Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI LADA DI KABUPATEN BANGKA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SKRIPSI

KRISTIAWAN HADINATA GINTING H34060943

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

RINGKASAN

KRISTIAWAN HADINATA GINTING. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Komoditi lada merupakan komoditi penting dalam perdagangan dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil lada terbesar di dunia dan memiliki daerah sentra utama produksi lada yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk lada putih dan Provinsi Lampung untuk lada hitam.

Lada putih dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dikenal di dunia dengan brand image Muntok White Pepper. Akan tetapi, produksi lada di Bangka Belitung tujuh tahun terakhir ini (tahun 2002-2008) mengalami masalah karena terjadi tren penurunan. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, secara umum, teridentifikasi sembilan permasalahan (faktor) yang terkait dengan produksi lada, khususnya permasalahan penurunan produksi tersebut. Penelitian ini mengkaji tiga permasalahan utama, sekaligus sebagai permasalahan dalam penelitian, yaitu harga jual lada di tingkat petani, adanya peluang usaha lain (selain lada), dan penerapan teknologi budidaya lada petani.

Bangka merupakan kabupaten yang mengalami tren penurunan produksi paling signifikan dari tahun 2004-2008. Hasil pengamatan di lapangan mengindikasikan bahwa harga jual lada di tingkat petani, adanya peluang usaha lain (selain lada), dan penerapan teknologi budidaya lada petani mempengaruhi produksi lada di Kabupaten Bangka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani terhadap produksi lada tersebut.

Setelah dilakukan pengkajian melalui studi pustaka, teori-teori yang relevan, serta kerangka berpikir yang dibangun, maka ditetapkan hipotesis penelitian, yaitu harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani, secara bersama-sama, berpengaruh signifikan terhadap produksi lada. Untuk mengkaji dan menguji hipotesis tersebut, dilakukan penelitian selama dua bulan (Mei akhir-Juli akhir tahun 2010) di Kabupaten Bangka, yang merupakan salah satu wilayah administratif kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten Bangka ditetapkan sebagai lokasi kajian penelitian, karena pada rentang tahun 2004-2008 tren penurunan produksi ladanya paling nyata (signifikan) dan antara tahun 2007-2008 mengalami penurunan produksi terbesar diantara lima kabupaten penghasil lada lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pengambilan sampel dilakukan multitahap dengan metode judgement dan cluster untuk menetapkan kabupaten, kecamatan, dan desa, serta metode judgement yang dilanjutkan simple random sampling untuk sampel petani. Kriteria petani lada yang ditetapkan adalah yang mendiversifikasikan usaha ladanya dan tanaman ladanya tersebut telah menghasilkan buah lada atau dipanen selama tahun 2009, sehingga diperoleh sampel yang homogen. Jumlah petani lada yang menjadi sampel sebanyak 30 petani, dari 176 petani lada di kerangka


(3)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI LADA DI KABUPATEN BANGKA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SKRIPSI

KRISTIAWAN HADINATA GINTING H34060943

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(4)

iii sampel, yang terambil dari sembilan desa yang menyebar di tiga kecamatan, dari delapan kecamatan yang ada di Kabupaten Bangka. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menyusun kuesioner, wawancara, serta pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diambil dari instansi atau lembaga yang terkait di Kabupaten Bangka dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu dengan cara pengelompokan; editing; standarisasi; mencari rata-rata, median, dan modus; tabulasi; gambar; dan grafik. Kemudian, dilakukan analisis deskriptif serta analisis korelasi dan regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, hanya variabel teknologi budidaya lada yang signifikan berpengaruh terhadap produksi lada, pada taraf nyata (α) 10 persen dengan koefisien regresi sebesar positif (+) 1.105,508. Skor (indeks) maksimum variabel teknologi budidaya lada adalah 2 (dua) satuan, sehingga koefisien regresi variabel tersebut mengindikasikan untuk setiap kenaikan teknologi budidaya lada petani 0,1 satuan, maka rata-rata produksi lada akan meningkat sebesar 110,5508 kg/ha, dan sebaliknya saat teknologi budidaya lada petani menurun 0,1 satuan, maka rata-rata produksi lada akan menurun sebesar 110,5508 kg/ha.


(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI LADA DI KABUPATEN BANGKA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KRISTIAWAN HADINATA GINTING H34060943

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(6)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Nama : Kristiawan Hadinata Ginting

NIM : H34060943

Disetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, MSi

NIP 19650115 199003 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP 19580908 198403 1 002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Saya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada di Kabupaten Bangka Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Kristiawan Hadinata Ginting H34060943


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 4 Desember 1988. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Budiman Ginting dan Ibu Magdalena Tarigan.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Maria Goretti Sungailiat (Bangka) pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Santa Theresia Pangkalpinang (Bangka). Pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sungailiat (Bangka) diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Komisi Pelayanan Khusus, Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen, Institut Pertanian Bogor (KOPELKHU UKM PMK IPB), periode 2008-2009.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada di Kabupaten Bangka

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani terhadap produksi lada. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, November 2010 Kristiawan Hadinata Ginting


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji utama.

3. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji departemen.

4. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing akademik serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

5. Ir. Harmini, MSi atas bimbingan kepada penulis, khususnya dalam metode pengolahan data penelitian.

6. Bapak, Ibu, dan Adik, untuk setiap dukungan yang telah diberikan. 7. Petani lada yang telah bersedia menjadi responden penelitian penulis.

8. Bapak Sumardi, Bapak Mukmin Hafiz, dan Bapak Priyono (selaku PPL BPP Petaling); Bapak Sarwani, Bapak Albani, dan Ibu Maryati (selaku PPL BPP Bakam); serta Bapak Sarwo Edi, Bapak Mardi, dan Bapak Suharto (selaku PPL BPP Pangkal Niur), atas bantuannya di lapangan.

9. Teman-teman Agribisnis angkatan 43 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

10.Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, November 2010 Kristiawan Hadinata Ginting


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan ... 10

1.4. Manfaat ... 10

1.5. Ruang Lingkup ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Tanaman dan Teknologi Budidaya lada ... 12

2.1.1. Tanaman Lada ... 12

2.1.2. Teknologi Budidaya Lada ... 15

2.2. Penelitian Terdahulu ... 40

2.3. Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu ... 43

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 46

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 46

3.1.1. Produksi ... 46

3.1.2. Harga Jual Lada di Tingkat Petani dan Produksi .... 50

3.1.3. Peluang Usaha Lain dan Produksi ... 52

3.1.4. Teknologi Budidaya Lada Petani dan Produksi ... 55

3.1.5. Harga Jual Lada di Tingkat Petani, Peluang Usaha Lain, Teknologi Budidaya Lada Petani, dan Produksi ... 56

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 57

IV METODE PENELITIAN ... 60

4.1. Lokasi dan Waktu ... 60

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 60

4.3. Desain Penelitian ... 63

4.4. Data dan Instrumentasi ... 64

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 64

4.6. Metode Pengolahan Data ... 65

4.6.1. Analisis Deskriptif ... 65

4.6.2. Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda ... 65

4.6.3. Uji Asumsi Model Regresi Linear Klasik ... 70

4.6.4. Bentuk Pengujian Hipotesis Penelitian ... 73

4.7. Model Regresi Linear Berganda ... 74

4.8. Definisi Operasional ... 77

4.8.1. Produksi Lada (Y) ... 78

4.8.2. Harga Jual Lada di Tingkat Petani (X1) ... 78


(12)

xi

4.8.4. Teknologi Budidaya Lada Petani (X3) ... 92

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 111

5.1. Lokasi ... 111

5.2. Karakteristik Wilayah ... 116

5.3. Demografi ... 117

5.4. Potensi Umum Wilayah ... 120

5.5. Perekonomian ... 121

VI PEMBAHASAN ... 128

6.1. Karakteristik Responden ... 128

6.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 128

6.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Status ... 128

6.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan . 129

6.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Mengusahakan Lada ... 129

6.1.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usaha ... 130

6.1.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 132

6.2. Analisis Deskriptif ... 132

6.2.1. Analisis Deskriptif Variabel Produksi ... 132

6.2.2. Analisis Deskriptif Variabel Harga Jual Lada di Tingkat Petani ... 135

6.2.3. Analisis Deskriptif Variabel Peluang Usaha Lain ... 137

6.2.4. Analisis Deskriptif Variabel Teknologi Budidaya Lada Petani ... 145

6.3. Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda ... 147

6.3.1. Model Regresi Linear Berganda ... 147

6.3.2. Uji Asumsi Linear Klasik Model Regresi Linear Berganda ... 147

6.3.3. Uji Hipotesis ... 148

6.3.4. Pembahasan Hasil Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda ... 151

6.3.4.1. Pengaruh Harga Jual Lada di Tingkat Petani Terhadap Produksi Lada ... 151

6.3.4.2. Pengaruh Peluang Usaha Lain Terhadap Produksi Lada ... 152

6.3.4.3. Pengaruh Teknologi Budidaya Lada Petani Terhadap Produksi Lada ... 154

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 156

7.1. Kesimpulan ... 156

7.2. Saran ... 156

DAFTAR PUSTAKA ... 158


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Total Ekspor Lada dari Beberapa Negara Produsen Tahun

2002-2009 (Estimasi) dalam Ton ... 1 2. Total Produksi dan Ekspor Lada dari Negara Produsen Tahun

2008 ... 2 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Lada di Indonesia

Menurut Pengusahaan Tahun 2008 (Angka sementara) ... 14 4. Dosis Pupuk Anorganik (Kimia) untuk Tanaman Lada dengan

Panjatan Hidup dan Mati ... 27 5. Jadwal Pertumbuhan Tanaman di Kebun Intensif dengan

Panjatan ... 31 6. Keunggulan Tujuh Varietas Lada yang Telah Diuji ... 35 7. Keunggulan Varietas Lampung, Lampung Daun Lebar

(LDL), Muntok, Belantung, Kerinci, dan Jambi ... 36 8. Perbandingan Analisis Benefit Cost Ratio, IRR, dan Payback

Period Komoditi Kelapa Sawit, Karet, dan Lada ... 43 9. Areal Tanam dan Produksi Lada per Kecamatan di Kabupaten

Bangka Tahun 2009 ... 61 10. Luas Areal Tanam dan Panen Sembilan Desa Lokasi

Penelitian ... 62 11. Kriteria Uji Hipotesis Dua Arah dengan Uji t-student ... 73 12. Kriteria Uji Hipotesis Dua Arah dengan Uji F ... 74 13. Kriteria Uji Hipotesis Penelitian Dua Arah dengan Uji F pada

Model Regresi Linear Berganda ... 76 14. Kriteria Uji Hipotesis Penelitian Dua Arah dengan Uji

t-student pada Model Regresi Linear Berganda ... 77 15. Kisi-kisi Instrumen Variabel Peluang Usaha Lain (X2) ... 87 16. Jenis, Dosis, Waktu, dan Frekuensi Pemupukan Tanaman

Lada pada Umur 3-12 Bulan ... 100 17. Jenis, Dosis, Waktu, dan Frekuensi Pemupukan Tanaman

Lada pada Umur 13-24 Bulan ... 101 18. Jenis, Dosis, Waktu, dan Frekuensi Pemupukan Tanaman

Lada dengan Panjatan Hidup pada Umur Lebih dari 24

Bulan ... 101 19. Jenis, Dosis, Waktu, dan Frekuensi Pemupukan Tanaman


(14)

xiii 20. Kisi-kisi Instrumen Variabel Teknologi Budidaya Lada Petani

(X3) ... 107

21. Areal Tanam dan Produksi Lada per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2009 ... 113

22. Areal Tanam dan Luas Panen Lada per Desa di Kecamatan Mendo Barat Tahun 2009 ... 114

23. Areal Tanam dan Luas Panen Lada per Desa di Kecamatan Bakam Tahun 2009 ... 114

24. Areal Tanam dan Luas Panen Lada per Desa di Kecamatan Riau Silip Tahun 2009 ... 115

25. Jarak Terdekat Lokasi-lokasi Penelitian dengan Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau Kabupaten Bangka ... 115

26. Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bangka Tahun 2008 ... 117

27. Struktur Tenaga kerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bangka Tahun 2008 ... 118

28. Produksi Lada, Karet, dan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2008 dan 2009 ... 120

29. Kontribusi Tiga Sektor Utama dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Bangka Tahun 2008 ... 123

30. Kontribusi Subsektor Terhadap Sektor Pertanian dalam PDRB ADHB Kabupaten Bangka Tahun 2008 ... 124

31. Nilai Produksi Tanaman Lada, Karet, dan Kelapa Sawit di Kabupaten Bangka Tahun 2008 ... 126

32. Karakteristik Responden Menurut Umur ... 128

33. Karakteristik Responden Menurut Status ... 128

34. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan ... 129

35. Karakteristik Responden Menurut Pengalaman Mengusahakan Lada ... 130

36. Karakteristik Responden Menurut Diversifikasi Usaha ... 131

37. Karakteristik Responden Menurut Status Kepemilikan Lahan ... 132

38. Produksi Lada Responden Tahun 2009 ... 134

39. Harga Jual Lada Rata-rata Responden Tahun 2009 ... 136


(15)

xiv 41. Jawaban Responden Mengenai Prioritas Pengusahaan Lada

Dibanding Dengan Usaha Lain yang Dijalankan Selama

Tahun 2009 ... 139 42. Perbandingan Prioritas Pengusahaan Responden Atas Usaha

Lada dan Usaha Lain yang Dijalankan Selama Tahun 2009 ... 140 43. Dampak Pengusahaan Usaha Lain Bagi Ketersediaan Areal

Tanam Lada Responden Selama Tahun 2009 ... 141 44. Deskripsi Variabel Teknologi Budidaya Lada Responden

Tahun 2009 ... 145 45. Hasil Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda ... 149


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produksi Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun

2002-2008 ... 5

2. Luas Areal Tanam Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002-2008 ... 6

3. Ekspor Lada dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002-2008 ... 7

4. Produksi Lada per Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2004-2008 ... 8

5. Produksi Perkebunan Rakyat Utama di Kabupaten Bangka Tahun 2004-2008 ... 9

6. Skema Sistem Produksi ... 49

7. Pergeseran di Sepanjang Kurva Penawaran, dari Titik A ke Titik A’, Akibat Adanya Kenaikan Harga Barang ... 51

8. Pengaruh Kemajuan Teknologi terhadap Output (Upward Shiftof Production), Model Produksi dengan Satu Faktor Produksi (Input) Variabel ... 55

9. Dampak Kemajuan Teknologi, pada Model Produksi dengan Dua Faktor Produksi Variabel ... 56

10. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 59

11. Tahap Penentuan Sampel Penelitian ... 63

12. Peta Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2002 ... 112

13. Struktur Ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka BelitungTahun 2008 ... 122

14. Luas Areal Tanam Lada di Kabupaten Bangka Tahun 2001-2009 ... 133

15. Produksi Lada di Kabupaten Bangka Tahun 2001-2009 ... 133

16. Harga Rata-rata Lada Putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2001-2009 ... 135


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Lada di Indonesia per Provinsi Tahun 2002-2008

dalam Ton ... 165 2. Perkembangan Produksi Lada di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung Tahun 2007-2008 Berdasarkan Kabupaten dan Kota 166 3. Kerangka Sampel Petani Lada ... 167 4. Skor Variabel Teknologi Budidaya Lada Petani Tahun

2009 ... 168 5. Data Penelitian ... 169 6. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi dan Regresi Linear

Berganda ... 170 7. Hasil Perhitungan Uji Multikolinearitas Model Regresi Linear

Berganda ... 171 8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Model Regresi Linear

Berganda ... 172 9. Hasil Perhitungan Uji Heteroskedastisitas Model Regresi

Linear Berganda ... 173 10. Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi Model Regresi Linear

Berganda ... 174 11. Rangkuman Hasil Uji t-student (Uji Individu) Hipotesis Dua

Arah dari Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda ... 175 12. Rangkuman Hasil Uji F (Uji Global) Hipotesis Dua Arah dari

Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda ... 176 13. Pengusahaan Lada oleh Responden di Kabupaten Bangka ... 177 14. Perbandingan Prioritas Pengusahaan Tanaman Lada dan

Kelapa Sawit serta Lada dan Karet oleh Responden di

Kabupaten Bangka ... 178 15. Dampak Pengusahaan Tanaman Karet dan Kelapa Sawit

Terhadap Ketersediaan Areal Tanam Lada oleh Responden

di Kabupaten Bangka ... 179 16. Contoh Rendahnya Penerapan Teknologi Budidaya Lada oleh


(18)

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rempah-rempah (spices) memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban, penjelajahan, dan perdagangan di dunia. Salah satu dari komoditi rempah-rempah tersebut adalah lada. Berdasarkan International Pepper Community (IPC) dan Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) (2005), lada memiliki tempat yang penting dalam perdagangan rempah-rempah dunia, dimana lada menjadi komoditi pertama yang diperdagangkan secara internasional dan membuka rute-rute perdagangan antara “Dunia Barat”

dan “Dunia Timur”. Perdagangan lada di dunia saat ini dapat dilihat dari jumlah ekspor yang terjadi dan dilakukan oleh beberapa negara, khususnya oleh negara-negara produsen, yang dapat dilihat lebih jelas dalam Tabel 1.

Tabel 1. Total Ekspor Lada dari Beberapa Negara Produsen Tahun 2002-2009 (Estimasi) dalam Ton

Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Vietnam 78.155 74.639 98.494 109.565 116.670 82.904 89.705 93.000 Indonesia 53.210 60.896 46.260 38.227 35.545 38.447 52.410 44.000 Brazil 37.531 37.940 40.529 38.416 42.194 39.008 36.723 32.000 India 24.225 19.423 14.049 15.752 26.377 33.940 26.665 20.500 Malaysia 22.661 18.672 18.206 16.799 16.605 15.065 14.241 18.000 Srilanka 8.225 8.240 4.853 8.129 8.190 9.026 6.242 5.808 Cina (RRC) 4.770 3.760 3.529 2.500 3.000 5.000 6.000 4.000 Ekuador 2.320 3.337 3.705 2.945 1.913 2.500 3.000 3.200 Madagaskar 880 1.000 1.000 1.231 1.995 1.800 1.750 1.400

Thailand 639 500 500 1.400 1.500 1.400 1.400 1.400

Total 232.616 228.407 231.125 234.964 253.989 229.090 238.136 223.308

Keterangan: *) Angka estimasi

Sumber: International Pepper Community (IPC) (2009) (Diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa antara tahun 2002-2009, negara produsen yang mendominasi ekspor lada adalah Vietnam. Adapun lima besar negara produsen yang mengekspor lada dalam jumlah besar pada periode tersebut, yaitu Vietnam, Indonesia, Brazil, India, dan Malaysia.

Komoditi lada menjadi penting karena memiliki beragam kegunaan. Lada dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, industri makanan, parfum,


(19)

2 dan pestisida nabati (Rismunandar 2007). Produk utama komoditi lada yang diperdagangkan secara internasional adalah lada putih (white pepper) dan lada hitam (black pepper). Lada putih dan lada hitam sebenarnya berasal dari buah lada yang sama. Lada putih merupakan olahan dari buah lada yang telah matang di pohon, dipanen, dan dikelupas kulitnya, serta dikeringkan. Lada hitam dihasilkan dari buah lada yang dipanen sebelum matang dan masih berwarna hijau, serta langsung dikeringkan tanpa dilakukan pengelupasan kulit.

Disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia termasuk salah satu dari lima negara produsen dan pengekspor lada utama di dunia. Menurut Edizal (1998) semasa VOC menduduki Indonesia pada tahun 1720, keuntungan dari tanaman lada merupakan sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperolehnya. Kontribusi lada semakin besar terhadap keuntungan VOC pada tahun 1772, yaitu mencapai dua per tiga bagian dari keseluruhan keuntungannya (Ditjenbun Deptan 2009). Sebelum perang dunia kedua, Indonesia mampu memasok 80 persen kebutuhan lada dunia (Edizal 1998).

Pada tahun 2008, Indonesia adalah produsen sekaligus eksportir lada urutan kedua di dunia, setelah Vietnam. Untuk lebih jelas, data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total Produksi dan Ekspor Lada dari Negara Produsen Tahun 2008

Keterangan: -) Data tidak tersedia

Sumber: International Pepper Community (IPC) (2009) (Diolah)

Oleh karena itu, perdagangan komoditi lada menjadi penting bagi Indonesia dari sisi ekspor nonmigas, yang dapat menghasilkan devisa negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang diperoleh dan diolah

Negara Produksi (Ton) Persentase Produksi (%) Ekspor (Ton) Persentase Ekspor (%)

Vietnam 91.000 28,99 89.705 37,67

Indonesia 56.000 17,84 52.410 22,01

Brazil 41.000 13,06 36.723 15,42

India 50.100 15,96 26.665 11,20

Malaysia 22.000 7,01 14.241 5,98

Srilanka 13.243 4,22 6.242 2,62

Cina (RRC) 28.000 8,92 6.000 2,52

Ekuador - - 3.000 1,26

Madagaskar 2.800 0,89 1.750 0,73

Thailand 9.800 3,12 1.400 0,59


(20)

3 dari IPC (2009), Bappebti (2010)1, dan BI (2010)2, dapat diketahui bahwa ekspor lada Indonesia pada tahun 2008 mencapai nilai US $ 198.624.630 atau sekitar Rp 1.823,28 miliar (menggunakan kurs dollar rata-rata selama tahun 2008). Adapun total nilai produksi lada Indonesia pada tahun 2008 mencapai US $ 214.862.131,7 atau sekitar Rp 1.972,34 miliar (menggunakan kurs dollar rata-rata selama tahun 2008), dimana PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia atas dasar harga berlaku di tahun tersebut (angka sementara), dari subsektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, khususnya dari tanaman perkebunan adalah sebesar Rp 716.065,3 miliar (BPS 2010)3, sedangkan atas dasar harga konstan adalah sebesar Rp 142.000,4 miliar (BPS 2010)4.

Menurut Rismunandar (2007), ada beberapa alasan yang menyebabkan komoditi lada memberikan kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia, yaitu diantaranya 1) konsumsi lada cenderung meningkat akibat pertambahan penduduk, perkembangan industri makanan dan obat-obatan, serta peningkatan konsumsi per kapita; 2) lada merupakan komoditas pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja, baik petani, pekerja, maupun pedagang; 3) teknik budidaya yang diterapkan di Indonesia tidak menggunakan banyak perlakuan mekanis, sehingga besar peranannya dalam pemanfaatan tenaga kerja; dan 4) luasnya wilayah pengembangan yang tersedia di Indonesia.

Dewasa ini, terdapat banyak daerah di Indonesia yang memproduksi lada. Sebagian besar (sekitar 99 persen) produksi lada Indonesia dihasilkan dari perkebunan lada yang dikelola oleh rakyat (petani) atau smallholders, dan sisanya dikelola oleh pihak swasta (Ditjenbun Deptan 2009)5. Daerah-daerah penghasil lada di Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Provinsi Kepulauan

1

[Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2010. Harga Bursa Komoditi Lada Putih. http://www.bappebti.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010]

2

[BI] Bank Indonesia. 2010. Kurs Uang Kertas Asing Mata Uang USD Tahun 2008. http://www.bi.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010]

3

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah). http://www.bps.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010]

4

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah). http://www.bps.go.id. [Diakses tanggal

23 Maret 2010] 5

[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Luas

Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1967-2009.


(21)

4 Bangka Belitung merupakan daerah produsen lada terbesar di Indonesia pada rentang tahun 2002-2004, tetapi menjadi yang terbesar kedua di Indonesia, antara tahun 2005-2008, setelah Lampung, karena adanya penurunan produksi (dapat dilihat pada Lampiran 1). Tetapi daerah ini, merupakan produsen lada putih (white pepper) paling besar di Indonesia (Edizal 1998). Lada putih produksi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (dahulu Pulau Bangka), telah dikenal luas di pasar lada dunia dan memiliki brand image sendiri di pasar tersebut, yaitu dengan nama Muntok White Pepper. Penamaan Muntok White Pepper ini, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional (diekspor) melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (setelah dilakukan pemekaran).

Berdasarkan laporan studi lapangan Kurniawati Y et al. (2009), sebagai komoditi ekspor, lada berkontribusi terhadap pendapatan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sampai akhir tahun 90-an pasokan lada putih dari Bangka Belitung di pasar dunia dapat mencapai 60-80 persen. Pada tahun 2008, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengekspor 8.334,241 ton lada, dengan nilai US $ 39.768.633,78 (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009), dari total produksi sebesar 15.671,21 ton (Dinas Pertanian, Pekebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009). Jumlah lada yang diekspor pada tahun tersebut mencapai 53,18 persen dari total produksinya.

Selain menjadi sumber pendapatan daerah dan tentunya petani lada sendiri, komoditi lada juga memiliki peranan strategis, dilihat dari sisi sejarah dan kebudayaan di Bangka Belitung. Lada putih adalah komoditi unggulan dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah diusahakan masyarakat sejak abad ke-18 Masehi (Oktaviandi 2008 diacu dalam Kurniawati Y et al. 2009). Hal tersebut kemudian berlanjut pada masa penjajahan, baik oleh kolonial Belanda, maupun Jepang (Edizal 1998). Berdasarkan Statistik Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007, perkebunan lada rakyat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimiliki dan diusahakan oleh 21.233 kepala keluarga. Dengan demikian, masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mengenal dengan baik komoditi lada dan menjadi salah


(22)

5 satu sumber mata pencaharian utama dari sektor pertanian di daerah ini. Karakteristik alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga sangat mendukung dibudidayakannya tanaman lada, seperti kesesuaian faktor iklim dan ketersediaan air (Ditjenbun Deptan 2009). Oleh sebab itu, sebenarnya provinsi ini memiliki keunggulan (daya saing) komparatif dan alasan-alasan yang menunjang pengembangan agribisnis komoditi lada.

Akan tetapi, saat ini, komoditi potensial di Bangka Belitung ini memiliki permasalahan dari sisi produksi, yaitu mengalami fluktuasi dan tren penurunan produksi, khususnya dalam rentang waktu tujuh tahun terakhir. Data total dan tren produksi lada tujuh tahun terakhir, yaitu tahun 2002-2008, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Produksi Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002-2008

Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2009) (Diolah)

Data pada Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa produksi lada di Bangka Belitung menurun dalam rentang waktu tahun 2002-2007. Dibandingkan tahun 2002, produksi lada pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 51,95 persen, walaupun produksi pada tahun 2008 tersebut telah mengalami sedikit perbaikan dari tahun sebelumnya (2007), yaitu sebesar 1.815,03 ton.

32.611,94 31.566,00

22.140,32

18.273,50 16.292,36

13.856,18 15.671,21

0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

P

ro

du

k

si

(T

o

n)


(23)

6 Fluktuasi dan tren penurunan produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga diikuti oleh fluktuasi dan tren penurunan luas areal (tanaman menghasilkan) dan jumlah ekspornya. Pada tahun 2008, luas areal tanaman lada menghasilkan di provinsi tersebut menurun sebesar 14.644,89 ha atau 48,72 persen, dibandingkan tahun 2002. Luas areal tanaman lada menghasilkan pada tahun 2008 merupakan yang terendah selama tahun 2002-2008. Data mengenai luas areal tanaman lada menghasilkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2002-2008 selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan: *) Luas areal tanam untuk tanaman lada menghasilkan

Gambar 2. Luas Areal Tanam Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002-2008

Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2009) (Diolah)

Sementara itu, pada tahun 2008, jumlah ekspor lada menurun sebesar 21.133,759 ton atau 71,7 persen, dibandingkan tahun 2002. Jumlah ekspor lada terendah, pada periode tahun 2002-2008, terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 8.334,241 ton. Data mengenai hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3.

30.059,87

26.332,71

22.299,30 20.432,65

20.799,00

16.268,25 15.414,98

0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

L

ua

s

Are

a

l

T

a

na

m

(

H

a

)*


(24)

7

Gambar 3. Ekspor Lada dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002-2008

Sumber: Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2009)6 dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2009) (Diolah)

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pemerintah Pusat (lewat Departemen Pertanian) telah menyikapi kondisi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Bentuk perhatian tersebut dituangkan melalui pencanangan program revitalisasi lada putih (Muntok White Pepper) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Revitalisasi ini akan melibatkan berbagai pihak yang berada di dalam sistem agribisnis komoditas lada tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Fluktuasi produksi lada dengan tren yang menurun di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini merupakan dampak dari terjadinya hal yang serupa di tingkat kabupaten dan kota, terutama enam kabupaten yang merupakan daerah penghasil lada di provinsi tersebut. Bangka merupakan salah satu daerah kabupaten penghasil lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Produksi lada per Kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya dari tahun 2004 hingga 2008, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.

6[Diskominfo] Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2009. Bangkitkan Kembali Kejayaan Lada Putih. http://www.babelprov.go.id. [Diakses tanggal 11 September 2009]

29.448,000

21.199,000

9.527,048 11.410,545 9.977,000

8.339,000 8.334,241 0,000

5.000,000 10.000,000 15.000,000 20.000,000 25.000,000 30.000,000 35.000,000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

E

k

spo

r

(T

o

n)


(25)

8

Gambar 4. Produksi Lada per Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2004-2008

Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2009) (Diolah)

Gambar 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Bangka mengalami tren penurunan produksi paling signifikan hingga tahun 2008, walaupun pada tahun 2006 sempat mengalami perbaikan. Dibandingkan tahun 2004, pada tahun 2008 produksi lada mengalami penurunan sebesar 78,28 persen (5.981,78 ton). Selain itu, antara tahun 2007-2008, Kabupaten Bangka merupakan daerah yang paling besar penurunan produksinya dibandingkan daerah lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu sebesar 1.539,08 ton (Lampiran 2).

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan indikasi bahwa harga jual lada, adanya peluang usaha lain, dan penerapan teknologi budidaya lada petani mempengaruhi produksi lada di Kabupaten Bangka. Harga jual lada masih dianggap rendah oleh petani karena sebelumnya pernah merasakan (menerima) harga yang lebih tinggi, sehingga motivasi mereka juga rendah untuk mengusahakan lada. Adanya peluang usaha lain, yang menurut petani lebih menguntungkan dari pada mengusahakan lada, menyebabkan mereka berdiversifikasi atau beralih usaha. Hal tersebut terlihat dari semakin

7.641,00

4.222,10

5.140,60

3.198,30

1.659,22

0,00 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00 9.000,00

2004 2005 2006 2007 2008

P

ro

du

k

si

(T

o

n)

Tahun

Bangka Bangka Tengah Bangka Selatan


(26)

9 berkembangnya beberapa usaha lain, khususnya usaha karet dan kelapa sawit, yang merupakan komoditi perkebunan rakyat utama, selain lada, di Kabupaten Bangka, dan merupakan pilihan utama petani lada untuk berdiversifikasi usaha. Keadaan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Produksi Perkebunan Rakyat Utama di Kabupaten Bangka Tahun 2004-2008

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bangka (2010) (Diolah)

Gambar 5 memperlihatkan perkembangan yang berbeda dari masing-masing usaha perkebunan rakyat utama di Kabupaten Bangka. Komoditi karet dan kelapa sawit mengalami perkembangan yang positif, terlihat dari tren produksinya yang meningkat. Sementara itu, komoditi lada perkembangannya negatif, yang terlihat dari tren produksinya yang menurun. Penerapan teknologi budidaya lada petani masih dikategorikan rendah, dilihat dari pengolahan lahan yang masih tradisional, kurangnya pemeliharaan, serta kurangnya pengendalian hama dan penyakit. Akibatnya, tanaman lada yang diusahakan tidak berproduksi dengan baik.

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani berpengaruh terhadap produksi lada?

0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

P

ro

du

k

si

(T

o

n)

Tahun


(27)

10

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani terhadap produksi lada.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keilmuan agribisnis, khususnya agribisnis komoditi lada yang ada di Kabupaten Bangka dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Menjadi informasi dan pengetahuan bagi penelitian lanjutan.

3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan agribisnis lada bagi pemerintah daerah Kabupaten Bangka khususnya dan pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung umumnya, serta masyarakat yang terlibat langsung di dalam sistem agribisnis komoditi lada.

4. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan, dalam menentukan solusi atas permasalahan dalam produksi lada di Kabupaten Bangka khususnya dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung umumnya.

1.5. Ruang Lingkup

Proses budidaya lada, yang meliputi kegiatan persiapan lahan, penyediaan bibit, persiapan junjung, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, hingga panen, dan proses pengolahan buah lada hasil panen menjadi lada putih, dianggap sebagai satu kesatuan proses, yaitu proses produksi lada putih. Hal tersebut terkait dengan perilaku petani lada di Bangka Belitung, dimana umumnya, lada yang baru mereka panen dari kebun langsung diolah (direndam di air sungai dan dikeringkan dengan penjemuran) menjadi lada putih. Tingkat kematangan buah lada saat dipanen pun telah disesuaikan untuk diolah menjadi lada putih.

Oleh sebab itu, sudah umum pula di Bangka Belitung, jika disebut produksi lada, maka lada yang dimaksud adalah lada putih. Dengan demikian, data produksi lada yang diperoleh, khususnya dari Badan Pusat Statistik


(28)

11 Kabupaten Bangka; Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangka; dan Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, adalah data produksi lada, yang telah diolah menjadi lada putih (berbentuk lada putih). Berdasarkan hal ini, selanjutnya, penyebutan produksi lada yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah produksi lada putih.


(29)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman dan Teknologi Budidaya Lada 2.1.1. Tanaman Lada

Lada menjadi salah satu jenis rempah-rempah yang paling tua dan penting di dunia, sehingga lada juga seringkali disebut King of Spices. Tanaman Lada adalah tanaman asli dari daerah Ghats bagian barat di India. Berdasarkan sejarah,

lada adalah salah satu komoditi yang pertama kali diperdagangkan antara “Dunia Barat” dan “Dunia Timur” (IPC dan FAO 2005). Pada abad pertengahan dan

zaman Renaissance, dalam sejarah penjelajahan, rempah-rempah (termasuk di dalamnya lada), mempunyai kedudukan yang tinggi dan sangat spesial. Bahkan pada zaman kuno dan medieval, nilainya seringkali disetarakan dengan emas dan batu permata. Produk utama komoditi lada yang diperdagangkan secara internasional dewasa ini adalah lada putih (white pepper) dan lada hitam (black pepper). Lada putih dan lada hitam sebenarnya berasal dari buah lada yang sama. Lada putih merupakan olahan dari buah lada yang telah matang di pohon, dipanen, dan dikelupas kulitnya, serta dikeringkan. Sedangkan lada hitam merupakan buah tanaman lada yang dipanen sebelum buah matang dan masih berwarna hijau, serta langsung dikeringkan tanpa pengelupasan kulit.

Budidaya lada di Indonesia sendiri sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau. Tanaman lada kemungkinan dibawa koloni Hindu ke Jawa antara tahun 100 SM (Sebelum Masehi) sampai 600 M (Masehi). Marcopolo dalam riwayat hidupnya pada tahun 1298, menguatkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada tahun 1280 di Jawa telah terdapat pengusahaan tanaman lada. Pada tahun 1720 sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperoleh VOC, semasa menduduki Indonesia, berasal dari komoditi lada. Pada tahun 1772, kontribusi lada semakin besar terhadap seluruh keuntungan VOC tersebut, yaitu mencapai dua per tiga bagiannya (Ditjenbun Deptan 2009). Bahkan sebelum perang dunia kedua, Indonesia memasok 80 persen kebutuhan lada dunia (Edizal 1998). Tanaman lada di Indonesia memiliki banyak nama daerah, diantaranya lada (Aceh, Batak, Lampung, Buru, dan Nias), raro (Mentawai), lado (Minangkabau), merico (Jawa), maica (Bali), ngguru (Flores), malita lo dawa (Gorontalo), marica


(30)

13 atau barica (Sulawesi Selatan), rica jawa (Halmahera, Ternate, Minahasa), leudeu pedih (Gayo), sahang (Bangka, Banjarmasin, Jawa Barat), sakang (Madura), saha (Bima), dan mboko saah (Ende).

Lada (Piper nigrum Linn) termasuk dalam famili Piperaceae. Famili tersebut terdiri dari 10-12 genus dan 1.400 spesies, yang bentuknya beragam, seperti herba, semak, tanaman menjalar, hingga pohon-pohonan. Lada dari genus Piper merupakan spesies tanaman yang berasal dari Ghats, Malabar India (Rismunandar 2007). Ciri morfologi dari tanaman lada antara lain 1) berakar tunggang (dikotil); 2) perakarannya terdiri atas dua jenis, yaitu akar yang tumbuh dari buku di atas tanah (untuk menopang batang pokok dan menjalar atau memanjat pada tiang panjat atau inangnya) dan akar yang tumbuh dari buku di dalam tanah (sebagai penghisap makanan atau feeding roots); 3) memiliki satu batang pokok dengan dua macam cabang (orthotropis atau vertikal dan plagiotropis atau horizontal), yang menyebabkan lada memiliki cabang yang banyak; 4) buku-buku batang agak membengkak, dimana dari buku-buku tersebut keluar daun, tunas, dan perbungaan; 5) berdaun tunggal, letaknya berselang-seling pada cabang, berwarna hijau gelap, lembaran daun sebelah atas agak mengkilap dan sebelah bawahnya pucat dan berkelenjar; 6) perbungaannya berbentuk bulir yang tumbuh di seberang daun, bunganya berukuran kecil, dan tanpa perhiasan bunga; 7) buahnya buni tak bertangkai, berbiji satu, berkulit keras, dibalut oleh daging buah yang tebal; serta 8) memiliki tinggi antara 5-15 m.

Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan dan perkebunan, yang pada dasarnya merupakan tanaman tropis, serta membutuhkan curah hujan dan suhu yang tinggi, yang banyak dan merata. Lada dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian mencapai 1.500 m di atas permukaan laut (dpl), tetapi tumbuh lebih subur di daerah pada ketinggian 500 m dpl atau kurang, dengan curah hujan 2.200-5.000 mm dalam setahun, suhu antara 18°C-35°C, kelembaban udara berkisar antara 50-100 persen, serta perubahan musim yang cukup baik (musim kemarau yang cukup panjang, sekitar 2-3 bulan untuk menumbuhkan bunga dan buah).

Indonesia memiliki daerah-daerah yang cocok dengan kriteria (persyaratan) budidaya tanaman lada tersebut. Daerah-daerah produsen lada di


(31)

14 Indonesia antara lain Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Papua, dan Maluku Utara (Deptan 2009)7. Daerah utama produksi lada di Indonesia adalah Provinsi Bangka Belitung, untuk lada putih (Muntok White Pepper) dan Provinsi Lampung, untuk lada hitam (Lampong Black Pepper). Budidaya lada di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh rakyat atau smallholders, bukan oleh pemerintah ataupun swasta dalam skala yang besar, sehingga produsen utama lada adalah petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Lada di Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 2008 (Angka sementara)

No Pengusahaan Produksi (Ton) Luas Areal (Ha)

1. Perkebunan Rakyat 79.725 190.773

2. Perkebunan Pemerintah (Negara) - -

3. Perkebunan Swasta 1 4

Total 79.726 190.777

Keterangan: -) Tidak mengusahakan

Sumber: Ditjenbun Deptan (Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian) (2009) (Diolah)8

Tabel 3 menunjukkan bahwa sekitar 99,9 persen produksi lada Indonesia dihasilkan dari perkebunan lada yang dikelola oleh rakyat (petani) atau smallholders. Demikian juga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka.

Jenis komoditi lada yang diproduksi di Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka, adalah lada putih, yang di dunia dikenal dengan nama Muntok

7

[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Produksi Lada Level Provinsi. http://www.deptan.go.id. [Diakses tanggal 8 Desember 2009]

8

[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Luas

Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1967-2009.


(32)

15 White Pepper. Penamaan Muntok White Pepper ini, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional (diekspor) melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (setelah pemekaran). Produksi lada siap jual di tingkat petani, umumnya sudah dalam bentuk lada putih. Roosgandha E (2003)9, menyebutkan bahwa petani lada di Kabupaten Bangka, melakukan panen lada saat buah lada sudah masak yang ditandai dengan warna kuning sampai merah. Panen umumnya dilakukan dengan pemetikan mempergunakan tangan. Kemudian diolah dengan cara memasukkan lada yang telah dipanen tersebut ke dalam karung plastik. Setelah itu direndam dalam air (umumnya air mengalir) selama 7-14 hari, setelah itu dicuci untuk menghilangkan kulitnya. Dilanjutkan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari selama 2-3 hari. Dari hasil pengolahan tersebut akan diperoleh lada putih kering dengan rendemen berkisar antara 15-45 persen atau rata-rata 24 persen. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai produksi lada di Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka, maka yang dimaksud adalah produksi lada putih.

2.1.2. Teknologi Budidaya Lada

Menteri Pertanian Republik Indonesia, Siswono (Anonim 2010), mengatakan bahwa dukungan inovasi teknologi, seperti pembibitan, obat-obatan, pupuk, serta alat dan mesin pertanian, juga sarana pascapanen, sangat diperlukan, untuk membangun pertanian di Indonesia. Begitu pula komoditi lada yang merupakan salah satu komoditi perkebunan (pertanian dalam arti luas) penghasil devisa bagi Indonesia, yang membutuhkan dukungan inovasi teknologi untuk pengembangannya. Teknologi budidaya lada merupakan pengetahuan (keterampilan pokok) teknis petani dalam membudidayakan lada. Menurut Sukirno (1985), permasalahan pokok dalam ekonomi yang berkaitan dengan produksi diantaranya cara memproduksi (teknologi yang digunakan) barang-barang atau jasa-jasa tersebut.

9

Roosgandha Elizabeth. 2003. Keragaan komoditas lada di Indonesia studi kasus di Kabupaten Bangka. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. http://ejournal.unud.ac.id. [Diakses tanggal 11 September 2009]


(33)

16 Cara berproduksi (teknologi) budidaya perkebunan (usahatani) lada, meliputi persiapan lahan, penyediaan bibit, persiapan junjung, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, serta panen. Menurut Sudarlin (2008), pengelolaan perkebunan lada di Bangka Belitung masih diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan teknis budidaya (teknologi budidaya) belum intensif, sehingga menjadi hambatan melakukan produksi. Deptan (1985) mengatakan bahwa produksi lada di Indonesia yang rata-rata rendah, yaitu antara 500 kg/ha sampai dengan 2.400 kg/ha, dapat diperbaiki apabila pemeliharaan dilakukan dengan baik, sesuai dengan teknis perkebunan, yaitu dilakukan pemupukan, pengobatan, pemangkasan, pembuatan saluran atau rorakan, dan lain-lain, sehingga hasilnya dapat meningkat sampai 4.000 kg/ha. Begitu pula dengan cara untuk memperbaiki produksi lada di Bangka Belitung.

Menurut Rismunandar (2007), ada beberapa aspek (dimensi) yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teknologi budidaya lada yang baik, yaitu persiapan lahan, penyediaan bibit, persiapan junjung, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, serta panen.

1. Persiapan lahan

Teknis persiapan lahan untuk budidaya lada berbeda-beda, sesuai dengan topografi dan jenis tanahnya. Menurut Rismunandar (2007), pembukaan lahan baru dan peremajaan tanaman memiliki cara persiapan lahan yang berbeda. Persyaratan dan cara-cara persiapan lahan yang baik dilakukan melalui beberapa proses tahapan, mulai dari pembersihan lahan, pengolahan tanah pertama, pengolahan tanah kedua, pembuatan bedengan, dan pembuatan lubang tanam.

a. Pembersihan lahan

Pembersihan lahan umumnya dilakukan pada musim kemarau. Pembersihan dilakukan terhadap segala jenis gulma, semak, alang-alang, dan pepohonan (kecil ataupun besar). Pembersihan dilakukan hingga ke akar-akarnya (tunggulnya). Selain cara manual, cara kimiawi pun dapat dilakukan, yaitu dengan herbisida sistemik, terutama bagi lahan yang hanya ditumbuhi alang-alang dengan vegetasi yang cukup luas.


(34)

17 b. Pengolahan tanah pertama

Beberapa perlakuan yang dilakukan pada saat pengolahan tanah pertama, yaitu:

i. Setelah bersih dari gulma, semak, dan pepohonan, tanah diolah dengan cara dicangkul, ditraktor, atau dibajak (sesuai kondisi lahan). Lahan bervegetasi alang-alang dan pepohonan kecil diolah dua kali dalam sebulan, sedangkan lahan bervegetasi hutan sekunder diolah tiga kali dalam sebulan. Kemudian, tanah dibiarkan selama dua minggu, lalu digaru.

ii. Setelah diolah, tanah diratakan dan dibagi menjadi beberapa petakan (misalnya ukuran 5 x 5 m2), dengan derajat kemiringan optimum tanah 15°. Petakan dibuat agar pengelolaan tanaman lada menjadi lebih mudah. Setiap petakan dikelilingi oleh jalan dengan lebar kurang lebih 1 m. Perlu juga dibuat parit untuk drainase dengan kedalaman 30-60 cm dan lebar 20-50 cm, dengan posisi melintang terhadap kemiringan tanah, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya genangan dan memudahkan peresapan air ke dalam tanah.

iii. Untuk lahan dengan kemiringan lebih dari 15°, dibuatkan teras yang disesuaikan dengan kemiringan lahan tersebut (untuk mencegah erosi). Umumnya teras dibuat selebar 200 cm, tergantung topografi lahannya. Beberapa jenis teras yang dapat dibuat yaitu teras individu (pada lahan lereng dengan ukuran 2 x 2 m2 dan dibuat miring ke arah berlawanan dengan arah kemiringan lereng) dan teras bersambung (dibuat bersambung, sesuai garis kontur atau tinggi).

iv. Pada lahan miring juga dibuat lubang penampung air (rorakan), yang terletak di bawah teras. Rorakan dibuat setiap 12-24 cm dengan panjang 2-4 m, lebar 20 cm, dan kedalaman 20 cm. Fungsi-fungsinya adalah menampung air, memudahkan air hujan meresap ke dalam tanah, menghindarkan genangan air, dan mencegah erosi.

c. Pengolahan tanah kedua

Setelah dilakukan pengolahan tanah pertama, maka dilakukan pengolahan tanah kedua. Pengolahan tanah kedua ini bertujuan untuk


(35)

18 membuat lapisan kondisi lahan kaya bahan organik, cukup mengandung zat fosfat, gembur, tidak mudah mengalami erosi, tidak mudah tergenang air, dan tingkat keasamannya baik, dimana sangat menguntungkan dan mendukung bagi pertumbuhan tanaman lada dan produksi buah lada. Adapun yang dilakukan pada pengolahan tanah kedua ini, yaitu:

i. Pencangkulan tanah lapisan atas (lapisan pertama) sedalam 15-20 cm dan lebar 50 cm lalu disisihkan ke samping.

ii. Tanah lapisan berikutnya (lapisan kedua), setelah tanah lapisan atas disisihkan sementara ke samping, dicangkul hingga gembur.

iii. Setelah gembur, dimasukkan pupuk organik atau fosfat (pupuk dasar) pada tanah lapisan kedua tersebut. Fosfat alam berfungsi untuk menyediakan zat fosfat dalam jangka panjang, dan memperbaiki keasaman tanah.

iv. Tanah lapisan atas (lapisan pertama) dikembalikan ke atas tanah lapisan kedua.

d. Pembuatan bedengan

Setelah melakukan pengolahan tanah kedua, lahan dibuat bedengan, khususnya hanya dibuat pada lahan datar atau agak miring. Pada lahan yang miring tidak perlu dibuat bedengan karena sudah berupa teras. Bedengan dibentuk dengan membuat guludan-guludan, dengan jarak antar guludan sekitar 2 m dan ketinggian sekitar 30 cm. Guludan dan sela antar guludan juga berfungsi sebagai saluran pembuangan air.

e. Pembuatan lubang tanam

Pembuatan lubang tanam dilakukan terakhir, setelah pembuatan bedengan. Adapun persyaratan dan cara-cara dalam membuat lubang tanam ini, diantaranya:

i. Lubang tanam dibuat di tengah bedengan.

ii. Ukuran lubang tanam bagian atas 35 x 35 cm2 sampai 40 x 40 cm2, sementara bagian lubang tanam bagian bawah menyempit, atau berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sekitar 45 x 45 x 45 cm3 sampai 75 x 75 x 75 cm3.


(36)

19 iii. Untuk yang menggunakan panjatan (junjung) hidup, jarak tanam antar lubang tanam adalah 2,5-3 m. Untuk panjatan (junjung) mati, jarak tanam antar lubang cukup 2 m.

iv. Setelah lubang dibuat, tanah hasil galian (saat membuat lubang tanam tadi) dicampurkan dengan pupuk kandang, lalu ditimbunkan kembali ke dalam lubang.

v. Tanah pada lubang tanam yang telah dibuat dibiarkan sekitar 30-40 hari, sebelum dilakukan penanaman bibit tanaman lada.

2. Penyediaan bibit

Bibit yang dipilih harus baik kualitasnya, murah, dan tepat, sehingga dapat mendukung produksi lada. Cara yang praktis dan efisien untuk menyediakan bibit lada adalah dengan cara setek. Keunggulan lain pembibitan dengan cara setek adalah, sifat bibit yang dihasilkan, sama dengan sifat indukannya. Persyaratan dan cara-cara yang perlu dipenuhi dalam proses penyediaan bibit lada yang baik, dengan cara setek, adalah dengan memenuhi kriteria-kriteria (Rismunandar 2007):

a. Kemurnian tanaman terjamin

Bibit yang disetek harus diambil langsung dari induk asli tanaman lada dari varietas (jenis) yang sesuai dengan karakteristik wilayah setempat, diusahakan setek pertama dari induk tersebut, dan berasal dari sulur panjat (bukan sulur gantung atau cacing), sehingga kemurnian tanaman terjamin. Untuk menghasilkan setek dalam jumlah banyak sebaiknya disiapkan dan disediakan beberapa pohon lada khusus untuk dijadikan indukan. Ada beberapa varietas tanaman lada yang tumbuh di Indonesia, yaitu Bulok Belantung, Jambi, Kerinci, Lampung Daun Lebar (LDL), Bangka (Muntok), dan Lampung Daun Kecil (LDK). Kemudian dikembangkan lagi varietas-varietas yang memberikan hasil yang tinggi untuk ditanam di setiap area tanam lada di Indonesia, atau untuk lokasi-lokasi penanaman yang spesifik. Jenis-jenis tanaman lada tersebut yaitu Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Cunuk, LDK, dan Bengkayang. Hanya varietas Natar 1 yang toleran terhadap penyakit busuk pangkal batang, serangan hama penggerek batang, dan nematoda. Varietas-varietas


(37)

20 lainnya peka terhadap salah satu penyakit atau hama saja (IPC dan FAO 2005). Berdasarkan penelitian Roosgandha E (2003)10, varietas bibit lada yang sering digunakan petani di Kabupaten Bangka, adalah varietas Merapin, Lampung Daun Lebar (LDL), dan Jambi. Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa varietas Petaling 1 dan Petaling 2 belum dikenal oleh petani.

b. Kesehatan induk bibit yang disetek

Setekan bibit harus diperoleh dari induk yang sehat (tidak terserang penyakit), berbentuk kekar, berdaun hijau mulus (tidak ada tanda-tanda menguning), berbuku mulus, dan tidak berlubang bekas serangan serangga. Pohon induk terbaik yang disetek minimal sudah berumur dua tahun (tetapi kurang dari tiga tahun) dan telah mengalami pemangkasan pertama pada saat umur 8-10 bulan, kemudian pemangkasan kedua pada umur 18-20 bulan, serta kondisinya subur.

c. Memilih ukuran setek

Ada beberapa ukuran setek, yaitu setek satu ruas dan tujuh ruas (Rismunandar 2007). Setek satu ruas disebut juga setek daun, yang diperoleh dengan kriteria-kriteria, yaitu buku-buku batang dan cabang memiliki akar pelekat dan berdaun; setek diambil dari cabang yang sehat, masih hijau, tetapi sudah mulai berwarna agak merah, dan sudah cukup keras; pemotongan setek dilakukan dengan pisau tajam agar lukanya rata, kemudian segera dimasukkan ke dalam air bersih selama beberapa saat agar tetap segar; selanjutnya dicelup ke dalam hormon untuk mempercepat pertumbuhan akar; kemudian ditanam ke media persemaian.

Setek tujuh ruas diambil (dipotong) dari pohon induk sebanyak tujuh ruas, dengan persyaratan yang baik adalah diambil menjelang waktu tanam; diambil dari batang induk yang kuat, berumur dua tahun, serta sudah pernah dipangkas pertama dan kedua; memotong bagian ujungnya dengan membuang percabangan pada ruas ketiga sampai keempat; dan tidak memerlukan media persemaian, atau dapat langsung ditanam dengan tiang panjat. Jika tidak segera ditanam, bibit dapat disimpan dengan

10 Ibid


(38)

21 menempatkannya di parit kecil atau lubang tanah dengan kedalaman 30 cm, diletakkan berjajar rapat dan posisinya berdiri, ditimbun kembali dengan tanah dengan membiarkan tiga ruas teratas berdaun tetap berada di atas tanah, dan disiram secukupnya.

Berdasarkan panduan dan anjuran pembibitan dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri)11, bibit lada yang siap tanam di kebun adalah bibit lada yang telah berukuran 5-7 ruas. Untuk bibit setek satu ruas, bibit tersebut harus dibibitkan terlebih dahulu pada media persemaian hingga berukuran 5-7 ruas, baru ditanam di kebun. Bibit yang diperoleh dengan cara setek tujuh ruas, dapat langsung ditanam di kebun.

d. Bibit dari persemaian bibit

Untuk bibit satu ruas (setek daun), setelah dicelupkan ke dalam hormon (Rootone atau Rhizophon), setek daun dapat disemai pada media persemaian. Persyaratan media persemaian yang baik adalah media tanah tidak terlalu cerul (terlalu banyak mengandung pasir) dan tidak terlalu kaya bahan organik, lingkungan persemaian harus lembab, penyiraman harus teratur dan kelebihan air di sekitar lingkungan persemaian harus dibuang, dan membuat perlindungan berupa atap atau dari daun-daunan (misalnya daun paku-pakuan dari jenis Gleichnia sp).

3. Persiapan panjatan (junjung)

Cara membuat dan pengadaan tiang panjat (panjatan) berhubungan dengan tingkat kesuburan, perkembangan, dan produksi lada. Tanaman lada adalah tanaman menjalar dan memanjat, sehingga perlu dibuatkan tempat menjalarnya, agar dapat tumbuh cabang, daun, bunga, dan buah secara baik dan leluasa. Baik atau tidaknya persiapan panjatan, dapat dilihat dari beberapa persyaratan atau kriteria sebagai berikut:

a. Pemilihan jenis panjatan

Ada dua jenis panjatan yang secara umum dipakai, yaitu tiang panjatan hidup dan mati. Panjatan hidup adalah tanaman yang dijadikan sebagai media menempel dan memanjat tanaman lada. Menurut

11

[Balittri] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka tanaman Industri. 2010. Booklet Lada. http://balittri.litbang.deptan.go.id. [Diakses 17 April 2010]


(39)

22 Rismunandar (2007), tanaman panjatan hidup yang dapat digunakan adalah tingginya sekitar 60-75 cm (atau dapat pula 1-2 m) dengan diameter sekitar 5 cm.

Beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai panjatan hidup, antara lain dadap (Erythrina fuscca), lamtoro gung, kapok (Ceiba pentandra), dan kalikiria (Glyricidia maculata). Selain itu ada juga tanaman buah-buahan. Tetapi yang umum digunakan petani lada adalah dadap, karena pertumbuhannya cepat, mudah diperoleh, murah, dan dapat ditanam bersamaan dengan penanaman bibit lada.

Keuntungan penggunaan panjatan hidup untuk budidaya lada, diantaranya:

i. Kadar nitrogen meningkat, khususnya pada tanaman panjat dari keluarga Leguminoseae, sehingga kesuburan tanah meningkat.

ii. Dedaunan dan ranting dari hasil pemangkasan dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, di pangkal batang lada, sehingga dapat berfungsi pula sebagai pupuk kompos.

iii. Harga lebih murah dibanding panjatan mati (seperti kayu ulin atau tiang beton) dan mudah didapat karena banyak sumbernya.

iv. Mudah dibentuk menjadi batang tunggal (sentral), dengan ketinggian yang bisa disesuaikan sesuai kebutuhan perkembangan tanaman lada yang diinginkan.

v. Pergantian atau peremajaan panjatan lebih mudah dan lebih cepat dilakukan.

vi. Dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman lada.

Selain itu terdapat juga beberapa kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut:

i. Persaingan antar tanaman panjatan dan tanaman lada dalam memperoleh makanan dari unsur hara tanah, karena perakaran kedua tanaman sangat dekat, bahkan di dalam tanah bersentuhan dan tumpang tindih, sehingga dapat mengurangi kesuburan tanaman lada, termasuk tingkat pembuahan.


(40)

23 ii. Memerlukan tingkat (frekuensi) pemangkasan relatif sering, agar kondisinya tetap mendukung kesuburan tanaman lada. Keterlambatan pemangkasan tanaman panjatan pada musim menjelang lada mulai berbunga dapat mengakibatkan kemunduran produksi buah.

iii. Tanaman panjatan dapat diserang hama dan penyakit, yang dapat menular pada tanaman lada, atau mengakibatkan tanaman lada tidak mempunyai panjatan yang sempurna bagi kesuburan pertumbuhannya. iv. Apabila tanaman panjatan sudah besar dan berumur atau tanaman mati

atau rusak, maka penggantian panjatan tidak mudah dilakukan. Apalagi jika tanaman lada sudah berumur dan tumbuh subur.

Sementara itu panjatan mati adalah panjatan yang terbuat dari kayu atau tiang beton, tetapi umumnya berasal dari bahan kayu. Jenis-jenis kayu yang banyak digunakan sebagai panjatan mati antara lain kayu mendaru, kayu melangir, kayu gelam, dan kayu belian (kayu ulin atau kayu besi). Panjatan mati yang digunakan terdiri dari dua tahap, yaitu panjatan sementara dan panjatan permanen. Panjatan sementara tingginya sekitar 2 m di atas tanah (atau panjang panjatan keseluruhan dapat sekitar 1,5-2 m saja) dan diameter sekitar 10-15 cm. Difungsikan paling lama enam bulan, setelahnya diganti dengan panjatan permanen. Tinggi kayu panjatan permanen di atas tanah sekitar 2,5-3 m (atau panjang panjatan keseluruhan dapat sekitar 2,5-3 m saja) dan diameter sekitar 15-20 cm, sedangkan jika panjatan permanen menggunakan beton, maka ketinggiannya sekitar 2 m di atas tanah.

Beberapa keuntungan penggunaan panjatan mati adalah:

i. Dapat didirikan tepat pada waktunya, dapat diatur agar memiliki ukuran relatif sama, dan tidak memerlukan pemangkasan.

ii. Tidak terjadi persaingan pengambilan makanan dari tanah dengan tanaman lada, tidak lembab, sehingga mendukung kesehatan tanaman lada (tanaman lada terhindar dari penyakit).

Disamping itu terdapat beberapa kekurangan dari penggunaan panjatan mati, yaitu antara lain:


(41)

24 i. Harga kayu untuk panjatan mati cukup mahal dan makin sulit mendapatkan jenis kayu yang baik, yang diharapkan sesuai dari sisi jumlah, ukuran, dan tinggi kayu, karena terbatasnya sumber perolehan kayu (hutan).

ii. Tidak dapat berfungsi menyuburkan tanah.

iii. Tidak dapat berfungsi sebagai pelindung bagi tanaman lada yang baru ditanam, sehingga memerlukan pelindung lain.

iv. Kayu dapat cepat rusak diterpa panas dan hujan yang silih berganti dan pembusukan di pangkal.

b. Penanaman panjatan (junjung)

Panjatan hidup dapat ditanam sebelum atau bersamaan dengan tanaman lada, tergantung dari jenis tanaman yang digunakan sebagai panjatan, serta kecepatan pertumbuhannya. Untuk tanaman panjatan yang pertumbuhannya lama dan lambat membesar, sebaiknya ditanam sebelum bibit lada ditanam, sedangkan untuk tanaman yang cepat tumbuh dan besar, dapat ditanam bersamaan dengan penanaman bibit lada. Panjatan hidup dengan tinggi sekitar 60-75 cm atau 1-2 m dengan diameter sekitar 5 cm, ditanam di tengah-tengah bedengan (guludan) dan berdekatan dengan lubang tanam yaitu sekitar 10-20 cm di sebelah utara atau selatan sisi lubang tanam, dengan kedalaman tanam sekitar 30-50 cm.

Panjatan sementara, yang berukuran sekitar 1,5-2 m atau tingginya 2 m diatas tanah dan diameter sekitar 10-15 cm dapat dibuat dan ditanam sebelum atau bersamaan dengan penanaman tanaman lada, ditanam berdekatan, di sisi utara atau selatan lubang tanaman lada, dengan jarak sekitar 10-20 cm dan kedalaman tanam sekitar 20 cm. Panjatan permanen, yang berukuran sekitar 2,5-3 m atau tingginya dapat pula diusahakan 2,5-3 m di atas permukaan tanah dan dengan diameter sekitar 15-20 cm untuk kayu dan sekitar 2 m di atas tanah untuk beton, ditancapkan (ditanam) ke tanah pada jarak sekitar 50 cm dari titik pusat batang tanaman lada di sebelah utara atau selatan, dengan kedalaman penanaman sekitar 50-60 cm.


(42)

25 c. Penggantian (peremajaan) panjatan (junjung)

Untuk panjatan mati, harus dilakukan dua tahap, yaitu panjatan sementara dan kemudian panjatan permanen, yang cara (teknis) penggantiannya harus memenuhi tatacara dan persyaratan sebagaimana diuraikan di atas. Untuk panjatan hidup, harus dilakukan pemangkasan dan penggantian panjatan yang mati atau terkena penyakit, dengan tatacara serta persyaratan yang tepat.

4. Penanaman

Penanaman bibit lada (hasil persemaian atau persiapan bibit), memiliki teknis atau cara yang baik dan sangat menentukan tumbuh atau tidaknya bibit secara baik. Beberapa persyaratan dan cara-cara yang baik dilakukan dalam penanaman lada, yaitu (Rismunandar 2007):

a. Pembuatan lubang tanam baru, dengan ukuran 20 x 20 cm2 dan kedalaman 20-30 cm, yang dilakukan pada bekas galian lubang tanam yang telah dibuat saat proses persiapan lahan sebelumnya, dengan posisi di sebelah utara atau selatan panjatan.

b. Pemasukan bibit ke dalam lubang, yaitu dengan cara bibit setek yang tersedia dimasukkan dalam lubang tanam dengan posisi dasar setek berada di bagian bawah, hingga kedalaman sekitar 20-30 cm (sekitar empat ruas, tanpa daun dan cabang), dan tiga ruas (ada daun dan cabang) di atas permukaan tanah dengan posisi setek sekitar 45° mengarah ke tiang panjat. c. Penstabilan batang bibit dalam tanah dilakukan dengan menutup kembali lubang dengan tanah halus. Penimbunan tanah agak ditekan, sehingga posisi bibit menjadi kuat. Tanah yang ditimbun dibuat agak cembung dan diperiksa agar batang bibit telah berada pada keadaan stabil.

d. Pengikatan bibit pada panjatan, dengan cara setiap sisi ruas setek di bagian luar lubang tanam (tiga ruas) diikatkan pada panjatan (junjung) hidup, sementara, atau permanen (sesuai panjatan yang digunakan) dengan menggunakan tali; dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak melukai tunas muda; diikat tidak terlalu kuat, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (atau dililitkan saja, sehingga dapat lepas sendiri); dan diikat hingga ketinggian tanaman mencapai 1-1,5 m.


(43)

26 e. Jumlah bibit yang ditanam per lubang lebih dari satu pada setiap lubang tanam (untuk mencegah risiko kematian bibit). Umumnya satu lubang tanam dapat ditanam dua hingga tiga (2-3) bibit setek.

f. Pemberian perlindungan bibit yang telah ditanam dengan cara diberi pelindung, seperti atap, alang-alang, pakis andam, atau resam, agar terhindar dari sinar matahari yang dapat menyebabkan kekeringan.

g. Penciptaan kelembaban tanah dengan cara tanah di sekitar bibit ditutupi dengan mulsa dan disiram secukupnya secara teratur setiap hari (pagi dan sore), sampai tumbuh tunas muda.

5. Pemupukan

Tanah pada lahan budidaya tanaman lada, dapat mengalami kemuduran fisik ataupun kimiawi. Hal tersebut dapat berdampak pada merosotnya hasil produksi tanaman lada. Artinya, kesuburan tanah sangat berpengaruh kepada produktivitas tanaman lada. Daur kesuburan tanah kebun lada bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jenis tanah, jenis tanaman yang dikelola, dan pengelolaan kesuburan tanah secara fisik ataupun kimiawi. Pengelolaan kesuburan tanah dapat diupayakan melalui proses pemberian pupuk (pemupukan) yang tepat, agar kebutuhan unsur hara tanaman terpenuhi. Persyaratan atau kriteria pemupukan yang tepat dan baik dapat dilihat dari jenis pupuk yang diberikan, dosis pupuk, waktu pemupukan, dan frekuensi pemupukan.

a. Jenis pupuk

Ada dua jenis pupuk yang dapat diberikan, yaitu pupuk organik dan anorganik (kimia). Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik, yaitu sampah dedaunan yang lapuk (kompos), pemberian tanah bakaran, abu kayu, bungkil kacang, ampas minyak kedelai, sampah ikan, sampah udang, pupuk kandang matang, guano (kotoran kelelawar), pupuk kandang cair, tepung darah, dan tepung tulang. Pupuk guano sering digunakan, karena lebih baik dibandingkan pupuk organik lainnya. Selain itu, pupuk anorganik (kimia) dengan jenis yang lengkap, yaitu urea (zat penyubur daun dan tanaman), TSP (penguat batang, cabang, dan buah),


(44)

27 serta KCL ataupun Dolomit (menjaga keasaman tanah dan memperkuat pembungaan).

b. Dosis, waktu, dan frekuensi pemupukan

Pemberian pupuk untuk menjaga keseimbangan unsur hara yang dibutuhkan tanaman lada dari dalam tanah, harus dilakukan dalam dosis, waktu, dan frekuensi yang tepat. Dosis pupuk sangat bergantung pada umur tanaman dan analisis tanah. Bila analisis tanah belum dilakukan, maka dosis pemberian pupuk, khususnya pupuk anorganik (kimia), dapat mengikuti aturan pada Tabel 4, yang diberikan paling banyak tiga kali, yaitu awal, pertengahan, dan menjelang akhir musim hujan.

Tabel 4. Dosis Pupuk Anorganik (Kimia) untuk Tanaman Lada dengan Panjatan Hidup dan Mati

Panjatan Hidup Umur

Tanaman

Dosis (gram/pohon) Keterangan

Urea TSP KCL Dolomit

3-12 bulan 15 15 15 100 Pupuk diberikan empat kali setahun, mulai awal musim hujan, dengan interval 30-40 hari. Dolomit diberikan bersamaan dengan pemupukan pertama. 13-24

bulan

30 30 30 200

> 24 bulan

1.Sept/Okt 200 200 200 500 Interval pemupukan 30-49 hari. 2.Nov/Des 150 150 150 -

3.Feb/Mar 100 100 100 -

Panjatan Mati Umur

Tanaman

Dosis (gram/pohon) Keterangan

Urea TSP KCL Dolomit

3-12 bulan 25 25 25 100 Pupuk diberikan empat kali setahun, mulai awal musim hujan, dengan interval 30-40 hari. Dolomit diberikan bersamaan dengan pemupukan pertama. 13-24

bulan

50 50 50 200

> 24 bulan

1.Sept/Okt 350 350 350 500 Interval pemupukan 30-49 hari. 2.Nov/Des 250 250 250 -

3.Feb/Mar 150 150 150 -

Keterangan:

Feb : Februari Sept : September Nov : November

Mar : Maret Okt : Oktober Des : Desember


(45)

28 Menurut Rismunandar (2007), waktu pemupukan (pemupukan utama) dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu pertama, pada waktu persiapan lahan, sebagai pupuk dasar satu kali; kedua, saat tanaman berumur 3-12 bulan (tahun pertama); ketiga, pada saat tanaman berumur 13-24 bulan (tahun kedua); dan keempat, saat tanaman berumur lebih dari 24 bulan.

Pupuk yang diberikan pada pemupukan pertama atau pada saat persiapan lahan sebagai pupuk dasar adalah pupuk organik, yaitu pupuk kandang, kompos, atau tanah bakaran humus, dengan dosis 5-10 kg per lubang tanam. Pemupukan tahap kedua dan ketiga diberikan dengan dosis seperti pada Tabel 4, yang diberikan empat kali setahun pada setiap awal musim penghujan dengan selang 30-40 hari. Kemudian, pemupukan keempat, setelah berumur lebih dari 24 bulan (mulai berbuah), diberikan tiga (3) kali, selang 30-49 hari, secara berturut-turut setelah panen. Artinya, setiap setelah panen tahunan, di awal musim hujan diberikan pupuk.

c. Cara pemupukan

Pemberian pupuk, terutama bagi tanaman lada yang telah berumur 8-12 bulan, 13-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan, dilakukan dengan cara menaburkan pupuk tersebut ke dalam parit kecil yang dibuat tepat di bawah lingkaran tajuk dengan kedalaman sekitar 30-40 cm. Sebelum pupuk diberikan, macam-macam pupuk tersebut dicampur terlebih dahulu. 6. Pemeliharaan

Tujuan pemeliharaan secara keseluruhan antara lain untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan dan produksi, serta menjaga kondisi lahan dan tanaman lada. Sejak bibit ditanam, panen buah pertama setelah 24 bulan (tahun ketiga), hingga berumur enam sampai tujuh tahun, produktivitas tanaman lada cenderung meningkat. Setelah itu, produktivitas mulai menurun hingga umur tanaman mencapai 17 tahun. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya pemeliharaan tanaman, agar produktivitas yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal.


(46)

29 Menurut hasil observasi dan penelitian yang dilakukan oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Kepulauan Bangka Belitung (2006)12, pemeliharaan kebun yang dikelompokkan ke dalam dua tahapan, yaitu pemeliharaan kebun muda (umur tanaman kurang dari dua tahun) dan pemeliharaan tanaman produktif (umur tanaman lebih dari dua tahun), saat ini masih dilakukan dengan cara-cara (teknik) pemeliharaan tradisional, seperti di zaman Belanda. Ditjenbun Deptan (2009) mengatakan bahwa tingkat produktivitas lada yang masih rendah, antara lain disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan.

Adapun persyaratan pemeliharaan tanaman lada yang baik menurut Rismunandar (2007) adalah sebagai berikut:

a. Penjagaan kondisi lahan

Penjagaan kondisi lahan merupakan kunci keberhasilan budidaya tanaman lada. Tindakan-tindakan yang perlu diupayakan, yaitu:

i. Memperhatikan fungsi pembuangan air (drainase).

ii. Untuk lahan yang miring, setiap terjadi gejala erosi dan kerusakan teras, maka segera diambil tindakan pencegahan.

iii. Kebun dibersihkan dari segala jenis gulma.

iv. Tanah di sekitar tanaman lada ditutup dengan mulsa agar tidak kering dan memadat.

v. Pada musim kemarau, penggemburan tanah harus selalu dilakukan setelah panen.

b. Pengaturan pertumbuhan tanaman pada panjatan

Tanaman lada yang ditanam tidak dengan sendirinya memanjati panjatan (junjung) hidup atau panjatan mati, tanpa bantuan. Pengaturan pertumbuhan tanaman harus dilakukan sejak tunas baru mulai tumbuh dari ruas setek dalam bentuk cabang orthotrop (sekitar satu bulan setelah tanam). Umumnya kondisi tanaman pada saat tersebut masih lemah dan belum membentuk akar perekat (walaupun pertumbuhannya cukup cepat).

12

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung. 2006.

Budidaya Lada Ramah Lingkungan. http://babel.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 29 Januari 2010]


(47)

30 Oleh karena itu, tanaman lada tersebut perlu diikatkan pada panjatan, sehingga tidak menjalar di atas tanah.

Pengikatan tunas-tunas muda harus dilakukan dengan hati-hati. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang karena dapat merusak batang. Setiap ruas memerlukan ikatan agar akar perekatnya dapat segera berfungsi. Ikatan dibiarkan hingga batang mencapai ketinggian sekitar 1,5 m. Agar tiang panjatan (hidup atau mati) cepat tertutupi, diusahakan hanya ada empat cabang yang dibiarkan tumbuh. Pertumbuhan dua buah cabang harus mengarah ke atas, sedangkan dua cabang lainnya mengarah ke samping. Cabang yang tumbuh ke samping diupayakan tetap tumbuh melekat ke atas.

Selanjutnya, semua batang dilepaskan dari panjatannya. Kemudian, daun dan cabang yang masuk ke dalam tanah dibuang, lalu batang dimasukkan melingkari pohon panjatan, dengan posisi mendatar ke dalam lubang tanaman dan kedalaman maksimum 20 cm. Setiap dua ruas, dari setiap cabang pada batang pokok ditanam di sisi panjatan, tetapi lokasi penempatannya berbeda-beda. Dengan demikian, seluruh pohon panjatan dilingkari batang pokok. Cabang sekunder orthotrop perlu dipangkas agar dapat dihasilkan cabang-cabang orthotrop tersier. Dengan bertambahnya pembentukan cabang orthotrop di bagian atas, maka ranting plagiotrop akan bertambah banyak, sehingga jumlah bunga atau buah pada tanaman lada akan menjadi lebih banyak.

Volume perakaran batang pokok yang dipanjatkan pada panjatan hidup permanen, seperti pohon dadap, sebaiknya ditingkatkan. Tujuannya agar di sekitar tanah di bawah pohon panjatan tertutup oleh akar tanaman lada. Caranya dengan memupuk tanaman lada yang berumur beberapa bulan dan sudah mencapai ketinggian sekitar 1-1,5 m. Pemupukan dilakukan pada lubang (parit) yang dibuat melingkari pohon panjatan. Jarak lubang tersebut dari batang pokok sekitar 20-25 cm dan kedalaman 30-40 cm. Ke dalam lubang ini, diisi pupuk kandang secukupnya.

Bila menggunakan panjatan sementara, tanaman lada harus dipindahkan ke panjatan permanen. Teknis pelaksanaan pemindahan ini


(48)

31 tidak berbeda dengan upaya memperbanyak perakaran tanaman lada di sekitar panjatan, seperti pada pohon panjatan hidup permanen yang telah disebutkan sebelumnya. Batang pokok yang terlalu panjang, harus dipotong, sehingga tanaman lada hanya memiliki panjang sekitar 30 cm di atas tanah. Selanjutnya tanaman diikatkan pada tiang panjatan. Pengaturan pertumbuhan tanaman dapat dilihat secara lebih lengkap pada Tabel 5.

Tabel 5. Jadwal Pertumbuhan Tanaman di Kebun Intensif dengan Panjatan

Uraian Pertumbuhan Tanaman

HP + 0 Tanam

HP + 8 bulan  Tanaman lada mencapai tinggi 1,5 m. Panjatan sementara diganti dengan panjatan permanen.

 Saatnya memperbanyak atau memperkuat perakaran.  Daun dan cabang sulur, hingga dekat pucuk dipangkas. HP + 8 bulan, 10

hari

 Sulur dilepaskan dari panjatan dan dimasukkan ke dalam lubang melingkar panjatan.

 Pucuk sulur berada dekat tiang. Pelaksanaannya pada siang hari, bila keadaan sulur agak lentur atau tidak mudah patah.  Lubang ini ditutup dengan tanah, tanah bakar, atau pupuk

organik.

HP + 16 bulan  Tiang panjatan sudah tertutup 2/3 bagian.

 Diadakan pemangkasan kembali (heading back) pada seluruh tanaman lada, hingga tertinggal sekitar 30 cm di atas tanah. Selanjutnya akan tumbuh banyak cabang atau sulur orthotrop.  Cabang yang dipelihara hanya 12 cabang, yang merupakan

kerangka dasar tanaman lada.

 Bunga pertama keluar, tetapi perlu dipangkas. HP + 24 bulan  Tiang panjatan sudah tertutup hingga puncaknya.

 Bunga tahap kedua dapat dipertahankan untuk menghasilkan buah dalam tahun ketiga.

HP + 36 bulan Panen pertama

Keterangan: HP=Hari pertama tanam Sumber: Rismunandar (2007)


(1)

175

Lampiran 11.

Rangkuman Hasil Uji t-student (Uji Individu) Hipotesis Dua Arah dari Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda

No Uji Variabel Variabel Dependen Variabel Independen thitung Sig. α Kriteria Uji Kesimpulan 1.

Uji individu Produksi lada (Y)

Harga Jual Lada di Tingkat Petani (X1) 0,741 0,465 10% Sig.> α Tidak Signifikan

2. Peluang Usaha Lain (X2) -1,209 0,237 10% Sig.> α Tidak Signifikan


(2)

176

Lampiran 12.

Rangkuman Hasil Uji F (Uji Global) Hipotesis Dua Arah dari Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda

No Uji Variabel Variabel

Dependen Variabel Independen r R

2 α

Fhitung Sig. Kriteria Uji Kesimpulan 1. Uji global

(Bersamaan) Produksi lada (Y)

X1, X2, X3


(3)

177

Lampiran 13.

Pengusahaan Lada oleh Responden di Kabupaten Bangka

1 2 3

Gambar 1: Penanaman lada dengan tiang panjat (junjung) mati.

Gambar 2: Buah lada dengan tingkat kematangan yang sesuai untuk dipanen dan diolah menjadi lada putih. Gambar 3: Pengeringan buah lada setelah terlebih dahulu direndam dan dikelupas kulitnya.


(4)

178

Lampiran 14.

Perbandingan Prioritas Pengusahaan Tanaman Lada dan Kelapa Sawit serta Lada dan Karet oleh Responden di Kabupaten

Bangka

Gambar A: Tanaman lada dan kelapa sawit (tanaman kelapa sawit lebih diprioritaskan, sehingga tanaman lada kurang subur [lihat bagian yang dilingkari]).

Gambar B: Tanaman lada dan karet (tanaman lada masih diprioritaskan, sehingga tumbuh subur [lihat bagian yang dilingkari]).


(5)

179

Lampiran 15.

Dampak Pengusahaan Tanaman Karet dan Kelapa Sawit Terhadap Ketersediaan Areal Tanam Lada oleh Responden di

Kabupaten Bangka

Gambar 1 dan 2: Pengusahaan karet secara tidak langsung mengurangi luas areal tanam lada (bagian yang dilingkari merupakan tanaman karet yang ditumpangsarikan dengan lada).

Gambar 3 dan 4: Pengusahaan kelapa sawit secara tidak langsung mengurangi luas areal tanam lada (bagian yang dilingkari merupakan tanaman kelapa sawit yang ditumpangsarikan dengan lada).

1 2


(6)

180

Lampiran 16.

Contoh Rendahnya Penerapan Teknologi Budidaya Lada oleh Responden di Kabupaten Bangka

Gambar 1: Pengolahan lahan tradisional. Gambar 2: Kurangnya pengendalian terhadap penyakit busuk pangkal batang (lihat bagian yang dilingkari).

Gambar 3: Kurangnya pengendalian terhadap penyakit kuning (lihat bagian yang dilingkari). Gambar 4: Kurangnya pemeliharaan kebun lada (penyiangan terhadap gulma).

Gambar 5: Saluran drainase yang kurang pemeliharaan, sehingga dapat menghambat sirkulasi air di kebun.

1 2 3

5 4