Pembuatan Bioetanol Dari Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.) Dengan Jamur Aspergillus awamori Dan Ragi Saccharomyces cerevisiae

(1)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl.) Dengan Jamur

Aspergillus awamori Dan Ragi Saccharomyces cerevisiae

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH: VICTOR NIM : 050804087

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl.) Dengan Jamur

Aspergillus awamori Dan Ragi Saccharomyces cerevisiae

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara DIAJUKAN OLEH:

VICTOR NIM : 050804087

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl.) Dengan Jamur

Aspergillus awamori Dan Ragi Saccharomyces cerevisiae OLEH:

VICTOR NIM : 050804087

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Mei 2010

Pembimbing I Panitia Penguji

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, MS., Apt. NIP. 195006121980032001 NIP. 195709091985112001

Pembimbing II Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt.

NIP. 195006121980032001

Dra.Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.

NIP. 195304031983032001 Dra. Masfria, M.S., Apt.

NIP. 195707231986012001

Dra. Suwarti Aris, M.Si, Apt.

NIP. 195107231982032001

Disahkan Oleh: Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt. NIP. 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Pembuatan Bioetanol dari Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) dengan Jamur Aspergillus awamori danRagi Saccharomyces cerevisiae”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui volume dan kadar bioetanol yang dapat diperoleh dari fermentasi ubi kayu menggunakan jamur Aspergillus awamori Nakaz.. Melalui penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa dengan menggunakan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dapat dihasilkan bioetanol dengan volume yang lebih banyak dari fermentasi biasa yang hanya menggunakan ragi saja dan kadar bioetanol yang diperoleh mencapai 100%. Hendaknya hasil penelitian ini dapat menjadi masukan mengenai cara pembuatan bioetanol dengan bahan baku ubi kayu.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Alex Theodora dan Thia Sui Lian, yang tiada pernah ada hentinya berkorban dengan doa yang tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Adikku Melisa, yang selalu setia memberi dorongan dan semangat.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran hingga


(5)

selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan, dan juga Ibu Dra. Siti Nurbaya Apt. selaku dosen wali yang telah memberi bimbingan dan dorongan kepada penulis selama perkuliahan. Tidak lupa juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman Farmasi stambuk 2005 yang namanya tidak dapat ditulis satu persatu, yang telah begitu banyak membantu penulis dalam proses penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Medan, Mei 2010 Penulis,


(6)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl.) Dengan Jamur

Aspergillus awamori Dan Ragi Saccharomyces cerevisiae ABSTRAK

Telah diteliti pembuatan bioetanol dari ubi kayu dengan memanfaatkan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. Enzim dari Aspergillus awamori Nakaz. bekerja memecah pati ubi kayu menjadi glukosa dan kemudian oleh ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen., glukosa yang terbentuk diubah menjadi etanol dalam proses fermentasi.

Pembuatan bioetanol dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yakni melalui proses fermentasi menggunakan Aspergillus awamori Nakaz. bersama Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan fermentasi dengan metode konvensional yang hanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja dengan interval waktu yang bervariasi. Etanol yang diperoleh dari proses fermentasi dipisahkan dari substrat melalui penyaringan, kemudian didestilasi dan etanol yang diperoleh ditambahkan molecular sieve untuk mengikat molekul air yang masih tersisa. Kemudian untuk menguji kemurnian dan menentukan kadar etanol yang diperoleh dilakukan analisis dengan spektrofotometri infra merah dan GC-MS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol yang diperoleh dari fermentasi dengan menggunakan Aspergillus awamori Nakaz. dan Saccharomyces cerevisiae Hansen. lebih besar volumenya dari hasil fermentasi yang hanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. Pemanfaatan Aspergillus awamori Nakaz. pada proses fermentasi menyebabkan peningkatan etanol yang diperoleh hingga 109,72% yakni dua kali lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan fermentasi biasa yang hanya menggunakan ragi saja.

Hasil analisis spektrofotometri infra merah dan GC-MS menunjukkan bahwa bioetanol hasil fermentasi adalah suatu senyawa tunggal yaitu etanol sedangkan kadar etanol yang diperoleh adalah 100%. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Fitokimia Fakultas Farmasi USU, Medan.

Kata kunci : Bioetanol, Fermentasi alkohol, Saccharomyces cerevisiae Hansen. Aspergillus awamori Nakaz.


(7)

BIOETHANOL PRODUCTION

FROM CASSAVA’S TUBER (Manihot utilissima Pohl.) Using Aspergillus awamori And Saccharomyces cerevisiae

ABSTRACT

The research about bioethanol production from cassava’s tuber using Aspergillus awamori Nakaz. and Saccharomyces cerevisiae Hansen. is done. The enzyme from Aspergillus awamori Nakaz. works in converting starch into glucose then the glucose formed is changed into ethanol in the fermentation process by the Saccharomyces cerevisiae Hansen.

Ethanol making process in this research was carried in two ways. First, by using Aspergillus awamori Nakaz. with Saccharomyces cerevisiae Hansen. in the fermentation and then the second process of fermentation was done with a conventional method by using Saccharomyces cerevisiae Hansen. only and a varied time of fermentation applied for both process. Ethanol yield from the fermentation process then being separated from fermentation substrate by filtration processes followed by distillation and the ethanol yield from these process then mixed with molecular sieve to bind the remaining water molecule. In order to analyze the ethanol’s grade and purity, an Infra Red Spectroscopy and GC-MS was used.

The results of the research shows that the ethanol yield from the fermentation using Aspergillus awamori Nakaz. and Saccharomyces cerevisiae Hansen. has the larger amount of volume than the ethanol yield from the fermentation using Saccharomyces cerevisiae Hansen. only. The use of Aspergillus awamori Nakaz. in fermentation has caused the amount of ethanol yield become 109,72% higher or double the amount of ethanol yield from the ordinary fermentation which is using yeast only.

The results of IR and GC-MS analysis for the bioethanol shows that the ethanol yield from the fermentation is an individual compound and it’s grade is 100% of a pure ethanol. The research was done in the Phytochemistry and Microbiology laboratory of Faculty of Pharmacy, USU Medan.

Key Words : Bioethanol, Alcohol fermentation, Saccharomyces cerevisiae Hansen., Aspergillus awamori Nakaz..


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Ubi kayu ... 5

2.1.1. Uraian Tumbuhan... 5

2.2. Mikroorganisme fermentasi... 6

2.2.1. Jamur ... 6


(9)

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Jamur dan Ragi... 9

2.3. Bioetanol... 10

2.3.1. Pembuatan Bioetanol ... 10

2.3.2. Sakarifikasi... 12

2.3.3. Fermentasi ... 12

2.3.4. Destilasi... 14

2.3.5. Molecular sieve ... 15

2.4. Spektrofotometri Infra Merah... 15

2.5. GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Alat dan Bahan ... 17

3.1.1. Alat... 17

3.1.2. Bahan ... 17

3.2. Penyiapan Bahan... 18

3.2.1. Penyiapan media PDA ... 18

3.2.2. Penyiapan Starter Aspergillus awamori Nakaz... 18

3.2.2.1. Penyiapan biakan murni... 18

3.2.2.2. Pembuatan Starter ... 18

3.2.3. Penyiapan sampel... 19

3.3. Prosedur Penelitian... 19

3.3.1. Prosedur Sakarifikasi dengan pemanasan ... 19

3.3.2. Prosedur Sakarifikasi dengan Starter Aspergillus awamori Nakaz. ... 20


(10)

3.3.3. Prosedur fermentasi... 20

3.3.4. Prosedur Pemurnian Biotanol ... 21

3.3.4.1. Destilasi... 21

3.3.4.2. Molecular sieve ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 33

5.1. Kesimpulan ... 33

5.2. Saran... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Molecular sieve... 15

Tabel 2. Data hasil Fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae

Hansen... 23 Tabel 3. Data Hasil Fermentasi dengan Menggunakan

Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan Aspergillus


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik hasil fermentasi dengan Saccharomyces

cerevisiae Hansen. tanpa menggunakan Aspergillus

awamori Nakaz. ... 24

Gambar 2. Grafik hasil fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan Aspergillus awamori Nakaz. ... 26

Gambar 3. Kromatogram bioetanol hasil analisis Kromatografi Gas... 27

Gambar 4. Hasil analisis Spektrometri Massa bioetanol ... 28


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil identifikasi Ubi kayu... 37

Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Ubi kayu... 38

Lampiran 3. Flowsheet ... 39

Lampiran 4. Data mentah jumlah bioetanol hasil penelitian ... 42

Lampiran 5. Contoh Perhitungan... 44

Lampiran 6. Metode GC-MS yang dipergunakan untuk analisis bioetanol... 46

Lampiran 7. Kromatogram bioetanol hasil analisis Kromatografi Gas... 47

Lampiran 8. Gambar spektrum hasil analisis Spektrometri Massa senyawa bioetanol ... 48

Lampiran 9. Spektrum Infra merah bioetanol... 49


(14)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl.) Dengan Jamur

Aspergillus awamori Dan Ragi Saccharomyces cerevisiae ABSTRAK

Telah diteliti pembuatan bioetanol dari ubi kayu dengan memanfaatkan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. Enzim dari Aspergillus awamori Nakaz. bekerja memecah pati ubi kayu menjadi glukosa dan kemudian oleh ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen., glukosa yang terbentuk diubah menjadi etanol dalam proses fermentasi.

Pembuatan bioetanol dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yakni melalui proses fermentasi menggunakan Aspergillus awamori Nakaz. bersama Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan fermentasi dengan metode konvensional yang hanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja dengan interval waktu yang bervariasi. Etanol yang diperoleh dari proses fermentasi dipisahkan dari substrat melalui penyaringan, kemudian didestilasi dan etanol yang diperoleh ditambahkan molecular sieve untuk mengikat molekul air yang masih tersisa. Kemudian untuk menguji kemurnian dan menentukan kadar etanol yang diperoleh dilakukan analisis dengan spektrofotometri infra merah dan GC-MS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol yang diperoleh dari fermentasi dengan menggunakan Aspergillus awamori Nakaz. dan Saccharomyces cerevisiae Hansen. lebih besar volumenya dari hasil fermentasi yang hanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. Pemanfaatan Aspergillus awamori Nakaz. pada proses fermentasi menyebabkan peningkatan etanol yang diperoleh hingga 109,72% yakni dua kali lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan fermentasi biasa yang hanya menggunakan ragi saja.

Hasil analisis spektrofotometri infra merah dan GC-MS menunjukkan bahwa bioetanol hasil fermentasi adalah suatu senyawa tunggal yaitu etanol sedangkan kadar etanol yang diperoleh adalah 100%. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Fitokimia Fakultas Farmasi USU, Medan.

Kata kunci : Bioetanol, Fermentasi alkohol, Saccharomyces cerevisiae Hansen. Aspergillus awamori Nakaz.


(15)

BIOETHANOL PRODUCTION

FROM CASSAVA’S TUBER (Manihot utilissima Pohl.) Using Aspergillus awamori And Saccharomyces cerevisiae

ABSTRACT

The research about bioethanol production from cassava’s tuber using Aspergillus awamori Nakaz. and Saccharomyces cerevisiae Hansen. is done. The enzyme from Aspergillus awamori Nakaz. works in converting starch into glucose then the glucose formed is changed into ethanol in the fermentation process by the Saccharomyces cerevisiae Hansen.

Ethanol making process in this research was carried in two ways. First, by using Aspergillus awamori Nakaz. with Saccharomyces cerevisiae Hansen. in the fermentation and then the second process of fermentation was done with a conventional method by using Saccharomyces cerevisiae Hansen. only and a varied time of fermentation applied for both process. Ethanol yield from the fermentation process then being separated from fermentation substrate by filtration processes followed by distillation and the ethanol yield from these process then mixed with molecular sieve to bind the remaining water molecule. In order to analyze the ethanol’s grade and purity, an Infra Red Spectroscopy and GC-MS was used.

The results of the research shows that the ethanol yield from the fermentation using Aspergillus awamori Nakaz. and Saccharomyces cerevisiae Hansen. has the larger amount of volume than the ethanol yield from the fermentation using Saccharomyces cerevisiae Hansen. only. The use of Aspergillus awamori Nakaz. in fermentation has caused the amount of ethanol yield become 109,72% higher or double the amount of ethanol yield from the ordinary fermentation which is using yeast only.

The results of IR and GC-MS analysis for the bioethanol shows that the ethanol yield from the fermentation is an individual compound and it’s grade is 100% of a pure ethanol. The research was done in the Phytochemistry and Microbiology laboratory of Faculty of Pharmacy, USU Medan.

Key Words : Bioethanol, Alcohol fermentation, Saccharomyces cerevisiae Hansen., Aspergillus awamori Nakaz..


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari biomass atau bahan baku alami melalui proses fermentasi. Fermentasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan gradual bahan tertentu oleh enzim bakteri, jamur dan ragi. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, fermentasi alkohol serta oksidasi senyawa nitrogen organik(Hidayat N., dkk. 2006).

Ragi yang sering dipergunakan dalam pembuatan bioetanol adalah ragi dari jenis Saccharomyces cerevisiae Hansen. Fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja akan menghasilkan etanol dalam jumlah yang kecil karena proses sakarifikasi hanya berlangsung selama proses destruksi pati dengan pemanasan. Sehingga jumlah etanol yang dihasilkan tidak optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa dalam jumlah yang lebih banyak (Suharto. 1995).

Salah satu solusi yang dapat dipakai adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme lain untuk dikombinasi dengan Saccharomyces cerevisiae Hansen. dalam proses fermentasi sehingga etanol yang dihasilkan lebih banyak. Beberapa penelitian serupa tentang pembuatan bioetanol telah dilakukan di berbagai negara termasuk di Indonesia, di Thailand, pembuatan bioetanol dari tumbuhan “Artichoke Jerusalem” dilakukan dengan menggunakan bakteri Zyomomonas mobilis dan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen., di Amerika Serikat, dilakukan penelitian pembuatan bioetanol dari pati kentang dengan menggunakan jamur Aspergillus niger dan ragi Saccharomyces cerevisiae


(17)

Hansen. yang dikultur bersama (cocultures). Penelitian-penelitian tersebut adalah yang mendasari dilakukannya penelitian bioetanol ini, dimana mikroorganisme yang digunakan untuk dikombinasikan dengan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah jamur Aspergillus awamori Nakaz. yang sebelumnya di Jepang digunakan dalam penelitian mengenai uji aktivitas enzim α-amilase yakni enzim yang sama yang berperan dalam memecah pati menjadi molekul glukosa dan oleh sebab itu dengan mengkombinasikan jamur Aspergillus awamori Nakaz. ini dan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. selama berlangsungnya proses fermentasi diharapkan akan meningkatkan jumlah etanol yang diperoleh. Jamur Aspergillus awamori Nakaz. berasal dari hasil isolasi koji atau yang sering disebut sebagai starter dalam pembuatan sake di Jepang yang menurut hasil penelitian memiliki aktivitas enzim α-amylase yang kuat. (Toyama dan Koshin, 1967; Onsoy, dkk. 2007; Abouzied dan Reddy, 1986).

Untuk pembuatan bioetanol, pilihan bahan baku utama yang dapat diambil adalah ubi kayu. Hal ini disebabkan oleh ubi kayu yang murah harganya, tersedia dalam jumlah yang banyak dan mudah diperoleh. Ubi kayu termasuk tanaman yang mudah penanganannya sehingga dapat tumbuh di berbagai jenis lahan yang berbeda-beda (Hidayat N., dkk. 2006).

Berdasarkan hal diatas maka dilakukanlah penelitian ini untuk membuat bioetanol dari ubi kayu dengan memanfaatkan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. Jamur Aspergillus awamori Nakaz. diharapkan akan berperan sebagai pembentuk senyawa glukosa yang diperlukan Saccharomyces cerevisiae Hansen. untuk membentuk etanol karena jamur ini memiliki enzim α-amilase yang dapat memecah pati menjadi glukosa.


(18)

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan terhadap volume bioetanol yang diperoleh bila fermentasi ubi kayu dengan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. dilakukan tanpa menggunakan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dibandingkan dengan penggunaan jamur tersebut dalam fermentasi? 2. Apakah ada pengaruh dari variasi interval waktu yang dipergunakan dalam

proses fermentasi terhadap volume bioetanol yang dihasilkan?

3. Apakah pembuatan bioetanol dengan memanfaatkan Aspergillus awamori Nakaz.dan Saccharomyces cerevisiae Hansen. dapat menghasilkan etanol sebagai senyawa tunggal (homofermentatif)?

1.3. Hipotesis

1. Diduga bahwa pemanfaatan jamur Aspergillus awamori Nakaz. bersama Saccharomyces cerevisiae Hansen. dalam proses fermentasi akan menghasilkan etanol dengan volume yang lebih banyak bila dibandingkan dengan volume etanol yang diperoleh dari proses fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja.

2. Diduga bahwa dengan perpanjangan waktu fermentasi yang dilakukan, volume bioetanol yang dihasilkan akan bertambah.

3. Diduga bahwa pemanfaatan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dan Saccharomyces cerevisiae Hansen. dalam fermentasi ubi kayu menghasilkan etanol sebagai senyawa tunggal.


(19)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbandingan volume bioetanol yang diperoleh dari fermentasi dengan menggunakan jamur Aspergillus awamori Nakaz. bersama Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan fermentasi yang hanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja.

2. Untuk mengetahui interval waktu fermentasi yang optimal dalam pembuatan bioetanol yang dilakukan.

3. Untuk mengetahui kemurnian dan kadar bioetanol yang dihasilkan. 1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai cara pembuatan bioetanol yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku industri farmasi yang lebih murah dan juga sebagai sumber energi baru yang dapat diperbaharui serta aman bagi lingkungan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.)

2.1.1. Uraian Tumbuhan

Famili euphorbiaceae adalah famili tumbuhan berbunga yang terdiri dari 300 genus dan meliputi 7.500 spesies tumbuhan dimana hampir semuanya merupakan tumbuhan herba namun beberapa diantaranya, terutama yang berada di daerah tropis adalah perdu dan pohon (Watson, L. dan M.J. Dallwitz. 1992).

Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, serta China. Ketela pohon/ ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Sistematika tanaman ketela pohon / ubi kayu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji) Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.

Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan


(21)

yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol (Prihardana, R., dkk. 2008).

2.2. Mikroorganisme Fermentasi

Mikroorganisme yang umum dipergunakan dalam fermentasi adalah bakteri dan fungi. Fungi adalah mikroorganisme yang tidak memiliki butir-butir hijau daun (klorofil). Contoh fungi antara lain adalah ragi/yeast dan jamur/molds. Bakteri, ragi dan jamur memerlukan sumber energi dan nutrien untuk tumbuh, berkembang biak dan menghasilkan senyawa kimia. Bakteri dan ragi adalah mahluk hidup uniseluler dan sangat kecil ukurannya sedangkan jamur adalah mahluk hidup multiseluler (Suharto. 1995).

2.2.1. Jamur

Jamur adalah mikroorganisme multiselular. Jamur banyak dimanfaatkan manusia dalam fermentasi ataupun dibudidayakan untuk dikonsumsi. Jamur yang dipergunakan dalam bidang fermentasi adalah jamur berbentuk benang (hifa) seperti yang dipergunakan dalam pembuatan tempe, kecap dan tapai. Jamur budidaya yang diambil badan buahnya untuk dikonsumsi, dikenal sebagai

cendawan seperti jamur tiram, jamur merang, jamur kuping dll (Hidayat N., dkk. 2006).

Jamur berkembang biak lebih lambat dari pada bakteri dan ragi. Jamur dapat berkembang biak menjadi dua kali lipat jumlahnya dalam waktu 4-8 jam melalui pembentukan miselium. Miselium adalah kumpulan hifa ataupun benang. Miselium mudah dipisahkan dari substrat dengan penyaringan ( Suharto. 1995).


(22)

Jamur Aspergillus awamori Nakaz. adalah jamur dari famili trichocomaceae. Trichocomaceae merupakan famili jamur dari ordo eurotiales yang bersifat saprofit. Sistematika jamur Aspergillus awamori Nakaz. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Eurotiales

Famili : Trichocomaceae

Genus : Aspergillus

Spesies : Aspergillus awamori Nakaz. 2.2.2. Ragi

Ragi adalah kelompok jamur uniseluler berukuran lima hingga dua puluh mikron yang umum dipergunakan untuk fermentasi roti dan minuman beralkohol, lebih dari seribu spesies ragi telah teridentifikasi hingga saat ini dan yang paling umum dipergunakan adalah Saccharomyces cerevisiae Hansen. Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah mikroorganisme yang anaerob fakultatif. Ragi memproduksi energi dalam kondisi ketiadaan oksigen dengan mengubah gula menjadi etanol dan karbon dioksida. Etanol adalah produk yang diinginkan dalam pembuatan minuman beralkohol namun dalam pembuatan roti, yang diinginkan adalah peran karbon dioksida sehingga roti dapat mengembang sedangkan etanol yang terbentuk dibiarkan menguap (European Bioinformatics Institute, 1996).

Sebuah sel ragi mampu memfermentasi glukosa dengan massa yang sama dengan massa selnya sendiri dalam jangka waktu satu jam. Ragi dapat


(23)

bereproduksi secara aseksual dengan membentuk tunas ataupun secara seksual dengan pembentukan ascospora. Selama proses reproduksi aseksual, sebuah tunas baru tumbuh dari ragi dengan kondisi tertentu dan saat mencapai ukuran dewasa ia akan melepaskan diri dari sel induknya. Reproduksi seksual ragi umumnya berlangsung pada kondisi kekurangan nutrisi pertumbuhan dengan cara pembentukan ascospora (European Bioinformatics Institute. 1996).

Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah ragi dari famili saccharomycetaceae. Famili Saccharomycetaceae adalah famili ragi dari ordo saccharomycetales yang bereproduksi dengan pembentukan tunas. Saccharomyces cerevisiae Hansen. telah lama dimanfaatkan dalam pembuatan roti dan minuman beralkohol. Ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. diperoleh dari hasil isolasi mikroorganisme pada kulit anggur. Saccharomyces cerevisiae Hansen. dapat tumbuh secara aerob pada substrat glukosa, maltose, laktosa dan selobiosa. Fruktosa dan galaktosa merupakan substrat terbaik untuk pertumbuhan ragi ini. Sistematika ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Hemiascomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Saccharomyces

Spesies : Saccharomyces cerevisiae Hansen.

Ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen., selain dipergunakan dalam fermentasi juga dimanfaatkan sebagai suplemen nutrisi karena ragi tersebut


(24)

mengandung mineral seperti selenium dan chromium serta vitamin B complex yang meliputi vitamin B1 (thiamine), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (asam pantotenat), B6 (piridoxin), B7 (biotin) dan B9 (asam folat). Ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. tidak mengandung vitamin B12 (cyanocobalamine). Sebagai sumber vitamin B complex dan mineral, ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. berfungsi untuk menunjang kerja sistem saraf dan otot-otot saluran pencernaan serta memelihara kesehatan kulit, mata dan hati (UMMC, 2009).

Sumber ragi dapat berasal dari buah-buahan, bunga dan daun. Ragi adalah mikroorganisme yang bersifat saprofit dan umumnya serangga adalah yang

berperan memindahkan ragi dari satu tanaman ke tanaman ke tanaman lain ( Suharto. 1995).

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur dan Ragi Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur dan ragi yaitu :

1. Nutrisi

Dalam kegiatannya, ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, yaitu: Unsur C dari senyawa karbohidrat, Unsur N dan P dari senyawa protein, Mineral, Vitamin

2. Keasaman (pH)

Untuk fermentasi alcohol, ragi memerlukan media dengan suasana asam yaitu antara 4,8 – 6,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam sulfat encer bila substrat fermentasinya bersifat alkalis dan penambahan natrium bikarbonat jika substratnya terlalu asam.


(25)

3. Suhu

Suhu optimum untuk fermentasi pada umumnya adalah pada suhu 25 – 300C.

4. Oksigen

Fermentasi etanol berlangsung anaerobik, dalam kondisi tanpa oksigen tersebut ragi akan menggunakan glukosa sebagai sumber energinya dan membentuk etanol dan karbon dioksida sebagai metabolitnya.

(Hidayat N., dkk. 2006). 2.3. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomass yang mengandung komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia industri, etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai berikut:

 Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%

 Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku obat dalam industri farmasi

 Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5% (Prihardana, R., dkk. 2008).

2.3.1. Pembuatan Bioetanol

Secara umum produksi bioetanol mencakup tiga rangkaian proses yaitu, persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula seperti tebu dan molase


(26)

dan juga tanaman penghasil pati atau tepung seperti jagung, singkong dan juga sagu. Pada tahapan persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk larutan gula seperti molase dapat secara langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, dan jagung) sebelum memasuki tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi proses liquifikasi

dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi gula (Hambali, E., dkk. 2008).

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada suhu sekitar 27 - 320C . pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai by product dan sludge sebagai limbahnya. Gas CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan stoikiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan baku gas dalam minuman berkarbonat (Hambali, E., dkk. 2008).

Tahap berikutnya adalah pemurnian bioetanol yang diperoleh. Tahap ini dilakukan dengan metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni yaitu pada kisaran 78 – 1000C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memilki kemurnian hingga 96%. Etanol hasil destilasi kemudian dikeringkan melalui metode purifikasi menggunakan molecular sieve untuk meningkatkan


(27)

kemurnian etanol hingga memenuhi spesifikasi bahan bakar ataupun untuk keperluan industri (Hambali, E., dkk. 2008).

2.3.2. Sakarifikasi

Ragi tidak dapat langsung memfermentasikan pati. Oleh karena itu diperlukan tahap sakarifikasi, yakni perubahan pati menjadi maltose atau glukosa dengan menggunakan enzim atau asam. Dengan memanfaatkan enzim pengurai pati dari mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan dekstrin yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi kimia dari pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer dari glukosa yang merupakan rantai lurus dan secara kuantitatif amilosa dapat dihidrolisis menghasilkan maltose sedangkan amilopektin hanya akan terhidrolisis sebagian. Pati jagung yang disakarifikasi akan menghasilkan 80% maltose dari total pati dan sisanya disebut limit dekstrin (Hidayat N., dkk. 2006).

2.3.3. Fermentasi

Tahap inti dari produksi bioetanol adalah fermentasi gula sederhana, baik yang berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa dengan menggunakan ragi/yeast terutama Saccharomyces sp. atau bakteri Zyomomonas mobilis. Dalam proses ini, gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas karbon dioksida .

C6 H12 O6

ragi/yeast

2 C2 H5 OH + 2 CO2 gula etanol karbondioksida (Waller, J.C., dkk. 1981).

Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, ragi, dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik. Bahan dasar untuk kebutuhan


(28)

fermentasi dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum dipergunakan di negara berkembang adalah:

1. Molase ( karena banyaknya tebu di negara tersebut). 2. Pati (gandum, jagung, beras, dll.)

3. Jerami 4. Dedak

5. Kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa.

6. Ampas tebu, ampas biji-bijian yang telah diambil minyaknya. 7. Kotoran binatang

8. Air limbah.

9. Sampah sebagai komponen pupuk

10.Sisa pabrik kertas, pabrik susu, dan sebagainya.

Bahan dasar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Mudah didapat, jumlahnya besar, murah harganya dan bila diperlukan ada penggantinya. (Hidayat N., dkk. 2006).

Penggunaan inokulum murni dalam fermentasi akan memperbaiki mutu produk dan mengurangi kontaminasi. Inokulum tradisional yang umum dipakai masyarakat awam adalah sumber kontaminan karena mikroorganisme di dalamnya tidak diketahui secara pasti. Adanya mikroorganisme penghasil pigmen, terutama kapang akan menyebabkan produk fermentasi menjadi berwarna, berasa asam dan memiliki bau yang asing. Inokulum atau ragi yang ditambahkan dalam fermentasi biasanya kurang dari 1%. Umumnya jumlah ragi yang dipakai adalah 0,2 – 0,5% (Hidayat N., dkk. 2006).


(29)

2.3.4 Destilasi

Kadar etanol hasil fermentasi tidak dapat mencapai level diatas 18 hingga 21 persen, sebab etanol dengan kadar tesebut bersifat toxic terhadap ragi yang memproduksi etanol tersebut sehingga untuk memperoleh etanol dengan kadar yang lebih tinggi perlu dilakukan destilasi. Destilasi adalah proses pemanasan yang memisahkan etanol dan beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi sehingga diperoleh kadar etanol yang lebih tinggi (Archunan,G. 2004).

Tujuan proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol-air. Titik didih etanol adalah 780C dan titik didih air adalah 1000C sehingga dengan pemanasan pada suhu 780C dengan metode destilasi maka etanol dapat dipisahkan dari campuran etanol-air. Konsentrasi maksimum etanol yang dapat diperoleh dengan cara destilasi biasa adalah 96%. Etanol anhidrat (99,5%-100%) dapat diperoleh dengan menggunakan metode destilasi azeotrop menggunakan benzen (Waller, J.C., dkk. 1981).

Campuran azeotrop etanol-air dapat dipisah dengan penambahan benzen dimana akan terbentuk campuran azeotrop benzen-etanol-air dengan titik didih 64,90C. Titik didih campuran tersebut lebih rendah dari campuran etanol-air (78,20C) sehingga etanol dapat dipisahkan dari air dengan destilasi bertingkat, namun pemisahan etanol dengan metode ini akan menyisakan beberapa ppm residu benzene di dalam etanol yang diperoleh. Benzen adalah bahan yang toxic bagi manusia, selain itu penggunaan metode ini juga menghasilkan etanol yang tidak murni sehingga metode ini tidak banyak dipergunakan (Graham, S. 2003).

Metode alternatif yang dapat dipergunakan untuk memperoleh etanol dengan kadar 100% dari etanol 96% adalah dengan menggunakan molecular


(30)

sieve, yakni suatu absorben sintetis berbentuk pellet yang dapat secara selektif mengikat molekul air. Selain murah harganya, metode ini tidak meninggalkan residu pada etanol yang diperoleh. Molecular sieve yang telah terpakai juga dapat dipakai kembali setelah dikeringkan (Mathewson, S.W. 1980).

2.3.5. Molecular sieve

Molecular sieve adalah materi sintetis dari golongan aluminium silikat dengan bentuk bulat, memiliki banyak pori kecil yang berukuran seragam serta memilik kemampuan menyerap gas ataupun cairan hingga 22% massanya. Molecular sieve secara umum dapat dibagi atas dua tipe yakni tipe A (AlO4) dan tipe X (SiO4) kemudian berdasar kemampuan absorbsinya, molecular sieve dibagi menjadi 5 jenis seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Molecular sieve Tipe molecular

sieve

Ukuran

pori Aplikasi

3A 3Å Untuk menyerap H2O, bagus untuk pengeringan pelarut polar.

4A 4Å Untuk menyerap H2O, CO2, SO2, H2S, bagus untuk mengeringkan pelarut pelarut non-polar.

5A 5Å Untuk menyerap senyawa hidrokarbon rantai lurus 10X 8Å Untuk menyerap senyawa hidrokarbon rantai

cabang

13X 10Å Untuk menyerap di-n-butil (Fieser, L.F. dan Fieser, M. 1967).

2.4. Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri infra merah adalah suatu metode analisis yang dipergunakan untuk mengidentifikasi suatu sampel senyawa berdasarkan vektor elektrik radiasi elektromagnetik dan perbedaan elektrik dipol molekul senyawa


(31)

sampel tersebut. Metode spektrofotometri infra merah mengidentifikasi suatu senyawa sampel dengan menganalisis gugus-gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa tersebut. Beberapa gugus fungsi yang lazim diidentifikasi oleh spektrofotometri infra merah dari suatu senyawa adalah gugus hidroksil, karbonil, karboksilat dan hidrokarbon (George, W.O. dan Mc Intyre, P.S., 1987).

2.5. GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)

GC-MS adalah kombinasi instrumen analitik yang efektif untuk analisis senyawa kimia dan telah dijadikan golden standard untuk identifikasi senyawa dalam bidang forensik karena memberikan hasil tes yang spesifik. GC-MS dipergunakan untuk mengidentifikasi senyawa volatil dan semi-volatil dimana seluruh senyawa dalam sampel yang diuji akan dipisahkan menjadi komponen tunggal dan dianalisis sehingga memberikan hasil spektrum yang spesifik untuk setiap komponen tersebut. Ukuran puncak absorbsi suatu komponen senyawa pada spektrum GC sebanding dengan kuantitas atau kadarnya dalam sampel. Tinggi puncak absorbsi suatu komponen diukur dari garis dasar hingga ujung puncak absorbsi. Sampel yang telah melalui instrumen GC diteruskan menuju instrumen MS untuk diionisasi dengan menggunakan serangan elektron sehingga terbentuk molekul atau fragmen molekul yang bermuatan dan kemudian diukur rasio massa per muatan (mass-to-charge (m/z)) yang dimilikinya, melalui fragmen yang terbentuk tersebut dapat diidentifikasi senyawa penyusun sampel yang diuji. Hasil analisis GC-MS adalah berupa data kuantitatif (GC) dan kualitatif (MS) (Charles, N., dkk., 1996).


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental dimana pembuatan bioetanol dilakukan dengan dua cara yaitu melalui proses fermentasi menggunakan Aspergillus awamori Nakaz. bersama Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan fermentasi yang hanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja dengan interval waktu yang bervariasi. Kemudian, Bioetanol yang dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer infra merah (IR) dan GC-MS.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, oven (Fisher Isotemp 500 series), GC-MS (SHIMADZU QP2010), spektrofotometer infra merah, gelas ukur, electro mantel, labu alas bulat 1000 ml, sumbat gabus, pipa bengkok, pendingin liebig, plastik dan karet, alumunium foil, termometer, lem glucol, beaker glass, indikator universal, autoclave, tabung reaksi, inkubator (Memmert CO2, Fisher 750D Isotemp), labu erlenmeyer.

3.1.2 Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu, pati ubi kayu, susu bubuk, air suling, Aspergillus awamori Nakaz. ATCC 11358, media Potato Dextrose Agar, larutan Infus NaCl 0,9% steril, Saccharomyces cerevisiae Hansen. for ethanol dan Molecular sieve.


(33)

3.2 Penyiapan Bahan 3.2.1 Penyiapan media PDA

Untuk menyiapkan media PDA, disuspensikan 39 gram serbuk Bacto-Potato Dextrose Agar dalam 1000 ml air suling lalu dipanaskan hingga mendidih untuk melarutkan seluruh serbuk yang disuspensikan secara sempurna. Setelah itu larutan media tersebut dimasukkan ke dalam wadah berupa tabung atau erlenmeyer, ditutup rapat dan disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada tekanan 15 psi (pounds per square inch) dengan suhu 1210C (DIFCO,1953).

3.2.2 Penyiapan Starter Aspergillus awamori Nakaz. 3.2.2.1 Penyiapan biakan murni

Jamur Aspergillus awamori Nakaz. diinokulasikan ke dalam agar miring PDA dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1 hari (24 jam). Selanjutnya kultur jamur Aspergillus awamori Nakaz. pada agar miring PDA digores dan diambil 1 ose koloni jamurnya lalu dipindahkan ke dalam 10 ml Larutan NaCl 0,9% Steril dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

(Anonim, 2008; Toyama dan Koshin, 1967). 3.2.2.2 Pembuatan Starter

Komposisi : 10 gram pati ubi kayu, 10 gram susu bubuk, 10 ml kultur Aspergillus awamori Nakaz.dalam NaCl 0,9%, 200 ml air suling.

Cara pembuatan :

Sebanyak 10 gram pati ubi kayu dan 10 gram susu bubuk yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 200 ml air suling kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu dilakukan sterilisasi larutan


(34)

tersebut dengan menggunakan autoclave dengan suhu 1210C pada tekanan 15 psi selama 15 menit. Setelah dingin, ditambahkan 10 ml larutan kultur Aspergillus awamori Nakaz.dan dihomogenkan dengan pengadukan kemudian larutan starter tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 2 hari (48 jam) agar siap untuk dipergunakan dalam fermentasi (Anonim, 2008; Toyama dan Koshin, 1967). 3.2.3. Penyiapan sampel

Sampel ubi kayu diambil bagian umbinya lalu dikupas dan dibersihkan dari kotoran berupa tanah dan serpihan lain yang melekat. Ubi kayu yang telah dibersihkan kemudian dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran panjang 15 cm. Ubi kayu yang telah dipotong lalu dihaluskan dengan diparut sehingga diperoleh massa yang halus seperti bubur.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Prosedur Sakarifikasi dengan pemanasan

Sampel yang telah dihaluskan berupa bubur ubi kayu kemudian dimasukkan ke dalam panci. Sampel dalam panci ditambahkan dengan air dengan perbandingan volume 4 : 1 dengan jumlah bubur ubi kayu yang dipergunakan sehingga untuk 1,5 kg sampel ubi kayu yang dipergunakan ditambahkan air hingga 6 liter. Kemudian setelah diaduk hingga homogen, bubur ubi kayu dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit dengan pengadukan konstan selama pemanasan. Setelah 30 menit dididihkan, ditambahkan lagi sejumlah air ke dalam panci untuk mencukupkan kembali air yang hilang akibat pemanasan sebelumnya lalu diaduk kembali hingga merata dan dibiarkan hingga dingin.


(35)

3.3.2. Prosedur Sakarifikasi dengan Starter Aspergillus awamori Nakaz. Sampel yang telah dihaluskan berupa bubur ubi kayu kemudian dimasukkan ke dalam panci. Sampel dalam panci ditambahkan dengan air dengan perbandingan volume 4 : 1 dengan jumlah bubur ubi kayu yang dipergunakan sehingga untuk 1,5 kg sampel ubi kayu yang dipergunakan ditambahkan air hingga 6 liter. Kemudian setelah diaduk hingga homogen, bubur ubi kayu dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit dengan pengadukan konstan selama pemanasan. Setelah 30 menit dididihkan ditambahkan lagi sejumlah air ke dalam panci untuk mencukupkan kembali air yang hilang akibat pemanasan sebelumnya lalu diaduk kembali hingga merata dan dibiarkan hingga dingin.

Setelah bubur ubi kayu dingin, dimasukkan starter Aspergillus awamori Nakaz. sebanyak 600 ml (10% dari total volume bubur ubi kayu) dan dilakukan pengadukan agar starter dan bubur ubi kayu tercampur homogen lalu bubur ubi kayu dibiarkan selama 3 jam dengan pengadukan setiap 30 menitnya.

3.3.3. Prosedur fermentasi

Ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. yang akan dipergunakan dalam fermentasi ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 30 gram untuk 6 liter bubur ubi kayu (jumlah ragi yang dipergunakan adalah 0,5% b/v dari jumlah bubur ubi kayu yang akan difermentasi) (Hidayat N., dkk. 2006).

Ragi yang telah ditimbang kemudian dilarutkan dalam 100 ml air hangat (±40 0C) dan diaduk selama lima menit sebelum digunakan dengan tujuan untuk mengaktifkan ragi tersebut.

Kemudian ke dalam 6 liter bubur ubi kayu yang telah dingin ditambahkan ragi yang telah diaktifkan dan diaduk hingga merata, lalu diuji pH bubur ubi


(36)

tersebut (pH fermentasi = 5) dan selanjutnya bubur ubi tersebut dibagi ke dalam enam wadah, masing-masing wadah sebanyak 1 liter bubur ubi (kapasitas wadah fermentasi 1,5 liter).

Proses fermentasi dilakukan dengan variasi waktu fermentasi yang berbeda untuk tiap wadah mulai dari wadah 1 selama 2 hari, wadah 2 selama 3 hari, wadah 3 selama 4 hari, wadah 4 selama 5 hari, wadah 5 selama 6 hari dan wadah 6 selama 7 hari yang bertujuan untuk melihat perbedaan jumlah hasil bioetanol yang akan diperoleh nantinya. Setelah difermentasi, dilakukan filtrasi dengan menggunakan saringan dan filtrat yang diperoleh kemudian didestilasi agar diperoleh etanol yang lebih murni dan tinggi kadarnya. Perlakuan diatas dilakukan kembali sebanyak 2 kali sehingga terdapat 3 kali total perlakuan yang serupa dengan tujuan agar diperoleh data yang lebih akurat.

3.3.4. Prosedur Pemurnian Biotanol 3.3.4.1. Destilasi

Filtrat hasil fermentasi yang diperoleh dari penyaringan, didestilasi dengan cara destilasi biasa sebanyak dua kali. Destilasi yang pertama dilakukan pada suhu 78-1000C dan dalam proses destilasi tersebut, destilat yang ditampung adalah destilat yang diperoleh dalam range suhu 78-1000C. Destilat yang diperoleh dibawah suhu 780C tidak diambil. Destilasi dihentikan saat pengukuran suhu pada termometer mencapai 1000C. Tujuan destilasi pertama ini adalah untuk memisahkan senyawa air-etanol dari bahan atau senyawa lain yang terdapat dalam filtrat seperti pati, protein, dan senyawa lain yang terkandung dalam ubi kayu yang bersifat residual dan tidak diperlukan.


(37)

Proses destilasi kedua dilakukan pada suhu 780C dengan tujuan untuk memisahkan etanol dari campuran air-etanol. Destilat yang diambil pada proses destilasi ini adalah destilat yang diperoleh pada suhu 780C saja. Proses pemurnian etanol dengan cara destilasi biasa hanya akan menghasilkan etanol dengan kadar maksimal 96% dan oleh sebab itu diperlukan molecular sieve yang memiliki kemampuan menyerap air agar dapat diperoleh etanol dengan kadar 99,5-100%. 3.3.4.2. Molecular sieve

Molecular sieve yang dipergunakan untuk mengeringkan etanol adalah molecular sieve tipe 3A yang dipergunakan khusus untuk menyerap air dalam pelarut-pelarut polar, molecular sieve memiliki kemampuan untuk menyerap air hingga 22% dari berat molecular sieve itu sendiri. Pemanfaatan molecular sieve untuk mengeringkan etanol dilakukan dengan menambahkan molecular sieve ke dalam botol kaca tempat penyimpanan etanol hingga satu per empat bagian botol dan kemudian botol diisi dengan etanol hasil destilasi kedua hingga penuh dan ditutup rapat lalu dibiarkan selama 3 hari (penyimpanan etanol dengan menambahkan molecular sieve ke dalamnya dapat menjaga kadar etanol tersebut hingga 5 tahun masa penyimpanan). Etanol hasil pengeringan kemudian diuji kadar dan kemurniannya dengan metode GC-MS dan IR


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA USU, identitas sampel tumbuhan yang dipergunakan dalam penelitian adalah Manihot utilissima Pohl. Famili Euphorbiaceae yang dikenal masyarakat dengan nama ubi kayu. Hasil identifikasi tumbuhan dan gambar tumbuhan ubi kayu masing-masing dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 37 dan lampiran 2 halaman 38.

Pembuatan bioetanol secara konvensional dilakukan dengan sakarifikasi pati ubi kayu memanfaatkan proses pemanasan dan dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. yang merubah glukosa hasil sakarifikasi menjadi etanol. Hasil fermentasi bioetanol yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 2. Data hasil fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae Hansen.

Fermentasi Sakarifikasi dengan pemanasan

Volume bioetanol (ml/Kg Sampel)

2 hari 30 menit 62.68

3 hari 30 menit 65.32

4 hari 30 menit 74.68

5 hari 30 menit 84.00

6 hari 30 menit 93.20

7 hari 30 menit 96.00

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa volume bioetanol yang dihasilkan semakin banyak seiring dengan lamanya masa fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh lama waktu fermentasi terhadap volume bioetanol yang diperoleh. Dari enam perlakuan masa fermentasi yang dilaksanakan, volume


(39)

bioetanol yang paling banyak diperoleh adalah pada hari ketujuh yakni sebesar 96 ml untuk tiap satu kilogram sampel yang dipergunakan.

Kenaikan volume bioetanol hasil fermentasi dalam jumlah yang cukup signifikan terjadi pada hari ketiga hingga hari keenam. Kenaikan volume bioetanol yang diperoleh tersebutdapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Grafik Hasil Fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae Hansen. tanpa menggunakan Aspergillus awamori Nakaz..

Dari grafik diketahui bahwa pada hari keempat hingga hari keenam terjadi kenaikan volume bioetanol yang lebih besar bila dibandingkan dengan kenaikan volume bioetanol pada hari ketiga dan juga hari ketujuh. Hal ini menunjukkan bahwa masa fermentasi bioetanol yang paling optimal untuk fermentasi biasa adalah enam hari (144 jam).


(40)

Pembuatan bioetanol dengan bantuan jamur Aspergillus awamori Nakaz. dimulai dengan proses sakarifikasi pati ubi kayu memanfaatkan proses pemanasan lalu setelah didinginkan, ditambahkan starter Aspergillus awamori Nakaz.untuk proses sakarifikasi yang lebih sempurna (proses sakarifikasi oleh Aspergillus awamori Nakaz. terus berlangsung bersamaan dengan jalannya proses fermentasi) kemudian dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. yang merubah glukosa hasil sakarifikasi menjadi etanol. Hasil fermentasi bioetanol yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 3. Data hasil Fermentasi Dengan Menggunakan Saccharomyces cerevisiae

Hansen. dan Aspergillus awamori Nakaz. Sakarifikasi Fermentasi dengan

pemanasan dengan Starter Aspergillus awamori Nakaz. Volume bioetanol (ml/Kg Sampel)

2 hari 30 menit 3 jam 174.668

3 hari 30 menit 3 jam 190.668

4 hari 30 menit 3 jam 192.000

5 hari 30 menit 3 jam 194.680

6 hari 30 menit 3 jam 200.000

7 hari 30 menit 3 jam 201.332

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa volume bioetanol yang dihasilkan semakin banyak seiring dengan lamanya masa fermentasi dimana hal serupa juga ditunjukkan pada tabel 1 yang merupakan data proses fermentasi yang dilakukan sebelumnya. Dari enam perlakuan masa fermentasi yang dilaksanakan, volume bioetanol yang paling banyak diperoleh adalah pada hari ketujuh yakni sebesar 201,33 ml untuk tiap satu kilogram sampel yang dipergunakan.

Kenaikan volume bioetanol hasil fermentasi dalam jumlah yang cukup signifikan terjadi pada hari ketiga. Kenaikan volume bioetanol yang diperoleh tersebutdapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.


(41)

Gambar 2. Grafik hasil fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae Hansen. dan Aspergillus awamori Nakaz..

Dari grafik dapat dilihat bahwa pada hari ketiga terjadi kenaikan volume bioetanol yang nilainya jauh melebihi kenaikan volume bioetanol pada hari keempat hingga hari ketujuh. Hal ini menunjukkan bahwa masa fermentasi bioetanol yang paling optimal untuk fermentasi dengan bantuan Aspergillus awamori Nakaz. adalah tiga hari (72 jam).


(42)

GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)

Data GC dari sampel bioetanol yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini:

Peak Report TIC

Peak# R. Time I. Time F. Time Area Area% Height 1 2.147 2.108 2.242 884925 100.00 4947768 Gambar 3. Kromatogram bioetanol hasil analisis Kromatografi Gas

Dari hasil analisis GC pada gambar 5 diatas tampak hanya terdapat satu puncak absorbsi dengan luas area yang terukur oleh detektor dengan luas area dibawah kurva serapan 100%, dengan demikian data diatas menunjukkan bahwa senyawa dalam sampel adalah senyawa tunggal dan kadarnya 100%.

Kromatografi Gas tidak secara positif dapat menganalisis semua jenis sampel dan tidak semua senyawa dalam sampel dapat terdeteksi, yang dapat diketahui dari analisis GC adalah waktu retensi senyawa kemudian kadarnya serta bila dilakukan dalam tahap uji senyawa tertentu maka GC dapat dipakai untuk mencari informasi tentang kecocokan detector GC yang digunakan dengan senyawa yang dianalisis. Dan oleh karena itulah saat ini metode GC dipadukan dengan analisis MS / Mass Spectrometry dengan tujuan memecahkan masalah


(43)

ambiguitas yang terjadi karena MS dapat menentukan berat molekul senyawa yang dianalisis sehingga senyawa tersebut dapat teridentifikasi.

Data MS dari sampel bioetanol yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :

Gambar 4. Hasil analisis Spektrometri Massa bioetanol

Dari hasil spektrometri massa pada gambar 6 diatas diketahui bahwa ada 3 puncak fragmentasi yang terbentuk dimana puncak fragment yang pertama adalah m/z = 45 yang merupakan puncak M-1 kemudian puncak fragment kedua m/z = 31 merupakan puncak dasar (base peak) lalu diikuti puncak fragment ketiga yakni fragment alkenil karbokation pada m/z = 27.

Berdasarkan fragmentasi diatas, data Spektrometri Massa bioetanol dianalisis sebagai berikut:


(44)

1.) m/z = 45

H3C-CH2-O+-H

+ e + 2e

H3C-CH2-OH

parent ion / molecular ion

H3C CH H

O+H H3C-CH=O+-H +

H

.

m/z=45

2.) m/z = 31

H3C-CH2-O+-H

+ e + 2e

H3C-CH2-OH

parent ion / molecular ion

H H

O+H CH3

C CH2=O+H + CH3

.

m/z=31

3.) m/z = 27 merupakan fragmen alkenil karbokation yang terbentuk dengan pola fragmentasi yang lebih kompleks dari dua fragmen sebelumnya.

a) H

3C-CH2-O+-H

+ e + 2e

H3C-CH2-OH

parent ion / molecular ion

H3C CH H

O+H H3C-CH=O+-H +

H

.

m/z=45

+ H3C-CH=O+-H

m/z=45

H2C=C+H H2O m/z=27

b)


(45)

Hasil analisis MS diatas menunjukkan bahwa ada 3 fragmen yang terbentuk dari hasil fragmentasi senyawa induk yang kemudian diidentifikasi sebagai etanol (C2H5OH) dengan berat molekul 46 (BM etanol = 46). Sehingga dari data hasil GC-MS yang dilakukan, diketahui bahwa sampel bioetanol yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan senyawa tunggal etanol dengan kadar 100%.


(46)

Spektrofotometri Infra Merah

Spektrum senyawa bioetanol hasil analisis spektrofotometer infra merah yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.

CH Stretch

CH2 Bend

OH Stretch CH

3 Bend

C-O Stretch

Peak Intensity Corr.

Intensity Base (H) Base (L) Area

Corr. Area 1 879.54 0.177 2.301 432.05 393.48 77.62 19.269 2 1049.28 11.698 20.199 1064.71 972.12 37.668 6.975 3 1087.85 17.706 14.083 1188.15 1072.42 45.307 4.285 4 1273.02 49.288 2.914 1288.45 1195.87 23.291 0.377 5 1327.03 43.635 3.869 1350.17 1296.16 18.344 1.16 6 1381.03 35.031 6.868 1396.46 1357.89 15.511 1.416 7 1419.61 38.062 0.91 1435.04 1396.46 15.941 0.171 8 1450.47 38.179 4.025 1535.34 1435.04 31.525 0.093 9 2885.51 20.159 5.073 2908.65 2576.9 116.902 2.336 10 2970.38 12.924 15.19 3032.1 2954.95 45.02 7.425 11 3348.42 10.25 40.213 3641.6 3039.81 385.389 203.167


(47)

Hasil analisis spektrum infra merah terhadap sampel bioetanol menunjukkan bahwa terdapat stretching OH yang melebar pada frekuensi 3300-3500 cm-1 seperti yang terlihat pada gambar 4 diatas, stretching OH tersebut berasal molekul OH terikat sedangkan stretching OH bebas tidak tampak pada range 3580-3650. Daerah serapan disebelah kanan dengan range frekuensi sekitar 1500-500 cm-1 memiliki puncak absorbsi yang kompleks namun spesifik untuk banyak senyawa dan daerah ini disebut daerah sidik jari (finger print region). Pada gambar 4, terdapat dua puncak absorbsi yang tajam pada frekuensi 1087.85 dan 1049.28 cm-1 dalam daerah sidik jari yang diidentifikasi sebagai stretching C-O yang umum muncul pada range frekuensi 1050-1150 cm-1 dan juga ada lima puncak absorbsi lain dengan puncak yang tidak tajam pada frekuensi (1450.47), (1419.61), (1381.03), (1327.03), dan (1273.02) yang diidentifikasi sebagai bending C-H alifatis dari CH2 dan CH3 lalu di sebelah kanan spektrum infra merah diatas terlihat ada dua puncak tajam pada 2970.38 dan 2885.51 yang

merupakan stretching C-H alifatis dari molekul CH2 dan CH3 (Silverstein R.M.,1981).


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Pemanfaatan Aspergillus awamori Nakaz. pada proses fermentasi menyebabkan peningkatan etanol yang diperoleh hingga 109,72% yakni dua kali lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan fermentasi biasa yang hanya menggunakan ragi saja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interval waktu fermentasi yang optimum adalah selama 6 hari (144 jam) untuk fermentasi biasa dan 3 hari (72 jam) untuk fermentasi yang memanfaatkan bantuan jamur Aspergillus awamori Nakaz.. Jumlah etanol yang diperoleh dengan waktu fermentasi yang bervariasi menunjukkan bahwa volume etanol yang diperoleh dari fermentasi akan meningkat seiring dengan perpanjangan masa fermentasi.

Hasil analisis GC-MS dan IR terhadap bioetanol hasil fermentasi setelah penambahan molecular sieve menunjukkan bahwa bioetanol yang diperoleh mengandung senyawa tunggal yakni etanol ( C2H5OH ) dengan kadar 100%.

5.2. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai pembuatan bioetanol dengan memanfaatkan bahan baku dan mikroorganisme lain sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih banyak mengenai pembuatan bioetanol.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abouzied, M.M. dan Reddy C.A.(1986). Direct Fermentation of Potato Starch To Ethanol by Cocultures of Aspergillus Niger and Saccharomyces cerevisiae In: Applied and Environmental Microbiology Journal. 52nd Volume. Michigan: Michigan State University: 1055-1059

Anonim (2008) Pembuatan Starter Probiotik Ubi Jalar. Diambil dari: URL: HYPERLINK http://ptp2007.wordpress.com/2008/09/08/pembuatan-starter-probiotik-ubijalar

Archunan, G. (2004). Microbiology. First Edition. New Delhi: Sarup & Sons. p. 357-358

Charles, N., dkk,. (1996). Gas Chromatography and Mass Spectrometry: A Practical Guide. Boston: Academic Press. p. 17-18

Davis, R. dan Martin F. (1994). Mass Spetrometry. New York : John Wiley & Sons. p. 1-23, 229-253

DIFCO. (1977). DIFCO Manual of Dehydrated Culture Media and Reagents for Microbiological and Clinical Laboratory Procedures. 9th Edition. Michigan: DIFCO Laboratories Incorporated. p.32-33

European Bioinformatics Institute. (1996). Eukaryotes Genomes-Saccharomyces cerevisiae. [diakses 2 Februari 2010]. Diambil dari: URL: HYPERLINK http://www.embl-ebi.com/Saccharomyces_cerevisiae.html

Fieser, L.F. dan Fieser, M.(1967). Reagents for Organic Synthesis. First Volume. New York: John Wiley & Sons. p. 703-705

George, W.O. dan Mc Intyre, P.S. (1987). Infrared Spectroscopy. New York: John Wiley & Sons. p.


(50)

Graham, S. (2003). Fundamental of Organic Chemistry. Fifth Edition. New York: John Wiley & Sons. p. 409

Hambali, E., dkk. (2008). Teknologi Bioenergi .Cetakan ketiga. Jakarta: PT.Agromedia Pustaka. Hal. 3-5, 38-50

Hidayat, N., Masdiana C.P. dan Sri S. (2006). Mikrobiologi Industri.Yogyakarta: CV. Andi Offset. Hal. 2-14,18-24,111-120,179-192

Mathewson, S.W. (1980). Drying the Alcohol. Chapter 12. In: The Manual for the Home and Farm Production of Alcohol Fuel. California: Ten Speed Press.

Onsoy T., dkk. (2007). Ethanol Production from Jerusalem artichoke by Zyomomonas Mobilis in Batch Fermentation. 7th Volume: 55-60

Prihardana, R., dkk. (2008). Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Cetakan Keempat. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Hal. 25-66, 79-109, 125-128

Silverstein, R.M., Terrence C.M. dan Clayton B. (1981). Spectrometric

Identification of Organic Compounds. New York: John Wiley & Sons. p. 3-14, 102-105

Suharto., (1995). Bioteknologi Dalam Dunia Industri. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hal. 18, 23, 25-27, 40-41, 122-125

Toyama S. dan Koshin M. (1967). Studies on Aspergillus awamori Nakaz.. [diakses 8 Januari 2009] : [6 screens]. Diambil dari: URL: HYPERLINK http://www.ci.nii.ac.jp


(51)

University of Maryland Medical Center. (2009). Brewer’s Yeast. [diakses 13 maret 2010]. Diambil dari URL: HYPERLINK

http://www.umm.edu/altmed/articles/brewers-yeast-000288.htm

Waller, J.C., dkk,. (1981). Feeding Value of Ethanol Production By-products. Washington D.C.: National Academy Press. p. 11-12

Watson, L. dan M.J. Dallwitz. (1992). The families of flowering plants: descriptions, illustrations, identification and information retrieval. [diakses 13 maret 2010];[437 screen]. Diambil dari: URL: HYPERLINK http://www.zipcodezoo.com/Euphorbiaceae_Famili.asp.htm


(52)

(53)

Lampiran 2. Gambar tumbuhan ubi kayu, umbi ubi kayu

1

2 Keterangan Gambar : 1. Tumbuhan ubi kayu


(54)

Lampiran 3. Flowsheet

1.Flowsheet penyiapan sampel Ubi Kayu

dikupas dan dibersihkan dari kotoran yang melekat dipotong jadi beberapa bagian sepanjang 15 cm dihaluskan

Massa halus ubi kayu

2.Flowsheet prosedur sakarifikasi I Massa Halus Ubi kayu

ditimbang sebanyak 1,5 Kg dimasukkan dalam panci

ditambahkan air hingga volume total mencapai 6 liter diaduk hingga homogen

dididihkan selama 30 menit dengan pegadukan konstan

ditambahkan air untuk menutupi kehilangan air selama pendidihan akibat penguapan

dibiarkan hingga dingin


(55)

Lampiran 3 (lanjutan)

3.Flowsheet prosedur sakarifikasi II Massa Halus Ubi kayu

Bubur Ubi kayu

ditimbang sebanyak 1,5 Kg dimasukkan dalam panci

ditambahkan air hingga volume total mencapai 6 liter diaduk hingga homogen

dididihkan selama 30 menit dengan pegadukan konstan

ditambahkan air untuk menutupi kehilangan air selama pendidihan akibat penguapan

dibiarkan hingga dingin

dimasukkan starterAspergillus awamori Nakaz. diaduk hingga homogen

dibiarkan selama 3 jam dengan pengadukan setiap 30 menitnya


(56)

Lampiran 3 (lanjutan)

Bubur ubi kayu

ditambahkan larutan 30 gram ragi Saccharomyces cerevisiae

diaduk hingga homogen dalam air hangat

diuji pH bubur ubi dengan indikator universal dibagi menjadi 6 bagian yakni 1 liter tiap bagian dimasukkan masing-masing ke dalam 6 wadah (1,5 ltr)

Wadah 1 Wadah 2 Wadah 3 Wadah 4 Wadah 5 Wadah 6

Dilakukan fermentasi dengan variasi waktu fermentasi yang berbeda untuk tiap wadah mulai dari wadah 1 selama 2 hari, wadah 2 selama 3 hari, wadah 3 selama 4 hari, wadah 4 selama 5 hari, wadah 5 selama 6 hari dan wadah 6 selama 7 hari.

4.Flowsheet prosedur fermentasi

HASIL


(57)

Lampiran 4. Data mentah jumlah bioetanol hasil penelitian I. Data Fermentasi Biasa (Tanpa Aspergillus awamori Nakaz.)

D.Hasil Fermentasi Hari Ke-5 A.Hasil Fermentasi Hari Ke-2

F1= 21 ml/L F1= 16 ml/L

F2= 16 ml/L F2= 20 ml/L

F3 =15 ml/L F3 =22 ml/L

Frata2=15.67 ml/L Frata2=21 ml/L

=1.567% =2.1%

B.Hasil Fermentasi Hari Ke-3 E.Hasil Fermentasi Hari Ke-6

F1= 17 ml/L F1= 24 ml/L

F2= 17 ml/L F2= 24 ml/L

F3 =15 ml/L F3 =22 ml/L

Frata2=16.333 ml/L Frata2=23.33 ml/L

=1.633% =2.33%

C.Hasil Fermentasi Hari Ke-4 F.Hasil Fermentasi Hari Ke-7

F1= 19 ml/L F1= 24 ml/L

F2= 17 ml/L F2= 23 ml/L

F3 =20 ml/L F3 =25 ml/L

Frata2=18.667 ml/L Frata2=24.00 ml/L

=1.867% =2.4%

Keterangan:

F1 = Fermentasi pertama F2 = Fermentasi kedua F3 = Fermentasi ketiga


(58)

Lampiran 4 (lanjutan)

II. Data Fermentasi Dengan Bantuan Aspergillus awamori Nakaz. A.Hasil Fermentasi Hari Ke-2

F1= 44 ml/L F2= 43 ml/L F3 =44 ml/L Frata2=43.667 ml/L =4.3667%

B.Hasil Fermentasi Hari Ke-3 F1= 47 ml/L

F2= 47 ml/L F3 =48 ml/L Frata2=47.667 ml/L =4.7667%

C.Hasil Fermentasi Hari Ke-4 F1= 48 ml/L

F2= 49 ml/L F3 =47 ml/L Frata2=48 ml/L =4.8% Keterangan:

F1 = Fermentasi pertama F2 = Fermentasi kedua F3 = Fermentasi ketiga

Frata2 = x 100%

D.Hasil Fermentasi Hari Ke-5 F1= 50 ml/L

F2= 48 ml/L F3 =48 ml/L Frata2=48.667 ml/L =4.8667%

E.Hasil Fermentasi Hari Ke-6 F1= 49 ml/L

F2= 50 ml/L F3 =51 ml/L Frata2=50 ml/L =5.0%

F.Hasil Fermentasi Hari Ke-7 F1= 50 ml/L

F2= 50 ml/L F3 =51 ml/L Frata2=50.33 ml/L =5.0333%


(59)

Lampiran 5.Contoh Perhitungan

Dari lampiran 2 diperoleh data seperti tabel di bawah ini

Hasil Fermentasi (%) Waktu Fermentasi

(Hari) Tanpa menggunakan Asp.awamori

Dengan menggunakan Asp.awamori

2 1,5670 4,3667 3 1,6330 4,7667 4 1,8670 4,8000 5 2,1000 4,8670 6 2,3300 5,0000 7 2,4000 5,0333

1 Kilogram sampel Ubi kayu = 4 Liter Bubur Ubi Kayu

Pada hari kedua fermentasi, jumlah etanol yang diperoleh dari fermentasi tanpa menggunakan Aspergillus awamori Nakaz.yakni 1,5670 %

Jumlah etanol yang diperoleh dalam ml = 1,5670% x 4000 ml = 62,68 ml

dari fermentasi menggunakan Aspergillus awamori Nakaz.jumlah etanol yang diperoleh adalah 4,3667%.

Jumlah etanol yang diperoleh dalam ml = 4,3667 % x 4000 ml = 174,668 ml


(60)

Lampiran 5 (lanjutan)

Dengan cara yang sama seperti di atas maka dari data tabel sebelumnya maka akan diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah ini.

Waktu Fermentasi (Hari)

Hasil fermentasi I (ml/Kg Sampel)

Hasil fermentasi II (ml/Kg Sampel)

2 62.68 174.668

3 65.32 190.668

4 74.68 192.000

5 84.00 194.680

6 93.20 200.000

7 96.00 201.332

Keterangan:

 Fermentasi I merupakan proses fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. saja tanpa penambahan starter jamur Aspergillus awamori Nakaz..

 Fermentasi II merupakan proses fermentasi yang menggunakan Starter jamur Aspergillus awamori Nakaz.dan ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. .


(61)

(62)

(63)

Lampiran 8. Gambar spektrum hasil analisis Spektrometri Massa senyawa bioetanol


(64)

(65)

Lampiran 10. Gambar Alat

Inkubator Memmert CO2

Inkubator 750D Isotemp


(66)

Lampiran 10 (lanjutan)

Oven fisher isotemp 500 series


(1)

(2)

(3)

Lampiran 8. Gambar spektrum hasil analisis Spektrometri Massa senyawa bioetanol


(4)

(5)

Lampiran 10. Gambar Alat

Inkubator Memmert CO2


(6)

Lampiran 10 (lanjutan)


Dokumen yang terkait

Daya Terima Beras Analog Dari Tepung Ubi Kayu Sebagai Pangan Pokok Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupate Dairi Tahun 2014

1 70 88

Karakteristik Fisikokimia Pati Umbi Keladi Sebaring (Alocasia macrorhiza) yang Dimodifikasi dengan Metode Asetilasi dan Aplikasinya pada Produk Mi Kering

1 96 107

Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus L.) yang Diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal

0 59 147

Analisis Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Mocaf Dan Tepung Tapioka Di Kabupaten Serdang Bedagai (Kasus: Desa Bajaronggi, Kecamatan Dolok Masihul Dan Kecamatan Sei Rampah).

7 51 92

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crant) di Desa Petuaran Hilir Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai

5 67 57

Identifikasi Dan Inventarisasi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta. CRANTZ) Di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

4 73 46

Analisa Sistem Usahatani Kombinasi Ubi Kayu Dan Pembesaran Ayam Buras

0 37 66

Pemanfaatan Kulit Ubi Kayu Dan Daun Tomat Sebagai Insektisida Nabati Dalam Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura L. (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Sawi

32 166 52

Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol Dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae

1 6 104

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl.) DAN KULIT NANAS PADA PRODUKSI BIOETANOL MENGGUNAKAN Aspergillus niger

0 5 45