HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN
RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Florentina Mutia Putri K. Buiswarin Diaz
079114117
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
HALAMAN MOTTO
Yesterday is a history, tomorrow is still mystery, but
today is a gift, so… trying to be happy for now and for
always (Anonim)
Kegagalan bisa terjadi bila kita menyerah (Lessing)
Jangan tunda sampai besok apa yang bisa engkau
kerjakan hari ini (Anonim)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus Sang Penyelamat, terimakasih atas
pemberian kesabaran dan dorongan untuk tidak pantang
menyerah
Kedua orang tua, kakak dan adik-adikku atas perhatian dan
dukungannya selama ini
Mendiang Valentina Sanidjem nenekku tersayang,
terimakasih atas kasih sayang, cinta, kemurahan hati,
semangat, perlindungan dan bimbingan yang senantiasa
diberikan dengan tulus selama beliau masih ada.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN
RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK
Florentina Mutia Putri K. Buiswarin Diaz
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial ,yang terdiridari dukungan keluarga dan pembimbing, dan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik.
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 40 subjek dengan rentang usia 17 sampai
dengan 21 tahun. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara dukungan
sosial dari dukungan keluarga, dukungan pembimbinng dan resiliensi pada remaja penyandang
cacat fisik. Data penelitian ini diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial dan skala
resiliensi. Dukungan sosial dari dukungan keluarga dan dukungan pembimbing memiliki
koefisien reliabilitas alpha masing-masing sebesar 0,839 dan 0,799, sedangkan skala resiliensi
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,921. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
2
regresi ganda. Penelitian menghasilkan koefisien determinasi R (R ) sebesar 0,116,
square
(P)=0,101(P>0,05), dan F > F (3,27 > 2,428). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak
tabel hitungterdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari dukungan keluarga, dukungan
pembimbing dan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik. Analisis tambahan menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan keluarga dan resiliensi
dengan signifikansi sebesar 0,034 (0,034 < 0,05). Semakin tinggi dukungan keluarga maka
semakin rendah kemampuan resiliensi remaja penyandang cacat fisik.
Kata kunci : resiliensi, dukungan sosial, remaja, penyandang cacat fisik, keluarga dan
pembimbing.
THE CORRELATION BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCE
OF ADOLESCENCE WITH DISABILITIES
Florentina Mutia Putri K. Buiswarin Diaz
ABSTRACT
The research aim to determine the relation between social support ,which consist of
family support and mentors, and resilience of adolescence with physical disabilities. Subjects that
are involved in this research are 40 subjects with the age range 17 to 21 years old. The hypothesis
in this research is that there is a relation between social support which consist of the support from
the family, caretaker and resilience of adolescence with physical disabilities. Data of the research
are measured with the scale of social support and resilience scale. social support that consist of
the support from the family and from the mentors have the alpha coefficient for 0,839 and 0,799
while resilience scale has the alpha coefficient for 0,921. The data analysis on this research
2
applied multiple regression. The research result determination coeficiency were Rsquare (R )
0,116 (P)=0,101 (P>0,05) and F >F (3,27>2,478). Those result shows that there is no
table countsignificant correlation between social support support from the family mentors and resilience of
adolescene with physical disability. Additional analysis showed that there was a
significant negative relationship between family support andresilience with a significance
of 0,034 (0,034 <0,05). The higher the family support, the lower the ability of physically
disabled youth resilience.
Key words: resilience, social support, adolescents, persons with physical disabilities, families and
mentors
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Florentina Mutia Putri Krisnawati B. DiazNIM : 079114117 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul:
“Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Resiliensi Pada Remaja
Penyandang Cacat Fisik”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk
menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa harus meminta ijin
pada saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 21 Mei 2012 Yang menyatakan, Florentina Mutia Putri KrisnawatiKATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-
Nya yang melimpah sehingga skripsi ini dapat terselesaikam. Penelitian dapat
teerselesaikan dengan banyak mendapat bantuan bimbingan, gagasan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih kepada : 1.Ibu Dr.Ch.Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbingan skripsi yang telah banyak memberikan arahkan, dorongan, kesabaran selama proses penulisan skrispsi.
4. Bapak Drs. H. Wahyudi dan Ibu Monica E. Madyaningrum, M.Psych selaku dosen penguji yang memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat.
5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan bimbingan selama perkuliahan.
6. Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Muji dan Mas Doni yang telah banyak membantu selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
7. Sahabat-sahabatku yang amat aku sayangi Gregoria Agustin Debby (sahabat suka maupun duka), Agustina Sihite (kita udah lama nggak ketemu ya), Clarett Gilag (yang ini juga pergi setahun rasanya lama banget) dan Yuninta (bentar lagi married, selamat ya).
8. Teman-teman bimbingan skripsi yang siap menanti bimbingan bersama- sama (Erin, Ina, nenek Anas, nenek Reni, Ophi, Rara, Ita, mb Tisza).
Terima kasih atas saran, dukungan yang juga selalu setia menunggu antrian bimbingan. Terima kasih juga buat diskusi yang banyak membantu.
9. Buat teman-teman angkatan 07 yang selama ini sekelas khususnya buat Riscy Ermita, Yurra Attika, Anas Nogo Blikon, Vania Narwastu, Tisza, Melati, Rara Pisca, Inez, Yosephin, Nina, Heni, Ayu, Halidha, Manda. Terimakasih buat bantuannya selama menjalani kuliah bersama.
10. Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk keluargaKu yakni kedua orang tuaku (Mama Caecilia yang selalu memberikan dorongan dan semangat untuk terus maju tanpa lelah, Papaku yang memberikan fasilitas untuk mempermudah mengerjakan skripsi), untuk kakakku Cindy dan adik- adikku Angel, Berto dan Si Nakal Joseph.
11. Untuk Almh. nenekKu tersayang karena tanpa beliau penulis tak akan tumbuh sehat dan kuat, Terimakasih atas cinta dan kasih sayangnya yang amat berharga.
12. Dan semua pihak yang telah membantu selama ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga dengan senang hati penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis Florentina Mutia Putri
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...................................iiHALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii
HALAMAN MOTO............................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................vHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................vii
ABSTRACT .......................................................................................................... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...........................ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................xDAFTAR ISI .......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xvi
DAFTAR SKEMA ..............................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................7 C. Tujuan Penelitian ....................................................................................8 D. Manfaat Penelitian ..................................................................................8 BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................9 A. Remaja Penyandang Cacat Fisik .............................................................9
1. Pengertian Remaja ............................................................................9 2.
Pengertian Remaja Penyandang Cacat Fisik .....................................11 B. Resiliensi Pada Remaja Penyandang Cacat Fisik ...................................14 1.
Pengertian Resiliensi .........................................................................14 2. Aspek-aspek Resiliensi .....................................................................15 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi..................................17 C. Dukungan Sosial .....................................................................................18 1.
Pengertian Dukungan Sosial .............................................................18 2. Aspek-aspek Dukungan Sosial ..........................................................21 3. Manfaat Dukungan Sosial .................................................................23 D. Dinamika Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Cacat Fisik ..........................................................................25
E.
Skema Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Cacat Fisik ..........................................................................28 F.
Hipotesis ..................................................................................................29
BAB III. METODE PENELITIAN.....................................................................30
A. Jenis Penelitian ........................................................................................30 B. Identifikasi Variabel Penelitian ...............................................................30 C. Definisi Operasional................................................................................30 1. Resiliensi ...........................................................................................30 2. Dukungan Sosial ...............................................................................31 D. Subjek Penelitian .....................................................................................33 E. Metode Pengumpulan Data .....................................................................34F.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas .......................................................38 1.
Uji Validitas ......................................................................................38 2. Uji Reliabilitas ..................................................................................38 3. Seleksi Item .......................................................................................39 G. Teknik Analisis Data ...............................................................................43
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................44
A. Persiapan Penelitian ................................................................................44 1. Perizinan Penelitian ...........................................................................44 2. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................45 B. Karakteristik Subjek Penelitian ...............................................................45 C. Hasil Penelitian .......................................................................................47 1. Uji Asumsi ........................................................................................47 2. Uji Hipotesis......................................................................................49 D. Deskripsi Statistik Data Penelitian ..........................................................52 E. Pembahasan .............................................................................................53BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................56
A. Kesimpulan .............................................................................................56 B. Saran ........................................................................................................56DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................58
LAMPIRAN- – LAMPIRAN ...............................................................................62
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Spesifikasi Skala Resiliensi Sebelum Uji Coba ..................................35Tabel 3.2 Skor untuk item bersifat favorable......................................................35Tabel 3.3 Skor untuk item bersifat unfavorable..................................................35Tabel 3.4 Spesifikasi Skala Dukungan Keluarga Sebelum Uji Coba .................36Tabel 3.5 Spesifikasi Skala Dukungan Pembimbing Sebelum Uji Coba............37Tabel 3.6 Skor untuk item bersifat favorable......................................................37Tabel 3.7 Skor untuk item bersifat unfavorable..................................................38Tabel 3.8 Spesifikasi Skala Dukungan Keluarga Setelah Uji Coba....................41Tabel 3.9 Spesifikasi Skala Dukungan Pembimbing Setelah Uji Coba ..............42 Tabel 3.10Spesifikasi Item-item Skala Resiliensi SetelahUji Coba ...................43Tabel 4.1 Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ........................46Tabel 4.2 Data Demografi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ..........................46Tabel 4.3 Uji Normalitas Data ............................................................................47Tabel 4.4 Model Summary Uji Hipotesis ............................................................49Tabel 4.5 Uji F Regresi ganda.............................................................................50Tabel 4.6 Uji Regresi Parsial ..............................................................................50Tabel 4.7 Deskripsi Statistik Data Penelitian ......................................................52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Skema Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Resiliensi pada
Remaja Penyandang Cacat Fisik .........................................................................28
Gambar 2 : Scaterplot Dukungan Sosial dan Resiliensi......................................49
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN ..................................................................................................... 62
1.Uji Reliabilitas Skala dan Seleksi Item Dukungan Sosial ........................... 62
1.1 Skala Dukungan Keluarga.............................................................. 62
1.2 Skala Dukungan Keluarga Perhitungan kedua ............................... 64
1.3 Skala Dukungan Keluarga Perhitungan ketiga .............................. 66
1.4 Skala Dukungan Pembimbing ....................................................... 68
1.5 Skala Dukungan Pembimbing Perhitungan kedua ......................... 69
1.6 Skala Dukungan Pembimbing Perhitungan ketiga ......................... 70
2. Uji Reliabilitas Skala dan Seleksi Item Kemampuan Resiliensi .................. 72
2.1 Skala Resiliensi .............................................................................. 72
2.2 Skala Resiliensi Perhitungan kedua ............................................... 74
2.3 Skala Resiliensi Perhitungan ketiga ............................................... 75
SKALA PENELITIAN .................................................................................... 78
UJI NORMALITAS ......................................................................................... 92
UJI LINIERITAS ............................................................................................. 93
UJI HIPOTESIS ............................................................................................... 95
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki usia remaja, individu mengalami proses perkembangan yang
meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan
psikoseksual, perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka.
Perubahan-perubahan tersebut khususnya pembentukan cita-cita merupakan
proses pembentukan orientasi masa depan (Hurlock, 1990). Selain pembentukan
cita-cita, kondisi fisik merupakan bagian yang penting bagi remaja dalam
membentuk dirinya yang baru (Sudarsono, 2009). Kondisi fisik yang tidak sesuai
dengan harapan biasanya mengganggu ruang gerak remaja dalam beraktivitas dan
hidup bermasyarakat, hal ini terbukti pada remaja penyandang cacat fisik.Penyandang cacat fisik seringkali digambarkan sebagai figur yang
memiliki kekurangan. Banyak problem yang timbul sebagai akibat dari cacat fisik
yang disandang seseorang, baik yang menyangkut masalah penampilan,
pergaulan, maupun masalah keluarga. Pada umumnya karena faktor kekurangan
fisik, remaja penyandang cacat fisik akan merasa dirinya tidak berdaya dan tidak
berguna dalam menjalani menjadi anggota masyarakat (Sudarsono, 2009).Seorang remaja penyandang cacat fisik akan menghadapi masa-masa yang
cukup sulit, mereka akan merasa malu, minder, tidak percaya diri untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya dan merasa tidak berguna (Haryono, 2009).
Beberapa penyebab cacat fisik yaitu cacat yang dibawa sejak lahir (bawaan), cacat
2
karena ada penyakit tertentu dan cacat akibat suatu kecelakaan (perolehan),
remaja cacat fisik perolehan akan lebih sulit menerima kenyataan dibandingkan
remaja yang mengalami cacat fisik bawaan (Rahayu, 2007).Para penyandang cacat memang memiliki masalah yakni kekurangan pada
fisiknya, akan tetapi sebagian dari mereka memiliki semangat dan motivasi yang
tinggi untuk berprestasi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Fidiana (2007)
mengenai perbedaan motivasi, yang menyatakan bahwa karyawan penyandang
cacat lebih memiliki motivasi berprestasi dibandingkan dengan karyawan yang
bukan penyandang cacat. Penelitian Fidiana tersebut menunjukkan bahwa
individu penyandang cacat fisik perlu memiliki motivasi dalam dirinya agar dapat
menggapai cita-cita dan terus berprestasi seperti orang normal atau bahkan
melebihi. Seorang remaja penyandang cacat fisik perolehan bernama Qian
Hangyan (15 tahun) berusaha menjadi seorang perenang setelah mengalami
kecelakaan pada tahun 2000 ketika usianya baru 3 tahun. Awalnya Qian merasa
sedih dan putus asa, namun dengan tekat dan usaha ia berhasil menjadi perenang
dengan menorehkan prestasi yang ia harapkan dari kecil
(http://Lutfilaros.blogspot.com/2011/10/07).Motivasi dalam diri Qian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki
keterbatasan dalam segi fisik dapat bangkit dan menerima keadaan dirinya dan
dapat menjalankan kehidupannya dengan baik. Remaja penyandang cacat fisik
ternyata mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada pada diri
mereka, bahkan mereka dapat berprestasi layaknya orang normal pada umumnya.
Oleh sebab itu, keadaan cacat tidak berarti juga keadaan yang tidak bahagia. Hal
3
tersebut menunjukkan bahwa remaja penyandang cacat fisik membutuhkan
kemampuan dalam diri mereka untuk dapat bertahan dalam masa sulit. Untuk itu
perlu tekat dan kemampuan dalam diri individu untuk melanjutkan hidup lebih
maju atau sering disebut dengan resiliensi.Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatasi atau
beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan (Garmezy, 1991). Hal
serupa diungkapkan oleh Tugade & Fredrikson (2004) yang menyatakan bahwa
resiliensi adalah kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa
kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat, tetapi hal tersebut
menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu. Resiliensi
dibutuhkan individu untuk mengelola konflik.Kenyataannya, tidak semua individu memiliki kemampuan resiliensi.
Sawrey & Telford (dalam Nuryati, 1998) mengemukakan bahwa perasaan takut
untuk terluka maupun ditolak secara sosial membentuk remaja penyandang cacat
menjadi seorang yang memiliki sikap inferior dan mempunyai keraguan akan
kemampuan yang dimilikinya. Perasaan takut dan sikap inferior dapat
menghambat pembentukan resiliensi. Padahal menurut Bobey (dalam Anggraeni,
2008) resiliensi sangat penting dibutuhkan oleh remaja penyandang cacat fisik
agar mereka dapat bangkitdan memperbaiki kekecewaan yang sedang dihadapi.Farihayati (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan hal yang sama
bahwa individu yang memiliki resiliensi yang baik, mampu untuk bertahan di
bawah tekanan atau kesedihan dan tidak menunjukkan suasana hati yang negatif
terus menerus. Apabila resiliensi dalam diri seseorang meningkat, maka akan
4
mampu mengatasi masalah-masalahnya, mampu untuk meningkatkan potensi-
potensi diri, lebih optimis, muncul keberanian dan kematangan emosi.Pernyataan oleh Farihayati menggambarkan bahwa resiliensi sangat
penting bagi individu yang memiliki kekurangan fisik. Remaja penyandang cacat
fisik yang memiliki kemampuan resiliensi dapat mengatasi berbagai permasalahan
kehidupan dengan cara mereka. Mereka akan mampu mengatasi permasalahan
sesulit apapun, dengan kondisi apapun secara cepat, sehingga keberadaan
resiliensi akan mengubah permasalahan menjadi sebuah tantangan. Bahkan
resiliensi dapat membantu individu lain yang merasa terpuruk dan rapuh. Oleh
karena itu, selain untuk membantu diri sendiri dalam menghadapi masalah yang
sulit, resiliensi yang terbentuk dalam diri individu dapat bermanfaat untuk
individu lain dengan memberikan motivasi dan dukungan.Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui bagaimana individu
tertentu lebih memiliki resiliensi daripada yang lain saat menghadapi
permasalahan dan peristiwa sulit. Salah satunya adalah penelitian Haryono (2009)
dalam studi kasus kualitatif terhadap remaja penyandang cacat fisik perolehan
yang melibatkan dua orang subyek remaja penyandang cacat perolehan yang
menyatakan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berupa motivasi diri yang tinggi, perasaan harga
diri, rasa percaya diri, kemampuan untuk membentuk hubungan yang positif,
otonomi, dan menggunakan ketrampilan hidup. Faktor eksternal berupa dukungan
dari keluarga dan komunikasi dengan lingkungan sekitar. Penelitian Haryono
membuktikan bahwa dengan adanya dorongan dari dalam diri maupun dari luar
5
individu akan membangkitkan semangat dan keyakinan bahwa, walaupun
memiliki kekurangan dalam hal fisik tidak akan mematahkan motivasi dalam diri
individu sendiri. Namun, semangat individu penyandang cacat fisik tidak
didukung oleh pandangan dan perlakuan masyarakat yang positif terhadap
keberadaan mereka.Fakta bahwa penyandang cacat fisik tidak merasa terdukung terdapat
dalam sebuah artikel mengenai penyandang cacat fisik. Artikel tersebut
memberitakan bahwa para penyandang cacat fisik mengeluh atas pelayanan bus
transjakarta dan sarana prasarana yang belum dapat memudahkan mereka dalam
menjalani aktifitas karena banyak infrastruktur yang rusak dan belum dibenahi.
Belum ada kesadaran sesama pengguna bus dan perhatian terhadap para
penyandang cacat fisik, selain itu sering terjadi miskomunikasi antara petugas dan
para penyandang cacat fisik. Petugas kurang memahami bagaimana seharusnya
memperlakukan penyandang cacat fisik (Ratya, 2010). Artikel tersebut
memperlihatkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan perhatian
bagi penyandang cacat fisik.Sama halnya dengan sumber artikel tersebut di atas, penelitian Saragih
(2010) mengenai pemberdayaan penyandang cacat dan komunitasnya,
mengungkapkan permasalahan yang sangat mendasar mengenai penyandang cacat
adalah kurangnya pemahaman masyarakat terkait tentang keberadaan penyandang
cacat. Adanya anggapan bahwa penyandang cacat dianggap sama dengan orang
sakit, tidak berdaya sehingga tidak perlu diberikan pendidikan, mereka cukup
dikasihani dan diasuh untuk kelangsungan hidup. Oleh sebab itu remaja
6
penyandang cacat fisik perlu memperoleh dukungan yang dapat membentuk
dirinya yang baru dan lebih optimis.Menurut Siegel dalam Taylor (1995), dukungan sosial adalah informasi
dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan
dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban
bersama. Dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa, baik keluarga
maupun orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Saronson
dalam King (2010) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat dianggap sebagai
sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
yang dapat dipercaya.Manfaat dukungan sosial tersebut tidak didukung fenomena masyarakat
umum yang terlihat kurang mendukung penyandang cacat fisik. Selain masyarakat
umum, lingkungan sosial remaja penyandang cacat fisik yakni keluarga,
lingkungan pendidikan dan tetangga. Harapannya, lingkungan terdekat seperti
keluarga dan pembimbing dapat memberikan dukungan yang sesuai. Apakah
lingkungan terdekat seperti keluarga dan pembimbing juga tidak memberikan
dukungan seperti yang tampak di masyarakat umum. Dukungan keluarga
merupakan bagian kecil dari dukungan sosial akan tetapi diharapkan dari
dukungan keluarga yang dirasakan, individu relatif lebih tahan terhadap stress
(Graham and Moely, 1999), sedangkan dukungan pembimbing merupakan
dukungan untuk mengatur pelajaran individu agar mereka dapat memaksimalkan
potensi mereka, mengembangkan ketrampilan, meningkatkan kinerja dan menjadi
orang yang mereka inginkan (Parsloe, 2008). Kemudian, bagaimana jika keluarga
7
dan pembimbing memberikan dukungan bagi mereka, apakah tingkat dukungan
yang tinggi memberikan dampak yang signifikan bagi kemampuan resiliensi
remaja penyandang cacat fisik.Hal yang berbeda diungkapakan oleh Sarafino (1998) bahwa dukungan
sosial tidak selalu memberikan efek positif dalam mempengaruhi efek kecemasan.
Dukungan sosial dapat berpengaruh negatif terhadap kondisi psikologis yang
disebabkan dukungan yang diperoleh tidak dianggap sebagai sesuatu yang
membantu. Hal ini terjadi karena dukungan yang diperoleh tidak cukup, individu
merasa tidak perlu dibantu atau merasa khawatir secara emosional sehingga tidak
memperhatikan dukungan yang diberikan, maka baik keluarga maupun
pembimbing perlu memperhatikan efek kecemasan yang kemungkinan terjadi
pada individu.Berdasarkan teori yang menyebutkan bahwa dukungan sosial berpengaruh
positif karena memberikan rasa kenyaman secara psikologis dan teori sebaliknya
yang menyatakan bahwa dukungan sosial dapat berpengaruh negatif dan
menyebabkan kecemasan maka, peneliti akan melakukan uji empirik hubungan
dukungan sosial dan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik.B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan latar belakang di atas maka masalah yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik? ”
8 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
antara dukungan sosial dan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Penelitian diharapkan dapat menambah wacana yang bermanfaat dan sumber acuan tambahan dalam bidang psikologi, khususnya mengenai hubungan dukungan sosial dan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik.
2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini, bagi remaja penyandang cacat fisik diharapkan dapat mengolah kemampuan dalam dirinya untuk lebih tahan terhadap tekanan. Selain itu, mereka perlu berpikir positif mengenai perlakuan dan pandangan yang mereka peroleh dari orang-orang sekitar agar mereka lebih sehat secara psikologis.
BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja Penyandang Cacat Fisik
1. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah periode dari meningginya emosi, saat “badai dan tekanan,” namun hanya sedikit bukti menunjukkan bahwa ini bersifat universal atau menonjol atau menetap seperti anggapan orang pada umumnya (Hurlock,1990). Masa remaja merupakan suatu masa penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang menonjol pada periode ini adalah kesadaran yang mengandalkan mengenai diri sendiri, remaja mulai meyakini kemauan, potensi dan cita- citanya sendiri (Kartono, 1986). Batasan kronologis usia remaja yaitu antara usia 13 hingga 21 tahun (Soesilowindradini, 2006).
Hall (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati. Menurut pandangan Hall, berbagai pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, niat yang baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan. Pada suatu saat remaja dapat bersikap sangat tidak menyenangkan terhadap teman sebayanya, sementara di saat lainnya bersikap baik, kadang membutuhkan privasi, namun beberapa detik kemudian menginginkan kebersamaan.
Remaja seringkali disibukkan dengan tubuh mereka dengan
10 Kesibukan dengan citra tubuh seseorang sangat kuat selama masa remaja (Santrock, 2002). Hal tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan biologis yang memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh (Santrock, 1995).
Perubahan fisik remaja diikuti oleh perubahan perkembangan kognitif. Menurut Piaget remaja memiliki pemikiran lebih abstrak daripada seorang anak. Remaja dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotesis, atau dalil-dalil dan penalaran yang lebih abstrak (Santrock, 1995). Berpikir formal atau “operasi formal” dialami oleh remaja dalam usia pertengahan masa remaja awal atau usia 11
- – 15 tahun. Meskipun demikian tidak semua anak dalam usia tersebut dapat mencapai kemampuan berpikir formal karena ada orang yang menacapainya dalam usia remaja akhir atau bahkan dalam usia dewasa (Mappiare, 1994).
Masa remaja disebut Sturm und Drang yang artinya suatu masa di mana terdapat ketegangan emosi yang disebabkan oleh perubahan- perubahan keadaan fisik remaja sebagai salah satu penyebannya. Sebab yang terutama sebenarnya adalah keadaan sosial, artinya hubungan anak dengan orang lain atau masyarakat yang tentunya mengharapkan reaksi lain dari anak remaja daripada ketika mereka masih kanak-kanak.
Ketegangan emosional itu disebabkan karena remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang baru dan berlainan dari dirinya (Sarwono, 2007).
11 Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa remaja adalah individu yang tumbuh menjadi dewasa dan terjadi pergolakan perubahan suasana hati, yang ditandai oleh perubahan atau perkembangan fisik, kognitif dan sosial- emosi. Remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa, rentang usia antara 13 hingga 21 tahun.
2. Pengertian Remaja Penyandang Cacat Fisik
Undang-undang No 4 tahun 1997 Pasal 1 Ayat 1 tentang penyandang cacat menyatakan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mengalami kelaianan fisik dan/atau mental dan merupakan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Menurut Meichati (1971) penyandang cacat fisik adalah orang yang memiliki cedera pada fungsi otot, sehingga bagian tubuh tertentu tidak dapat digerakkan. Keadaan tubuh seperti ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain karena kecelakaan, penyakit ataupun karena faktor keturunan yang diperoleh selama dalam kandungan serta akibat kelahiran yang tidak wajar atau akibat salah asuh sehingga terjadi hambatan-hambatan perkembangan.
Cacat fisik (tuna daksa) juga diartikan sebagai yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan termasTingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki
12 keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik (Dani, 2009).
Individu memasuki usia remaja memiliki reaksi emosi yang berbeda- beda, terlebih pada remaja penyandang cacat fisik yang memiliki hambatan dalam penyesuaian diri dengan kondisi cacat yang dideritanya. Reaksi emosi yang ditunjukkan dapat berupa berdiam diri karena depresi, menyalahkan diri sendiri, kecewa, khawatir, dan membenci diri sendiri. Akibatnya adalah perasaan malu, murung, sedih, melamun, menyendiri, dan berputus asa (Mangunsong dalam Hani dan Savitry, 2007). Reaksi emosi yang negatif akibat penyesuaian diri yang buruk pada remaja penyandang cacat fisik dapat mempengaruhi perasaan suka atau tidak suka terhadap diri sendiri.
Secara psikologis remaja penyandang cacat fisik perolehan tidak ingin diperlakukan seperti orang yang sudah tidak mampu melakukan apa- apa. Mereka ingin diperlakukan seperti orang normal, ingin apa yang sudah ia perbuat dapat dihargai oleh orang lain dan keinginan-keinginan tersebut pada umumnya mendapatkan dukungan dari orang disekitarnya terutama oleh keluarga. Dengan memberikan kesempatan kepada penyandang cacat fisik untuk melakukan sesuatu yang dapat mereka lakukan sendiri sesuai dengan keinginan mereka, maka seseorang telah memberikan kesempatan dan jalan yang baik untuk mencapai kemandirian (Herdiana dan Anita, 2007).
13 Hurlock (1990) mengatakan bahwa cacat fisik yang dialami remaja dapat menghambat remaja melakukan hal-hal yang ingin dilakukukan layaknya teman sebaya. Hal tersebut dapat mengakibatkan kecanggungan dan kekakuan lebih serius pada periode atau masa remaja sehingga, kenyataan tersebut akan sulit diterima ketika remaja mengalami cacat fisik perolehan yakni disebabkan karena kecelakaan, bencana alam atau penyakit yang ia derita. Faktor kekurangan fisik dapat menyebabkan remaja penyandang cacat fisik merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berguna dalam menjadi anggota masyarakat (Sudarsono, 2009). Akan tetapi tidak semua remaja penyandang cacat fisik mengalami hal tersebut, banyak juga remaja yang telah mencapai prestasinya dan menerima bentuk tubuh yang mereka miliki.
Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa remaja penyandang cacat fisik adalah individu usia remaja yang memiliki kekurangan pada bagian tubuh yang menyebabkan mereka memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitasnya. Remaja memiliki reaksi emosi yang berbeda-beda akan tetapi remaja penyandang cacat fisik memiliki reaksi emosi yang lebih negatif. Mereka akan lebih mengembangkan emosi negatif akibat penyesuaian diri yang buruk. Selain itu mereka akan merasa canggung jika bergaul dengan teman sebayanya.
14 B. Resiliensi Pada Remaja Penyandang Cacat Fisisk
1. Pengertian Resiliensi
Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Klohnen, 1996) dengan nama ego-resilience. Block menyatakan resiliensi sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.
Resiliensi digambarkan sebagai kapasitas seseorang untuk menghadapi kesuksesan, mengarah pada tujuan yang positif dan dapat mengahapus trauma yang mereka alami untuk kesehatan psikologis
(Egeland, Carlson & Stroufe, 1993 dalam Kimhi and Shamai, 2004).