Kondisi Hidrolisat Asam terhadap Konsentrasi Etanol
Keterangan : P1 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 0 minggu
P2 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 1 minggu P3 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 2 minggu
Gambar 13. Penurunan total gula a dan gula pereduksi b selama proses penyimpanan, detoksifikasi dan fermentasi
Penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi diduga karena pada proses penyimpanan hidrolisat asam, glukosa yang terbentuk dapat bereaksi
dengan asam sulfat sehingga terbentuk senyawa baru namun ikatan yang terbentuk lemah dan dapat kembali. Karena hal tersebut pada proses pengukuran,
senyawa glukosa yang telah bereaksi dengan asam sulfat tidak dapat bereaksi dengan senyawa DNS dan fenol pada proses pengukuran gula pereduksi dan total
gula menyebabkan terjadi penurunan konsentrasi. Diduga pula pada proses penyimpanan hidrolisat asam masih terjadi proses
hidrolisis terhadap pati atau pun serat yang belum terhidrolisis, sehingga terbentuk gula-gula sederhana baru pada larutan hidrolisat asam. Namun proses hidrolisis
asam tersebut berjalan sangat lambat karena suhu yang digunakan pada proses penyimpanan adalah suhu ruang 30
o
C. Menurut Purwadi 2006, proses hidrolisis asam dipengaruhi oleh suhu, waktu dan konsentrasi asam. Semakin
tinggi suhu pada proses hidrolisis semakin cepat proses pemutusan pati dan serat dan semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin lama proses hidrolisis
yang terjadi. Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa hasil detoksifikasi dengan overliming
terlihat penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi rata-rata sebesar 7,99 dan 5,51 pada setiap hidrolisat asam yang telah dilakukan proses
penyimpanan. Pada proses detoksifikasi arang aktif dengan konsentrasi arang aktif
50 100
150 200
250
P1 P2
P3 K
on se
nt ra
si T
ot al
G ul
a
g l
a
50 100
150 200
250
P1 P2
P3 K
on se
nt ra
si G
ul a
Pe re
du ksi
g l
b
Hidrolisat asam Overliming
Arang aktif Fermentasi
5 dan lama waktu kontak 30 menit juga menyebabkan penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi rata-rata sebesar 35,83 dan 35,30. Berdasarkan
hasil tersebut, proses detoksifikasi tidak hanya mengurangi konsentrasi inhibitor pada hidrolisat tetapi juga menyebabkan konsentrasi total gula maupun gula
pereduksi akan ikut mengalami penurunan. Hasil analisa terhadap konsentrasi total gula dan gula pereduksi setelah
proses fermentasi, menunjukkan nilai konsentrasi yang relatif sama pada setiap perlakuan. Hal ini diduga karena Saccharomyces cerevisiae tidak dapat merubah
seluruh gula pereduksi menjadi etanol. Menurut Mangunwidjaja dan Suryani 1994, konsentrasi glukosa kurang dari 10 gl merupakan substrat pembatas yang
tersisa dari proses fermentasi, sedangkan konsentrasi glukosa tinggi lebih dari 300 gl akan menjadi penghambat proses fermentasi.
Hasil analisa terhadap efisiensi penggunaan substrat, rendemen etanol dan kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi hidrolisat, disajikan pada
Gambar 14, sebagai pembanding dilakukan proses detoksifikasi netralisasi NH
4
OH.
Keterangan : D1
: Hidrolisat asam yang disimpan selama 0 minggu dengan detoksifikasi overliming dan adsorpsi arang aktif
D2 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 1 minggu dengan detoksifikasi
overliming dan adsorpsi arang aktif
D3 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 2 minggu dengan detoksifikasi
overliming dan adsorpsi arang aktif
D4 : Hidrolisat asam dilakukan detoksifikasi netralisasi NH
4
OH Gambar 14. Persentase efisiensi penggunaan substrat, efisiensi fermentasi,
rendemen etanol dan kadar etanol
10 20
30 40
50 60
70 80
90
D1 D2
D3 D4
Per sen
tase
Perlakuan
Efisiensi Penggunaan Substrat Efisiensi Fermentasi
Rendemen Etanol Kadar Etanol
Pada Gambar 14 menunjukkan efisiensi penggunaan substrat mengalami penurunan seiring dilakukan proses penyimpanan hidrolisat pada tiap minggunya.
Hal ini dikarenakan pada kondisi hidrolisat awal yang telah dilakukan penyimpanan telah mengalami penurunan konsentrasi total gula, sementara nilai
konsentrasi total gula setelah proses fermentasi relatif sama pada setiap perlakuannya. Hal ini diduga karena khamir tidak dapat merubah seluruh glukosa
yang ada pada hidrolisat tapi menyisakan pada konsentrasi yang relatif sama rata- rata sebesar 18,2 gl pada setiap perlakuan, sehingga nilai efisiensi penggunaan
substrat mengalami penurunan pada setiap perlakuannya. Pada pengamatan hidrolisat yang dilakukan detoksifikasi netralisasi menunjukkan nilai efisiensi
penggunaan substrat terendah yaitu 45,16 sedangkan pada detoksifikasi overliming
dan arang aktif rata-rata sebesar 75,79. Pada pengamatan efisiensi fermentasi menunjukkan bahwa perlakuan
detoksifikasi overliming dan arang aktif menghasilkan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan netralisasi. Rata-rata persentase yang dihasilkan dari
hidrolisat yang didetoksifikasi overliming dan arang aktif sebesar 14,17 sedangkan pada netralisasi sebesar 10,92.
Namun persentase yang dihasilkan dari empat perlakuan tersebut masih relatif rendah. Hal ini diduga karena konsentrasi glukosa di dalam hidrolisat tidak
sepenuhnya terkonversi menjadi etanol, melainkan dipergunakan untuk pertumbuhan sel mikroba dan juga asam piruvat yang terbentuk pada proses
glukolisis belum mampu sepenuhnya diubah menjadi etanol oleh S. cerevisiae. Adanya penumpukan asam piruvat ini ditandai dengan adanya penurunan pH
selama proses fermentasi. Pada perlakuan D1 terjadi penurunan pH dari 5,53 menjadi 4,26, pada perlakuan D2 dari pH 5,54 menjadi 4,34, pada perlakuan
D3 dari pH 5,63 menjadi 4,38 dan perlakuan D4 dari pH 5,53 menjadi 4,46. Hasil analisa rendemen etanol menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan
detoksifikasi overliming dan arang aktif menghasilkan nilai rendemen yang lebih besar rata-rata sebesar =18,36 dari netralisasi sebesar 11,35. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi HMF yang ada di dalam hidrolisat sangat berpengaruh terhadap rendemen etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi.
Menurut Arnata 2009, konversi bahan baku tepung ubi kayu menjadi bioetanol
dengan proses hidrolisis asam dilanjutkan dengan netralisasi menghasilkan rendemen etanol sebesar 13.
Pada proses fermentasi, kadar etanol yang dihasilkan pada perlakuan hidrolisat asam yang dilakukan penyimpanan minggu ke-0 tidak dilakukan
penyimpanan D1, ke-1 D2 dan ke-2 D3 kemudian dilanjutkan proses detoksifikasi overliming dan arang aktif masing-masing sebesar
5,00 bv, 4,96 bv, 4,91 bv dan pada perlakuan hidrolisat dengan proses
detoksifikasi netralisasi D4 sebesar 3,06 bv. Berdasarkan hasil tersebut terjadi peningkatan konsentasi etanol masing-masing sebesar 63,22, 61,85 dan
60,10 pada perlakuan D1, D2 dan D3 dibandingkan D4. Berdasarkan hasil analisa, meskipun terjadi penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi
pada proses penyimpanan hidrolisat tetapi tidak menyebabkan perbedaan kadar etanol yang dihasilkan pada perlakuan dengan proses detoksifikasi overliming dan
arang aktif. Hasil analisa konsentrasi etanol hasil fermentasi disajikan pada Lampiran 11
Hasil analisa menunjukkan, konsentrasi HMF dan furfural di dalam hidrolisat sangat mempengaruhi kadar etanol yang diperoleh. Konsentrasi HMF
kurang dari 1 gl tidak mempengaruhi proses fermentasi yang dilakukan oleh S. cerevisiae
. Pada hidrolisat asam yang dilakukan detoksifikasi dengan netralisasi etanol yang dihasilkan masih cukup rendah. Hal ini dikarenakan konsetrasi HMF
yang ada pada hidrolisat masih cukup tinggi, sehingga menggangu proses fermentasi yang dilakukan oleh S. cerevisiae. Konsentrasi HMF di dalam
hidrolisat setelah proses netralisasi sebesar 2,98 gl. Pada proses detoksifikasi overliming
dan arang aktif menunjukkan bahwa konsentrasi inhibitior yang ada di dalam hidrolisat sudah tidak menjadi penghambat pertumbuhan S. cerevisiae pada
proses fermentasi sehingga konsentrasi etanol yang didapat lebih baik. Menurut Gaur 2006, S. cerevisiae dapat menghasilkan konsentrasi etanol
sebesar 5,8 - 11 bv dengan menggunakan molase sebagai bahan baku. Hasil etanol yang didapat dari bahan baku tepung ubi kayu yang dilakukan proses
detoksifikasi hidrolisat dengan netralisasi sebesar 3,92 bv Arnata 2008. Menurut Chandel et al. 2006, penggunaan proses detoksifikasi menggunakan
arang aktif dapat menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 7,43 gl sedangkan
pada proses detoksifikasi dengan netralisasi etanol yang dihasilkan sebesar 3,46 gl dari bahan baku baggase tebu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN