26
Rangkaian ekivalen motor induksi untuk masing-masing sisi dapat diperlihatkan sebagai berikut:
2.6.1 Rangkaian Stator Motor Induksi
Fluks pada celah udara yang berputar menghasilkan ggl induksi lawan pada setiap fasa dari stator. Sehingga tegangan terminal V
1
menjadi ggl induksi lawan dari E
1
dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator. Sehingga diperoleh persamaan tegangan pada stator adalah[5]:
V
1
= E
1
+ I
1
R
1
+ X
1
Volt 2.5
Dimana: V
1
= Tegangan nominal stator Volt E
1
= Ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara Volt I
1
= Arus stator Ampere R
1
= Resistansi stator Ohm X
1
= Reaktansi bocor stator Ohm Sama seperti halnya trafo, maka arus stator I
1
terdiri dari dua buah komponen. Salah satunya adalah komponen beban I
2
. Dan komponen yang lainnya adalah arus eksitasi Ic excitting current. Dan arus eksitasi ini dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sefasa dengan E
1
dan komponen magnetisasi Im yang tertinggal 90 dengan E
1.
Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi inti dan arus Im akan menghasilkan resultan fluks celah
udara. Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor induksi 3 fasa tidak, hal ini disebabkan pada motor induksi arus beban nol
menghasilkan fluks celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban rugi inti
Universitas Sumatera Utara
27
+ rugi gesek angin + rugi I
2
R dalam jumlah kecil sedangkan pada trafo fungsi eksitasi untuk menghasilkan fluksi dan menghasilkan rugi-rugi inti.
Rangkaian ekivalen dari stator ini dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.6Rangkaian ekivalen stator motor induksi 2.6.2 Rangkaian Rotor Motor Induksi
Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini
dilambangkan dengan E
2
. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor
pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan berikut[5]. E
2S
= s E
2
2.6 Dimana:
E
2
= Tegangan Induksi pada rotor pada saat diam Volt E
2S
= Tegangan induksi pada rotor saat berputar Volt Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan
dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh slip. Reaktansi dari motor induksi tergantung pada induktansi
rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor.
Universitas Sumatera Utara
28
Pada saat diberikan beban atau dipengaruhi slip, maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah:
I
2S
=
E2 R2s+JX 2
Ampere 2.7
Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip adalah seperti pada Gambar 2.7 berikut :
R
2
S I
2S
E
2
jX
2
Gambar 2.7Rangkaian ekivalen rotor motor induksi yang sudah dipengaruhi slip.
Impedansi ekivalen rotor motor induksi pada Gambar 2.7 adalah[5]: Z
2S
=
R2 S
+ JX
2
Ohm 2.8
Padamotorinduksirotorbelitan,makarotorpadamotorinduksidapatdigantideng an
rangkaian ekivalen
rotoryangmemilikibelitan denganjumlah fasadanbelitanyang
samadenganstatorakan tetapi
gayagerakmagnetdanfluksiyangdihasilkan harussamadenganrotorsebenarnya,makaperformansi
rotoryangdilihatdari sisi
primertidakakanmengalamiperubahan. Sehinggahubunganantarateganganyangdiinduksikanpadarotoryangsebenarny
a E
rotor
dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor E
2S
adalah[5]: E
2S
= a E
rotor
2.9
Universitas Sumatera Utara
29
Dimana: a adalah perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya.
Sedangkan hubungan antara arus rotor sebenarnya I
Rotor
dengan arus I
2S
pada rangkaian ekivalen haruslah[2]: I
2S
=
I rotor a
2.10 Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi
yang diinduksikan tegangan dapat disederhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat. Sehingga hubungan anatara impedansi bocor, slip dan frekuensi dari
rangkaian ekivalen rotor Z
2S
dengan impedansi bocor, slip dan frekuensi rotor sebenarnya Z
Rotor
adalah[5]: Z
2S
=
E2s I2s
=
a 2 E rotor I rotor
= a
2
Z
rotor
2.11 Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang
sudah dipengaruhi oleh slip seperti Persamaan 2.8 maka besarnya arus impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor[5]:
Z
2S
=
E2s I2s
=R
2
+ JsX
2
2.12 Dimana:
R
2
= Tahanan rotor Ohm sX = Reaktansi rotor yang sudah berputar Ohm
Z
2S
= Impedansi slip bocor frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor Ohm Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron.
Medan putar ini akan menginduksikan ggl induksi pada rangkaian rotor E
2S
dan menginduksikan ggl lawan pada stator sebesar E
2.
Bila bukan karena efek kecepatan, maka tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor E
2S
akan sama dengan ggl induksi lawan pada rangkaian stator E
2
karena rangkaian
Universitas Sumatera Utara
30
ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian ekivalen stator. Akan tetapi dengan kecepatan relative medan putar yang direferensikan
pada sisi rotor adalah s kali kecepatan medan putar yang direfensikan pada sisi stator, maka hubungan kedua ggl adalah [5]:
E
2S
= s E
1
2.13 Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh fasor penjumlahan dari arus stator
dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari rangkaian ekivalen rotor, maka dalam hal ini dikarenakan jumlah belitan stator dan rangkaian ekivalen
rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada stator dan rotor adalah [5]: I
2S
= I
2
2.14 Apabila Persamaan 2.13 dibagi dengan Persamaan 2.14 maka diperoleh [5]:
E2s I2s
=
sE 2 I2
2.15 Dengan mensubtitusikan Persamaan 2.15 kePersamaan 2.12 maka diperoleh [5]:
E2s I2s
=
sE 1 I1
= R
2
+ JsX
2
2.16 Dengan membagi Persamaan 2.16 berikut dengan s maka diperoleh[5]:
E1 I2
=
R2 S
+ JX
2
2.17
Sehingga dari persamaan-persamaan yang sudah dijabarkan diatas diperoleh suatu rangkaian umum dari rangkaian ekivalen rotor seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 2.8 berikut[1]:
Universitas Sumatera Utara
31
X
2
R
2
I
2
E
2
Gambar 2.8Rangkaian ekivalen rotor motor induksi.
Dari penjelasan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen perfasa motor induksi. Gambar 2.9 berikutmenunjukkan gambar rangkaian ekivalen perfasa
motor induksi [6]:
R1 JX1
I2
Rc Ic
sE2 I2
jsX2
R2 jXm
Im E1
I1 V
Gambar 2.9Rangkaian ekivalen motor induksi 2.7 Efisiensi Motor Induksi
Efisiensimotorinduksi adalah ukuran keefektifanmotorinduksi
untukmengubah energilistrikmenjadienergimekanikyang
dinyatakan sebagaiperbandingan
antara masukan dan keluaranataudalambentuk
energilistrikberupaperbandingan Watt keluarandanWattmasukan.
Daya keluaran motor induksi adalah daya mekanis yang dihasilkan motor dan dari data hasil pengukuran dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.18 berikut:
Universitas Sumatera Utara
32
P
out
= T.ω 2.18
Dengan, T = torsi motor Nm
ω = Kecepatan putaran rads DefinisiNEMA terhadapefisiensienergiadalahbahwa efisiensi merupakan
perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadapdayamasukan total danbiasanyadinyatakan
dalampersen. Efisiensi
jugasering dinyatakandengan perbandinganantaradaya keluarandengan daya keluaran
ditambah rugi - rugi,yangdirumuskandalamPersamaan 2.19berikut[7]: Ƞ=
Pout Pin
=
Pin −Ploss
Pin
=
Pout Pout +Ploss
x 100 2.19
Daripersamaanterlihatbahwaefisiensimotorbergantungpadabesarrugi- ruginya.
Rugi- rugipadapersamaantersebutadalahpenjumlahankeseluruhankomponenrugi – rugi
yang dibahas sebelumnya. Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi sering dilakukan dengan beberapa cara seperti:
1. Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran
2. Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan
3. Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan
Dimana pengukuran daya masukan tetap membutuhkan ketiga cara diatas.Umumnya,daya listrik dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya
mekanik lebih sulit untuk diukur. Saat ini lebih dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga
efisiensi yang tepat. Pengukuran kepada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan kalometri. Walupun pengukran dengan metode ini sangat sulit
dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang
Universitas Sumatera Utara
33
didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluaran. Kebanyakan pabrik menggunakan pengukuran komponen rugi-rugi secara
individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor dan ini adalah suatu keuntungan pada suatu pabrikan. Keuntungan lainnya
yang sering dibicarakan adalah bahwa benar error pada komponen rugi-rugi tidak mempengaruhi keseluran efisiensi. Keuntungannya terutama adalah fakta ada
kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan data
tertentu.
2.8 Torsi Motor Induksi