Antivirus Pada Pitiriasis Rosea

(1)

LAPORAN KASUS

ANTIVIRUS PADA PITIRIASIS ROSEA

DERYNE ANGGIA PARAMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... 1

I. Pendahuluan ... 2

II. Laporan Kasus ... 3

III. Diskusi ... 6


(3)

I. PENDAHULUAN

Pitiriasis rosea (PR) adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 4-8 minggu.1 Umumnya dimulai dengan plak tunggal dengan skuama halus yang dikenal dengan herald patch kemudian diikuti dengan ruam generalisata yang setelah 1-2 minggu dan pada bagian punggung akan membentuk ruam khas berpola “Christmas tree”.2-4 Setelah 6-12 minggu kemudian bercak eritem berubah menjadi bercak hipopigmentasi.5 PR umumnya tidak bersifat kambuh, dimana sekali seorang terkena PR maka PR tidak akan kambuh lagi selama hidupnya.6 PR umumnya mengenai remaja dan dewasa muda dengan umur rata-rata 10-35 tahun, jarang pada anak dibawah 2 tahun atau dewasa diatas 65 tahun.3,6 Prevalensi tertinggi dijumpai pada wanita dengan rasio 1,5:1 dibandingkan laki-laki.3

Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan etiologi dari PR ini, dikatakan bahwa PR disebabkan agen infeksius karena ruam yang tampak menyerupai infeksi virus, jarangnya kambuh kembali setelah episode pertama, peningkatan insidensi PR sesuai musim pada beberapa komunitas, dan adanya gejala seperti flu pada beberapa subset pasien.

3

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa PR berhubungan dengan virus.6 Penelitian pertama sekali dilakukan oleh Drago, dkk7 dengan ditemukannya reaktivasi HHV-6 dan HHV-7 pada pasien PR. Kemudian Broccolo, dkk8

Kebanyakan kasus PR biasanya tanpa gejala, namun pada satu laporan kasus diketahui bercak timbul beberapa hari setelah infeksi virus pada saluran nafas bagian atas.

menemukan DNA HHV-7 dan DNA HHV-6 pada sampel serum penderita PR tetapi tidak pada pasien yang sehat. Pada pasien PR juga ditemukan mRNA HHV-6 dan mRNA HHV-7 pada leukosit perivaskular dan perifolikular ruam PR. HHV-6 dan HHV-7 DNA juga ditemukan pada saliva pasien dengan PR.

5

Gejala prodormal berupa mual, demam, malaise, dan nyeri sendi. Keluhan lain yang paling sering dilaporkan pasien adalah pruritus yang dapat dijumpai pada 75 % pasien.3,6 Pada pemeriksaan klinis akan dijumpai herald patch dengan skuama yang halus. Biasanya dijumpai pada punggung, leher atau ekstremitas pada 50-90 % penderita.3 Beberapa hari atau 1-2 minggu kemudian akan timbul erupsi sekunder yang banyak berupa plak eritem dengan bentuk oval berukuran rata-rata 0,5-1,5 cm terutama pada punggung, leher dan ekstremitas proksimal, abdomen, dan permukaan anterior dada.6 Ruam pada punggung akan membentuk suatu gambaran yang khas, yang dikenal dengan ruam “Christmas Tree”.3,6 Wajah jarang dikenai,


(4)

PR didiagnosis dengan pemeriksaan gambaran klinis, terutama onset yang jelas dan ruam berupa herald patch dan gambaran “Christmas tree”.6 PR didiagnosis banding dengan tinea korporis, psoriasis dan dermatitis numular.

Sangkaan bahwa PR disebabkan oleh reaktivasi HHV-6 dan HHV-7 maka beberapa peneliti memperkenalkan penggunaan obat antiviral sistemik pada pengobatan PR untuk mempercepat penyembuhan PR.

3

3

Inflamasi pada ruam PR dapat diredakan dengan pemberian topikal kortikosteroid potensi sedang yang juga dapat meredakan gejala pruritus yang sering dijumpai.4

II. LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 7 tahun BB 20 kg datang ke poliklinik kulit kelamin RSUP Haji Adam Malik dengan keluhan penebalan kulit kemerahan disertai rasa gatal pada badan sejak 3 minggu terakhir. Awalnya 2 minggu yang lalu terdapat satu penebalan kulit kemerahan pada daerah pinggul kanan yang timbul secara tiba-tiba dan semakin lama lesi tampak meninggi. Satu minggu kemudian mulai timbul lesi yang sama pada seluruh tubuh terutama pada paha atas, perut, punggung, lengan dan leher yang membentuk gambaran seperti baju renang. Pada punggung tampak gambaran seperti pohon cemara. Penderita sebelumnya telah berobat kedokter dan telah diberikan obat oles dan obat makan namun tidak ada perbaikan.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai BB pasien 20 kg dengan keadaan umum pasien baik, status gizi baik, suhu badan afebris. Pemeriksaan status dermatologi dijumpai plak eritem, multipel, lentikuler sampai numular, diskret pada, regio koli, nuchae, torakalis, abdomen, vertebre, kokse dan femoralis dekstra dan sinistra.

Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10 % pada lesi tidak dijumpai struktur jamur.

Pasien didiagnosis banding dengan pitiriasis rosea, tinea korporis dan psoriasis. Dengan diagnosis sementara pada pasien ini adalah pitiriasis rosea.

Penatalaksanaan diberikan terapi antiviral asiklovir dengan dosis 5x400 mg /hari selama 1 minggu. Terapi topikal diberikan salep desoksimetason yang dioleskan pada lesi 2x sehari.


(5)

Kontrol pasien 1 minggu kemudian, kemerahan pada lesi telah berkurang dan tidak dijumpai lesi baru. Obat antiviral dihentikan, pengobatan dengan salep desoksimetason diteruskan.

Kontrol 2 minggu setelah pengobatan plak eritem telah berubah menjadi makula hipopigmentasi multipel dan pengobatan dengan salep desoksimetason dihentikan.

Prognosis quo ad vitam bonam, quo ad funtionam bonam, quo ad sanationam bonam.

Gbr 1. Pada saat datang pertama sekali


(6)

Gbr 3. Pada saat kontrol 1

Gbr 4. Pada saat kontrol 1

Gbr 5. Pada saat kontrol 2


(7)

Gbr 6. Pada saat kontrol 2

III. DISKUSI

Diagnosis pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Berdasarkan anamnesis diketahui adanya penebalan kulit kemerahan disertai rasa gatal pada badan sejak 3 minggu terakhir. Awalnya 2 minggu yang lalu terdapat satu penebalan kulit kemerahan pada daerah pinggul kanan yang timbul secara tiba-tiba dan semakin lama lesi tampak meninggi. Satu minggu kemudian mulai timbul lesi yang sama pada seluruh tubuh terutama pada paha atas, perut, punggung, lengan dan leher yang membentuk gambaran seperti baju renang. Pada punggung tampak gambaran seperti pohon cemara. Sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada riwayatnya akan muncul satu plak bulat atau oval berukuran 2-10 cm dengan bagian tengah bewarna merah muda yang keriput dengan pinggir bewarna merah tua, yang menyerupai bentuk kerah atau collarette dengan skuama yang halus. Kemudian setelah beberapa hari sampai 1-2 minggu akan timbul erupsi sekunder yang banyak berupa plak eritem dengan bentuk oval berukuran rata-rata 0,5-1,5 cm.

Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai plak eritem, multipel, lentikuler sampai numular, diskret pada regio koli, nukhae, torakalis, abdomen, vertebre, kokse dan femoralis dekstra dan sinistra. Kepustakaan menyebutkan herald patch dijumpai pada punggung, leher atau ekstremitas pada 50-90 % penderita

3,6

3

, seperti halnya pada pasien ini herald patch

dijumpai pada regio kokse yang timbul secara tiba-tiba tanpa gejala. Pada regio vertebre lesi membentuk gambaran seperti pohon cemara yang sesuai dengan kepustakaan bahwa setelah 1-2 minggu ruam akan meluas ke seluruh tubuh dan pada punggung akan membentuk ruam


(8)

Diagnosis banding pada kasus ini adalah tinea korporis dan psoriasis. Diagnosis tinea korporis disingkirkan dengan pemeriksaan kerokan kulit KOH 10 %. Dan dari hasil ternyata tidak dijumpai struktur jamur dan lesi tidak berbentuk polisiklis. Kemudian pasien didiagnosis banding dengan psoriasis, dimana diagnosis ini dapat disingkirkan karena lesi pada pasien tidak berupa makula eritem dengan skuama tebal yang berlapis.

Penatalaksanaan pasien dengan pemberian asiklovir 5x400mg/hari. Berdasarkan penelitian gansiklovir, foskarnet, dan cidofovir aktif melawan HHV-6 secara in vivo dan in vitro, tetapi penggunaan kedua agen ini tidak disukai karena efek samping yang serius (mielosupresi, nefrotoksis). Sedangkan asiklovir pada dosis yang tinggi terbukti melawan HHV-6, faktanya resipien transplantasi sumsum tulang mempunyai jumlah HHV-6 DNA yang lebih rendah apabila diobati dengan asiklovir dibandingkan yang tidak diobati. HHV-7 tidak terlalu sensitif secara invitro dengan gansiklovir, pensiklovir, dan asiklovir dibandingkan HHV-6. Sebagai tambahan asiklovir menunjukkan aktivitas yang rendah terhadap HHV-7. Dengan bukti yang demikian, asiklovir lebih disukai karena gampang tersedia dan efek samping nya yang rendah.1 Mekanisme kerja dari asiklovir ini adalah dengan berkompetisi 2-deoksiguanosine trifosfat (dGTP) suatu substrat untuk polimerasi DNA virus, yang juga bekerja sebagai pemutus rantai DNA.

Dari satu penelitian yang dilakukan Drago, dkk diketahui bahwa asiklovir dosis tinggi untuk dewasa (5x800mg/hari selama 1 minggu) menunjukkan keefektifan dalam mengobati PR terutama pada pasien yang diobati pada minggu pertama setelah onset ketika aktivitas replikasi virus HHV-6 dan HHV-7 mungkin sangat tinggi.

4

1

Pada kasus ini dosis asiklovir yang diberikan 4x500 mg/hari selama 1 minggu adalah sesuai untuk anak dimana dosis asiklovir untuk anak adalah 10-20 mg/kg BB perkali beri yang diberikan sebanyak 4-5 kali perhari.4 Pemberian topikal kortikosteroid potensi sedang dapat menurunkan inflamasi pada lesi dengan menurunkan permeabilitas kapiler dan menurunkan aktivitas PMN sehingga reaksi inflamasi pada lesi akan cepat berkurang dan mengurangi pruritus pada penderita PR, yang sesuai dengan kepustakaan, dimana pruritus dapat dikurangi dengan topikal steroid potensi sedang.4 Prognosis pada pasien ini adalah baik, dimana PR akan mengalami resolusi secara komplit pada 4-10 minggu, dan kekambuhan jarang terjadi walaupun itu memungkinkan. Bercak hipopigmentasi biasanya akan menghilang secara perlahan-lahan. Pada satu penelitian terdapat beberapa kontroversi dalam mempercepat hilangnya bercak hipopigmentasi dari PR, satu penelitian menyebutkan bahwa fofoterapi dengan NBUVB akan


(9)

mempercepat hilangnya bercak hipopigmentasi, sedangkan satu penelitian lagi menyebutkan bahwa pemberian fototerapi akan memperparah keadaan penyakit.3

Berdasarkan laporan kasus diatas, kesimpulan sementara yang dapat diambil bahwa pada kasus PR, pemberian asiklovir dapat mempersingkat perjalanan penyakit pada PR dan hasil yang ditunjukkan adalah baik. Diperlukan lebih banyak penelitian tentang efektivitas antiviral untuk mempersingkat durasi PR.


(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Drago F, Vecchio F, Rebora A. Use of High-Dose Acyclovir in Pityriasis Rosea. J Am Acad Dermatol 2006;54:1:82-5

2. Ehsani A, Esmaily N, et all. The Comparison Between The Efficacy of High Dose Acyclovir and Erythromycin on The Period and Signs of Pitiriasis Rosea. Indian J Dermatol 2010;55:3:246-48

3. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th

4. Schwartz RA. Pityriasis Rosea. Available from :

ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 362-66

http://emedicine.medscape.com/article/1107532-overview. Last update : 25/3/2013 5. Pityriasis Rosea. Available from :

6. Alai N, Shiel WC. Pityriasis Rosea. Available from :

19/8/2009

7. Drago F, et all. Human Herpesvirus 7 in Pityriasis Rosea. The Lancet May 1997;349:10:1367-8

8. Broccolo F, Drago F, et all. Additional Evidence that Pityriasis Rosea is Associated with Reactivation of Human Herpervirus-6 and 7. J Invest Dermatol 2005;124:1234-1240

9. Stulberg DL, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. American Family Physician 2004;69:1:87-91


(1)

Kontrol pasien 1 minggu kemudian, kemerahan pada lesi telah berkurang dan tidak dijumpai lesi baru. Obat antiviral dihentikan, pengobatan dengan salep desoksimetason diteruskan.

Kontrol 2 minggu setelah pengobatan plak eritem telah berubah menjadi makula hipopigmentasi multipel dan pengobatan dengan salep desoksimetason dihentikan.

Prognosis quo ad vitam bonam, quo ad funtionam bonam, quo ad sanationam bonam.

Gbr 1. Pada saat datang pertama sekali


(2)

Gbr 3. Pada saat kontrol 1

Gbr 4. Pada saat kontrol 1

Gbr 5. Pada saat kontrol 2


(3)

Gbr 6. Pada saat kontrol 2

III. DISKUSI

Diagnosis pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Berdasarkan anamnesis diketahui adanya penebalan kulit kemerahan disertai rasa gatal pada badan sejak 3 minggu terakhir. Awalnya 2 minggu yang lalu terdapat satu penebalan kulit kemerahan pada daerah pinggul kanan yang timbul secara tiba-tiba dan semakin lama lesi tampak meninggi. Satu minggu kemudian mulai timbul lesi yang sama pada seluruh tubuh terutama pada paha atas, perut, punggung, lengan dan leher yang membentuk gambaran seperti baju renang. Pada punggung tampak gambaran seperti pohon cemara. Sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada riwayatnya akan muncul satu plak bulat atau oval berukuran 2-10 cm dengan bagian tengah bewarna merah muda yang keriput dengan pinggir bewarna merah tua, yang menyerupai bentuk kerah atau collarette dengan skuama yang halus. Kemudian setelah beberapa hari sampai 1-2 minggu akan timbul erupsi sekunder yang banyak berupa plak eritem dengan bentuk oval berukuran rata-rata 0,5-1,5 cm.

Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai plak eritem, multipel, lentikuler sampai numular, diskret pada regio koli, nukhae, torakalis, abdomen, vertebre, kokse dan femoralis dekstra dan sinistra. Kepustakaan menyebutkan herald patch dijumpai pada punggung, leher atau ekstremitas pada 50-90 % penderita

3,6

3

, seperti halnya pada pasien ini herald patch dijumpai pada regio kokse yang timbul secara tiba-tiba tanpa gejala. Pada regio vertebre lesi membentuk gambaran seperti pohon cemara yang sesuai dengan kepustakaan bahwa setelah 1-2 minggu ruam akan meluas ke seluruh tubuh dan pada punggung akan membentuk ruam seperti “Christmas tree”, gambaran pohon cemara pada punggung adalah lokasi ruam yang terletak pada garis Langer’s.9


(4)

Diagnosis banding pada kasus ini adalah tinea korporis dan psoriasis. Diagnosis tinea korporis disingkirkan dengan pemeriksaan kerokan kulit KOH 10 %. Dan dari hasil ternyata tidak dijumpai struktur jamur dan lesi tidak berbentuk polisiklis. Kemudian pasien didiagnosis banding dengan psoriasis, dimana diagnosis ini dapat disingkirkan karena lesi pada pasien tidak berupa makula eritem dengan skuama tebal yang berlapis.

Penatalaksanaan pasien dengan pemberian asiklovir 5x400mg/hari. Berdasarkan penelitian gansiklovir, foskarnet, dan cidofovir aktif melawan HHV-6 secara in vivo dan in vitro, tetapi penggunaan kedua agen ini tidak disukai karena efek samping yang serius (mielosupresi, nefrotoksis). Sedangkan asiklovir pada dosis yang tinggi terbukti melawan HHV-6, faktanya resipien transplantasi sumsum tulang mempunyai jumlah HHV-6 DNA yang lebih rendah apabila diobati dengan asiklovir dibandingkan yang tidak diobati. HHV-7 tidak terlalu sensitif secara invitro dengan gansiklovir, pensiklovir, dan asiklovir dibandingkan HHV-6. Sebagai tambahan asiklovir menunjukkan aktivitas yang rendah terhadap HHV-7. Dengan bukti yang demikian, asiklovir lebih disukai karena gampang tersedia dan efek samping nya yang rendah.1 Mekanisme kerja dari asiklovir ini adalah dengan berkompetisi 2-deoksiguanosine trifosfat (dGTP) suatu substrat untuk polimerasi DNA virus, yang juga bekerja sebagai pemutus rantai DNA.

Dari satu penelitian yang dilakukan Drago, dkk diketahui bahwa asiklovir dosis tinggi untuk dewasa (5x800mg/hari selama 1 minggu) menunjukkan keefektifan dalam mengobati PR terutama pada pasien yang diobati pada minggu pertama setelah onset ketika aktivitas replikasi virus HHV-6 dan HHV-7 mungkin sangat tinggi.

4

1

Pada kasus ini dosis asiklovir yang diberikan 4x500 mg/hari selama 1 minggu adalah sesuai untuk anak dimana dosis asiklovir untuk anak adalah 10-20 mg/kg BB perkali beri yang diberikan sebanyak 4-5 kali perhari.4 Pemberian topikal kortikosteroid potensi sedang dapat menurunkan inflamasi pada lesi dengan menurunkan permeabilitas kapiler dan menurunkan aktivitas PMN sehingga reaksi inflamasi pada lesi akan cepat berkurang dan mengurangi pruritus pada penderita PR, yang sesuai dengan kepustakaan, dimana pruritus dapat dikurangi dengan topikal steroid potensi sedang.4 Prognosis pada pasien ini adalah baik, dimana PR akan mengalami resolusi secara komplit pada 4-10 minggu, dan kekambuhan jarang terjadi walaupun itu memungkinkan. Bercak hipopigmentasi biasanya akan menghilang secara perlahan-lahan. Pada satu penelitian terdapat beberapa kontroversi dalam mempercepat hilangnya bercak hipopigmentasi dari PR, satu penelitian menyebutkan bahwa fofoterapi dengan NBUVB akan


(5)

mempercepat hilangnya bercak hipopigmentasi, sedangkan satu penelitian lagi menyebutkan bahwa pemberian fototerapi akan memperparah keadaan penyakit.3

Berdasarkan laporan kasus diatas, kesimpulan sementara yang dapat diambil bahwa pada kasus PR, pemberian asiklovir dapat mempersingkat perjalanan penyakit pada PR dan hasil yang ditunjukkan adalah baik. Diperlukan lebih banyak penelitian tentang efektivitas antiviral untuk mempersingkat durasi PR.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Drago F, Vecchio F, Rebora A. Use of High-Dose Acyclovir in Pityriasis Rosea. J Am Acad Dermatol 2006;54:1:82-5

2. Ehsani A, Esmaily N, et all. The Comparison Between The Efficacy of High Dose Acyclovir and Erythromycin on The Period and Signs of Pitiriasis Rosea. Indian J Dermatol 2010;55:3:246-48

3. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th

4. Schwartz RA. Pityriasis Rosea. Available from :

ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 362-66

http://emedicine.medscape.com/article/1107532-overview. Last update : 25/3/2013 5. Pityriasis Rosea. Available from :

6. Alai N, Shiel WC. Pityriasis Rosea. Available from :

19/8/2009

7. Drago F, et all. Human Herpesvirus 7 in Pityriasis Rosea. The Lancet May 1997;349:10:1367-8

8. Broccolo F, Drago F, et all. Additional Evidence that Pityriasis Rosea is Associated with Reactivation of Human Herpervirus-6 and 7. J Invest Dermatol 2005;124:1234-1240

9. Stulberg DL, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. American Family Physician 2004;69:1:87-91