HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA MANTAN NARAPIDANA USIA REMAJA

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI
PADA MANTAN NARAPIDANA USIA REMAJA

SKRIPSI

Oleh :
Ni Kadek Jesisca Frecilla
201010230311133

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI
PADA MANTAN NARAPIDANA USIA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi


Ni Kadek Jesisca Frecilla
NIM: 201010230311133

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Skripsi
2.
3.
4.
5.
6.

: Hubungan Dukungan Sosial dengan Resiliensi pada
Mantan Narapidana Usia Remaja
: Ni Kadek Jesisca Frecilla
: 201010230311133
: Psikologi

: Universitas Muhammadiyah Malang
: 23 Mei – 21 Juli 2014

Nama Peneliti
NIM
Fakultas
Perguruan Tingggi
Waktu Penelitian

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 15 Agustus 2014
Dewan Penguji
Ketua Penguji

: Dra. Tri Dayakisni, M.Si

(

)

Anggota Penguji


: 1. Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si

(

)

2. Dr. Latipun, M.Kes

(

)

3. Adhyatman Prabowo, M. Psi

(

)

Pembimbing I


Pembimbing II

Dra. Tri Dayakisni, M.Si

Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si

Malang, 15 Agustus 2014
Mengesahkan
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Tri Dayakisni, M.Si

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Hubungan Dukungan Sosial dengan Resiliensi pada Mantan Narapidana Usia
Remaja”, sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Psikologi di
Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si dan Ibu Ni’matuzahro, S.Psi., M.Si selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan arahan yang sangat bermanfaat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
3. Ibu Hudaniah, S.Psi., M. Si selaku Dosen Wali yang telah mendukung dan
memberikan pengarahan sejak awal perkuliahan serta memberikan banyak
dukungan dan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Para dosen dan para karyawan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang khususnya Ibu Tri Muji Ingarianti, M.Psi dan Ibu
Diana Savitri, M.Psi yang telah memberikan semangat, motivasi, canda, dan
nasehat sehingga penulis termotivasi untuk mengerjakan skripsi.
5. Ayahanda I Ketut Sunarsa dan Ibunda Fransisca Rita tercinta yang telah
mendedikasikan seluruh hidupnya bagi penulis. Rasanya tak cukup
membalas cinta dan pengorbanan yang ayahanda dan ibunda berikan selama
ini. Terimakasih atas dukungan dan do’a serta kasih sayang yang berlimpah
sehingga penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikan skripsi dan

semoga kelulusan ini menjadi langkah awal untuk selalu menjadi yang
terbaik dan menjadi kebanggaan bagi Ayahanda dan Ibunda tercinta.
6. Kakak lelaki satu-satunya, I Putu Aan Pratama Sunarsa, S.Kom, yang selalu
menjadi penyemangat dan memberikan waktu, nasehat, cinta serta kasih
sayang yang berlimpah pada penulis.
7. Keluarga besar Laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang, Ibu Siti Maimunah, S.Psi., MM., MA., selaku kepala Laboratorium
Psikologi UMM serta Mbak Santi dan Mbak Ifa selaku staff laboratorium
yang selama ini banyak memberikan ilmu, wawasan, nasehat, dan kasih
sayang pada penulis, serta teman-teman asisten yang selalu setia berbagi
suka maupun duka, tempat berbagi keluh kesah, tawa dan cerita serta
senantiasa membantu dan memotivasi dalam proses pengerjaan skripsi.
8. Laboratorium Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang menjadi
rumah kedua bagi penulis, dimana menjadi tempat tumbuh kembang bagi
penulis sehingga penulis memperoleh banyak ilmu, wawasan, pengalaman,
kemampuan, keluarga, dan sahabat. Suatu kebanggaan dan pengalaman

berharga bisa bergabung sebagai asisten dan keluarga besar Laboratorium
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
9. Teman-teman angkatan 2010 Fakultas Psikologi khususnya kelas B, yang

senantiasa berbagi ilmu, canda, dan tawa kepada penulis selama 3 tahun
proses perkuliahan dan terimakasih atas segala bentuk dukungan yang telah
diberikan pada penulis selama berada di Malang.
10. Teman-teman kost Perum. Bukit Cemara Tujuh Kav 39, Mbak Nana, Mbak
Intan, Kak Emma, dll. Terimakasih atas kebersamaan, kebaikan,
perlindungan, canda, teguran, dan dukungan semangat yang terus diberikan
agar segera menyelesaikan skripsi ini.
11. Polres Balikpapan yang telah memberikan data-data yang berguna bagi
penulis untuk melaksanakan penelitian.
12. Subjek penelitian yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak
memberkan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari tiada satupun karya yang sempurna, sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat diperlukan demi perbaikan karya skripsi ini. Harapan
terbesar penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Malang, 15 Agustus 2014
Penulis


Ni Kadek Jesisca Frecilla

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
SURAT PERNYATAAN ...............................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

i
ii
iii
v
vi
vii

ABSTRAK .....................................................................................................

PENDAHULUAN ..........................................................................................
Resiliensi ........................................................................................................
Aspek-aspek Resiliensi ...................................................................................
Karakteristik Resiliensi ...................................................................................
Sumber-sumber Resiliensi ..............................................................................
Fungsi Resiliensi ............................................................................................
Dukungan Sosial ............................................................................................
Bentuk-bentuk Dukungan Sosial .....................................................................
Dukungan Sosial dengan Resiliensi ................................................................

1
2
5
6
7
7
8
9
10
10


METODE PENELITIAN ...............................................................................
Rancangan Penelitian .....................................................................................
Subjek Penelitian ............................................................................................
Variabel dan Instrumen Penelitian ..................................................................
Validitas dan Reliabilitas Instrumen ...............................................................
Prosedur Penelitian dan Analisa Data Penelitian .............................................

11
11
11
11
12
13

HASIL PENELITIAN .................................................................................... 14
Deskripsi Data ................................................................................................ 14
Hasil Analisa Data .......................................................................................... 14
DISKUSI.........................................................................................................
SIMPULAN DAN IMPLIKASI .....................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................

15
17
18
21

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ............................................... 12
Tabel 2. Indeks Reabilitas Alat Ukur Penelitian .............................................. 12
Tabel 3. Nilai T-Score Dukungan Sosial ......................................................... 14
Tabel 4. Nilai T-Score Resiliensi .................................................................... 14
Tabel 5. Korelasi Dukungan Sosial dengan Resiliensi pada Mantan Narapidana
Usia Remaja...................................................................................... 14

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian ...................................................................
Lampiran 2. Blueprint Dukungan Sosial dan Skala Resiliensi .........................
Lampiran 3. Validitas dan Reabilitas Instrumen ..............................................
Lampiran 4. Data Kasar ...................................................................................
Lampiran 5. Hasil Perhitungan t-test ...............................................................
Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian ....................................................................

22
27
29
33
40
41

DAFTAR PUSTAKA
Achour, M., & Nor, M. R. M. (2014). The effects of social support and resilience on
life satisfaction of secondary school students. Journal of Academic and Applied
Studies (Special Issue on Applied Sciences), 4 (1), 12-20.
Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan: pendekatan ekologi kaitannya
dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT Refika
Aditama.
Alam, S. (2013, July 23 th). Anak bermasalah hukum harus didampingi. Retrieved
September 24, 2013, from http://rri.co.id/index.php/berita/62693/AnakBermasalah-Hukum-harus-Didampingi#.UkJ_FNI_t4M
Alam, S. (2013, July 23 th). KPAI beberkan latar belakang anak bermasalah hukum.
Retrieved
September
24,
2013,
from
http://rri.co.id/index.php/berita/62694/KPAI-beberkan-latarbelakang-anakbermasalah-hukum#Ukj_Etl_t4M
Antara. (2012, June 27 th). Anak bermasalah hukum jangan kehilangan masa depan.
Retrieved September 24, 2013, from http://www.beritasatu.com/hukum/56693anak-bermasalah-hukum-jangan-kehilangan-masa-depan.html
Badriyah, L. (2013, May 31). Jumlah anak bermasalah dengan hukum meningkat.
Retrieved September 24, 2013, from http://www.beritakriminal.net/jumlahanak-bermasalah-dengan-hukum-meningkat/
Baharuddin, D. (2013, July 23 th). 600 lebih napi anak dapat remisi. Retrieved
September 24, 2013, from http://health.liputan6.com/read/646880/600-lebihnapi-anak-dapat-remisi
Benard, B. (1991). Fostering resiliency in kids: Protective factors in the family,
school, and community. San Francisco: WestEd Regional Education Library.
Dewi, F. I. R., Djoenaina, V., & Melisa. (2004). Hubungan antara resiliensi dengan
depresi pada perempuan pasca pengangkatan payudara (mastektomi). Jurnal
Psikologi, 2, 101 – 120.
Gusef, Y. (2011). Adaptasi kehidupan sosial mantan narapidana dalam masyarakat.
Skripsi, Universitas Andalas, Padang.
Henderson & Milstein. 2003. Resiliency in schools. California: Corwin Press.
Iskandar, M. A. (2013, July 23 th). Presiden penuhi empat hak pokok anak.
Retrieved
September
24,
2013,
from
http://www.antaranews.com/berita/386964/presiden-penuhi-empat-hak-pokokanak

Janas, M. (2002). Build resiliency: Intervention in school and clinic. Retrieved at
November 11, 2013, from www.highbeam.com/library/doc3.asp
Kompas. (2012, July 30 th). Lebih dari 300 anak bermasalah dengan kasus hukum.
Retrieved
September
24,
2013,
from
http://indonesia.ucanews.com/2012/07/30/lebih-dari-300-anak-bermasalahdengan-kasus-hukum/
Kumalasari, F., & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan antara dukungan sosial dengan
penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur, 1, 21 – 31.
Lopez, S. J. (2009). Encyclopedia of positive psychology. Blackwell Publishing Ltd.
Natalia, D. L. (2013, July 23 th). 648 narapidana anak dapat remisi. Retrieved
September 24, 2013, from http://www.antaranews.com/berita/386902/648narapidana-anak-dapat-remisi
Reivich, K., & Shatte, A., (2002). The resilience factor: 7 keys to finding your inner
strenght and overcoming life’s hurdles. New York: Broadway Books.
Riddle, G. S., & Romans, J. S. C. (2010). Resilience among urban american indian
adolescents: exploration into the role of culture, self-esteem, subjective wellbeing, and social support. American Indian and Alaska Native Mental Health
Research, 19, 1 – 19. Retrieved from www.ucdenver.edu/caianh
Salami, S. O. (2010). Moderating effects of resilience, self-esteem and social support
on adolescents’ reactions to violence. Asian Social Science, 6, 101-110.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development: perkembangan masa hidup edisi
ketiga belas jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Saputri, M. A., & Indrawati, E. S. (2011). Hubungan antara dukungan sosial dengan
depresi pada lanjut usia yang tinggal di panti wreda wening wardoyo jawa
tengah. Jurnal Psikologi Undip, 9, 65 – 72.
Sarafino, E. P. (2011). Health Psychology. Biopsychosocial Interaction. (7th
Edition). United States of America: John wiley & Sons, Inc.
Sirait, A. M. (2012). Psychology and Criminology: Peradilan Anak dalam Perspektif
Psikologi dan Kriminologi. Poster session presented at University of
Muhammadiyah Malang for Psychology Faculty. Malang. Mei.
Smett, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Wirasarana Indonesia.
Taylor, S. E. (1986). Health psychology. (2nd edition). Singapore: Mc Graw Hill.

Wilks, S. E. (2008). Resilience amid academic stress: the moderating impact of
social support among social work students. Advances in Social Work, 9 (2),
106-125.
Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang:
UMM Press.
Yanuari, C. (2006). Hubungan dukungan sosial dengan resiliensi. Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Yulianti, S. A., & Widiasih, R. (2009). Gambaran orientasi masa depan narapidana
remaja sebelum dan setelah pelatihan di rumah tahanan negara kelas 1
bandung. Jurnal Psikologi, 10, 97 – 104.
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012. Retrieved
September 24, 2013, from:
http://datahukum.pnri.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category
&download=700:uuno11th2012&id=24:tahun-2012&Itemid=27

Anak merupakan potensi tumbuh kembang dan pewaris masa depan suatu bangsa. Di
seluruh belahan dunia, anak berperan penting terhadap pertumbuhan suatu negara
karena apabila suatu negara memiliki anak-anak yang berpotensi tinggi, tentu negara
tersebut akan maju sehingga tumbuh kembang anak juga harus menjadi perhatian
semua pihak, baik orangtua, para guru, pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat
tanpa terkecuali. Sebagai bangsa, populasi anak di Indonesia cukup signifikan
mencapai 34%. Jumlah tersebut, menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dapat menjadi potensi aset bangsa yang berharga untuk masa depan. Namun
demikian, bila salah asuh, maka anak-anak tersebut bisa jadi beban di masa depan
(Antaranews, 2013). Maka dari itu, diharapkan semua orang terus berkomitmen
dalam membangun generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, dan berakhlak mulia.
Komitmen tersebut harus selalu dipegang teguh untuk membuat suatu bangsa
menjadi bangsa yang besar sehingga dimulai dari pondasi yang kuat yaitu pada anakanak. Untuk itu, anak patut diberikan pembinaan dan perlindungan secara khusus
oleh negara dan undang-undang untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental maupun sosial.
Pemerintah telah membuat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak, yang antara lain mengamanatkan bahwa setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (KPAI, 2013). Maka dari itu, semua
pihak harus memberikan perhatian kepada semua anak-anak agar bisa mandiri,
disiplin, kreatif, berinisiatif, cerdas, rajin, jujur, lincah bergaul, beragama,
berpendidikan, memiliki moral yang baik, dan bermotivasi untuk maju. Tugas
orangtua tidaklah semakin ringan terlebih di era global saat ini, dituntut untuk
memberikan lingkungan sosial, pendidikan, dan tata pergaulan yang ramah bagi
anak-anak sehingga dengan begitu anak-anak dapat tumbuh dan berkembang serta
menyongsong masa depan yang cerah.
Pembinaan dan perlindungan oleh negara dan undang-undang untuk menjamin
kesejahteraan anak berlaku juga bagi anak yang mengalami konflik dengan hukum.
Di Indonesia, tidak sedikit jumlah anak yang berhadapan dengan hukum dan
melibatkan mereka sebagai pelaku tindak kriminal seperti pencurian, pemerkosaan,
narkotika bahkan pembunuhan yang disebut dengan ‘anak nakal’ dan menyandang
gelar narapidana. Ada beberapa ditemukan kasus kriminal yang dilakukan oleh anakanak di berbagai daerah, diantaranya pada pertengahan bulan November 2012,
petugas keamanan stasiun Kota Bekasi, Jawa Barat, memergoki tiga bocah mencuri
puluhan kilogram besi bantalan rel kereta. Ketiga anak berinisial M, RS, dan RH
digelandang ke Polresta Bekasi Kota. Pada bulan Maret 2013, seorang anak dengan
inisial FJ tertangkap tangan tengah membuka antena mobil Toyota Fortuner di Jalan
Kampung Nias, Padang, Sumatra Selatan. Sedangkan di Gowa, Sulawesi Selatan,
sekitar bulan Mei 2013, pengadilan negeri Sungguminasa menyatakan lima murid
SD terbukti mencabuli teman sekolah mereka. Kelimanya dijatuhi 1,5 tahun perjara
(Metrotvnews, 2013). Kasus-kasus ini merupakan segelintir dari ribuan kasus
kriminal yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.

Jumlah anak di bawah umur yang bermasalah dengan hukum dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Dari data yang dilansir oleh Arist Merdeka Sirait (ketua Komnas
Perlindungan Anak) menyebutkan bahwa pada periode 2008/2009 ada sekitar 4.000
anak yang menjalani penahanan di 14 lapas di Indonesia. Sedangkan pada periode
2009/2010, sebanyak 1.258 kasus bocah-bocah yang ‘melanggar’ hukum. Pada
periode 2010/2011 jumlahnya meningkat menjadi 7.000 lebih kasus anak yang
berhadapan dengan hukum. Dari data tersebut, dalam kurun waktu 1 tahun, terdapat
peningkatan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum sebanyak 57,14%.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, hingga
Juni 2013 terdapat 2.209 tahanan anak, 3.541 orang narapidana anak, dan 1.238 klien
anak yang menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan
(Metrotvnews; Detiknews; & Antaranews, 2013). Hal ini tentu sangat
memprihatinkan bagi semua pihak.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana bab 1 pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa anak yang berkonflik
dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12
tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Namun
secara psikologis, rentang usia tersebut termasuk dalam rentang usia masa remaja
(adolescence) yaitu periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa
dewasa awal (Santrock, 2012). Menurut Erikson, pada masa transisi ini, individu
dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan
kemana mereka menuju dalam kehidupannya (Santrock, 2012). Pada masa inilah,
seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan
dalam konteks apa atau dalam kelompok apa ia bisa menjadi bermakna dan
dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seorang remaja tergantung pula pada
bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya karena lebih bisa dipahami
mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan
keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi
remaja terutama mereka yang akan mengakhiri masa itu (Agustiani, 2006). Namun,
ketika para remaja ini telah selesai menjalani masa penahanan di lapas (lembaga
permasyarakatan) tentunya mereka akan mengalami penurunan kepercayaan diri
karena telah mendapatkan julukan ‘anak nakal’ atau bergelar narapidana.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa adanya harapan dan ketakutan pada para
napi lebih banyak tertuju pada pendidikan dan pekerjaan dibandingkan bidang
lainnya (Yulianti, dkk, 2009). Beberapa masalah yang dimiliki dan sering menjadi
konflik pribadi para mantan narapidana usia remaja antara lain, takut tidak diterima
oleh lingkungannya, rasa malu bergaul untuk kembali pada lingkungannya, gangguan
harga diri, dan masyarakat condong untuk menjauhi mereka. Suasana yang tak ramah
ketika berada di dalam penjara dan konsep pemisahan dengan lingkungan sehari-hari
akan menyebabkan mereka merasa mempersalahkan diri dan menajadi inferioritas,
mengalami depresi serta merasa diri tak layak kembali ke masyarakat sehingga hal
ini dapat menciptakan lingkaran residivis (masuk penjara lagi) (Yulianti, dkk, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gusef (2011) juga menemukan bahwa terdapat
kesulitan yang dihadapi oleh mantan narapidana setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan, yaitu persoalan pada masyarakat yang sulit memberikan

kepercayaan pada mantan narapidana dengan memberikan pandangan penuh curiga
serta rasa cemas karena takut para mantan narapidana ini melakukan tindakan
kejahatan kembali, walaupun perubahan yang positif telah ditunjukkan oleh mantan
narapidana tersebut. Selain itu, persoalan pada diri mantan narapidana itu sendiri,
yaitu rasa minder dan malu yang mengakibatkan para mantan narapidana tersebut
kesulitan dalam berbaur dan mengubah pandangan buruk masyarakat terhadap
dirinya.
Para mantan narapidana usia remaja ini tidak akan tangguh dalam menghadapi
tantangan hidup saat ia telah bebas apabila mereka tidak memiliki kemampuan untuk
bangkit dari keterpurukan atau resiliensi karena merasa diri mereka tidak berarti lagi.
Resiliensi yang tinggi sangat dibutuhkan agar para narapidana remaja ini mampu
bangkit dari keterpurukkan dan dapat menjalani kehidupannya kembali secara
normal untuk memenuhi kebutuhan pada masa perkembangannya. Penelitian yang
dilakukan oleh Dewi, dkk (2004) membuktikan bahwa ada hubungan yang negatif
antara resiliensi dengan tingkat depresi. Apabila individu memiliki skor resiliensi
tinggi, maka individu mempunyai skor depresi yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki resiliensi tinggi akan
mengurangi tingkat depresinya sehingga resiliensi dapat membantu para mantan
narapidana usia remaja ini agar tidak mengalami depresi akibat permasalahan yang
mereka hadapi.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi, salah satunya yaitu
pemberian dukungan (Riddle & Romans, 2010). Menurut Gottlieb dalam The
Encyclopedia of Positive Psychology (Lopez, 2009), dukungan tersebut didapat dari
orang-orang di sekitarnya seperti keluarga, teman sebaya, maupun masyarakat sekitar
atau yang biasanya disebut dukungan sosial. Seorang individu tidak akan berhasil
menyelesaikan masalah jika tidak ada dukungan dari orang lain. Dukungan yang
diberikan oleh orang-orang di sekitar para remaja mantan napi ini dapat memberikan
dampak pada kondisi atau keadaan psikologis remaja tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Saputri & Indrawati (2011) menemukan ada hubungan negatif antara
dukungan sosial dengan depresi yaitu semakin tinggi dukungan sosial yang diterima,
maka semakin rendah depresi yang dialami oleh seseorang. Dengan adanya
dukungan sosial, individu tidak akan mengalami hambatan (stres) yang akan
mengakibatkan depresi karena bila seseorang mempunyai orang lain untuk diajak
bicara, dimintai nasehat dan simpati, dia akan menahan stres dalam menghadapi
masalah-masalahnya di kehidupan sehari-hari. Sedangkan penelitian Kumalasari &
Ahyani (2012) menunjukan bahwa adanya keterkaitan antara dukungan sosial dengan
penyesuaian diri, semakin tinggi dukungan sosial diterima seseorang maka semakin
baik pula penyesuaian dirinya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa dengan
mendapatkan dukungan sosial dari orang-orang di sekitar, maka para mantan
narapidana usia remaja ini dapat mudah kembali untuk menyesuaikan diri di
masyarakat.
Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang
membantu apabila suatu peristiwa atau permasalahan terjadi dan bantuan yang
diberikan tersebut dirasa dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga

diri. Dukungan sosial bukan sekedar pemberian bantuan, tetapi yang penting adalah
bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut. Hal itu erat
hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa
orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu
yang aktual dan memberikan kepuasan (Kumalasari & Ahyani, 2012). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Anchour & Nor (2014) menemukan bahwa ada
hubungan positif antara dukungan sosial dengan resiliensi. Penelitian lainnya juga
menunjukkan hal serupa, bahwa dukungan sosial secara signifikan mempengaruhi
resiliensi (Wilks, 2008). Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang
menimbulkan persepsi individu bahwa individu menerima efek positif, penegasan,
atau bantuan yang menandakan suatu ungkapan dari adanya dukungan sosial.
Adanya perasaan didukung oleh lingkungan membuat segala sesuatu lebih mudah
terutama pada menghadapi peristiwa yang menekan.
Pemberian dukungan biasanya diberikan oleh setiap orang pada kerabatnya atau
bahkan orang yang tidak dikenal yang mengalami suatu keadaan atau peristiwa yang
kurang menyenangkan, menyakitkan, atau menimbulkan keterpurukkan (Reivich &
Shatte, 2002). Dukungan dari sosial dapat memberikan perasaan nyaman,
diperhatikan, dihargai, mendapatkan pertolongan bagi orang-orang yang
mendapatkan dukungan sehingga dapat diperkirakan bahwa dukungan sosial juga
mampu meningkatkan resiliensi seseorang, termasuk mantan narapidana usia remaja
ini. Apabila mantan narapidana usia remaja ini mendapatkan dukungan sosial maka
mereka diharapkan mampu menjalani kehidupan normal kembali sehingga mampu
memunculkan motivasi berprestasi bahkan mampu berkompetensi sosial dengan
baik.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada mantan
narapidana usia remaja? Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui
hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada mantan narapidana usia
remaja. Adapun manfaat secara teoritis dari penelitian ini adalah mampu
memberikan kontribusi baru mengenai informasi dan dapat memperluas wawasan
dalam ranah ilmu psikologi sosial terkait resiliensi pada mantan narapidana usia
remaja. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi dan
pengetahuan pada masyarakat khususnya bagi orangtua yang memiliki seorang anak
mantan narapidana. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
para penegak keadilan serta pemerintah agar lebih memperhatikan dan memberikan
dukungan pada para remaja ini sehingga mereka lebih mampu memperbaiki diri,
bangkit dari keterpurukan, dan menjalani kehidupannya untuk mencapai cita-cita
serta mengharumkan nama bangsa. Penelitian ini juga diharapkan mampu
memberikan informasi bagi pengadaan pelatihan atau lembaga sosial masyarakat
agar dapat memberdayakan para remaja ini sehingga mereka mendapatkan gambaran
masa depan yang lebih baik. Kontribusi penelitian ini adalah pada subyek yang
menjadi sasaran penelitian yaitu mantan narapidana usia remaja karena pada
penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel sama seperti penelitian
ini jarang menggunakan subyek tersebut.

Resiliensi
Janas (2002) mendefinisikan resiliensi sebagai suatu kemampuan untuk mengatasi
kesulitan, rasa frustrasi, ataupun permasalahan yang dialami oleh individu. Individu
yang resilien akan berusaha mengatasi permasalahan dalam hidup, sehingga dapat
terbebas dari masalah dan mampu beradaptasi terhadap permasalahan tersebut
(Dewi, dkk, 2004). Sedangkan menurut Grotberg (1999) resiliensi merupakan
kapasitas manusia untuk menghadapi dan menjadi kuat atas kesulitan yang
dialaminya sehingga dapat mengatasi tekanan dalam hidupnya. Reivich dan Shatte
(2002) yang dituangkan dalam bukunya “The Resiliency Factor” menyatakan
resiliensi adalah kapasitas untuk merespon sesuatu dengan cara yang sehat dan
produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma, terutama
untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi adalah hal yang penting
ketika membuat keputusan yang berat dan sulit di saat-saat terdesak. Selanjutnya
dijelaskan bahwa resiliensi merupakan mind-set yang mampu meningkatkan
seseorang untuk mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai
proses yang meningkat. Orang yang resilien dapat menciptakan dan memelihara
sikap positif untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang menjadi percaya diri
berhubungan dengan orang lain, serta lebih berani mengambil resiko atas
tindakannya. Richardson, dkk (Henderson & Milstein, 2003) mendefinisikan
resiliensi sebagai proses mengatasi masalah seperti gangguan, kekacauan, tekanan
atau tantangan hidup, yang pada akhirnya membekali individu dengan perlindungan
tambahan dan kemampuan untuk mengatasi masalah sebagai hasil dari situasi yang
dihadapi.
Dari berbagai pengertian resiliensi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan tidak menyerah pada
keadaan-keadaan yang sulit dalam hidupnya, serta berusaha untuk belajar dan
beradaptasi dengan keadaan tersebut dan kemudian bangkit dari keadaan tersebut
sehingga menjadi lebih baik.
Aspek-aspek Resiliensi
Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a. Kompetensi Sosial
Merupakan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya dengan cara mampu menanggapi atau merespon orang lain secara
positif, fleksibel, memiliki empati dan kepedulian terhadap orang lain, serta
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi.
b. Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Merupakan kemampuan untuk merencanakan suatu hal untuk dikerjakan,
mampu menentukan pilihan dengan tepat, berpikir secara fleksibel, memiliki
imajinasi dan insiatif atau wawasan serta dapat memberikan kritik dan saran
atas pemecahan masalah.

c. Otonomi
Seseorang memiliki identitas yang jelas dan berharga, self-esteem (harga diri)
dan self-efficacy (kepercayaan diri), disiplin diri, kemampuan untuk berdiri
sendiri, serta resisten.
d. Kepekaan dalam Tujuan
Merupakan kemampuan untuk meyakini bahwa dirinya memiliki minat dan
cita-cita untuk mewujudkan suatu tujuan demi masa depannya, antara lain
kepentingan yang spesial, motivasi berprestasi, aspirasi pendidikan, harapan
akan kesehatan, dan percaya terhadap sesuatu yang memaksa.
Karakteristik Resiliensi
Karakteristik Resiliensi menurut Wolin & Wolin (1999) adalah sebagai berikut:
a. Insight
Insight merupakan kemampuan mental untuk bertanya pada diri sendiri dan
menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu individu untuk dapat
memahami diri sendiri dan orang lain serta dapat menyesuaikan diri dalam
berbagai situasi.
b. Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional
maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian
melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri
sendiri dengan peduli pada orang lain.
c. Hubungan
Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling
mendukung dan berkualitas bagi kehidupan atau memiliki role model yang
sehat.
d. Inisiatif
Inisiatif melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab atas
kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu yang resilien
bersikap proaktif, bukan reaktif, bertanggung jawab dalam pemecahan
masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah,
serta meningkatkan kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang tidak dapat
diubah.
e. Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan memikirkan berbagai pilihan,
konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu
yang resilien tidak terlibat dalam perilaku negatif, sebab ia mampu
mempertimbangkan konsekuensi dari tiap perilakunya dan membuat
keputusan yang benar.
f. Humor
Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan,
menertawakan diri sendiri, dan menemukan kebahagiaan dalam situasi
apapun. Individu yang resilien menggunakan rasa humornya untuk
memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. Rasa
humor membuat saat-saat sulit terasa lebih ringan.

g. Moralitas
Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk
hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi
berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanpa rasa takut akan
pendapat orang lain. Mereka juga dapat mengatasi kepentingan diri sendiri
dalam membantu orang yang membutuhkan.
Sumber-sumber Resiliensi
Menurut Grotberg (1999) ada beberapa sumber dari resiliensi yaitu sebagai berikut:
a. I Have (sumber dukungan eksternal)
I Have merupakan dukungan dari lingkungan di sekitar individu. Dukungan
ini berupa hubungan yang baik dengan keluarga, lingkungan sekolah yang
menyenangkan, ataupun hubungan dengan orang lain diluar keluarga. Melalui
I Have, seseorang merasa memiliki hubungan yang penuh kepercayaan.
Hubungan seperti ini diperoleh dari orang tua, anggota keluarga lain, guru,
dan teman-teman yang mencintai dan menerima diri anak tersebut.
b. I Am (kemampuan individu)
I am merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang, meliputi
perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan yang ada dalam dirinya. Mereka
merasakan kebanggaan akan diri mereka sendiri. Individu yang resilien
merasa bahwa mereka mempunyai karakteristik yang menarik dan penyayang
sesama. Hal tersebut ditandai dengan usaha mereka untuk selalu dicintai dan
mencintai orang lain.
c. I Can (kemampuan sosial dan interpersonal)
I Can merupakan kemampuan anak untuk melakukan hubungan sosial dan
interpersonal. Mereka dapat belajar kemampuan ini melalui interaksinya
dengan semua orang yang ada di sekitar mereka. Individu tersebut juga
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi serta memecahkan masalah
dengan baik. Mereka mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan,
mengendalikan perasaan dan dorongan dalam hati.
Fungsi Resiliensi
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa manusia dapat menggunakan resiliensi
untuk hal-hal berikut ini (Reivich & Shatte, 2002):
a. Overcoming
Setiap manusia pasti menemui kesengsaraan atau permasalahan yang
menimbulkan stres dan tidak dapat dihindari sehingga membutuhkan
resiliensi yang biasanya dapat dilakukan dengan cara menganalisa dan
mengubah cara pandang menjadi lebih positif serta meningkatkan
kemampuan untuk mengontrol kehidupan sendiri sehingga dapat tetap merasa
termotivasi, produktif, terlibat, dan bahagia meskipun dihadapkan pada
berbagai tekanan di dalam kehidupan.

b. Steering through
Orang yang resilien akan menggunakan sumber dari dalam dirinya sendiri
untuk mengatasi setiap masalah yang ada, tanpa harus merasa terbebani dan
bersikap negatif terhadap kejadian tersebut. Orang yang resilien dapat
memandu serta mengendalikan dirinya dalam menghadapi masalah sepanjang
perjalanan hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa unsur esensi dari
steering through dalam stres yang bersifat kronis adalah self-efficacy yaitu
keyakinan terhadap diri sendiri bahwa kita dapat menguasai lingkungan
secara efektif dapat memecahkan berbagai masalah yang muncul.
c. Bouncing back
Beberapa kejadian dapat bersifat traumatik dan menimbulkan tingkat stres
yang tinggi, sehingga diperlukan resiliensi yang lebih tinggi dalam
menghadapai dan mengendalikan diri sendiri. Kemunduran yang dirasakan
biasanya begitu ekstrim, menguras secara emosional, dan membutuhkan
resiliensi dengan cara bertahap untuk menyembuhkan diri seperti
menunjukkan task-oriented coping style dimana mereka melakukan tindakan
yang bertujuan untuk mengatasi kemalangan tersebut, mereka mempunyai
keyakinan kuat bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari kehidupan mereka,
dan orang yang mampu kembali ke kehidupan normal lebih cepat dari trauma
mengetahui bagaimana berhubungan dengan orang lain sebagai cara untuk
mengatasi pengalaman yang mereka rasakan.
d. Reaching out
Resiliensi berguna untuk mendapatkan pengalaman hidup yang lebih kaya
dan bermakna serta berkomitmen dalam mengejar pembelajaran dan
pengalaman baru. Orang yang berkarakteristik seperti ini melakukan tiga hal
dengan baik, yaitu: tepat dalam memperkirakan risiko yang terjadi;
mengetahui dengan baik diri mereka sendiri; dan menemukan makna dan
tujuan dalam kehidupan mereka.
Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2011), dukungan sosial merupakan suatu kenyamanan, perhatian,
penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun
kelompok. Ia juga berpendapat bahwa akan ada banyak efek dari dukungan sosial
karena dukungan sosial secara positif dapat memulihkan kondisi fisik dan psikis
seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Johnson dan Jhonson
(1991) mengemukakan dukungan sosial merupakan keberadaan orang lain yang
dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan.
Rook (Smett, 1994) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi
dari ikatan sosial yang dianggap dapat memberikan kepuasan secara emosional
dalam kehidupan individu dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat
kualitas umum dari hubungan interpersonal sehingga dapat membuat individu merasa
tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri, dan kompeten. Dukungan
sosial juga didefinisikan oleh Gottlieb (Lopez, 2009) sebagai informasi verbal atau
non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-

orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa
kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku penerimanya sehingga secara emosional merasa lega
karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Dari beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
merupakan suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan, informasi verbal atau nonverbal, saran, semangat, bantuan atau tingkah laku dari orang lain maupun kelompok
terhadap penerimanya yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku sehingga secara positif dapat memulihkan kondisi
fisik dan psikis karena merasa tenang dan lega telah diperhatikan, dicintai, mendapat
saran atau kesan menyenangkan dan timbul rasa percaya diri, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Bentuk-bentuk Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial terdiri dari empat jenis yaitu:
a. Dukungan emosional
Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap
individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai, dan
diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku seperti memberikan perhatian
dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan
penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain.
c. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung, misalnya yang berupa
bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.
d. Dukungan informasi
Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa saran, pengarahan, dan
umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan.
Dukungan Sosial dengan Resiliensi
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang menghadapi masalah dan tidak mampu
menyelesaikannya biasanya rentan terkena stres. Stres yang dirasakan dapat
menghambat aktivitas keseharian dan cenderung membuat seseorang merasa
terpuruk akibat permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, dibutuhan resiliensi
yang merupakan suatu kemampuan untuk bertahan, mampu beradaptasi, dan tidak
menyerah, sehingga dapat bangkit dari keterpurukannya.
Menurut Grotberg (1999) salah satu sumber resiliensi yaitu mendapatkan dukungan
eksternal atau dari lingkungan sekitar. Dukungan sosial merupakan bentuk ungkapan
emosional yang berfungsi melindungi seseorang dari efek negatif stres sehingga
dukungan sosial bisa menjadi salah satu faktor untuk menurunkan stres. Sarason &
Gurung (Taylor, 2009) mengatakan bahwa hubungan supportif secara sosial juga bisa

meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres, dan menambah kesehatan.
Dukungan sosial yang diterima dari orang terdekat seperti orang tua, anggota
keluarga besar, teman sebaya, dan kerabat yang lainnya dapat menjadi hal penting
yang dapat menolong seseorang untuk menghadapi permasalahannya.
Pada saat seorang yang sedang menghadapi suatu permasalahan mendapatkan dan
merasakan dukungan sosial dari lingkungan sekitar, maka ia akan merasa bahwa
banyak orang yang masih peduli terhadap dirinya, banyak orang yang tidak mengucil
atau mengacuhkannya. Ia akan merasakan keperdulian dan kasih sayang,
penerimaan, bimbingan, petunjuk, serta mendapatkan saran atau nasehat yang sangat
dibutuhkan bagi dirinya. Ketika seseorang merasakan beberapa hal tersebut, maka
kemampuan resiliensinya akan meningkat, akan tetapi apabila seseorang tersebut
tidak merasakan adanya keperdulian dan kasih sayang dari lingkungan sekitarnya,
perasaan didukung bahkan diacuhkan, maka hal ini dapat menyebabkan kemampuan
resiliensinya menurun.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
memiliki hubungan dengan resiliensi. Dukungan sosial dapat memberikan perasaan
nyaman, diperhatikan, dihargai, dan mendapatkan pertolongan sehingga secara
efektif mampu membuat seseorang menghadapi permasalahan yang sedang
menimpanya serta bangkit dari keterpurukannya.
Hipotesis
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini yaitu ada korelasi
yang positif antara dukungan sosial dengan resiliensi pada mantan narapidana usia
remaja. Semakin banyak dukungan sosial yang dirasakan, maka semakin tinggi
kemampuan resiliensi pada mantan narapidana usia remaja.