Otonomi Daerah Menurut UU No.22 Tahun 1948

dalam UU no.1 tahun1945. Akibat perubahan kedudukan KNID, maka dihidupkan kembali pemerintahan daerah otonom yang terhapus selama pendudukan tentara Jepang. Provinsi, Kewedanaan, dan Kecamatan tidak dilengkapi dengan KNID, karena itu tetap semata-mata sebagai unsure dekonsentrasi yang menjalankan pemerintahan umum atau kepamongprajaan di daerah, sebagai wakil pemerintah pusat atau aparat pemerintah daerah atasannya. Ada tiga alat kelengkapan pemerintah daerah yang dapat disimak dari UU no.1 tahun 1945, yaitu : 1. KNID sebagai DPRDS Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara yang bersama-sama dibawah pimpinan Kepala Daerah menjalankan fungsi legislatif. 2. Badan maksimal terdiri atas 5 orang yang dipilih dari dan oleh KNID sebagai badan eksekitif bersama-sama dibawah pimpinan Kepala Daerah menjalankan fungsi pemerintahan sehari-hari termasuk dalam bidang otonomi dan tugas pembantuan. 3. Kepala Daerah yang diangkat oleh Pemerintah Pusat menjalankan urusan Pemerintah Pusat di daerah, kecuali urusan-urusan yang dijalankan oleh kantor-kantor Departemen di daerah. Akibat dari dualisme kekuasaan pemerintahan daerah tersebut, maka UU no.1 tahun 1945 diganti dengan UU no.22 tahun 1948.

2.2.3. Otonomi Daerah Menurut UU No.22 Tahun 1948

Sejak semula Badan pekerja KNIP dan Pemerintah Pusat menyadari bahwa no. 1 tahun 1945 belum memadai sebagai dasar pengaturan dan pelaksanaan pemerintahaan. Oleh karena itu hasrat untuk menetapkan undang- undang baru guna memperbaiki kekurangan-kekurangan itu kemudian dituangkan dalam UU no.22 tahun 1948. Hal ini dapat dibaca pada penjelasan umum UU no.22 tahun 1948 sebagai berikut : “Baik pemerintah, maupun badan pekerja komite nasional Indonesia pusat merasa akan pentingnya untuk dengan segera memperbaiki pemerintahan daerah yang dapat memenuhi harapan rakyat, ialah Pemerintahan Daerah yang kolegial berdasarkan kedaulatan rakyat demokrasi dengan ditentukan batas-batas kekuasaannya”. Dasar kebijakan yang baru diatur didalam UU no.22 tahun 1948 adalah hasrat Pemerintah pusat untuk memberikan otonomi yang luas kepada daerah. Undang-undang ini tidak menggunakan istilah “Luas” atau “Seluas-luasnya” melainkan istilah “Sebanyak-banyaknya”. Adapun tiga cara yang dapat digunakan untuk mewujudkan Otonomi daerah yang sebanyak-banyaknya berdasarkan UU no.22 tahun 1948 adalah : 1. Melalui pasal 23 ayat 2 yang menentukan bahwa urusan rumah tangga ditetapkan dalam undang-undang pembentukan bahi tiap-tiap daerah. Ketentuan ini berarti UU no.22 tahun 1948 mengatur segala wewenang otonomi daerah berdasarkan prinsip zakelik taakafbakening. 2. Melalui pasal 28 yang memberikan peluang kepada daerah untuk mengambil inisiatif sendiri dalam mengatur dan mengurus urusan Pemerintah sebagai urusan rumah tangga daerah, dengan ketentuan : a. Tidak mengatur dan mengurus segala sesuatu yang telah diatur dalam UU, Peraturan Pemerintah PP, atau Peraturan Daerah Perda yang lebih tinggi tingkatannya b. Tidak mengatur dan mengurus hal-hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah yang lebih rendah tingkatannya c. Tidak bertentangan dengan UU, PP, Perda yang lebih tingkatannya. d. Hak mengatur dan mengurus tersebut menjadi tidak berlaku jika dikemudian hari hal-hal tersebut diatur dan diurus dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. 3. Melalui tugas pembantuan medebewind yang meskipun tidak sepenuh prinsip otonomi yang luas, tetapi didalam tugas pembantuan terdapat otonomi untuk menerjemahkan kebijakan PusatPemda yang lebih tinggi tingkatannya didalam daerah otonom yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan UU no.22 tahun 1948, tidak dibedakan secara tegas antara otonomi dan tugas pembantuan, bahkan tugas pembantuan dipandang sebagai dati otonomi. Suatu daerah otonom dapat terselenggara dengan baik, membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu antara lain : 1. Sumber daya alam seperti luas wilayah yang memadai untuk mendukung berbagai kegiatan perekonomian dan kegiatan lain yang dapat menunjang pertumbuhan daerah dan masyarakatnya. 2. Sumber daya manusia, baik kuantitas maupun kualitas yang mampu berpartisipasi untuk menyelenggarakan pemerintahan desa yang berkedaulatan rakyat dan modern. 3. Sumber keuangan untuk menunjang pelaksanaan pemerintah dan pembangunan. Hal ini yang menunjukan perbedaan antara UU no.22 tahun 1948 dengan UU no.1 tahun 1945 adalah mengenai susunan pemerintahan daerah, yaitu satuan pemerintahan otonom dan satuan pemerintahan administratif. Sementara UU no.22 tahun 1948 hanya mengatur satu macam satuan pemerintahan tinggkat daerah, yaitu otonom.

2.2.4. Otonomi Daerah Menurut UU NIT No.44 Tahun 1950