II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Kayu Singkong
Ubi kayu atau singkong berasal dari Brazilia. Dalam sistematika tumbuhan, ubi kayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubi kayu berada dalam famili
Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar 7.200 spesies, beberapa diantaranya adalah tanaman yang mempunyai nilai komersial, seperti karet Hevea
brasiliensis , jarak Ricinus comunis dan Jatropha curcas, umbi-umbian
Manihot spp, dan tanaman hias Euphorbia spp Ekanayake et al. 1997. Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Arhichlamydeae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Sub Famili : Manihotae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz
Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang menjadi sumber bahan baku utama pembuatan bioetanol karena mempunyai kemampuan untuk
tumbuh di tanah yang tidak subur, tahan terhadap serangan hama penyakit dan dapat diatur masa panennya. Beberapa alasan digunakannya ubi kayu sebagai
bahan baku bioenergi, khususnya bioetanol, diantaranya adalah sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia, tersebar di 55 kabupaten dan 33 provinsi,
merupakan sumber karbohidrat karena kandungan patinya yang cukup tinggi, harga di saat panen raya seringkali sangat rendah sehingga dengan mengolahnya
menjadi etanol diharapkan harga menjadi lebih stabil, dan menguatkan security of supply
bahan bakar berbasis kemasyarakatan Prihandana et al. 2007. Potensi pengembangan ubi kayu di Indonesia sangat besar karena produksinya dari tahun
ke tahun semakin meningkat seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas panen dan produksi ubikayu di Indonesia Tahun
Luas Panen ha Produksi ton
2000 1.284.040
16.089.020 2001
1.317.912 17.054.648
2002 1.276.533
16.912.901 2003
1.244.543 18.523.810
2004 1.255.805
19.424.707 2005
1.213.460 19.321.183
2006 1.227.459
19.986.640 2007
1.201.481 19.988.058
2008 1.193.319
21.593.053 2009
1.194.181 21.786.691
Sumber: Departemen Petanian 2009
Pemanfaatan ubi kayu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai bahan baku tapioka tepung tapioka atau gaplek dan sebagai pangan langsung.
Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN 50 mg per kg umbi basah. Sementara itu, umbi ubi
kayu untuk bahan baku industri tidak disyaratkan adanya kandungan protein maupun ambang batas HCN, tapi yang diutamakan adalah kandungan karbohidrat
yang tinggi Muchtadi dan Sugiyono 1992. Ubi kayu sebagai bahan baku energi alternatif hanya memiliki kadar
karbohidrat sekitar 32-37 dan kadar pati sekitar 83,8 setelah diproses menjadi tepung. Jenis polisakarida yang menyusun umbi ubi kayu antara lain pati, selulosa
dan hemiselulosa Winarno 1992. Komposisi kimia ubi kayu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia ubi kayu Komponen
Komposisi Ubi Kayu Segar a Tepung Ubi Kayu
b
Air 57,00
8,65 Abu
2,46 2,55
Lemak -
6,54 Protein
- 1,81
Karbohidrat by differnce 85,86
80,45
Pati 74,81
62,54
Serat kasar 11,05
2,69 Selulosa
0,36 Hemiselulosa
1,88 Lignin
0,02
Sumber :
a
Susmiati 2010,
b
Arnata 2009
Karbohidrat yang terkandung dalam ubi kayu terdiri dari serat kasar dan pati. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang berfungsi
sebagai penguat tekstur. Komponen karbohidrat merupakan bahan baku utama yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol adalah pati yang
berfungsi sebagai sumber energi Winarno 1992. Pati terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi amilosa dan amilopektin. Fraksi
a milosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa, sedangkan
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-1,6-D-glukosa sebanyak 4 – 5 berat total. Molekul-molekul glukosa di dalam amilosa saling berikatan melalui
gugus glukopiranosa β-1,4. Pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa di dalam rantai percabangannya sal
ing berikatan melalui gugus α-1,6. Ikata
n α-1,6 sangat sukar diputuskan, apalagi jika dihidrolisis menggunakan katalisator asam.
Selulosa merupakan serat-serat panjang yang secara bersama-sama dengan hemiselulosa dan lignin mebentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel
tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak larut dalam air. Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman,
terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan.
Gambar 1. Struktur kimia selulosa Anonim 2010
a
Selulosa terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosida, sama seperti amilosa. Perbedaannya adalah pada
selulosa, ikatan 1,4 berada dalam posisi β, sedangkan pada amilosa, ikatan 1,4 berbentu
k α. Ikatan α 1,4 pada amilosa mudah dihidrolisis oleh enzim α-amilase, tetapi tidak demikian untuk β1,4 Tjokroadikoesoemo 1986.
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang di bentuk melalui biosintetis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa
yang merupakan homopolisakarida. Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis
dengan asam menjadi komponen-komponen monomernya yang terdiri dari D- glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa
disamping menjadi asam D-glukuronat, asam 4-0-metil-glukuronat dan asam D- galakturonat Sastrohamidjojo dan Prawirohatmodjo 1995
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat
plastis dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa Judoamidjojo et al. 1989. Ikatan di dalam rantai hemiselulosa
banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul yang satu berikatan
dengan gugus hidroksil C2, C3 dan C4 dari molekul yang lain. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf Tjokroadikoesoemo 1986.
Gambar 2. Struktur kimia hemiselulosa Anonim 2010
b
Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi sukar larut dalam asam,
sedangkan selulosa sebaliknya. Hidrolisis hemiselulosa menghasilkan empat jenis monosakarida yaitu xilosa, manosa, galaktosa dan glukosa dalam jumlah sedikit
Gonzalez et al.1986. Hidrolisis lebih lanjut akan menghasilkan hidroksimetil furfural HMF, furfural dan produk dekomposisi lainnya Gong et al. 1981.
2.2 Hidrolisis Asam