Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi "Sie Reuboh" Makanan Tradisional Aceh

(1)

PEMANA

“SI

ASAN BE

E REUBO

SE

INS

ERULANG

OH” MAK

LAI

EKOLAH

STITUT P

G TERHA

KANAN TR

LI SUHA

PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2007

ADAP KA

RADISIO

IRI

SARJANA

AN BOGO

NDUNGA

NAL ACE

A

OR

AN GIZI

EH


(2)

ABSTRAK

LAILI SUHAIRI. Pemanasan Berulang terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh

Makanan Tradisional Aceh. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan FAISAL ANWAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh

yang telah mengalami pemanasan berulang. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pendahuluan bertujuan untuk mencari resep standar sie reuboh

dengan menggunakan wawancara dan uji organoleptik terhadap panelis di Aceh Besar yang memiliki kebiasaan dan pengetahuan tentang sie reuboh. Tahap lanjutan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan berulang sie reuboh

terhadap mutu protein, keruskan lemak, jumlah mikroba, dan kesukaan panelis. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data-data uji beda pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan digunakan uji lanjut Duncan. Data organoleptik pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (One Way Anova).

Hasil wawancara didapatkan dua macam resep yang sering digunakan dalam pembuatan sie reuboh. Resep pertama menggunakan bumbu bawang putih, cabe rawit, cabe merah, cabe merah kering, bubuk kunyit, lenguas, jahe, dan cuka aren. Resep kedua tidak menggunakan bawang putih, lengkuas, dan jahe. Resep standar yang dipakai pada tahap lanjutan adalah 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air.

Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan kadar protein menurun yaitu dari 82,36 menjadi 62,60% (bk) dan meningkatkan persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh yaitu dari 2,57 menjadi 8,68%. Kadar asam lemak bebas meningkat dari pemanasan kontrol (9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g) sampai 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g pada pemanasan ke-6. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA

mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan pada pemanasan ke-4 tetapi menurun kembali pada pemanasan ke-5 dan ke-6 dan berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml.

Pemanasan berulang berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA. Pemanasan berulang tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh

memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap peningkatan kesukaan rasa, dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna. Pemanasan berulang tidak memberikan pengaruh nyata (α>0,05) terhadap kesukaan aroma.


(3)

ABSTRACT

LAILI SUHAIRI. The Effect of Repeated on Nutrient Content and Acceptance of Aceh Traditional Food (Sie Reuboh). Supervised by EVY DAMAYANTHI and FAISAL ANWAR

This study was done in two steps. First step is to look for sie reuboh standard recipe that is created by trial and error based on interview result and organoleptic test by native of 20 panelis of Aceh Besar who were familiar and accustom to cook sie reuboh. Second step is to analyze the effect of repeated heating of sie reuboh, which made by standardized recipe, on water, protein, and fat content; protein quality (digestibility); the degree of fat deterioration (FFA, peroxide, and TBA number); amaunt of microbe; and the acceptance.

Experimental design was done in second step was Completely Randomized Design with 6 treatment and repeated 2 times. Analysis of experiment data was used SPSS 11.5 for Windows and Microsoft Excel 2003. Analysis of different test data was used Jellinek different test table. Chemical characteristic and microbe data were analyted with variant analysis, and to know the difference amounts treatment was used Duncan analysis. To analysis organoleptic data in first step and second step experiments were used variant analysis (one way anova).

Chosen recipe from first step experiment is recipe which used complete spices. They are meat, onion, chili paper, red hot chili paper, dry red hot chili paper, turmeric, ginger plant, fat, ginger, sugar palm vinegar, and water. Repeated heating to sie reuboh can caused decreasing protein level from 82,36-62,60% dry basic (db) and percentage of decreasing of digestion ability became 2,57-8,68%. Free fatty acid level increasing from heating control (9,78 ml NaOH/100 mg) to 19,86 ml NaOH/100 mg at 6th heating. Peroxide number increasing from 3,57 to 13,32 mg O2/100 mg and TBA number increasing from 0,99 to 2,25 ppm. Amount of microbe as long as repeated heating was increasing at 4th, but at 5th and 6th heating it was decreasing again approximately 2,20-4,20 log colony/ml.

Repeated heating were significantly (α = 0,05) decrease protein level and protein digestion ability, increasing free fatty acid level, peroxide number, and TBA number, but not significant to amount of microbe. Result from variant analysis of sie reuboh repeated heating was significant to increasing taste and meat tenderization, decreasing the color acceptance, but not significant to flavor acceptance.


(4)

PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI

SIE REUBOH

MAKANAN TRADISIONAL ACEH

LAILI SUHAIRI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Departemen Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(5)

Judul Tesis : Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh Makanan Tradisional Aceh

Nama : Laili Suhairi

NRP : A551040021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(6)

(7)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI SIE REUBOH MAKANAN TRADISIONAL ACEH adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007


(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Istitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS, sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak persiapan, selama penelitian, sampai tersusunnya tesis ini.

2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf administrasi dan staf pengajar, khususnya Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas bekal materi pengajaran dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

4. Rektor, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Sains di IPB.

5. Pengelola bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Dikti, Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Yayasan Damandiri atas bantuan biaya pendidikan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Mashudi, Ibu Rizki, Ibu Nina atas semua bantuannya di Laboratorium. 7. Penghargaan dan terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Ibunda tercinta

Hj. Rahmani dan Ayahanda Abd. Hamid Ali (Almarhum) yang senantiasa mengiringi langkah kami anak-anaknya dengan doa, dan menjadikan kami orang berilmu. Kepada suami, T. Burdan dan putra-putri tersayang Cut Ghumaisha Milhan, T.M. Nabil dan T.M. Mutasyammil (lahir saat sedang studi pascasarjana) terima kasih atas curahan kasih sayang, perhatian, pengertian, kesabaran, dan semua pengorbanan yang diberikan demi keberhasilan studi ini.

8. Seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan dan menguatkan penulis dalam penyelesaian studi terutama kakak-kakak dan adik-adik. Kepada Kakak Siti Lailina, SE dan Keluarga, Ferriyati , SE dan Keluarga di Banda Aceh, Abang Hilman Susandi & Keluarga di Tiga Raksa, serta adik-adik tersayang, Mashuri, S.Sos dan Karyawati, SE.Ak di Banda Aceh. Terima kasih atas semua bantuan, pengasuhan kepada anak-anak, serta dukungan dan doanya selama ini.

9. Khususnya teman-teman satu angkatan di GMK, P.Edi, Maryam, Fia, Uli, Inne, dan Ana, juga Atit dan Eka. Kepada teman-teman dari PKK Unsyiah yang sama-sama mengikuti S2 di GMK, Bu Indani dan Bu Fitriana, serta semua teman-teman di Prodi PKK FKIP Unsyiah. Terima kasih banyak atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan selama perkuliahan dan penyelesaian studi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2007


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 8 Oktober 1970 sebagai anak keempat dari enam bersaudara, anak dari pasangan Abd Hamid Ali dan Hj. Rahmani Ibrahim. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus seleksi masuk di Program Studi PKK FKIP UNSYIAH (Universitas Syiah Kuala) Nanggroe Aceh Darussalam dan lulus pada tahun 1996.

Mulai tahun 1999 sampai sekarang menjadi staf pengajar Program Studi PKK bidang keahlian Tata Boga Jurusan Pendidikan dan Teknologi Kejuruan FKIP UNSYIAH Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2004 mendapat kesempatan tugas belajar pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Program Magister Sains di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.

Pada tahun 1999 menikah dengan Teuku Burdan dan dikaruniai tiga orang putra-putri yang diberi nama Cut Ghumaisha Milhan, T.M.Nabil, dan T.M. Mutasyammil.


(11)

PEMANA

“SI

ASAN BE

E REUBO

SE

INS

ERULANG

OH” MAK

LAI

EKOLAH

STITUT P

G TERHA

KANAN TR

LI SUHA

PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2007

ADAP KA

RADISIO

IRI

SARJANA

AN BOGO

NDUNGA

NAL ACE

A

OR

AN GIZI

EH


(12)

ABSTRAK

LAILI SUHAIRI. Pemanasan Berulang terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh

Makanan Tradisional Aceh. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan FAISAL ANWAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh

yang telah mengalami pemanasan berulang. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pendahuluan bertujuan untuk mencari resep standar sie reuboh

dengan menggunakan wawancara dan uji organoleptik terhadap panelis di Aceh Besar yang memiliki kebiasaan dan pengetahuan tentang sie reuboh. Tahap lanjutan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan berulang sie reuboh

terhadap mutu protein, keruskan lemak, jumlah mikroba, dan kesukaan panelis. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data-data uji beda pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan digunakan uji lanjut Duncan. Data organoleptik pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (One Way Anova).

Hasil wawancara didapatkan dua macam resep yang sering digunakan dalam pembuatan sie reuboh. Resep pertama menggunakan bumbu bawang putih, cabe rawit, cabe merah, cabe merah kering, bubuk kunyit, lenguas, jahe, dan cuka aren. Resep kedua tidak menggunakan bawang putih, lengkuas, dan jahe. Resep standar yang dipakai pada tahap lanjutan adalah 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air.

Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan kadar protein menurun yaitu dari 82,36 menjadi 62,60% (bk) dan meningkatkan persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh yaitu dari 2,57 menjadi 8,68%. Kadar asam lemak bebas meningkat dari pemanasan kontrol (9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g) sampai 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g pada pemanasan ke-6. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA

mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan pada pemanasan ke-4 tetapi menurun kembali pada pemanasan ke-5 dan ke-6 dan berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml.

Pemanasan berulang berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA. Pemanasan berulang tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh

memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap peningkatan kesukaan rasa, dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna. Pemanasan berulang tidak memberikan pengaruh nyata (α>0,05) terhadap kesukaan aroma.


(13)

ABSTRACT

LAILI SUHAIRI. The Effect of Repeated on Nutrient Content and Acceptance of Aceh Traditional Food (Sie Reuboh). Supervised by EVY DAMAYANTHI and FAISAL ANWAR

This study was done in two steps. First step is to look for sie reuboh standard recipe that is created by trial and error based on interview result and organoleptic test by native of 20 panelis of Aceh Besar who were familiar and accustom to cook sie reuboh. Second step is to analyze the effect of repeated heating of sie reuboh, which made by standardized recipe, on water, protein, and fat content; protein quality (digestibility); the degree of fat deterioration (FFA, peroxide, and TBA number); amaunt of microbe; and the acceptance.

Experimental design was done in second step was Completely Randomized Design with 6 treatment and repeated 2 times. Analysis of experiment data was used SPSS 11.5 for Windows and Microsoft Excel 2003. Analysis of different test data was used Jellinek different test table. Chemical characteristic and microbe data were analyted with variant analysis, and to know the difference amounts treatment was used Duncan analysis. To analysis organoleptic data in first step and second step experiments were used variant analysis (one way anova).

Chosen recipe from first step experiment is recipe which used complete spices. They are meat, onion, chili paper, red hot chili paper, dry red hot chili paper, turmeric, ginger plant, fat, ginger, sugar palm vinegar, and water. Repeated heating to sie reuboh can caused decreasing protein level from 82,36-62,60% dry basic (db) and percentage of decreasing of digestion ability became 2,57-8,68%. Free fatty acid level increasing from heating control (9,78 ml NaOH/100 mg) to 19,86 ml NaOH/100 mg at 6th heating. Peroxide number increasing from 3,57 to 13,32 mg O2/100 mg and TBA number increasing from 0,99 to 2,25 ppm. Amount of microbe as long as repeated heating was increasing at 4th, but at 5th and 6th heating it was decreasing again approximately 2,20-4,20 log colony/ml.

Repeated heating were significantly (α = 0,05) decrease protein level and protein digestion ability, increasing free fatty acid level, peroxide number, and TBA number, but not significant to amount of microbe. Result from variant analysis of sie reuboh repeated heating was significant to increasing taste and meat tenderization, decreasing the color acceptance, but not significant to flavor acceptance.


(14)

PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI

SIE REUBOH

MAKANAN TRADISIONAL ACEH

LAILI SUHAIRI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Departemen Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(15)

Judul Tesis : Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh Makanan Tradisional Aceh

Nama : Laili Suhairi

NRP : A551040021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(16)

(17)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI SIE REUBOH MAKANAN TRADISIONAL ACEH adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007


(18)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Istitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS, sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak persiapan, selama penelitian, sampai tersusunnya tesis ini.

2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf administrasi dan staf pengajar, khususnya Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas bekal materi pengajaran dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

4. Rektor, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Sains di IPB.

5. Pengelola bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Dikti, Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Yayasan Damandiri atas bantuan biaya pendidikan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Mashudi, Ibu Rizki, Ibu Nina atas semua bantuannya di Laboratorium. 7. Penghargaan dan terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Ibunda tercinta

Hj. Rahmani dan Ayahanda Abd. Hamid Ali (Almarhum) yang senantiasa mengiringi langkah kami anak-anaknya dengan doa, dan menjadikan kami orang berilmu. Kepada suami, T. Burdan dan putra-putri tersayang Cut Ghumaisha Milhan, T.M. Nabil dan T.M. Mutasyammil (lahir saat sedang studi pascasarjana) terima kasih atas curahan kasih sayang, perhatian, pengertian, kesabaran, dan semua pengorbanan yang diberikan demi keberhasilan studi ini.

8. Seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan dan menguatkan penulis dalam penyelesaian studi terutama kakak-kakak dan adik-adik. Kepada Kakak Siti Lailina, SE dan Keluarga, Ferriyati , SE dan Keluarga di Banda Aceh, Abang Hilman Susandi & Keluarga di Tiga Raksa, serta adik-adik tersayang, Mashuri, S.Sos dan Karyawati, SE.Ak di Banda Aceh. Terima kasih atas semua bantuan, pengasuhan kepada anak-anak, serta dukungan dan doanya selama ini.

9. Khususnya teman-teman satu angkatan di GMK, P.Edi, Maryam, Fia, Uli, Inne, dan Ana, juga Atit dan Eka. Kepada teman-teman dari PKK Unsyiah yang sama-sama mengikuti S2 di GMK, Bu Indani dan Bu Fitriana, serta semua teman-teman di Prodi PKK FKIP Unsyiah. Terima kasih banyak atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan selama perkuliahan dan penyelesaian studi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2007


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 8 Oktober 1970 sebagai anak keempat dari enam bersaudara, anak dari pasangan Abd Hamid Ali dan Hj. Rahmani Ibrahim. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus seleksi masuk di Program Studi PKK FKIP UNSYIAH (Universitas Syiah Kuala) Nanggroe Aceh Darussalam dan lulus pada tahun 1996.

Mulai tahun 1999 sampai sekarang menjadi staf pengajar Program Studi PKK bidang keahlian Tata Boga Jurusan Pendidikan dan Teknologi Kejuruan FKIP UNSYIAH Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2004 mendapat kesempatan tugas belajar pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Program Magister Sains di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.

Pada tahun 1999 menikah dengan Teuku Burdan dan dikaruniai tiga orang putra-putri yang diberi nama Cut Ghumaisha Milhan, T.M.Nabil, dan T.M. Mutasyammil.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... .... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Daging ... 5

Perubahan Sifat Kimia Pangan selama Pengolahan ... 7

Perubahan Sifat Kimia Protein ... 8

Perubahan Sifat Kimia Lipid ... 9

Bahan Pelengkap untuk Pembuatan Sie Reuboh ... 11

Cabai Merah dan Cabai Rawit ... 11

Bawang Putih ... 12

Kunyit ... 13

Lengkuas ... 14

Jahe ... 14

Proses Pembuatan Sie Reuboh ... 15

BAHAN DAN METODE ... 17

Waktu dan Tempat ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode ... 18

Penelitian Pendahuluan ... 18

Penelitian Lanjutan ... 19

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 22

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Gambaran Umum Tradisi Pembuatan Sie Reuboh ... 25

Hasil Uji Resep Sie Reuboh ... 26

Hasil Uji Organoleptik Resep Sie Reuboh ... 27

Uji Beda Resep ... 27

Uji Kesukaan Resep ... 29

Penelitian Lanjutan ... 30

Kandungan Gizi Sie Reuboh selama Pemanasan ... 31

Kadar Air ... 32

Kadar Protein ... 34

Daya Cerna Protein (In Vitro) ... 36

Kadar Lemak ... 39

Kerusakan Lemak Sie Reuboh selama Pemanasan (Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida, dan Bilangan TBA) ... 40


(22)

Bilangan Peroksida ... 42 Bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) ... 44 Jumlah Mikroba ... 46 Uji Kesukaan Sie Reuboh selama Pemanasan ... 48 Warna ... 48 Aroma ... 49 Rasa ... 50 Tekstur (Keempukan) ... 51 Keamanan Pangan Sie Reuboh ... 52 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

Kesimpulan ... ...55 Saran ... ...55 DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... 62


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Rekap data produksi daging sapi di pulau Sumatera tahun 2001-2006 ... 5 2 Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan

kemanan pangan ... 8 3 Komponen kimia cabai merah (100 g bahan) ... 11 4 Komposisi kimia jahe per 100 g (berat basah) ... 15 5 Kegiatan pemenasan berulang dan uji yang dilakukan pada sie reuboh ... 21 6 Hasil wawancara panelis ... 25 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging ... 27 8 Hasil uji beda panelis (%) terhadap sie reuboh ... 28 9 Hasil uji kesukaan panelis (%) terhadap sie reuboh ... 29 10 Hasil analisis kandungan gizi sie reuboh selama pemanasan berulang ... 31 11 Kadar protein hasil olahan daging (% bk) ... 34 12 Daya cerna protein berbagai olahan daging (%) secara in vitro ... 37 13 Hasil analisis kerusakan lemak sie reuboh selama pemanasan ... 41


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Bagian-bagian karkas sapi ... 6 2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh ... 20 3 Diagram alir proses pemanasan sie reuboh ... 21 4 Rata-rata kesukaan panelis terhadap sie reuboh ... 30 5 Rata-rata kadar air sie reuboh selama pemanasan ... 32 6 Rata-rata kadar protein sie reuboh selama pemanasan ... 35 7 Rata-rata daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ... 37 8 Persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh ... 38 9 Rata-rata kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ... 40 10 Rata-rata kadar asam lemak sie reuboh selama pemanasan ... 42 11 Rata-rata bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ... 43 12 Rata-rata bilangan TBA sie reuboh selama pemanasan ... 45 13 Rata-rata jumlah mikroba selama pemanasan ... 46 14 Rata-rata kesukaan warna sie reuboh selama pemanasan ... 49 15 Rata-rata kesukaan aroma sie reuboh selama pemanasan ... 50 16 Rata-rata kesukaan rasa sie reuboh selama pemanasan ... 51 17 Rata-rata kesukaan keempukan sie reuboh selama pemanasan ... 52 18 Rata-rata kesukaan secara keseluruhan selama pemanasan ... 53


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuesioner penelitian pendahuluan ... 63 2 Form uji beda berpasangan dan uji tingkat kesukaan panelis pada

penelitian pendahuluan ... 65 3 Rekap bumbu (lengkap) pembuatan sie reuboh penelitian

pendahuluan ... 66 4 Rekap bumbu (tidak lengkap) pembuatan sie reuboh pada penelitian

pendahuluan ... 66 5 Nilai minimal panelis untuk uji beda ... 67 6 Form uji organoleptik penelitian lanjutan ... 68 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging (resep standar) ... 69 8 Rekap data uji beda sie reuboh pada penelitian pendahuluan ... 69 9 Rekap data uji tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan ... 70 10 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan ... 68 11 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan panelis penelitian

pendahuluan ... 71 12 Rekap data uji tingkat kesukaan warna dan aroma panelis pada

penelitian lanjutan ... 71 13 Rekap data uji tingkat kesukaan keempukan dan rasa panelis

pada penelitian lanjutan ... 72 14 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis pada penelitian lanjutan ... 72 15 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan warna panelis pada

penelitian lanjutan ... 73 16 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan keempukan panelis

pada penelitian lanjutan ... 73 17 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan rasa panelis pada

penelitian lanjutan ... 73 18 Rekap data analisis kimia sie reuboh selama pemanasan ... 74 19 Rekap data jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan ... 75 20 Analisis ragam kadar air sie reuboh selama pemanasan ... 75 21 Uji lanjut duncan kadar air sie reuboh selama pemanasan ... 75 22 Analisis ragam kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ... 75 23 Uji lanjut duncan kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ... 76 24 Analisis ragam kadar protein sie reuboh selama pemanasan ... 76 25 Uji lanjut duncan kadar protein sie reuboh selama pemanasan ... 76


(26)

26 Analisis ragam daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ... 76 27 Uji lanjut duncan daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ... 77 28 Analisis ragam bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ... 77 29 Uji lanjut duncan bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ... 77 30 Analisis ragam kadar asam lemak bebas sie reuboh selama

pemanasan ... 77 31 Uji lanjut duncan kadar asam lemak sie reuboh selama pemanasan ... 78 32 Analisis ragam kadar TBA sie reuboh selama pemanasan ... 78 33 Uji lanjut duncan kadar TBA sie reuboh selama pemanasan ... 78 34 Analisis ragam jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan ... 78 35 Prosedur analisis ... 79


(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami aneka masalah gizi kurang. Masalah gizi kurang ini sering terluput dari penglihatan atau pengamatan biasa, namun dibalik itu dapat memunculkan masalah besar karena secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain bukti tingginya kematian, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah anak Indonesia, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, Indonesia juga menghadapi masalah gizi lebih yang cenderung meningkat. Masalah gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, keamanan pangan, pola hidup dan pola asuh, serta pelayanan gizi kesehatan (Murniningtyas & Atmawikarta 2006)

Upaya perbaikan mutu gizi masyarakat telah dimulai sejak tahun 1974 (Amang & Sawit 1999). Salah satu upaya tersebut adalah dengan meningkatkan mutu gizi makanan tradisional pada masing-masing daerah di samping program pendidikan dan promosi gizi, suplementasi serta fortifikasi pangan. Winarno (2004) menyebutkan bahwa makanan tradisional merupakan makanan yang kuat dengan tradisi setempat di mana seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga berfungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu bangsa untuk meningkatkan gizi masyarakatnya, mutu manusia, dan untuk membantu perkembangan pariwisata di suatu negara (Winarno 2004).

Sie reuboh adalah salah satu makanan tradisional Aceh yang dapat menjadi alat untuk upaya perbaikan gizi masyarakat. Sie reuboh adalah suatu bentuk masakan daging sapi atau kerbau khas Aceh yang proses pembuatannya menggunakan bahan-bahan seperti asam cuka, lemak, garam dan rempah-rempah di dalam potongan-potongan daging serta dilakukan proses pemanasan hingga diperoleh daging yang sangat empuk. Sie reuboh biasanya dibuat dalam


(28)

2

jumlah besar (5 – 10 kg) terutama pada hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha maupun bulan Ramadhan. Sie reuboh ini mampu bertahan hingga satu bulan atau lebih yang disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pemanasan berulang secara berkala. Pemanasan dilakukan setiap kali hendak dikonsumsi hingga lemak-lemak didalamnya mencair dan diambil pada jumlah tertentu sesuai kebutuhan serta sisanya disimpan untuk disantap pada waktu yang lain.

Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati yang tinggi karena kandungan asam-asam amino essensialnya (Lawrie 1991). Oleh karena itu setiap langkah perlakuan yang dilakukan pasca sembelih perlu mendapat pengawasan yang baik guna menekan laju kerusakan zat-zat gizi yang dikandungnya.

Dalam rangka mempertahankan nilai gizi daging dilakukan upaya pengolahan untuk tujuan pengawetan dan perluasan jangkauan pemasaran. Dikenal berbagai cara pengolahan daging seperti pemanasan, perebusan, pengeringan, pengasapan, pengasaman, penggaraman atau kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut agar daging yang dihasilkan dapat disimpan lebih lama tanpa mengalami perubahan mutu serta tidak mengalami perubahan cita rasa yang spesifik pada daging dan produk olahannya.

Proses pembuatan dan lama penyimpanan sie reuboh akan mempengaruhi mutu dari sie reuboh itu sendiri. Resiko dari proses pembuatan

sie reuboh adalah semakin besarnya peluang terjadinya kerusakan protein dan lemak daging akibat perlakuan pemanasan berulang yang dilakukan sebagai upaya pengawetan sie reuboh. Kandungan protein dan asam amino pada daging akan mengalami penurunan apabila diberi perlakuan pemanasan. Fennema (1996) menyatakan bahwa pemanasan daging sapi pada suhu 70oC akan mengurangi jumlah lisin yang terkandung di dalamnya menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan kadar lisin hingga 50 persen.

Kandungan lemak dalam daging ikut menentukan kualitas daging, karena lemak merupakan komponen yang menentukan dan membentuk cita rasa dan aroma khas pada daging. Lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat. Pemanasan berulang pada daging akan membuat daging menjadi lebih lunak daripada keadaan segarnya. Ketika daging dipanaskan atau dimasak dengan pemanasan terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses pelunakan daging yaitu (1) lemak pada daging meleleh dan memberikan


(29)

3

kontribusi terhadap pelunakan daging, (2) jaringan penghubung kolagen menjadi terlarut di dalam medium pemanasan, (3) serat-serat otot terpisah dan jaringan menjadi lebih lunak (Lawrie 1991).

Penelitian mengenai sie reuboh masih terbatas dan yang telah dilaporkan adalah tentang penyimpanan sie reuboh. Penyimpanan sie reuboh dalam kondisi vakum atau hampa udara mampu mempertahankan sie reuboh selama 21 hari dalam suhu kamar. Namun belum dilakukan penelitian lebih lanjut tentang resep standar sie reuboh, komposisi gizi sie reuboh setelah pemanasan berulang dan tingkat kerusakan lemak pada sie reuboh akibat pemanasan berulang. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut khususnya mengenai kandungan gizi dari sie reuboh sehingga mampu memperkaya informasi dan khasanah sie reuboh sebagai salah satu pangan tradisional Indonesia dengan informasi gizi yang lebih lengkap.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh

yang telah mengalami pemanasan berulang.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Menemukan resep standar dari sie reuboh sehingga mampu menghasilkan produk akhir dengan cita rasa dan aroma khas yang konsisten

2. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap kandungan gizi dan mutui protein dan lemak.

3. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap kandungan mikroorganisme dari sie reuboh

4. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat organoleptik dari


(30)

4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kandungan zat gizi dan jumlah mikroba pada sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang sebagai salah satu metode pengawetan.


(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno 1998). Data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2006) menunjukkan bahwa produksi daging sapi di Pulau Sumatera mengalami kenaikan dari tahun-ketahun. Produksi daging sapi di Propinsi NAD pada tahun 2006 masuk posisi empat besar di pulau Sumatera (Tabel 1). Data Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar tahun 2001 menunjukkan produksi daging sapi hampir 1.000 ton dan pada tahun 2005 produksi daging sapi mengalami peningkatan menjadi 1.700 ton dengan urutan produksi tiga besar di Propinsi NAD.

Lawrie (1991) mendefinisikan daging sebagai sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan. Soeparno (1998) menjelaskan lebih lanjut keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan.

Tabel 1 Rekap data produksi daging sapi di Pulau Sumatera tahun 2001-2006

No. Propinsi Tahun Pertumbuhan

(2005-2006) %

2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 NAD 6,065 6,335 6,488 6,635 7,172 7,338 2.31

2 Sumatera Utara 6,827 6,836 6,894 6,982 9,884 11,009 11.38

3 Sumatera Barat 10,621 10,086 12,142 13,544 14,716 14,946 1.56

4 Riau 2,880 4,495 4,648 3,754 4,593 4,599 0.13

5 Jambi 3,892 2,332 3,729 2,884 2,855 2,940 2.98

6 Sumatera

Selatan 9,750 9,970 9,623 8,704 8,705 11,065 27.11

Sumber: Departemen Pertanian (2006)

Soeparno (1998) menyatakan bahwa karkas tersusun atas kurang lebih enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, susunan syaraf dan persediaan darahnya serta perlekatannya pada bagian tulang dan tujuan serta jenis geraknya. Karkas sapi dapat dilihat pada Gambar 1. Kesehatan daging merupakan bagian yang penting bagi kesehatan makanan dan selalu menjadi


(32)

d y S a d e g d s pokok perm daging bagi Dagi yang sehat. petugas rum Secara fisik berbau arom banyak men Dagi

value) yang non protein Komposisi d lemak dan 3 kimia daging akan beruba dan protein Dagi esensial. As glisin, asam lisin, dan va dapat memp pada suhu 7 sedangkan

masalahan y konsumen.

Gambar 1

ing yang da . Saat peny mah potong , kriteria ata matis, memi ngeluarkan c ing sebagai tinggi, men dan 2,5% daging menu 3,5% zat-za g terdiri atas

ah bila hew serta menin ing merupa sam amino

glutamat, d alin yang leb

pengaruhi k 70oC akan m pemanasan yang menda Bagian-bag apat dikonsu yembelihan hewan serta u ciri-ciri dag liki konsiste cairan.

sumber pr ngandung 19

mineral dan urut Lawrie ( t non protei s 70% air, 20 wan digemuk gkatkan per akan sumbe esensial te dan histidin. bih tinggi da kandungan p mengalami

pada suhu

apatkan perh

gian karkas s

umsi adalah dan pemas a terbebas d ging yang b nsi yang ke

rotein hewan 9% protein, n bahan-bah (1991) terdir

n yang dap 0% protein, kkan yang rsentase lem er utama u erpenting di

Daging sapi aripada dagi protein dagin

penguranga 160oC akan

hatian khus

sapi (Wikiped

daging yan saran berad

dari pencem aik adalah b enyal dan bi

ni memiliki 5% lemak, han lainnya ri atas 75%

at larut. Sec 9% lemak d akan menur mak (Romans

ntuk menda dalam otot i mengandu ng babi ata ng. Daging an jumlah lis n menurunk

sus dalam p

dia 2007)

ng berasal d a dalam pe maran mikroo

berwarna me la ditekan ti

nilai hayati 70% air, 3,

(Forrest et

air, 18% pro cara umum, dan 1% abu. runkan pers s et al. 1994 apatkan as t segar ada ng asam am u domba. P sapi yang d sin menjadi kan jumlah l

6 penyediaan dari hewan engawasan organisme. erah segar, idak terlalu (biological 5% zat-zat

t al. 1992). otein, 3,5% komposisi Jumlah ini sentase air 4). am amino lah alanin, mino leusin, Pemanasan dipanaskan 90 persen, isin hingga


(33)

7

50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie 1991).

Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat.

Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi. Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin (Muchtadi & Sugiono 1992).

Perubahan Sifat Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan

Banyak reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama pengolahan pangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya. Beberapa reaksi penting dan contoh dimana terjadinya reaksi tersebut disajikan pada Tabel 2. Masing-masing jenis reaksi dapat melibatkan reaktan atau substrat yang berbeda, tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi penanganan, pengolahan dan penyimpanan.

Komposisi bahan pangan secara umum sama, terutama terdiri dari lipid, karbohidrat dan protein, dengan demikian banyak reaksi-reaksi umum yang sama. Disamping itu, banyak reaktan untuk suatu reaksi terdapat pada sebagian besar bahan pangan. Sebagai contoh, reaksi pencoklatan nonenzimatis (reaksi Maillard) melibatkan senyawa karbonil yang dapat berasal baik dari gula pereduksi atau hasil oksidasi asam askorbat, hidrolisis pati dan oksidasi lipid. Oksidasi dapat melibatkan lipid, protein, vitamin, pigmen, dan lebih spesifik lagi oksidasi melibatkan triasilgliserida yang umum terdapat pada bahan pangan atau fosfolipid yang ada di sebagian bahan pangan.


(34)

8

Tabel 2 Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan keamanan pangan

Jenis reaksi Contoh (terjadi pada) Pencoklatan nonenzimatis Pada bahan-bahan pangan yang dipanggang Oksidasi Lipid (menghasilkan off-flavour, bau dan rasa yang menyimpang), degradasi vitamin dan protein Hidrolisis Lipid, protein, vitamin, karbohidrat, pigmen

Interaksi logam Kompleksasi (antosianin), kehilangan Mg dari klorofil Isomerisasi lipid Cis berubah menjadi trans

Polimerisasi lipid Pada penggorengan

Denaturasi protein Koagulasi putih telur, inaktivasi enzim

Cross-linking protein Pada pengolahan bahan berprotein pada suasana

alkali

Perubahan glikolitik Pada pasca mortem jaringan hewan atau pasca panen jaringan tanaman

Sumber : Apriyantono (2001)

Perubahan Sifat Kimiawi Protein

Pengolahan komersial melibatkan proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan perlakuan-perlakuan lainnya. Dari semua ini, proses pemanasan merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari.

Purnomo (1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Davidek et al. (1990) menyatakan bahwa denaturasi pertama terjadi pada suhu 45°C yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55°C dan protein sarkoplasma pada 55-65°C.

Denaturasi akan menyebabkan perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan kuartener. Akan tetapi belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilitasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya (Fennema 1996).

Dari sisi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Disamping itu, dengan pemanasan yang moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti


(35)

9

protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase, enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor antinutrisi seperti enzim antitripsin dan pektin (Fennema, 1996).

Keberadaan senyawa pengoksidasi dalam bahan pangan dapat berasal dari aditif seperti hidrogen peroksida dan benzoil peroksida yang ditambahkan sebagai bakterisidal pada susu atau pemutih pada tepung, dapat pula berasal dari radikal bebas yang terbentuk selama pengolahan (peroksidasi lipid, fotooksidasi riboflavin, reaksi Maillard). Selain itu, polifenol yang banyak terdapat pada bahan yang berasal dari tanaman dapat dioksidasi oleh oksigen pada pH netral atau alkali membentuk quinon sehingga terbentuk peroksida. Senyawa-senyawa pengoksidasi ini dapat menyebabkan oksidasi beberapa residu asam amino dan menyebabkan polimerisasi protein. Residu asam amino yang rentan terhadap reaksi oksidasi adalah metionin, cystein/cystine, tryptofan dan histidin (Fennema, 1996).

Perubahan Sifat Kimia Lipid

Lipid merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain karbohidrat dan protein. Oleh karena itu peranan lipid dalam menentukan karakteristik bahan pangan cukup besar. Reaksi yang umum terjadi pada lipid selama pengolahan meliputi hidrolisis, oksidasi dan pirolisis. Oksidasi lipid biasanya melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga proses dasar yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Apriyantono 2001).

Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida dengan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian reaksi otoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas.


(36)

10

Karena laju reaksi antara radikal alkil dengan oksigen cepat, maka kebanyakan radikal bebas berbentuk radikal peroksi. Akibatnya, reaksi terminasi utama biasanya melibatkan 2 radikal peroksi. Laju oksidasi meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, sebagai contoh, asam linoleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada asam oleat (18:1) dan asam linoleat (18:3) dioksidasi 20-30 kali lebih cepat daripada asam oleat.

Hidroperoksida dapat terbentuk pada berbagai posisi dimana ikatan rangkap berada, sebagai contoh pada asam oleat terdapat 4 hidroperoksida yang dibedakan atas posisi peroksida yaitu dapat pada posisi 8, 9, 10 atau 11. Semakin banyak ikatan rangkap asam lemak, maka semakin banyak pula kemungkinan posisi hidroperoksida yang terbentuk. Hal ini berarti akan semakin banyak jenis produk degradasi asam lemak yang bersangkutan seperti akan dijelaskan di bawah ini.

Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai senyawa flavor dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida melibatkan pemutusan gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan radikal hidroksi.

Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil. Berbagai kelas komponen dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol dan heterosiklik. Oksidasi lipid disamping dapat menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna dan tersedia sebagai sumber energi juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal.

Senyawa-senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap ke dalam tubuh kemudian dapat memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh. Senyawa radikal dalam tubuh dipercaya berperan dalam menentukan proses penuaan (aging), terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (CHD, coronary heart disease) (Ho & Hartman 1994).


(37)

11

Bahan Pelengkap untuk Pembuatan Sie Reuboh

Cabai Merah dan Cabai Rawit

Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman yang termasuk dalam keluarga solanaceae dan merupakan tanaman asli Amerika Tropik. Cabai merah menyebar dari Meksiko sampai bagian utara Amerika Selatan. Kini tanaman ini dikenal hampir di seluruh negara beriklim tropis (Prajnanta 2002).

Cabe merah bersifat panas dan merupakan stimulan untuk meningkatkan nafsu makan. Di samping itu juga berkhasiat sebagai diaforetik atau perangsang keringat, peluruh kulit dan sebagai obat gosok. Cabe merah berkhasiat tonik, stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah. Juga antirematik, menghancurkan bekuan darah atau antikoagulan, stomakik, perangsang kulit, peluruh liur dan peluruh kencing.

Cabai merah mengandung kapcaisin, hidrokapsaisin, vitamin A, vitamin C, zat warna kapsantin serta karoten. Cabai merah juga mengandung beberapa jenis mineral seperti fosfor, zat besi, kalium, kalsium dan niasin (Prajnanta 2002). Cabai merah tersusun atas beberapa senyawa kimia dimana air adalah komponen dengan jumlah terbesar. Komposisi kimia cabai merah selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Konsentrasi cabai merah sebesar 20% (b/v, bk) dalam bumbu rendang efektif menghambat pertumbuhan flora mikroba maupun B. Cereus dalam sistem pangan selama 6 jam (Edy 1998 diacu dalam Suyasa 2002).

Tabel 3 Komponen kimia cabai merah (100 g bahan)

Komponen Jumlah Komponen Jumlah

Air 90% Abu 0,5 g

Energi 32 Kal Kalsium 29,0 mg

Protein 0,5 g Fosfor 45 mg

Lemak 0,3 g Besi 0,5 mg

Karbohidrat 7,8 g Vitamin A 470 UI

Serat 1,6 g Vitamin C 18,0 mg

Sumber : Ashari (1995)

Cabai rawit rasanya pedas, sifatnya panas, masuk meridian jantung dan pankreas. Tumbuhan ini berkhasiat tonik, stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah, antirematik, menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan nafsu makan (stomakik), perangsang kulit (kalau digosokkan ke kulit akan


(38)

12

menimbulkan rasa panas, sehingga banyak digunakan sebagai campuran obat gosok), peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik), peluruh liur, dan peluruh kencing atau diuretik (Prajnanta 2002).

Bawang Putih

Komponen bioaktif dari suatu bahan pangan memegang peranan penting dalam memberikan efek kesehatan. Komponen aktif yang terdapat pada bahan tanaman dikenal dengan istilah fitokimia. Pengertian fitokimia adalah suatu bahan dari tanaman (phytos = tanaman), yang dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis untuk pencegahan penyakit. Bahan yang dimaksud adalah senyawa kimia berupa komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit. Karena banyaknya komponen-komponen yang terkandung di dalam bawang putih menyebabkan metode persiapan dan ekstraksi (lama dan metode ekstraksi serta jenis pelarut) memegang peranan penting untuk mendapatkan komponen bioaktif dari bawang putih. Pelarut (solvent) yang sering digunakan adalah ethanol, methanol, aseton, dan air atau kombinasinya. Komponen-komponen bioaktif yang terdapat di bawang putih bekerja secara sinergis satu sama lain untuk menimbulkan efek kesehatan (Ardiansyah 2006).

Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolesterol darah. Data epidemiologis juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara konsumsi bawang putih dengan penurunan penyakit kardiovaskuler, seperti aterosklerosis (penumpukan lemak), jantung koroner, dan hipertensi (Ardiansyah 2006).

Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang Bombay dikarenakan kandungan alisin dan senyawa sulfide lain yang terkandung dalam minyak astiri bawang putih dan Bombay (Whitmore & Naidu 2000). Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Dialil sulfide dan dialil polisulfida (komponen flavor utama bawang putih) tidak menunjukkan aktivitas antimikroba.


(39)

13

Namun alisin menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negative (Hirasa & Takemasa 1998).

Suharti (2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 μg/ml. Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. agalactie, S. aureus, dan e. coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicillin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan e. coli. Ekstrak etanol bawang putih pekat mempunyai aktivitas anti bakteri lebih lemah dari ampicillin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan e. coli.

Kunyit

Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara lain minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati, dan beberapa minyak. Komponen utamanya adalah pati dengan jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering. Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta barbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi rapuh (Anonim 2001).

Diantara semua genus curcuma, kunyit merupakan jenis yang paling banyak kegunaannya. Menurut Rukmana (1995), manfaat kunyit antara lain sebagai bahan bumbu dalam berbagai masakan, bahan pembuat ramuan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia, bahan baku industri jamu dan kosmetika, bahan penunjang industri teknik dan kerajinan, dan desinfektan untuk mengawetkan benih yang disimpan.

Kunyit dapat digunakan sebagai obat dalam maupun luar. Kunyit sebagai obat luar berfungsi untuk mengobati eksim, bengkak, rematik, dan memperlancar air susu ibu. Sedangkan sebagai obat dalam, kunyit digunakan untuk mengobati panas, demam, diare, gusi bengkak, kencing manis, hepatitis, dan untuk membersihkan rahim baik pada wanita yang baru melahirkan maupun setelah mendapat haid (Sinaga 2006).

Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu


(40)

14

megaterium Kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat bakterisidal. Salah satu senyawa tersebut adalah senyawa kurkumin yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol simetris dan dihubungkan dengan satu rantai hiptadiena (Suwanto 1983 diacu dalam Sihombing 2007). Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membrane sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel.

Lengkuas

Di banyak Negara Asia, rimpang lengkuas digunakan sebagai bumbu masak. Lengkuas juga banyak dimanfaatkan sebagai obat karena lengkuas memiliki sifat anti fungi, anti tumor, analgenikum, dan anti kembung. Lengkuas biasanya digunakan sebagai obat penyakit kulit, sakit perut, radang tenggorokan, diare, sariawan, dan herpes (Sinaga 2000).

Aree et al. (2005) menyatakan bahwa ekstrak lengkuas yang larut etanol mengandung komponen asetokavikol asetat, p-coumaril siasetat, asam palmitat, eugenol, asetosiugenol asetat, bisabolene, farnesen, dan eskuifelandren yang merupakan komponen terpenoid. Lengkuas juga mengandung komponen fenolik, ester asam lemah, asam lemak, terpen, dan lain-lain.

Lengkuas muda berumur 3-4 bulan memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan lengkuas tua yang berumur 12 bulan. Aktivitas yang tinggi ini disebabkan komponen larut air pada lengkuas jenis merah yang muda lebih besar dibandingkan pada lengkuas tua. Komponen bioaktif lengkuas yang bersifat larut air adalah golongan senyawa fenolik (Robinson 1995 di acu dalam Rahayu 1999). Pratiwi (1992) diacu dalam Sukmawati (2007) rimpang lengkuas merah dan putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur, pada

Staphylococcus aureus dan Candida albicans dengan 0,871 mg/ml dan pada

Bacillus subtilis dan Mucor gypseum dengan 1,741 mg/ml.

Jahe

Jahe (Zingiber officinalis) adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Aroma jahe disebabkan oleh minyak atsiri sedangkan


(41)

15

kandungan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas (Koswara 1995). Komposisi kimia jahe dapat dilihat pada Tabel 4.

Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi & Sugiyono 1992). Rimpang jahe banyak digunakan untuk radang lambung, masuk angin, menambah nafsu makan, muntah-muntah, kolera, sakit perut, rematik, bengkak-bengkak, terkilir, difteri, memperlancar peredaran darah, gangguan syaraf, dan penghangat badan (Koswara 1995).

Tabel 4 Komposisi kimia jahe per 100 gram (berat basah)

Komponen Jumlah

Jahe segar Jahe kering

Energi (KJ) 184,0 1424,0

Protein (g) 1,5 9,1

Karbohidrat (g) 1,0 6,0

Lemak (g) 10,1 70,8

Kalsium (mg) 21 116

Fosfor (mg) 39 148

Besi (mg) 4,3 12

Vitamin A (SI) 30 147

Vitamin C (mg) 4 -

Serat kasar (g) 7,53 5,9

Total abu (g) 3,70 4,7

Sumber : Koswara (1995)

Proses Pembuatan Sie Reuboh

Sie reuboh merupakan produk pengolahan bahan pangan daging khas Aceh. Dalam proses pembuatannya sie reuboh menggunakan daging sapi atau kerbau dengan penambahan cuka aren, garam, lemak, dan rempah-rempah. Pada sie reuboh dilakukan proses pemanasan berulang secara berkala sampai lemaknya mencair dengan bertujuan untuk keawetan dan menjaga higienitas dari

sie reuboh itu sendiri.

Perebusan daging dalam pembuatan sie reuboh dilakukan pada suhu didih air (+ 100oC) hingga daging masak. Pemberian cuka aren dilakukan ketika daging sudah mendidih (15 menit setelah mendidih). Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sie reuboh selain daging sebagai bahan baku utama adalah cuka aren, garam, lemak dan rempah atau bumbu.

Asam asetat untuk produksinya dapat dilakukan secara fermentasi dan kimia. Di Indonesia fermentasi asam asetat merupakan kegiatan industri rumah


(42)

16

tangga terutama di daerah yang banyak ditumbuhi pohon aren. Dari bagian tandan bunga pohon aren diperoleh cairan bening yang rasanya manis dan dikenal sebagai nira aren. Nira aren dapat dimanfaatkan menjadi gula merah, tuak dan cuka aren. Cuka aren diperoleh dengan membiarkan nira mengalami fermentasi secara alamiah.

Garam (NaCl) sering disebut garam dapur, banyak digunakan sebagai penyedap pada makanan maupun bahan pengawet ikan, daging dan telur (Buckle, 1985). Tujuan pemberian garam pada makanan adalah untuk memberikan cita rasa, melunakkan daging, menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang bersifat proteolitik dan mengaktifkan kerja enzim (Landsdell et al., 1995).

Awetnya suatu bahan pangan akibat penambahan garam adalah karena menurunnya aktivitas air hingga titik tertentu (Huffman et al. 1996). Secara teoritis penurunan aktivitas air tersebut diakibatkan oleh garam terionisasi dalam larutan dan setiap ion menarik molekul air dari dalam daging sehingga air didalam daging tertarik keluar dan kedudukan air digantikan oleh garam hingga tercapai keadaan tekanan osmosis yang seimbang. Akibatnya sisa cairan didalam daging semakin mengental dan protein mengalami penggumpalan yang mengakibatkan daging mengalami pengerutan.

Keberadaan lemak pada permukaan daging dapat berfungsi sebagai emulsi dan anti mikroba. Lebih lanjut dikatakan bahwa asam lemak bebas, ester monogliserol, ester poligliserol dan trigliserida memperlihatkan aktivitas melawan beberapa bakteri gram negatif dan ragi. Pencegahan pertumbuhan mikroba yang diperlihatkan oleh lemak adalah dengan mempengaruhi dinding sel bakteri. Asam lemak juga membentuk suatu selaput selapis disekeliling bakteri yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri tersebut karena terjadi penghambatan pengangkutan hara ke dalam sel dan peningkatan hasil metabolisme di dalam sel. Penambahan lemak tidak hanya berfungsi sebagai anti mikrobial tetapi juga mampu meningkatkan cita rasa. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa komposisi lemak yang terdapat pada bahan pangan mempunyai efek melindungi mikroba terhadap pemanasan, sehingga bahan pangan berlemak membutuhkan suhu dan waktu pemanasan yang lebih tinggi dan lebih lama.


(43)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini terbagi atas dua tahap yaitu di Aceh Besar yang dilakukan pada bulan Maret – Juli 2006 dan di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada bulan Agustus – September 2006. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, pada bulan Agustus – September 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sie reuboh terdiri atas daging sapi bagian paha (round), lemak sapi, bawang putih, cabe merah segar, cabe merah kering, cabe rawit, lengkuas, jahe, bubuk kunyit, cuka aren, garam dan air. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sie reuboh adalah kuali tanah liat, blender (merk National), kompor gas (merk Rinnai), sendok kayu untuk pengaduk sie reuboh, dan termometer.

Analisis kadar air menggunakan peralatan oven, desikator, cawan petri, blender (merk National), dan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2 desimal.

Analisis kadar lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al. 1989). Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2 desimal, labu Soxhlet, oven, desikator, botol timbang. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar lemak adalah kertas saring, dan ether.

Analisis kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl (Apriyantono et al. 1989). Bahan kimia yang digunakan adalah selenium mix, H2SO4 pekat, aquades, NaOH, asam borat, metil merah dan HCl. Peralatan yang

digunakan untuk analisis ini adalah blender, labu Kjeldahl, labu erlenmeyer dan buret.

Analisis tingkat ketengikan lemak (rancidity) sie reuboh menggunakan metode bilangan peroksida (Apriyantono et al., 1989). Bahan yang digunakan untuk analisis ini adalah aquades, asam asetat, kloroform, larutan KI jenuh, larutan Na2S2O3, dan larutan pati 1%. Peralatan yang digunakan adalah labu


(44)

18

Analisis asam lemak bebas (Apriyantono et al. 1989) menggunakan bahan kimia alkohol netral 95%, NaOH, indikator PP (Phenolphtalin) dan aquades. Peralatan yang dibutuhkan adalah labu erlenmeyer, timbangan digital, buret, pipet ukur, labu ukur dan kompor listrik. Analisis Thio Barbiturat Acid (TBA) (Ketaren 1989) menggunakan bahan kimia HCl, akuades, dan pereaksi TBA. Peralatan yang dibutuhkan adalah waring blender, labu distilasi, alat distilasi, tabung reaksi bertutup, dan spektrofotometer.

Pengujian total mikroba menggunakan metode Standard Plate Count dengan media Plate Count Agar (PCA). Bahan yang digunakan adalah plate count agar (PCA), larutan pengencer Broth Peptone Water (BPW) dan aquades. Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, pipet ukur, pipet volume, cawan petri dan inkubator.

Analisis daya cerna protein secara in vitro menggunakan teknik multi nzim (Apriyantono et al., 1989). Bahan yang digunakan adalah air destilata, HCI atau NaOH 0,1 N, dan larutan multi enzim. Peralatan yang digunakan adalah mortar atau blender, ayakan ukuran 80 mesh, gelas piala, penangas air (water both), magnetic stirrer, dan pH meter.

Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan resep standar sie reuboh yang dimulai dengan melakukan survey dan wawancara terhadap masyarakat Aceh Besar yang dipilih secara purposif, kemudian dilanjutkan dengan pengujian resep menggunakan uji organoleptik (uji beda berpasangan dan uji kesukaan). Survey dan wawancara ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu kuesioner seperti yang tersaji pada Lampiran 1. Berdasarkan survey dan wawancara tersebut, kemudian dilakukan uji coba pembuatan sie reuboh dan selanjutnya produk yang dihasilkan diuji organoleptik (uji beda berpasangan dan kesukaan) dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 2. Penelitian pendahuluan inidilakukan di Aceh Besar pada bulan Maret – Juli 2006.

Pemilihan lokasi penelitian tahap pertama di Aceh Besar dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa sie reuboh merupakan makanan khas masyarakat Aceh Besar sehingga mempermudah identifikasi proses dan resep pembuatan sie reuboh itu sendiri. Penentuan responden pada


(45)

19

penelitian pendahuluan ini dilakukan secara purposif yaitu harus memenuhi kriteria-kriteria seperti warga asli Aceh Besar dan berdomisili di Aceh Besar, berusia ≥ 45 tahun, mampu dan biasa memasak dan mengolah sie reuboh, dan biasa mengkonsumsi sie reuboh.

Berdasarkan hasil survei dan wawancara terhadap 20 orang responden tersebut diperoleh kesimpulan umum bahwa resep sie reuboh terdiri atas 2 jenis, yaitu (1) menggunakan bumbu yang lebih lengkap dan (2) kurang lengkap. Bahan dan jumlah masing-masing resep dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Kedua resep tersebut kemudian diuji beda berpasangan (paired different test) menggunakan 30 orang panelis yang berasal dari Aceh Besar.

Masing-masing responden akan diberikan empat sie reuboh, yaitu dua sie reuboh yang dimasak dengan bumbu lengkap dan dua sie seuboh yang dimasak dengan bumbu kurang lengkap. Keempat sie reuboh tersebut kemudian diberi kode yang berbeda. Panelis pada uji beda berpasangan diminta mengidentifikasi sampel yang sama dan lebih baik menurut panelis.

Menurut Jellinek (1985) bahwa pada uji beda berpasangan menggunakan 30 panelis, jumlah minimum panelis yang menjawab benar dengan selang kepercayaan 5% adalah 20 orang. Nilai minimal panelis untuk uji beda berpasangan disajikan pada Lampiran 5. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dari dua resep yang didapatkan memiliki perbedaan yang nyata.

Uji terakhir untuk menentukan resep standar sie reuboh adalah dengan uji kesukaan. Uji kesukaan dilakukan setelah uji beda berpasangan. Parameter uji kesukaan ini meliputi kesukaan warna, aroma, rasa, dan keempukan dari sie reuboh. Uji kesukaan pada penelitian pendahuluan ini menggunakan 5 skala pengukuran, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) netral/ biasa, (4) agak suka, dan (5) suka. Resep yang memiliki hasil rata-rata kesukaan lebih tinggi akan dipilih sebagai resep standar dari sie reuboh untuk digunakan dalam penelitian lanjutan.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh frekuensi pemanasan berulang terhadap kandungan gizi sie reuboh (kadar air, protein, dan lemak); mutu protein (daya cerna protein); kerusakan lemak (kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA); jumlah mikroba dan sifat organoleptik sie reuboh. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus –


(46)

20

September 2006 di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Proses pembuatan sie reuboh dilakukan sesuai dengan diagram alir hasil penelitian pendahuluan (Gambar 2).

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh Daging sapi segar bagian paha

Pencucian dengan air bersih 3-4 kali Pemotongan bentuk kubus seberat 80 – 100 gram

Penirisan 5 – 10 menit

Daging siap olah

Rempah / bumbu : Bawang putih Cabe merah segar

Cabe rawit Cabe merah kering

Kunyit Jahe Lengkuas

Garam

Penggilingan hingga halus

Bumbu halus

Pemasakan dengan api sedang hingga mendidih dan biarkan selama

15 menit

Penambahan cuka aren

Pemasakan lebih lanjut menggunakan api besar selama + 45 menit

SIE REUBOH

Lemak (gajih) bersih dipotong seberat 10 – 30 gram

Pencampuran semua bahan di dalam kuali tanah Pembersihan dan pembuangan lemak


(47)

21

Daging sapi bagian paha untuk penelitian lanjutan diperoleh dari pedagang daging di Pasar Anyar Bogor. Mula-mula dibuat sie reuboh dalam dua belanga tanah yang berbeda namun dilakukan pada suhu dan waktu yang sama. Fungsi pembuatan sie reuboh dalam dua belanga tanah ini adalah sebagai ulangan dari perlakuan pemasakan sie reuboh. Setelah pembuatan sie reuboh selesai dilakukan pemanasan setiap dua hari sekali sebanyak 6 kali sehingga diperlukan total waktu 13 hari, seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kegiatan pemanasan berulang dan uji yang dilakukan pada sie reuboh

Kegiatan Hari ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Ulangan 1 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Ulangan 2 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Uji Kimia √ √ √ √ √ √ √

Uji Kesukaan √ √ √ √

Keterangan :

P0-6 : Pemanasan ke-0 sampai dengan pemanasan ke-6

√ : Uji Kimia dan uji kesukaan

Prosedur pemanasan dilakukan seperti pada diagram alir proses pemanasan ulang sie reuboh (Gambar 3). Analisis kandungan gizi sie reuboh yang meliputi kadar protein, kadar lemak, daya cerna protein secara in vitro, kerusakan lemak (metode bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan bilangan TBA) dan kadar air. Selain itu juga dilakukan analisis jumlah mikroba setiap dua hari sekali setelah proses pemanasan berulang.

Gambar 3 Diagram alir proses pemanasan sie reuboh

SIE REUBOH

Pemanasan dengan api kecil selama 5 menit hingga mencapai suhu + 45oC

Air 100 gram

Pemanasan kembali dengan api kecil hingga suhu 65oC selama + 5 menit

Pemanasan lebih lanjut dengan api sedang hingga suhu 110oC – 115oC selama + 20 menit hingga semua lemak mencair

SIE REUBOH Hasil Pemanasan Ulang ke-n


(48)

22

Uji kesukaan dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Uji kesukaan dilakukan setiap 4 hari sekali dengan menggunakan panelis yang sama, sehingga dilakukan 4 kali uji kesukaan selama 13 hari penelitian. Uji organoleptik dilakukan setiap 4 hari dimaksudkan agar panelis dapat merasakan sifat organoleptik sie reuboh karena pengaruh pemanasan berulang yang dilakukan. Uji kesukaan dilakukan baik untuk sie reuboh ulangan ke-1 dan ke-2. Untuk mendapatkan panelis yang sama, pada proses rekruitmen, panelis diminta kesediaannya untuk melakukan uji organoleptik setiap 4 hari sekali selama penelitian berlangsung.

Uji kesukaan ini bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang. Adapun karakteristik sie reuboh yang ingin diketahui meliputi tingkat kesukaan terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur (keempukan). Uji kesukaan pada sie reuboh tahap lanjutan ini menggunakan 7 skala pengukuran yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral/ biasa, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka (Jellinek 1985). Lembar uji organoleptik untuk tahap ini tersaji pada Lampiran 6.

Analisis kandungan gizi yang dilakukan pada sie reuboh meliputi mutu protein menggunakan metode Semi Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989), penentuan tingkat kerusakan lemak yang diwakili dengan penentuan angka peroksida berdasarkan prosedur pada Apriyantono et al. (1989), penentuan asam lemak bebas (FFA) berdasarkan metode Apriyantono et al. (1989), dan bilangan TBA berdasarkan prosedur dari Ketaren (1986). Jumlah mikroba (total bakteri) pada sie reuboh dianalisis menggunakan metode cawan total (total plate count)berdasarkanFardiaz (1989). Daya cerna protein secara in vitro ditetapkan dengan Metode Tarladgis (1960) diacu dalam Apriyantono et al. (1989).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penentuan panelis untuk penelitian pendahuluan dilakukan secara purposif. Penentuan resep standar didasarkan pada hasil wawancara dan uji organoleptik. Uji organoleptik terdiri dari uji beda berpasangan dan uji kesukaan.

Uji beda resep sie reuboh dilakukan dengan uji beda berpasangan (paired different test) terhadap 30 orang panelis. Rancangan percobaan yang


(49)

23

dilakukan pada penelitian lanjutan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 7 taraf perlakuan dan 2 ulangan. Model matematik yang digunakan adalah :

γ

ij =

μ

+

σ

i +

ε

ij

γij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh perlakuan pemanasan

εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pada ulangan ke-j i = Perlakuan yang diberikan (pemanasan, i = 0,1,2,3,4,5,6) j = ulangan dari perlakuan (1,2)

Analisis untuk mengolah data penelitian ini menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data hasil uji beda berpasangan pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda berpasangan dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan jumlah mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan perlakuan (pemanasan) digunakan uji lanjut Duncan. Data uji kesukaan pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam (One Way Anova) (Stell & Torrie 1997).

Definisi operasional

Sie reuboh adalah produk pengolahan bahan pangan daging khas daerah Aceh Besar yang diawetkan dengan metode pemanasan, perebusan, penurunan aktivitas air, penggaraman, pengasaman dan penggunaan rempah-rempah.

• Resep standar adalah resep yang menggunakan komposisi dan berat bahan-bahan dengan ukuran tertentu dari waktu ke waktu dan mampu menghasilkan produk dengan cita rasa yang konsisten

• Resep kontrol adalah resep standar sie reuboh yang mengalami satu kali proses pemasakan atau sie reuboh yang baru dimasak dan belum mengalami pemanasan berulang.

• Organoleptik (sifat inderawi) adalah sifat-sifat yang melekat pada suatu bahan pangan yang dapat diinderakan/dikarakterisasi oleh alat inderawi seperti indera perasa, pencium dan penglihatan


(50)

24

• Pemanasan berulang adalah prosedur pengawetan menggunakan pemanasan berupa perebusan yang dilakukan secara periodik dari waktu ke waktu, pada penelitian ini periode pemanasan dilakukan setiap 2 hari sekali


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tradisi Pembuatan Sie Reuboh

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan wawancara dan survei terhadap 20 orang responden yang yang dipilih secara purposif dan berdomisili di Aceh Besar dengan tujuan untuk melihat gambaran umum pembuatan sie reuboh. Kriteria pemilihan panelis ini adalah (1) warga asli Aceh Besar dan berdomisili di Aceh Besar, (2) berusia ≥ 45 tahun, (3) mampu dan biasa memasak dan mengolah sie reuboh, dan (4) biasa mengkonsumsi sie reuboh. Hasil wawancara terhadap panelis secara ringkas disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil wawancara panelis

Karakteristik n %

Memasak sie reuboh dikaitkan dengan kesempatan khusus

Ya (idul Fitri, Meugang, Idul Adha) 11 55

Tidak 9 45

Jumlah daging yang digunakan

1-2 kg 10 50

3-4 kg 7 35

> 4 kg 3 15

Perlakuan terhadap sie rebouh yang tidak habis

Diolah kembali 10 50

Disimpan 10 50

Tempat menyimpan sie reuboh

Kuali tanah, tidak tertutup rapat 9 45

Lemari (masih menggunakan kuali tanah, tidak tertutup) 10 50

Lemari es 1 5

Pemanasan ulang sie reuboh

1 hari sekali 8 40

2 hari sekali 10 50

3 hari sekali 2 10

Waktu untuk mengkonsumsi sie reuboh hingga habis

1 minggu 5 25

2 minggu 9 45

3 minggu 5 25

4 minggu 1 5

Bumbu yang digunakan untuk membuat sie reuboh

Lengkap 10 50

Tidak lengkap 10 50

Bagian daging yang digunakan

Paha 17 85

Semua bagian 3 15

Waktu memasak sie reuboh hingga matang

0,5-1 jam 13 65


(1)

Lampiran 35 Prosedur Analisis

1. Kadar Air dengan Metode Oven (Apriyantono et al., 1989)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (untuk cawan aluminium didinginkan selama 10 menit dan cawan porselin didinginkan selama 20 menit).

Timbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang telah dihomogenkan dalam cawan. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 1 malam (16 jam).

Pindahkan cawan ke desikator, tutup dengan penutup cawan lalu dinginkan. Setelah dingin timbang kembali. Keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh beras yang tetap.

Kadar air sampel dihitung menggunakan persamaan berikut : Berat sampel (gram) = W1

Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2 Kehilangan berat (gram) = W3

100 )

(

2 3 x W W basis dry air kadar

Persen =

100 )

(

1 3 x W W basis wet air kadar

Persen =

100 tan

1 2 x W W pada

Total =

2. Kadar Protein Kasar dengan Metode Kjeldahl-Mikro (Apriyantono et al., 1989)

Bahan ditimbang sebanyak 0,5-0,9 gram menurut besarnya kandungan protein. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan dimasukkan 2,5-5 gram selenium mixture serta 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan pada ruang asap mula-mula dengan api kecil, kemudian dibesarkan sehingga larutan berwarna kehijauan dan uap SO2 hilang.


(2)

Larutan tesebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Larutan dipipet sebanyak 10 ml NaOH 30% kemudian disuling. Destilat ditampung ke dalam 20 ml larutan H3BO3 3%. Destilasi dilakukan sampai uap destilasi tidak bereaksi lagi (diuji dengan kertas pH). Selesai destilasi ujung kondensor dibilas dengan air suling. Larutan H3BO3 ditirtasi dengan HCl standar. Metil merah digunakan sebagai indikator.

ersi FaktorKonv x N Total otein x x n pengencera faktor x HCl N x contoh bobot mg contoh ml Nitrogen Total % Pr % 100 14 % = =

3. Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al., 1989)

Ambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan digunakan, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator, timbang. Timbang 5 gram sampel dalam saringan timbel yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak.

Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian pasang alat kondesor di atasnya, dan labu lemak dibawahnya. Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan.

Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Distilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan dinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya tersebut. Berat lemak dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

100 ) ( ) ( % x gram sampel Berat gram lemak Berat Lemak =

4. Kadar Asam Lemak Bebas (Apriyantono et al., 1989)

Bahan diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu diambil contohnya. Timbang sebanyak 28,2 + 0,2 gram contoh dan masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 50 mL alkohol netral yang panas dan 2 mL indikator phenolphthalein (PP). Titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah


(3)

distandarisasi sampai diperoleh warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat

Asam lemak bebas dinyatakan sebagai %FFA atau sebagai angka asam. Angka asam adalah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 gram contoh.

100 1000

% x

x contoh berat

lemak asam molekul Berat

x N x NaOH mL FFA=

5. Penetapan Bilangan Peroksida (Apriyantono et al., 1989)

Timbang 5 + 0,05 gr contoh dalam erlenmeyer 250 mL bertutup dan + 30 mL larutan asam asetat kloroform (3 : 2). Goyangkan larutan hingga bahan terlarut semua. Tambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh. Diamkan selama 1 menit dengan sesekali digoyang kemudian + 30 mL aquadest. Titrasi dengan larutan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuningnya hampir hilang. + 0,5 mL larutan pati 1% dan lanjutkan titrasi hingga warna biru mulai hilang. Angka peroksida dinyatakan dalam mili equivalen dari peroksida dalam tiap 1000 gram contoh.

) (

1000 3

2 2

gr contoh berat

x thio N x O S Na mL peroksida

Angka =

6. Penetapan Bilangan TBA dengan Metode Tarladgis (1960) dalam Apriyantono et al., 1989

Timbang bahans sebanyak 10 gram, masukkan ke waring blender, tambahkan 50 ml akuades dan hancurkan selama 2 menit. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu distilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades. Tambahkan + 2,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1,5. Tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming agent) secukupnya dan pasanglah labu distilasi pada alat distilasi. Jika ada gunakan eectric mantle heater. Distilasi


(4)

dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan.

Aduk merata distilat yang diperoleh, pipet 5 ml distilat ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 ml pereaksi TBA, tutup, campur merata lalu panaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Buat blanko dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel di atas.

Dinginkan tabung reaksi dengan air pendingin selama + 10 menit kemudian ukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Gunakan sampel sel berdiameter 1 cm. Hitung bilangan TBA yang dinyatakan dalam mg malonaldehid-per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 D.

7. Analisis Daya Cerna Protein dengan Metode Enzimatis (Sanders, Connor, Bickkoff & Kohler, 1973)

Timbang sejumlah sampel kira-kira setara dengan 0.2 gr protein ke dalam gelas piala atau erlenmeyer 100 ml. Tambahkan ke dalamnya HCl 0.1N sebanyak 25 ml. Tambahkan sebanyak 0.1gr pepsin atau 1 ml suspensi pepsin (1 gr pepsin dilarutkan ke dalam HCl 0.1 N sebanyak 10 ml) . Tambahkan sebanyak 1 ml Na Azid 0.05N. Inkubasikan selama 3 jam pada suhu 370C dalam waterbath bergoyang.

Atur pH sampai 7.0 dengan menambahkan NaOH 4N. Tambahkan 0.1 gr Pankreatin atau 1 ml suspensi Pankreatin (1 gr Pangkreatin dilarutkan ke dalam 10 ml akuades). Inkubasikan selama 24 Jam pada suhu 370C dalam

waterbath bergoyang. Saring dengan menggunakan kertas saring sampai semua residu tertinggal ke dalam kertas saring. Residu dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode Kjeldahl.

Protein Total – Protein Tidak Tercerna

Daya Cerna Protein = --- x 100 Protein Total


(5)

8. Penentuan Total Bakteri menggunakan Metode Cawan

Sebanyak 10 gram contoh yang telah dihaluskan dilarutkan dalam larutan garam fisiologis 0,85% sebanyak 90 mL. Dari larutan ini diencerkan kembali sampai tingkat pengenceran yang dikehendaki. Dari setiap tingkat pengenceran diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan diberi 15 – 20 mL PCA cair. Selanjutnya cawan diputar membentuk angka delapan dan dibiarkan membeku. Cawan petri tersebut kemudian dibalik dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 2 x 24 jam. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan Standar Plate Count


(6)

Kesimpulan

Resep standar yang dipakai pada penelitian ini adalah sie reuboh dengan bumbu lengkap yang terdiri dari 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air.

Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan penurunan kadar protein dari 82,36 menjadi 62,60% (bk), penurunan daya cerna protein dari 87,42% menjadi 79,83%. Kadar asam lemak bebas meningkat 9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g menjadi 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA pun mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan sampai pemanasan ke-3, tidak nyata perubahannya dari pemanasan 3 sampai 4, tetapi menurun kembali setelah pemanasan ke-4sampai ke-6. Jumlah mikroba berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml.

Pemanasan berulang berpengaruh terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, serta meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh pada peningkatan kesukaan terhadap rasa dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap kesukaan aroma.

Saran

Kandungan gizi sie (kadar protein dan daya cerna protein) dan jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan berulang masih berada pada tingakatan baik dan masih dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, tradisi pembuatan sie ruboh sebagai makanan tradisional perlu dipertahankan. Karena mampu menjadi alat untuk perbaikan gizi masyarakat.

Perlu dilakukan analisis terhadap kadar kolesterol pada sie reuboh setelah mengalami pemanasan berulang dan uji biologis untuk melihat apa yang terjadi di dalam sel. Meminimalkan proses pemanasan berulang pada sie reuboh untuk menghindari kerusakan lemak yang tinggi.