ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTUL

(1)

SKRIPSI

Disusun Oleh: Rahayu Dwiningsih

2012 022 0113

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Rahayu Dwiningsih 20120220113

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

Skripsi yang berjdul:

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Rahayu Dwiningsih 2012 022 0113

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 09 Agustus 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Yogyakarta, 25 Agustus 2016 Pembimbing Utama, Penguji

Dr. Ir. Sriyadi, MP Ir. Lestari Rahayu, MP

NIK. 19691028199603 133 023 NIK. 19650612199008 133 008

Pembimbing Pendamping,

Ir. Eni Istiyanti, MP

NIK. 19650120198812 133 003

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

Ir. Sarjiyah, MS NIP. 196109181991 032 001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Analisis Risiko Usahatani Padi Organik Pada Berbagai Status Kepemilikan Lahan ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sriyadi, MP dan Ibu Ir. Eni Istiyanti, MP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing selama proses penyususnan skripsi hingga selesai. Orang tua dan kakak-kakak yang telah memberikan doa dan dukungan hingga saat ini penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ketua dan anggota Gapoktan Mitra Usaha Tani yang telah bersedia untuk diwawancarai oleh penulis untuk pengambilan data dalam penyusunan skripsi ini. Serta teman-teman Agribisnis 2012 yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

Penulis berusaha menjadikan skripsi ini tulisan yang sempurna, namun penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa penulis pasti tidak luput dari kesalahan dan keterbatasan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dan kemajuan penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 29 Juli 2016


(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Kegunaan Penelitian ... 5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Penelitian Terdahulu ... 18

C. Kerangka Pemikiran ... 20

D. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Teknik Pengambilan Sampel ... 24

B. Teknik Pengambilan Data ... 25

C. Asumsi dan Batasan Masalah ... 25

D. Definisi Operasional dan Pengukuran ... 26

E. Metode Analisis Data ... 28

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH ... 34

A. Keadaan Alam ... 34

B. Tata Guna Lahan ... 34

C. Keadaan Penduduk ... 35

D. Pertanian ... 39


(6)

vi

F. Sarana Transportasi ... 41

G. Sarana Perekonomian ... 42

H. Profil Gapoktan Mitra Usaha Tani ... 43

I. Budidaya Padi Organik ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani ... 53

B. Analisis Penerimaan Usahatani ... 59

C. Analisis Risiko Usahatani Padi Organik ... 62

D. Perilaku Petani Terhadap Risiko ... 65

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produktivitas Padi di DIY ... 2

Tabel 2. Skala Utilitas dan Nilai Rupiah dari Certanty Equivalent ... 33

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pandak Tahun 2015 ... 35

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Usia ... 36

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 37

Tabel 6. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ... 38

Tabel 7. Luas Produksi Pertanian Kecamatan Pandak 2015 ... 39

Tabel 8. Jenis dan Jumlah Ternak Kecamatan Pandak 2015 ... 40

Tabel 9. Jenis Sarana Transportasi Kecamatan Pandak ... 41

Tabel 10. Jenis Sarana Perekonomian di Kecamatan Pandak 2015 ... 43

Tabel 11. Jumlah Petani Padi Organik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 12. Jumlah Petani Padi Organik berdasarkan Tingkat Usia ... 54

Tabel 13. Jumlah Petani Padi Organik berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Tanggungan Petani Padi Organik ... 57

Tabel 15. Pengalaman Berusahatani Padi Organik ... 58

Tabel 16. Pendapatan Petani Padi Organik ... 59

Tabel 17. Penerimaan Usahatani Padi Organik per 1.000 m2 ... 60

Tabel 18. Tingkat Risiko Usahatani berdasarkan Status Kepemilikan Lahan ... 62

Tabel 19. Perilaku Petani Padi Organik terhadap Risiko ... 66

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Grafik Perilaku Petani Enggan terhadap Risiko ... 17

Gambar 2. Grafik Perilaku Petani Berani terhadap Risiko ... 17

Gambar 3. Grafik Perilaku Petani Netral terhadap Risiko ... 18

Gambar 4. Kerangka Pemikiran ... 23

Gambar 5. Metode Penentuan Nilai CE (Certanty Equivalent) ... 32


(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identitas Petani Padi Organik ... 79

Lampiran 2. Penerimaan Petani Padi Organik ... 80

Lampiran 3. Analisis Risiko Usahatani ... 83


(9)

(10)

ix INTISARI

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI

STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL. 2016. RAHAYU DWININGSIH (Skripsi dibimbing oleh Sriyadi dan Eni Istiyanti). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan usahatani padi, risiko usahatani padi organik dan perilaku petani terhadap risiko pada berbagai status kepemilikan lahan. Penelitian dilakukan di Gapoktan Mitra Usaha Tani Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul dengan pertimbangan gapoktan tersebut telah mendapatkan sertifikasi beras higienis. Responden yang diambil adalah semua petani padi organik yang tergabung dalam Gapoktan Mitra Usaha Tani di Kecamatan Pandak, sejumlah 33 petani diambil sebagai sumber data primer. Responden ditentukan dengan cara sensus dari populasi petani. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan bantuan kuisioner. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis penerimaan usahatani; analisis risiko usahatani dan analisis fungsi kuadratik dengan Teknik Bernoulli Neumann-Morgenstern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan petani padi organik tertinggi terdapat pada petani penyewa. Petani penyakap mempunyai risiko usahatani terbesar dibandingkan dengan petani pemilik penggarap dan penyewa. Berdasarkan analisis perilaku petani terhadap risiko, sebagian besar petani padi organik berperilaku netral terhadap risiko. Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani penyewa dan penyakap cenderung mempunyai perilaku berani terhadap risiko dibandingkan petani pemilik penggarap.


(11)

x

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL

RISK ANALYSIS ORGANIC FARMING OF RICE IN VARIOUS FIELD STATUS IN PANDAK SUBDISTRICT BANTUL REGENCY

ABSTRACT

This research aims to know total revenue, risk and farm behavior toward risk of organic rice plant farming in various ownership field status. This research was conducted in Gapoktan Mitra Usaha Tani Pandak Subdistrict, Bantul Regency with consideration Gapoktan that have received hygenic rice sertification. The respondent was taken within all organic rice’s farmer who joined in Farmer Group Mitra Usaha Tani, there are 33 farmers as source of primary data. The respondents was determine with census methode from farmers population. Primary data was conducted with interview methode and questionare assistance. Analysis methode that used in this reasearch is farming total revenue analysis; risk farming analysis and kuadratic function with Bernoulli Neumann-Morgenstern Technique. The result shows that highest total revenue farming is in tenant farmer. Tiller farmer has biggest value risk than owner farmer and tiller farmer. Based on behavior toward farmer risk analysis, majority farmers have behavior toward neutral risk. Based on ownership field status, tenant farmer and tiller farmers are disposed behavior toward lover risk than owner farmer.


(12)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai negara agraris dengan daerah untuk pertanian yang luas. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai potensi yang tinggi untuk menghasilkan produk pertanian. Pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari penjualan produk pertanian yang ada di Indonesia. Selain itu, pertanian di Indonesia juga mempunyai peran dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia, karena sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai lapangan pekerjaan sebagai petani. Berdasarkan data statistik, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan sekitar 38,3% menggantungkan hidup pada sektor pertanian (Pusdatin, 2016).

Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin baik, ditambah dengan semakin modernnya zaman, sehingga banyak teknologi-teknologi baru yang muncul. Terciptanya teknologi baru dapat membuat masyarakat menjadi lebih mudah untuk melakukan segala hal. Sektor pertanian sendiri sudah banyak teknologi yang dapat diterapkan, salah satunya yaitu teknologi pertanian organik. Teknologi tersebut dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan hasil produksi pertanian khususnya pertanian organik dan tentunya dengan penerapan teknologi yang tepat dan sesuai prosedur.

Menurut IFOAM (International Federation of Organik Agricultural Movement, 2015), pertanian organik adalah sistem produksi yang mendukung tanah, ekosistem dan manusia menjadi sehat. Pertanian organik mempunyai tujuan untuk mengembalikan unsur hara yang hilang karena penggunaan zat-zat kimia


(13)

yang sangat lama. Sarana produksi dalam pertanian organik biasanya berasal dari bahan-bahan alami, misal dalam penggunaan pupuk yang terbuat dari kotoran hewan atau daun-daun yang dibusukkan. Selain itu, penggunaan pestisida alami untuk membasmi hama yang menyerang dapat menjadikan pertanian tidak bergantung terhadap bahan kimia. Pengolahan lahan juga menggunakan bahan-bahan yang alami dan bebas dari zat kimia.

Produk pertanian terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai prospek untuk dikembangkan secara organik yaitu tanaman pangan, hortikultura dan tanaman obat. Padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang prospektif untuk dikembangkan secara organik (Deptan dalam Skripsi Siahaan, 2009).

Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang menyumbang produk pertanian cukup tinggi. Produk pertanian yang berasal dari Yogyakarta salah satunya yaitu tanaman pangan padi. Produktivitas padi di Yogyakarta selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Berdasarkan data (BPS Nasional, 2015), produktivitas padi yaitu:

Tabel 1. Produktivitas Padi di DIY

Tahun Produktivitas (Kw/Ha)

2010 56,02

2011 55,89

2012 61,88

2013 57,88

2014 57,53

BPS Nasional 2015

Berdasarkan tabel 1 produktivitas padi, Yogyakarta mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan usahatani padi. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Yogyakarta yang mempunyai predikat penghasil


(14)

tanaman pangan cukup besar. Pengembangan usahatani padi organik di Yogyakarta yang tepatnya berada di Kabupaten Bantul terdiri dari dua macam yaitu padi organik dan padi non organik. Kabupaten Bantul merintis pertanian organiksejak tahun 1989 dengan tujuan meningkatkan hasil produktivitas pertanian. Berdasarkan data (https://bantulkab.go.id, 2013) sebanyak 200 ha dari 15.420 ha lahan pertanian menghasilkan padi organik, dengan hasil 7,85 ton/ha. Salah satu daerah yang mengembangkan usahatani padi organik yaitu Kecamatan Pandak yang merupakan bagian dari Kabupaten Bantul dengan perkembangan usahatani padi organik yang baik.

Padi organik yang diusahakan di Kecamatan Pandak terdiri dari Desa Wijirejo dan Desa Caturharjo, yang tergabung dalam sebuah gabungan kelompok tani. Gabungan kelompok tani tersebut bernama Mitra Usaha Tani yang berdiri sejak tahun 2007 dan hingga saat ini gapoktan tersebut masih beroperasi. Gapoktan Mitra Usaha Tani telah mempunyai sertifikat penghasil beras higienis dari Otoritas Kemampuan Keamanan Pangan Daerah (OKKPD-DIY). Hasil padi organik yang ada di gapoktan tersebut telah mempunyai label beras higienis karena telah teruji secara laboratorium. Selain itu, sebagian petani masih menggunakan campuran pupuk kimia sebagai pendukung pupuk organik. Hal tersebut dilakukan karena petani padi organik masih merasa khawatir akan hasil produksi padi organik yang tidak sesuai harapan apabila penggunaan pupuk kimia dihentikan total.


(15)

Permasalahan yang dihadapai gabungan kelompok tani Mitra Usaha Tani yaitu dalam menjalankan usahatani. Usahatani padi organik yang dijalankan gapoktan tersebut terbagi menjadi tiga kriteria status kepemilikan lahan, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa dan lahan sakap. Petani padi organik yang ada di gapoktan kurang memperhitungkan status kepemilikan lahan dengan penerimaan yang diperoleh dan risiko yang akan dihadapi petani. Kesadaran petani dalam menjalankan usahatani masih kurang terutama pada petani pemilik penggarap, karena merasa lahan tersebut milik sendiri dan dikelola sendiri sehingga dalam menjalankan usahatani kurang maksimal. Hal tersebut berbeda dengan petani penyewa dan penyakap, petani penyewa dan penyakap mempunyai kesadaran yang lebih tinggi dalam menjalankan usahatani karena petani penyewa dan penyakap merasa bahwa nantinya harus membayar sewa lahan dan bagi hasil kepada pemilik lahan sehingga dalam menjalankan usahatani padi organik lebih maksimal.

Sektor pertanian merupakan sektor yang sering kali dihadapkan dengan masalah risiko dan ketidakpastian. Masalah risiko dan ketidakpastian tersebut dapat terjadi karena sektor pertanian sangat bergantung dengan kondisi alam. Kondisi alam seperti cuaca dan iklim yang tidak menentu, serangan hama penyakit dan bencana alam merupakan contoh dari masalah risiko dan ketidakpastian, karena risiko dan ketidakpastian sering kali tidak dapat dikendalikan oleh petani sendiri. Adanya masalah risiko dan ketidakpastian tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi padi organik sehingga akan


(16)

berdampak pada penerimaan petani. Berdasarkan penelitian Saptana et al (2010) petani mempunyai perilaku yang berani terhadap risiko. Penelitian Sriyadi (2010) menyatakan bahwa sebagian besar petani mempunyai perilaku enggan terhadap risiko.

Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu diteliti apakah status kepemilikan lahan berpengaruh terhadap penerimaan petani, seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi petani pada berbagai status kepemilikan lahan dan bagaimana perilaku petani dalam menghadapi risiko yang ada berdasarkan status kepemilikan lahan?

B.Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui penerimaan usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan.

2. Mengetahui risiko usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan.

3. Mengetahui perilaku petani terhadap risiko usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan.

C.Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pandak ini mempunyai kegunaan: 1. Bagi Petani

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pendapatan dan tingkat risiko petani berdasarkan status kepemilikan lahan yang dimiliki


(17)

petani. Adanya nformasi tersebut, petani dapat memaksimalkan produksi padi organik dan mendapatkan pendapatan yang lebih maksimal.

2. Bagi Pemerintah atau Instansi Terkait

Pemerintah atau instansi diharapkan mengetahui keadaan pendapatan petani, tingkat risiko yang dimiliki petani dan perilaku petani dalam menghadapi risiko, sehingga pemerintah dapat membuat pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk petani, khususnya petani organik.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu terutama mengenai penerimaan, tingkat risiko dan perilaku petani terhadap risiko berdasarkan status kepemilikan lahan. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.


(18)

7

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hayati dapat terjadi melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lain yang dapat menjadikan tanah lebih subur dan struktur tanah menjadi lebih baik. Pertanian organik mempunyai prinsip ekologi, yaitu sebagai berikut (Sutanto, 2002):

a. Kondisi tanah menjadi lebih baik sehingga dapat menguntungkan pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan kehidupan biologis tanah.

b. Daur hara yang tersedia dan seimbang secara optimal.

c. Adanya pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi, sehingga kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dapat dibatasi.

d. Adanya perlakuan yang aman maka akan membatasi terjadinya hama dan penyakit yang dapat menyebabkan hasil panen berkurang.

e. Plasma nutfah dapat dimanfaatkan untuk saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanaman terpadu.

IFOAM (2005), pertanian organik mempunyai beberapa prinsip yang harus digunakan secara menyeluruh. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:


(19)

a. Prinsip kesehatan, kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan, maka dari itu harus dilestarikan dan ditingkatkan melalui pertanian organik.

b. Prinsip ekologi, pertanian organik harus didasarkan sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memlihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.

c. Prinsip keadilan, pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. d. Prinsip perlindungan, pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan

bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkunagn hidup.

Menurut (Salikin, 2008), sistem pertanian organik merupakan salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial. Pertanian industrial yang dapat merusak lingkungan karena penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak ramah lingkugan. Pertanian industrial juga dapat menyisakan residu bahan kimia di tanah sehingga tingkat kesuburan tanah yang akan semakin berkurang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pertanian organik merupakan sebuah sistem penerapan pertanian yang ramah lingkungan. Sistem pertanian organik menggunakan bahan-bahan yang dapat alami, sehingga lingkungan yang ada di sekitar tetap terjaga kesuburannya. Selain itu, sistem pertanian organik mempunyai prinsip yang dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.


(20)

Berdasarkan hasil penelitian Sukristiyonubowo et al (2011), produktivitas padi sawah konvensional 6 ton/Ha/musim tanam, tetapi cenderung stagnan dalam kurun waktu 8 tahun. Produktivitas padi sawah organik 3-4 ton/Ha/musim tanam pada tahap awal (masa konversi konvensional ke organik), namun padi sawah organik cenderung meningkat, setelah 8 tahun penerapan sistem organik maka produktivitas padi sawah organik akan meningkat hingga 6 ton/Ha/musim tanam. Komoditas pertanian organik mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil komoditas pertanian konvensional, sehingga pertanian organik dapat memberikan hasil pendapatan yang lebih tinggi.

2. Usahatani

Ilmu usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi dalam waktu tertentu (Soekartawi, 2006). Sumberdaya yang penting di dalam usahatani yaitu lahan, sumber air, tenaga kerja dan faktor usahatani yang lain. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memlihara ternak (Mubyarto, 1986).

Shinta (2011), Indonesia merupakan negara yang mempunyai lahan pertanian luas, dalam sistem pertanian tersebut tidaklah terlepas dari usahatani. Kategori usahatani yang ada di Indonesia merupakan usahatani kecil, terbilang usahatani kecil karena mempunyai ciri sebagai berikut:


(21)

a. Penduduk lokal yang semakin meningkat, sehingga membuat penduduk lokal mempunyai usahatani dalam lingkungan tekanan penduduk yang semakin meningkat.

b. Tingkat hidup yang rendah sebagai akibat dari keterbatasan sumberdaya yang ada.

c. Bergantung terhadap produksi yang subsisten.

d. Pelayanan masyarakat seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya masih kurang terjamin.

Usahatani dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu berdasarkan faktor produksi yang digunakan oleh petani, kedua usahatani tersebut yaitu:

a. Perorangan, usahatani perorangan merupakan usahatani yang dikuasai atau dimiliki oleh seseorang dan hasil yang didapatkan akan ditentukan oleh seseorang juga.

b. Kooperatif, usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dimiliki bersama dan hasil yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan porsi kontribusi anggota yang telah disepakati bersama.

Firdaus (2010), usahatani merupakan sebuah organisasi yang berasal dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lahan pertanian. Usahatani tersebut telah mencakup pengertian secara luas dari bentuk yang sederhana hingga modern. Selain usahatani, di Indonesia dikenal juga istilah perkebunan, yang biasanya dilakukan secara lebih luas dan lebih komersial.


(22)

Suratiyah (2006), usahatani dapat diartikan dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka akan mendapatkan pendapatan yang tinggi. Usahatani harus dimulai dengan perencanaan yang matang untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor produksi yang efisien untuk mendapatkan produksi yang maksimal.

Dapat disimpulkan bahwa usahatani merupakan suatu rencana untuk mengalokasikan penggunaan faktor produksi dan sumber daya manusia yang efisien untuk mendapatkan produksi yang maksimal. Usahatani dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu usahatani perorangan (skala individu) dan usahatani kooperatif (skala besar/gabungan).

3. Status Kepemilikan Lahan

Status tanah merupakan sebuah hubungan antara pengelola usahatani dan usahataninya. Menurut (Shinta, 2011) status kepemilikan lahan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Tanah hak milik (milik sendiri), tanah hak milik merupakan tanah yang dimiliki sendiri oleh seseorang dan mempunyai sertifikat atas nama pemilik tersebut. Tanah hak milik memilki ciri-ciri yaitu bebas diolah oleh petani (pemilik), petani pemilik bebas untuk merencanakan dan menentukan tanaman yang akan ditanam di atas tanah tersebut, petani (pemilik) bebas menggunakan teknik dan cara budidaya sesuai dengan keinginan hati pemilik, bebas diperjual-belikan oleh petani (pemilik) serta dapat dijaminkan sebagai agunan


(23)

apabila petani (pemilik) kekurangan modal untuk usahatani. Pada umunya hasil produksi dari tanah hak milik seutuhnya dimiliki oleh pemilik sendiri.

b. Tanah sewa, tanah sewa merupakan tanah yang di bayar oleh petani kepada pihak lain, karena itu petani yang membayar mempunyau kewenangan seperti tanah milik sendiri namun petani mempunyai batas waktu untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Selain itu, petani yang menyewa tidak boleh menjual dan menjadikan tanah tersebut sebagai agunan. Hasil produksi dari tanah sewa seutuhnya milik penyewa, karena penyewa telah membayarkan uang sewa sehigga pemilik tanah sewa tidak mendapatkan hasil produksi.

4. Tanah sakap, tanah sakap merupakan tanah atau lahan yang dimiliki seseorang dan telah disutujui untuk dikerjakan atau dikelola oleh orang lain yang biasa disebut petani. Pengelolaan tanah sakap petani yang mengerjakan harus berkoordinasi untuk penentuan usahatani dan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Hasil produksi dari tanah sakap ini dibagi dua dengan persentase 50% untuk pengelola dan 50% untuk pemilik tanah. Sarana produksi pada umumnya berasal dari pengelola usahatani.

4. Penerimaan

Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 1986 dalam Mulyaningsih, 2010). Penerimaan usahatani tidak terdiri dari pinjaman dalam usahatani serta bunga dan pinjaman pokok tidak termasuk dalam pengeluaran usahatani.


(24)

Penerimaan usahatani yang didapat akan mendorong petani untuk mengalokasikannya dalam berbagai keperluan. Biaya produksi musim tanam berikutnya, tabungan dan kebutuhan sehari-hari petani dapat terpenuhi dari penerimaan usahatani. Besarnya proporsi penerimaan usahatani petani dapat digunakan sebagai perbandingan petani satu dengan lainnya (Hernanto, 1991 dalam Mulyaningsih, 2010).

Menurut (Soekartawi, 2006), penerimaan usahatani merupakan perkalian antara hasil produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual produk (Py). Pernyataan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut:

TRy = Yi . Pyi

(Shinta, 2011), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

TRi = Yi.Pyi

Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya menjadi: TR = ∑�=1�. ��

5. Risiko

Risiko merupakan suatu masalah yang kerap kali menghampiri manusia, salah satunya yaitu petani. Petani merupakan pekerjaan yang sering dihadapkan dengan risiko alam yang tidak pasti. Menurut Kountur (2006), risiko mempunyai hubungan yang erat dengan ketidakpastian, karena akibat dari kurangnya informasi kondisi yang akan terjadi. Kountur (2008) menyebutkan bahwa dalam risiko ada 3 unsur penting yaitu:


(25)

a. Merupakan suatu kejadian.

b. Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.

c. Jika terjadi akan menyebabkan kerugian.

Menurut Robison dan Barry (1987) dalam Aldila (2013), risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa sebelumnya sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian sebelumnya dapat digunakan untuk mengestimasikan peluang kejadian berikutnya. etidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya.

Menurut Harwood et al (1999), risiko produksi merupakan kerugian pada petani yang disebabkan oleh timbulnya proses produksi yang tidak dapat ditangani. Proses produksi harus menyesuaikan antara output yang akan dicapai dengan input yang tepat melalui teknologi tepat guna, sehingga akan mengurangi dampak kerugian.

Menurut Kartasapoetra (1988), risiko dan ketidakpastian merupakan hal-hal yang biasa dihadapi para produsen pertanian karena usaha dibidang pertanian sangat dipengaruhi keadaan alam. Petani cenderung mengklasifikasikan risiko sebagai suatu kejadian yang menyebabkan kehilangan semua pengeluaran atau penyimpangan realisasi terhadap harapannya. Petani cenderung menganggap ketidakpastian yaitu keadaan yang tidak menentu yang menyangkut faktor-faktor


(26)

produksi, distribusi, keadaan pasar dan pengaruhnya, sehingga merupakan masalah bagi pengambilan keputusan bagi produksi yang akan datang (Kartasapoetra, 1988). Secara matematis, rumus tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

� � � �� �� � = � � � ��� �� � − � �

Menurut Pappas dan Hirschey (2005) dalam Jurnal Muzdalifah (2012), risiko dapat diukur dengan menetukan kerapatan probabilitas. Salah satu ukurannya adalah dengan menggunakan deviasi standar. Semakin kecil standart deviasi, semakin rapat distribusi probabilitas dan dengan demikian semakin rendah risikonya. Risiko dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

CV = � � Keterangan:

CV = Koefisien variasi

σ = Standart deviasi E = Rata-rata hasil (mean)

6. Perilaku Petani terhadap Risiko

Lubis (2009), risiko merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan. Setiap kegiatan akan mengandung risiko baik perorangan maupun perusahaan. Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi, maka pengembalian yang akan diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan risiko ditunjukkan bahwa adanya perbedaan dalam mengambil keputusan risiko. Menurut Robison dan Barry (1987) dalam Fariyanti (2008),


(27)

perilaku seseorang dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

a. Risk aversion atau takut terhadap risiko, perilaku ini menunjukkan jika kenaikan ragam (variance) naik dari keuntungan maka pembuat keputusan tersebut akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan. b. Risk taker atau berani terhadap risiko yaitu jika terjadi kenaikan ragam

(variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan justru akan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

c. Risk neutral atau netral terhadap risiko yaitu jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan bisa menaikkan ataupun menurunkan keuntungan yang diharapkan.

Menurut (Sunaryo, 2001), peluang penurunan utility dan peluang kenaikan utility pelaku ekonomi akan diperhitungkan dalam menghadapi risiko. Pelaku ekonomi mempunyai persepsi yang beragam dalam menghadapi risiko, yaitu: a. Pelaku ekonomi yang risk averse, yaitu nilai harapan kenaikan utility pelaku

ekonomi relatif lebih kecil dibandingkan dengan nilai harapan penurunan utility. Akibatnya, pelaku ekonomi cenderung menghindari risiko yang ada.


(28)

Gambar 1. Grafik Perilaku Petani Enggan terhadap Risiko

b. Pelaku ekonomi yang risk lover, yaitu pelaku ekonomi yang mempunyai nilai harapan kenaikan utility relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai harapan penurunan utility-nya. Pelaku ekonomi ini cendenrung akan mengambil keputusan yang berisiko.

Gambar 2. Grafik Perilaku Petani Berani terhadap Risiko

c. Pelaku ekonomi yang risk neutral, yaitu pelaku ekonomi yang mempunyai nilai harapan kenaikan utility relatif sama dengan nilai harapan penurunan


(29)

utility. Pelaku ekonomi ini cenderung netral dalam mengambil keputusan yang berisiko.

Gambar 3. Grafik Perilaku Petani Netral terhadap Risiko

Menurut Lyncolin (1995), perilaku petani dalam menghadapi risiko terbagi dalam tiga fungsi utilitas yaitu:

a. Fungsi utilitas untuk risk averter atau orang yang enggan terhadap risiko. b. Fungsi utilitas untuk risk neutral atau orang yang netral terhadap risiko. c. Fungsi utilitas untuk risk lover atau orang yang berani menanggung risiko.

Berdasarkan hasil penelitian Sriyadi (2010), risiko ekonomi yang dihadapi petani dalam usahatani bawang putih cukup tinggi. Sebagian besar petani mempunyai perilaku enggan terhadap risiko usahatani bawang putih dan petani mengelola usahatani bawang putih belum efisien.

B. Penelitian Terdahulu

Sistem usahatani padi organik mempunyai risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan sistem usahatani padi konvensional. Rendahnya risiko


(30)

usahatani padi organik disebabkan oleh kesuburan tanah yang terpelihara dan keseimbangan ekosistem sawah yang mampu menekan pertumbuhan hama dan penyakit tanaman (Prihtanti, 2014).

Risiko pada pertanian organik terdiri dari (1) risiko produksi, (2) risiko pengolahan, penanganan produk, dan pengangkutan, (3) risiko pemasaran, serta (4) risiko kelembagaan. Pada sistem pertanian organik, pengelolaan risiko dapat bersifat pencegahan sebelum risiko terjadi (ex ante) maupun penyelesaian setelah risiko terjadi (ex post), dengan jenis pengelolaan risiko yang bersifat formal maupun non formal. Melalui manajemen risiko ini maka diharapkan akan terbangun sistem pertanian organik yang berdaya saing (Wulandari dan Wahyudi, 2014).

Hasil penelitian Lubis (2009), menunjukkan bahwa risiko produksi mempunyai dampak besar dan probabilitas kecil, sedangkan risiko penerimaan mempunyai probabilitas dan dampak besar.

Berdasarkan hasil penelitian (Sarianti, 2012), sumber-sumber risiko produksi budidaya padi secara organik meliputi risiko yang bersumber dari proses produksi yang masih belum mengikuti SOP yang telah ditetapkan dan risiko dari faktor eksternal seperti perubahan iklim yang dapat mengakibatkan munculnya hama dan penyakit.Risiko produksi budidaya padi secara organik diukur melalui pendekatan coefficien variation, dari hasil perhitungan diperoleh kerugian sebesar 0,37 kg per ha dari setiap satu kg gabah yang dihasilkan.


(31)

Berdasarkan hasil penelitian (Mulyaningsih, 2010), penggunaan input pada kedua usahatani yang paling banyak dan mempunyai proporsi terbesar dalam struktur biaya total ialah tenaga kerja dan risiko penggunaan tenaga kerja yang paling tinggi terdapat pada usahatani konvensional. Berdasarkan analisis pendapatan, usahatani SRI dapat memperoleh penerimaan bersih 59 persen dari total penerimaan usahatani. Sementara petani padi konvensional hanya memperoleh 35 persen dari total penerimaan usahatani. Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan, usahatani SRI lebih menguntungkan untuk dijalankan jika dibandingkan dengan usahatani padi konvensional.

Perilaku petani terhadap risiko usahatani kedelai di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas sebagian besar bersifat risk neutral atau netral terhadap risiko yaitu sebanyak 48,39% petani (Kurniati, 2015).

Penelitian Nurhapsa (2013) mengemukakan bahwa perilaku petani yang menanam kentang varietas granola dan yang menanam kentang varietas kalosi yaitu risk averse atau menghindari risiko. Perilaku petani yang risk averse mempunyai konsekuensi terhadap alokasi input yang digunakam. Semakin menghindari risiko produktivitas, maka semakin sedikit alokasi input yang digunakan sehingga produktivitas yang dicapai petani semakin rendah.

C. Kerangka Pemikiran

Petani padi yang tergabung dalam kelompok tani “Mitra Usaha Tani” yang terletak di Kecamatan Pandak, Bantul merupakan petani padi yang menerapkan sistem pertanian organik. Usahatani padi organik yang ada di kelompok tani


(32)

tersebut dibedakan atas status kepemilikan lahan yaitu status lahan milik sendiri, status lahan sewa dan status lahan sakap. Status kepemilikan lahan bisa jadi akan mempengaruhi produksi padi organik yang akan mempengaruhi penerimaan usahatani. Adanya perbedaan status lahan antar petani maka akan menyebabkan perbedaan biaya sewa lahan pada petani. Perbedaan biaya sewa lahan yang pada petani akan menimbulkan motivasi petani dalam mengelola usahatani padi organik. Petani penyewa akan lebih terpacu untuk mengembangkan usahataninya karena petani penyewa harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk membayar sewa lahan. Petani penyakap tidak mengeluarkan biaya untuk sewa lahan, tetapi petani penyakap harus membagi hasil produksi dengan pemilik lahan sebesar 50:50. Apabila produksi padi organik tinggi maka penerimaan yang akan diterima petani akan tinggi, begitu sebaliknya apabila produksi padi organik rendah maka penerimaan yang akan diterima petani akan rendah.

Usahatani padi organik yang dijalankan petani tidak selalu mengalami hal yang baik. Usahatani padi organik sangatlah bergantung dengan kondisi alam yang tidak menentu. Apabila kondisi cuaca dan iklim mendukung maka ada kemungkinan produksi padi organik yang diperoleh akan cenderung tinggi, sebaliknya jika kondisi cuaca dan iklim tidak mendukung maka ada kemungkinan produksi padi organik akan cenderung mengalami penurunan sehingga dapat terjadi fluktuasi penerimaan petani padi organik. Selain kondisi cuaca dan iklim yang berpengaruh, hama dan penyakit juga dapat menyebabkan fluktuasi produksi


(33)

padi organik. Hal seperti itu dalam bidang pertanian biasa disebut dengan risiko dan ketidakpastian.

Risiko dan ketidakpastian akan sangat melekat pada petani, karena kondisi pertanian yang sangat bergantung dengan kondisi alam. Menghadapi risiko dan ketidakpastian setiap petani mempunyai 3 pilihan perilaku yaitu perilaku enggan, netral atau berani terhadap risiko yang akan terjadi. Apabila petani berperilaku enggan artinya petani tidak ingin mengambil suatu hal yang baru dalam pengelolaan usahataninya. Perilaku netral yang dimiliki petani artinya petani masih mempunyai keinginan untuk melakukan hal baru dalam pengelolaan usahatani, meskipun tidak semua hal baru diterapkan. Petani yang berperilaku berani artinya petani tersebut cenderung lebih berani melakukan hal baru untuk diterapkan dalam usahataninya agar lebih berkembang. untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan sebagai berikut:


(34)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran D.Hipotesis

1. Diduga sebagian besar petani padi organik di Kecamatan Pandak berperilaku enggan terhadap risiko.

Usahatani

Penerimaan

Harga Status Kepemilikan Lahan

Milik Sendiri Sewa Sakap

Produksi Padi

Tingkat Risiko

Perilaku petani terhadap risiko

Berani Enggan Netral


(35)

24

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif analisis, yaitu metode penelitian yang memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual. Tujuan analisis ini yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat dan hubungan antar fenomena yang diteliti (Surakhmad, 1994). Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai tingkat pendapatan petani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan, tingkat risiko usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan dan perilaku petani terhadap risiko.

A. Teknik Pengambilan Sampel 1. Sampel Daerah

Pengambilan sampel daerah ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu sampel daerah yang dipilih berdasarkan pertimbangan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dipilih dua desa yaitu Desa Wijirejo dan Desa Caturharjo. Kedua desa tersebut dipilih karena mempunyai populasi petani padi organik yang sudah berkembang lama dan sudah mendapatkan sertifikasi beras higienis.

2. Sampel Petani

Pengambilan sampel petani dalam penelitian ini dilakukan dengan metode sensus yaitu mengambil seluruh populasi petani padi organik yang ada di kedua desa tersebut. Jumlah petani yang menjadi responden yaitu sebanyak 33 petani yang terdiri dari Desa Wijirejo 23 responden dan Desa Caturharjo 10 responden.


(36)

B. Teknik Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder, yaitu:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari petani dengan cara wawancara dan dengan bantuan kuisioner. Dari wawancara yang dilakukan, data yang dikumpulkan yaitu identitas petani (nama, jumlah anggota keluarga, umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, pendapatan), luas lahan, status kepemilikan lahan, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, alat, tenaga kerja), jumlah produksi yang dihasilkan, harga produk, produksi tertinggi dan terendah. 2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, data sekunder dapat diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti kantor kelurahan dan kantor kecamatan. Informasi yang di dapat dari data sekunder yaitu keadaan umum wilayah, kondisi pertanian, jumlah penduduk, topografi dan letak geografis dan keadaan sosial ekonomi penduduk.

C. Asumsi dan Batasan Masalah 1. Asumsi

a. Varietas padi di Gapoktan Mitra Usaha Tani dianggap sama dalam usahatani padi organik.

b. Produk yang dijual dalam bentuk beras.


(37)

2. Batasan Masalah

a. Data yang digunakan untuk penelitian merupakan data usahatani padi organik dalam satu musim tanam pada tahun 2016.

b. Petani yang diambil yaitu semua petani padi organik yang ada di kedua desa.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran

1. Pertanian organik merupakan pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia dalam penerapannya. Pertanian organik penerapannya menggunakan pupuk dan pestisida yang terbuat dari bahan alami dan bebas dari bahan kimia. Pupuk yang digunakan dalam pertanian organik yaitu pupuk kandang, kompos dan petroganik. Pestisida yang digunakan yaitu beuvarria bassiana.

2. Hasil produksi adalah seluruh hasil panen berupa padi organik yang kemudian digiling menjadi beras dalam satu musim dan dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

3. Penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima petani dari total hasil produksi beras organik dikali dengan harga per kilogram beras yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

4. Lahan adalah areal tanah yang digunakan petani untuk memproduksi padi organik dengan luasan tertentu yang luasnya dinyatakan dengan meter persegi atau hektar (m2 atau ha).

a. Pemilik penggarap lahan adalah petani yang mempunyai lahan sendiri dan pemilik lahan juga bertindak sebagai petani yang menggarap lahan untuk


(38)

menghasilkan padi organik. Petani pemilik penggarap juga mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli sarana produksi selama usahatani berjalan. b. Penyewa lahan adalah petani yang tidak mempunyai lahan, tetapi petani itu

membayar sewa lahan agar petani tersebut dapat menjalankan usahatani padi organik dengan harga Rp 15.000.000/ha/tahun. Sarana produksi selama usahatani padi organik berjalan diperoleh dari petani itu sendiri yang menyewa lahan.

c. Penyakap adalah petani yang tidak mempunyai lahan namun petani mendapatkan pinjaman lahan dari orang lain yang mempunyai lahan, kemudian petani penyakap mempergunakan lahan untuk menjalankan usahatani padi organik. Sarana produksi yang dibutuhkan untuk usahatani padi organik berasal dari petani penyakap dan pada saat panen, hasil yang diperoleh dibagi dua dengan porsi 50% untuk penyakap dan 50% untuk pemilik lahan.

5. Risiko merupakan suatu kondisi tidak pasti dengan peluang kejadian tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kekuasaan petani, apabila terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan.

6. Perilaku petani terhadap risiko merupakan suatu bentuk dari sikap yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani mengambil risiko dalam berusahatani. Perilaku petani terhadap risiko dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu risk averse (enggan), risk neutral (netral) dan risk lover (berani).


(39)

a. Risk averse (enggan) merupakan perilaku petani dimana petani sebagai pengambil keputusan cenderung akan menghindar terhadap risiko.

b. Risk neutral (netral) merupakan perilaku petani dimana petani sebagai pengambil keputusan berperilaku tidak tegas dalam memilih tindakan pada suatu kondisi yang mempunyai risiko atau tidak mempunyai risiko.

c. Risk lover (berani) merupakan perilaku petani dimana seorang petani berani dalam mengambil keputusan terhadap risiko yang dihadapinya.

E.Metode Analisis Data

1. Analisis Penerimaan Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan petani dalam satu musim tanam padi organik. Penerimaan usahatani merupakan hasil dari total produksi dikalikan dengan harga jual per satuan atau bisa juga disebut dengan pendapatan kotor. Produksi petani padi organik dari kegiatan usahatani adalah produksi dalam bentuk beras, sehingga harga jual yang digunakan yaitu harga jual beras. Penerimaan dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

TR = Y . P

Keterangan:

TR = Penerimaan total usahatani Y = Total produksi beras organik

P = Harga jual beras organik per kilogram

2. Analisis Risiko Usahatani

Risiko dapat dilihat dari hasil produksi (kg) dan harga jual (Rp). Hasil produksi diperoleh dari rata-rata hasil produksi pada berbagai status kepemilikan


(40)

lahan. Untuk mengukur risiko tersebut menggunakan koefisien variasi. Koefisien variasi adalah pembagian antara standar deviasi dengan rata-rata, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

�� = � Keterangan:

CV = Koefisien keragaman penerimaan petani padi organik

σ = Standar deviasi penerimaan petani padi organik x = Rata-rata penerimaan petani padi organik

(Sunaryo, 2007), adapun nilai standar deviasi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

S =

� ��− �̅ 2

�− Keterangan:

S = Nilai standar deviasi petani padi organik xi = Nilai penerimaan petani padi organik ke x �

̅ = Nilai rata-rata penerimaan petani padi organik n = Jumlah sampel petani padi organik

3. Perilaku Petani terhadap Risiko

Perilaku petani terhadap risiko dilakukan untuk mengetahui perilaku petani dalam menghadapai risiko. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui perilaku petani terhadap risiko yaitu pendekatan model fungsi utilitas kuadrat. Fungsi utilitas kuadrat merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui perilaku petani padi organik terhadap risiko usahatani (Saptana et all, 2010).

Menurut Officer dan Halter (1968); Wiens (1979) dalam Jurnal Sriyadi (2010), perilaku petani terhadap risiko usahatani padi organik dapat dianalisis


(41)

menggunakan pendekatan model fungsi kuadrat, dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

U = b0 + b1M + b2M2 Keterangan:

U = Nilai indeks utilitas

M = Penerimaan petani yang diperoleh pada titik keseimbangan (CE) b0 = Intersep

b1 = Koefisien penerimaan b2 = Koefisien risiko petani

Koefisien risiko (b2) menunjukkan perilaku petani (Sabrani, 1989) dalam jurnal Sriyadi (2010) jika:

b2 = 0 berarti petani netral terhadap risiko b2 < 0 berarti petani enggan terhadap risiko b2 > 0 berarti petani berani menanggung risiko

Untuk menguji apakah petani mempunyai sikap enggan terhadap risiko atau tidak, maka perlu diajukan hipotesis:

Ho : b2 = 0, artinya perilaku petani netral terhadap risiko.

H1 : b2 ≠ 0, artinya petani perilaku petani enggan atau berani terhadap risiko. Uji hipotesis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji t, dengan rumus:

t hit = � b2b2 Keterangan:

t hit = Nilai uji hipotesis yang dicari b2 = Koefisien regresi risiko S = Simpangan baku risiko


(42)

Dari pengujian hipotesis diatas dapat diambil keputusan yaitu:

a. Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak artinya petani mempunyai perilaku cenderung enggan atau berani terhadap risiko.

b. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima artinya petani mempunyai perilaku cenderung netral terhadap risiko.

Perilaku petani terhadap risiko usahatani padi organik dalam penelitian ini diuji pada setiap indvidu petani sehingga pilihan yang dibuat merupakan nilai harapan petani pada titik keseimbangan alternatif yang dihadapi. Pembentukan fungsi utilitas dilakukan dengan menghubungkan skala utilitas sehingga petani yang mengusahakan usahatani padi organik akan mempunyai nilai CE yang berbeda. Nilai CE (certainly equivalent) merupakan pendapatan yang membuat petani indifferen terhadap usahataninya. Nilai CE mempunyai konsep merubah sesuatu yang tidak pasti menjadi sesuatu yang pasti. Setiap petani akan mempunyai utilitas yang berbeda karena adanya perbedaan nilai pada jumlah penerimaan yang diharapkan. Prosedur penentuan fungsi utilitas dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut (Soetrisno, 2007):

a. Menentukan nilai CE, dengan cara menentukan penerimaan netral yang ditanyakan kepada petani. Harga netral merupakan harga pada kondisi netral karena tidak mengandung risiko. Tingkat Penerimaan Netral (TPN) dapat ditentukan dengan 50% berhasil dicapai dan 50% gagal. Tingkat harga pada kondisi ini disebut Tingkat Penerimaan Optimistik (TPO), sedangkan tingkat harga terendahnya disebut Tingkat Penerimaan


(43)

Pesimistik (TPP) dengan probabilitas 0,5 dan 0,5 maka TPN dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

TPN = T +T

Keterangan:

TPP = Tingkat penerimaan pesimistik TPO = Tingkat penerimaan optimistik b.

Gambar 5. Metode Penentuan Nilai CE (Certanty Equivalent)

c. Pada gambar 5, diketahi a adalah TPP, i adalah TPO sehingga TPN adalah e = a+i2 , dimana e* merupakan tingkat penerimaan pada keseimbangan (CE) yang ditentukan pada tahap pertama sebagai Q1. Pada proses Q2, a tetap sebagai TPP sedangkan TPO adalah e*, maka TPN adalah c = �+�∗

2

sehingga dapat diperoleh keseimbangan c*.

d. Pada Q3 TPO adalah i dan TPP adalah e* sehingga diperoleh TPN adalah setengah dari jumlah e* dan i, sehingga diperoleh penerimaan


(44)

keseimbangan g*. Penentuan penerimaan keseimbangan (CE) pada proses selanjutnya yaitu Q4 sampai Q7 dilakukan hal yang sama dengan penentuan pada Q2 dan Q3.

e. Nilai CE ditentukan sebanyak sembilan kali yaitu dari a sampai h*, dengan demikian terdapat sembilan skala untuk indeks utilitas. Titik a merupakan nilai terendah diberi nilai 0 dan titik I sebagai nilai tertinggi dan diberi nilai 8. Skala utilitas dan nilai rupiah dari CE dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Skala Utilitas dan Nilai Rupiah dari Certanty Equivalent Alternatif Pilihan Certainly Equivalent

(CE) Skala Utilitas dari CE

A A 0

I I 8

(a,i) e* 0,5(0) + 0,5 (8) = 4

(a,e) c* 0,5(0) + 0,5 (4) = 2

(e,i) g* 0,5(4) + 0,5 (8) = 6

(a,c) b* 0,5(0) + 0,5 (2) = 1

(e,c) d* 0,5(2) + 0,5 (4) = 3

(e,g) f* 0,5(4) + 0,5 (6) = 5

(g,i) h* 0,5(6) + 0,5 (8) = 7

f. Probabilitas 50% berhasil dan 50% gagal, maka nilai CE yang diperoleh dapat ditentukan utilnya seperti pada tabel 1, dengan mengetahui indeks utilitas yang didasarkan pada nilai CE, kemudian di regresi dengan regresi kuadratik. Hasil regresi akan menunjukkan koefisien risiko (b2), maka fungsi utilitas U = b0 + b1M + b2M2 dapat diestimasikan untuk kemudian ditentukan perilaku masing-masing petani terhadap risiko.


(45)

34

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH

A. Keadaan Alam

Kecamatan Pandak merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Pandak mempunyai luas wilayah sebesar 2.430 Ha. Secara administratif Kecamatan Pandak terdiri dari 4 desa, yaitu Desa Caturharjo, Desa Wijirejo, Desa Triharjo dan Desa Gilagharjo. Kecamatan Pandak mempunyai batas-batas wilayah dengan wilayah yang lain yaitu:

Bagian barat : Kecamatan Srandakan

Bagian utara : Kecamatan Pajangan dan Kecamatan Bantul Bagian timur : Kecamatan Bambanglipuro dan Kecamatan Bantul Bagian selatan : Kecamatan Sanden

Kecamatan Pandak merupakan daerah yang mempunyai suhu minimum 20°C dan maksimum 32°C. Kondisi tersebut sangat cocok untuk budidaya tanaman padi, karena tanaman padi dapat tumbuh dengan suhu 23°C.

B. Tata Guna Lahan

Tata guna lahan merupakan penggunaan lahan dan penataan lahan sesuai dengan luas lahan yang dimiliki dan kondisi alam dengan bantuan sumber daya manusia. Penggunaan lahan di Kecamatan Pandak terbagi menjadi beberapa macam diantaranya yaitu lahan tanah sawah, lahan tanah kering, lahan tanah basah, lahan fasilitas umum dan lahan tandus. Rincian penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(46)

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pandak Tahun 2015

Uraian Penggunaan Lahan Luas (Ha)

Tanah Sawah 1.344,785

Tanah Kering 1.231,587

Tanah Basah 0,8186

Tanah Fasilitas Umum 21,840

Lain-lain (tanah tandus, pasir) 219,104 Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 2 luas penggunaan lahan di Kecamatan Pandak dominan untuk tanah sawah yaitu seluas 1.344,785 ha, dimana angka tersebut menunjukkan bahwa potensi lahan untuk pertanian yang ada di Kecamatan Pandak tinggi. Tingginya penggunaan lahan untuk tanah sawah di Kecamatan Pandak dapat dijadikan sebagai sentra penghasil produksi tanaman pangan yaitu padi. Produksi padi yang ada di Kecamatan Pandak merupakan salah satu produksi padi terbesar yang ada di Kabupaten Bantul. Selain itu, di Kecamatan Pandak banyak penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sehingga kebutuhan sumber daya alam khususnya tanah sawah dapat terpenuhi. Disisi lain, kebutuhan pangan masyarakat khususnya beras, di Kecamatan Pandak dapat terpenuhi.

C. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk berdasarkan Usia

Usia menujukkan kondisi tenaga kerja seseorang masih produktif atau tidak. tenaga kerja yang masih tergolong produktif yaitu rentang usia antara 17 tahun sampai 55 tahun. Apabila seseorang berusia kurang dari 17 tahun atau lebih dari 55 tahun maka tenaga kerja tersebut tergolong dalam tenaga kerja kurang atau


(47)

tidak produktif. Tabel dibawah ini merupakan rincian jumlah penduduk di Kecamatan Pandak berdasarkan usia:

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Usia

Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

0-16 tahun 13.434 24,21

17-55 tahun 22.023 39,70

≥56 tahun 20.025 35,59

Total 55.482 100

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan sajian tabel 3, dapat diketahui bahwa persentase jumlah penduduk berdasarkan usia yang tinggi yaitu pada usia antara 17-55 tahun. Pada rentang usia ini masyarakat akan lebih produktif dibandingkan dengan usia yang dibawah 17 tahun ataupun di atas 55 tahun. Banyaknya penduduk yang produktif akan menyebabkan wilayah Kecamatan Pandak lebih berkembang, hal tersebut dapat terjadi karena semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin bertambah pula tingkat pemikiran orang tersebut hingga batas waktu tertentu orang tersebut akan mempunyai kemampuan yang semakin berkurang.

2. Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir yang dimiliki setiap orang. Selain itu, pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

Dunia pertanian, pendidikan penting untuk dimiliki, karena dengan adanya pendidikan dalam dunia pertanian maka seorang petani akan mempunyai ilmu


(48)

dalam menerapkan sistem pertanian yang lebih modern. Berikut rincian keadaan penduduk di Kecamatan Pandak berdasarkan tingkat pendidikan:

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Belum Sekolah 6.126 11,04

Tidak Tamat Sekolah 4.223 7,61

Tamat SD/Sederajat 7.534 13,58

Tamat SMP/Sederajat 9.740 17,56

Tamat SMA/Sederajat 10.913 19,67

Tamat Akademi 14.380 25,92

Tamat Perguruan Tinggi 2.566 4,62

Total 55.482 100

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan sajian pada tabel 4 diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk di Kecamatan Pandak yang terbesar yaitu tamatan Akademi. Sebesar 25,92% penduduk di Kecamatan Pandak tamatan tingkat akademi. Akademi merupakan sebuah instansi yang pada umumnya menghasilkan lulusan diploma. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk yang ada di Kecamatan Pandak mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki petani akan semakin mudah petani tersebut mengadopsi penerapan teknologi yang baru.

3. Keadaan Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan kemampuan yang dimiliki, setiap orang akan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Setiap daerah akan mempunyai keragaman mata pencaharian sesuai dengan kondisi geografis yang dimiliki wilayah tersebut. Kondisi wilayah yang berdekatan dengan pantai akan mempunyai masyarakat


(49)

yang bermata pencaharian sebagai nelayan, kondisi wilayah yang berada di daerah perkotaan akan mempunyai masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pekerja industri atau kantor dan kondisi wilayah yang berada di pedesaan akan cenderung mempunyai masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Penduduk di Kecamatan Pandak sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai petani seperti yang terlihat pada tabel 5:

Tabel 6. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Petani 16.914 79,87

Pengusaha 74 0,35

Industri Kecil 597 2,82

Buruh Industri 787 3,72

Buruh Bangunan 1.105 5,22

Buruh Pertambangan 930 4,39

Pedagang 276 1,30

Pegawai Negeri Sipil 325 1,53

ABRI 95 0,45

Pensiunan 75 0,35

Peternak 6.387 23,17

Total 27.565 100

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa kondisi penduduk yang ada di Kecamatan Pandak dominan sebagai petani yaitu sebesar 79,87%. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi wilayah Kecamatan Pandak sangat mendukung untuk produksi pertanian. Kondisi pertanian yang ada di Kecamatan Pandak mempunyai ketersediaan air yang melimpah dan hamparan lahan yang luas. Kesimpulannya bahwa penduduk yang ada di Kecamatan Pandak mempunyai ketergantungan yang tinggi dalam bidang pertanian untuk keberlangsungan hidup mereka.


(50)

D. Pertanian

Pertanian merupakan sektor penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan pembangungan sektor perekonomian suatu daerah. Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting yaitu penghasil kebutuhan pangan, sandang dan papan. Sektor pertanian terdiri dari beberapa komoditas yang dapat diusahakan. Contoh komoditas yang diusahan yaitu komoditas tanaman pangan dan perkebunan. Kecamatan Pandak merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai hasil dari komoditas tanaman pangan dan perkebunan yang tinggi yaitu tanaman padi dan kelapa. Komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat yang ada di Kecamatan Pandak. Berikut luas dan produksi komoditas tanaman pangan dan perkebunan di Kecamatan Pandak:

Tabel 7. Luas Produksi Pertanian Kecamatan Pandak 2015

Tanaman Luas Tanaman (ha)

Padi 1.544

Jagung 13

Kacang Tanah 4

Kedelai 156

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 6 luas produksi pertanian yang ada di Kecamatan Pandak dapat dilihat bahwa produksi padi mempunyai luas yang tinggi yaitu seluas 1.544 ha. Hal ini dapat diartikan bahwa potensi pertanian khususnya padi di Kecamatan Pandak sangat tinggi dibandingkan dengan produksi pertanian lainnya. Tingginya luas produksi tersebut dapat meningkatkan produktivitas produksi padi di Kecamatan Pandak. Selain luas produksi padi yang tinggi, Kecamatan Pandak


(51)

mempunyai kondisi sumber daya alam yang mendukung untuk keberlangsungan usahatani.

E. Peternakan

Peternakan merupakan salah satu sektor yang berkaitan dengan pertanian. Dunia peternakan merupakan sektor yang berguna melengkapi pertanian. Kebutuhan yang didapatkan dari peternakan yaitu sebagai penyedia protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Selain sebagai kebutuhan tubuh manusia, sektor peternakan sangat berguna untuk keberlangsungan sektor pertanian, karena dalam pertanian juga membutuhkan bantuan dari ternak tersebut seperti kotoran hewan yang berguna sebagai pupuk alami tanaman dan tenaga dari ternak sapi atau kerbau juga dapat di manfaatkan dalam sektor pertanian sebagai pembajak sawah. Berikut kondisi ternak yang ada di Kecamatan Pandak:

Tabel 8. Jenis dan Jumlah Ternak Kecamatan Pandak 2015

Jenis Ternak Jumlah (Ekor)

Sapi 3.316

Kambing 2.433

Domba 2.279

Itik 3.113

Burung Puyuh 3.000

Kelinci 25

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa di Kecamatan Pandak dominan penduduknya mempunyai ternak sapi. Menurut data monografi kecamatan tahun 2015 sebanyak 3.316 ekor sapi yang ada di Kecamatan Pandak. Sapi merupakan hewan ternak yang mempunyai banyak manfaat dalam mendukung keberlangsungan sektor pertanian. Manfaat yang dapat digunakan dari ternak sapi


(52)

yaitu kotoran sapi dan tenaga dari sapi itu sendiri. Kotoran sapi digunakan petani padi organik untuk memupuk lahan dan tanaman agar tidak menggunakan pupuk kimia sehingga lebih ramah lingkungan dan hemat biaya produksi. Rata-rata petani di Kecamatan Pandak mempunyai ternak sapi sendiri sehingga pupuk kandang dapat diproduksi sendiri oleh petani. Selain untuk pupuk, petani yang tidak menggunakan traktor untuk membajak lahan maka menggunakan tenaga sapi sebagai alat pembajak lahan. Namun seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, petani padi organik di Kecamatan Pandak tidak lagi menggunakan tenaga sapi melainkan menggunakan mesin traktor yang lebih praktis untuk digunakan.

F. Sarana Transportasi

Sarana transportasi merupakan alat yang digunakan orang untuk keberlangsungan pekerjaan hari. Tanpa sarana transportasi kegiatan sehari-hari mungkin tidak akan terselesaikan. Sektor pertanian sendiri sangat membutuhkan sarana transportasi demi belangsungnya kegiatan usahatani. Berikut tabel sarana transportasi yang ada di Kecamatan Pandak:

Tabel 9. Jenis Sarana Transportasi Kecamatan Pandak

Jenis Sarana Transportasi Jumlah (buah)

Sepeda 18.064

Dokar/delman 2

Gerobak 12

Becak 90

Kendaraan bermotor roda 3 29

Sepeda motor 14.354

Mobil pribadi 215

Truk 35

Bus umum 19


(53)

Berdasarkan tabel 8, mayoritas penduduk yang ada di Kecamatan Pandak menggunakan sepeda dan sepeda motor sebagai sarana transportasi. Sepeda dan sepeda motor mudah digunakan petani untuk melakukan aktivitas terutama untuk pergi ke sawah dan dapat dijangkau masyarakat menegah ke bawah. Petani menggunakan sepeda atau sepeda motor untuk pergi ke sawah, karena dengan sepeda atau sepeda motor petani lebih mudah meletakkan sekitar area lahan pertanian. Selain sepeda dan sepeda motor, petani menggunakan gerobak sebagai alat transportasi. Gerobak digunakan petani untuk mengangkut hasil panen padi organik dari sawah hingga rumah. Gerobak digunakan petani untuk mengangkut hasil panen padi organik, karena dengan gerobak petani dapat membawa hasil panen padi organik lebih mudah dan cepat.

G. Sarana Perekonomian

Sarana perekonomian merupakan tempat dimana masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi. Kecamatan Pandak mempunyai beberpa sarana perekonomian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pandak berupa jual-beli dan simpan-pinjam uang, karena di sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Pandak mempunyai dua jenis yaitu lembaga keuangan dan pasar atau toko. Berikut tabel keadaan sarana perekonomian yang terdapat di Kecamatan Pandak:


(54)

Tabel 10. Jenis Sarana Perekonomian di Kecamatan Pandak 2015

Jenis Sarana Perekonomian Jumlah

Koperasi Simpan Pinjam 4

Koperasi Unit Desa 1

Bank 3

Pasar Umum 7

Pasar Hewan 1

Toko 26

Kios 33

Warung 23

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 9, dapat dilihat bahwa sarana perekonomian di Kecamatan Pandak mayoritas toko, kios dan warung. Hal ini dapat mendukung kemajuan perekonomian masyarakat di Kecamatan Pandak. Adanya toko, kios dan warung masyarakat Kecamatan Pandak yang tidak mempunyai toko, kios dan warung sendiri dapat menitipkan hasil produksi bahan makanan, makanan ataupun barang hasil produksinya ke toko, kios ataupun warung yang ada. seperti halnya petani padi organik Kecamatan Pandak menjual beras organiknya ke warung. Selain toko, kios dan warung Kecamatan Pandak mempunyai pasar umum sebanyak 7 dari sarana perekonomian yang ada. Meskipun dengan jumlah yang sedikit namun pasar yang ada di Kecamatan Pandak sudah membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

H. Profil Gapoktan Mitra Usaha Tani

Gapoktan Mitra Usaha Tani yang berlokasi di Dusun Gedongsari RT 04, Wijirejo, Pandak, Bantul merupakan sebuah gabungan kelompok tani yang ada di Kecamatan Pandak. Gapoktan ini beranggotakan petani padi konvensional dan petani padi organik. Petani yang menjadi anggota gapoktan tersebut merupakan


(55)

petani yang berasal dari kelompok tani yang ada di Desa Wijirejo dan Desa Caturharjo. Kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan ini berjumlah 11 kelompok tani. Gapoktan ini berdiri pada 13 Februari 2007 dan telah dikukuhkan oleh Bupati Bantul pada 19 Mei 2005.

1. Struktur Pengurus Gapoktan Mitra Usaha Tani

Setiap organisasi tidaklah terlepas dari kepengurusan, begitupun dengan Gapoktan Mitra Usaha Tani. Gapoktan ini mempunyai struktur organisasi yang berfungsi untuk menjalankan sistem yang ada di gapoktan. Struktur organisasi yang terdapat di gapoktan tersebut seluruh unit berada dibawah pimpinan ketua gapoktan langsung. Ketua gapoktan di bantu oleh unit-unit kerja yang telah dibagi sesuai kebutuhan gapoktan. Setiap unit yang telah terbagi mempunyai kewenangan untuk menjalankan tugas kerja masing-masing. Struktur Gapoktan Mitra Usaha Tani dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Tugas pengurus Gapoktan Mitra Usaha Tani a. Ketua

Memimpin dan memajukan gapoktan secara keseluruhan. b. Bendahara

Bendahara mempunyai tugas untuk membuat rencana anggaran gapoktan, menyelenggarakan administrasi keuangan, mengamankan dan bertanggungjawab terhadap uang yang ada di kas gapoktan, membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana.


(56)

c. Sekretaris

Sekretaris bertugas untuk membuat administrasi gapoktan, mengagendakan rapat rutin gapoktan, membuat notulen dan undangan ataupun surat.

Gambar 6. Struktur Gapoktan Mitra Usaha Tani d. Unit Humas dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Unit ini mempunyai tugas untuk melakukan pemberdayaan atau pelatihan kepada anggota kelompok tani, memberi penjelasan atau informasi kepada mayarakat apabila ada berita, memberikan publikasi dan informasi kepada petani, melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan sekretaris.

e. Unit Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)


(57)

Unit LKM atau PUAP ini mempunyai tugas yaitu mengelola dan mengadakan simpan pinjam untuk anggota, mencatat dan melaporkan hasil penerimaan dari simpan pinjam secara tertib dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT).

f. Unit Distribusi dan Penggilingan

Unit distribusi dan penggilingan di gapoktan ini mempunyai tugas mengadakan transaksi jual beli beras atau gabah atau jagung pada petani, mencatat setiap transaksi yang terjadi, menampung sementara dan bertanggungjawab terhadap keamanan barang, mengolah atau menggiling gabah milik gapoktan dan milik petani, memasarkan beras, gabah dan jagung keluar Desa Wijirejo serta membuat laporan transaksi secara periodik.

g. Unit Alat Mesin Pertanian

Unit alat mesin pertanian ini mempunyai tugas untuk mengelola dan merawat mesin-mesin milik gapoktan agar mendapatkan hasil keuntungan, mencatan dan melaporkan hasil-hasil dari mesin milik gapoktan.

h. Unit Cadangan Pangan

Bagian unit cadangan pangan bertugas untuk membeli dan menampung gabah atau beras di gudang, menyalurkan pinjaman gabah atau beras kepada petani serta mengelola cadangan pangan secara tertib.

i. Unit Peternakan dan Tanaman Pangan Hortikultura (TPH)

Unit ini mempunyai tugas untuk mencatat dan melaporkan keadaan lapangan serta luas areal musim tanam setiap triwulan yang berkaitan dengan tanaman pangan hortikultura, melaporkan kepada pengurus dan instansi terkait apabila


(58)

terjadi gejala-gejala serangan OPT yang merugikan petani, mengajak para petani untuk meningkatkan produktivitas produksi, mengajak petani untuk mengembangkan usaha peternakan dan mendata populasi ternak, melaporkan ke instansi terkait apabila terjadi serangan penyakit pada ternak.

2. Program Kerja Gapoktan Mitra Usaha Tani a. Rencana Program Jangka Pendek

Pertemuan rutin pengurus dan peningkatan SDM pengurus, mengoptimalkan iuran anggota dan saham anggota, pengembangan teknologi pertanian (SLPTT dan SRI), pembuatan pupuk organik untuk subsidi petani/anggota, pengembangan dan peningkatan unit subsidi dan cadangan pangan, pengembangan jaringan usaha dan kemitraan, peningkatan SDM petani dengan pelatihan dan magang serta studi banding. b. Rencana Program Jangka Menengah

Meningkatkan persediaan cadangan pangan dan penyaluran cadangan pangan, memberi bantuan ke petani miskin dengan beras (program raskin), sewa lahan pertanian 1-4 ha untuk program pemberdayaan, memberdayakan petani miskin dengan menggarap sawah milik gapoktan dengan sistem bagi hasil, gapoktan dapat memberi kompensasi kepada pengurus, gapoktan mempunyai kelompok ternak sapi untuk memnuhi pembuatan pupuk organik.


(59)

c. Rencana Program Jangka Panjang

Gapoktan mempunyai kantor atau gedung pertemuan, gapoktan mempunyai badan usaha yang profesional, gapoktan dapat memberi gaji bagi pengurus secara layak atau standart upah minimum regional.

I. Budidaya Padi Organik

Budidaya padi organik yang dilakukan di Gapoktan Mitra Usaha Tani berawal dari pembenihan hingga pasca panen. Budidaya padi organik mempunyai Standart Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh gapoktan tersebut. Berikut proses budidaya padi organik yang ada di Gapoktan Mitra Usaha Tani.

Benih. Benih merupakan biji padi yang digunakan untuk bibit tanaman padi. Benih yang digunakan petani yaitu benih varietas lokal yang diperoleh dari gapoktan. Petani padi organik di Gapoktan Mitra Usaha Tani menggunakan benih varietas pandan wangi atau menthik susu. Benih yang digunakan berasal dari panen sebelumnya yang telah diseleksi. Setelah di seleksi, benih di rendam dengan air selama 24 jam dan kemudian benih di tutup agar benih berkecambah. Setelah menjadi kecambah, kemudian benih di sebar di areal sawah yang telah dibuat untuk persemaian.

Persemaian. Persemaian dilakukan di lahan selama 18-25 hari. Persemaian dilakukan bertujuan untuk membuat bibit yang siap di tanam. Selama pembibitan berlangsung perawatan yang dilakukan oleh petani yaitu mengatur ketersediaan


(60)

air yang ada, selain itu calon bibit juga dijaga agar terhindar dari serangan hama dan gulma yang ada.

Pengolahan lahan. Pengolahan yang dilakukan oleh petani yaitu perbaikan pematang, pengairan, pemberian pupuk kandang dan pembajakkan. Kegiatan yang dilakukan petani yaitu membersihkan pematang dari gulma dan memperbaiki pematang yang rusak. Apabila ada pematang yang bocor petani memperbaiki agar jika diisi dengan air tidak merembes. Mengairi lahan kurang lebih 3-7 cm sebelum lahan dibajak. Lahan diberi pupuk kandang dengan cara di sebarkan di lahan sebanyak kurang lebih 2000 kg/ha. Setelah diberi pupuk kandang, lahan dibajak dengan mesin traktor. Setelah pembajakan selesai, lahan didiamkan selama kurang lebih 7-10 hari agar tanah menjadi dayung dan air tidak sampai kering. Penanaman. Setelah dilakukan pengolahan lahan, lahan siap untuk ditanami dengan bibit yang telah siap untuk di tanam. Penanaman dilakukan oleh petani pagi hari. Proses penanaman dilakukan dengan bantuan bilah bambu untuk mengatur jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan petani yaitu 23 cm x 23 cm. Bibit yang telah siap untuk ditanam dicabut terlebih dahulu dan kemudian ditanam dengan menggunakan jari tangan agar terbentuk lubang. Satu lubang tanam, petani biasanya mengisi antara 2-3 bibit padi organik.

Pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan yang dilakukan tanaman terdiri dari pemupukkan, penyiangan, pemberantasan ham dan pengairan. Petani biasanya melakukan 2 kali pupuk, pemupukkan pertama dilakukan petani pada saat tanaman berumur 10-15 hari, pemupukkan kedua dilakukan pada saat tanaman


(1)

14

Seokartawi et al (1993), dengan pendapatan petani yang semakin besar maka petani akan cenderung berani terhadap risiko. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian ini, yaitu petani padi organik hanya sebagian kecil yang berperilaku enggan terhadap risiko dan memiliki pendapatan diatas Rp 2.000.000,-. Petani yang berperilaku enggan justru berada pada rentang usia yang produktif dan memiliki pengalaman berusahatani yang sudak cukup lama.

Petani sebagian besar memiliki perilaku cenderung netral terhadap risiko yaitu 69% petani pemilik penggarap, penyewa dan penyakap berperilaku netral terhadap risiko. Petani tersebut cenderung berperilaku netral karena petani anggota Gapoktan Mitra Usaha Tani relatif lebih berani dalam pengembangan usahatani padi organik. Tingkat pendidikan yang dimiliki petani mempengaruhi perilaku petani yaitu rata-rata petani yang berperilaku netral menamatkan pendidikan hingga jenjang menengah atas dan ada satu orang yang sampai perguruan tinggi. Sedangkan dari faktor usia dan pengalaman berusahatani petani tidak mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko.

Perilaku berani ditunjukkan pada petani penyakap, meskipun hanya satu orang petani. Ibu Parjiyem merupakan petani padi organik berusia 56 tahun yang mempunyai pengalaman 10 tahun dalam berusahatani dan menyelesaikan pendidikan hingga sekolah dasar saja. Luas lahan yang dikelola Ibu Parjiyem untuk usahatani padi organik jauh diatas rata-rata yaitu seluas 3.000 m2 dan dapat menghasilkan produksi beras rata-rata 800 kg per musim tanam. Hasil produksi beras organik tersebut harus dibagi dua dengan pemilik lahan, karena Ibu Parjiyem hanya sebagai tenaga pengelola lahan. Meskipun Ibu Parjiyem hanya sebagai penyakap namun Ibu Parjiyem berani melakukan spekulasi dalam mengelola usahatani.

Dapat disimpulkan bahwa petani penyakap lebih berani terhadap risiko usahatani dibandingkan dengan petani pemilik penggarap dan penyewa. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wardani et al (2012), bahwa sebagian besar petani berperilaku netral yang artinya risiko tidak diperhitungkan dalam usahatani, yang artinya petani tidak dipengaruhi oleh motif ekonomi tetapi lebih adanya budaya turun-temurun dalam mengelola usahatani.


(2)

15

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Berdasarkan status kepemilikan lahan, terdapat perbedaan penerimaan usahatani padi organik antar status kepemilikan lahan. Petani penyewa memiliki penerimaan tertinggi dibandingkan petani pemilik penggarap dan penyakap.

2. Risiko usahatani padi organik pada petani penyakap lebih besar dibandingkan dengan petani pemilik penggarap dan penyewa.

3. Petani penyewa dan penyakap mempunyai perilaku relatif lebih berani terhadap risiko dibandingkan dengan petani pemilik penggarap.

B. Saran

1. Petani pemilik penggarap, penyewa dan penyakap diharapkan lebih mengembangkan usahatani padi organik, karena prospek pengembangan padi organik saat ini sangat bagus serta diharapkan untuk mempertahankan usahatani padi organik yang telah dicapai saat ini.

2. Pemerintah khususnya dari Dinas Pertanian diharapkan untuk lebih memperhatikan kondisi pertanian dan petani padi organik agar pengembangan pertanian organik menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aldila, H.F. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea Mays Saccharata) Di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63077 (Online). Diakses 8 Juli 2015, pukul 04.18.

Anonymous. 2005. Principles of Organic Agriculture. IFOAM. http://www.ifoam.org.

__________. 2015. Definition of Organic Agriculture. IFOAM. http://www.ifoam.org

Badan Pusat Statistik Nasional. 2015. http://www.bps.go.id/site/resultTab (Online). Diakses 26 Juni 2015, pukul 22.52.


(3)

16

Fariyanti, A. 2008. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Fazlurrahman, Tubagus. 2012. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum Frutescens) Petani Mitra Pt. Indofood Fritolay Makmur Dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63067 (Online). Diakses 8 Juli 2015, pukul 04.20.

Firdaus, Muhammad. 2010. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Gujarati, Damodar N., Dawn C. Porter. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5. Mc Graw Hill. Salemba Empat. Jakarta Selatan. 2010.

Harwood, J et all. 1999. Managing Risk in Farming: Consepts, Research, and Analysis. U.S: Economic Research Service.

Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.

Kountur, R. 2008. Manajemen Risiko Operasional (Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional) Perusahaan. Jakarta: PPM.

_________. 2006. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta. _________. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta.

Kurniati, Dewi. 2015. Perilaku Petani Terhadap Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 04(01). Staff Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi UNTAN.

Laily, N dan Budiyono P. 2013. Teori Ekonomi. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Lubis, Asrihadi Nowvan. 2009. Manajemen Risiko Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik: Studi Petani Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy, Cigombong, Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Mulyaningsih, Asriani. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode Sri (System of Rice Intensification) (Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). Skripsi.


(4)

17

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/60395 (Online). Diakses 8 Juli 2015, pukul 04.22.

Muzdalifah, Masyhuri, Ani Suryatini. 2012. Pendapatan Dan Risiko Usahatani Padi Daerah Irigasi Dan Non Irigasi Di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat dan Fakultas Pertanian UGM.

Nurhapsa. 2013. Analisis Efisiensi Teknis dan Perilaku Risiko Petani Serta Pengaruhnya Terhadap Penerapan Varietas Unggul pada Usahatani Kentang di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Prihtanti, Tinjung Mary. 2014. Analisis Risiko Berbagai Luas Penguasaan Lahan Pada Usahatani Padi Organik Dan Konvensional. Jurnal AGRIC 26(1&2):29-36. Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Ridhan, F.F. 2012. Analisis Pendapatan Dan Faktor Penentu Adopsi Teknologi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) Untuk Usahatani Padi. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62952 (Online). Diakses 8 Juli 2015, pukul 04.18.

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro. 2010. Analisis

Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Cabai Merah Besar Dan Perilaku Petani Dalam Menghadapi Risiko. Jurnal Agro Ekonomi 28(02):153-188. Program Studi Ekonomi Pertanian IPB. Bogor.

Sarianti, Tintin, 2012. Analisis Faktor dan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Beras Organik Serta Analisis Pendapatan dan Risiko Produksi Padi Organik. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya (UB) Press. Malang.

Siahaan, Lenny. 2009. Strategi Pengembangan Padi Organik Kelompok Tani Sisandi, Desa Baruara, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/13287 (Online). Diakses 8 Juli 2015, pukul 04.25.


(5)

18

_________. 1990. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekartawi, Rusmadi, Effi Damaijati. 1993. Risiko dan Ketidakpastian dalam

Agribisnis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soetrisno. 2007. Strategi Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta Dengan Model Daya Saing Tree Five. Program Studi Agribisnis Pasca Sarjana Universitas Jember. Jawa Tengah.

Soetrisno, Loekman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Sriyadi. 2010. Risiko Produksi dan Keefisienan Relatif Usahatani Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Agribisnis 10(02):69-76. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.

Staff Asisten Ekonometri. 2015. Panduan Praktikkum Ekonometri. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Sukristiyonubowo R, Wiwik H, Sofyan A, Benito H.P, and S. De Neve. 2011.

“Change from conventional to organic rice farming system: biophysical and socioeconomic reasons”. International Research Journal of Agricultural Science and Soil Science 1(5):172-182. (online http://www.interesjournals.org/IRJAS).

Sulistyaningsih, Catur Rini. 2012. Analisis Usaha Tani Padi Organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara. Sukoharjo.

Sunaryo, T. 2007. Manajemen Risiko Finansial. Salemba Empat. Jakarta.

_________. 2001. Ekonomi Manajerial: Aplikasi Teori Ekonomi Mikro. Erlangga. Jakarta.

Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito. Bandung. Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisisus. Yogyakarta.


(6)

19

Wardani, N.S., Darsono, Joko Sutrisno. 2012. Preference of Farmer’s Risk and Economic Eficiency of Tobacco Farming in Klaten Regency. Agribusiness Department. Postgraduate Program of Sebelas Maret University.

Widyaningsih, T.O. 2014. Efisiensi Usahatani Padi Organik Di Desa Wijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.

Wulandari, Suci dan Agus Wahyudi. 2014. Manajemen Risiko Dalam Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik. Bogor.