Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diskursus masyarakat madani memang bukan perkara yang baru lagi untuk diperbincangkan, seiring dengan perjalanannya terdapat tumpang tindih konsepsi dengan civil society yang di samarkan oleh para teolog barat. Adapun konsep masyarakat madani sejatinya diadopsi dari konsep Rasulullah Saw ketika membangun masyarakat madinah, telah mengalami pereduksian esensi dan konsep antara konsep civilis society dengan konsep masyarakat madani dalam perspektif Islam, yang sejatinya sangat kontradiktif. Disini berupaya menghadirkan peran pendidikan Islam dalam membentuk masyarakat madani dalam perspektif Al-Qur’an, secara rasional-filosofis pendidikan Islam adalah bertujuan untuk membentuk al-insan al-kamal atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep ini, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu: pertama, dimensi dialektika horizontal, kedua, dimensi ketundukan vertikal. Pada dimensi dialektika horizontal pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkrit yang terkait dengan diri, sesama manusia dan alam semesta. Untuk itu akumulasi berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap mental merupakan bekal utama dalam hubungannya dengan pemahaman tentang kehidupan konkrit tersebut. Sedangkan pada dimensi kedua, pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, memelihara dan melestarikan sumber daya alam, juga hendaknya menjadi jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi dengan Sang Pencipta. 1 Hal ini mengambil titik tolak dari aktualisasi konsep Rasulullah pada masyarakat madinah. Masyarakat 1 A.M. Saefuddin, et al, Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, Mizan, Bandung: 1991, hlm, 126. serta Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Pers, Jakarta: 2002, hlm, 79 1 madani merupakan konsep yang mengalami proses yang sangat panjang. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya proses modernisasi, terutama perlu strategi dalam upaya pengembangan konsep masyarakat islam, dengan pada saat transformasi menuju masyarakat modern. Maka perlu menghadirkan peranan penting pendidikan yang menjadi konsep dan pondasi msayarakat Islam yang madani dalam perspektif Islam yaitu, msyarakat Islam yang humanis, Islam yang moderat, dan masyarakat Islam yang toleran. Setiap orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil, sejahtera dan makmur bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul seperti demokrasi, cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek. Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat merupakan sebuah proses yang dapat merubah watak, sikap dan prilaku masyarakat ke arah pembangunan yang di cita-citakan. Islam sebagai sebuah agama menawarkan konsep ajaran yang komprehensif dan integral, tidak hanya pada persoalan ubudiyah ibadah khusus seperti shalat, puasa dan lainnya, tetapi juga menyangkut kode etik sosial yang digunakan manusia sebagai perangkat penataan sosial yang diarahkan pada kemaslahatan manusia itu sendiri. Al-Qur’an dan Hadits adalah representasi dari ajaran Islam yang komprehensif tersebut, yang di dalamnya memuat ajaran yang lengkap dalam berbagai aspek. 2 Begitu juga dalam hal pendidikan tarbiyah dan sosial kemasyarakatan dalam konteks hablumminannas, karena kita sebagai makhluk sosial kita harus bisa menjalin hubungan baik dengan masyarakat lain dalam mewujudkan 2 Harun Nasution, “Islam Rasional”, Mizan, Bandung : 1995, hlm. 25 masyarakat madani yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman bagi seluruh umat manusia di alam raya. Pembentukan masyarakat madani menjadi penting mengingat secara subtansial bahwa masyarakat madani itu merupakan masyarakat yang demokratis dan beradab. 3 Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan pluraliseme , serta taqwa, jujur, dan taat hukum. 4 Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan- tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan- tuntutan yang baru. Karena apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan. Pendidikan sebagai sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi sejak dini yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari 3 Azyumardi Azra, “Menuju Masyarakat Madani, Gagasan, Fakta dan Tantangan”, Bandung Remaja, Rosdakarya, 1999, hlm, 5 4 Masykuri Abdillah, “Islam dan Masyarakat Madani”, Koran Harian Kompas: 1999, Sabtu, 27 Februari. adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia. Oleh karena itu peran pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan dan motivasi serta berpartisipasi secara aktif dalam meng aktualisasikan masyarakat madani. Menurut Ibn Khaldun memandang jiwa manusia sebagai sebuah bagian integral dari realitas lainnya, pandangannya tentang jiwa manusia pada dasarnya sefaham dengan tiga teori yang berkembang saat ini seperti nativisme yang beranggapan bahwa anak lahir membawa bakat kesanggupan dan sifat- sifat serta ketentuan-ketentuan, empirisme yang beranggapan bahwa jiwa manusia dalam keadaan kosong sejak lahir dan, konvergensi yang beranggapan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan lingkungan. 5 Namun terdapat perbedaan yang mendasar dari ketiga teori tersebut, menurut Ibn Khaldun potensi manusia pada dasarnya adalah baik dan berakhlaq tauhid. Hanya dasar keimananlah yang sudah dimilikinya. 6 Senada dengan ungkapan imam Al-Ghazali bahwa mendidik dalam Islam bermakna menyiapkan anak untuk dapat menciptakan sejarah yang gemilang secara dini, hal ini kembali dikutip oleh Hasan Langgulung sebagai berikut : “Sesungguhnya cara yang digunakan untuk melatih kanak-kanak merupakan hal yang paling pentig dan utama. Kanak-kana merupakan amanah dan tanggung jawab ditangan orang tuanya, jiwanya suci murni merupakan permata mahal yang bersahaja dan bebas dari ukiran dan gambaran, dan ia bisa menerima setiap ukiran dan cenderung kepada apa yang dicenderungkan kepadanya”. 7 5 Ibnu Khaldun,”Muqaddimah” cet. VI, terjemah oleh Ahmadie Thaha, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2006 hlm. 533 6 Ibid, hlm, 553 7 Hasan Langgulung, “Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa Sosio- Psikologi,” Pustaka, Al-Husna, Jakarta 1985, hlm, 19 Masyarakat madani berawal dari pengkaderan anak-anak yang mengukir sejarah yang bisa mencipkan peradaban yang gemilang, orang timur di saat itu dipandang sangat hebat dan lebih maju dari orang barat, sehingga banyak di antara ilmuan barat yang pergi ke timur untuk memperdalam ilmu pengetahuan di antaranya ilmu pendidikan yang sangat di butuhkan oleh manusia. Maka jika diperhatikan dengan seksama bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan manusia. Manusia sebagai makhluk hewani juga mempunyai sifat Al-Hayawaniyah seperti Al-Hissi rasa, Al-Harakat gerak, memerlukan Al-Gizza makanan dan Al-Kanni tempat tinggal, yang bisa membedakan dengan makhluk lain karena manusia mempunyai akal fikiran. Sebagaimana ungkapan Ibn Khaldun dalam pembicaraan, yaitu : “Manusia adalah makhluk berfikir dan itu sebagai pembeda antara dia dengan binatang, kecakapannya memperoleh penghidupan dalam kehidupan bersama dan kemampuannya mempelajari tentang Tuhan yang disembahnya serta wahyu-wahyu yang diterima para rasul-Nya, sehingga semua binatang tunduk dan berada dalm kekuasaannya. Melalui kesanggupannya untuk berfikir itulah, Tuhan mengaruniai manusia keunggulan di atas makhluk-makhluk-Nya yang lain.” 8 Dengan potensi itu manusia dapat mencari kebutuhan hidup, dapat berinteraksi dengan sesamanya untuk tujuan kesejahteraan hidup bersama. Dan juga dengan potensi itu manusia dapat menerima ilmu pengetahuan dari Allah yang disampaikan oleh para Nabi kepadanya. 9 Setiap manusia diberikan potensi baik dan buruk, tinggal manusia saja yang memilih dan mengikuti potensi mana yang mereka pilih, hal ini juga telah di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syam ayat 8 :     8 Ibn Khaldun, “Al-Muqaddimah”,..Op.Cit, hlm, 521 9 Ibn Khaldun, “Al-Muqaddimah”, th,1930, hlm, 34 Artinya : Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya. 10 Berdasarkan ayat tersebut dapat di perhatikan bahwa manusia mempunyai pemikiran kepada kebaikan dan keburukan, manusia dapat berkembang dan maju lewat ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan atau manusia dapat berkembang sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sesungguhnya Allah telah membedakan manusia karena kesanggupannya berfikir, yang merupakan sumber dari segala kesempurnaan dan puncak kemuliaan, 11 demikian pula bahwa pendidikan dapat melahirkan kebudayaan yang cemerlang dan masyarakat madani yang adil, makmur dan penuh ketentraman. Secara alamiah manusia berkembang tahap demi setahap, proses tersebut berlangsung secara berkesinambungan sejak masa kandungan hingga meninggal dunia. William Stern seorang tokoh filsapat berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan juga memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan perkembangan manusia. 12 Pendapat inilah yang hingga sekarang masih banyak dipercaya sebagai konsep yang diterima baik oleh para pemikir barat dan Islam, sekilas memang teori ini memiliki kelebihan yang dapat diterima dibandingkan dengan dua teori terdahulunya yaitu nativisme dan empirisme. Sejalan dengan itu pendidikan bertujuan mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya, karena itu Ibnu Khaldun meletakkan pendidikan dalam kerangka peradaban, pendidikan merupakan bagian integral dari peradaban itu sendiri. Peradaban sendiri adalah isi pendidikan, peradaban adalah konsekuensi logis kegiatan manusia. Melalui kemampuan berpikirnya, manusia bukan 10 Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya”, Asy-Syams, Ayat, 8 11 Ibn Khaldun, “Al-Muqaddimah” Terjemahan Ahmadie Thaha, 2011, hlm, 521 12 Ngalim Purwanto, “Psikologi Pendidikan”, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990 hlm, 15 hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatiannya kepada berbagai cara memperoleh makna hidup, daya tanggap olah pikir manusia dibentuk oleh lingkungan dan alam, hingga membentuk suatu sistem. Kristalisasi sistem itulah yang disebut kebudayaan. 13 Oleh sebab itu pendidikan adalah sebuah proses perubahan, pembentukan generasi penerus, proses mengatasi masalah yang terjadi pada saat ini dan perencanaan masa yang akan datang, yang dapat menentukan kualitas sebuah kaum atau bangsa. Pendidikan memiliki arti penting bagi keberadaan suatu kebudayaan dan membantunya mempertahankan pandangan dunia yang dimilikinya, dengan adanya pendidikan sebuah bangsa akan tetap eksis, melalui pendidikan pula warisan budaya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai atau norma suatu kelompok sosial tertentu bisa tetap terjaga dan kelangsungan hidup mereka bisa terjamin. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pendidikan telah memberikan sumbangan besar dalam mencerdaskan kehidupan manusia, baik skala masyarakat maupun skala berbangsa dan bernegara. 14 Pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan intelektualisme yang tugas utamanya adalah menyediakan suatu forum untuk melakukan suatu analisis dan menyampaikan hasilnya dengan lugas dan kritis, masa depan Islam secara tidak langsung akan ditentukan oleh kemampuan umat Islam yang bermulai dari masyarakat. Sejak kelahirannya, Islam memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan. Ayat-ayat dan hadits serta bukti sejarah telah memberikan sebuah keyakinan bahwa Islam memiliki perhatian yang tinggi terhadap pendidikan. 15 Serta keutamaan ilmu dalam Islam yang dilakukan oleh beberapa ulama yang 13 Warul Walidin, “Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun”. Yogyakarta, Suluh Press, 2003, hlm, 85 14 Abuddin Nata “ Studi Islam Komprehensif” cet I, Kencana 2011, hlm 223 15 Ibid, hlm, 223 terdahulu antara lain Al-Ghazali, Ibn Maskawaih, Ibn Sina, Al-Biruni, Ibn Khaldun dan sebagainya. 16 Dengan ilmu pengetahuan juga bisa mengangkat darjat dan kemuliaan seseorang baik secara bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadilah ayat 11 : ...                Artinya : Allah akan meninggikan darjat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 17 Berdasarkan ayat di atas bahwa Allah memberikan tempat yang mulia bagi orang-orang yang berilmu dan beriman, ini sangat jelas bahwa jika suatu masyarakat bisa terangkat darjatnya bilamana masyarakat tersebut bisa mendorong dirinya kepada kebaikan sehingga tercapai perubahan-perubahan positif yang mampu menjadi masyarakat madani, 18 karena salah satu pembahasan yang paling mencolok dalam Al-Qur’an ialah masalah masyarakat, bahkan tidak berlebihan jika Al-Qur’an dikatakan sebagai kitab 16 Klasifikasi ilmu dipandang penting oleh ilmuwan Muslim, bukan saja untuk men- getahui lingkup pengetahuan manusia, tetapi juga untuk melihat antar hubungan satu cabang ilmu dengan yang lainnya. Dalam klasifikasi ilmu itu akan tercermin urut-urutan ilmu dilihat dari segi kepentingannya. Mulyadhi Kartanegara, Mozaik Khazanah Islam Bunga Rampai Dari Chicago, Jakarta :Paramadina, 2000, hlm, 117 17 Cordoba, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al Mujadilah Ayat, 11 18 Pada zaman Yunani terdapat negara-negara kota seperti Athena dan Sparta disebut Sivitas Dei, suatu kota Ilahi dengan peradaban yang tinggi. Masyarakat beradab lawan dari pada masyarakat komunitas yang masih liar. Adapun masyarakat madani berasal dari bahasa Arab zaman Rasulullah saw. yang artinya juga sama dengan masyarakat kota yang sudah disentuh oleh peradaban baru maju, lawan dari masyarakat madani adalah masyarakat atau komunitas yang masih mengembara yang disebut badawah atau pedalaman badui. yang banyak membahas hukum-hukum yang kerkenaan dengan masyarakat. Pandangan umum pengertian dari masyarakat itu sendiri ialah sekelompok orang, padanan katanya dalam bahasa ingris community, yang berarti sekelompok orang. 19 Sebagai sebuah masyarakat community harus terbuka, egaliter, dan toleran atas landasan nilai-nilai etika moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah. Konsep masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep civil society, 20 orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad Saw. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis cikal bakal pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern. Masyarakat ideal lebih dikenal dengan masyarakat madani civil society yakni masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah setelah Hijrah ke Madinah, karakteristik masyarakat madani yang dibangun Rasulullah mempunyai kemiripan dengan masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman suku, budaya dan agama, maka pola pembangunan masyarakat madani di Indonesia di masa sekarang bisa bahkan sebaiknya menuju model masyarakat yang dibangun pada zaman Rasulullah Saw. Meskipun masyarakat madani bukan merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, apabila tantangan-tantangan baru 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, 2015 20 Makna Civil Society “Masyarakat Sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara state. Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja. tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan menemui kegagalan. Optimisme peranan pendidikan sangat diperlukan dalam menerobos konsep dasar pembaharuan pendidikan menuju masyarakat madani yang di idamkan, ini didasarkan pada bahwa manusia mempunyai potensialitas yang dapat ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Sehingga pendidikan merupakan salah satu sarana transformasi budaya, yang dapat mengubah tatanan hidup manusia lebih baik. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan dalam Islam mempunyai posisi yang tinggi dan penting sekali, pendidikan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Islam kerana merupakan tuntutan dan kewajiban. Dalam pandangan Islam mencari ilmu dan mengajarkannya adalah suatu kewajiban yang sangat mulia, oleh karena itu mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim. Lebih tegas lagi Islam mewajibkan bagi setiap orang muslim dan muslimat untuk menuntut ilmu seperti dalam hadits Nabi Muhammad Saw : ةملسم و ملسم لك ىلع ةضيرف ملعلا بلط Artinya : Menuntut ilmu itu adalah kewajiban atas setiap orang Islam, baik laki-laki mahupun perempuan”. 21 Pendidikan juga dapat memberikan solusi dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam dan sesama manusia dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis dan bahagia. Karena manusia sebagai makhluk sosial pada hakikatnya harus bermasyarakat untuk mencapai kebutuhan hidup, sebab tidak mungkin manusia bisa hidup dan menghadapi kehidupannya secara individu. Setiap orang harus tolong menolong dalam mencapai kesempurnaan, seusuai dengan ungkapan Al-Farabi : 21 HR : Ibn Majah, Sunan Ibn Majah. “Manusia secara fitrahnya memerlukan hidup bermasyarakat. Mereka perlu bermasyarakat untuk mewujudkan dan mencapai kemakmuran di dunia. Masyarakat yang sempurna ialah masyarakat yang saling tolong- menolong dalam mencapai kebahagian Al-Sa‘adah yang berada di Al- Madinah Al-Fadilah dan dinamakan masyarakat Fadilah”. 22 Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah Swt telah memberikan gambaran tentang masyarakat madani dalam surat Saba’ ayat 15 :                         Artinya : “Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda kekuasaan Tuhan di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. kepada mereka dikatakan: Makanlah olehmu dari rezki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Pengampun. 23 Meski Al-Qur’an tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal atau madani namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan Nabi Muhammad Rasulullah Saw 22 Abu Nasr Muhammad Al-Farabi, “Ara’ Ahli Al-Madinah Al Fadilah”,Libanon-Beirut, Dar Al-Masyariq, 2002, hlm, 117 23 Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya”, As-Saba’ Ayat, 15 mendirikan dan menumbuh kembangkan konsep masyarakat madani di Madinah, 24 Di dalam Piagam Madinah juga tidak disebutkan bentuk Negara, yang ada hanya aturan-aturan bersama di antara komponen masyarakat Madinah untuk menjaga keamanan Madinah dari serbuan pihak luar. 25 Perbincangan yang fokus pada konsep Islam mengenai sistem politik dan bentuk pemerintahan muncul belakangan pada Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyah. 26 Meskipun demikian setidaknya dapat kita uraikan ada dua sejarah masyarakat madani yang pernah ada semenjak beberapa abad silam, yaitu : 1. Masyarakat Saba’ kaum saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman, dimana keadaan masyarakatnya saat itu sesuai Al-Qur’an, mendiami suatu negeri yang baik, subur, dan nyaman. Negeri yang indah itu merupakan wujud kasih sayang Allah Swt kepada masayarakat saba’. Karena itu Allah memerintahkan masyarakat saba’ untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan dan memberikan rizki dan kebutuhan hidup mereka 2. Masyarakat Madinah setelah terjadi perjanjian Madinah piagam madinah antara Rasullullah Saw beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, 24 Negara Madinah, persoalan penyebutan pemerintahan Nabi di Madinah sebagai Negara atau bukan, dan juga apakah bentuk perjanjian Nabi dengan masyarakat Madinah yang disebut Shahifah atau Piagam Madinah itu sebagai konstitusi atau bukan masih dalam perdebatan. Ahmad Baso, Civil Society Versus Masyarakat Madani: “Arkeologi Pemikiran Civil Society Dalam Islam Indonesia”, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, hlm, 331-351. 25 Aksin Wijaya, “Hidup Beragama Dalam Sorotan Piagam Madinah dan UUD 1945”, Ponorogo: STAIN Press, 2009, hlm, 23 26 Masykuri Abdullah, “Negara Ideal Menurut Islam dan Implementasinya Pada Masa Kini”, dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus: Editor Islam, “Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer”, Jakarta: Paramadina, 2005, 79. menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi dan undang-undang, menjadikan Rasullullah Saw sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 27 Dalam pandangan Ibn Khaldun sebagaimana telah dijelaskan dalam Al- Muqaddimah sebagai salah satu karya terbesarnya menjelaskan bahwa ciri-ciri masyarakat modern itu sudah lama ada sebelum revolusi eropa, pada abad pertengahan Islam sudah terlebih dahulu lebih maju dari eropa. Ibnu Khaldun sendiri telah membahas dan memperkenalkan terkait dengan beberapa konsep penting tentang sosiologi dan kemasyarakatan yang ideal. Namun beliau tidak hanya menjelaskan tentang sosiologi kemasyarakatan saja akan tetapi beliau mengemukakan betapa pentingnya masalah pendidikan dalam membangun masyarakat yang ideal. 28 Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim di zaman Rasulullah yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang tawassuth dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada 27 Islam tidak mengharuskan adanya lembaga bernama negara dalam mendakwahkan Islam, tetapi Islam juga tidak menolak adanya negara. Karena itu, Islam tidak menetapkan bentuk negara tertentu. Islam menghargai bentuk negara apapun selama Islam diberi ruang untuk eksis, apalagi tanpa negara pun, Islam bisa didakwahkan secara kultural, sebagaimana dakwah Nabi di Makkah dan dakwah melalui para pedagang yang masuk ke Nusantara diantaranya dakwah Sunan Kalijaga dan Muhammadiyah serta NU di Indonesia. 28 Masykuri Abdullah,…op.cit, hlm, 80 masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja. Sedangkan menurut Said Aqil Siraj menjelaskan piagam madinah pada tahun 622 H. 29 Piagam ini dari Nabi Muhammad Saw, berlaku bagi kaum mukminin dan muslimin dari kaum Qurays dan Yasrib serta kelompok- kelompok yang turut bekerja sama dan berjuang bersama-sama mereka, yang berbunyi sebagai berikut: 1. Bahwa mereka adalah bangsa yang satu dari umat manusia 2. Golongan migran kaum muhajirin kaum Qurays sesuai adat kebiasaan mereka, saling membahu mebayar diat di kalangan mereka, serta membayar tebusan tawanan secara baik dan adil di antara mukimin 3. Bani ‘Auf sesuai adat kebiasaan mereka, saling membahu mebayar diat di kalangan mereka sebagaimana semula, serta setiap kelompok mebayar tebusan tawanan secara baik dan adil di kalangan mukmin 4. Bani Sa’idah, bani Harits, bani Jusyam, bani Najjar, bani Amr ibn ‘Auf, bani Nabit, bani ‘Aus sesuai dengan ada kebiasaan mereka, saling membahu mebayar diat di kalangan mereka sebagaimana semula,serta setiap kelompok mebayar tebusan tawanan secara baik dan adil di kalangan mukmin 5. Orang-orang beriman tidak boleh membiarkan orang yang tengh bert mennggung utng di kalangan mereka, tetapi hendaknya membantu secara baik penyelesaian diat atau tebusan 6. Seorang beriman tidak diperkenankan membuat persekutuan dengan orang beriman lain tanpa melalui pemufakatan darinya 29 Masyhur Effendi dan Taufani S. Evandri, “ HAM, Dalam DinamikaDimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial” Ghalia Indonesia, Bogor : 2010 hlm, 272-273 7. Orang-orang beriman berkomitmen pada keimanannya takwaharus menentang orang yang di antara mereka menuntut secara zalim, jahat, melakukan permusuhan, atau kerusakan di kalangan orang-orang beriman, kekuatan mereka bersama-sama melawannya, sungguhpun dia anak salah seorang mereka 8. Orang beriman tidak boleh membunuh orang beriman lainnya karena membunuh orang kafir, ia juga tidak boleh membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman 9. Perlindungan Allah itu satu, yaitu terhadap tentangga dekat mereka, orang- orang beriman saling membantu sesame mereka 10. Orang-orang Yahudi beserta pemeluknya berhak mendapatkan pertolongan dan santunan, sepanjang tidak berbuat zalim atau menentang komitmen 11. Perdamaian orng-orang berimn adalah satu. Seorang di antara mereka tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta yang lainnya di dalam suatu pertempuran jihad fi sabilillah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka 12. Setiap pasukan yang berperang dalam barisan kita harus saling bekerja sama 13. Orang beriman mebalas pembunuh orang beriman lain dalam pertempuran fi sabilillah. Orang-orang beriman yang selalu berkomitmen pada keimanannya takwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus 14. Bahwasanya prang musyrik di Madinah di larang melindungi harta dan jiwa orang musyrik Qurays serta tidak boleh bercampur tangan melawan orang-orang beriman 15. Bahwasanya, siapa saja yang membunuh orang beriman dengn cukup bukti atas perbuatannya harus di hukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela menerima diat. Semua orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya 16. Bahwasanya, tidak diperkenankan bagi orang beriman yang melegitimasi piagam ini serta beriman kepada Allah dan hari akhir untuk membantu pembunuh dan member tempat kediaman kepadanya. Siapa yang member bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagai pelanggar itu, akan mendpat kutukan dn kemurkaan Allah di hari akhirat disertai penolakan atas penyesalan dan tebusannya 17. Apabila kamu sekalian berselisih tentang suatu perkara, penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah swt dan Nabi Muhammad saw 18. Yahudi bersama-sama orang mukmin saling memikul biaya perperangan 19. Yahudi dan bani ‘Auf sebangsa dengan orang-orang beriman. Bagi Yahudi agama mereka, bagi muslim juga demikian. Kebebasan semacam ini juga bagi para pengikut mereka, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian yang akan merusak diri dan keluarganya 20. Yahudi dan bani Najjar, Harits, Sa’idah, Jusyam, Aus dan Sa’labah juga diperlakukan sebagaimana Bani ‘Auf, kecuali mereka yang zalim dan khianat, maka hukumannya hanya berlaku bagi dirinya serta keluarganya 21. Etnis Jafnah dari Sa’labah dieprlakukan sama dengan Bani Sa’labah 22. Bani Suthaibah diperlakukan sama dengan Bani ‘Auf. Kebaikan itu tidak sama dengan kejahatan 23. Para pengikut Sa’labah dieperlakukan sama seperti Sa’labah 24. Kerabat Yahudi di luar Madinah diperlakukan sama seperti mereka di Madinah 25. Bahwa tidak seorangpun dibenarkan keluar untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad Saw. Ia tidak boleh dihalangi menuntut balas atau luka yang dibuat orang lain. Siapa yang berbuat jahatmembunuh balasan kejahatan itu menimpa diri dan keluarga, terkecuali ia teraniaya. Sungguh Allah telah membenarkan ketentuan ini 26. Orang yahudi dan Islam saling membantu menghadapi musuh masyarakat dalam piagam ini. Mereka saling member I sarannasehat serta memenuhi janji lawan. Seseorang tidak menanggung hukuman atas kesalahan sekutunya, sehingga pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya 27. Orang yahudi dan Islam saling memikul biaya dalam perperangan 28. Kota Yatsribmadinah merupakan tanah haram tanah suci yang dihormati bagi warga di bawah panji piagam madinah 29. Jaminan hanya bisa diberikan atas izin ahlinya 30. Orang yang mendapatkan jaminan diperlukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan berkhianat 31. Jika terdapat perselisihan di antara komponen pengikut piagam ini yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah Swt dan Muhammad Saw. Allah tuhan yang memelihara piagam madinah 32. Bahwa tidak ada jaminan bagi kaum Qurays Makkah beserta pengikutnya 33. Para pendukung piagam inisaling membantu dalam menghadapi penyerangan atas tanah Yatsrib madinah 34. Jika para pendukung piagam ini tidak di ajak damai, kemudian memenuhi perdamaian serta melaksanakannya, maka perdamaian itu harus di junjung tinggi. Karena itu, jika orangorang beriman di ajak damai seperti itu, wajib dipenuhi, terkecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib menunaikan tugas dan kewajiban masing-masing 35. Yahudi bani Aus beserta pengikutnya memiliki hak dna kewajiban seperti komponen lain pendukung piagam ini. Kebaikan itu tidak sama dengan kejahatan. Setiap orang bertanggung jawab atas tindakannya. Allah membenarkan dan memandang baik atas piagam ini 36. Piagam ini tidak diproyeksikan untuk membela orang yang zalim dan khianat. Semua orang bisa berpergiankeluar rumah secara aman serta berdomisili di kota Yatsrib madinah secara damai pula. Hal ini terkecuali bagi mereka yang zalim dan khianat. Allah lah pelindung orang yang berbuat kebjikan dan takwa. Masyarakat muslim awal adalah masyarakat yang terbaik khaira ummah karena sifat-sifat yang melekat pada diri mereka, mereka tidak bosan- bosan menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang dari perihal yang mungkar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 110 :                             Artinya : “ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” 30 Ayat tersebut menerangkan dari masyarakat yang mempunyai kesadaran etis sehingga mampu mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap berlakunya nilai-nilai peradaban yang bersumber kepada Al-Qur’an. Hal ini sudah pernah di wujudkan oleh Nabi Muhammad Saw selama sepuluh tahun di kota Madinah, yang adil, terbuka, demokratis berlandaskan taqwa kepada Allah Swt dan taat pada ajaran-ajaranNya. 31 Dalam hal ini, terdapat kata kunci yang bisa menghampiri kita pada konsep masyarakat madani civil society, yakni kata “ummah” dan “madinah”. “Ummah” dalam bahasa arab menunjukan pengertian komunitas keagamaan tertentu, yaitu komunitas yang mempunyai keyakinan keagamaan yang sama. Secara umum, seperti disyaratkan Al-Qur’an, “ummah” menunjukan suatu komunitas yang mempunyai basis solidaritas tertentu atas dasar komitmen keagamaan, etnis, dan moralitas. 32 Konsep “ummah” mengundang konotasi sosial, ketimbang konotasi politik. Istilah-istilah yang sering dipahami sebagai cita-cita sosial Islam dan memiliki konotasi politik adalah “khilafah”,“dawlah”, dan “hukumah”. Kata “ummah” disebut sebanyak 45 kali dalam Al-Qur’am. Baik dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk jamak. Penyebutan Al-Qur’an dan juga hadis 30 Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya”,..hlm, 64 31 Akram Dhiyauddin Umari, “Masyarakat Madani Tinjauan Historis Zaman Nabi”, Gema Insani Press, Jakarta : 1999, hlm, 68 32 M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, Logos, Jakarta: 2002, hlm, 10 menunjukan masyarakat madani. Sebagai masyarakat madani, konsep umat Islam ditegaskan atas dasar solidaritas keagamaan dan merupakan manifestasi dari keprihatinan moral terhadap eksistensi dan kelestarian masyarakat yang berorientasi kepada nilai-nilai Islam. 33 Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang sejalan dengan petunjuk Allah Swt, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya surat Ali Imran 105. 34 Adapun cara pelaksanaan amar ma ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan ‟ hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam Surat An-Nahl 125. 35 Dalam rangka membangun masyarakat madani modern, meneladani Nabi Saw bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Terjadinya pro dan kontra terhadap pengistilahan civi society dan masyaraka madani merupakan hal yang menarik untuk dibahas sebagai landasan dalam penlitian ini, hal ini dapat digunakan untuk menentukan keobyekan konsep masyarakat madani. Sementara tokoh yang sepakat terhadap padanan civil society dengan masyarakat madani adalah Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan Bachtiar Efendi serta umumnya pemikir yang mempunyai latar belakang pendidikan ke- islaman modernitas-sekularis semisal Buya Syafi’i Ma’arif, Komaruddin 33 Ibid, hlm, 96 34 Cordoba, op.cit, hlm, 63 35 Ibid, hlm, 281 Hidayat, bahkan Amien Rais dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa, tuna-kuasa dan demokratisasi kekuasaan mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia. 36 Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi untuk mengkritisi kebijakan- kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas dan pilar tersebut yang menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani, pilar tersebut adalah lembaga swadaya masyarakat, hukum, politik dan lembaga pendidikan perguruan tinggi. Institusi pendidikan sebagai sala satu sarana untuk mencari ilmu, karena sangat pentinganya ilmu sebagai mengangkat darjat manusia itu sendiri dari keterpurukan dan keterbelakangan. Seharusnya manusia bisa menjadikan ilmu suatu hal yang sangat berharga dan temeng dalam kehidupan, dengan ilmu manusia bisa menggapai segala segala-galanya, dengan ilmu manusia bisa meraih apa yang di cita-citakan, dengan ilmu manusia mampu membentuk komunitas masyarakat yang tentram, damai dan berkeadilan serta berkemajuan. Pada saat ini banyak masyarakat mendambakan suatu perubahan dalam semua aspek kehidupan, kehidupan yang memiliki suatu komunitas kemandirian aktifitas warga masyarakat yang berkembang sesuai dengan fotensi budaya, adat istiadat dan agama yang melekat pada diri. Dengan mewujudkan dan memberlakukan nila-nilai keadilan, kesetaraan, penegakan 36 Pandangan kontras yang diwakili oleh Hikam dengan karyanya Demokrasi dan Civil Society dan tokoh lain yang memiliki latar belakang pendidikan tradisionalis-sekularis. Sedangkan tokoh pro diwakili oleh Nurcholish Madjid, dalam karyanya Cita-Cita Politik Era Reformasi : Menuju Masyarakat Madani dan Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi. Dawam Raharjo dalam karyanya Masyarakat Madani di Indonesia : Sebuah Panjajahan Awal Masyarakat Madani: Agama Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Bahtiar Effendi dalam karyanya Wawasan Al-Qur’an Tentang Masyarakat Madani, Menuju Terbentuknya Negara Bangsa yang Modern. Dan Amien Rais dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa, tuna – kuasa, dan demokratisasi kekuasaan yang sangat mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia dan umumnya pemikiran yang memiliki latar belakang pendidikan ke Islaman, modernis-sekularis seperti Buya Syafi’I Ma’arif kemudian Komaruddin Hidayat dan sebagainya. Lihat bukunya Nurcholish Madjid, “Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani.” Cet I, hlm, 80-81 hukum dan perlindungan hak manusia. Kondisi masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi dan sosialisasi, apabila konsep ini di terapkan perlu langkah-langah yang kongkrit dan sistematis yang dapat merubah paradigm kebiasaan dan pola hidup masyarakat. Sektor pendidikan memiliki peran penting yang strategis dalam membangun masyarakat madani, pendidikan senantiasa menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat. Oleh karena itu peran pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan motovasi serta partisipasi secara aktif dalam mewujudkan masyarakat madani. Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk karakter pribadi manusia itu sendiri menurut ukuran normatif, namun di sisi lain proses pendidikan tidak hanya terjadi pada institusi-institusi saja namun dipengaruhi oleh faktor keluarga dan masyarakat luas dimana mereka tinggal atau disebut juga dengan istilah tripusat pendidikan. 37 Peran pendidikan sangat besar dalam menanamkan nila-nilai mulia suatu masyarakat menuju terwujudkanya masyarakat madani. Oleh karena itu perlu di kaji apakah pendidikan sekarang sudah memperhatikan dan mampu membangun serta mewujudkan masyarakat madani civil society yang diharapkan bagi seluruh umat manusia. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mebahas permasalahan tersebut dengan judul : Peran Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Masyarakat Madani Berbasis Al-Quran

B. Identifikasi Masalah