Tabel 5.7 Distribusi Penderita Hiperplasia Endometrium BerdasarkanGambaran Histopatologi
Hiperplasia Endometrium Frekuensi n
Persentase
Simpleks -
Tanpa sel atipik -
Dengan sel atipik 25
14 45,5
25,5
Kompleks -
tanpa sel atipik -
dengan sel atipik 8
8 14,5
14,5
Total 55
100,0
Berdasarkan gambaran histopatologi, didapatkan jumlah gambaran histopatologi hiperplasia endometrium yang paling banyak adalah pada kelompok
hiperplasia endometrium simpleks tanpa atipik dengan jumlah 25 orang 43,9 dan jumlah yang paling sedikit adalah kelompok hiperplasia endometium
kompleks dengan atipik dengan jumlah 8 orang 14,0 Tabel 5.7.
5.2. Pembahasan
Hiperplasia endometrium merupakan suatu kelainan endometrium berupa peningkatan proliferasi kelenjar endometrium yang mengakibatkan adanya
perubahan rasio kelenjar dan stroma, bentuk dan ukuran kelenjar, susunan kelenjar bertambah menjadi 2-3 lapis Ellenson and Pirog, 2010.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis untuk mengetahui karakteristik penderita hiperplasia endometrium yang
didiagnosa berdasarkan usia, riwayat paritas, riwayat menarche, tingkat obesitas dan gambaran histopatologi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
MalikDepartemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU Medan dari tahun 2012 sampai 2014.
Dari hasil penelitian terhadap 57 sampel, didapatkan bahwa frekuensi tertinggi usia pasien hiperplasia endometrium yaitu berusia 41-50 tahun dengan
jumlah 15 orang 26,3 Tabel 5.2. Hal ini sama dengan penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Indahwati 2007, bahwa dari 30 sampel didapatkan 16 orang 53,3 usia 45-49 tahun yang mengalami hiperplasia endometrium. Hal ini dapat
diterangkan karena kurun usia tersebut merupakan masa transisi atau masa pre- menopause dimana terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum
akibat tidak adanya ovulasi sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap
kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium.
Berdasarkan riwayat paritas, didapatkan jumlah paritas yang paling banyak adalah pada kelompok paritas 3-4 multipara dengan jumlah 35 orang
61,4 dan jumlah yang paling sedikit adalah pada kelompok paritas 1 primipara dengan jumlah 1 orang 1,8 Tabel 5.3. Hal ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Indahwati 2011 dan Cahyanti 2008. Indahwati 2007 mendapatkan 18 orang dari 30 sampel mempunyai riwayat paritas 3-4
multipara yang mengalami hiperplasia endometrium, dan Cahyanti 2008, mendapatkan 36 orang di antara 76 sampel yang mengalami hiperplasia
endometrium dengan riwayat paritas 3-4 multipara. Berdasarkan riwayat menstruasi yang dilihat dari riwayat menarche dan
menopause, frekuensi tertinggi riwayat menarche Tabel 5.4 adalah usia 12 dan 14 tahun dengan jumlah 6 orang, sedangkan riwayat menopouse Tabel 5.5
adalah usia 51 tahun dengan jumlah 8 orang. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyanti 2008 riwayat menarche adalah usia 12-16 tahun
dengan jumlah 55 orang dan riwayat menopause adalah usia 50-52 tahun dengan jumlah 7 orang yang mengalami hiperplasia endometrium. Hal ini terjadi karena
stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan
terjadinya hiperplasia pada endometrium Indahwati, 2011. Dari data penelitian berdasarkan tingkat obesitas yang dihitung
berdasarkan IMT 53 sampel, frekuensi tertinggi adalah pre-obese 25,00-29,99 dengan jumlah 15 orang Tabel 5.6. Hal ini sama dengan penelitiaan yang
dilakukan oleh Cahyanti 2008 di Semarang, bahwa dari 76 sampel didapatkan
Universitas Sumatera Utara
27 orang yang mengalami hiperplasia endometrium dengan klasifikasi IMT pre- obese. Hal ini disebabkan karena pada obsitas terjadi peningkatan hormon
estrogen karena tingginya kadar estradiol yang dihasilkan dari aromatisasi dari androgen pada jaringan adiposa dan konvensi dari androstenedione menjadi
astrone pada otot dan adiposa Carlson and Thiel, 2009. Dari data penelitian 55 sampel, frekuensi tertinggi gambaran histopatologi
hiperplasia endometrium adalah hiperplasia endometrium simpleks tanpa atipik. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Indahwati 2011 Tabel 5.7,
bahwa dari 30 sampel didapatkan 17 orang dengan riwayat hiperplasia endometrium tanpa sel atipik. Tetapi terdapat perbedaan penelitian yang
dilakukan oleh Cahyanti 2008 di Semarang, bahwa dari 76 sampel didapatkan 33 orang mengalami hiperplasia endometrium kompleks tanpa atipik. Hal ini
dapat terjadi karena keberadaan reseptor estrogen baru akan berdampak bila ada stimulasi dari estrogen. Semakin rapat reseptor estrogen semakin besar pula
kemampuan untuk dapat distimulasi oleh estrogen, yang dapat berpengaruh terhadap tipe hiperplasia yang terjadi Indahwati, 2007.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan