2. Studi praperlakuan lama penyimpanan antera terhadap kemampuan
induksi kalus jeruk Keprok Garut
Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL faktor tunggal yaitu praperlakuan penyimpanan pada suhu dingin 10
o
C dengan 4 taraf yaitu 1; 3; 5; dan 7 hari. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan,
dan setiap botol merupakan satu ulangan, dimana dalam satu botol berisi 10
antera. Pengamatan dilakukan sampai minggu ke-8.
Kuncup bunga jeruk Keprok Garut yang mempunyai tahapan perkembangan inti mikrospora uninukleat yang tinggi, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditutup dengan aluminium foil, lalu tabung reaksi dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi air dan dimasukkan dalam lemari pendingin
10
o
C sesuai dengan perlakuan. Antera kemudian diisolasi dari kuncup bunga dan ditanam pada media dasar Murashige dan Tucker MT yang ditambahkan 10
mgl pikloram. Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah: jumlah antera yang membesar membengkak dan jumlah antera yang menghasilkan kalus.
3. Induksi kalus pada antera jeruk Keprok Batu 55, jeruk Siam dan jeruk
Pamelo
Antera jeruk Keprok Batu 55, jeruk Siam dan jeruk Pamelo yang telah mendapatkan praperlakuan dingin 10
o
C terbaik 5 hari ditanam pada berbagai komposisi media induksi kalus.
3.1 Jeruk keprok Batu 55
Rancangan yang digunakan adalah RAL faktor tunggal yaitu perlakuan jenis media dengan 3 taraf yaitu; 1 Padat; 2 Padat + Cair; 3 Cair. Setiap
perlakuan terdiri atas 14 ulangan dimana setiap botol merupakan satu ulangan dan dalam satu botol berisi 8 antera. Komposisi media yang digunakan adalah media
dasar MT + 3 mgl BAP + 500 mgl ekstrak malt. Media dipadatkan dengan phytagel 2 gl kecuali media cair, pH media diatur pada 5,8. Kultur diinkubasi
pada ruang gelap. Sub kultur dilakukan dua kali dalam sebulan sampai 4 kali sub kultur pada media yang sama. Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah:
jumlah antera yang membengkak, dan jumlah antera yang menghasilkan kalus.
3.2 Jeruk Siam
Rancangan lingkungan yang digunakan adalah RAL faktor tunggal yaitu perlakuan 2,4-D dengan 3 taraf yaitu: 3mgl, 5 mgl, dan 7 mgl. Setiap perlakuan
terdiri dari 15 ulangan dimana setiap botol merupakan satu ulangan dan dalam satu botol berisi 7 antera. Antera jeruk Siam ditanam pada media dasar MT + 500
mgl ekstrak malt. Media dipadatkan dengan phytagel 2 gl, pH media diatur pada 5,8 dan diinkubasi pada ruang gelap. Sub kultur dilakukan dua kali dalam sebulan
sampai 4 kali sub kultur pada media yang sama. Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah: jumlah antera yang membengkak, dan jumlah antera yang
menghasilkan kalus.
3.3 Jeruk Pamelo
Rancangan lingkungan yang digunakan adalah RAL faktor tunggal yaitu perlakuan media 3 mgl BAP dan NAA dengan 3 taraf yaitu: 1 1 mgl NAA;
2 2 mgl NAA; 3 3mgl NAA. Setiap perlakuan terdiri dari 15 ulangan dimana setiap botol merupakan satu ulangan dan dalam botol berisi 5 antera. Antera yang
ditanam adalah antera yang mengandung mikrospora dengan inti tunggal tinggi dan telah mendapatkan praperlakuan dingin 10
o
C diinduksi pada media dasar MT + kombinasi 3 mgl BAP dan NAA + 500 mgl ekstrak malt. Semua
perlakuan media dipadatkan dengan phytagel 2 gl kecuali media cair, pH media diatur pada 5,8 dan diinkubasi pada ruang gelap. Sub kultur dilakukan dua kali
dalam sebulan sampai 4 kali sub kultur pada media yang sama. Semua hasil penelitian studi praperlakuan lama penyimpanan pada antera
jeruk keprok Garut, induksi kalus pada jeruk keprok Batu 55 dan jeruk Siam serta jeruk Pamelo dianalisis dengan menggunakan analisis ragam uji F pada taraf
nyata α 5 dengan bantuan program SAS 9.1. Apabila hasil uji nyata,
dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan Duncan’s Multiple Range Test-
DMRT.
Analisis Kromosom
Jumlah kromosom kalus jeruk dianalisis dengan menggunakan Metode Pra-perlakuan Lengkap Sastrosumarjo 2006. Kalus dimasukkan kedalam botol
yang berisi larutan 8-Hydroxyquinolin 0,002 M. Botol dimasukkan ke dalam lemari pendingin 4
o
C selama 90 menit, lalu kalus dikeluarkan dan dicuci dengan air. Kalus yang telah dicuci dengan air, direndam dalam asam asetat 45 selama
10 menit kemudian dimasukkan dalam botol berisi campuran HCl dengan asam asetat 45 perbandingan 3:1 selama 2 menit, lalu dipanaskan dalam waterbath
dengan suhu 60
o
C selama 2 menit. Kalus dipindahkan ke gelas arloji, kemudian diteteskan aceto orcein 2
dan biarkan selama 10 menit. Kalus diletakkan pada gelas objek, kemudian diberikan 2 tetes aceto orcein 2 lalu ditutup dengan gelas penutup. Preparat
dilewatkan di atas api bunsen 2-3 kali kemudian preparat diketuk dengan pensil berkaret squash, lalu ditekan dengan ibu jari. Preparat siap diamati dibawah
mikroskop.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Umum Percobaan
Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan
kelembaban Zulkarnain 2009. Read 1990 menyatakan bahwa faktor suhu berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan sel dan jaringan,
pembentukan organ tanaman, dan berkaitan erat dengan siklus perkembangan tanaman. Suhu penyebab terjadinya morfogenesis tidak selalu sama pada setiap
spesies tanaman. Pada tanaman tomat, perlakuan suhu 19
o
C pada beberapa saat dapat meningkatkan potensi regenerasinya. Sementara itu, pada eksplan tangkai
bunga Brassica napus pembentukan pucuk adventif terbaik diperoleh pada suhu 24
o
C. Laboratorium tempat dilakukannya penelitian sangat menjaga kestabilan suhu ruang kultur supaya tetap terjaga pada kisaran 25 - 28
o
C Gambar 7A. Kestabilan suhu ruang kultur tersebut dibantu dengan kondisi Air Conditioner
AC yang tetap dihidupkan selama 24 jam. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan eksplan ialah intensitas
cahaya. Intensitas cahaya selalu dijaga dengan baik agar tanaman dapat melakukan morfogenesis. Penelitian yang tidak membutuhkan cahaya seperti
induksi kalus dilakukan di ruangan gelap. Laju fotosintesis pada kebanyakan tanaman yang dikulturkan secara in vitro pada umumnya relatif rendah karena
kebutuhan karbohidrat sudah dipenuhi melalui suplai sukrosa dari medium. Menurut George dan Sherrington 1984, pertumbuhan jaringan tanaman secara in
vitro membutuhkan cahaya untuk mendapatkan pertumbuhan dan morfogenesis yang optimal. Sebaliknya untuk inisiasi pembelahan sel pada eksplan dan
pertumbuhan kalus tidak diperlukan adanya cahaya. Faktor lingkungan lain yang menentukan keberhasilan kultur jaringan
adalah kelembaban. Kelembaban relatif di dalam ruangan sekitar 70, namun kebutuhan kelembaban di dalam wadah kultur mendekati 90. George dan
Sherrington 1984 menyatakan bahwa embrioid Daucus carota tumbuh sangat baik pada kelembaban 80
– 90 dan akan mati apabila kelembaban di bawah 60. Kadar kelembaban yang terlalu tinggi di dalam wadah kultur dapat
menyebabkan terbentuknya daun – daun pucuk yang mengalami vitrifikasi Read
1990. Keberhasilan kultur jaringan dapat tercapai apabila media yang digunakan
tidak mengalami kontaminasi. Kontaminasi berasal dari eksplan atau media yang digunakan. Kecilnya kontaminasi disebabkan oleh tersedianya autoklaf
bertekanan tinggi, sehingga dapat menyebabkan denaturasi pada mikroba. Selain itu, ruang pembuatan media juga harus disterilkan secara periodik dengan
menggunakan formalin Gambar 7B. Faktor lain yang menyebabkan kecilnya angka kontaminasi adalah laminar air flow, karena sebelum digunakan laminar
selalu disterilkan dengan sinar UV Gambar 7C. Jenis kontaminan yang ditemukan berupa cendawan dengan hifa yang berwarna putih sedikit merah
muda, cendawan berwarna kehitaman, bakteri berwarna putih susu, dan bakteri berwarna kuning susu. Jenis kontaminan tersebut dapat dikenali dari penampilan
fisiknya. Dari keempat jenis kotaminan yang ditemukan, cendawan yang berwarna hitam yang paling cepat pertumbuhan dan perkembangbiakannya, dan
cendawan tersebut mampu menutupi seluruh permukaan media kultur. Akibatnya eksplan tidak mampu tumbuh yang akhirnya akan mati.
Gambar 7. Kondisi umum laboratorium :A. Ruang kultur, B. Ruang pembuatan media, C. Laminar air flow
2. Studi Tahapan Perkembangan Inti Mikrospora Antera Jeruk