Knowledge, attitude and practices kennel owner related to animal welfare in Province of DKI Jakarta

(1)

PROVINSI DKI JAKARTA

TEUKU ALI IMRAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012 Teuku Ali Imran B251100184


(3)

Animal Welfare in Province of DKI Jakarta. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and TITIEK SUNARTATIE

Kennel is the place for care and breeding dogs. Kennel used to preserve the genetic and as an attempt to take provit. A good kennel management must consider the welfare of animals to ensure the quality of the dogs life during their stay there. This studied aim to observe: the level of animal welfare at the kennel, the level of knowledge, attitude and practices of kennel owner performed by interviewing respondents using questionnaires and observation. Data analysis to determine associations between variables using chi-square and gamma tests. The results show that the characteristics of the owner (age, level of education, training, experience and scale of business) are not related. There is association between knowledge (P<0,05) and attitudes (P<0,05) towards animal welfare practices.


(4)

Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TITIEK SUNARTATIE.

Manusia dan anjing sudah sejak lama hidup bersama. Keduanya memiliki hubungan cukup menarik selama ribuan tahun. Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa anjing dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara eksternal maupun internal. Anjing telah berkontribusi sebagai terapi untuk berbagai kelompok dalam masyarakat termasuk anak-anak, orang tua, penyandang cacat dan narapidana. Ikatan hewan dan manusia secara berdampingan dikaitkan dengan banyak aspek menguntungkan, terlepas dari kebutuhan yang berbeda dari setiap individu.

Namun bagaimana jika anjing berada di lingkungan terbatas, seperti contoh di kennel. Kennel merupakan tempat pemeliharaan, perkembangbiakan dan pemuliaan ras anjing. Biasanya kennel memberikan kebutuhan biologis hewan peliharaan tetapi mengabaikan kebutuhan emosional mereka. Perspektif ini muncul dari anggapan bahwa emosi tidak terukur pada hewan dan kesehatan emosional tidak relevan dengan penderitaan pada hewan. Pemikiran ini membuat penekanan pada kecukupan biologis sebagai alasan tunggal dalam hal penderitaan pada hewan. Ada anggapan bahwa, hewan tidak bisa menderita karena tekanan emosional, akibatnya kebutuhan emosional sering diabaikan. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengungkapkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan di kennel.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) kondisi kesejahteraan hewan pada kennel di wilayah DKI Jakarta, (2) tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan dan (3) hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (1) kondisi kennel di DKI Jakarta sudah sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan, (2) tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan sudah baik dan (3) terdapat korelasi antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan.

Metode wawancara dilakukan terhadap pemilik kennel sebagai responden menggunakan kuesioner dan observasi menggunakan checklist berkaitan dengan kesejahteraan hewan. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan. Isi checklist memuat pertanyaan mengenai kondisi kesejahteraan hewan di lapangan. Responden diambil pada kennel yang terdapat di wilayah : Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat berdasarkan data sekunder dari Perkumpulan Kinologi Indonesia (PERKIN) Jaya tahun 2011. Besaran sampel yang diambil sebanyak 87 responden dari 831 pemilik kennel. Besaran sampel dihitung menggunakan Win Episcope 2.0 dengan asumsi proporsi pemilik

kennel yang menerapkan prinsip kesejahteraan hewan adalah 50%, tingkat

kesalahan 10% dan tingkat kepercayaan 95%. Sampel diambil menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana.

Dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16, data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan Uji Gamma, untuk melihat adanya hubungan/korelasi antara peubah-peubah yang diamati dan untuk mengetahui asosiasi antara peubah-peubah yang berskala ordinal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya karakteristik pengalaman dan skala usaha terhadap variabel sikap yang memiliki hubungan positif nyata.


(5)

hewan.

Hasil tingkat pengetahuan responden mengindikasikan bahwa responden telah mengetahui tentang kesejahteraan hewan sedang sampai baik. Banyaknya tingkat pengetahuan responden kategori sedang sampai baik ini, terutama diperoleh secara otodidak. Hal ini disebabkan karena kurangnya penyelenggaraan program kursus/pelatihan tentang kesejahteraan hewan.

Berdasarkan indikator sikap responden mengindikasikan bahwa secara umum responden memiliki sikap negatif sampai netral tentang kesejahteraan hewan. Banyaknya kategori sikap netral dari responden yang dibentuk dari pengetahuan dan pengalaman atau kebiasaan-kebiasaan mereka selama memelihara anjing di kennel sudah memadai. Faktor kurangnya mengikuti program kursus atau pelatihan tentang kesejahteraan hewan di kennel, membuat responden merasa yakin apa yang diketahui selama ini sudah sesuai.

Hasil penjumlahan kumulatif praktik dan observasi menunjukkan kondisi kesejahteraan hewan yang sebenarnya di kennel. Gambaran responden melakukan praktik kesejahteraan hewan didominasi kategori kurang (53 %). Hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan responden kurang peduli terhadap kesejahteraan anjing di kennel. Mengingat keterbatasan lahan kennel dan waktu responden dalam memberikan perhatian terhadap anjing di kennel.

Adanya hubungan antara pengetahuan dengan praktik (0,017) dan sikap dengan praktik (0,006). Sementara pengetahuan dengan sikap tidak memiliki asosiasi (0,169). Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan dan sikap responden berpengaruh terhadap praktik responden terkait kesejahteraan hewan.


(6)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

PROVINSI DKI JAKARTA

TEUKU ALI IMRAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan karunia Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini adalah Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta.

Penghargaan setingi-tingginya penulis ucapkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. dan ibu drh. Titiek Sunartatie, MS selaku komisi pembimbing atas segala dukungan, bimbingan dan arahan terhadap penelitian dan penulisan tesis. Penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Bapak drh. Chaerul Basri, M.Si selaku Site Manajer Program Studi serta Bapak Agus Haryanto, SE yang telah membantu kelancaran studi ini. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak drh. Saifuddin Zuhri (Kepala SKP Kelas I Banda Aceh), bapak Dr. Ir. M. Musyaffak Fauzi, SH, M.Si (Kepala BBKP Soekarno-Hatta) dan bapak Soefandi (Ketua PERKIN Jaya) yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan saran. Terimakasih juga kepada rekan-rekan seperjuangan kelas khusus karantina hewan angkatan 2 atas kebersamaan dan kekompakan selama ini.

Akhirnya terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah dan Ibu atas iringan doanya. Istriku Cut Ratna Dewi, putraku Teuku Adzim Fadhlurrahman dan putriku Cut Zharifa Qarira tercinta, atas semua dukungan, pengertian, kesabaran menanti, kasih sayang dan doanya.

Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk mendukung kebijakan peraturan di Indonesia.

Bogor, Juni 2012


(10)

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 27 Januari 1976 dari ayah Teuku Burhanuddin dan ibu Alm. Rukiah. Penulis merupakan putra ketujuh dari tujuh bersaudara.

Pendidikan Sarjana ditempuh penulis pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (FKH-UNSYIAH), lulus pada tahun 2000. Setelah lulus dari FKH UNSYIAH, penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada Badan Karantina Pertanian pada tahun 2005 dan ditempatkan di Balai Besar Karantina Hewan Soekarno-Hatta Jakarta. Setelah dua tahun enam bulan bertugas, pada Juli 2007 penulis dimutasi ke Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh. Tahun 2010 penulis mendapat beasiswa dari Badan Karantina Pertanian untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi KMV di Sekolah Pascasarjana IPB.


(11)

Judul Penelitian : Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta

Nama : Teuku Ali Imran NRP : B 251100184

Program Studi : Kesehatan Masyarakat Veteriner (KMV)

Disetujui : Komisi Pembimbing

Diketahui :

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si

Ketua Anggota

drh. Titiek Sunartatie, MS

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


(12)

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan ... 3

Sikap ... 3

Praktik ... 4

Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik ... 5

Karakteristik…………. ... 6

Kesejahteraan Hewan………. .... 6

Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan ... 8

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Kerangka Konsep Penelitian ... 15

Desain Penelitian ... 15

Responden dan Sampel ... 16

Pembobotan dan Penilaian Kuesioner ... 16

Definisi Operasional ... 18

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian ... 20

Kondisi Umum Kennel di Provinsi DKI Jakarta ... 22

Karakteristik Pemilik Kennel ... 23

Pengetahuan ... 25

Sikap ... 28

Praktik ... 30

Kondisi Kesejahteraan Hewan ... 34

Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan ... 34

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kesejahteraan Hewan ... 35


(13)

Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN. ... 42


(14)

Halaman 1 Besaran sampel pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta ... 16 2 Luas dataran wilayah DKI Jakarta……….. ... 21 3 Jumlah Penduduk menurut kabupaten/kota dan jenis

kelamin di wilayah DKI Jakarta... 21 4 Populasi pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta ... 23 5 Distribusi responden berdasarkan karakteristik ... 24 6 Distribusi responden berdasarkan indikator pengetahuan

terkait kesejahteraan hewan ... 26 7 Kumulatif pengetahuan responden terkait kesejahteraan

hewan ... 27 8 Distribusi responden berdasarkan indikator sikap terkait

kesejahteraan hewan ... 28 9 Kumulatif sikap responden terkait kesejahteraan

hewan ... 29 10 Distribusi responden berdasarkan indikator praktik

terkait kesejahteraan hewan ... 31 11 Kumulatif praktik responden terkait kesejahteraan

hewan ... 32 12 Observasi responden terkait kesejahteraan hewan ... 33 13 Kumulatif praktik dan observasi responden terkait

kesejahteraan hewan ... 34 14 Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap

dan praktik responden ... 34 15 Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik


(15)

Halaman 1 Diagram tiga aspek kesejahteraan hewan ... 7 2 Kerangka konsep penelitian ... 15


(16)

Halaman 1 Kuesioner pemilik kennel ... 43


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia dan anjing sudah sejak lama hidup bersama. Keduanya memiliki hubungan cukup menarik selama ribuan tahun. Namun hanya dalam beberapa tahun terakhir penelitian telah dilakukan untuk memperoleh data mengenai hubungan tersebut. Ada yang percaya bahwa anjing memiliki kepribadian, sementara ada yang ragu tentang bidang-bidang yang kaitannya dengan kognisi (kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan tentang kesadaran dan perasaan)

Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa anjing dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara eksternal maupun internal. Anjing telah berkontribusi sebagai terapi untuk berbagai kelompok dalam masyarakat termasuk anak-anak, orang tua, penyandang cacat dan narapidana. Dengan bantuan anjing, manusia mampu mengatasi apa pun yang menghalangi mereka dari fungsinya dalam masyarakat dan mencegah terjadinya trauma fisik atau emosional. Ikatan manusia dan hewan secara berdampingan dikaitkan dengan banyak aspek menguntungkan, terlepas dari kebutuhan yang berbeda dari setiap individu.

Richeson (2003) menyatakan bahwa ada penurunan perilaku gelisah yang cukup signifikan pada orang dewasa setelah intervensi animal-assisted therapy (AAT) selama tiga minggu. Allen et al. (2002) melaporkan bahwa kehadiran anjing peliharaan mengakibatkan detak jantung dan tekanan darah pemilik relatif lebih rendah. Tindakan membelai hewan kesayangan telah terbukti mengakibatkan penurunan sementara tekanan darah dan denyut jantung (Katcher 1981; Shiloh et al. 2003; Wilson 1991). Beberapa anjing memiliki kemampuan bawaan untuk mendeteksi kanker bahkan hipoglikemia (Wells et al.

2008). Keuntungan bagi kesehatan dalam jangka panjang diperoleh dari hewan peliharaan secara tidak langsung dengan meningkatkan latihan bersama pemilik hewan (Bauman et al. 2001; Brown dan Rhodes 2006; Serpell 1991).

Menurut Ledger (2004), bahwa kennel melakukan pekerjaan dengan baik dengan memberikan kebutuhan biologis hewan peliharaan tetapi mengabaikan kebutuhan emosional mereka. Perspektif ini muncul dari anggapan bahwa emosi tidak terukur pada hewan dan kesehatan emosional tidak relevan dengan penderitaan pada hewan. Pemikiran seperti ini membuat penekanan pada


(18)

kecukupan biologis sebagai alasan tunggal dalam hal penderitaan pada hewan. Ada anggapan bahwa, hewan tidak bisa menderita karena tekanan emosional, akibatnya kebutuhan emosional sering diabaikan. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengungkapkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel

terkait kesejahteraan hewan di kennel.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Kondisi kesejahteraan hewan pada kennel di wilayah DKI Jakarta

b. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan

c. Hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan:

- Memberikan informasi mengenai kondisi kesejahteraan hewan pada

kennel di wilayah DKI Jakarta

- Memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan di wilayah DKI Jakarta

- Memberikan motivasi, penerapan kesejahteraan hewan berdasarkan lima prinsip kebebasan untuk menunjang kualitas hidup anjing.

Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi kennel di DKI Jakarta sudah sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan

2. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan sudah baik

3. Terdapat korelasi antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan

Definisi pengetahuan menurut Supriyadi (1993) merupakan sekumpulan informasi yang difahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungan. Pengetahuan seorang individu dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan, keperluan, pengalaman, dan tingkat mobilitas materi informasi dalam lingkungannya. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman, atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam memori individu.

Menurut Walgito (2002), pengetahuan adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang objek itu. Bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut. Sedangkan Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca-indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo 2007). Menurut Rahayuningsih (2008) bahwa sikap merupakan bagaimana individu suka atau tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku individu tersebut. Sikap menyukai cenderung mendekat, mencari tahu dan bergabung. Sementara sikap tidak menyukai cenderung menghindar atau menjauhi.

Feldman (1985) menyatakan bahwa pengertian sikap harus dipertimbangkan dari segi komponen-komponen penyusunnya. Ketiga komponen utama ini meliputi komponen kognisi, afeksi, dan perilaku. Komponen afeksi mencakup arah dan intensitas dari penilaian individu atau macam perasaan yang dialami terhadap obyek sikap, komponen kognisi berkenaan dengan sistem keyakinan individu mengenai obyek sikap, sedangkan komponen perilaku


(20)

merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap objek sikap.

Beberapa pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang dirangkum dalam Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut: (1) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai, (2) sikap mempunyai daya dorong dan motivasi, (3) sikap relatif lebih menetap, (4) sikap mengandung aspek evaluatif, (5) sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah. Oleh karena itu menurut Gerungan (1996) menyatakan bahwa: (1) sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya, (2) sikap dapat mengalami perubahan, karena itu sikap dapat dipelajari orang, (3) objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi juga dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut, (4) sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki seseorang, (5) sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan/praktik atau perilaku. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata/praktik diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (Ali 2003).

Praktik

Praktik adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa tindakan itu terjadi karena adanya penyebab (stimulus), motivasi, dan tujuan dari tindakan itu. Tindakan dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono 2002).

Suparta (2002) menyatakan bahwa dalam pendekatan interaksionis, perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar.


(21)

Kondisi situasional luar mempengauhi sikap “dalam” dan selanjutnya sikap ini dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar.

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik

Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu objek akan menjadi attitude terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa, sikap mempunyai motivasi, yang berarti ada segi kedinamisan untuk mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia dengan objek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompoknya. Interaksi di luar kelompok bisa dilakukan melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku dan majalah.

Sarwono (2002) menyatakan bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Proses belajar itu sendiri dapat terjadi melalui proses kondisioning klasik atau melalui proses belajar sosial atau karena pengalaman langsung.

Hasil penelitian para ahli menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan tindakannya (Azwar 2003). Menurut Taryoto (1991) dalam Harihanto (2001), sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Sikap sangat menentukan tindakan (behavior) seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Seseorang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, besar kemungkinan mempunyai niat untuk bertindak positif juga terhadap objek tersebut, dan timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap objek tersebut.

Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidalk suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya (Harihanto 2001)


(22)

Karakteristik

Menurut Rakhmat (2001), karakteristik terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Faktor biologis meliputi genetik, sistem syaraf dan sistem hormonal, sedangkan faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen kognitif (intelektual), konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak, serta afektif (faktor emosional). Untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap objek tertentu, karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui karena pada hakekatnya perilaku manusia itu digerakkan oleh faktor dari dalam diri individu sendiri (Azwar 2003).

Menurut Azwar (2003) bahwa karakteristik individu meliputi variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan tindakan. Dalam penelitian ini karakteristik individu yang dilihat adalah: umur, pendidikan, pelatihan, pengalaman dan skala usaha.

Kesejahteraan Hewan

Kesejahteraan hewan pertama sekali diidentifikasi sebagai prioritas dalam Rencana Strategis OIE tahun 2001-2005. Negara-negara anggota OIE dalam sidang internasional membahas tentang kesejahteraan hewan dan membuat referensi tentang kesehatan hewan dengan menguraikan rekomendasi dan penjelasan yang mencakup pedoman praktek kesejahteraan hewan, dengan menegaskan kembali bahwa kesehatan hewan adalah komponen kunci dari kesejahteraan hewan (OIE 2011).

Konsep kesejahteraan dapat diterjemahkan dalam tiga definisi. Para ilmuwan bidang kesejahteraan hewan cenderung merefleksikan ke dalam aspek-aspek yang dipandang penting dalam mendefinisikan kesejahteraan, seperti:

 Status fisik (kebugaran)

Kesejahteraan didefinisikan sebagai status dari seekor hewan dengan usaha-usahanya untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan. Hewan mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dimana ia hidup. Menyesuaikan adalah suatu refleksi dari kondisi fisik hewan (Fraser and Broom 1990).

 Status mental (perasaan)

Kesejahteraan adalah tergantung dari bagaimana perasaan si hewan (Duncan 1993). Menurut Duncan bahwa status mental (perasaan) hewan sangat kritikal dan tidak perlu dihubungkan dengan hal kesehatan ataupun kebugaran.


(23)

 Alami (kealamiahan ciptaan Tuhan)

Menurut Rollin (1993) bahwa status mental (kesakitan dan penderitaan) adalah relevan dengan kesejahteraan. Memenuhi kealamian (telos) juga relevan dengan kesejahteraan. Ia mendefinisikan telos sebagai perbedaan-perbedaan genetik yang terlihat pada jenis/ras hewan dan temperamennya.

Beberapa definisi mengkombinasikan tiga aspek (mental, fisik atau alami), sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram tiga aspek kesejahteraan hewan

Kesejahteraan adalah mengenai sejauh mana seekor hewan sehat dan segar/bugar serta merasa nyaman/baik (Webster 2005). Aspek Lima Kebebasan telah diadvokasi oleh banyak kelompok sebagai suatu kerangka acuan kerja untuk mengukur kesejahteraan hewan dan termasuk tiga elemen, diantaranya: (a) Kesejahteraan seekor hewan dinyatakan dengan kapasitas kemampuannya

menghindari penderitaan dan mempertahankan kebugarannya (Webster 2005)

(b) Hewan-hewan tumbuh dan berkembang sangat baik ketika kebutuhan secara fisiologis dan psikologis untuk kehidupannya dipenuhi secara terus menerus dan faktor-faktor yang tidak menyenangkan dapat dikendalikan agar tidak terjadi atau bahkan tidak ada (Seamer 1993)


(24)

(c) Kesejahteraan seekor hewan terganggu ketika kesehatan fisiologis dan kondisi kejiwaannya (psikologis) yang berkaitan dengan kapasitas kemampuan mengetahui/mengenali mengalami gangguan (Morton 2000).

Kesejahteraan hewan harus memperhitungkan lima kebutuhan dasar (AWAC 1993), yang meliputi:

• Bebas dari kehausan, kelaparan dan kekurangan gizi; • Penyediaan kenyamanan pada tempat tinggal yang sesuai;

• Pencegahan atau diagnosis cepat dan perawatan cedera, penyakit atau infestasi parasit;

• Bebas dari stress;

• Kemampuan untuk menampilkan pola-pola perilaku normal.

Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan

Para ilmuwan kesejahteraan hewan dan peneliti psikologis (Gosling 2001; Gosling dan John 1999; Gosling dan Vazire 2002; Gosling, Kwan dan John 2003; Ledger 2004) telah melakukan penelitian untuk lebih memahami emosi hewan. Menurut Ledger (2004), kecemasan, frustrasi, takut dan depresi adalah bentuk yang paling umum dari gangguan emosi pada hewan di kennel. Perilaku kecemasan adalah penghentian perilaku normal termasuk makan, minum, dan bersosialisasi, bersamaan dengan upaya menarik perhatian melalui menggonggong atau menghindari perhatian dengan mempertahankan sikap waspada (hipersensitif terhadap rangsangan lingkungan yang ditandai dengan pupil melebar, mencondongkan telinga dan sikap kaku) di mana lingkungan sekitarnya terus dievaluasi.

Ketakutan adalah menunjukkan sikap mencoba untuk melarikan diri, bersembunyi, berkerumun, dan gemetar sebagai akibat dari kurangnya akses terhadap rangsangan. Banyak hewan dapat menjadi frustrasi dan mondar-mandir dengan menampilkan perilaku perpindahan tersebut, berputar-putar, dan melompat-lompat ke dinding. Setelah usaha yang gagal dalam mengatasi kondisi lingkungan, banyak hewan mungkin menampilkan perilaku depresi seperti lesu dan tidak adanya respon.

Pada tempat penampungan, anjing sering ditempatkan dalam kandang tunggal dengan pagar kawat yang memungkinkan untuk kontak visual, auditori dan stimulasi penciuman dengan anjing di sebelahnya. Desain seperti ini dapat


(25)

merangsang perilaku menggonggong dan agresif (Fox 1965; Wells 2004) dan memberikan kontribusi untuk menjaga makanan dan kandangnya (Reid et al. 2004). Sikap agresif anjing antar kandang dapat meningkatkan perilaku agresif pada manusia yang melewati batas-batas wilayahnya (Lindsay 2000).

Meskipun upaya untuk memperbaiki perilaku anjing selama di kennel

sering diarahkan pada memperkaya sarana dan prasarana lingkungan (misalnya dengan meningkatkan ukuran kandang, menyediakan meubel dan mainan), pengayaan juga difokuskan pada menyediakan lebih banyak kontak dengan manusia (Hetts et al. 1992; Hubrecht 1993; Hubrecht et al. 1992; Wells and Hepper 2000). Keragaman dalam kualitas perawatan yang diberikan kepada anjing di kennel, kemungkinan besar berkontribusi terhadap stres yang dialami oleh banyak anjing di lingkungan kennel (Beerda et al. 2000).

Selama di penampungan pada umumnya anjing menerima interaksi dengan manusia tergolong kecil (0,3-2,5%) dari waktu yang diamati (Hubrecht et al. 1992). Suatu situasi yang mungkin sangat sulit untuk anjing yang terbiasa kontak dengan manusia (Fox 1986). Hubrecht (1993) mengemukakan bahwa anjing yang diberikan peningkatan penanganan sehari-hari selama 30 detik, menunjukkan penurunan perilaku merusak dan lebih mudah bergaul dengan orang asing.

Kandang berkelompok dapat memperbaiki beberapa efek isolasi dengan memungkinkan anjing untuk berperilaku sosial, dengan meningkatkan kompleksitas fisik dan ukuran kennel (Hubrecht 1995). Kandang ini juga bisa digunakan sebagai strategi awal intervensi untuk mencegah tindakan agresif, misalnya anjing lebih tua mengajarkan hubungan antar anjing keterampilan sosial (Loveridge 1998). Namun, kandang berkelompok mungkin tidak praktis untuk tempat penampungan karena dapat meningkatkan resiko penularan penyakit, dan tidak cocok karena takut pada anjing yang agresif (Hubrecht 1995).

Upaya dalam menjaga kualitas hidup anjing peliharaan di Inggris yang mengacu pada Undang-Undang Kesejahteraan Hewan no. 9 Tahun 2006 (Animal Welfare Act 2006 no. 9), sebagai berikut:

(a) kebutuhan akan lingkungan yang sesuai; (b) kebutuhan diet makanan yang cocok;

(c) kebutuhan untuk dapat menunjukkan pola perilaku yang normal; (d) kebutuhan harus ditempatkan dengan, atau terpisah dari hewan lain, (e) kebutuhan perlindungan dari rasa sakit, penderitaan, cidera dan penyakit.


(26)

Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Hewan No. 9 Tahun 2006 bahwa pemilik harus selalu bertanggung jawab terhadap kebutuhan anjing. Jika pemilik tidak dapat merawat anjingnya, maka harus mempersiapkan orang lain yang cocok dengan pekerjaan tersebut. Orang yang dipercaya untuk merawat anjing oleh pemiliknya, maka ia juga akan bertanggung jawab secara hukum untuk kesejahteraan anjing tersebut. Jika pemilik atau yang bertanggung jawab terhadap anjing tersebut gagal dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan yang menyebabkan penderitaan, maka mereka akan dituntut berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.

Undang-Undang Kesejahteraan Hewan No. 9 Tahun 2006 dapat dipenuhi apabila adanya suatu aturan sebagai penjelasan. Berdasarkan hal ini maka dibuat suatu standar yaitu Code of practice for the welfare of dogs 2009 (DEFRA 2009). Kode/standar ini bertujuan untuk memberikan bimbingan praktis dalam membantu pemilik memenuhi ketentuan tersebut. Standar ini tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana cara merawat anjing, namun meringkas hal-hal penting yang harus dipertimbangkan ketika membuat keputusan tentang cara terbaik merawat anjing.

a. Kebutuhan akan lingkungan yang nyaman

Standar ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lingkungan yang nyaman sangat diperlukan oleh anjing, maka ketersediaan tempat yang cocok untuk hidup anjing dapat diupayakan dengan cara:

• Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih dengan memberikan perlindungan yang memadai

• Menyediakan tempat yang nyaman, bersih, kering, tenang dan bebas dari aliran udara sisa

• Menyediakan tempat yang cukup agar anjing dapat bergerak untuk menghindari hal-hal yang menakutinya

• Jika anjing di kennel atau diikat, maka harus sering diperiksa dan dipastikan tidak dalam bahaya atau tertekan

• Menyediakan akses tempat yang jauh dari area istirahat yang bisa digunakan sebagai tempat membuang kotoran

• Pastikan bahwa setiap kandang cukup besar, nyaman dengan ventilasi yang efektif dengan pengontrol suhu dan anjing dapat bergerak untuk menghindari suhu terlalu panas atau terlalu dingin

• Ketika akan menempatkan anjing, kandang dipastikan sudah nyaman dan aman setiap saat


(27)

• Jangan biarkan anjing tanpa pengawasan dalam situasi atau periode waktu yang mungkin dapat menyebabkan kesulitan.

b. Kebutuhan diet yang sesuai

Anjing memerlukan pola makan yang teratur dan gizi seimbang. Kebutuhan diet yang sehat dapat diupayakan dengan cara:

• Menyediakan air minum yang bersih dan segar setiap saat. Apabila air minum anjing tidak tersedia, maka memberi air minum yang sama dengan air minum pemiliknya

• Anjing harus dapat menjangkau makanan dan air dengan mudah dalam segala situasi

• Memberikan makanan yang memiliki diet seimbang dan sesuai bagi kebutuhan individu, yang dapat menjaga kestabilan berat badan. Kebutuhan diet harus disesuaikan dengan usia, tingkat aktivitas, jenis kelamin, kondisi mengandung dan menyusui, serta keadaan kesehatannya. Makanan yang diberikan tidak terlalu banyak atau dapat menyebabkan anjing menjadi gemuk dan tidak memberi makan terlalu sedikit atau menyebabkan kekurangan berat badan

• Setiap perubahan jumlah makan atau minum merupakan tanda dari kesehatan yang buruk

• Mengikuti aturan makan sesuai petunjuk pada setiap makanan anjing yang digunakan

• Menyediakan semua kebutuhan asupan (termasuk untuk anak anjing) yang memiliki kebutuhan khusus dengan kebutuhan diet

• Makanan anjing yang direkomendasikan oleh dokter hewan atau spesialis perawatan anjing atau sumber lainnya yang akurat

• Memberi makan anjing dewasa sekurang-kurangnya satu kali setiap hari, kecuali adanya anjuran lain dari dokter hewan

• Tidak mengubah program diet anjing secara tiba-tiba. Perubahan harus dilakukan secara bertahap selama beberapa hari

• Memberi makan anjing, tidak dilakukan sesaat sebelum atau setelah latihan berat


(28)

c. Mampu menunjukkan pola perilaku normal

Anjing peliharaan dapat menunjukkan perilaku normal, apabila pemilik memperhatikan dan memenuhi syarat sebagai berikut:

• Memastikan anjing cukup mampu berekspresi sehingga tidak merasa tertekan atau bosan

• Memastikan anjing memiliki akses terhadap mainan yang aman dan objek yang cocok untuk bermain dan mengunyah

• Anjing dapat beristirahat tanpa adanya gangguan. Anak anjing dan anjing tua mungkin perlu istirahat lebih banyak

• Menyediakan waktu untuk latihan dan bermain dengan orang lain secara teratur

• Memberikan latihan yang dibutuhkan, sekurang-kurangnya setiap hari kecuali jika dokter hewan tidak merekomendasikan. Rangsangan aktif dari latihan diperlukan untuk menjaga kesehatan

• Kebutuhan akan olahraga diperlukan saran dari dokter hewan atau spesialis perawatan anjing

• Setiap perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh anjing, diperlukan saran dari dokter hewan. Seperti anjing mungkin merasa tertekan, bosan, sakit atau cedera

• Semua anjing harus dilatih untuk berperilaku baik. Usia ideal anjing untuk dilatih, dimulai dari umur anjing sangat muda. Menggunakan metode pelatihan rewardbased dengan menghindari kekerasan yang berpotensi menyakitkan atau menakutkan.

d. Kebutuhan kebersamaan dengan pemilik

Anjing peliharaan memerlukan suasana kebersamaan dengan pemilik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

• Memberikan kesempatan untuk bersama dengan anjing, sehingga cenderung tidak menjadi kesepian atau bosan

• Memastikan anjing peliharaan tidak ditinggalkan sendiri dalam waktu cukup lama. Karena dapat menyebabkan anjing tertekan

• Melatih anjing untuk bersikap bersahabat dan berinteraksi dengan anjing lainnya secara teratur

• Anak anjing perlu diberi kesempatan secara berkala untuk bersosialisasi dengan anjing lain dan manusia.


(29)

• Memelihara beberapa ekor anjing, diperlukan tempat untuk dapat bersama-sama. Anjing-anjing tersebut akan saling memerlukan satu sama lain. Namun diperlukan ruangan yang cukup luas

• Anjing yang hidup bersama pemilik, harus disediakan sumber daya ekstra (misalnya mainan, tempat tidur, makanan dan mangkuk air dan tempat-tempat dimana mereka merasa aman)

• Jika anjing merasa takut atau agresif terhadap anjing lain, maka harus menghindari situasi yang dapat menyebabkan perilaku takut dan meminta nasehat pada dokter hewan atau spesialis perawatan anjing

• Perawatan dan penanganan anjing dilakukan dengan benar, tidak stres atau terancam oleh orang dewasa, anak-anak atau hewan lain termasuk orang yang menjaga anjing ketika pemilik jauh dari rumah

• Pemilik, keluarga dan teman konsisten dalam cara bereaksi terhadap anjing dan tidak mendorong untuk menjadi agresif atau perilaku anti-sosial

• Memastikan anjing dirawat dengan baik oleh orang yang bertanggung jawab ketika anjing tersebut jauh dari pemilik. Perawat anjing juga memiliki tanggung jawab hukum untuk menjamin kesejahteraan dan pemilik harus memastikan bahwa mereka memahami kebutuhan dan persyaratan khusus yang mungkin ada

• Menghindari anjing tanpa pengawasan saat bersama dengan hewan lain atau orang lain yang mungkin sengaja atau tidak sengaja menyakiti atau menakut-nakutinya

e. Terlindung dari kesakitan, penderitaan, cidera dan penyakit

Anjing memerlukan perlidungan dari rasa kesakitan, penderitaan, cidera dan penyakit dengan memberikan jaminan agar tetap sehat. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

• Mengambil tindakan pencegahan untuk menjaga anjing agar tetap aman dari cedera

• Mengikuti saran doker hewan apabila munculnya perubahan perilaku • Memeriksakan kesehatan anjing secara teratur dan melihat apabila ada

tanda-tanda cedera, penyakit atau sakit. Perawat anjing juga harus dapat memastikan gejala-gejala tidak normal


(30)

• Mengenali tanda-tanda dan gejala penyakit atau menduga bahwa anjing sakit atau cedera, dengan segera menghubungi dokter hewan dan mengikuti anjuran tentang pengobatannya

• Melakukan pemeriksaan kesehatan anjing secara teratur pada dokter hewan, dengan mengikuti saran yang diberikan

• Dokter hewan adalah orang terbaik untuk berkonsultasi secara rutin tentang kesehatan, vaksinasi dan perawatan untuk mengendalikan parasit (misalnya kutu dan cacing)

• Jika anjing dipelihara di luar rumah, maka lingkungan sekitarnya harus dibersihkan secara teratur untuk menghindari penularan penyakit

• Anjing hanya diberi obat dengan obat-obatan yang secara khusus diresepkan atau disarankan oleh dokter hewan

• Kekhawatiran akan kemungkinan anjing telah memakan suatu benda atau kontak dengan bahan berbahaya, dapat diatasi dengan memeriksakan pada dokter hewan

• Anjing diharuskan untuk memakai tali leher dan identitas sebagai tanda saat di tempat umum. Ukuran tali leher tidak boleh menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Jika menggunakan microchip sebagai bentuk identifikasi, maka harus menjaga agar database microchip selalu

up to date dengan perubahan

• Konsultasikan dengan dokter hewan sebelum anjing dikawinkan dan memastikan tempat yang cocok untuk anak anjing.


(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama empat bulan dimulai dari bulan Januari sampai dengan April 2012. Pelaksanaannya pada kennel-kennel yang berlokasi di lima wilayah DKI Jakarta dan Laboratorium Epidemiologi, Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa peubah yang terdiri dari: karakteristik pemilik kennel, pengetahuan pemilik kennel, dan sikap pemilik

kennel terhadap kesejahteraan hewan. Ketiga peubah ini akan dihubungkan dengan praktik pemilik kennel untuk melihat kondisi kesejahteraan hewan, seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian lapang cross-sectional study, dengan menggunakan kuesioner sebagai perangkat untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dari responden (Giuseppe et al. 2008; Lin et al.

2011; Pfeil et al. 2010). Metode wawancara terhadap pemilik kennel dengan Karakteristik Pemilik Kennel

• Umur

• Pendidikan formal • Pelatihan

• Pengalaman usaha • Skala usaha

Pengetahuan Pemilik Kennel

Sikap Pemilik Kennel

Praktik Pemilik Kennel

Kondisi Kesejahteraan Hewan


(32)

menggunakan kuesioner dan observasi terhadap kennel menggunakan checklist

berkaitan dengan kesejahteraan hewan. Kuesioner dan checklist sebelum digunakan terlebih dahulu diuji dengan pre-test kuesioner untuk estimasi waktu wawancara dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan dalam kuesioner. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan untuk menilai kelayakan kuesioner sebagai perangkat penelitian. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan. Isi checklist memuat pertanyaan terhadap kondisi kesejahteraan hewan di lapangan.

Responden dan Sampel

Responden yang akan diwawancarai adalah pemilik kennel. Sampel responden akan diambil pada kennel yang terdapat di lima wilayah Jakarta berdasarkan data sekunder dari Perkumpulan Kinologi Indonesia (Perkin) Jaya tahun 2011. Besaran sampel responden yang akan diambil sebanyak 87 sampel responden dari 831 pemilik kennel. Besaran sampel responden dihitung menggunakan Win Episcope 2.0 dengan asumsi proporsi pemilik kennel yang menerapkan prinsip kesejahteraan hewan adalah 50 %, tingkat kesalahan 10 % dan tingkat kepercayaan 95 % (Billaud dan Leslie 2007). Besaran sampel responden untuk setiap wilayah ditentukan secara proporsional dengan menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana (Tabel 1).

Tabel 1 Besaran sampel pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta No Wilayah Populasi pemilik

kennel

Proporsi Sampel Responden 1. 2. 3. 4. 5. Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Barat 102 210 81 122 316

102 / 831 * 87 210 / 831 * 87 81 / 831 * 87 122 / 831 * 87 316 / 831 * 87

11 22 8 13 33

Jumlah 831 87

Pembobotan dan Penilaian Kuisioner  Penilaian Tingkat Pengetahuan Pemilik Kennel

Menurut Hart et al. 2007, responden diberikan tiga pilihan jawaban yaitu ‘benar’, ‘salah’, dan ‘tidak tahu’. Untuk penilaian tingkat pengetahuan pemilik

kennel, dirancang sebanyak 20 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terdiri dari pertanyaan positif yaitu jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ‘benar’, dan pertanyaan negatif dimana jawaban benar


(33)

adalah jika responden memilih jawaban ‘salah’. Pertanyaan positif dan negatif tersebut berguna untuk menghilangkan bias dari jawaban responden.

Setiap jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai praktik kesejahteraan hewan diberikan nilai 1. Sementara jawaban yang salah dan tidak tahu diberikan nilai 0 (Palaian et al. 2006). Dengan demikian untuk tingkat pengetahuan, nilai maksimumnya adalah 20 dan nilai minimumnya adalah 0. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, maka untuk menilai tingkat pengetahuan pemilik kennel terhadap praktik kesejahteraan hewan adalah sebagai berikut :

• Pengetahuan buruk jika nilai < 7

• Pengetahuan sedang jika nilai antara 7 – 14 • Pengetahuan baik jika nilai > 14

 Penilaian Tingkat Sikap Pemilik Kennel

Penilaian tingkat sikap pemilik kennel dirancang 20 pernyataan mengenai praktik kesejahteraan hewan. Dengan menggunakan skala Likert yaitu “setuju’, ‘tidak setuju’, dan ‘ragu-ragu’. Setiap jawaban yang benar dari pernyataan mengenai praktik kesejahteraan hewan diberikan nilai 3, jawaban netral (ragu-ragu) diberikan nilai 2 dan jawaban salah diberikan nilai 1. Dengan demikian untuk tingkat sikap, nilai maksimumnya adalah 60 dan nilai minimumnya adalah 20. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, maka untuk menilai tingkat sikap pemilik kennel terhadap praktik kesejahteraan hewan adalah sebagai berikut :

• Sikap negatif jika nilai < 33

• Sikap netral jika nilai antara 33 - 46 • Sikap positif jika nilai > 46

 Penilaian Tingkat Praktik Kesejahteraan Hewan

Untuk penilaian tingkat praktik pemilik kennel terhadap kesejahteraan hewan, dirancang sebanyak 20 pertanyaan yang terdiri dari 4 pertanyaan praktik pemberian makan dan minum, 4 pertanyaan praktik perlakuan kenyamanan, 4 pertanyaan praktik perawatan kesehatan, 4 pertanyaan praktik memberikan ruang gerak, dan 4 pertanyaan praktik perlakuan baik dan tidak kasar. Pertanyaan tersebut memiliki jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’. Penilaian diberikan nilai 1 pada jawaban ‘ya’ dan nilai 0 pada jawaban ‘tidak’. Dengan


(34)

demikian untuk tingkat praktik kesejahteraan hewan nilai maksimumnya adalah 20 dan nilai minimumnya adalah 0.

Kemudian dilakukan observasi untuk menilai tingkat kesejahteraan hewan dengan menggunakan checklist. Terdapat 10 penilaian observasi dengan memberikan nilai 1 untuk melakukan standar kesejahteraan hewan dan nilai 0 untuk yang tidak melakukan standar kesejahteraan hewan. Hasil penilaian total untuk tingkat kesejahteraan hewan adalah penjumlahan antara praktik kesejahteraan hewan (20 poin) dan hasil observasi (10 poin). Dengan demikian nilai maksimumnya adalah 30 dan nilai minimumnya adalah 0. Berdasarkan kriteria penilaian diatas, maka untuk menilai tingkat pengetahuan pemilik kennel terhadap praktik kesejahteraan hewan adalah sebagai berikut :

• Praktik kurang jika nilai < 10

• Praktik cukup jika nilai antara 10 – 20 • Praktik baik jika nilai > 20

Definisi Operasional

Istilah variabel yang digunakan dalam penelitian perlu dirumuskan dalam definisi operasional, yang terdiri dari :

1. Karakteristik pemilik: merupakan ciri-ciri individu pemilik kennel yang relatif tidak berubah dalam waktu singkat. Data karakteristik pemilik

kennel yang dimaksudkan disini meliputi umur, tingkat pendidikan, pelatihan, pengalaman dalam usaha dan skala usaha

2. Kennel: merupakan bangunan atau komplek dengan perancangan dan syarat tertentu untuk digunakan sebagai tempat pemeliharaan, perawatan dan perkembangbiakan anjing

3. Kesejahteraan hewan: syarat yang harus dipenuhi berdasarkan 5 prinsip kebebasan hewan yaitu: a) Bebas dari haus dan lapar; b) Bebas dari tidak nyaman, contoh: kandang tidak terlalu sempit, alas kandang tidak kasar, terlindung dari panas dan hujan; c) Bebas dari sakit, luka dan penyakit. Apabila hewannya sakit segera dibawa ke dokter hewan, dan pencegahan penyakit dengan vaksinasi; d) Bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya. Tidak dikekang atau diikat dengan rantai pendek secara terus menerus; e) Bebas dari stres dan tertekan. Tidak diperlakukan dengan kasar dan kejam serta tidak menempatkan anjing kecil bersebelahan dengan anjing besar.


(35)

4. Umur: adalah usia responden pemilik kennel pada jarak ulang tahun terdekat

5. Tingkat pendidikan : adalah jumlah tahun dari jenjang pendidikan sekolah (pendidikan formal) yang pernah ditempuh pemilik kennel. Pendidikan formal dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu rendah (tidak sekolah dan SD), sedang (SLTP dan SLTA) dan tinggi (perguruan tinggi)

6. Pelatihan: merupakan pendidikan di luar sekolah (non formal) yang pernah dilakukan/diikuti pemilik kennel. Pelatihan responden dikategorikan: rendah (tidak pernah ikut), sedang (pernah ikut 1-2 kali) dan tinggi (pernah ikut > 2 kali)

7. Pengalaman usaha: adalah rentang waktu dari saat dimulainya kegiatan usaha kennel sampai dengan dilakukan wawancara. Ini diklasifikasikan rendah (< 5 tahun), sedang (6-10 tahun) dan tinggi (> 10 tahun)

8. Skala usaha: merupakan skala yang dibagi dalam tiga kategori: kecil (< 20 ekor/tahun), sedang (21-40 ekor/tahun) dan besar (> 40 ekor/tahun) 9. Pengetahuan: merupakan tingkat penguasaan mengenai fakta-fakta yang

berhubungan dengan pengelolaan kennel dari aspek kesejahteraan hewan, yang ditunjukkan oleh skor indeks

10. Sikap: merupakan keyakinan, perasaan atau penilaian yang bersifat positif atau negatif terhadap kepentingan kesejahteraan hewan (objek sikap)

11. Praktik: merupakan kegiatan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh responden pemilik kennel dalam penerapan kesejahteraan hewan, termasuk penyediaan sarana yang diperlukan sebagai pendukung.

Analisis Data

Analisis data menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan Uji Gamma untuk melihat adanya hubungan/korelasi antara peubah-peubah yang diamati dan untuk mengetahui asosiasi antara peubah-peubah yang berskala ordinal (Agresti dan Finlay 2009).


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Daerah Penelitian Kondisi Umum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta

Letak dan Topografi DKI Jakarta. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2008 (PERDA Provinsi DKI Jakarta No.1/2008) Tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012”, DKI Jakarta terletak pada posisi 6°12’ Lintang Selatan dan 106°48’ Bujur Timur. Secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten, yakni: Kotamadya Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, serta Kabupaten Kepulauan Seribu.

Adapun batas-batas wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara dengan Laut Jawa;

- Sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi;

- Sebelah Barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.

Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian Selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena seluruhnya tertimbun oleh endapan

alluvium. Di wilayah bagian Utara baru terdapat lapisan keras pada kedalaman 10-25 m, makin ke Selatan permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.

DKI Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7° C - 34° C pada siang hari dan suhu udara minimum berkisar 23,8° C - 25,4° C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm. Selama periode 2002-2006 curah hujan terendah sebesar 122 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara mencapai 73% - 78% dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2 m/detik - 2,5 m/detik.


(37)

Luas Wilayah. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Nomor 1 tahun 2008, Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02 km2. Terdiri dari daratan seluas 661,52 km2 (Tabel 2), termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu dan lautan seluas 6.997,50 km2.

Tabel 2 Luas dataran wilayah DKI Jakarta

No Wilayah Luas Daratan (Km2) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu 47,90 142,20 126,15 145,73 187,73 11,81 7,3 21,5 19,0 22,4 28,0 1,8

Jumlah 661,52 100

Sumber: PERDA Provinsi DKI Jakarta no.1 Tahun 2008

Keadaan Sosial Masyarakat. Masyarakat Provinsi DKI Jakarta berasal dari bermacam-macam suku dan sangat heterogen. Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta sebanyak 9.588.198 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 4.859.272 jiwa (50,68%) dan perempuan sebanyak 4.728.926 jiwa (49,32%) dengan rata-rata perbandingan sex ratio sebesar 103. Hal ini menjelaskan bahwa dalam 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki-laki (Tabel 3). Kepadatan penduduk di Provinsi DKI Jakarta sebesar 14.469 jiwa/Km2.

Tabel 3 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota Kab/Kota

Administrasi

Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Sex Ratio Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kepulauan Seribu 1.039.677 1.368.857 453.505 1.162.379 824.159 10.695 1.017.403 1.318.170 445.378 1.116.446 821.153 10.376 2.057.080 2.687.027 898.883 2.278.825 1.645.312 21.071 103 104 102 104 100 103 Jumlah 4.859.272 4.728.926 9.588.198 103 Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta (2011)


(38)

Dilihat dari sisi kelompok umur, sebagian besar penduduk DKI Jakarta berada pada kelompok usia produktif 15-64 tahun, yaitu sebesar 72,73% dari total penduduk. Sementara proporsi penduduk yang berusia di bawah 15 tahun sebanyak 23,80% dan proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) hanya sebesar 3,47%. Semakin kecil proporsi penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan yang berusia 65 tahun ke atas, maka semakin rendah beban tanggungan penduduk usia produktif (15-64 tahun). Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola fikir dan kemampuan individu untuk bekerja, karena dengan umur dapat diketahui kemampuan dan pengalaman seseorang. Dengan meningkatnya umur maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.

Keadaan Ekonomi DKI Jakarta. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 59 tahun 2011 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2012, sebagai tulang punggung perekonomian Jakarta, sektor jasa (tersier) memiliki peranan sebesar 71,28%. Pembentuk sektor tersier meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mempunyai kontribusi terhadap perekonomian daerah sekitar 20,69%, sektor jasa keuangan, real estate dan jasa perusahaan sekitar 27,74% dan sisanya diberikan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,17% serta sektor jasa-jasa lainnya sebesar 12,67%. Ini menunjukkan struktur perekonomian Jakarta sudah mengarah kepada struktur jasa (service city). Penyumbang perekonomian Jakarta lainnya adalah sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi. Sektor industri pengolahan menyumbang sekitar 15,73% sedangkan sektor konstruksi sebesar 11,42%. Sementara sumbangan sektor primer di Jakarta hanya sebesar 0,53% yang terdiri dari sektor pertanian sebesar 0,1% dan sektor pertambangan sebesar 0,43%.

Kondisi Umum Kennel di Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan data Perkin Jaya tahun 2011, bahwa yang terdaftar sebagai anggota sebanyak 831 orang. Setiap anggotanya memiliki kennel dan tersebar di wilayah: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Jumlah populasi pemilik kennel dapat dilihat melalui jumlah anggota Perkin Jaya, yang mencerminkan jumlah kennel yang terdapat di wilayah DKI Jakarta, seperti disajikan pada Tabel 4.


(39)

Tabel 4 Populasi pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta

No Wilayah Populasi pemilik kennel (%) 1.

2. 3. 4. 5.

Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Barat

102 210 81 122 316

12,28 25,27 9,75 14,68 38,02

Jumlah 831 100

Karakteristik Pemilik Kennel

Karakteristik responden pemilik kennel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pelatihan, (4) pengalaman usaha, (5) skala usaha. Pengamatan terhadap variabel karakteristik ini untuk mengetahui kondisi faktual karakteristik responden pemilik kennel dan untuk melihat sejauh mana variabel-variabel ini memiliki hubungan dengan praktik mereka terkait kesejahteraan hewan di kennel.

Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis seseorang. Rentang usia responden pemilik kennel

berkisar 20 – 60 tahun. Menurut BPS DKI Jakarta (2011), usia produktif penduduk DKI Jakarta adalah 15 – 65 tahun. Hasil pengamatan menunjukkan proporsi responden didominasi oleh kelompok usia produktif, seperti yang terlihat pada Tabel 5. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan umur responden pemilik

kennel di Provinsi DKI Jakarta memiliki sumber daya manusia yang potensial yang dapat meningkatkan pengetahuan, sikap maupun praktiknya terkait kesejahteraan hewan dalam menyelenggarakan usaha kennel.

Pendidikan Formal

Pendidikan dapat menunjukkan intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Pendidikan formal dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu rendah (tidak sekolah dan SD), sedang (SLTP dan SLTA) dan tinggi (perguruan tinggi). Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar (82,8%) responden memiliki tingkat pendidikan tinggi. Tingginya proporsi responden pemilik kennel

pada tingkat pendidikan tinggi memberikan indikasi bahwa kemungkinan untuk mempelajari dan kemampuan untuk memahami suatu ilmu atau informasi baru lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan sedang.


(40)

Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan karakteristik

No Karakteristik Kategori Pemilik

kennel % 1 2 3 4 5 Umur Pendidikan Formal Pelatihan Pengalaman Skala Usaha

Muda (usia < 15 tahun) Dewasa (usia 16 – 65 tahun) Tua (usia > 65 tahun)

Rendah (tidak sekolah – SD) Sedang (SLTP – SLTA) Tinggi (Perguruan Tinggi) Rendah (tidak pernah ikut) Sedang (pernah ikut 1-2 kali) Tinggi (pernah ikut > 2 kali) Rendah (< 5 tahun)

Sedang (6 – 10 tahun) Tinggi (> 10 tahun)

Kecil (lahir < 20 ekor/tahun) Sedang (lahir 21-40 ekor/tahun) Besar (lahir > 40 ekor/tahun)

0 87 0 0 15 72 74 13 0 30 32 25 29 23 35 0 100 0 0 17,2 82,8 85,0 15,0 0 35,6 36,8 27,6 33,3 26,5 40,2 Pelatihan

Pelatihan responden dikategorikan: rendah (tidak pernah ikut), sedang (pernah ikut 1-2 kali) dan tinggi (pernah ikut > 2 kali). Keikutsertaan responden pemilik kennel dalam pelatihan sebagian besar (85%) berada dalam kategori rendah dan sebagian kecil (15%) dalam kategori sedang, seperti yang tersaji dalam Tabel 5. Hal ini memperlihatkan bahwa pada umumnya responden tidak pernah mengikuti kursus atau pelatihan yang berkaitan dengan manajemen pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan anjing di kennel. Apalagi pelatihan yang berkaitan dengan kesejahteraan anjing. Rendahnya intensitas responden dalam mengikuti pelatihan disebabkan kurangnya penyelenggaraan pelatihan yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan oleh pihak-pihak terkait. Akibatnya responden tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan, walaupun kemungkinan responden memiliki keinginan untuk mengikuti pelatihan tersebut.

Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha responden pemilik kennel dalam menjalankan usaha

kennel diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: rendah (<5 tahun), sedang (6-10 tahun) dan tinggi (>(6-10 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok responden pengalaman usaha sedang (36,8%) lebih banyak dibandingkan


(41)

kelompok responden pengalaman usaha rendah (35,6%) dan kelompok responden pengalaman usaha tinggi (27,6%), sebagaimana terdapat dalam Tabel 5. Hasil ini menjelaskan bahwa kategori kelompok responden pengalaman usaha sedang dan rendah lebih mendominasi. Kemungkinan diakibatkan oleh semakin banyaknya informasi yang tersedia tentang manfaat dan prospek dari usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan anjing. Seiring dengan kemudahan mendapatkan anjing anakan atau dewasa yang performanya baik dan menarik, baik yang lokal maupun impor sebagai peliharaan atau dijadikan sebagai indukan. Selain itu semua keperluan alat dan bahan untuk kebutuhan pemeliharaan anjing sudah semakin mudah didapatkan dari petshop-petshop. Sehingga memudahkan bagi yang mempunyai minat untuk berusaha kennel.

Skala Usaha

Tingkat skala usaha responden pemilik kennel dapat dilihat dari rata-rata anak anjing yang lahir pertahun. Skala usaha dibagi dalam tiga kategori: kecil (< 20 ekor/tahun), sedang (21-40 ekor/tahun) dan besar (> 40 ekor/tahun). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden (40,2%) memiliki skala usaha pada kategori besar, 26,5% skala usaha menengah dan 33,3% skala usaha kecil (Tabel 5). Banyaknya anak anjing yang dihasilkan oleh kennel-kennel yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta selaras dengan bertambah banyaknya peminat anjing yang mengakibatkan permintaan anak anjing menjadi semakin tinggi.

Pengetahuan

Pengetahuan terkait kesejahteraan hewan dilihat dari lima aspek kebebasan, yang meliputi : (1) bebas dari haus dan lapar, (2) bebas dari tidak nyaman, (3) bebas dari sakit, luka dan penyakit, (4) bebas mengekspresikan perilaku alamiah dan (5) bebas dari stres dan tertekan (Tabel 6).

Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (43,7%) mempunyai pengetahuan tentang bebas dari haus dan lapar termasuk dalam kategori sedang. Responden mengetahui bahwa hal yang mendasar dalam pemeliharan anjing adalah dengan memperhatikan pola makan dan minum yang sesuai dengan kebutuhan anjing tersebut. Pengetahuan akan perlunya ketersediaan air minum, keseimbangan kadar gizi yang dikandung dalam makanan dan jenis makanan apa saja yang tidak boleh dimakan anjing karena


(42)

dapat menimbulkan penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan anjing seperti: ukuran badan, ras, usia, kehamilan dan diet akibat penyakit.

Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan indikator pengetahuan terkait kesejahteraan hewan

Indikator Pengetahuan dari Lima Aspek

Kesejahteraan

Kategori Responden % Bebas dari Haus dan

Lapar

Bebas dari Tidak Nyaman

Bebas dari Sakit, Luka dan Penyakit

Bebas Mengekspresikan Perilaku Alamiahnya Bebas dari Stres dan

Tertekan

Buruk (skor < 1,33)

Sedang (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Buruk (skor < 1,33)

Sedang (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Buruk (skor < 1,33)

Sedang (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Buruk (skor < 1,33)

Sedang (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Buruk (skor < 1,33)

Sedang (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

21 38 28 28 32 27 25 26 36 23 32 32 23 33 31 24,1 43,7 32,2 32,2 36,8 31,0 28,7 29,9 41,4 26,4 36,8 36,8 26,5 37,9 35,6 Sebagian responden (36,8%) memiliki pengetahuan tentang bebas dari tidak nyaman dengan kategori sedang, 32,2% responden kategori buruk dan 31% responden kategori baik (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum pengetahuan responden mencakup kebersihan kandang, kenyamanan anjing beristirahat/tidur, udara segar dalam kandang dan lantai kandang tidak licin karena dapat menyebabkan anjing cidera adalah memadai.

Sebagian besar responden (41,4%) memiliki pengetahuan tentang bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit dengan kategori baik. Kondisi ini diperlihatkan oleh pernyataan responden tentang cara mencegah penyakit menular pada anjing maupun yang bersifat zoonosis, mengobati anjing jika sakit, memberikan obat cacing dan dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut dengan melibatkan dokter hewan.

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya didominasi oleh kategori baik


(43)

(36,8%) dan sedang (36,8%). Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden cenderung baik akan perlunya memberikan ruang gerak yang cukup, tidak secara terus menerus berada di kandang atau diikat. Dengan cara meluangkan waktu untuk berlatih sambil bermain bersama anjing peliharaan di ruang terbuka, berjalan beriringan dan bersosialisasi dengan anjing peliharaan lain. Apabila anjing dalam kondisi terikat, rantai/tali tidak pendek dan ikatan leher tidak ketat, yang dapat menyebabkan luka dan sulit bernafas.

Sebagian (37,9%) responden memiliki pengetahuan tentang bebas dari rasa stres dan tertekan dengan kategori sedang, 35,6% kategori baik dan 26,4% kategori buruk. Hasil pernyataan responden tentang bagaimana memperlakukan anjing peliharaan cukup memadai dengan penuh perhatian, kesabaran dalam melatih dan kasih sayang agar perasaannya tenang. Dengan demikian anjing tidak stres dan tidak merasa tertekan.

Berdasarkan indikator pengetahuan terhadap kelima aspek kebebasan di atas, maka secara kumulatif pengetahuan responden pemilik kennel di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kumulatif pengetahuan responden terkait kesejahteraan hewan

Responden Kategori Responden %

Pengetahuan Buruk Sedang

Baik

5 67 15

5,8 77,0 17,2

Jumlah 87 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 67 responden (77%) memiliki pengetahuan tentang kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori sedang, 17,2% responden termasuk dalam kategori baik dan 5,8% responden kategori buruk. Hasil ini mengindikasikan bahwa responden telah memahami tentang kesejahteraan hewan baik yang menyangkut bebas dari haus dan lapar; bebas dari tidak nyaman; bebas rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya; dan bebas dari stres dan tertekan. Banyaknya tingkat pengetahuan responden kategori sedang terutama diperoleh dari pengalaman atau kebiasaan-kebiasaan mereka dalam pemeliharaaan anjing di kennel. Hampir seluruh pengetahuan responden diperoleh secara otodidak karena belum ada atau kurangnya pelatihan tentang kesejahteraan hewan di kennel.


(44)

Sikap

Sikap terhadap kesejahteraan hewan dilihat dari lima aspek kebebasan (five freedom), yang meliputi : (1) bebas dari rasa haus dan lapar, (2) bebas dari rasa tidak nyaman, (3) bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, (4) bebas mengekspresikan perilaku alamiah dan (5) bebas dari rasa stres dan tertekan (Tabel 8).

Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan indikator sikap terkait kesejahteraan hewan

Indikator Sikap dari Lima Aspek Kesejahteraan

Kategori Responden % Bebas dari Haus dan

Lapar

Bebas dari Tidak Nyaman

Bebas dari Sakit, Luka dan Penyakit

Bebas Mengekspresikan Perilaku Alamiahnya Bebas dari Stres dan

Tertekan

Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33) Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33) Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33) Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33) Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33)

34 42 11 29 37 21 31 42 14 31 30 26 21 39 27 39,1 48,3 12,6 33,3 42,5 24,2 35,6 48,3 16,1 35,6 34,5 29,9 24,2 44,8 31,0 Hasil penelitian (Tabel 8) memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (48,3%) memilki sikap tentang bebas dari rasa haus dan lapar termasuk dalam kategori netral, 39,1% kategori negatif dan 12,6% kategori positif. Responden menunjukkan sikap setuju bahwa hal yang mendasar dalam pemeliharan anjing dengan memperhatikan pola makan dan minum yang sesuai dengan kebutuhan anjing dan keterkaitan dengan keseimbangan kadar gizi yang diperoleh dari makanan. Sikap responden ini memadai dengan merasakan bahwa menerapkan pola makan/minum yang teratur, menjaga keseimbangan gizi, mengatur diet untuk membentuk tubuh yang ideal dan mencegah anjing memakan makanan yang dapat menimbulkan penyakit adalah penting.


(45)

Sebagian besar responden (42,5%) memiliki sikap tentang bebas dari rasa tidak nyaman dengan kategori netral, 33,3% responden kategori negatif dan 24,1% responden kategori positif (Tabel 8). Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum sikap responden mencakup kebersihan kandang, kenyamanan saat anjing beristirahat/tidur, udara yang segar dalam kandang dan lantai kandang tidak licin karena dapat menyebabkan anjing cidera adalah cukup.

Sebagian responden (48,3%) memiliki sikap tentang bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit dengan kategori netral. Sikap responden ini menunjukkan bahwa cukup setuju tentang cara mencegah penyakit menular pada anjing maupun yang bersifat zoonosis, mengobati anjing jika sakit dan memberikan obat cacing dengan bantuan dokter hewan.

Tabel 8 menunjukkan bahwa sikap responden tentang bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya didominasi oleh kategori negatif (35,6%) dan netral (34,5%). Hasil ini menunjukkan bahwa sikap responden akan perlunya memberikan ruang gerak, tidak menempatkan anjing secara terus menerus di kandang atau diikat adalah tidak memadai. Hal ini dipengaruhi oleh sebagian besar usaha kennel responden adalah usaha sampingan. Faktor kesibukan dari pekerjaan utamanya yang membentuk pemikiran responden bahwa memberikan ruang gerak dengan bermain dan berlatih, cukup pada saat responden libur dari pekerjaan.

Sebagian (44,8%) responden memiliki sikap tentang bebas dari rasa stres dan tertekan dengan kategori netral, 31% kategori positif dan 24,1% kategori negatif dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil sikap responden tentang bagaimana memperlakukan anjing peliharaan agar perasaannya tenang dan melatihnya dengan penuh kesabaran adalah memadai. Hal ini dirasakan oleh responden dari memelihara anjing mendapatkan manfaat dan saling menguntungkan.

Berdasarkan indikator sikap terhadap kelima aspek kebebasan di atas, maka secara kumulatif sikap responden pemilik kennel di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kumulatif sikap responden terkait kesejahteraan hewan

Responden Kategori Responden %

Sikap Negatif

Netral Positif

16 63 8

18,4 72,4 9,2


(46)

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak 63 responden (72,4%) memiliki sikap tentang kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori netral, 18,4% responden memiliki sikap tentang kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori negatif dan 9,2% responden memiliki sikap tentang kesejahteraan hewan termasuk kategori positif. Hasil ini mengindikasikan bahwa secara umum responden memiliki sikap netral tentang kesejahteraan hewan baik yang menyangkut bebas dari rasa haus dan lapar; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya; dan bebas dari rasa stres dan tertekan. Banyaknya kategori sikap netral dari responden yang dibentuk dari pengetahuan dan pengalaman atau kebiasaan-kebiasaan mereka selama memelihara anjing di kennel sudah memadai. Faktor kurangnya penyelenggaraan program kursus atau pelatihan tentang kesejahteraan hewan di kennel, membuat responden merasa yakin apa yang diketahui selama ini sudah sesuai.

Praktik

Praktik yang dimakud dalam penelitian ini adalah perbuatan nyata atau aktual yang pernah dilakukan oleh responden terkait kesejahteraan hewan. Praktik responden terkait kesejahteraan hewan meliputi: (1) bebas dari haus dan lapar, (2) bebas dari tidak nyaman, (3) bebas dari sakit, luka dan penyakit, (4) bebas mengekspresikan perilaku alamiah dan (5) bebas dari stres dan tertekan (Tabel 10). Penilaian praktik responden terkait kesejahteraan hewan dengan melakukan observasi pada kennel responden.

Hasil penelitian (Tabel 10) menunjukkan bahwa sebagian besar (46,0 %) responden melakukan praktik bebas dari haus dan lapar termasuk dalam kategori cukup. Hal ini mengindikasikan bahwa responden masih peduli dengan penerapan pola pemberian makan dan minum yang sesuai dengan kebutuhan anjing. Kepedulian tersebut ditunjukkan dari tindakan responden sendiri dengan menjaga ketersediaan air minum, memberikan dog food 1-2 kali sehari bagi anjng dewasa dan 2-3 kali bagi anak anjing. Responden menyadari bahwa memberi makan anjing jenis dog food akan meningkatkan performa anjing, karena mengandung kadar gizi yang lengkap dan seimbang, serta dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan anjing dengan berbagai kondisi kesehatan. Hampir semua responden tidak memberikan makanan mentah karena dapat menimbulkan gangguan pencernaan, bau mulut, mual/muntah dan diare.


(47)

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan indikator praktik terkait kesejahteraan hewan

Indikator Praktik dari Lima Aspek Kesejahteraan

Kategori Responden % Bebas dari Haus dan

Lapar

Bebas dari Tidak Nyaman

Bebas dari Sakit, Luka dan Penyakit

Bebas Mengekspresikan Perilaku Alamiahnya Bebas dari Stres dan

Tertekan

Kurang (skor < 1,33) Cukup (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Kurang (skor < 1,33) Cukup (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Kurang (skor < 1,33) Cukup (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Kurang (skor < 1,33) Cukup (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

Kurang (skor < 1,33) Cukup (1,34 < skor < 2,66 Baik (skor > 2,67)

32 40 15 54 26 7 48 22 17 40 36 11 45 30 12 36,8 46,0 17,2 62,1 29,9 8,0 55,2 23,3 19,5 46,0 41,4 12,6 51,7 34,5 13,8 Sebagian besar responden (62,1%) melakukan praktik tentang bebas dari tidak nyaman dengan kategori kurang, 29,9% responden kategori cukup dan 8% responden kategori baik (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa belum seluruhnya responden dapat memberikan kenyamanan bagi anjing peliharaannya. Hal ini terjadi karena tidak segera membuang kotoran anjing dalam kandang, tidak menyediakan tempat tidur khusus atau alas tidur yang bersih dan kering serta sirkulasi udara dalam kandang yang tidak baik.

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (55,2%) melakukan praktik bebas dari sakit, luka dan penyakit dengan kategori kurang, 23,3% kategori cukup dan 19,5% kategori baik. Praktik responden ini menunjukkan bahwa belum seluruhnya responden memperhatikan tentang cara mencegah penyakit menular pada anjing. hal ini terjadi karena penanganan anjing sakit tidak dipisahkan ke tempat isolasi, tidak memakai sarung tangan saat memegang anjing, mengobati anjing sakit tanpa perlu penanganan dari dokter hewan.

Praktik responden bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya pada Tabel 10 didominasi oleh kategori kurang (46%), kategori cukup (41,4%) dan


(48)

kategori baik (12,6%). Hasil ini menunjukkan bahwa praktik responden akan pentingnya memberikan ruang gerak dengan tidak menempatkan anjing secara terus menerus di kandang atau diikat adalah kurang. Ini berarti responden kurang mempedulikan kebutuhan anjing akan bermain dan berlatih. Aktifitas pekerjaan responden yang tinggi menyebabkan kurangnya waktu menyalurkan kebutuhan anjing akan bermain dan berlatih.

Sebagian besar (51,7%) responden melakukan praktik bebas dari stres dan tertekan dengan kategori kurang, 34,5% kategori cukup dan 13,8% kategori baik, hasil ini dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil praktik responden tentang bagaimana memperlakukan anjing peliharaan agar perasaannya tenang dan melatihnya dengan penuh kesabaran adalah kurang. Kekurangan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti: responden dalam memberikan instruksi dengan perintah tegas dan cenderung keras, menempatkan kandang anjing ukuran besar berdekatan atau dalam suatu ruangan dengan anjing ukuran kecil, jika anjing stres tidak berkonsultasi dengan dokter hewan untuk menentukan langkah-langkah penyembuhan. Usaha kennel lebih ditekankan pada banyaknya anak anjing yang lahir tanpa memperhitungkan keterbatasan sarana dan prasarana.

Berdasarkan indikator praktik terhadap kelima aspek kebebasan di atas, maka secara kumulatif sikap responden pemilik kennel di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Kumulatif praktik responden terkait kesejahteraan hewan

Responden Kategori Responden %

Praktik Kurang Cukup

Baik

32 53 2

36,8 60,9 2,3

Jumlah 87 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 53 responden (60,9 %) melakukan praktik kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori cukup, 36,8 % responden melakukan praktik kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori kurang dan 2,3 % responden melakukan praktik kesejahteraan hewan termasuk kategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa secara umum responden melakukan praktik kesejahteraan hewan dengan kategori cukup baik, yang menyangkut bebas dari rasa haus dan lapar; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan perilaku


(49)

alamiahnya; dan bebas dari rasa stres dan tertekan. Ini berarti bahwa responden cukup peduli terhadap kebutuhan biologis dan psikologis serta kesejahteraan anjing di kennel.

Observasi

Observasi yang dilakukan oleh peneliti untuk menilai kennel responden terkait kesejahteraan hewan dengan menggunakan checklist. Pengisian checklist

sesuai dengan kondisi pada saat dilakukan observasi pada kennel responden.

Tabel 12 Observasi responden terkait kesejahteraan hewan

Responden Kategori Responden %

Observasi Kurang Cukup

Baik

53 32 2

60,9 36,8 2,3

Jumlah 87 100

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 53 responden (60,9%) melakukan praktik kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori kurang, responden melakukan praktik kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori cukup 36,8% dan 2,3% responden melakukan praktik kesejahteraan hewan termasuk kategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa secara umum responden melakukan praktik kesejahteraan hewan dengan kategori cukup sampai kurang. Aspek kesejahteraan hewan tentang bebas dari rasa haus dan lapar; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya; dan bebas dari rasa stres dan tertekan belum semua dapat dipenuhi.

Kondisi Kesejahteraan Hewan

Tabel 13 menunjukkan bahwa, hasil penjumlahan kumulatif praktik dan kumulatif observasi responden pemilik kennel yang melakukan praktik kesejahteraan hewan didominasi oleh kategori cukup (52,8%) dan diikuti oleh kategori kurang (47,2%). Responden yang melakukan praktik kesejahteraan hewan dengan kategori baik tidak ada.


(1)

C.19 Bagaimana pendekatan Bapak/Ibu agar anjing tidak takut ? (Jawaban boleh lebih dari 1)

Membujuk dengan mainan Memberikan perhatian lebih Membujuk dengan makanan Lainnya, sebutkan ? …………. C.20 Jika anjingnya pernah mengalami stres, tindakan apa saja yang Bapak/Ibu lakukan ? (Jawaban boleh lebih dari 1)

Konsultasi dengan Dokter hewan Menjauhkan dari penyebab stres

Memenuhi kebutuhan dalam upaya penyembuhan Lainnya, sebutkan :……….


(2)

PENGETAHUAN PEMILIK KENNEL

Untuk mengisi form pengetahuan pemilik Kennel, Bapak/Ibu dimohon membaca pertanyaan-pertanyaan berikut dengan teliti. Setelah membaca setiap pertanyaan, silahkan berikan jawaban sejujurnya terhadap pertanyaan tersebut. Jawaban dilakukan dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu kolom jawaban, yakni “benar”, “salah”, atau “tidak tahu”.

NO PERTANYAAN

JAWABAN Benar Salah Tidak

Tahu

1.

Bebas dari rasa haus dan lapar

Kebutuhan makan anjing tidak hanya ditentukan dari jumlah berapa kali pemberian pakan dalam sehari

2. Air minum didalam kandang diperiksa bersamaan dengan pemberian makan

3. Kandungan gizi dalam pakan menyebabkan obesitas

4. Makanan mentah (ikan, daging bertulang) tidak berpengaruh secara langsung pada kesehatan anjing, karena alamiahnya anjing adalah hewan karnivora

5.

Bebas dari rasa tidak nyaman

Pada saat anjing memerlukan tempat untuk istirahat, anjing dapat tidur dimana saja dalam kandang

6. Anjing yang dikurung bebas membuang kotoran di dalam kandang

7. Ventilasi berpengaruh mengurangi bau dan lembab didalam kandang anjing, walaupun bukan yang utama

8. Lantai kandang licin sangat mudah untuk dibersihkan, sehingga anjing merasa nyaman

9.

Bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit Anjing sakit atau cidera dapat diobati sendiri 10. Vaksinasi bukan satu-satunya cara untuk

mengendalikan penyakit menular

11. Obat cacing tidak boleh sering diberikan. Cukup saat anjing mengalami cacingan

12. Kesehatan anjing tidak ada hubungannya dengan kesehatan pemilik anjing, karena jenis penyakitnya berbeda


(3)

13.

Bebas mengekspresikan perilaku normal Ukuran kandang menentukan performa anjing

14. Anjing tidak begitu masalah jika diikat / ditambat dengan tali / rantai yang pendek 15. Anjing tidak perlu kontak dengan lingkungan

luar karena fasilitas di kennel sudah tersedia 16. Di dalam kennel, anjing harus dibatasi

berinteraksi dengan anjing lain karena dapat merugikan kesehatannya

17.

Bebas dari ketakutan dan tertekan

Mendidik anjing dengan ketegasan menimbulkan rasa kasih sayang

18. Bangunan/ruangan yang berisikan kandang anjing ras besar dan kandang anjing ras kecil tidak perlu dipisahkan karena kandangnya sudah terpisah dan untuk efisiensi tempat 19. Anjing mampu bertahan dalam segala kondisi

sehingga sulit untuk trauma

20. Anjing di kennel memerlukan perhatian dari siapa saja


(4)

SIKAP PEMILIK KENNEL

Untuk mengetahui bagaimana sikap Bapak/Ibu terhadap penanganan anjing di kennel, dimohon membaca pernyataan-pernyataan berikut secara teliti. Setelah itu Bapak/Ibu dapat memberikan tanggapan yang paling sesuai menurut pendapatnya, dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban “setuju”, “ragu-ragu”, atau “tidak setuju”.

NO PERNYATAAN

TANGGAPAN/ PENILAIAN Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

1.

Bebas dari rasa haus dan lapar

Menurut pendapat saya memberi makan anjing berapa kali sehari tidak masalah asalkan memenuhi kebutuhannya

2. Memastikan ketersediaan air minum bersamaan dengan saat memberi makan anjing

3. Saya percaya, kandungan gizi dalam pakan dapat menyebabkan anjing obesitas

4. Saya tidak percaya, anjing yang memakan makanan mentah seperti ikan/ daging bertulang mempengaruhi kesehatan anjing. Karena anjing memiliki naluri

5.

Bebas dari rasa tidak nyaman

Tempat tidur tidak berpengaruh pada anjing. Karena anjing dapat tidur di dalam kandang sesuka hatinya

6. Tersedianya kandang yang luas membuat anjing lebih bebas membuang kotoran

7. Bau dan lembab didalam kandang anjing merupakan hal biasa meskipun tersedianya ventilasi sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap anjing

8. Pada kenyataannya, membersihkan kotoran pada lantai kandang licin lebih cepat bersih, sehingga anjing merasa nyaman

9.

Bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit Pemilik kennel berkewajiban mengobati sendiri jika anjingnya sakit atau terluka

10. Menurut pendapat saya, vaksinasi pada anjing bukan yang utama dalam pencegahan terhadap penyakit. tetapi harus diperhatikan kebersihan lingkungan kennel


(5)

11. Saya menganggap perlu memberikan obat cacing saat anjing kecacingan. Karena jika berlebih dapat menimbulkan efek samping

12. Saya tidak melihat adanya pengaruh negatif kesehatan anjing terhadap kesehatan manusia sebagai masalah serius. Karena penyakitnya berbeda

13.

Bebas mengekspresikan perilaku normal Meskipun perlu ukuran kandang yang sesuai, tetapi kennel masih dapat menyesuaikan dengan kondisi lahan

14. Anjing diikat/ditambat dengan tali/rantai yang pendek menghindari leher anjing terlilit

15. Menurut pendapat saya, dengan fasilitas kennel yang lengkap anjing sudah dapat mengekspresikan nalurinya sehingga tidak perlu dibawa jalan/bermain di luar kennel

16. Saya tidak melihat adanya manfaat interaksi antara anjing yang satu dengan anjing lainnya di dalam kennel. Karena berpotensi menyebarkan penyakit

17.

Bebas dari ketakutan dan tertekan

Saya merasa bahwa kemampuan anjing untuk memahami manusia sangat baik, sehingga dengan ketegasan saja anjing sudah mengerti 18. Saya memperhatikan sifat dari setiap jenis anjing

yang dikandangkan, biasanya anjing ukuran besar senang bergaul dengan anjing ukuran kecil 19. Saya yakin akan kemampuan adaptasi anjing

yang cepat. Sehingga anjing sulit stres

20. Saya tidak pernah merisaukan jika anjing di kennel jarang saya jenguk, karena anjing memerlukan perhatian dari siapa saja


(6)

Checklist Observasi

No Kondisi pada saat wawancara Hasil observasi Komentar 1 Apakah tersedia tempat makan

dan minum yang bersih di dalam kandang ?

Ya Tidak NA 2 Bagaimana performa tubuh anjing

?

Obesitas Ideal Kurus 3 Bagaimana kondisi kebersihan di

dalam kandang ?

Kotor & lembab Bersih & kering NA

4 Bagaimana sistim kandang ? Tertutup (AC) Terbuka Semi 5 Bagaimana sirkulasi udara dalam

kandang ?

Baik Tidak baik NA

6 Apakah ada ruang isolasi/ruang perawatan anjing sakit ?

Ya Tidak NA 7 Apakah tersedia tempat bermain/

berlatih anjing ?

Ya Tidak NA 8 Apakah ada buku vaksin dan

riwayat penyakit untuk setiap anjing di kennel ?

Ya Tidak NA 9 Apakah luas kandang sesuai

ukuran dan jenis anjing ?

Ya Tidak NA 10 Bagaimana kondisi anjing dalam

kandang ? Sehat Sakit Penyakit kulit Cacat Takut Cemas Stres