Analisis Dampak CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) terhadap Perdagangan Jeruk Sumatera Utara

  

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka Tanaman Jeruk

  Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang paling banyak digemari oleh masyarakat kita. Buah jeruk selalu tersedia pada sepanjang tahun, karena tanaman jeruk tidak mengenal musim berbunga yang khusus. Di samping itu, tanaman jeruk dapat ditanam di mana saja, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Tanaman jeruk juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia (AAK, 1994).

  Jeruk terdiri dari berbagai varietas yang mempunyai arti penting dari segi ekonomis. Berdasarkan karakteristik (bentuk, sifat fisik buah, dan manfaatnya), jeruk yang dibudidayakan di Indonesia dapat dibagi menjadi enam golongan besar, yakni: jeruk keprok (Citrus nobilis L.), jeruk siem (Citrus microcarpa), jeruk manis (Citrus aurantium), jeruk besar (Citrus maximamus Herr), jeruk sayur/bumbu, dan jeruk lainnya (Soelarso, 1996).

  Tanaman jeruk dapat ditanam di daerah antara 40º LU dan 40º LS. Umumnya tanaman jeruk terdapat di daerah 20º - 40º LS. Di daerah subtropis, tanaman jeruk ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl. Di daerah khatulistiwa sampai ketinggian 2000 m dpl. Suhu optimal untuk tanaman jeruk antara 25º C - 30º C. Penyinaran matahari pada tanaman jeruk antara 50% - 70%.

  Tanaman jeruk menghendaki tanah dengan pH 4 -7,8. Tanah yang baik mengandung pasir dan air yang tidak dalam ( ≥1,5m) (Joesoef, 1993).

  Sentra produksi tanaman jeruk di Indonesia antara lain NAD (Nanggroe Aceh Darussalam), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan (Rahardi,dkk, 2007).

  Di provinsi Sumatera Utara sendiri, sentra produksi jeruk ialah kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Selatan. Kabupaten Karo merupakan sentra produksi utama komoditi jeruk di Sumatera Utara. Varitas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo sekarang ini adalah jenis Siam, Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan sebagainya. Jenis yang disukai oleh konsumen lokal adalah varitas Siam Madu sehingga varitas jeruk ini mendominasi penanaman jeruk di Kabupaten Kar.

  Jeruk siam madu ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : manis, bentuk bulat atau oval, tebal kulit 2 – 4 mm, warna lapisan dalam kuning, diameter jeruk 5 – 7 cm, dan beratnya 90 – 225 gram, ketahanan 8 – 10 hari setelah masa panen, umur tanaman 4 – 9 tahun dan Komoditi ini telah diekspor ke negara-negara tetangga dan saat sekarang ini dijual kepada masyarakat lokal dan domestik. Daerah pemasaran utama komoditi ini adalah Pulau Batam, Jakarta dan Bandung .

  Proses Terjadinya CAFTA China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) merupakan kesepakatan antara

  negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak CAFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.

  Dalam Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional (2010) dijelaskan bahwa dalam membentuk CAFTA, para Kepala Negara Anggota ASEAN dan China telah menandatangani ASEAN - China

  

Comprehensive Economic Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar

  Sri Begawan, Brunei Darussalam. Sebagai titik awal proses pembentukan CAFTA para Kepala Negara kedua pihak menandatangani Framework Agreement on

  

Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s

Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002.

  Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.

  Indonesia telah meratifikasi Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-

  

China FTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni

  2004. Setelah negosiasi tuntas, secara formal CAFTA pertama kali diluncurkan sejak ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement

  

Mechanism Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.

  Persetujuan Jasa CAFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan Investasi ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand (Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, 2010).

  Menurut Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional (2010), Indonesia sendiri membuat peraturan-peraturan nasional terkait CAFTA antara lain:

  Juni 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive

  Economic Co-operation between the Associaton of Southeast Asean Antions and the People’sRepublic of China.

  2. Keputusan Menteri Keuangan Republi Indonesia Nomor 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-China Free Trade Area.

  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal

  Track ASEAN- China Free Trade Area.

  4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka

  Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Perpanjangan Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

  6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.011/2007 tanggal 22 Mei 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area.

  7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area.

  Landasan Teori Teori Perdagangan Internasional

  Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengansuatu negara atau pemerintah suatdengan pemerintah negara lain.

  Perdagangan internasional dapat memberi keuntungan bagi suatu negara dan sebaliknya kerugian bagi negara lain. Mengapa? Hal ini dapat disebabkan ketidakseimbangan di antara ekspor di satu sisi dan impor di sisi lain yang berlaku timbal balik. Perdagangan internasional berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi global dan bahkan perekonomian domestik. Kebijakan perdagangan internasional sangat menentukan apakah memberikan manfaat berupa keuntungan atau sebaliknya yang kemudian akan berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Pemberlakuan tarif dan non tarif sebagai suatu kebijakan perdagangan tidak hanya membawa kepada penentuan manfaat dan keuntungan, tetapi secara otomatis mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan produksi produk domestik (Nasution dan Arifin, 2008).

  Perdagangan Bebas

  Perdagangan bebas adalah bentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi dimana semua hambatan perdagangan tarif maupun nontarif di antara negara- negara telah dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak untuk menentukan sendiri apakah mereka hendak mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkannya terhadap negara-negara luar yang bukan anggota. Perdagangan internasional sebagai perdagangan bebas (free trade) akan memberikan pengaruh menguntungkan bagi pihak produsen dan bahkan konsumen itu sendiri. Bagi produsen dengan pola produksi advantage akan mendapatkan keuntungan berupa kenaikan atau selisih harga barang yang berlaku di pasar domestik dengan pasar internasional dikalikan dengan jumlah barang yang diekspor (producer surplus). Akan tetapi produsen bagi negara yang disadvantage berupa kerugian, yaitu jumlah produksi di dalam negeri akan berkurang sebagai suatu konsekuensi (producer loss) (Nasution dan Arifin, 2008).

  Ekspor dan Impor

  Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional. Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima (Ratnasari, 2012).

  Dalam kegiatan ekspor dan impor ini dikenal neraca perdagangan. Neraca perdagangan adalah daftar perdagangan barang dan jasa suatdengan negara lain dalam jangka waktu satu tahun. Neraca Perdagangan memperlihatkan selisih nilai ekspor dengaapabila nilai impor lebih kecil daripada nilai ekspor maka neraca perdagangan dinyatakan aktif (surplus), namun apabila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka neraca perdangan dinyatakan pasif (defisit) yang artinya negara tersebut sedang memiliki hutang luar negeri. Neraca perdagangan juga menyimpan negara tujuan ekspor dan negara asal impor (Nasution dan Arifin, 2008).

  Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang terkait dengan dampak China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Dimas Octrianto (2006) melakukan penelitian dengan judul Dampak Liberalisasi Perdagangan China ASEAN dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Sayuran Penting Indonesia ke Malaysia. Data yang digunakan berupa data time series bulanan periode Januari 2000 – Juni 2005 dan menggunakan pendekatan Vector Error

  

Correction Model (VECM). Kesimpulan yang diperoleh bahwa pemberlakuan

  kebijakan CAFTA, fluktuasi nilai tukar rupiah, harga ekspor, harga domestik dan produksi berpengaruh terhadap ekspor kubis dan kentang Indonesia ke Malaysia dalam jangka panjang.

  Aziz (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Impor Beras serta Pengaruhnya terhadap Harga Beras dalam Negeri. Hasil penelitiannya bahwa impor beras Indonesia periode sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga beras dalam negeri dengan pengaruh negatif. Artinya semakin besar jumlah beras impor yang masuk, maka harga beras dalam negeri akan semakin turun. Respon harga beras terhadap impor beras periode sebelumnya adalah inelastis, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

  Herawati (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh China

  

ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) terhadap Kinerja Keuangan UKM

  Tekstil yang Ada di Pekalongan. Dengan variabel dependennya kinerja keuangan, sedangkan variabel independennya adalah ASEAN China Free Trade Agreement

  

(CAFTA) . Kinerja keuangan UKM Tekstil dalam penelitian ini diukur dengan

  tingkat penjualan yang dibandingkan antara periode sebelum CAFTA dan sesudah CAFTA. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda menggunakan Paired Sample T Test. Dari hasil pengujian ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan yang dilihat dari penjualan. Namun perbedaan ini justru menunjukkan peningkatan pada penjualan setelah CAFTA karena jumlah penjualan sebelum CAFTA lebih rendah dibandingkan sesudah CAFTA. Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode Januari sampai dengan April, pelaksanaan CAFTA belum memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja keuangan UKM Tekstil di Pekalongan.

  Kerangka Pemikiran

  CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) adalah sebuah kesepakatan antar negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dan menghilangkan atau mengurangi perdagangan barang (tariff maupun non tariff), peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak CAFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Dalam perdagangan bebas China ASEAN ini telah disepakati tarif 0% untuk produk kategori Early Harvest Package dimana salah satunya adalah komoditi buah-buahan. Dengan pemberlakuan Early Harvest Package ini maka buah-buahan dari anggota CAFTA bebas masuk ke Indonesia. Produk buah- buahan juga bebas masuk (ekspor) ke negara anggota CAFTA.

  Masuknya buah-buahan dari negara anggota CAFTA seperti jeruk membuat jeruk impor sangat mudah dijumpai di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Padahal, Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Indonesia. Dengan disetujuinya CAFTA maka dapat berdampak pada perdagangan jeruk Sumatera Utara. Untuk melihat dampak tersebut maka penulis berkeinginan untuk mengangkatnya dalam penelitian ini.

  Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran penelitian ini: Ekspor Impor

  Jeruk CAFTA

  Sebelum CAFTA Sesudah CAFTA

  Neraca Neraca

  Perdagangan Jeruk Perdagangan Jeruk Volume jeruk impor

  Volume jeruk impor Harga jeruk impor

  Harga jeruk impor Volume jeruk ekspor Volume Jeruk ekspor

  Harga jeruk ekspor

  Harga jeruk ekspor

  Harga jeruk domestik Harga jeruk domestik Kererangan: Menyatakan hubungan (alur koordinasi)

  Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

  Hipotesis

  Berdasarkan identifikasi masalah maka dapat dilihat hipotesis yaitu ada perbedaan volume jeruk impor, harga jeruk impor, volume jeruk ekspor, harga jeruk ekspor dan harga jeruk domestik Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA.