah perbedaan yang ada di aceh singkil ini, sudah dua puluh lima tahun kita tidak pernah terjadi konflik agama lagi,dan kini kembali terjadi hanya karna bagunan gereja yang tidak memiliki izin. Apakah tidak bisa kita bicarakan baik-baik atau semua elemen pemerintahan dan ormas masyaakat di kumpulkan atau di rundingkan dengan kepala dingin. singkil ini suatu kabupaten yang mempunyai nilai-nilai dan ajaran agama yang sangat baik. Mempunyai tokoh agama yang yang disegani di antero bumi aceh. Jujung la perdamain aceh jangan hancurkan kerukunan agama yang ada di aceh singkil ini.

Wawancara dengan tokoh agama,” dalam wawancara penulis dengan seorang tokoh agam, dia memiliki tiga harapan kepada pemerintah aceh singkil dan pemerinta provinsi aceh pasca pembakaran gereja. Pertama, pemerintah peduli terhadap minoritas, terkhususnya soal ibadah. Kedua dia, memintak pemerintah menjaga supaya agama tidak diobok-obok pihak ketiga yang dapat berakibat pecahnya konflik kehidupan antar umat beragama. Dan ketiga, ini adalah yang terakhir terjadi dan jagan ada lagi kejadian seperti ini di kabupaten aceh singkil.

Disini, perantokoh agama sangat signifikan dalam mengarakan keberagaman umat. Tokoh agama memerankan fungsi agama sebagai kemaslahatan manusia. Mereka mengembangkan interpeksi (tafsir) yang memiliki semangat perdamaian dan kerukunan antar umat beragama dan mencerahkan keberagaman umat. Sehinga ajaran agama-agama terutama masalah ketuhanan menjadi funsuonal, bahkan mampu menciptakan kedamaian, keadilan, toleransi dan nilai-nilai kemanusian lainya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


(29)

Seringkali agama dijadikan sebagai kekuatan yang dapat dimamfaatkan untuk melakukan manufer politik, yang menyebabkan posisi agama terseret pada political battle yang menjadikan agama sebagai kekuatan yang angker, menakutkan, dan bercitra terror, dan terang saja ia akan menjadi faktor pemicu konflik

Faktor mediamasa yang ikut membangkitkan (akumulasi) kesadaran konflik. Sejumlah media masa sering kali memberikan simulasi tumbuhnya kesadaran secara akumulatif lantaran cenderung menyuguhkan berita yang serat konflik, sehingga terbuka kesempatan bagi aktivitas kesukuan dan politik untuk memamfaatkan perasaan tidak puas sebagai landasa politik mereka guna memperoleh dukungan masa.

Kepentingan utama seorang politikus dan pada saat yang sama dalam kasus-kasus pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia setalah era otonomi yaitu membentuk, megembangkan,dan memelihara masa pegikut. Walaupun tersedia banyak cara pemilih, namun tampaknya membagun sentimen kesukuan merupakan salah satu cara utama. Ini seringkali

menghasilkan perlombaan merebut masa dengan memaikan “kartu kesukuan”. Semakin seru

kompetisi perebutan pengaruh dalam satu golongan etnis, semakin kuat pula posisi yang diambil para politis yang sedang bersaing itu. menyaksikan ini, para anggota golongan etnis yang lain mulai sangsi apakah pemerintah mampu melindungi kepentingan keselamatan mereka. Masyarakat semacam ini akan segera memulai proses polarisasi. ( Syahrin Harahap.2011 )

Ukapan dari seorang tokoh agama : faktor politik sangat menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mencapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia. Muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antar agama. Seperti yang sedang


(30)

terjadi di negeri kita saat ini. Tampa politik kita tidak bisa hidup secara tertip teratur dan bahkan tidak mampu membagun sebuah Negara, tetapi banyak kepentingan politik dengan megatasnamakan agama.

Sikap fanatisme, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia sudah tumbuh dan berkembang pemahaman keagaman yang dapat dikategorikan sebagai islam radikal dan fundametalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tampa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa islam adalah satu-satunya agamayang benar dan dapat menjamin keselamatan manusia. Jika orang inggin selamat, ia harus memeluk islam. Segala perbuatan orang-orang non muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima disisi allah. Pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing aliran dalam agama tertuntu, islam misalnya, juga memiliki agen agen dan para pemimpinya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan banyak pemimpin agama dalam islam yang antara satu dan yang lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok ekseklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, brpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah megajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada diluar untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan di anugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap aliran dalam agama tersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.


(31)

Ketika penulis amati di lapangan banyak faktor penghambat dalam mewujudkan hubunan yang baik dalam menjaga kerukunan umat beragama, kurangnya perhatian dari lembaga pemerintahan yang terkait dengan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) mereka hanya mementika ego dan kegiatan yang lain yang lebih meguntungkan tampa ada kegiatan yang seperti sosialisasi kepada masyarakat dengan megundang tokoh agama dan adat untuk menyampain, mengingatkan betapa pentingnya kerukunn ini. Ketika terjadi konflik yang baru baru ini FKUB seakan terkejud dan mulai bekerjasama dalam megatasi konflik yang di dasari dengan pembakaran gereja di aceh singkil, mereka mengadakan pertemuan-pertemuan kepada tokoh agama dan adat untuk menyeleseikan masalah yang terjadi. Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penghambat dan penyebap konflik, yaitu : (1). Pendirian rumah ibadah. Yaitu apabila dalam mendirikannya tidak memperhatikan situasi dan kondisi umat beragama baik secara sosial maupun budaya masyarakat setempat. (2). Penyiaran agama. Apabila dalam penyiarannya bersifat agitasi dan memaksakan kehendak bahwa agamanya sendirilah yang paling benar dan tidak mau memahami kebenaran agama lain. Apalagi kalau penyiaran agama itu ditujukan kepada orang yang sudah beragama. (3). Bantuan luar negeri. Walaupun kelihatannya tidak langsung mempengaruhi, namun bantuan tersebut dapat juga memicu konflik baik intern maupun antar agama, karena pemberi bantuan biasanya menitipkan misi tertentu yang harus dilaksanakan. (4). Perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama akan mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, apalagi jika menyangkut hukum perkawinan, warisan, harta benda, dan akidah. (5). Perayaan hari besar keagamaan. Apabila perayaan tersebut dilaksanakan tanpa mempertimbangkan situasi, kondisi, dan lokasi masyarakat sekitar, ia juga bisa mamancing ketegangan dengan penganut agama lain. (6). Penodaan agama. Yaitu suatu perbuatan bersifat melecehkan atau menodai doktrin suatu agama tertentu. Tindakan ini sangat sering terjadi baik


(32)

dilakukan oleh perorangan maupun kelompok tanpa disadari apalagi dengan sengaja. (7). Kegiatan aliran sempalan. Adalah suatu kegiatan yang menyimpang dari doktrin agama yang sudah diyakini kebenarannya ataupun kegiatan tersebut merupakan suatu aliran baru. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab konflik, maka masing-masing penganut agama akan berupaya sekuat tenaga menghindarinya sehingga mencegah sedini mungkin terjadinya konflik tersebut. Tindakan ini disebut dengan pencegahan konflik. Namun apabila terlanjur terjadi konflik, harus diakhiri perilaku kekerasan dan anarkis di dalamnya melalui persetujuan perdamain. Ini disebut penyelesaian konflik.

Demikian juga dengan mengetahui akar konflik kita tidak mudah terjebak pada rumusan bahwa pertikaian yang terjadi saat ini dikatakan sebagai konflik agama semata-mata. Tanpa mengurangi objektivitas bahwa agama memang mudah dijadikan sumber konflik, karena ikatan emosional yang menyangkut identitas keagamaannya tersebut sesungguhnya yang terjadi di Indonesia tidaklah murni konflik agama, tetapi konflik laten, yakni manifestasi dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintaham masa lalu yang menindas masyarakat dalam bidang politik, ekonomi dan budaya yang dijadikan alat pemicu, rekayasa politik dalam level lokal maupun nasional. (Susetyo, 2005).

Wawancara salah seorang tokoh,” membina kerukunan Patut disadari bahwa kondisi masyarakat yang majemuk kapan saja dapat memicu terjadinya konflik. Untuk itu perlu senantiasa membangun, mempertahankan, memperkuat dan melestariakan kerukunan umat beragama dengan berupaya melakukan beberapa program atau agenda penting. Diantaranya adalah rekonsialisasi (ishlah) dan pemberdayaan forum kerukunan umat beragama’.

Wawancara dengan seorang tokoh,”Seperti diketahui bahwa kerapnya terjadi konflik yang bernuansa SARA di beberapa wilayah Indonesia beberapa tahun lalu sedikit banyak telah mempengaruhi situasi psikologis dan sosiologis keagamaan masyarakat, sehingga dikhawatirkan antara kelompok agama akan diliputi perasaan tidak aman dan tidak nyaman. Dengan demikian makin jelas dan mendesak, pentingnya untuk merajut kembali


(33)

persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyariyyah) dan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathoniyyah) guna merekatkan kembali persatuan dan kesatuan bangsa. Gagasan untuk melakukan rekonsiliasi, rujuk, atau ishlah adalah suatu tindakan tepat dan bijaksana yang sangat diharapkan oleh masyarakat”.

Yang juga tak kalah pentingnya adalah terwujudnya suatu forum kerukunan umat beragama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Forum tersebut atau yang lebih dikenal dengan namaFKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dibentuk oleh unsur-unsur pemuka agama dan tokoh masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Tugasnya adalah melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota, mensosialisasikan peraturan perundang undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat, dan memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.

Sedemikian penting dan strategisnya peran FKUB tersebut dalam membantu menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia, namun ironisnya selama ini masyarakat kurang menyadari kehadirannya. Bahkan ada diantara kepala daerah/wakil kepala daerah di kabupaten/kota yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah salah satu unsur yang duduk sebagai dewan penasihat FKUB. Sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sesegera mungkin oleh FKUB mensosialisasikan keberadaannya agar kerukunan umat beragama senantiasa langgeng di bumi Indonesia. Apabila masyarakat rukun dan harmonis pembangunan berjalan lancar.


(34)

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

Suka Makmur adalah sebuah desa yang berada di kecamatan RIMO kabupaten Aceh Singkil yang berjarak kurang lebih 35 kilometer dari Singkil.

Masyarkat disini hidup dalam sebuah perbedaan. Dan yang menjadi perbedaan mendasar pada masyarakat desa suka makmur adalah perbedaan agama pada masing-masing individunya. Suatu yang perlu diketahui disini adalah bahwa perbedaan yang ada pada masyarakat desa suka makmur tersebut tidaklah menjadikan mereka hidup dalam ketegangan hingga menimbulkan suatu konflik seperti konflik-konflik yang sering terjadi dewasa ini yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama, namun keidupan mereka justru sangat harmonis, bisa hidup secara berdampingan, dan sangat menjunjung tinggi toleransi dalam beragama. Yang mana pada setiap masyarakatnya bukan hanya mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dari setiap masing-masing penganut agama yang ada. Faktanya bahwa setiap masyarakat yang berbeda agama tersebut dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut.Hal seperti ini tentunya tidak terjadi secara alamiah atau datang dengan senirinya. Jelas ada usaha – usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan kerukunan seperti itu. Dimana usaha-usaha tersebut mereka implementasikan dengan yang biak dalam kehidupan sehari-hari. Pola kerukunan umat beragama yang berkembang di desa suka makmur ini sangatlah dinamik, hal ini dapat terlihat dari beberapa pola kerukunan yang berkembang di masyarakat, misalkan pola hubungan sosial keagamaan dan pola hubungan sosial kemasyarakatan. Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi terwujudnya


(35)

kerukunan umat beragama di desa suka makmur, seperti ikatan kekeluargaan, saling menghormati dan menghargai antar umat beragama serta gotong royong yang telah menjadi budaya masyarakat di desa suka makmur.

2. Saran

1. Setidaknya peran pemeritah khususnya departemen agama dalam hal ini mempunyai tugas dan tangung jawab sekaligus memberikan pengarahan atau membina para tokohmaupun penganutnya dalam meningkatkan pemahaman dan penghayatan ajaran agama yang mereka anut dalam rangka meningkatkan kualitas keimanan. Serta memberikan pemahaman yang berorientasi prularis hendaknya mulai ditanamkan, dengan demikian masyarkat desa suka makmur kabupaten aceh singkil yang mejemuk memahami dan menghargai orang lain. 2. Satu hal yang selama ini dilupakan adalah pemamfaatan potensi lokal untuk menagani

masalah yang timbul antara pemeluk agama yang berbeda, baik masalah internal maupun masalah eksternal umat beragama. Keharmonisan yang terdapat pada masyarakat desa suka makmur kabupaten aceh singkil merupakan sujatu bukti bahwa tampa banyak campur tangan orang lain. Mereka tetap bisa menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dan tetap damai. Oleh sebab itu perlu penyadaran terhadap nilai-nilai gotong royong dan kerja sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tubuh masyarakat.

3. Pemerintah juga harus ikut berperan dalam menjaga kerukunan dalam kemajemukan agama yang terjadi di desa suka makmur kabupaten aceh singkil.


(36)

BAB II

KABUPATEN ACEH SINGKIL

2.1 Sistem Pemerintahan Aceh Singkil

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1999 yang dikeluarkan pada tanggal 20 April 1999 maka wilayah Singkil resmi menjadi Kabupaten Aceh singkil dan pelantikan Bupati pertama Kabupaten Aceh Singkil, H. Makmur Syahputra, SH MM dilakukan di Jakarta pada tanggal 27 April 1999 oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Dengan demikian, maka Kabupaten Aceh Singkil telah memiliki pemerintahan dan daerah otonomi sendiri. Wilayah Kabupaten Aceh Singkil yang cukup luas ini dijalankan dengan menggunakan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Yaitu sistem Pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati dan dibantu oleh seorang wakil Bupati. Dan untuk pemberdayaan aparatur daerah nya diangkat seorang Sekretaris Daerah yang berasal dari lingkungan Pegawai Negeri Sipil.

2.2 Sejarah Kabupaten Aceh Singkil

Kabupaten Aceh Singkil terbentuk pada tahun 1999 yaitu dengan keluarnya Undang-Undang No.14 tahun 1999 tanggal 27 April 1999. Letak geografis Kabupaten Aceh Singkil berada pada posisi 2002‟-2027‟30” Lintang Utara dan 97004‟-97045‟00” Bujur Timur. Kabupaten Aceh Singkil memiliki batas wilayah administrasi yang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan KotaSubulussalam, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,sebelah Timur berbatasan dengan Pripinsi Sumatra Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan. Dengan luas daerah 1.857,88 Km2 membagi Kabupaten Aceh Singkil kedalam 11 Kecamatan, 16 Mukim, dan 120 Desa Kabupaten ini terdiri dari dua wilayah yakni daratan dankepulauan.


(37)

Bermula pada tahun 1956 di Jakarta, seorang anggota DPR. R.I. putra Meukek Aceh Selatan yang bernama Alm. Almelz abang kandung Amran Zamzami menyampaikan kepada mantan Wedana pertama Wilayah Singkil yaitu Bapak A. Mufti AS dan tokoh masyarakat Wilayah Singkil yaitu Bapak Anhar Muhammad Hosen, bahwa dilihat dari segi Historis, Geografis, Ekonomi Kebudayaan dan Politis, serta aset yang dimiliki Kewedanaan Singkil sudah sepantasnya statusnya ditingkatkan menjadi Kabupaten. Dengan dibantu oleh beberapa Seksi PAPKOS terus bekerja dengan tujuan untuk memperjuangkan daerah Kewedanaan Singkil ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Otonomi Tingkat II dalam Lingkungan Propinsi Otonomi Aceh. Berbagai strategi disusun dan delegasi demi delegasi diutus ke Tapaktuan, Banda Aceh dan Jakarta. Sangat disayangkan baru beberapa waktu panitia bergerak, timbul gejolak politik yaitu dengan terjadinya pemberontakan di daerah-daerah di Indonesia, panitia tidak bisa bekerja secara maksimal sehingga usaha ke arah peningkatan status Singkil ini tersendat-sendat. Pada tahun 1964 digelar musyawarah masyarakat Wilayah Singkil I di Balai Syekh Abdurrauf Singkil, pesertanya adalah tokoh-tokoh masyarakat Wilayah Singkil baik yang berada di Wilayah Singkil sendiri, maupun dari luar daerah, seperti : Jakarta, Medan, Banda Aceh, Tapaktuan, Sibolga dan lain-lain.

Seterusnya proses peningkatan status Wilayah Singkil ditangani oleh Pemerintahan Makmursyah Putra SH, sebagai Kepala Perwakilan Kabupaten Aceh Selatan di Singkil bersama rakyat. Panitia menggelar pertemuan- pertemuan dan seminar-seminar di Singkil, Tim mulai dari Tk II, Tk I sampai Tim Pusatpun berdatangan ke Singkil untuk menghimpun berbagai masukan, bahkan berkali-kali Komisi II DPR-RI juga datang ke Singkil, kedatangan terakhir yang di Ketuai oleh Faisal Basri merupakan kunjungan yang sangat menentukan terwujudnya Kabupaten Aceh Singkil. Rakyat Singkil menyambut komisi ini dengan gembira dengan menampilkan


(38)

pagelaran Adat dan Kesenian Daerah Singkil dengan meriah. Akhirnya perjuangan masyarakat Singkil menjadi kenyataan dengan keluarnya U.U. No. 14 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 dengan resmi Wilayah Singkil menjadi Kabupaten Aceh Singkil dan sebagai Bupati pertama Makmursyah Putra, SH. Pelantikan Bupati dilakukan di Jakarta pada tanggal 27 April 1999 oleh Meteri Dalam Negeri. Peresmian Kabupaten Aceh Singkil dilakukan oleh Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Bapak Prof. DR. Syamsuddin Mahmud) pada tanggal 14 Mei 1999 di lapangan Daulat Singkil yang dihadiri oleh Masyarakat Singkil yang berada di Singkil dan yang berasal dari perantauan tumpah ruah penuh kebahagiaan dan keharuan. Raut wajah Rakyat Wilayah Singkil yang menghadiri acara peresmian tersebut terpancar perasaan puas, bangga serta bahagia. Tulisan ini merupakan hasil perbaikan pada tulisan yang sama yang dimuat pada edisi sebelumnya setelah mendapat saran-saran dan masukan masukan dari berbagai sumber lainnya. (sumber, badan pusat statistic aceh singkil tgl 29 agt 2016, 16:00).

Sejarah dan perkembangan suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.

Sistem Kemasyarakatan di Aceh memiliki bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam


(39)

setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib,tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).

Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imeum, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.

Sejak disahkannya Qanun No.4 Tahun 2003 tentang Mukim, sebagai tindak lanjut dari UU No.44 Tahun 1999 dan UU No.18 Tahun 2003, hingga saat ini belum terjadi perubahan sebagaimana mestinya, khususnya dalam upaya penguatan kelembagaan mukim. Penulisan

istilah “mukim” juga belum sesuai dengan amanah UU dan sejarah lahirnya lembaga mukim.

Akibatnya, penggunaan sebutan “kemukiman” untuk menunjukkan wilayah dan lembaga mukim

begitu meluas, tanpa ada upaya untuk meluruskannya. Dalam qanun kabupaten/kota itu disebutkan, mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong (desa) yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh imeum mukim (kepala mukim) dan berkedudukan langsung di bawah camat. Namun tidak satu

poin pun yang menjelaskan makna kata “kemukiman”. Walaupun dalam qanun kabupaten

tersebut terdapat beberapa kata “kemukiman”. Dalam perkembangannya kemudian, istilah


(40)

menjadi sebuah konsep untuk menerangkan ruang fisik dari sesuatu kawasan yang terdiri dari beberapa gampong yang memiliki satu masjid bersama. Istilah mukim adakalanya merujuk kepada seseorang yang sedang menjabat sebagai pemimpin mukim. Menurut penulis,

penggunaan/penulisan “kemukiman” untuk wilayah dan lembaga mukim, kemungkinan besar

terpengaruh oleh pola penulisan yang menggunakan imbuhan awalan “ke” dan akhiran “an”

dalam Bahasa Indonesia. Khususnya dalam pola pengembangan sebutan jabatan dan wilayah

yang jadi lingkup jabatannya. Contoh: “Sultan”sebagai pemimpin negeri atau kerajaan, untuk

wilayah kekuasaannya tinggal ditambah awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga menjadi

kesultanan. Contoh lain: pada masa sebelum kolonial, di Jawa Barat, di bawah Bupati (adipati) terdapat pegawai-pegawai yang diberi tugas untuk memungut pajak. Daerah penarikan pajak

yang meliputi beberapa desa dikepalai oleh seorang pegawai yang dinamakan “camat”. Beberapa camat dikepalai oleh seorang yang dinamakan “cutak” (Soetardjo 1984:381)”. Wilayah tugas

dari seorang camat di Jawa Barat tersebut kemudian menjadi cikal bakal sebutan kecamatan.

Jika merujuk kepada pola tersebut, penggunaan istilah “kemukiman” juga tidak sesuai

digunakan dalam konteks mukim, karena istilah mukim, bukan merujuk kepada gelar atau nama jabatan. Akan tetapi merupakan sebutan untuk sebuah wilayah, sekaligus sebagai lembaga. Sedangkan pemimpin dari sebuah wilayah mukim disebut dengan imuem mukim. Selain itu,

kalau pola penyebutan “mukim menjadi kemukiman” diterapkan pada gampong, maka “gampong akan menjadi kegampongan”. Pola ini tentu saja janggal rasanya.


(41)

2.4 Letak Geografis

Kabupaten Aceh Singkil merupakansalah satu Kabupaten dari 18 kabupaten yang ada di Provinsi Aceh, yang berada di ujung selatan Provinsi Aceh di Pulau Sumatera ,yang dimekarkan dari Kabupaten Aceh Selatan, dan sebagian wilayahnya berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kabupaten ini terbentuk pada tahun 1999 yaitu dengan keluarnya Undang Undang No.14 tahun 1999 tanggal 27 April 1999. Letak geografis Kabupaten Aceh Singkil berada pada posisi 2002‟-2027‟30” Lintang Utara dan 97004‟-97045‟00” Bujur Timur. Kabupaten Aceh Singkil memiliki batas wilayah administrasiyang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kota Subulussalam, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,sebelah Timur berbatasan dengan Pripinsi Sumatra Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan. Dengan luas daerah 2.187 Km2 membagi Kabupaten Aceh Singkil kedalam 11 Kecamatan, 16 Mukim, dan 120 Desa. Kabupaten ini terdiri dari dua wilayah, yakni daratan dan kepulauan. Kepulauan yang menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil adalah Kepulauan Banyak. Singkil Utara mempunyai luas wilayah terluas yaitu 441 km2 atau 20,16 persen dari luas wilayah kabupaten. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Danau Paris 338 km2 atau 15,45 pesen. Sedangkan 8 (delapan) kecamatan lainnya secara


(42)

berurutan yaitu Singkil, Simpang Kanan, Gunung Meriah, Suro, Pulau Banyak,Kuala Baru, Kota Baharu, dan Singkohor mempunyai luas wilayah masing masing dari keseluruhan luas wilayah Aceh Singil. (www.acehsingkilkab.go.id tgl, 30 Agt 2016, 09:0

2.5 Keadaan Jumlah Penduduk

Kabupaten Aceh Singkil terbagi dalam 10 Kecamatan, 15 Mukim dan 117 Desa atau Kelurahan dan memiliki jumlah penduduk sebesar 102.804 jiwa pada tahun 2008 menurut data Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Singkil. Jumlah penduduk tersebut terjadi persebaran di setiap Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 1. Jumlah Penduduk Perkecamatan

No Nama Kecamatan Jumlah

Penduduk

Persentase Penyebaran Penduduk / Kecamatan

1 Pulau Banyak 6.469 6,32%

2 Singkil 16.868 16.41%

3 Singkil Utara 8.624 8.39%

4 Kuala Baru 2.404 2.34%

5 Simpang Kanan 13.775 13.40%

6 Gunung Meriah 31.055 30.21%

7 Danau Paris 5.599 5.45%

8 Suro Makmur 7.734 7.52%

9 Singkohor 5.026 4.89%

10 Kota Baharu 5.223 5.08%

Jumlah 102.804 -


(43)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persebaran penduduk paling banyak berada di Kecamatan Gunung Meriah yang memiliki jumlah penduduk sebesar 31.775 jiwa. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Gunung Meriah secara umum dapat dikatakan sebagai sentra bisnis di kawasan Kabupaten Aceh Singkil. Dan pusat pemerintahan kabupaten Aceh Singkil berada di Kota Singkil yang juga merupakan Ibukota dari Kabupaten Aceh Singkil. Dipilihnya Singkil sebagai Ibukota dianggap tepat karena ditinjau dari letaknya yang merupakan daerah pesisir sehingga memungkinkan untuk mengembangkan kerjasama dengan daerah lain dalam wilayah Provinsi Aceh maupun dengan Provinsi yang berada di seluruh Pulau Sumatera. Kondisi geografis ini membuat Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah satu Kabupaten yang mempunyai letak strategis di Provinsi Aceh.

Tabel 2, Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Total

1 0-4 8.115 7.833 15.948

2 5-9 7.401 7.274 14.675

3 10-14 6.282 6.177 12.459

4 15-19 5.265 4.979. 10.244

5 20-24 4.687 4.911 9.598

6 25-29 5.109 5.289 10.389

7 30-34 4.644 4.646 9.290

8 35-39 3.814 3.646 7.460

9 40-44 3.272 2.983 6.255

10 45-49 2.466 2.328 4.794

11 50-54 1.964 1.891 3.855

12 55-59 1.475 1.321 2.796

13 60-64 846 778 1.624

14 65-69 516 514 1.130

15 70-74 353 305 748

16 75+ 380 507 887


(44)

Kabupaten Aceh Singkil terdiri dari sebelas kecamatan, rekapitulasi jumlah penduduk dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil berdasarkan agama di kabupaten Aceh Singkil diketahui umat Islam 112.896 jiwa. Sedangkan Kristen 13.653 jiwa. Katolik 992 jiwa. Hindu 13 jiwa. Budha 15 jiwa dan lainya 335 jiwa.

2.6 Sarana dan Prasarana

2.6.1. pendidikan

Sistem pendidikan yang dikembangkan di Kabupaten Aceh Singkil telah sesuai dengan sistem Pendidikan Nasional berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dengan tujuan untuk mengembangkan karakter dan peradaban masyarakat Aceh Singkil yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan masyarakat sehingga menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang tangguh, dapat bersaing diera globalisasi dan mampu mendongkrak perekonomian berbasiskan masyarakat. Pembangunan sarana pendidikan di bangun di setiap wilayah dan kecamatan yang terletak di Kabupaten Aceh Singkil berupa taman bermain untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun swasta. Ketersediaan sarana dan prasarana akan sangat menunjang dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pada tahun ajaran 2010/2011 terjadi penurunan siswa SD dari tahun ajaran sebelumnya. Demikian juga terjadi pada SMU di mana terjadi penurunan jumlah siswa. Namun,


(45)

pada jenjang pendidikan SLTP terjadi kenaikan jumlah siswa sekolah.Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf. Semakin rendah persentasenya akan menunjukkan keberhasilan program pendidikan. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf mengalami penurunan dengan status masih sekolah sebanyak 34,22% dan tidak bersekolah 56,77%, sedangkan yang tidak/belum pernah bersekolah sebesar 9%. Secara umum, tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Aceh Singkil untuk usia >10 yang belum/tidak tamat pendidikan dasar sekitar 42,05%, tamatan SD mencapai 24,53%, tamatan SLTP mencapai 15,74%, tamatan SMU 13,32% dan tamatan Universitas mencapai 4,36%.

Tabel 3 Fasilitas Pendidikan Yang Tersedia Dikabupaten Aceh Singkil Nama Kecamatan Jumlah Sarana Pendidikan Umum Agama

SD SMP SMA SMK MI MTS MA

Pulau banyak 4 1 1 0 1 0 0 - -

Pulau banyak barat 3 2 0 0 0 0 0 - -

Singkil 1 7 5 1 0 2 1 - -

Singkil utara 8 3 1 1 1 0 1 - -

Kuala Baru 3 1 0 1 0 0 0 - -

Simpang Kanan 13 5 1 1 1 1 1 - -

Gunung Meriah 24 9 3 1 1 3 1 - -

Danau Paris 74 1 0 0 0 0 0 - -

Suro 12 3 1 0 0 0 1 - -

Singkohor 6 2 1 0 1 0 1 - -

Kota Baharu 10 2 1 0 0 0 0 - -

Kab. Aceh Singkil 10 7

37 11 4 6 6 6 - -


(46)

2.6.2. Sarana Peribadahan

Tempat ibadah yang ada di kabupaten Aceh Singkil berdasar kan izin bagunan pengamatan penulis ke lapangan yaitu sebagai berikut : kabupaten singkil memiliki 18 masjid,singkil utara 12 mesjid, Gunung Meriah memiliki 45 mesjid 2 gereja yaitu gereja GKPP yang berada di Kota Karangan dan HKI yang berada di Suka Makmur Kecamatan Gunung meriah, Simpang Kanan memiliki 13 mesjid Singkohor memiliki 22 mesjid, Kuta Baharu memiliki 19 mesjid, Suro memiliki 19 mesjid, Danau Paris memiliki 18 mesjid dan memiliki 5 gereja yaitu Undung undung berada di desa situbuh-tubuh, Undung-undung didesa Napagaluh, Pambi didesa Napagaluh, Kharismatik didesa Sikoran, dan Pambi didesa Situbuh-tubuh Kuala Baru memiliki 3 masjid, Pulau Banyak memiliki 6 mesjid dan pulau banyak barat memiliki 1 mesjid dan 1 Undung-undung di desa Ujung Sialit

Tabel 4. Jumlah Sarana Peribadahan

No Kecamatan Sarana Peribadahan

Mesjid Gereja

1 Singkil 18 0

2 Singkil Utara 12 0

3 Gunung Meriah 45 2

4 Simpang Kanan 13 0

5 Singkohor 22 0

6 Kuta Baharu 19 0

7 Suro 19 0

8 Danau Paris 18 5

9 Kuala Baru 3 0


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Kerukunan Umat Beragama ( Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama)”. Tak lupa sholowat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi manusia dan somoga kita menjadi pegikutnya yang taat hingga nanti amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membagun untuk kemajuan pendidikan dim as yang akan datang. Selesainya skripsi ini tidak lupa do‟a dan keseunguhan hati, kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak baik saran maupun bantuan lainya. Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan ini, dan lebih khusus terimakasih saya ucapkan kepada :

1. Dr.Fikarwin Zuska sebagai ketua Jurusan Antropologi FISIP USU 2. Drs. Agus Trisno sebagai seketaris Jurusan Antropologi FISIP USU 3. Prof. Dr. R Hamdani Harahap, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik 4. Drs. Lister Brutu, MA sebagai Dosen Pembimbing

5. Nurhayati dan kak Sofi selaku staf admistrasi Departemen Antropologi FISIP USU 6. Seluruh dosen Jurusan Antropologi, yang telah dengan sabar dan iklas mendidik penulis,


(2)

7. Berbagi pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan serta berbagi pengalaman pada proses penyusunan skripsi ini.

Terakhir semoga segala bantuan yang telah diberikan, sebagai amal soleh senantiasa mendapat ridho tuhan. Sehingga pada akhirnya skipsi ini dapat bermamfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Semoga skripsi dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2017

Agus Riawan


(3)

DAFTAR ISI

Pernyataan Originalitas ……… I

Abstrak ……….. II

Ucapan Terima Kasih ………. III

Riwayat Hidup ………. VI

Kata Pengantar ………. VIII

Daftar Isi ……….. X

Daftar Tabel ……….. XII

Lampiran ……….. XIII

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 16

1.3 Tujuan dan Mamfaat Penelitian ……… 17

1.4 Lokasi Penelitian ……….. 18

1.5 Tinjauan Pustaka ……….. 18

1.5.1 Hubungan Umat beragama ……….. 18

1.6 Metode Penelitian ……….. 47

BAB II LOKASI PENELITIAN 2.1 Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil ……… 50

2.2 Sejarah Singkil ……… 50

2.3 Peta Singkil ……… 56

2.4 Letak Geografis ……… 56

2.5 Jumlah Penduduk ……… 57


(4)

2.6.1 Sarana pendidikan ……….. 60

2.6.2 Sarana Peribadahan ……….. 62

2.6.3 Sarana Wisata ……… 63

2.6.4 Sarana Kesehatan ……… 63

BAB III PERAN TOKOH AGAMA 3.1 Tokoh Agama ………. 66

3.2 Pandangan Masyarakat Menjaga Kerukunan Umat Beragama ……… 68

3.3 Kerukunan Umat Beragama Menurut Tokoh Islam ………. 70

3.4 Kerukunan Umat Beragama Menurut Tokoh Kristen ………. 71

3.5 Pola Kerukunan Umat Beragama di Aceh Singkil ………. 74

3.6 Pola Sosial Hubungan Keagamaan ……… 75

3.7 Pola Hubungan Kemasyarakatan ……….. 76

BAB IV YANG MEMPENGARUHI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA 4.1 Ikatan Kekeluargaan ……… 84

4.2 Saling Menghormati dan Menghargai ………. 87

4.3 Gotong Royong ………. 88

4.4 Potensi Konflik Umat Beragama ………... 90

4.5 Hambatan Kerukunan Umat Beragama ……….. 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………. 101

5.2 saran ……….. 102 DAFTAR PUSTAKA


(5)

Daftar Tabel

Tabel 1. Jumlah Penduduk Perkecamatan

Tabel 2. Banyak Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3. Fasilitas Pendidikan

Tabel 4. Jumlah Sarana Peribadahaan

Tabel 5. Fasilitas Kesehatan

Tabel 6. Jumlah Puskesmas Pembantu


(6)

LAMPIRAN

Fhoto 1. Ormas yang mengambil alih sebelum pembakaran di lakukan. Sumber warga desa suka makmur

Fhoto 2. Terjadinya pembakaran gereja yang di lakukan oleh ormas tersebut di desa suka makmur. Sumber Internet

Fhoto 3. Bagunan gereja yang berdiri kokoh dan memiliki izin yang ada di Aceh Singkil. Sumber data pribadi

Fhoto 4. Bagunan Undung-undung yang berada di desa Suka Makmur Kabupaten Aceh Singkil. Sumber data pribadi