Contoh Proposal Disertasi Pendidikan Islam

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Diskursus masyarakat madani memang bukan perkara yang baru lagi untuk diperbincangkan, seiring dengan perjalanannya terdapat tumpang tindih konsepsi dengan civil society yang di samarkan oleh para teolog barat. Adapun konsep masyarakat madani sejatinya diadopsi dari konsep Rasulullah Saw ketika membangun masyarakat madinah, telah mengalami pereduksian esensi dan konsep antara konsep civilis society dengan konsep masyarakat madani dalam perspektif Islam, yang sejatinya sangat kontradiktif.

Disini berupaya menghadirkan peran pendidikan Islam dalam membentuk masyarakat madani dalam perspektif Al-Qur’an, secara rasional-filosofis pendidikan Islam adalah bertujuan untuk membentuk al-insan al-kamal atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep ini, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu: pertama, dimensi dialektika horizontal,

kedua, dimensi ketundukan vertikal. Pada dimensi dialektika horizontal pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkrit yang terkait dengan diri, sesama manusia dan alam semesta. Untuk itu akumulasi berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap mental merupakan bekal utama dalam hubungannya dengan pemahaman tentang kehidupan konkrit tersebut. Sedangkan pada dimensi kedua, pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, memelihara dan melestarikan sumber daya alam, juga hendaknya menjadi jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi dengan Sang Pencipta.1 Hal ini mengambil titik tolak dari aktualisasi konsep Rasulullah pada masyarakat madinah. Masyarakat

1A.M. Saefuddin, et al, Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, (Mizan, Bandung: 1991), hlm, 126. serta Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Ciputat Pers, Jakarta: 2002), hlm, 79


(2)

madani merupakan konsep yang mengalami proses yang sangat panjang. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya proses modernisasi, terutama perlu strategi dalam upaya pengembangan konsep masyarakat islam, dengan pada saat transformasi menuju masyarakat modern. Maka perlu menghadirkan peranan penting pendidikan yang menjadi konsep dan pondasi msayarakat Islam yang madani dalam perspektif Islam yaitu, msyarakat Islam yang humanis, Islam yang moderat, dan masyarakat Islam yang toleran.

Setiap orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil, sejahtera dan makmur bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul seperti demokrasi, cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek. Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat merupakan sebuah proses yang dapat merubah watak, sikap dan prilaku masyarakat ke arah pembangunan yang di cita-citakan.

Islam sebagai sebuah agama menawarkan konsep ajaran yang komprehensif dan integral, tidak hanya pada persoalan ubudiyah (ibadah) khusus seperti shalat, puasa dan lainnya, tetapi juga menyangkut kode etik sosial yang digunakan manusia sebagai perangkat penataan sosial yang diarahkan pada kemaslahatan manusia itu sendiri. Al-Qur’an dan Hadits adalah representasi dari ajaran Islam yang komprehensif tersebut, yang di dalamnya memuat ajaran yang lengkap dalam berbagai aspek.2

Begitu juga dalam hal pendidikan (tarbiyah) dan sosial kemasyarakatan dalam konteks hablumminannas, karena kita sebagai makhluk sosial kita harus bisa menjalin hubungan baik dengan masyarakat lain dalam mewujudkan


(3)

masyarakat madani yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman bagi seluruh umat manusia di alam raya.

Pembentukan masyarakat madani menjadi penting mengingat secara subtansial bahwa masyarakat madani itu merupakan masyarakat yang demokratis dan beradab.3 Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluraliseme) , serta taqwa, jujur, dan taat hukum.4

Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Karena apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan.

Pendidikan sebagai sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi sejak dini yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari

3Azyumardi Azra, “Menuju Masyarakat Madani, Gagasan, Fakta dan Tantangan”, (Bandung Remaja, Rosdakarya, 1999), hlm, 5

4Masykuri Abdillah, “Islam dan Masyarakat Madani”, Koran Harian Kompas: 1999, Sabtu, 27 Februari.


(4)

adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia. Oleh karena itu peran pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan dan motivasi serta berpartisipasi secara aktif dalam meng aktualisasikan masyarakat madani.

Menurut Ibn Khaldun memandang jiwa manusia sebagai sebuah bagian integral dari realitas lainnya, pandangannya tentang jiwa manusia pada dasarnya sefaham dengan tiga teori yang berkembang saat ini seperti nativisme

yang beranggapan bahwa anak lahir membawa bakat kesanggupan dan sifat-sifat serta ketentuan-ketentuan, empirisme yang beranggapan bahwa jiwa manusia dalam keadaan kosong sejak lahir dan, konvergensi yang beranggapan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan lingkungan.5 Namun terdapat perbedaan yang mendasar dari ketiga teori tersebut, menurut Ibn Khaldun potensi manusia pada dasarnya adalah baik dan berakhlaq tauhid. Hanya dasar keimananlah yang sudah dimilikinya.6

Senada dengan ungkapan imam Al-Ghazali bahwa mendidik dalam Islam bermakna menyiapkan anak untuk dapat menciptakan sejarah yang gemilang secara dini, hal ini kembali dikutip oleh Hasan Langgulung sebagai berikut :

“Sesungguhnya cara yang digunakan untuk melatih kanak-kanak merupakan hal yang paling pentig dan utama. Kanak-kana merupakan amanah dan tanggung jawab ditangan orang tuanya, jiwanya suci murni merupakan permata mahal yang bersahaja dan bebas dari ukiran dan gambaran, dan ia bisa menerima setiap ukiran dan cenderung kepada apa yang dicenderungkan kepadanya”.7

5Ibnu Khaldun,”Muqaddimah” (cet. VI, terjemah oleh Ahmadie Thaha, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2006) hlm. 533

6Ibid, hlm, 553

7Hasan Langgulung, “Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa


(5)

Masyarakat madani berawal dari pengkaderan anak-anak yang mengukir sejarah yang bisa mencipkan peradaban yang gemilang, orang timur di saat itu dipandang sangat hebat dan lebih maju dari orang barat, sehingga banyak di antara ilmuan barat yang pergi ke timur untuk memperdalam ilmu pengetahuan di antaranya ilmu pendidikan yang sangat di butuhkan oleh manusia. Maka jika diperhatikan dengan seksama bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan manusia. Manusia sebagai makhluk hewani juga mempunyai sifat Al-Hayawaniyah seperti Al-Hissi (rasa), Al-Harakat (gerak), memerlukan Al-Gizza (makanan) dan Al-Kanni (tempat tinggal), yang bisa membedakan dengan makhluk lain karena manusia mempunyai akal fikiran. Sebagaimana ungkapan Ibn Khaldun dalam pembicaraan, yaitu :

“Manusia adalah makhluk berfikir dan itu sebagai pembeda antara dia dengan binatang, kecakapannya memperoleh penghidupan dalam kehidupan bersama dan kemampuannya mempelajari tentang Tuhan yang disembahnya serta wahyu-wahyu yang diterima para rasul-Nya, sehingga semua binatang tunduk dan berada dalm kekuasaannya. Melalui kesanggupannya untuk berfikir itulah, Tuhan mengaruniai manusia keunggulan di atas makhluk-makhluk-Nya yang lain.”8

Dengan potensi itu manusia dapat mencari kebutuhan hidup, dapat berinteraksi dengan sesamanya untuk tujuan kesejahteraan hidup bersama. Dan juga dengan potensi itu manusia dapat menerima ilmu pengetahuan dari Allah yang disampaikan oleh para Nabi kepadanya.9 Setiap manusia diberikan potensi baik dan buruk, tinggal manusia saja yang memilih dan mengikuti potensi mana yang mereka pilih, hal ini juga telah di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syam ayat 8 :















8Ibn Khaldun, “Al-Muqaddimah”,..Op.Cit, hlm, 521 9Ibn Khaldun, “Al-Muqaddimah”, (th,1930), hlm, 34


(6)

Artinya : Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.10

Berdasarkan ayat tersebut dapat di perhatikan bahwa manusia mempunyai pemikiran kepada kebaikan dan keburukan, manusia dapat berkembang dan maju lewat ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan atau manusia dapat berkembang sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sesungguhnya Allah telah membedakan manusia karena kesanggupannya berfikir, yang merupakan sumber dari segala kesempurnaan dan puncak kemuliaan,11 demikian pula bahwa pendidikan dapat melahirkan kebudayaan yang cemerlang dan masyarakat madani yang adil, makmur dan penuh ketentraman.

Secara alamiah manusia berkembang tahap demi setahap, proses tersebut berlangsung secara berkesinambungan sejak masa kandungan hingga meninggal dunia. William Stern seorang tokoh filsapat berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan juga memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan perkembangan manusia.12 Pendapat inilah yang hingga sekarang masih banyak dipercaya sebagai konsep yang diterima baik oleh para pemikir barat dan Islam, sekilas memang teori ini memiliki kelebihan yang dapat diterima dibandingkan dengan dua teori terdahulunya yaitu nativisme dan

empirisme. Sejalan dengan itu pendidikan bertujuan mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya, karena itu Ibnu Khaldun meletakkan pendidikan dalam kerangka peradaban, pendidikan merupakan bagian integral dari peradaban itu sendiri.

Peradaban sendiri adalah isi pendidikan, peradaban adalah konsekuensi logis kegiatan manusia. Melalui kemampuan berpikirnya, manusia bukan

10Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya”, Asy-Syams, Ayat, 8

11Ibn Khaldun, “Al-Muqaddimah” (Terjemahan Ahmadie Thaha, 2011), hlm, 521 12Ngalim Purwanto, “Psikologi Pendidikan”, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990) hlm, 15


(7)

hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatiannya kepada berbagai cara memperoleh makna hidup, daya tanggap olah pikir manusia dibentuk oleh lingkungan dan alam, hingga membentuk suatu sistem. Kristalisasi sistem itulah yang disebut kebudayaan.13

Oleh sebab itu pendidikan adalah sebuah proses perubahan, pembentukan generasi penerus, proses mengatasi masalah yang terjadi pada saat ini dan perencanaan masa yang akan datang, yang dapat menentukan kualitas sebuah kaum atau bangsa. Pendidikan memiliki arti penting bagi keberadaan suatu kebudayaan dan membantunya mempertahankan pandangan dunia yang dimilikinya, dengan adanya pendidikan sebuah bangsa akan tetap eksis, melalui pendidikan pula warisan budaya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai atau norma suatu kelompok sosial tertentu bisa tetap terjaga dan kelangsungan hidup mereka bisa terjamin.

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pendidikan telah memberikan sumbangan besar dalam mencerdaskan kehidupan manusia, baik skala masyarakat maupun skala berbangsa dan bernegara.14 Pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan intelektualisme yang tugas utamanya adalah menyediakan suatu forum untuk melakukan suatu analisis dan menyampaikan hasilnya dengan lugas dan kritis, masa depan Islam secara tidak langsung akan ditentukan oleh kemampuan umat Islam yang bermulai dari masyarakat.

Sejak kelahirannya, Islam memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan. Ayat-ayat dan hadits serta bukti sejarah telah memberikan sebuah keyakinan bahwa Islam memiliki perhatian yang tinggi terhadap pendidikan.15 Serta keutamaan ilmu dalam Islam yang dilakukan oleh beberapa ulama yang

13Warul Walidin, “Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun”. (Yogyakarta, Suluh Press, 2003), hlm, 85

14Abuddin Nata “ Studi Islam Komprehensif” (cet I, Kencana 2011), hlm 223 15Ibid, hlm, 223


(8)

terdahulu antara lain Al-Ghazali, Ibn Maskawaih, Ibn Sina, Al-Biruni, Ibn Khaldun dan sebagainya.16

Dengan ilmu pengetahuan juga bisa mengangkat darjat dan kemuliaan seseorang baik secara bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadilah ayat 11 :

...













































Artinya : Allah akan meninggikan darjat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.17

Berdasarkan ayat di atas bahwa Allah memberikan tempat yang mulia bagi orang-orang yang berilmu dan beriman, ini sangat jelas bahwa jika suatu masyarakat bisa terangkat darjatnya bilamana masyarakat tersebut bisa mendorong dirinya kepada kebaikan sehingga tercapai perubahan-perubahan positif yang mampu menjadi masyarakat madani,18 karena salah satu pembahasan yang paling mencolok dalam Al-Qur’an ialah masalah masyarakat, bahkan tidak berlebihan jika Al-Qur’an dikatakan sebagai kitab

16Klasifikasi ilmu dipandang penting oleh ilmuwan Muslim, bukan saja untuk men-getahui lingkup pengetahuan manusia, tetapi juga untuk melihat antar hubungan satu cabang ilmu dengan yang lainnya. Dalam klasifikasi ilmu itu akan tercermin urut-urutan ilmu dilihat dari segi kepentingannya. Mulyadhi Kartanegara, Mozaik Khazanah Islam Bunga Rampai Dari Chicago, (Jakarta :Paramadina, 2000), hlm, 117

17Cordoba, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al Mujadilah Ayat, 11

18Pada zaman Yunani terdapat negara-negara kota seperti Athena dan Sparta disebut

Sivitas Dei, suatu kota Ilahi dengan peradaban yang tinggi. Masyarakat beradab lawan dari pada masyarakat komunitas yang masih liar. Adapun masyarakat madani berasal dari bahasa Arab zaman Rasulullah saw. yang artinya juga sama dengan masyarakat kota yang sudah disentuh oleh peradaban baru (maju), lawan dari masyarakat madani adalah masyarakat atau komunitas yang masih mengembara yang disebut badawah atau pedalaman (badui).


(9)

yang banyak membahas hukum-hukum yang kerkenaan dengan masyarakat. Pandangan umum pengertian dari masyarakat itu sendiri ialah sekelompok orang, padanan katanya dalam bahasa ingris community, yang berarti sekelompok orang.19 Sebagai sebuah masyarakat (community) harus terbuka, egaliter, dan toleran atas landasan nilai-nilai etika moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.

Konsep masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep civil society,20 orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad Saw. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis cikal bakal pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.

Masyarakat ideal lebih dikenal dengan masyarakat madani (civil society)

yakni masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah setelah Hijrah ke Madinah, karakteristik masyarakat madani yang dibangun Rasulullah mempunyai kemiripan dengan masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman suku, budaya dan agama, maka pola pembangunan masyarakat madani di Indonesia di masa sekarang bisa bahkan sebaiknya menuju model masyarakat yang dibangun pada zaman Rasulullah Saw. Meskipun masyarakat madani bukan merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, apabila tantangan-tantangan baru

19Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2015

20Makna Civil Society “Masyarakat Sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja.


(10)

tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan menemui kegagalan.

Optimisme peranan pendidikan sangat diperlukan dalam menerobos konsep dasar pembaharuan pendidikan menuju masyarakat madani yang di idamkan, ini didasarkan pada bahwa manusia mempunyai potensialitas yang dapat ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Sehingga pendidikan merupakan salah satu sarana transformasi budaya, yang dapat mengubah tatanan hidup manusia lebih baik.

Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan dalam Islam mempunyai posisi yang tinggi dan penting sekali, pendidikan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Islam kerana merupakan tuntutan dan kewajiban. Dalam pandangan Islam mencari ilmu dan mengajarkannya adalah suatu kewajiban yang sangat mulia, oleh karena itu mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim.

Lebih tegas lagi Islam mewajibkan bagi setiap orang muslim dan muslimat untuk menuntut ilmu seperti dalam hadits Nabi Muhammad Saw :

ةملسم و ملسم لك ىلع ةضيرف ملعلا بلط

Artinya : Menuntut ilmu itu adalah kewajiban atas setiap orang Islam, baik laki-laki mahupun perempuan”.21

Pendidikan juga dapat memberikan solusi dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam dan sesama manusia dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis dan bahagia. Karena manusia sebagai makhluk sosial pada hakikatnya harus bermasyarakat untuk mencapai kebutuhan hidup, sebab tidak mungkin manusia bisa hidup dan menghadapi kehidupannya secara individu. Setiap orang harus tolong menolong dalam mencapai kesempurnaan, seusuai dengan ungkapan Al-Farabi :


(11)

Manusia secara fitrahnya memerlukan hidup bermasyarakat. Mereka perlu bermasyarakat untuk mewujudkan dan mencapai kemakmuran di dunia. Masyarakat yang sempurna ialah masyarakat yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebahagian (Sa‘adah) yang berada di Al-Madinah Al-Fadilah dan dinamakan masyarakat Fadilah”.22

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah Swt telah memberikan gambaran tentang masyarakat madani dalam surat Saba’ ayat 15 :





























































Artinya : “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".23

Meski Al-Qur’an tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal atau madani namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan Nabi Muhammad Rasulullah Saw

22Abu Nasr Muhammad Al-Farabi, “Ara’ Ahli Al-Madinah Al Fadilah”,(Libanon-Beirut, Dar Al-Masyariq, 2002),hlm, 117


(12)

mendirikan dan menumbuh kembangkan konsep masyarakat madani di Madinah,24

Di dalam Piagam Madinah juga tidak disebutkan bentuk Negara, yang ada hanya aturan-aturan bersama di antara komponen masyarakat Madinah untuk menjaga keamanan Madinah dari serbuan pihak luar.25 Perbincangan yang fokus pada konsep Islam mengenai sistem politik dan bentuk pemerintahan muncul belakangan pada Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyah.26

Meskipun demikian setidaknya dapat kita uraikan ada dua sejarah masyarakat madani yang pernah ada semenjak beberapa abad silam, yaitu :

1. Masyarakat Saba’ (kaum saba’), yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman, dimana keadaan masyarakatnya saat itu sesuai Al-Qur’an, mendiami suatu negeri yang baik, subur, dan nyaman. Negeri yang indah itu merupakan wujud kasih sayang Allah Swt kepada masayarakat saba’. Karena itu Allah memerintahkan masyarakat saba’ untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan dan memberikan rizki dan kebutuhan hidup mereka

2. Masyarakat Madinah setelah terjadi perjanjian Madinah (piagam madinah) antara Rasullullah Saw beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,

24Negara Madinah, persoalan penyebutan pemerintahan Nabi di Madinah sebagai Negara atau bukan, dan juga apakah bentuk perjanjian Nabi dengan masyarakat Madinah yang disebut Shahifah atau Piagam Madinah itu sebagai konstitusi atau bukan masih dalam perdebatan. Ahmad Baso, Civil Society Versus Masyarakat Madani: “Arkeologi Pemikiran Civil Society Dalam Islam Indonesia”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm, 331-351.

25Aksin Wijaya, “Hidup Beragama Dalam Sorotan Piagam Madinah dan UUD 1945”, (Ponorogo: STAIN Press, 2009), hlm, 23

26Masykuri Abdullah, “Negara Ideal Menurut Islam dan Implementasinya Pada Masa

Kini”, dalam (Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus: Editor) Islam, “Negara dan Civil Society,


(13)

menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi dan undang-undang, menjadikan Rasullullah Saw sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.27

Dalam pandangan Ibn Khaldun sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Muqaddimah sebagai salah satu karya terbesarnya menjelaskan bahwa ciri-ciri masyarakat modern itu sudah lama ada sebelum revolusi eropa, pada abad pertengahan Islam sudah terlebih dahulu lebih maju dari eropa. Ibnu Khaldun sendiri telah membahas dan memperkenalkan terkait dengan beberapa konsep penting tentang sosiologi dan kemasyarakatan yang ideal. Namun beliau tidak hanya menjelaskan tentang sosiologi kemasyarakatan saja akan tetapi beliau mengemukakan betapa pentingnya masalah pendidikan dalam membangun masyarakat yang ideal.28

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim di zaman Rasulullah yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada

27Islam tidak mengharuskan adanya lembaga bernama negara dalam mendakwahkan Islam, tetapi Islam juga tidak menolak adanya negara. Karena itu, Islam tidak menetapkan bentuk negara tertentu. Islam menghargai bentuk negara apapun selama Islam diberi ruang untuk eksis, apalagi tanpa negara pun, Islam bisa didakwahkan secara kultural, sebagaimana dakwah Nabi di Makkah dan dakwah melalui para pedagang yang masuk ke Nusantara diantaranya dakwah Sunan Kalijaga dan Muhammadiyah serta NU di Indonesia.


(14)

masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

Sedangkan menurut Said Aqil Siraj menjelaskan piagam madinah pada tahun 622 H.29 Piagam ini dari Nabi Muhammad Saw, berlaku bagi kaum mukminin dan muslimin dari kaum Qurays dan Yasrib serta kelompok-kelompok yang turut bekerja sama dan berjuang bersama-sama mereka, yang berbunyi sebagai berikut:

1. Bahwa mereka adalah bangsa yang satu dari umat manusia

2. Golongan migran (kaum muhajirin) kaum Qurays sesuai adat kebiasaan mereka, saling membahu mebayar diat di kalangan mereka, serta membayar tebusan tawanan secara baik dan adil di antara mukimin

3. Bani ‘Auf sesuai adat kebiasaan mereka, saling membahu mebayar diat di kalangan mereka sebagaimana semula, serta setiap kelompok mebayar tebusan tawanan secara baik dan adil di kalangan mukmin

4. Bani Sa’idah, bani Harits, bani Jusyam, bani Najjar, bani Amr ibn ‘Auf, bani Nabit, bani ‘Aus sesuai dengan ada kebiasaan mereka, saling membahu mebayar diat di kalangan mereka sebagaimana semula,serta setiap kelompok mebayar tebusan tawanan secara baik dan adil di kalangan mukmin

5. Orang-orang beriman tidak boleh membiarkan orang yang tengh bert mennggung utng di kalangan mereka, tetapi hendaknya membantu secara baik penyelesaian diat atau tebusan

6. Seorang beriman tidak diperkenankan membuat persekutuan dengan orang beriman lain tanpa melalui pemufakatan darinya

29Masyhur Effendi dan Taufani S. Evandri, “ HAM, Dalam Dinamika/Dimensi Hukum,


(15)

7. Orang-orang beriman berkomitmen pada keimanannya (takwa)harus menentang orang yang di antara mereka menuntut secara zalim, jahat, melakukan permusuhan, atau kerusakan di kalangan orang-orang beriman, kekuatan mereka bersama-sama melawannya, sungguhpun dia anak salah seorang mereka

8. Orang beriman tidak boleh membunuh orang beriman lainnya karena membunuh orang kafir, ia juga tidak boleh membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman

9. Perlindungan Allah itu satu, yaitu terhadap tentangga dekat mereka, orang-orang beriman saling membantu sesame mereka

10. Orang-orang Yahudi beserta pemeluknya berhak mendapatkan pertolongan dan santunan, sepanjang tidak berbuat zalim atau menentang komitmen

11. Perdamaian orng-orang berimn adalah satu. Seorang di antara mereka tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta yang lainnya di dalam suatu pertempuran (jihad) fi sabilillah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka

12. Setiap pasukan yang berperang dalam barisan kita harus saling bekerja sama

13. Orang beriman mebalas pembunuh orang beriman lain dalam pertempuran fi sabilillah. Orang-orang beriman yang selalu berkomitmen pada keimanannya (takwa) berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus 14. Bahwasanya prang musyrik di Madinah di larang melindungi harta dan

jiwa orang musyrik Qurays serta tidak boleh bercampur tangan melawan orang-orang beriman


(16)

15. Bahwasanya, siapa saja yang membunuh orang beriman dengn cukup bukti atas perbuatannya harus di hukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Semua orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya

16. Bahwasanya, tidak diperkenankan bagi orang beriman yang melegitimasi piagam ini serta beriman kepada Allah dan hari akhir untuk membantu pembunuh dan member tempat kediaman kepadanya. Siapa yang member bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagai pelanggar itu, akan mendpat kutukan dn kemurkaan Allah di hari akhirat disertai penolakan atas penyesalan dan tebusannya

17. Apabila kamu sekalian berselisih tentang suatu perkara, penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah swt dan Nabi Muhammad saw

18. Yahudi bersama-sama orang mukmin saling memikul biaya perperangan 19. Yahudi dan bani ‘Auf sebangsa dengan orang-orang beriman. Bagi

Yahudi agama mereka, bagi muslim juga demikian. Kebebasan semacam ini juga bagi para pengikut mereka, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian yang akan merusak diri dan keluarganya

20. Yahudi dan bani Najjar, Harits, Sa’idah, Jusyam, Aus dan Sa’labah juga diperlakukan sebagaimana Bani ‘Auf, kecuali mereka yang zalim dan khianat, maka hukumannya hanya berlaku bagi dirinya serta keluarganya 21. Etnis Jafnah dari Sa’labah dieprlakukan sama dengan Bani Sa’labah 22. Bani Suthaibah diperlakukan sama dengan Bani ‘Auf. Kebaikan itu tidak

sama dengan kejahatan


(17)

24. Kerabat Yahudi di luar Madinah diperlakukan sama seperti mereka di Madinah

25. Bahwa tidak seorangpun dibenarkan keluar untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad Saw. Ia tidak boleh dihalangi menuntut balas atau luka yang dibuat orang lain. Siapa yang berbuat jahat(membunuh) balasan kejahatan itu menimpa diri dan keluarga, terkecuali ia teraniaya. Sungguh Allah telah membenarkan ketentuan ini

26. Orang yahudi dan Islam saling membantu menghadapi musuh masyarakat dalam piagam ini. Mereka saling member I saran/nasehat serta memenuhi janji lawan. Seseorang tidak menanggung hukuman atas kesalahan sekutunya, sehingga pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya

27. Orang yahudi dan Islam saling memikul biaya dalam perperangan

28. Kota Yatsrib(madinah) merupakan tanah haram (tanah suci yang dihormati) bagi warga di bawah panji piagam madinah

29. Jaminan hanya bisa diberikan atas izin ahlinya

30. Orang yang mendapatkan jaminan diperlukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan berkhianat

31. Jika terdapat perselisihan di antara komponen pengikut piagam ini yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah Swt dan Muhammad Saw. Allah tuhan yang memelihara piagam madinah

32. Bahwa tidak ada jaminan bagi kaum Qurays Makkah beserta pengikutnya 33. Para pendukung piagam inisaling membantu dalam menghadapi


(18)

34. Jika para pendukung piagam ini tidak di ajak damai, kemudian memenuhi perdamaian serta melaksanakannya, maka perdamaian itu harus di junjung tinggi. Karena itu, jika orangorang beriman di ajak damai seperti itu, wajib dipenuhi, terkecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib menunaikan tugas dan kewajiban masing-masing

35. Yahudi bani Aus beserta pengikutnya memiliki hak dna kewajiban seperti komponen lain pendukung piagam ini. Kebaikan itu tidak sama dengan kejahatan. Setiap orang bertanggung jawab atas tindakannya. Allah membenarkan dan memandang baik atas piagam ini

36. Piagam ini tidak diproyeksikan untuk membela orang yang zalim dan khianat. Semua orang bisa berpergian(keluar rumah) secara aman serta berdomisili di kota Yatsrib (madinah) secara damai pula. Hal ini terkecuali bagi mereka yang zalim dan khianat. Allah lah pelindung orang yang berbuat kebjikan dan takwa.

Masyarakat muslim awal adalah masyarakat yang terbaik (khaira ummah) karena sifat-sifat yang melekat pada diri mereka, mereka tidak bosan-bosan menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang dari perihal yang mungkar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 110 :






































































(19)

Artinya : “ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”30

Ayat tersebut menerangkan dari masyarakat yang mempunyai kesadaran etis sehingga mampu mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap berlakunya nilai-nilai peradaban yang bersumber kepada Al-Qur’an. Hal ini sudah pernah di wujudkan oleh Nabi Muhammad Saw selama sepuluh tahun di kota Madinah, yang adil, terbuka, demokratis berlandaskan taqwa kepada Allah Swt dan taat pada ajaran-ajaranNya.31

Dalam hal ini, terdapat kata kunci yang bisa menghampiri kita pada konsep masyarakat madani (civil society), yakni kata “ummah” dan “madinah”. “Ummah” dalam bahasa arab menunjukan pengertian komunitas keagamaan tertentu, yaitu komunitas yang mempunyai keyakinan keagamaan yang sama. Secara umum, seperti disyaratkan Al-Qur’an, “ummah” menunjukan suatu komunitas yang mempunyai basis solidaritas tertentu atas dasar komitmen keagamaan, etnis, dan moralitas.32

Konsep “ummah” mengundang konotasi sosial, ketimbang konotasi politik. Istilah-istilah yang sering dipahami sebagai cita-cita sosial Islam dan memiliki konotasi politik adalah “khilafah”,“dawlah”, dan “hukumah”. Kata “ummah” disebut sebanyak 45 kali dalam Al-Qur’am. Baik dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk jamak. Penyebutan Al-Qur’an dan juga hadis

30Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya”,..hlm, 64

31Akram Dhiyauddin Umari, “Masyarakat Madani Tinjauan Historis Zaman Nabi”, (Gema Insani Press, Jakarta : 1999), hlm, 68

32M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Logos, Jakarta: 2002), hlm, 10


(20)

menunjukan masyarakat madani. Sebagai masyarakat madani, konsep umat Islam ditegaskan atas dasar solidaritas keagamaan dan merupakan manifestasi dari keprihatinan moral terhadap eksistensi dan kelestarian masyarakat yang berorientasi kepada nilai-nilai Islam.33

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang sejalan dengan petunjuk Allah Swt, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya surat Ali Imran 105.34 Adapun cara pelaksanaan amar ma ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan‟

hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam Surat An-Nahl 125.35

Dalam rangka membangun masyarakat madani modern, meneladani Nabi Saw bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Terjadinya pro dan kontra terhadap pengistilahan civi society dan masyaraka madani merupakan hal yang menarik untuk dibahas sebagai landasan dalam penlitian ini, hal ini dapat digunakan untuk menentukan keobyekan konsep masyarakat madani.

Sementara tokoh yang sepakat terhadap padanan civil society dengan masyarakat madani adalah Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan Bachtiar Efendi serta umumnya pemikir yang mempunyai latar belakang pendidikan ke-islaman modernitas-sekularis semisal Buya Syafi’i Ma’arif, Komaruddin

33Ibid, hlm, 96

34Cordoba, op.cit, hlm, 63 35Ibid, hlm, 281


(21)

Hidayat, bahkan Amien Rais dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa, tuna-kuasa dan demokratisasi kekuasaan mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia.36

Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas dan pilar tersebut yang menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani, pilar tersebut adalah lembaga swadaya masyarakat, hukum, politik dan lembaga pendidikan perguruan tinggi. Institusi pendidikan sebagai sala satu sarana untuk mencari ilmu, karena sangat pentinganya ilmu sebagai mengangkat darjat manusia itu sendiri dari keterpurukan dan keterbelakangan. Seharusnya manusia bisa menjadikan ilmu suatu hal yang sangat berharga dan temeng dalam kehidupan, dengan ilmu manusia bisa menggapai segala segala-galanya, dengan ilmu manusia bisa meraih apa yang di cita-citakan, dengan ilmu manusia mampu membentuk komunitas masyarakat yang tentram, damai dan berkeadilan serta berkemajuan. Pada saat ini banyak masyarakat mendambakan suatu perubahan dalam semua aspek kehidupan, kehidupan yang memiliki suatu komunitas kemandirian aktifitas warga masyarakat yang berkembang sesuai dengan fotensi budaya, adat istiadat dan agama yang melekat pada diri. Dengan mewujudkan dan memberlakukan nila-nilai keadilan, kesetaraan, penegakan

36Pandangan kontras yang diwakili oleh Hikam dengan karyanya Demokrasi dan Civil

Society dan tokoh lain yang memiliki latar belakang pendidikan tradisionalis-sekularis. Sedangkan tokoh pro diwakili oleh Nurcholish Madjid, dalam karyanya Cita-Cita Politik Era Reformasi : Menuju Masyarakat Madani dan Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi. Dawam Raharjo dalam karyanya Masyarakat Madani di Indonesia : Sebuah Panjajahan Awal Masyarakat Madani: Agama Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Bahtiar Effendi dalam karyanya

Wawasan Al-Qur’an Tentang Masyarakat Madani, Menuju Terbentuknya Negara Bangsa yang Modern. Dan Amien Rais dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa, tuna – kuasa, dan demokratisasi kekuasaan yang sangat mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia dan umumnya pemikiran yang memiliki latar belakang pendidikan ke Islaman, modernis-sekularis seperti Buya Syafi’I Ma’arif kemudian Komaruddin Hidayat dan sebagainya. Lihat bukunya Nurcholish Madjid, “Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani.” Cet I, hlm, 80-81


(22)

hukum dan perlindungan hak manusia. Kondisi masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi dan sosialisasi, apabila konsep ini di terapkan perlu langkah-langah yang kongkrit dan sistematis yang dapat merubah paradigm kebiasaan dan pola hidup masyarakat. Sektor pendidikan memiliki peran penting yang strategis dalam membangun masyarakat madani, pendidikan senantiasa menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat.

Oleh karena itu peran pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan motovasi serta partisipasi secara aktif dalam mewujudkan masyarakat madani. Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk karakter pribadi manusia itu sendiri menurut ukuran normatif, namun di sisi lain proses pendidikan tidak hanya terjadi pada institusi-institusi saja namun dipengaruhi oleh faktor keluarga dan masyarakat luas dimana mereka tinggal atau disebut juga dengan istilah tripusat pendidikan.37 Peran pendidikan sangat besar dalam menanamkan nila-nilai mulia suatu masyarakat menuju terwujudkanya masyarakat madani. Oleh karena itu perlu di kaji apakah pendidikan sekarang sudah memperhatikan dan mampu membangun serta mewujudkan masyarakat madani (civil society) yang diharapkan bagi seluruh umat manusia.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mebahas permasalahan tersebut dengan judul : Peran Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Masyarakat Madani Berbasis Al-Qur'an

B. Identifikasi Masalah

Uraian dari latar belakang masalah di atas menjelaskan pandangan tentang seputar Pemikiran ibn Khaldun mengenai Peranan Pendidikan Islam

37Tujuan pendidikan nasional berdasarkan UUD 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yme, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yag demoktratis serta bertanggung jawab.


(23)

dan pola membangun sebuah masyarakat madani menurut perspektif Al-Qur’an. Berbagai macam karya yang membahas terkait dengan peranan pemikiran Ibn Khaldun mengenai sosial kemasyarakatan yang mampu memberikan pengertian yang multiperspektif, holistik dan komprehensif tentang masyarakat madani yang didukung data ilmiah. Maka dalah penelitian ini dapat di kemukakan beberapa permasalahan yang teridentifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana diskursus seputar pendidikan Islam perspektif pemikiran ibnu Khaldun?

2. Sejauh mana aspek kemasyarakatan bisa mempengaruhi proses pendidikan Islam?

3. Bagaimana konsep masyarakat madani menurut Al-Qur’an?

4. Bagaimana konsep pendidikan Islam dalam membangun masyarakat madani?

5. Bagaimana konsep masyarakat madani menurut Al-Qur’an? 6. Bagaimana pendidikan Islam dalam masyarakat madani? 7. Seperti apa karakteristik masyarakat madani?

8. Apakah ada hubungan pendidikan terhadap pembangunan masyarakat madani?

C. Pembatasan Masalah

Hasil dari identifikasi permasalahan yang sudah di identifikasi merupakan hal yang menjadi fokus dan kajian penelitian yang menjadi suatu batasan dalam peran pendidikan Islam dalam pembentukan masyarakat madani perspektif Al-Qur’an, bagaiman pentingnya pendidikan dalam membangun


(24)

suatu masyarakat madani, yang adil, makmur dan berkemajuan serta demokratis. Dari identifikasi masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka penelitian ini dapat dibatasi kepada beberapa masalah, yaitu ; Perdebatan seputar tentang konsep masyaraat madani menurut para ahli, Langkah-langkah Strategis Pembentukan Masyarakat Madani dalam Perspektif Al-Qur’an, Karakteristik Masyarakat Madani dalam Persepektif Al-Qur’an, Aspek-aspek Kemasyarakatan yang Mempengaruhi Proses Pendidikan Islam, Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani, Pengembangan Masyarakat Madani dalam Perspektif Al-Qur’an.

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka peneliti akan menyajikan permasalahan yang terkait dengan pembahasan mengenai Peran Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani Berbasis Al-Qur’an yang akan menjadi titik tolak dalam disertasi ini, adapun rumusan masalah yaitu ; Bagaimana Peran Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani dalam Pandangan Al-Qur’an?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Selain menjawab rumusan masalah, penelitian ini diharapkan memiliki konstribusi yang tidak hanya bersifat akademik, namun memiliki implikasi yang luas untuk dijadikan rujukan bagi seluruh akademisi maupun masyarakat umum. Adapaun tujuan dan manfaat penelitian ini di antara lain:

1. Tujuan Penelitian

Secara akademis penelitian ini bertujuan sebagai berikut ; Untuk mengetahui kandungan makna Al-Qur’an khususnya yang terkait dengan Peran Pendidikan dalam membentuk masyarakat madani perspektif Al-Qur’an.


(25)

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan/peningkatan mutu pendidikan khususnya mengenai Peran Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani Perspektif Al-Qur’an.

a. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat meperkaya khazanah kelimuan, mengenai peran pendidikan Islam dalam pembentukan masyarakat madani perspektif Al-Qur’an

b. Manfaat praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka penyusunan kebijakan dan operasional pendidikan Islam, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dengan penguatan tata kelola dan pencitraan publik dalam pengembangan lembaga dan sistem pendidikan alternatif.

F. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu

Sepanjang pengetahuan peneliti, ada beberapa sarjana atau individu yang telah melakukan kajian dan penelitian tentang peran pendidikan terkait dengan masyarakat madani, pembahasan tentang masyarakat madani (civil society) dalam khazanah keilmuan di Indonesia cukup banyak, hal ini cukup logis karena bagaimanapun juga masyarakat madani (civil society) yang berarti juga merupakan penguatan masyarakat sipil dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai aspek memang menjadi tuntutan normatif bagi setiap orang yang memang mempunyai hak-hak individu, kelompok dan bermasyarakat (negara).

Dalam sejumlah tulisan yang ada itu, peneliti belum menemukaan satu karya pun yang secara spesifik membahas peran pendidikan Islam dalam membentuk masyarakat Islam yang madani dalam perspektif Al-Qur’an. Namun sebagai bahan tinjauan penelitian terdahulu ada beberapa literatur yang


(26)

peneliti ambil dari berupa disertasi, tesis dan selebihnya berupa jurnal, artikel atau makalah.

Sebagian besar fokus kajian tentang tokoh-tokoh dan fikiran-fikiran yang dapat dijumpai dalam beberapa tulisan yang tersebar dalam berbagai karya literatur ilmiah tentang pemikiran kontemporer Islam, di antara lain sebagai berikut ;

1. Penelitian saudara Sahrul Reza di Universitas Sains Malaysia, tahun 2008 yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Menurut Pemikiran Ibn Khaldun: Suatu Kajian Terhadap Elemen-Elemen Kemasyarakatan Islam”. Dalam penelitianya menjelaskan bahwa Ibn Khaldun bukan saja seorang ahli filsafat akan tetapi juga pencetus ilmu kemasyarakatan dan sumbangannya sangat besar dalam berbagai bidang keilmuan sehingga sampai saat hari ini. Ibn Khaldun cenderung dalam melakukan kajian tentang masyarakat dan beliau telah meletakkan kaidah-kaidah ilmu ini sebagai asas awal dalam penulisan sejarah masakini. Beliau merangkumkan pemikirannya tentang kemasyarakatan dalam bukunya yaitu : Al-Muqaddimah. Selain dari itu Ibn Khaldun juga telah berhasil membangunkan teori-teori pendidikan dalam karyanya yang sama. Dalam Penelitian ini dikhususkan pembahasannya kepada konsep pendidikan Islam dan elemen-elemen kemasyarakatan berdasarkan pemikiran Ibn Khaldun. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan Islam menurut pemikiran Ibn Khaldun yang sesuai sehingga dapat diterapkan dalam masyarakat sekarang, di samping tidak mengetepikan elemen-elemen kemasyarakatan yang utama berdasarkan pemikiran beliau. Perhatian akan diberikan kepada aspek-aspek kemasyarakatan seperti: aspek sejarah, budaya, lingkungan, dan tamadun. Ibn Khaldun menyarankan supaya pendidikan yang bermartabat dan bermatlamat tinggi haruslah memerhatikan elemen-elemen kemasyarakatan dalam proses pembelajaran dan pengajaran, baik manusia sebagai anggota masyarakat yang cenderung kepada perkembangan dan


(27)

perubahan serta masyarakat yang selalu siap dengan perbedaan sesama mereka, karena ini akan menjadi sarana pendukung dalam dunia pendidikan. Ibn Khaldun hendaklah dapat dijadikan contoh teladan yang dapat diikuti jejaknya oleh kalangan yang ingin mengembangkan wawasan pengetahuannya. Apalagi beliau dianggap sebagai salah seorang pengagas ilmu kemasyarakatan yang hebat.

2. Jurnal saudara Mohd Roslan Mohd Nor Hadhari II Institut Of Islam Hadhari Malaysia, tahun 2010 yang berjudul “Meneladani Sejarah Umat Islam Dalam Membentuk Masyarakat Hadhari Yang Gemilang Abad Ke 21” (Taking Lessons of Muslims History in Shaping Excellent Hadhari Community of the 21st Century). Dalam jurnal ini dapat disimpulkan bahwa kegemilangan umat Islam sepanjang sejarah ketamadunan, kejatuhan dan bagaimana ia harus bangkit kembali. Islam pernah di saat kegemilangannya menguasai pelbagai wilayah termasuk Eropa, Afrika dan Asia. Kemasukan Islam ke Andalus sebagai contoh, telah membuka ruang kepada kecemerlangan tamadun Barat hari ini. Banyak ilmu-ilmu hasil penemuan orang Islam dikembangkan di Barat. Namun sudah hampir satu abad kejatuhan kerajaan Islam terakhir, Turki Utsmaniyyah, kegemilangan Islam hanya tersemat pada bahan-bahan bacaan saja tanpa dapat dilihat dengan fisik. Umat Islam seharusnya belajar dari sejarah lalu untuk kembali bangkit mencorak kehidupan dunia. Dalam konteks Malaysia, penulis menganggap dokongan kerajaan untuk membentuk masyarakat gemilang melalui pendekatan Hadhari harus dilihat sebagai sesuatu yang positif untuk mengembalikan kegemilangan silam. Jurnal ini merujuk kepada beberapa penulisan sarjana dalam mewacanakan Hadhari dan ia mencoba membentuk beberapa gagasan baru sebagai pemerkasaan dalam memugar kegemilangan umat. Pada umumnya, tamadun manusia telah wujud semenjak Nabi Adam As diciptakan oleh Allah Swt Perkara utama yang diberikan kepada Nabi Adam adalah ilmu pengetahuan yang tidak dapat ditandingi oleh ilmu para malaikat (al-Baqarah 2: 31-32). Ilmu inilah


(28)

asas kecemerlangan ummah dan paksi kepada kekuatan Islam. Pada zaman Nabi Muhammad Saw, satu ciri terpenting pembinaan tamadun manusia yang dicapai ketika itu ialah pembentukan Madinah sebagai pusat ilmu (Sabri Mohamad Sharif 2008) dan elemen perpaduan antara kaum yang wujud secara praktikal. Sejarah Islam memperlihatkan Madinah telah menjadi satu pusat yang penting dalam penyebaran ilmu ke segenap pelusuk yang boleh dicapai ketika itu. Ini termasuklah ke segenap daerah al-Jazirah, al-Sham, Iraq, Euthopia dan Mesir. Dari aspek perpaduan, ia dapat dilihat ketika mana Nabi Muhammad s.a.w membuat satu perjanjian yang dikenali sebagai Piagam Madinah dalam mendirikan sebuah negara yang menjadi pelindung kepada rakyat. Piagam yang mengandung 47 Fasal tersebut diiktiraf sebagai model bertulis yang pertama wujud dalam dunia (Hamidullah 1975). Kandungan piagam tersebut secara ringkas adalah seperti berikut (Abdul Rahman Abdullah 2007):

a. Kaum Yahudi hendaklah hidup berdamai dengan kaum Muslimin, kedua belah pihak bebas mengamalkan ajaran masing-masing.

b. Kaum Muslimin dan Yahudi wajib mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dan bekerjasama melawan sesiapa sahaja yang memerangi mereka.

c. Perdamaian dengan pihak lain hendaklah mendapat persetujuan kedua-dua belah pihak.

d. Sesiapa yang tinggal di luar kota Madinah akan dilindungi kecuali orang yang zalim dan bersalah.

e. Sekiranya timbul perselisihan antara kaum Yahudi dan Muslim maka penyelesaiannya hendaklah dirujuk kepada Allah (Al-Kitab) dan Rasul di mana Rasulullah Saw adalah pemimpin umum penduduk Madinah.


(29)

Berdasarkan kepada sirah ini, dapat disimpulkan bahawa elemen ilmu merupakan dasar kepada pembinaan masyarakat yang bertamadun. Manakala perpaduan antara kaum adalah manifestasi daripada kejayaan negara Islam Madinah dalam memberi perlindungan kepada semua rakyat tidak kira agama, bangsa mahupun warna kulit. Praktik para anbiya’ ini menjadi dorongan dan contoh kepada umat Islam untuk terus mencetuskan tamadun yang gemilang seperti saat penguasaan Islam terhadap wilayah-wilayah dunia di timur dan barat.

3. Publikasi jurnal saudara Andik Wahyun Muqoyyidin, Al-Banjary Vol. 13 no.I Januari 2014 “ Masyarakat Islam Ideal dalam Konsepsi Filsafat Pendidikan Islam”. Kesimpulan dalam penemuannya ialah : Kerangka-kerangka normatif dan teoritis tentang masyarakat Islam ideal seyogyanya menjadi bahan bagi pengembangan masyarakat ke depan yang diupayakan pendidikan Islam melalui kajian filsafat pendidikan Islam. Meski pergulatan wacana keilmuan sepanjang sejarah manusia menunjukkan bahwa ide tentang masyarakat ideal merupakan wacana yang perennial, hal tersebut mesti dipahami lahir dari filosofi dan konteks sosio-historis yang berbeda. Konsepsi masyarakat madani (civil society) harus dicermati dengan segenap potensi sekaligus keterbatasannya. Hal ini penting di dalam kerangka memformulasikan teori sekaligus operasionalisasi pendidikan Islam yang tepat dan relevan dengan kebutuhan umat Islam pada kondisi masyarakat tersebut. Karenanya upaya rekonstruksi filsafat pendidikan Islam dengan lebih mengorientasikan penguatan pandangan-pandangan kemanusiaan baik dari dimensi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya, merupakan keniscayaan yang mesti menjadi

concern utama para pemerhati dan praktisi pendidikan Islam.

4. Skripsi saudara Istiqomah NIM : 000410001 yang berjudul “ Konsep Masyarakat Madani dan Implikasinya Bagi Pengembangan Pendidikan Islam ( Studi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid)”. Hasil penemuan dari peneletian ini menyimpulkan sebagai berikut : dari kaji-kajian yang


(30)

komprehensif, kritis dan analisis terhadap karakteristik terhadap konsepsi masyarakat madani menurut Nurcholish Madjid, yakni ; dengan menggunakan metode content analysis ditemukan makna konsep masyarakat madani beserta prinsip-prinsip yang signifikan dalam perspektif ke Indonesiaan. Secara garis besar Nurcholish Madjid mengemukakan bahwa konsep masyarakat madani serta problematika yang muncul, maka dapatkan ditarik kesimpulan:

1) Pemikiran filosofis Nurcholish Madjid tentang konsep masyarakat madani adalah sebuah tipologi masyarakat yang dibangun berdasar pada keadilan, keterbukaan dan demokratis dengan landasan taqwa kepada Allah Swt dalam arti semanagt ke-Tuhanan Yang Maha Esa, ditambah dengan nila-nilai sosial yang luhur, seperti toleransi (tawassuth), demokrasi, dan pluralism adalah ikatan keadaan (bond of civility. Masyarakat yang ditawarkan adalah konsep masyarakat yang mengambil jalan tengah yang perpaduan antara peradaban Barat dengan khazanah kebudayaan klasik yang dimilki oleh Islam.

2) Impilkasi dari konsep masyarakat madani yang di tawarkan dalam mengembangkan pendidikan Islam, adalah sebuah model pendidikan yang berada dalam suasana demokratis, mengakui adanya pluralitas dan menjunjung tinggi sikap toleransi, kemudian mengembangkan model pendidikan dengan memadukan unsure-unsur keislaman namun tidak bisa di lepaskan dari aspek budaya dan sejarah masa klasik Islam yang dibangun pada masa Nabi Saw dan para sahabat


(31)

Untuk mengungkapkan permasalahan penelitian ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (library research),38 yaitu menelaah dan

mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 1. Pendekatan Penelitian

Secara metodologis penelitian ini dilihat dari sumbernya merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan pendekatan kualitatif,39 Adapun tujuan penelitianya adalah penelitian eksploratif yaitu penelitian yang bertjuan untuk menemukan ide-ide baru yang cukup aktual dalam kerangka penemuan teori baru, yakni buku-buku yang berkaitan tentang peran pendidikan dalam membentuk masyarakat madani dalam Al-Qur’an.40

Dengan demikian penelitian ini termasuk studi tentang pemikiran yang bersifat filosofis. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis (philosopycal approach).41 Pendekatan filosofis pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang ada di balik obyek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas atau inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah.42

Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula

38Pengertian Library Research adalah Suatu cara memperoleh data dengan mempelajari buku-buku di perpustakaan yang merupakan hasil dari para peneliti terdahulu.

39Noeng Muhajir, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Rake Sarasin : Yogyakarta,

1992), hlm, 83

40Jujun S. Suria Sumantri, salah satu obyek penelitian itu adalah ide yang merupakan gagasan manusia Gagasan manusia itu meliputi antara lain filsafat, etika, estetika dan teori ilmiah. M. Deden Riwan (ed.), “Tradisi Baru Penelitian Agama Islam”, (Cet. Ke-I. Bandung: Nuansa, 2001), hlm, 75-76.

41Imam Suprayogo dan Tobroni, “Metodologi Penelitian Sosial-Agama”. (Cet. Ke-I. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm, 45.

42Abuddin Nata, “Metodologi Studi Islam”, ((Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), hlm, 42-43


(32)

menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya.43 Pendekatan filosofis juga dapat digunakan untuk mengkaji struktur ide-ide dasar (fundamental Ideas) yang dirumuskan pemikir.44 Dengan demikian secara umum dapat diidentifikasi bahwa penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupaya mengkaji ide-ide atau gagasan pemikiran terkait konsep masyarakat madani.45

2. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka proses pengolahan datanya juga disesuaikan dengan konstruksi danalur penelitiian tersebut, dengan menelaah bahan-bahan berupa referensi pustaka sebagai data utama dalam penelitian ini. Sedangkan analisis data penelitian menurut Lexy J Moloeng adalah proses menyusun, mengkategorisasikan data, mencari pola atau tema dengan maksud untuk memahami maknanya.46 Sedangkan Bogdan dan Bliken menjelaskan bahwa analisis data melibatkan pengerjaan organisasi data, pemilahan menjadi satuan-satuan tertentu, sintetis data, pelacakan pola, penemuan hal-hal yang penting dan dipelajari, dan penentuan apa yang harus dilakukan kepada orang lain.47 Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sepanjang penelitian itu berlangsung, dan tidak hanya setelah pengumpulan data.

43Ibid, hlm, 45

44Anton Baker dan Ahmad Charis Zubair, “Metodologi Penelitian Filsafat”, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), hlm, 63-65

45Noeng Muhdjir, ‘’Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002).hlm, 12. Lihat juga Sutrisno Hadi, “Metodologi Research”,( Jilid I, Yogyakarta, Andi Offset, 1987), hlm. 9

46Lexy J Moloeng, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung : Remaja Karya, 1989), hlm. 4-8

47Bogdan, and Bliken, “Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory


(33)

Pelaksanaan metode deskriptif ini tidak terbatas hanya pada pengumpulan dan penyusunan data, tapi meliputi analisa, dan interpretasi tentang arti data itu.48 Dengan begitu analisis data bisa dianggap sebagai proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan kepada orang lain.49

Secara operasional penelitian ini menerapkan beberapa metode analisis data. Pertama, metode analisis data deskriptif. Penggunaan metode analisis data deskriptif dimaksudkan untuk menganalisis semua pemikiran para mufasir tentang masyarakat madani sebagai dasar-dasar filosofis pendidikan Islam. Kedua, metode analisis data hermeunetik, atau metode pemahaman dan penafsiran. Hermeunetika pada dasarnya adalah suatu metode atau cara untuk menafsirkan “simbol”, berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya, dimana metode hermeunetik ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang.50

Carl Braathen, lebih jauh menjelaskan bahwa hermeunetika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kataatau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna secara nyata di masa kini, di mana di dalamnya sekaligus terkandung aturan-aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam penafsiran dan asumsiasumsi

48Winarno Surakhmad, “Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik”, (Bandung: Tarsito, 1990), hlm. 139. lebih jauh analisa data kualitatif dapat mengunakan analisa domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, analisis tema kultural, lihat Sugiono,

“Memahami Penelitian Kualitatif”, (Bandung: CV Alvabeta, 2007) hlm. 102.

49Imran Arifin, “Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan”, (Malang : Kalimasada, 1996), hlm. 84

50Sudarto, “Metodologi Penelitian Filsafat”, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 85


(34)

metodologis dari aktivitas pemahaman.51 Komarudin Hidayat mengingatkan bahwa hermeunetika sebagai sebuah metode penafsiran, tidak hanya memandang teks dan berusaha menyelami kandungan makna literalnya. Lebih dari itu, hermeunetika berusaha menggali makna dengan mempertimbangkan horizon-horison yang melingkupi teks tersebut. Horison yang dimaksud adalah horizon teks, horizon pengarang dan horizon pembaca.52

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data pertama yaitu sumber data primer, data primer dalam disertasi ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki kesamaan tema seputar peran Pendididkan dalam Membentuk Masyarakat Madani. Ayat-ayat tersebut ditafsirkan dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir Al-Qur’an dari latar belakang masa, mazhab dan corak yang berbeda. Sementara untuk redaksi hadis, penulis mengutamakan mengutipnya dari

Kutub Al-Sittah. Dari beberapa kitab tafsir sebagai representator dari tafsir masa klasik dan modern. Kitab tafsir klasik yang dijadikan rujukan adalah kitab tafsir karangan: Al-Thabari (W.310 H), dan Ibnu Katsir (W.774 H). Untuk kategori tafsir modern yaitu: Al-Maraghi (L.1881 M), Al -Rashid Ridha, dan Syekh Al-Sya‘rawi. Sedangkan untuk tafsir dari Indonesia, dipilih tafsir Al-Misbah karangan Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Azhar karya Hamka.

Sementara untuk rujukan kita hadits kitab Al-Sittah yaitu Imam Bukhari , Muslim , Tirmidzi , Nasa’i , Abi Daud , Ibnu Majah. Selain menggunakan literatur hadis dalam bentuk buku, penulis juga menggunakan Maktabah Al-Syamilah dan Ebook PDF.

51Farid Esack,” Liberation And Pluralism”, (Oxford One World, 1997), hlm. 61

52Komaruddin Hidayat, “Memahami Bahasa Agama”, (Jakarta : Paramadina, 1996), hlm. 161


(35)

Sedangkan sumber yang kedua yaitu data sekunder terdiri dari buku-buku tesis, disertasi, hasil symposium, dokumentasi, seminar terkait dengan penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini diklasifikasikan dalam enam bab yang disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan. Bab ini akan menguraikan tentang pendahuluan yang meliputi. Latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Diskursus Seputar Pendidikan Islam yang meliputi. Konsep pendidikan Islam ; pengantar pendidikan Islam, defenisi pendidikan Islam. Sumber pendidikan Islam ; pengertian pendidikan menurut para ahli, pengertian pendidikan menurut Islam, tujuan dan urgensi pendidikan Islam. Sumber pendidikan Islam ; Al-Qur’an sebagai sumber utama pendidikan Islam, Al-Sunnah sebagai sumber kedua pendidikan Islam. Asas-asas pendidikan Islam ; asas historis dalam pendidikan islam, asas sosiologis dalam pendidikan Islam, asas geografis dalam pendidikan Islam, asas psikologis dalam pendidikan Islam, asas ekonomi dalam pendidikan Islam, asas politik dalam pendidikan Islam, asas budaya dalam pendidikan Islam, asas aqidah dalam pendidikan Islam, asas akhlaq dalam pendidikan Islam, asas syari’ah dalam pendidikan Islam, asas ibadah dalam pendidikan Islam. Karakteristik pendidikan Islam, Metodik pengajaran pendidikan Islam. Struktur dan jenjang pendidikan Islam ; struktur pendidikan Islam, jenjang pendidikan Islam.

Bab III : Masyarakat Madani Dalam Perspektif Al-Qur’an. Dalam bab ini menjelaskan tentang ; pengertian masyarakat madani, konsep masyarakat


(36)

madani, ayat al-qur’an yang berkaitan dengan masyarakat madani, al-hadits yang berkaitan dengan masyarakat madani. Karakteristik masyarakat madani dalam perspektif Al-Qur’an, sosio-historis masyarakat Madinah pada zaman Rasulullah saw, peran umat islam dalam membentuk masyarakat madani.

Bab IV : Membentuk Masyarakat Madani Melalui Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Bab ini menjelaskan tentang ; Konsepsi Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani, Tahapan Dalam Membentuk Masyarakat Madani, Tujuan Kongkrit Dalam Pembentukan Masyarakat Madani, Urgensi Pendidikan Islam Dalam Membentuk Masyarakat Madani, Pendidikan dan Masyarakat Madani Dalam Perspektif Al-Qur’an.

Bab V : Strategi Pendidikan Islam Dalam Membentuk Masyarakat Madani. Bab ini merupakan bab inti yang melihat kepada hasil dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini di antara lain ; Implementasi Pendididkan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani Perspektif Al-Qur’an, Etika Pendidikan Islam dalam Masyarakat Madani ; etika ideologi, etika politik, etika sosial, etika budaya. Manusia dan Masyarakat yang Unggul Dalam Masyarakat Madani, Masyarakat Madani yang Demoktratis, Humanis dan Partisipatif

Bab V : Kesimpulan dan Saran. Bab terakhir ini akan menyajikan kesimpulan berupa jawaban-jawaban berdasarkan uraian dan temuan yang telah dipaparkan sebelumnya serta saran-saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut secara konstruktif.


(37)

DAFTAR OUT LINE PROPOSAL DISERTASI BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Pembatasan Masalah D. Rumusan Masalah

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

F. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu G. Metode Penelitian


(38)

H. Sistematika Penulisan

BAB II : DISKURSUS SEPUTAR PENDIDKAN ISLAM

A. Konsep Pendidikan Islam 1. Pengantar Pendidikan Islam 2. Defenisi Pendidikan Islam

a. Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli b. Pengertian Pendidikan Menurut Islam c. Tujuan dan Urgensi Pendidikan Islam B. Sumber Pendidikan Islam

1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Utama Pendidikan Islam 2. Al-Sunnah Sebagai Sumber Kedua Pendidikan Islam C. Asas-Asas Pendidikan Islam

1. Asas Historis dalam Pendidikan Islam 2. Asas Sosiologis dalam Pendidikan Islam 3. Asas Geografis dalam Pendidikan Islam 4. Asas Psikologis dalam Pendidikan Islam 5. Asas Ekonomi dalam Pendidikan Islam 6. Asas Politik dalam Pendidikan Islam 7. Asas Budaya dalam Pendidikan Islam 8. Asas Aqidah dalam Pendidikan Islam 9. Asas Akhlaq dalam Pendidikan Islam 10. Asas Syari’ah dalam Pendidikan Islam 11. Asas Ibadah dalam Pendidikan Islam D. Karakteristik Pendidikan Islam

E. Metodik Pembelajaran Pendidikan Islam F. Struktur, Status dan Jenjang Pendidikan Islam

1. Struktur Pendidikan Islam 2. Status Pendidikan Islam 3. Jenjang Pendidikan Islam

BAB III : MASYARAKAT MADANI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN A. Kajian Teoritis Seputar Masyarakat Madani


(39)

1. Pengertian Masyarakat Madani

2. Konsep Masyarakat Madani

3. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan

Masyarakat Madani

4. Al-Hadits yang Berkaitan Dengan Masyarakat Madani

B. Karakteristik Masyarakat Madani Dalam Perspektif Al-Qur’an

C. Sosio-Historis Masyarakat Madinah Pada Zaman Rasulullah Saw

D. Peran Umat Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani

BAB IV : MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI MELALUI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Konsepsi Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani

B. Tahapan Dalam Membentuk Masyarakat Madani

C. Tujuan Kongkrit Dalam Pembentukan Masyarakat Madani

D. Urgensi Pendidikan Islam Dalam Membentuk Masyarakat Madani

E. Pendidikan dan Masyarakat Madani Dalam Perspektif Al-Qur’an

F. Nilai-nilai Pendidikan Islam dan Implementasinya dalam

Membentuk Masyarakat Madani

BAB V : STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI

A. Implementasi Pendididkan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani Perspektif Al-Qur’an

B. Etika Pendidikan Islam dalam Masyarakat Madani

1. Etika Ideologi

2. Etika Politik

3. Etika Sosial

4. Etika Budaya

5. Etika Masyarakat

C. Manusia dan Masyarakat yang Unggul Dalam Masyarakat Madani D. Masyarakat Madani yang Demoktratis, Humanis dan Partisipatif


(40)

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khundairi Zainab,”Filsafat Sejarah Ibn Khaldun”. (Terjemahan. Ahmad Rafi’ Usmani, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1987)

Abdullah Masykuri, “Negara Ideal Menurut Islam dan Implementasinya Pada Masa Kini”, dalam (Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus: Editor) Islam, “Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer”, (Jakarta: Paramadina, 2005)


(41)

Al-Farabi Abu Nasr Muhammad, “Ara’ Ahli Al-Madinah Al Fadilah”, (Libanon-Beirut, Dar Al-Masyariq, 2002)

Baso Ahmad, Civil Society Versus Masyarakat Madani: “Arkeologi Pemikiran Civil Society Dalam Islam Indonesia”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) Effendi Masyhur dan Taufani S. Evandri, “ HAM, Dalam Dinamika/Dimensi

Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial” (Ghalia Indonesia, Bogor : 2010) Chamid Nur “Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, (Jogjakarta :

Pustaka Pelajar, 2010)

Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya” (Bandung : 2015)

Hadi Sutrisno, “Metodologi Research”, (Jilid I, Yogyakarta, Andi Offset, 1987) Jum‘ah Lutfi “Tarikh Al-Falasifat Al-Islamiy Fi Al-Masyriq Wa Al-Maghrib,

Khaldun Ibnu “Muqaddimah” (cet. IX, terjemah oleh Ahmadie Thaha, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011)

________Ibnu,” Muqaddimah” (cet. VI, terjemah oleh Ahmadie Thaha, Jakarta : Pustaka Firdaus, , 2006)

Kartanegara Mulyadhi, “Mozaik Khazanah Islam Bunga Rampai Dari Chicago”,

(Jakarta :Paramadina, 2000)

Littlejohn Stephen W, “Teori Komunikasi”

Langgulung Hasan “Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa Sosio-Psikologi,” (Pustaka, Al-Husna, Jakarta 1985)

Madjid Nurcholish, “Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani.” Cet I

Mudzhar Atho, ”Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek”(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1992)

Muhdjir Noeng, ‘’Metodologi Penelitian Kualitatif” (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002)

Muhajir Noeng, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992)


(42)

Nizar, Samsul “Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis”, (Ciputat Pers, Jakarta: 2002)

Purwanto Ngalim, “Psikologi Pendidikan”, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990)

Surakhmad Winarno, “Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik”, (Bandung: Tarsito, 1990)

Sugiono, “Memahami Penelitian Kualitatif”, (Bandung: CV Alvabeta, 2007) Sutopo,” Pengantar Penelitian Kualitataif”, (Surakarta: Pusat Penelitan Sebelas

Maret, tt)

Syamsuddin, M. Din, “Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani.” (Jakarta: Logos, 2002.)

Saefuddin,A.M. et al, “Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi”, (Mizan, Bandung: 1991)

Umari Akram Dhiyauddin, “Masyarakat Madani Tinjauan Historis Zaman Nabi”, (Gema Insani Press, Jakarta 1999)

Walidin Warul “Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun”. (Yogyakarta, Suluh Press, 2003)

Wijaya Aksin, “Hidup Beragama Dalam Sorotan Piagam Madinah dan UUD 1945”, (Ponorogo: STAIN Press, 2009)


(1)

DAFTAR OUT LINE PROPOSAL DISERTASI BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Pembatasan Masalah D. Rumusan Masalah

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

F. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu G. Metode Penelitian


(2)

H. Sistematika Penulisan

BAB II : DISKURSUS SEPUTAR PENDIDKAN ISLAM A. Konsep Pendidikan Islam

1. Pengantar Pendidikan Islam 2. Defenisi Pendidikan Islam

a. Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli b. Pengertian Pendidikan Menurut Islam c. Tujuan dan Urgensi Pendidikan Islam B. Sumber Pendidikan Islam

1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Utama Pendidikan Islam 2. Al-Sunnah Sebagai Sumber Kedua Pendidikan Islam C. Asas-Asas Pendidikan Islam

1. Asas Historis dalam Pendidikan Islam 2. Asas Sosiologis dalam Pendidikan Islam 3. Asas Geografis dalam Pendidikan Islam 4. Asas Psikologis dalam Pendidikan Islam 5. Asas Ekonomi dalam Pendidikan Islam 6. Asas Politik dalam Pendidikan Islam 7. Asas Budaya dalam Pendidikan Islam 8. Asas Aqidah dalam Pendidikan Islam 9. Asas Akhlaq dalam Pendidikan Islam 10. Asas Syari’ah dalam Pendidikan Islam 11. Asas Ibadah dalam Pendidikan Islam D. Karakteristik Pendidikan Islam

E. Metodik Pembelajaran Pendidikan Islam F. Struktur, Status dan Jenjang Pendidikan Islam

1. Struktur Pendidikan Islam 2. Status Pendidikan Islam 3. Jenjang Pendidikan Islam

BAB III : MASYARAKAT MADANI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN A. Kajian Teoritis Seputar Masyarakat Madani


(3)

1. Pengertian Masyarakat Madani

2. Konsep Masyarakat Madani

3. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan Masyarakat Madani

4. Al-Hadits yang Berkaitan Dengan Masyarakat Madani

B. Karakteristik Masyarakat Madani Dalam Perspektif Al-Qur’an C. Sosio-Historis Masyarakat Madinah Pada Zaman Rasulullah Saw D. Peran Umat Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani

BAB IV : MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI MELALUI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Konsepsi Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani B. Tahapan Dalam Membentuk Masyarakat Madani

C. Tujuan Kongkrit Dalam Pembentukan Masyarakat Madani

D. Urgensi Pendidikan Islam Dalam Membentuk Masyarakat Madani E. Pendidikan dan Masyarakat Madani Dalam Perspektif Al-Qur’an F. Nilai-nilai Pendidikan Islam dan Implementasinya dalam

Membentuk Masyarakat Madani

BAB V : STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI

A. Implementasi Pendididkan Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani Perspektif Al-Qur’an

B. Etika Pendidikan Islam dalam Masyarakat Madani

1. Etika Ideologi

2. Etika Politik

3. Etika Sosial

4. Etika Budaya

5. Etika Masyarakat

C. Manusia dan Masyarakat yang Unggul Dalam Masyarakat Madani D. Masyarakat Madani yang Demoktratis, Humanis dan Partisipatif BAB VI : PENUTUP


(4)

A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khundairi Zainab,” Filsafat Sejarah Ibn Khaldun”. (Terjemahan. Ahmad Rafi’ Usmani, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1987)

Abdullah Masykuri, “Negara Ideal Menurut Islam dan Implementasinya Pada Masa Kini”, dalam (Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus: Editor) Islam, “Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer”, (Jakarta: Paramadina, 2005)


(5)

Al-Farabi Abu Nasr Muhammad, “Ara’ Ahli Al-Madinah Al Fadilah”,(Libanon-Beirut, Dar Al-Masyariq, 2002)

Baso Ahmad, Civil Society Versus Masyarakat Madani: “Arkeologi Pemikiran Civil Society Dalam Islam Indonesia”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)

Effendi Masyhur dan Taufani S. Evandri, “ HAM, Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial” (Ghalia Indonesia, Bogor : 2010)

Chamid Nur “Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2010)

Cordoba, “Al-Qur’an dan Terjemahnya” (Bandung : 2015)

Hadi Sutrisno, “Metodologi Research”, (Jilid I, Yogyakarta, Andi Offset, 1987)

Jum‘ah Lutfi “Tarikh Al-Falasifat Al-Islamiy Fi Al-Masyriq Wa Al-Maghrib, Khaldun Ibnu “Muqaddimah” (cet. IX, terjemah oleh Ahmadie Thaha, Jakarta :

Pustaka Firdaus, 2011)

________Ibnu,” Muqaddimah” (cet. VI, terjemah oleh Ahmadie Thaha, Jakarta : Pustaka Firdaus, , 2006)

Kartanegara Mulyadhi, “Mozaik Khazanah Islam Bunga Rampai Dari Chicago”, (Jakarta :Paramadina, 2000)

Littlejohn Stephen W, “Teori Komunikasi”

Langgulung Hasan “Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa Sosio-Psikologi,” (Pustaka, Al-Husna, Jakarta 1985)

Madjid Nurcholish, “Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani.” Cet I

Mudzhar Atho, ”Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek”(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1992)

Muhdjir Noeng, ‘’Metodologi Penelitian Kualitatif” (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002)

Muhajir Noeng, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992)


(6)

Nizar, Samsul “Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis”, (Ciputat Pers, Jakarta: 2002)

Purwanto Ngalim, “Psikologi Pendidikan”, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990)

Surakhmad Winarno, “Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik”, (Bandung: Tarsito, 1990)

Sugiono, “Memahami Penelitian Kualitatif”, (Bandung: CV Alvabeta, 2007) Sutopo,” Pengantar Penelitian Kualitataif”, (Surakarta: Pusat Penelitan Sebelas

Maret, tt)

Syamsuddin, M. Din, “Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani.” (Jakarta: Logos, 2002.)

Saefuddin,A.M. et al, “Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi”, (Mizan, Bandung: 1991)

Umari Akram Dhiyauddin, “Masyarakat Madani Tinjauan Historis Zaman Nabi”, (Gema Insani Press, Jakarta 1999)

Walidin Warul “Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun”. (Yogyakarta, Suluh Press, 2003)

Wijaya Aksin, “Hidup Beragama Dalam Sorotan Piagam Madinah dan UUD 1945”, (Ponorogo: STAIN Press, 2009)