DPRD dalam menjalankan tugas mempertanggungjawabkannya kepada Kepala Negara” pasal8. Kepala Daerah dalam hal ini adalah sebagai alat
pusat. Demikian pusat sepenuhnya mengendalikan daerah. Selain itu, terdapat juga persamaan antara UU no.1 tahun 1957 dangan
UU no.18 tahun 1965, antara lain : 1. Pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah
2. Sistem rumah tangga nyata. UU no.18 tahun 1965 tetap menghendaki
otonomi daerah dilaksanakan dengan sistem rumah tangga nyata, oleh karena itu hampir seluruh penjelasan UU no.1 tahun 1957 tentang otonomi
nyata dipindahkan menjadi penjelasan UU no. 18 tahun 1965 3. Hanya ada satu macam susunan pemerintahan di daerah, yaitu daerah
otonom. Bahkan ditegaskan pula bahwa sebutan Provinsi, kabupaten, kecamatan, kotapraja, kotaraja, kotamadya bukan merupakan perwujudan
suatu wilayah administratif. Ini berarti UU no.18 tahun 1965 hanya menghendaki satu susunan pemerintah daerah, yaitu hanya daerah
otonom, tidak ada wilayah administratif.
2.2.8. Otonomi Daerah Menurut UU No.5 Tahun 1974
UU no.5 tahun 1974 adalah undang0undang tentang pemerintahan daerah yang pertama lahir setelah ada konsensus nasional untuk melaksanakan
UUD secara murni dan konsekuen. Pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yabg bertalian dengan pemerintahaan daerah adalah pelaksaan
pasal 18 UUD 1945. Dari rumusan pasal 18 UUD 1945 mengandung tiga prinsip dasra, yaitu :
1. Prinsip desentralisasi teritorial, yaitu wilayah negara republik Indonesia
akan dibagi-bagi dalam satuan-satuan pemerintahan yang tersusun dalam daerah besar dan kecil grondgebied. Dengan demikian UUD 1945 tidak
mengatur mengenai desentralisasi fungsional.
2. Perintah kepada pembentu undang0undang Presiden dan DPR untuk mengatur desentralisasi teritorial tersebut, harus :
a. Memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara. b. Memandang dan mengingati hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah
bersifat istimewa. Secara resmi UU no.5 tahun 1974 bernama “undang-undang tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah”. Penambahan kata penghubung “di” pada nama undang-undang ini mempunyai makna terhadap ruang lingkupnya, yaitu
mencangkup semua pemerintahan di daerah. Ada dua pemerintahan didaerah, yaitu pemerintahan daerah itu sendiri dan pemerintahanpusat yang ada
didaerah yang bersangkutan. Pemerintahan dilaksanakan menurut asa desentralisasi yang di sebut daerah “otonom”, sedangkan pemerintahan pusat
didaerah dilaksanakan menurut asa desentralisasi yang di sebut “wilayah administratif”. Pemerintahan wilayah administratif, tidak mempunyai dasar
konstitusional, melainkan dasar extra konsitusional. Berdasarkan penjelasan umum UU no.5 tahun 1974, sistem rumah
tangga daerah yang digunakan adalah “otonomi yang nyata” tentu sama saja dengan sistem “otonomi riil” yang dipergunakan pada UU no.1 tahun 1957 dan
UU no.18 tahun 1965. Ada pertimbangan utama untuk meninggalkan prinsip otonomi seluas-luasnya, yaitu :
1. Pertimbangan demi keutuhan NKRI 2. Pertimbangan otonomi seluas-luasnya tidak sesuai dengan tujuan pemberian
otonomi dan prinsip-prinsip yang digariskan di dalam GBHN
2.2.9. Otonomi Daerah Menurut UU No.22 Tahun 1999