Analisis Usaha Tani Lada Dan Arahan Pengembangannya Di Kabupaten Bangka Tengah

ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN
PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH

MARYADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Usaha Tani Lada
dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bangka Tengah adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Maryadi
A156140094

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
MARYADI. Analisis Usaha Tani Lada dan Arahan Pengembangannya di
Kabupaten Bangka Tengah. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan
IVANOVICH AGUSTA.
Indonesia merupakan negara penghasil lada nomor 2 (dua) di dunia setelah
Vietnam. Lada merupakan salah satu komoditas unggulan yang mempunyai peran
utama sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, dan penciptaan
lapangan kerja. Luas areal lada di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2013
mengalami penurunan rata-rata 1.38%. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
merupakan penghasil lada putih dan sudah memiliki sertifikat Indikasi Geografis
(IG) untuk komoditi Lada Putih Bangka (Muntok White Pepper) dari Kementerian

Hukum dan HAM Republik Indonesia. Salah satu daerah penghasil lada di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Kabupaten Bangka Tengah.
Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan serta memberikan
solusi dalam rangka pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka
Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menentukan lokasi pengembangan
perkebunan lada yang sesuai berdasarkan aspek geobiofisik; (2) menganalisis
kelayakan usaha tani lada: (3) menganalisis marjin pemasaran dalam sistem
pemasaran lada putih; (4) menganalisis kelembagaan usaha yang terlibat dalam
pengembangan lada; dan (5) menyusun arahan pengembangan perkebunan lada
yang ada di Kabupaten Bangka Tengah.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, Kabupaten Bangka Tengah hanya
memiliki kelas kesesuaian lahan untuk tanaman lada untuk kelas lahan S2 dan S3.
Luas lahan S2 adalah 143 925 ha dan S3 seluas 76 012 ha serta N seluas 553 ha.
Kecamatan yang memiliki kelas lahan S2 terluas adalah Kecamatan Sungai Selan
kemudian Kecamatan Simpang Katis. Hasil dari analisis marjin pemasaran dari 3
rantai pemasaran lada di Kabupaten Bangka Tengah yaitu rantai pemasaran I
(petani – pedagang pengumpul tingkat desa – pedagang pengumpul tingkat
kecamatan – eksportir), rantai pemasaran II (petani – pedagang pengumpul tingkat
kecamatan – eksportir), dan rantai pemasaran III (petani – eksportir) diketahui
bahwa marjin pemasaran terkecil terdapat pada rantai pemasaran III dan hal ini

menunjukkan bahwa rantai pemasaran III lebih menguntungkan bagi petani lada.
Luas arahan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah adalah 28 152 ha.
Dari luasan tersebut, 18 123 ha berada di Kecamatan Sungai Selan. Dengan
demikian, maka Kecamatan Sungai Selan menjadi lokasi arahan prioritas utama
untuk pengembangan lada.
Kata kunci: arahan pengembangan, lada, marjin pemasaran, kesesuaian lahan

SUMMARY
MARYADI. Farming Analysis and Development of Pepper in District of Bangka
Tengah. Supervised by ATANG SUTANDI and IVANOVICH AGUSTA.
Indonesia is the second world pepper producer, below Vietnam. Pepper is
one of the leading commodity that has a major role as a source of national foreign
exchange, the source of farmers' income, and job creation. The area of pepper in
Indonesia from 2010 to 2013 on average decreased 1.38%. The Province of
Bangka Belitung Islands is a producer of white pepper and already have a
certificate of Geographical Indications for commodity Bangka White Pepper
(Muntok White Pepper) of the Ministry of Justice and Human Rights of the
Republic of Indonesia. One area of pepper in Bangka Belitung Islands is District
of Bangka Tengah.
The purpose of this study are: (1) to determine the location of the pepper

plantations development suite based geobiophysics aspects; (2) to analyze the
feasibility of farming of pepper; (3) to analyze marketing margins in the market
system of white pepper; (4) to analyze the institutional effort involved in the
development of pepper; and (5) developing direction of pepper plantation
development in District of Bangka Tengah.
Based on the analysis of land suitability, District of Bangka Tengah only
had land suitability classes for pepper crops for land class S2 and S3. The land
class S2 was 143 925 hectares and S3 area of 76 012 hectares and covering an
area of 553 hectares N . Class subdistrict that had the widest area S2 was Sungai
Selan and Simpang Katis later. Results of the analysis of marketing margins of 3
market chain pepper in District of Bangka Tengah was the market chain I (farmers
- traders village level - traders subdistrict level - exporters), the market chain II
(farmers - traders subdistrict level - exporters), and chain market III (farmers exporters) note that the smallest marketing margin III contained in the marketing
chain and it show that the marketing chain more profitable for farmers was market
chain III. Based on direction of development of white pepper in District of
Bangka Tengah suggested for land extensification about 28 152 hectares, of the
areas about of 18 124 hectares located in Subdistrict of Sungai Selan, that became
high priority for development of the white pepper.
Keywords: direction of development, land suitability, marketing chain, pepper.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN
PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH

MARYADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iskandar Lubis, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Usaha Tani
Lada dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bangka Tengah berhasil
diselesaikan
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah dan Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc selaku sekretaris Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas segala motivasi dan arahan yang
diberikan selama penyelesaian studi.
2. Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.

Ivanovich Agusta, SP., M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas segala
dukungan, motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan sejak persiapan
penelitian hingga penyelesaian tesis ini.
3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S sebagai dosen penguji luar komisi pembimbing
atas masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Prof. Dr. Ir. Santun RP Sitorus atas segala motivasi adan arahan yang
diberikan selama penyelesaian studi.
5. Seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah atas ilmu dan kemudahan yang diberikan selama penyelesaian studi.
6. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan
beasiswa yang diberikan kepada penulis.
7. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan dan Kepala Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah
memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas
belajar ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa PWL khusus(Bappenas) dan reguler angkatan 2014,
serta Priyo Suprayogi, S.Hut, M.Si atas dukungan, bantuan, dan kerja
samanya selama ini dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per
satu dalam membantu penyelesaian studi ini.
Terima kasih yang teristimewa disampaikan kepada istri dan kedua anakku

beserta seluruh keluarga besar di Bangka atas segala doa dan dukungan selama
ini.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat. Amin

Bogor, Maret 2016

Maryadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xv


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
3
4
5
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Analisis Kelayakan Usaha Tani

Prospek Pengembangan Lada
Pengembangan Wilayah
Penelitian Terdahulu

8
8
10
13
16
18

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data

19
19
20

20
21

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Pembentukan Kabupaten Bangka Tengah
Letak Geografis
Kondisi Geobifisik Wilayah
Kondisi Demografi
Aktivitas Perekonomian
Perkembangan Perkebunan Lada
Karakteristik Usaha Tani Lada

26
26
26
27
29
31
38
39

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Persebaran Lahan Potensial
Ketersediaan Lahan
Kelayakan Usaha Perkebunan Lada
Pemasaran Lada Putih
Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Lada

40
40
44
45
56
64

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

70
70
71

DAFTAR PUSTAKA

72

LAMPIRAN

75

RIWAYAT HIDUP

85

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan ekspor lada putih Bangka Beitung dan Indonesia
2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Provinsi Kepulauan Bangka
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

1

Belitung
Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Kab. Bangka Tengah
Tabel dan teknik analisis

2
3
20

Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah
Nama sungai per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah
Jumlah penduduk Kabupaten Bangka Tengah tahun 2013
Jumlah penduduk berumur 10 tahun yang bekerja berdasarkan lapangan
usaha dan jenis kelamin di Kab. Bangka Tengah tahun 2013
Persentase penduduk miskin dan garis kemiskinan di Kabupaten
Bangka Tengah tahun 2003 - 2013
Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan dengan timah di
Kabupaten Bangka Tengah tahun 2009 - 2013 (persen)
Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan tanpa timah di Kabupaten
Bangka Tengah tahun 2009 - 2013 (persen)
Kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap pembentukan
PDRB Kabupaten Bangka Tengah tahun 2009 - 2013 (persen)
Distribusi PDRB Kabupaten Bangka Tengah atas harga konstan
menurut lapangan usaha tahun 2009 - 2013 (persen)
Luas areal, produksi, dan sentra tanaman perkebunan di Kabupaten
Bangka Tengah tahun 2014
Luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah
menurut kecamatan tahun 2014
Karakteristik usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah
Luas kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman lada di Kabupaten
Bangka Tengah
Rata-rata produksi riil lada putih per kelas kesesuaian lahan
Luas lahan tersedia dan penyebarannya di kabupaten Bangka Tengah
Sebaran responden petani lada di Kabupaten Bangka Tengah
Karakteristik responden petani lada di Kabupaten Bangka Tengah
Rata-rata pendapatan responden petani lada di Kab. Bangka Tengah
Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka
Tengah
Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka
Tengah dengan menurunkan volume produksi sebesar 30%
Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di kabupaten Bangka
Tengah dengan menurunkan harga jual produk sebesar 29%
Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka
Tengah dengan menaikkan harga bibit lada sebesar 50%
Syarat mutu lada putih (SN 01-01-0004-2013)
Matriks keragaan pasar lada putih di Kabupaten Bangka Tengah
Indeks keuntungan pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah
Nilai dan persentase marjin penjualan lada putih per kilogram di
Kabupaten Bangka Tengah tahun 2015

26
28
29
30
31
32
33
34
37
38
39
40
42
44
45
46
48
49
51
53
54
55
57
59
61
62

31 Pembagian prioritas arahan pengembangan tanaman lada di Kabupaten
Bangka Tengah
32 Luas arahan lokasi pengembangan tanaman lada di Kab. Bangka
Tengah (ha)
33 Proyeksi kebutuhan lahan dan volume ekspor lada putih Kabupaten
Bangka Tengah 10 tahun ke depan

65
66
66

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7
8
9

Kerangka pemikiran penelitian
Peta administrasi Kabupaten Bangka Tengah
Diagram alir metode penelitian
Jumlah rumah tangga pertanian subsektor perkebunan per kecamatan
tahun 2013
Perkembangan indeks yang diterima petani (IT), indeks yang dibeli
petani (IB), dan nilai tukar petani (NTP) subsektor perkebunan
Kabupaten Bangka Tengah tahun 2014
Peta kesesuaian lahan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah
Peta sebaran desa sample kelayakan usaha tani lada
Rantai pemasaran komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah
Peta arahan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah

7
19
25
35

36
42
47
58
69

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kriteria kesesuaian tanaman lada
Peta kuasa penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah
Peta kawasan hutan di Kabupaten Bangka Tengah
Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan
Sungai Selan
Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan
Namang
Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan
Lubuk Besar
Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan
Simpang Katis
Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan
Koba
Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan
Pangkalan Baru

76
77
78
79
80
81
82
83
84

1 PENDAHULUAN
Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah yang
memainkan peranan penting dalam sejarah peradaban dan perdagangan di dunia
karena menjadi komoditi pertama yang diperdagangkan secara internasional.
Secara makro ekspor lada Indonesia mampu memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi perekonomian nasional. Kedudukan lada sebagai penyumbang devisa
komoditas ekspor hasil perkebunan cukup penting, yaitu urutan 6 setelah kelapa
sawit, karet, kelapa, kopi dan kakao (Pusdatin Kementan 2015). Indonesia yang
pernah menjadi pengekspor utama komoditi lada saat ini hanya menjadi
pengekspor kedua setelah Vietnam pada 10 tahun terakhir, namun masih menjadi
pengekspor utama untuk komoditi lada putih. Setiap tahunnya Indonesia memasok
20% (80 000-90 000 ton) komoditi lada dari rata-rata 400 000 ton kebutuhan lada
dunia. Adapun pemenuhan untuk konsumsi domestik mencapai 16 000 ton setiap
tahun (IPC 2014).
Komoditi lada putih dari Indonesia untuk pasar internasional sudah terkenal
sejak dulu, yaitu Lada Putih Bangka (Muntok White Pepper), sedangkan untuk
lada hitam yaitu komoditi Lada Hitam Lampung (Lampong Black Pepper).
Komoditi Muntok White Pepper menjadi brand image yang terkenal di
perdagangan internasional karena cita rasanya yang khas dengan rasa yang lebih
pedas, artinya kualitas lada putih di pasar internasional selalu mengacu pada
kualitas Lada Putih Bangka. Indonesia masih menjadi salah satu pengekspor
utama komoditi lada putih di dunia meskipun volumenya cenderung mengalami
penurunan. Komoditi lada putih memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
perekonomian daerah. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil
dan pengekspor utama komoditi lada putih di Indonesia. Harga lada putih terus
meningkat sesuai dengan permintaan negara tujuan ekspor seperti dari Eropa,
Amerika Serikat, Singapura, Jepang dan negara lainnya. Ekspor lada putih
tertinggi terjadi pada tahun 2000, yaitu 63 938 ton (37% dari total ekspor dunia)
di mana 34 256 ton atau 53.6%-nya merupakan lada putih asal Bangka Belitung
(AELI 2009). Berikutnya terjadi penurunan yang cukup signifikan hingga tahun
2012, ekspor lada putih Indonesia sebanyak 13 107 ton dan kontribusi Bangka
Belitung terhadap volume ekspor 7 291 ton seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan ekspor lada putih Bangka Belitung dan Indonesia

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kep. Bangka Belitung (2013) dan
International Pepper Community (2013)

2

Penurunan ekspor lada putih tersebut sejalan dengan penurunan produksi
lada putih, terutama yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Penurunan produksi lada putih mencerminkan adanya permasalahan dalam
pengusahaannya yang tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap
keragaan komoditi lada putih Indonesia. Perkembangan luas areal pertanaman
lada selama beberapa tahun terakhir pada dasarnya merupakan respon masyarakat
terhadap harga jual komoditi lada putih di pasar domestik yang telah terintegrasi
dengan harga pasar dunia. Tingginya respon masyarakat untuk kembali
mengusahakan lada merupakan sebuah peluang yang harus ditangkap dan
dimaksimalkan oleh pengambil kebijakan.
Tabel 2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung

Keterangan: TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman Menghasilkan; TT/TR:
Tanaman Tua/Tanaman Rusak
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kep. Bangka Belitung

Beberapa permasalahan pada pengembangan perkebunan lada, yaitu : (1)
perkebunan lada merupakan perkebunan rakyat yang dikelola secara swadaya
murni, sehingga pertumbuhan produktivitas kebun menjadi lambat. Hal ini
disebabkan oleh teknologi yang diterapkan masih tradisional, (2) berkurangnya
luas areal tanam lada yang disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk penambangan
timah dan perkebunan kelapa sawit, (3) serangan hama dan penyakit, dan (4)
sistem kelembagaan ekonomi petani masih sangat lemah baik dalam kegiatan
pengadaan input, usaha tani, serta pengolahan dan pemasaran hasil.
Seperti komoditi pertanian lainnya, komoditi lada sebagai hasil dari
perkebunan rakyat memiliki beberapa kelemahan sangat mendasar, yaitu kualitas,
kuantitas, maupun kontinuitas pasokan tidak selalu dapat mencukupi permintaan
pasar, serta sistem pemasaran hasil yang kurang efisien.
Terlepas dari permasalahan-permasalahan tersebut, komoditi lada masih
memiliki kekuatan dan peluang untuk dikembangkan dan ditingkatkan lagi daya
saingnya. Lahan yang sesuai untuk tanaman lada masih cukup luas, tersedia
teknologi budidaya yang efisien, adanya peluang melakukan diversifikasi produk
apabila harga lada jatuh, serta animo masyarakat untuk mengusahakan lada masih
tinggi.

3

Latar Belakang
Kabupaten Bangka Tengah merupakan salah satu daerah otonomi yang ada
dalam wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai hasil pemekaran
dari Kabupaten Bangka yang resmi dibentuk tanggal 25 Februari 2003
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003,
kabupaten ini memiliki luas wilayah 227 911.00 hektar. Pada tahun 2014 daerah
ini memiliki luas areal perkebunan rakyat sebesar 19 938.57 hektar, dengan luas
areal perkebunan lada 2 660.78 hektar atau mencapai 13% dari total areal
perkebunan selain karet, kelapa sawit, dan tanaman perkebunan lainnya
(Disbunhut Kab. Bateng 2014). Luasan ini terbilang kecil untuk daerah yang
memiliki potensi lahan yang cukup baik untuk tanaman lada. Keragaan
pertanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Kab. Bangka Tengah

Keterangan: TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman Menghasilkan; TT/TR:
Tanaman Tua/Tanaman Rusak
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kep. Bangka Belitung

Pada awal diterbitkannya kebijakan mengenai dibolehkannya masyarakat
ikut menambang mineral timah (Tambang Inkonvensional), hingga tahun 2012
roda perekonomian Kabupaten Bangka Tengah sangat dipengaruhi oleh sektor
pertambangan. Rata-rata uang yang beredar dari aktivitas perdagangan timah
mencapai Rp 2.8 triliun yang artinya secara virtual masyarakat Kabupaten Bangka
Tengah memperoleh tambahan pendapatan Rp 17 juta per jiwa setiap tahunnya.
Pada tahun 2013 saat kandungan timah menipis dan berakhirnya kontrak karya PT.
Koba Tin yang berada di Kabupaten Bangka Tengah, pendapatan rata-rata
menjadi Rp 11 juta per jiwa (BTDA 2014). Keadaan tersebut membuat
masyarakat beralih kembali ke mata pencaharian sebagai petani lada.
Data yang bersumber dari BPS Kab. Bateng (2014) tercatat sebanyak
29.50% penduduk Kabupaten Bangka Tengah bekerja di sektor pertanian atau
nomor 2 setelah sektor pertambangan (31.42%). Komoditi lada putih bagi
Kabupaten Bangka Tengah memiliki peranan penting dalam menggerakkan
perekonomian Kabupaten Bangka Tengah. Rata-rata peredaran uang dari hasil
perdagangan lada putih sebesar Rp 71 miliar per tahun. Jumlah tersebut
dibandingkan dengan populasi penduduk berarti memiliki andil sebesar Rp 430

4
000 pada pendapatan per kapita atau bisa memberi pendapatan rata-rata Rp 19 700
000 per petani lada setiap tahunnya. Membandingkan keadaan pada saat
perekonomian bergantung pada timah dan pasca timah, terjadi kehilangan
pendapatan sebesar Rp 5.5 juta per jiwa. Pengembangan perkebunan lada
diharapkan menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Memperhatikan potensi yang ada dan prospek masa depan, komoditi lada putih
tetap menjadi komoditi unggulan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan di
Kabupaten Bangka Tengah khususnya yan terus dikembangkan dalam rangka
pengembangan wilayah.
Perumusan Masalah
Semakin menipisnya kandungan logam timah di Pulau Bangka, khususnya
di Bangka Tengah dan membaiknya harga komoditi lada putih membuat
masyarakat Bangka Tengah kembali ke mata pencaharian yang sudah turun
temurun digeluti yaitu berkebun lada. Berdasarkan data BPS Kab. Bateng (2014),
kontribusi subsektor perkebunan untuk sektor pertanian dalam Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Tahun 2013 Kabupaten Bangka Tengah menempati
posisi kedua (3.43%) setelah subsektor tanaman pangan (4.45%).
Permasalahan yang ada dalam pengembangan perkebunan lada rakyat di
Kabupaten Bangka Tengah adalah rendahnya produktivitas lada, belum efisiennya
sistem pemasaran komoditi lada putih di tingkat petani, keterbatasan modal untuk
memperoleh bibit unggul dan sarana produksi lainnya, serta belum optimalnya
peran kelembagaan lembaga pendukung untuk pengembangan komoditi lada putih.
Rendahnya produktivitas lada disebabkan belum optimalnya pengelolaan
pengusahaan tanaman seperti tidak menggunakan bibit unggul, kurang
pemupukan, terserang penyakit, dan kurangnya pemeliharaan kebun secara
intensif. Pemilihan lokasi lahan yang sesuai untuk tanaman lada juga meruakan
faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas lada putih. Hal ini karena
kurangnya pengetahuan petani untuk mengadopsi teknologi baru dan lemah dalam
aspek permodalan.
Pewilayahan komoditas, baik yang telah ada maupun yang akan
dikembangkan di Bangka tengah perlu diatur agar tidak saling menekan atau
meniadakan. Tanaman tradisional seperti lada yang telah diusahakan masyarakat
setempat terus diberdayakan sehingga petani dapat memperoleh manfaat sebaik
mungkin. Aspek sosial budaya dan aspek teknis hendaknya menjadi bahan
pertimbangan. Komoditi lada yang secara sosial budaya telah diterima masyarakat
(tentu ada pasarnya) dan sesuai dengan kondisi lingkungan terus diperbaiki
pengusahaannya agar mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Aspek teknis
seperti pemilihan lokasi berdasarkan kesesuaian lahan untuk tanaman lada penting
dilakukan agar petani memperoleh keuntungan maksimal.
Perkebunan lada masih sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten
Bangka Tengah melalui penanganan secara komprehensif sebagai upaya untuk
mengembalikan kejayaan komoditi lada putih di daerah ini. Untuk itu perlu
dilakukan berbagai analisis seperti memberikan arahan dan pertimbangan kepada
masyarakat untuk memperhatikan aspek geobiofisik dan aspek ekonomi. Aspek
geobiofisik digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk kriteria tumbuh

5
tanaman lada agar masyarakat tidak terlalu melakukan upaya perbaikan lahan
yang imbasnya juga memerlukan tambahan biaya. Aspek ekonomi diperlukan
agar masyarakat dapat mengetahui dan mendapatkan informasi tentang kelayakan
usaha. Melalui analisis kelayakan finansial akan diperoleh berapa jumlah modal
yang harus disediakan dalam pengelolaan per luasan tanam. Selain itu,
perhitungan kelayakan finansial hingga ke aspek pemasaran dapat
menginformasikan ke petani berapa keuntungan yang diperoleh dari pengusahaan
kebun lada.
Aspek pemasaran merupakan hal penting dalam pengusahaan perkebunan
lada rakyat. Fluktuasi harga yang sangat signifikan dapat mempengaruhi minat
petani dalam berkebun. Pada saat harga anjlok pada kisaran di bawah Rp 30
000/kg, banyak petani menelantarkan kebun dan memilih berusaha di sektor lain
terutama penambangan timah. Petani lada juga sangat sedikit membuka areal
pertanaman baru setelah memperkirakan kerugian yang akan diperoleh dengan
harga seperti itu. Pemasaran komoditi lada putih tidak sulit karena biasanya
pedagang pengumpul tingkat desa langsung mendatangi ke rumah petani untuk
membeli yang kemudian dijual ke pedagang tingkat kecamatan atau bahkan ke
eksportir yang cukup banyak di Kota Pangkalpinang, Ibukota Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Namun permasalahannya, apakah rantai pemasaran komoditi
lada putih di Kabupaten Bangka Tengah sudah efisien? Dalam artian keuntungan
yang diperoleh cukup sebanding dengan modal dan pengorbanan yang
dikeluarkan oleh petani. Jika belum efisien, perlu dicari penyebabnya agar
diperoleh alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi inefisiensi rantai
pemasaran.
Arahan dan analisis usaha tani lada sangat diperlukan untuk pengembangan
perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah sebagai upaya
mengembalikan kejayaan lada putih di pasar internasional yang tentunya
berdampak positif dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan
uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang diharapkan
dapat dijawab melalui penelitian ini.
1. Dimanakah lokasi perkebunan lada yang sesuai berdasarkan aspek
geobiofisik?
2. Bagaimanakah kelayakan usaha tani perkebunan lada?
3. Bagaimanakah besaran marjin tata niaga dalam rantai pemasaran komoditi
lada putih?
4. Bagaimanakah efisiensi kelembagaan dalam pemasaran lada?
5. Bagaimanakah arahan tentang potensi pengembangan perkebunan lada?

Tujuan Penelitian
Memperhatikan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk :
1.
2.
3.
4.

Menentukan lokasi pengembangan yang sesuai untuk perkebunan lada;
Menganalisis kelayakan usaha perkebunan lada;
Menganalisis marjin pemasaran dalam rantai pemasaran komoditi lada putih;
Menganalisis kelembagaan pemasaran lada;

6
5. Menyusun arahan pengembangan perkebunan lada yang ada di Kabupaten
Bangka Tengah.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberi masukan
berupa arahan pengembangan perkebunan lada kepada Pemerintah Kabupaten
Bangka Tengah yang berpedoman pada pembangunan berkelanjutan untuk
peningkatan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan latar belakang terdapat beberapa pengertian akan dijadikan
referensi sebagai konsepsi dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu :
1. Penelitian ini dilakukan pada lahan aktual milik petani dan lahan-lahan
potensial berdasarkan kesesuaian lahan dan kelayakan usaha di
Kabupaten Bangka Tengah yang memungkinkan untuk dibudidayakan
perkebunan lada.
2. Batasan penelitian adalah untuk merekomendasikan lokasi lahan
perkebunan lada dalam rangka menyusun arahan pengembangan
perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan meningkatnya harga komoditi lada putih di tingkat petani,
maka minat masyarakat untuk berkebun lada juga semakin besar. Kondisi ini juga
ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan
membuat Program Revitalisasi Lada yang disambut baik oleh semua kabupaten di
provinsi ini. Pengembangan perkebunan lada telah menjadi komitmen bersama
dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan luas areal perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka
Tengah dari tahun 2013 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan. Fenomena
seperti ini harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk memberi akses
berupa penyediaan sarana produksi untuk kebutuhan petani.
Dalam rangka pengembangan perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka
Tengah, potensi sumberdaya fisik wilayah juga harus mendapatkan perhatian
dalam penentuan kesesuaian lahan yang akan digunakan. Dengan melakukan
evaluasi kesesuaian lahan maka dapat memperkirakan produktifitas optimal yang
diharapkan. Aspek fisik lahan merupakan salah satu yang harus diperhatikan
selain aspek tata ruang dalam rangka membuat arahan pengembangan perkebunan
lada. Selain aspek sumberdaya fisik, aspek kelayakan usaha merupakan hal
penting yang harus diperhatikan dalm rangka pengembangan wilayah. Perbedaan
karakteristik sumberdaya fisik lahan akan menyebabkan terjadinya perbedaan

7
biaya dan pendapatan yang diterima oleh petani dalam usaha perkebunan lada.
Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Bangka Tengah
perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui daerah-daerah mana
yang sesuai dan menguntungkan untuk dijadikan lokasi pengembangan
perkebunan lada.
Selain faktor tersebut diatas, ada faktor lain yang sangat menentukan
keberhasilan usaha perkebunan lada, yaitu kelembagaan pemasaran. Harga
komoditi lada putih di tingkat petani umumnya rendah karena kurang efisiennya
rantai pemasaran, terhambatnya akses informasi pasar, dan rendahnya kualitas
hasil. Kualitas hasil masih rendah karena sebagian besar produk yang dihasilkan
adalah produk primer. Untuk melihat efisiensi rantai pemasaran komoditi lada
putih di Kabupaten Bangka Tengah perlu dilakukan analisis marjin pemasaran.
Lada putih merupakan komoditi yang memiliki peran yang cukup besar
dalam peningkatan pendapatan masyarakat terutama di daerah sentra komoditi
tersebut. Hal ini didasari terus meningkatnya harga dan besarnya minat
masyarakat untuk kembali mengusahakan komoditi ini serta adanya dukungan
kebijakan dari pemerintah daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan adanya Program Revitalisasi Lada. Untuk itu perlu adanya arahan mengenai
potensi pengembangan perkebunan lada yang sesuai dengan konsep pembangunan
berkelanjutan yaitu aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Berdasarkan uraian di
atas, maka kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Latar Belakang
Prospek Komoditi Lada Putih cukup Bagus
Minat Masyarakat yang Tinggi
Program Revitalisasi Lada
Potensi Lahan

Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Lada

Evaluasi
Kesesuaian
Lahan

Kelayakan Usaha

Efisiensi
Lembaga
Pemasaran

Peta Arahan
Pengembangan Lada

Kelayakan Usaha
Secara Finansial

Rekomendasi
Peningkatan Efisensi
Pemasaran

Arahan Pengembangan Perkebunan Lada
di Kabupaten Bangka Tengah

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi, di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan
karakteristik dan kualitas lahannya. Karakteristik lahan mencakup faktor-faktor
lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur
tanah, air tersedia, dan sebagainya. Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang
tidak dapat diukur langsung karena merupakan interaksi dari beberapa
karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan
untuk penggunaan tertentu. Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan
suatu wilayah yang rinci ke dalam kualitas lahan, dan setiap kualitas lahan
biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Menurut Hardjowigeno
dan Widiatmaka (2007), kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang sama
atau hampir sama dan penyebarannya digambarkan dalam peta sebagai hasil dari
suatu survei sumber daya alam disebut sebagai satuan peta lahan.
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan utuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (aktual)
dan kondisi setelah dilakukan perbaikan (potensial). Pengertian kesesuaian lahan
(land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability).
Kemampuan lahan lebih menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan secara
umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi, semakin banyak jenis
tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, maka
kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sedangkan kesesuaian lahan adalah
kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe penggunaan tertentu, sehingga harus
mempertimbangkan aspek manajemennya.
Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu cara yang dilakukan dengan
membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan dengan
persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk
menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tujuan tertentu (Hardjowigeno dan
Widiatmaka 2007).
Untuk menentukan metode yang akan digunakan dalam evaluasi lahan harus
mencakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut : (1) kesesuaian lahan harus
didasarkan atas penggunaan lahan untuk tujuan tertentu, (2) diperlukan
perbandingan antara biaya dan keuntungan, (3) diperlukan penghampiran
multidisiplin, (4) harus relevan terhadap sifat-sifat fisik, ekonomi, dan sosial
daerah yang dimaksud, (5) berdasarkan atas penggunaan untuk waktu yang tidak
terbatas, dan (6) evaluasi meliputi lebih dari satu macam penggunaan lahan.
Klasifikasi kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi
menurut metode FAO (1976). Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas
kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kelas kesesuaian lahan aktual adalah
kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survei tanah atau sumber daya lahan
yang belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk
mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik

9
termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan yang
akan dicapai apabila atau setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan.
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:
Ordo

: Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo,
kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong
sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).
Kelas
: Keadaan tingkat kesesuain lahan dalam tingkat ordo. Pada
tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S)
dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:
S1 (sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau
nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan
mereduksi produktivitas lahan secara nyata.
S2(cukup sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang akan
berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya
dapat diatasi oleh petani sendiri.
S3(sesuai marginal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat yang akan
berpengaruh terhadap produktivitasnya dan memerlukan
tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan S2.
Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan
modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur
tangan pemerintah/pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut,
petani tidak mampu mengatasinya.
N(tidak sesuai)
: Lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat dan/atau sulit diatasi.
Subkelas
: Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas
berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi
faktor pembatas terberat. Faktor pembatas sebaiknya
dibatasi maksimum dua pembatas.
Unit
: Keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan yang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam
pengelolaannya. Unit yang satu berbeda dnegan unit yang
lainnya dalam sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan
yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil
dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas
tingkat unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil
dalam perencanaan usaha tani.
Pertumbuhan suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan
dan persaingan dalam penggunaan lahan. Kondisi tersebut mengharuskan
perlunya pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang
paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap
memperhatikan tindakan konservasinya untuk penggunaan di masa yang akan
datang (Sitorus 2004).

10
Analisis Kelayakan Usaha Tani
Salah satu tugas penting seorang perencana wilayah adalah mengevaluasi
usaha yang dilakukan, termasuk usaha tani. Menurut Soekartawi (2002), analisis
usaha tani mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang
ada dengan konsep memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya,
secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan pada waktu
tertentu. Disebut efektif jika petani (produsen) dapat mengalokasikan sumber daya
yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya serta dikatakan efisien jika
pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan output yang melebihi input.
Ciri-ciri usaha tani di Indonesia adalah; (1) sempitnya lahan yang dimiliki petani,
(2) kurangnya modal, (3) pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang
dinamis, dan (4) masih rendahnya pendapatan petani. Menurut Indraningsih
(2013), dalam menentukan suatu komoditi, ketersediaan sumber daya (lahan,
tenaga kerja, modal) merupakan faktor yang penting untuk menunjang kinerja
usaha tani. Selain itu, kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien
merupakan landasan utama bagi kelangsungan kegiatan usaha tani, terutama
apabila dikaitkan dengan orientasi usaha yang komersial. Peningkatan pendapatan
masyarakat dari usaha tani berdampak pada peningkatan tabungan dan konsumsi
masyarakat yang tentunya akan meningkatkan pendapatan pemerintah (Siregar et
al. 2008).
Analisis kelayakan usaha atau juga dapat disebut studi kelayakan proyek
perlu dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat
atas investasi yang telah ditanamkan. Definisi studi kelayakan proyek menurut
Husnan dan Suwarsono (2000) adalah suatu penelitian tentang dapat atau tidaknya
suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Proyek yang dimaksudkan disini
biasanya merupakan proyek investasi.
Penerimaan usaha tani merupakan nilai produk total usaha tani dalam jangka
waktu tertentu. Sedangkan pengeluaran usaha tani adalah nilai semua input yang
habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja
keluarga. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang,
seperti pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja.
Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa
sebenarnya pendapatan kerja petani apabila bunga modal dan nilai kerja keluarga
diperhitungkan. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran usaha tani disebut
pendapatan usaha tani (net farm income). Pendapatan bersih usaha tani mengukur
imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.
Oleh karena itu pendapatan usaha tani merupakan ukuran keuntungan usaha tani
yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usaha tani.
Kegiatan dalam menjalankan suatu proyek terlebih dahulu harus ditentukan
aspek-aspek apa yang akan dipelajari. Aspek-aspek studi kelayakan usaha yang
biasanya dianalisis antara lain menyangkut aspek pasar, teknis, keuangan, hukum
dan ekonomi. Menurut Gittinger (1986) menyatakan bahwa proyek dapat
dievaluasi dari aspek teknis, aspek institusional manajerial, aspek komersil, aspek
sosial, aspek finansial, dan aspek ekonomi.
Aspek Pasar
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek pasar dan pemasaran

11
mempelajari tentang :
1. Permintaan, baik secara total maupun diperinci dan proyeksi permintaan di
masa mendatang.
2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.
Perkembangan di masa lalu dan yang akan datang, jenis barang yang
menyaingi, dan sebagainya.
3. Harga, perbandingan dengan barang-barang impor dan produksi dalam negeri
lainnya, serta pola perubahan harganya.
4. Program pemasaran, mencakup stategi pemasaran yang akan dipergunakan,
marketing mix, identifikasi siklus kehidupan produk, dan pada tahap apa
produk akan dibuat.
5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa
dikuasai oleh perusahaan.
Pengkajian aspek pasar dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil
tanpa adanya permintaan atas barang/jasa. Pemasaran adalah kegiatan perusahaan
yang bertujuan menjual barang/jasa yang diproduksi perusahaan ke pasar. Oleh
karena itu, aspek ini bertanggung jawab dalam menentukan ciri-ciri pasar yang
akan dipilih.
Saluran pemasaran sangat penting bagi produsen untuk menyalurkan hasil
produksinya ke konsumen. Dalam saluran pemasaran ada ruang yang diisi oleh
perantara yang dikenal sebagai rantai pemasaran. Kotler and Keller (2009)
mendefinisikan saluran pemasaran sekelompok organisasi yang saling bergantung
dan terlibat dalam proses pembuatan produk atau jasa yang disediakan untuk
digunakan atau dikonsumsi.
Menurut Kashmir dan Jakfar (2010), rantai pemasaran adalah suatu jaringan
dan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen kepada konsumen akhir. Rantai
pemasaran juga didefinisikan proses dari pedagang besar yang menerima barang
langsung dari produsen atau dari pedagang pengumpul lokal dan kemudian
mengirim kepada beberapa pedagang eceran, yang selanjutnya dijual kepada
konsumen akhir dan mungkin pula pedagang ekspor (Hanafiah dan Saefudin,
1986).
Untuk mengukur efisiensi suatu sistem pemasaran dapat menggunakan
pendekatan marjin tata niaga. Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menyatakan perbedaan harga yang harus dibayar kepada penjual pertama dan
harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Suratiyah 2008). Menurut
Azzaino(1991) dalam Anita et al. (2012), marjin tata niaga adalah perbedaan
harga yang harus dibayar konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang
diterima petani produsen untuk produk yang sama.
Aspek Teknis
Dalam pemilihan teknologi yang akan dipergunakan sebaiknya tidak
dipergunakan teknologi yang telah usang, atau teknologi yang masih tahap cobacoba (Husnan dan Suwarsono 2000). Teknologi yang sudah usang akan
mengakibatkan sebuah perusahaan sulit untuk bersaing dengan perusahaan yang
lain, sedangkan teknologi yang masih dicoba-coba mengakibatkan kesulitan
dalam perawatan fasilitas.

12
Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa aspek teknis menyangkut berbagai hal
berkaitan dengan proses produksi yasng dijalankan, seperti teknologi yang
digunakan dan skala produksi yang dipilih, fasilitas lokasi dan produksi, dan
pemilihan proses produksi mencakup teknologi, perlengkapan dan alat-alat,
bahan, tenaga kerja dan pengawasan kualitas.
Aspek Manajemen
Aspek manajemen menurut Gittinger (1986) berkisar di antara penetapan
institusi, organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih, yang
secara jelas memiliki pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek.
Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi pemasaran di mana barang-barang bergerak dari pihak produsen ke
konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 2006). Munculnya lembaga pemasaran
sebagai pedagang perantara dikarenakan keengganan petani untuk langsung
memasarkan produknya ke eksportir.
Kelembagaan (institution) adalah kumpulan aturan main dan organisasi
yang berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumber daya secara
efisien, merata, dan berkelanjutan. Kelembagaan tidak hanya sekedar organisasi.
Dalam konsep ekonomi kelembagaan (institutional economic), organisasi
merupakan suatu bagian (unit) pengambil keputusan yang di dalamnya diatur oleh
sistem kelembagaan atau aturan main. Aturan main mencakup pada kesepakatan
antara dua pihak tentang suatu pembagian manfaat dan biaya yang harus
ditanggung oleh setiap pihak guna mencapai tujuan tertentu.
Aspek Ekonomi dan Sosial
Kuntjoro (2002) menyatakan adanya keterkaitan aspek ekonomi dan sosial,
sehingga dalam pelaksanaan suatu proyek, harus memperhatikan manfaat proyek
tersebut bagi masyarakat, penambahan atau pengurangan devisa, penambahan
kesempatan kerja, dan pengaruh terhadap perkembangan industri lain. Aspek
sosial dapat dilihat manfaatnya pada lingkungan sekitar, dapat berupa manfaat
maupun pengorbanan yang dirasakan.
Menurut Gittinger (1986) analisis ekonomi dilakukan dengan
mempertimbangkan apakah suatu proyek bisa memberikan sumbangan atau
peranan nyata terhadap perekonomian secara keseluruhan dan apakah sumbangan
tersebut cukup besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang
diperlukan. Analisis sosial harus mempertimbangkan pola dan kebiasaan dari
pihak yang dilayani oleh proyek, karena pertimbangan ini berhubungan langsung
dengan kelangsungan suatu proyek.
Aspek Finansial
Kadariah et, al. (1978) menyatakan bahwa analisis finansial dimulai dengan
analisis biaya dan manfaat suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk
membandingkan pengeluaran uang dengan revenue earning dari suatu proyek,
apakah proyek akan menjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan
mampu membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang
sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri.
Gittinger (1986) menyebutkan beberapa biaya yang menyangkut proyek
pertanian antara lain meliputi barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, cadangan-

13
cadangan yang tidak terduga, pajak, jasa pinjaman dan biaya yang tidak
diperhitungkan. Penambahan nilai suatu proyek bisa diketahui melalui
peningkatan produksi, perbaikan kualitas, perubahan dalam waktu penjualan.
Perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi,
pengurangan biaya pengangkutan, penghindaran kerugian dan manfaat tidak
langsung proyek.
Analisis perbandingan antara biaya dan manfaat adalah cara yang penting
dalam menetapkan skala usaha, karena jika dilakukan dengan benar akan
merupakan evaluasi yang bersifat komprehensif atas kelayakan suatu usaha
(Tarigan 2008). Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa untuk mengetahui
secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya suatu aktivitas usaha atau
proyek maka dikembangkan berbagai kriteria yang pada dasarnya
membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat harga umum
tetap yang diperoleh suatu industri menggunakan nilai sekarang (present value)
yang telah didiskonto selama umur usaha atau industri tersebut. Dalam unit usaha,
sumber-sumber yang digunakan untuk mendapatkan manfaat dapat berupa
barang-barang modal, bahan baku, tenaga kerja, dan waktu.
Cara untuk menilai suatu kelayakan usaha dapat menggunakan BC Ratio.
Menurut Rustiadi et al. (2011), BC Ratio merupakan cara evaluasi usaha atau
industri dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu
usaha atau industri dengan nilai sekarang seluruh biaya usaha atau kegiatan.
Dengan demikian BC Ratio merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap
penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan.
Analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui jangka
waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai
penentu batas. BEP adalah suatu keadaan dimana usaha tidak memperoleh laba
dan tidak menderita kerugian (Rustiadi et al. 2011).
Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisis yang menguji secara
sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu usaha apabila
terjadi hal yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.
Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk menganalisis kembali suatu kelayakan
usaha agar dapat mengetahui berbagai pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan
yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya dan manfaat.

Prospek Pengembangan Lada
Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah yang
sudah lama ditanam di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Ghats – Malabar di
India. Tanaman lada diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta (tanaman berbiji)
Sub Divisi
: Angiospermae (biji berada dalam buah)
Kelas
: Monocotyledoneae (biji berkeping satu)
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper nigrum Linn.

14
Menurut Rukmana (2003), genus Piper memiliki sekitar 600-2 000 spesies
yang sebagian besar tersebar di daerah tropis. Dari jumlah tersebut, terdapat
beberapa spesies yang telah dibudidayakan antara lain lada (Piper nigrum), sirih
(Piper betle), dan cabai jawa (Piper retrofractum).
Produk tanaman lada di Indonesia dikelompokkan ke dalam 2 (dua)
komoditas yaitu Lada Putih (Muntok White Pepper) dan Lada Hitam (Lampong
Black Pepper).
Lada Putih
Pemanenan lada putih dilakukan pada buah yang sudah masak, biasanya
dalam satu tangkai terdiri dari buah lada berwarna merah (18%), kuning (22%),
dan hijau (60%). Waktu panen biasanya pada bulan Mei sampai September.
Tahap-tahap pengolahan lada putih sebagai berikut:
1. Perendaman; buah lada hasil panen dimasukkan ke dalam karung dan
direndam dalam air mengalir dan bersih selama 7 – 10 hari untuk
melunakkan kulit agar mudah terlepas dari biji,
2. Pembersihan atau Pencucian; lada hasil rendaman dikeluarkan dari
karung dan dimasukkan ke alat pencuci berupa saringan, lalu tangkai
dan kulitnya dipisahkan dari biji dengan menggunakan tangan,
3. Pengeringan; buah lada bersih kemudian dijemur selama 3 – 7 hari
sampai cukup kering. Pengeringan/penjemuran dilakukan dibawah sinar
matahari menggunakan alas tikar atau lantai penjemuran. lada dianggap
kering dapat diuji secara tradisional dengan menggigit butiran lada,