Karakterisasi FTIR Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Scaffold Karakterisasi FTIR Karakterisasi m

2.2. Karakterisasi FTIR

Karakterisasi FTIR dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR BRUKER model TENSOR 37. Karakterisasi FTIR dilakukan terhadap semua jenis sampel. Setiap jenis sampel diambil satu contoh untuk karakterisasi FTIR.

2.3. Karakterisasi SEM dan Mikroskop

Optik Karakterisasi SEM dilakukan dengan menggunakan JEOL JCM-35C. sebelum dikarakterisasi, masing-masing sampel dilapisi dengan emas-palladium 80 emas dan 20 Pd. Setiap jenis sampel diambil satu caontoh untuk karakterisasi SEM. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik menggunakan mikroskop optik portabel. Pengamatan dilakukan pada satu contoh yang diambil dari setiap jenis sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Preparasi Sampel 1.1. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Serbuk Pada penelitian ini, hidroksiapatit dibuat dalam dua macam bentuk, yaitu serbuk dan scaffold atau bepori. Pembuatan hidroksiapatit serbuk dilakukan dengan membuat delapan kali ulangan untuk dua macam laju penetesan asam fosfat yang berbeda. Laju pertama laju A adalah 100 mljam dan laju yang kedua laju B adalah 100 mljam. Massa CaCl 2 yang digunakan dan massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada masing-masing ulangan tiap laju dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Dari Tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa perbedaan laju penetasan asam fosfat dalam proses pencampuran antara larutan CaCl 2 dan larutan asam fosfat tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap massa hidroksiapatit pada hasil akhir sampel. Rerata massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada sampel PA adalah 5.41 g, dengan rerata massa CaCl 2 yang digunakan adalah 9.27 g. Tabel 2. Rerata Massa CaCl 2 Sampel PA No. CaCl 2 g Massa HA g 1 9.28 4.93 2 9.27 5.76 3 9.29 5.64 4 9.28 6.11 5 9.28 5.59 6 9.27 5.56 7 9.28 5.26 8 9.29 5.43 Rerata 9.28 5.54 Tabel 3. Rerata Massa CaCl 2 Sampel PB Rerata massa hidroksiapatit yang dihasilkan pada sampel PB adalah 5.53 g, dengan rerata massa CaCl 2 yang digunakan adalah 9.28 g. Massa sampel hidroksiapatit yang dihasilkan lebih kecil daripada massa CaCl 2 yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan CaCl 2 sebagai prekursor tidak efisien.

1.2. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Scaffold

Hidroksiapatit scaffold dibuat dengan menggunakan spons berukuran 2x2x0.5 cm 3 . Masing-masing jenis sampel dibuat dalam delapan kali ulangan, sehingga dihasilkan total enam belas sampel scaffold. Massa akhir sampel scaffold tidak dihitung karena dari satu gel dapat dihasilkan empat hingga lima sampel scaffold berukuran 2 x 2 x 0.5 cm 3 . No. CaCl 2 g Massa HA g 1 9.27 4.33 2 9.27 4.16 3 9.27 5.79 4 9.27 5.88 5 9.27 5.73 6 9.27 5.74 7 9.27 5.82 8 9.27 5.87 Rerata 9.27 5.46

2.2. Karakterisasi FTIR

Karakterisasi FTIR dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR BRUKER model TENSOR 37. Karakterisasi FTIR dilakukan terhadap semua jenis sampel. Setiap jenis sampel diambil satu contoh untuk karakterisasi FTIR.

2.3. Karakterisasi SEM dan Mikroskop

Optik Karakterisasi SEM dilakukan dengan menggunakan JEOL JCM-35C. sebelum dikarakterisasi, masing-masing sampel dilapisi dengan emas-palladium 80 emas dan 20 Pd. Setiap jenis sampel diambil satu caontoh untuk karakterisasi SEM. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik menggunakan mikroskop optik portabel. Pengamatan dilakukan pada satu contoh yang diambil dari setiap jenis sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Preparasi Sampel 1.1. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Serbuk Pada penelitian ini, hidroksiapatit dibuat dalam dua macam bentuk, yaitu serbuk dan scaffold atau bepori. Pembuatan hidroksiapatit serbuk dilakukan dengan membuat delapan kali ulangan untuk dua macam laju penetesan asam fosfat yang berbeda. Laju pertama laju A adalah 100 mljam dan laju yang kedua laju B adalah 100 mljam. Massa CaCl 2 yang digunakan dan massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada masing-masing ulangan tiap laju dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Dari Tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa perbedaan laju penetasan asam fosfat dalam proses pencampuran antara larutan CaCl 2 dan larutan asam fosfat tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap massa hidroksiapatit pada hasil akhir sampel. Rerata massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada sampel PA adalah 5.41 g, dengan rerata massa CaCl 2 yang digunakan adalah 9.27 g. Tabel 2. Rerata Massa CaCl 2 Sampel PA No. CaCl 2 g Massa HA g 1 9.28 4.93 2 9.27 5.76 3 9.29 5.64 4 9.28 6.11 5 9.28 5.59 6 9.27 5.56 7 9.28 5.26 8 9.29 5.43 Rerata 9.28 5.54 Tabel 3. Rerata Massa CaCl 2 Sampel PB Rerata massa hidroksiapatit yang dihasilkan pada sampel PB adalah 5.53 g, dengan rerata massa CaCl 2 yang digunakan adalah 9.28 g. Massa sampel hidroksiapatit yang dihasilkan lebih kecil daripada massa CaCl 2 yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan CaCl 2 sebagai prekursor tidak efisien.

1.2. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Scaffold

Hidroksiapatit scaffold dibuat dengan menggunakan spons berukuran 2x2x0.5 cm 3 . Masing-masing jenis sampel dibuat dalam delapan kali ulangan, sehingga dihasilkan total enam belas sampel scaffold. Massa akhir sampel scaffold tidak dihitung karena dari satu gel dapat dihasilkan empat hingga lima sampel scaffold berukuran 2 x 2 x 0.5 cm 3 . No. CaCl 2 g Massa HA g 1 9.27 4.33 2 9.27 4.16 3 9.27 5.79 4 9.27 5.88 5 9.27 5.73 6 9.27 5.74 7 9.27 5.82 8 9.27 5.87 Rerata 9.27 5.46 2. Karakterisasi Sampel 2.1. Karakterisasi menggunakan XRD Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terkandung di dalam sampel. Karakterisasi XRD juga digunakan untuk menentukan parameter-parameter kristal, diantaranya parameter kisi. Pola XRD pada masing-masing sampel menunjukkan adanya material kalsium fosfat lain yang terbentuk pada saat pembuatan hidroksiapatit dilakukan. Material tersebut dapat terbentuk pada saat pencampuran larutan CaCl 2 dengan larutan asam fosfat dan juga dapat terbentuk pada saat proses pemanasan yang dilakukan pada sampel. Berdasarkan penentuan fasa dari database JCPDS JCPDS 090169 dan JCPDS 090432 diketahui bahwa komponen kalsium fosfat lain yang terdapat pada masing-masing sampel adalah TCP atau Tricalcium Phosphate . Perhitungan penentuan fasa untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Lampiran 4. Material TCP dapat terbentuk pada saat pencampuran kedua prekursor dilakukan dan juga pada saat proses pemanasan. Material TCP lebih banyak terbentuk saat pemanasan sampel pada suhu tinggi. Pola difraksi XRD yang dihasilkan pada sampel PA menunjukkan bahwa puncak-puncak pola XRD didominasi oleh fasa hidroksiapatit. Puncak tertinggi dari sampel PA terdapat pada sudut 33,08 o dan merupakan fasa hidroksiapatit. Keberadaan TCP pada sampel PA terdeteksi dengan adanya puncak-puncak pada sudut antara lain 20,78 o ; 28,82 o ; 29,22 o ; dan 35,76 o . Pola difraksi sampel PA dapat dilihat pada Gambar 6. Pola difraksi pada sampel PB juga menunjukkan bahwa fasa pada sampel PB juga didominasi oleh fasa hidroksiapatit. Puncak tertinggi pada sampel PB pada sudut 29,26 o merupakan fasa hidroksiapatit. Keberadaan TCP pada sampel diketahui dengan adanya puncak- puncak pada sudut antara lain 18,68 o ; 20,88 o ; 26,72 o ; dan 29,8 o . Pada sampel PB, fasa TCP yang terbentuk lebih banyak dibandingkan fasa TCP pada sampel PA. Fasa TCP yang lebih banyak terdapat pada sampel PB disebabkan oleh perbedaan laju penetesan larutan asam fosfat. Laju penetesan asam fosfat pada sampel PB lebih lambat dibandingkan laju penetesan asam fosfat pada sampel PA. Perbedaan laju tersebut juga dapat mengakibatkan perbedaan kecepatan terjadinya reaksi kimia dalam campuran. Laju yang lebih lambat akan menyebabkan reaksi yang terjadi lebih baik. Pola difraksi XRD sampel PB dapat dilihat pada Gambar 7 halaman 7. Gambar 6. Pola XRD sampel PA HA TCP Gambar 7. Pola XRD sampel PB Pola XRD pada sampel SA menunjukkan bahwa sampel didominasi oleh fasa TCP. Fasa hidroksiapatit yang terdapat pada sampel SA sangat sedikit. Fasa hidroksiapatit tersebut tampak pada sudut antara lain 18,74 o ; 28,92 o ; 45,58 o ; dan 63,42 o . Puncak tertinggi pada sampel SA pada sudut 31,04 o yang merupakan fasa TCP. Pola difraksi XRD sampel SA dapat dilihat pada Gambar 8. Pola XRD pada sampel SB juga menunjukkan bahwa sampel didominasi oleh fasa TCP. Fasa hidroksiapatit pada sampel SB tampak sangat sedikit. Puncak- puncak untuk fasa hidroksiapatit tampak pada sudut antara lain 39,88 o ; 45,44 o ; dan 53,0 o . Puncak tertinggi pada sampel SB pada sudut 31,06 o merupakan fasa TCP. Perbedaan laju penetesan asam fosfat pada kedua sampel SA dan SB menyebabkan fasa TCP yang terdapat pada sampel SB lebih banyak dibandingkan dengan fasa TCP yang terdapat pada sampel SA. Pada sampel SA, masih tampak adanya fasa hidroksiapatit di sekitar sudut 18,74 o , sedangkan pada sampel SB, dari sudut 10 o hingga 38 o hanya terdapat fasa TCP. Pola difraksi XRD sampel SB dapat dilihat pada Gambar 9 halaman 8. Gambar 8. Pola XRD sampel SA HA TCP HA TCP Gambar 9. Pola XRD sampel SB Fasa TCP pada sampel scaffold lebih mendominasi, sedangkan pada sampel serbuk fasa hidroksiapatit lebih mendominasi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan suhu pemanasan antara sampel serbuk dan scaffold. Pemanasan untuk sampel serbuk hanya pada suhu 550 o C, sedangkan sampel scaffold dipanaskan pada suhu 1000 o C. Nilai parameter kisi untuk setiap sampel pada fasa HA dan TCP dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Perhitungan lengkap parameter kisi pada masing-masing sampel dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 4. Parameter kisi HA pada setiap sampel Sampel a=b Ǻ Akurasi c Ǻ Akurasi PA 9,556516 98,529242 6,94794 99,07118 PB 9,405481 99,86707 6,956925 98,94066 SA 9,612492 97,93489 7,01873 98,04285 SB 9,411603 99,93208 6,87723 99,90166 Tabel 5. Parameter kisi TCP pada setiap sampel Sampel a=b Ǻ Akurasi c Ǻ Akurasi PA 10,27994 98,655854 36,58367 97,869636 PB 10,788761 96,461031 38,982898 95,711883 SA 10,480409 99,420256 37,64423 99,293124 SB 10,50131 99,21967 37,7017 99,13938 Pada perhitungan penentuan parameter kisi untuk masing-masing sampel pada setiap fasa HA dan TCP didapatkan ketepatan perhitungan diatas 95. Perhitungan parameter kisi tersebut dibandingkan dengan parameter kisi HA dan TCP yang didapatkan dari data JCPDS, yaitu JCPDS 090432 untuk HA dan JCPDS 090169 untuk TCP. Parameter kisi untuk HA adalah a=b=9.418; c=6.884, dan parameter kisi untuk TCP adalah a=b=10.42; c=37.38. HA TCP

2.2. Karakterisasi m

Karakterisasi untuk mengetahui gu yang terkandung Hidroksiapatit mem gugus HPO 4 2- , dan Gugus fungsi dari su ditunjukkan dengan a spektrum absorpsi bilangan gelombang t Spektrum untu menunjukkan adanya OH - pada bilangan ge Dalam sampel ters adanya pita absorpsi bilangan gelombang absorpsi gugus PO 4 3 bending ν 4 tamp gelombang 600.62 cm Pita absorpsi yang PO 4 3- bervibrasi asim tampak pada bilangan cm -1 sampai 934.95 untuk gugus PO 4 3- bending ν 2 munc gelombang 452 cm -1 tidak terdeteksi ad gugus fosfat bervibra menggunakan FTIR FTIR dilakukan gugus-gugus senyawa di dalam sampel. emiliki gugus OH - , n juga gugus PO 4 3- . suatu senyawa tertentu n adanya puncak pada i sampel pada suatu g tertentu. 35 ntuk sampel PA ya pita absorpsi gugus gelombang 3436 cm -1 . ersebut juga tampak si gugus HPO 4 2- pada ng 2926 cm -1 . Pita 3- bervibrasi asimetri pak pada bilangan cm -1 dan 564.43 cm -1 . menunjukkan gugus simetri stretching ν 3 an gelombang 1144.81 5 cm -1 . Pita absorpsi - bervibrasi simetri ncul pada bilangan 1 . Dalam sampel PA adanya pita absorpsi rasi simetri stretching. Pita absorpsi pada bi 1638.41 cm -1 menunju yang diserap sampel untuk sampel PA d Gambar 10. Spektrum yang sampel PB menunju absorpsi gugus OH gelombang 3439 cm -1 . HPO 4 2- muncul pada b 2926.28 cm -1 . Pita ab bervibrasi asimetri be pada bilangan gelomba 564.88 cm -1 . Pita abs bervibrasi asimetri stre pada bilangan gelomb sampai 936.48 cm -1 . P PO 4 3- bervibrasi sim muncul pada bilangan cm -1 . Pada sampel P adanya pita absorp bervibrasi simetri stretc yang muncul pada bi 1638.28 cm -1 menunju yang diserap sampel untuk sampel PB d Gambar 11 Gambar 10. Spektrum FTIR sampel PA bilangan gelombang njukkan adanya H 2 O el. Spektrum FTIR dapat dilihat pada g dihasilkan pada njukkan adanya pita H - pada bilangan . Pita absorpsi gugus bilangan gelombang absorpsi gugus PO 4 3- bending ν 4 tampak bang 602.83 cm -1 dan bsorpsi gugus PO 4 3- tretching ν 3 muncul mbang 1144.69 cm -1 . Pita absorpsi gugus imetri bending ν 2 an gelombang 452.14 PB tidak terdeteksi rpsi gugus PO 4 3- retching . Pita absorpsi bilangan gelombang njukkan adanya H 2 O el. Spektrum FTIR dapat dilihat pada halaman 10. Spektrum untu menunjukkan adanya OH - pada bilangan cm -1 . Pita absorpsi H bilangan gelombang absorpsi gugus PO 4 3 bending ν 4 tamp gelombang 562.80 gugus PO 4 3- bervibra ν 3 tampak pada bil antara 1188.10 cm 940.10 cm -1 . Pita ab bervibrasi simetri be pada bilangan gelom Pita absorpsi untuk gu simetri stretching pa terdeteksi. Spektrum SA dapat dilihat halaman 11. Sampel SB menu absorpsi gugus O Gambar 11. Spektrum FTIR sampel PB ntuk sampel SA ya pita absorpsi gugus n gelombang 3436.78 i HPO 4 2- tampak pada g 2924.27 cm -1 . Pita 3- bervibrasi asimetri pak pada bilangan cm -1 . Pita absorpsi rasi asimetri stretching ilangan gelombang di cm -1 sampai dengan absorpsi gugus PO 4 3- bending ν 2 muncul ombang 454.32 cm -1 . gugus PO 4 3- bervibrasi pada sampel SA tidak m FTIR untuk sampel t pada Gambar 12 nunjukkan adanya pita OH - pada bilangan gelombang 3436.97 c dengan adanya pita HPO 4 2- pada bilan 2923.60 cm -1 . Pita ab bervibrasi asimetri be pada bilangan gelomba 553.83 cm -1 . Pita abs bervibrasi asimetri stre pada bilangan gelomb sampai bilangan gelom Pita absorpsi gugus simetri bending ν bilangan gelombang absorpsi untuk gug bervibrasi simetri stret SB juga tidak terdetek untuk sampel SB d Gambar 13 halaman 1 cm -1 , yang diikuti ita absorpsi gugus angan gelombang absorpsi gugus PO 4 3- bending ν 4 tampak bang 609.35 cm -1 dan bsorpsi gugus PO 4 3- tretching ν 3 tampak mbang 1187.36 cm -1 ombang 941.60 cm -1 . us PO 4 3- bervibrasi ν 2 muncul pada g 453.62 cm -1 . Pita ugus fosfat yang retching pada sampel eksi. Spektrum FTIR dapat dilihat pada 11. Gambar 12. Spektrum FTIR sampel SA Gambar 13. Spektrum FTIR sampel SB

2.3. Karakterisasi menggunakan SEM dan Mikroskop Optik