The utilization of phosphate solubilizing bacteria to providing phosphate for the growth and production of pakchoy plant

(1)

OLIVIA MERSYLIA TOMBE

A154100031

PASCASARJANA

BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

OLIVIA MERSYLIA TOMBE

A154100031

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister sains pada

Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

PASCASARJANA

BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(3)

Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Peranan fosfor pada tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO4

3-Hasil penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa Burkholderia sp. T9 memiliki nilai Indeks Pelarutan (IP) fosfat dan pelarutan P pada media pikovskaya cair paling besar yaitu sebesar 3,47 dan 4,9 ppm. Hasil yang didapatkan untuk isolat bakteri koleksi menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai IP paling besar diantara isolat bakteri koleksi lainnya yaitu sebesar 1,56 sedangkan

Pseudomonas aeruginosa P2 memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat terlarut paling besar yaitu sebesar 1,3 ppm. Nilai aktivitas enzim paling tinggi dimiliki oleh Burkholderia sp. T9 yaitu sebesar 0,268 ppm sedangkan paling rendah dimiliki oleh Bacillus subtilis J2 yaitu sebesar 0,058 ppm.

. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat (BPF). Sawi sendok merupakan tanaman sayuran yang termasuk famili Brassicaceae. Sawi sendok mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah yang diaplikasikan baik secara tunggal maupun kombinasinya sebagai Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) , meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok serta mengurangi dosis penggunaan pupuk fosfat anorganik. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juli 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan serta Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu secara in vitro dan in vivo (rumah kaca).

Hasil penelitian secara in vivo menunjukkan bahwa kombinasi bakteri

Pseudomonas aeruginosa P2 + Burkholderia sp. PS4 meningkatkan jumlah daun pada tanaman sawi sendok paling besar dibandingkan kontrol yaitu sebesar 17,18%. Pada lebar daun tanaman sawi sendok hasil paling besar diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 4,83% dibandingkan kontrol. Nilai tertinggi untuk berat basah ditunjukkan oleh Burkholderia sp. PS4 sebesar 0.42% dibandingkan dengan kontrol. Serapan P paling baik ditunjukkan oleh

Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 0,44% dibanding kontrol. Hasil paling baik untuk kandungan P dalam jaringan tanaman ditunjukkan oleh kombinasi bakteri P2 + PS4 + T9 sebesar 0,42%. Nilai paling tinggi untuk P dalam tanah ditunjukkan oleh kombinasi bakteri T9 + P2 bakteri sebesar 1,25%.


(4)

Plant. Mentored byDwi Andreas Santosa and Rahayu Widyastuti.

Phosphorus is an essential macro nutrient needed for plant growth and has an important function in the metabolic process. The function of phosphorus in plants for cell growth, the formation of fine roots and root hairs, the stems to strengthen the standing crop for not easy to fall, the formation of flowers, fruits and seeds, and strengthen resistance to disease. In soil, organic and inorganic phosphorus, both of which are an important source for plants. Plants absorb phosphorus in the form of H2PO4-, HPO42- dan PO43-. One of the alternative to improving the efficiency of phosphate fertilizer to utilize the phosphate solubilizing microbial groups. Pakchoy is a vegetable crops, including to Brassicaceae family. Pakchoy have a high economic value. These plants thrive in tropical and subtropical regions

This research aims to study about the four isolates of phosphate solubilizing microbes (BPF) applied either single or in combination to enhance the growth and production of pakchoy plant and in reducing the use of inorganic phosphates.This research was started from January 2012 to July 2012 in the Soil Biotechnology Laboratory Departement of Soil Science and Land Resources and Land owned by CV. Agro Meori Jl.Atang Sanjaya KM 4 Sand Gauk, Bogor and implemented in two stages, i.e. in vitro and in vivo (greenhouse).

.

The results of in vitro studied showed that Burkholderia sp. T9 has a high value of Solubilization Index (SI) (3.47) and the solubilizing of phosphate in Pikovskaya liquid medium (4.9 ppm). The results for CV.Meori Agro bacterial isolates collection showed that the Burkholderia sp. PS4 has a high value of Solubilization Index (SI) (1.56) and Pseudomonas aeruginosa P2 has a high value for solubilizing of phosphate in Pikovskaya liquid medium (1.3 ppm). A high value of enzyme activities showed by Burkholderia sp. T9 (0,268 ppm).

The results of in vivo studied showed that the best value of leaves number was the combination of Pseudomonas aeruginosa P2 + Burkholderia sp. PS4 (17.18%). The highest average leaf width was shown by Burkholderia sp. PS4 ( 4.83%). Wet weight of plants with the best results was shown by Burkholderia sp. PS4 i.e. 0.42%. The highest nutrient uptake of P was shown by Burkholderia sp. PS4 (0,44%) .The best average P in plant tissues was shown by a combination of P2 + PS4 + T9 i.e. 0,42%. The best average of P in soil was shown by the combination T9 + P2 i.e. 1,25%.


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bakteri Pelarut Fosfat Dalam Menyediakan Fosfat Bagi Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi Sendok adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


(7)

i

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS Dr. Rahayu Widyastuti, MSc

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


(8)

merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Budi Mulia Bogor dan pada tahun yang sama masuk pada perguruan tinggi Universitas Pakuan Bogor. Penulis memilih jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam.

Tahun 2010 penulis lulus dari Universitas Pakuan Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memilih Mayor Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian.


(9)

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul : PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK.

Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril serta bimbingan, baik berupa saran maupun petunjuk dengan cara yang sangat berharga. Pada kesempatan ini penulis banyak menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS selaku Dosen Pembimbing I dan

Ketua Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang baik kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tesis ini.

2. Ibu Dr. Rahayu Widyastuti, MSc selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan yang baik kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tesis ini.

3. Ibu Dr. Sri Djuniwati, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun bagi penulisan Tesis ini.

4. Orangtua, kakakku Meisy, Freddy dan adikku Geraldi serta keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan doa, perhatian serta motivasi kepada penulis.

5. Ibu Asih, ibu Zul, pak Jito, ibu Lina, seluruh staf Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Lingkungan serta para pegawai CV. MEORI AGRO yang telah membantu penulis selama ini dalam melaksanakan penelitian.

6. Teman-temanku BTL 2010 chichi, rio, ka delima, abang andreas, dan

sahabatku marwan serta teman-teman Bioteknologi Tanah dan Lingkungan yang telah membantu dan mendukungku dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan ini.


(10)

kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang terus membangun ke arah yang lebih baik. Semoga tulisan dalam Tesis ini bermanfaat bagi penulis sebagai mahasiswa Pascasarjana pada Program Mayor Bioteknologi tanah dan Lingkungan maupun bagi para pembaca yang budiman.

Bogor, Desember 2012

Penulis


(11)

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERNYATAAN ... ABSTRACT ... RINGKASAN ... HAK CIPTA ... HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGESAHAN ... PRAKATA ... RIWAYAT HIDUP ...

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 3

1.3. Hipotesis Penelitian ... 4

1.4. Ruang Lingkup ... 4

1.5. Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Fosfor ... 5

2.2. Bakteri Pelarut Fosfat ... 8

2.3. Pupuk Hayati ... 11

2.4. Sawi Sendok ... 13

BAB III METODE KERJA ... 15

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15


(12)

3.2.1. Alat Penelitian ... 15

3.2.2. Bahan Penelitian ... 15

3.3. Metode Penelitian ... 16

3.3.1. Penelitian Secara In Vitro ... 16

3.3.2. Penelitian Secara In Vivo ... 22

3.4. Rancangan Penelitian ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Penelitian Secara In Vitro ... 26

4.2. Penelitian Secara In Vivo ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1. Kesimpulan ... 47

5.2. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(13)

Halaman

1. Siklus Fosfor di Alam ... 5

2. Pelepasan Fosfat dari Al atau Fe ... 10

3. Tanaman Sawi Sendok ... 14

4. Penghitungan Indeks Pelarutan ... 19

5. Metode Uji Antagonis 2 isolat bakteri ... 21

6. Metode Uji Antagonis 3 isolat bakteri ... 21

7. Metode Uji Antagonis 4 isolat bakteri ... 22

8. Koloni Bakteri Pelarut Fosfat Yang Dikelilingi Oleh Zona Bening ... 26

9. Pemurnian Bakteri Pelarut Fosfat Pada Medium Pikovskaya Padat ... 27

10. Pelarutan P Pada Media Pikovskaya Padat Dan Pikovskaya Cair ... 28

11. DNA Genom Bakteri ... 29

12. Hasil Elektroforesis DNA Genom Bakteri ... 30

13. Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA ... 30

14. Pelarutan P Pada Media Pikovskaya Padat Dan Pikovskaya Cair ... 32

15. Kemampuan Sembilan Isolat Bakteri Dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase ... 33

16. Hasil Pengujian Enzim Fosfatase ... 34

17. Kurva Standar Empat Isolat Bakteri ... 35

18. Pengujian Antagonis 2,3,dan 4 Isolat Bakteri Pada Cawan Petri ... 37


(14)

Halaman

1. Kandungan dan Komposisi Gizi Pakchoy (Brassica rapa L.)

setiap 100 Gram Bahan Segar ... 14 2. Bakteri-Bakteri Yang Digunakan Dalam Uji Antagonis Serta Asalnya ... 22 3. Kombinasi Perlakuan Bakteri Di Rumah Kaca ... 24 4. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan fosfat pada

medium Pikovskaya Padat dan cair Isolat Asal Tanah ... 27 5. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan fosfat pada

medium Pikovskaya Padat dan cair Isolat Koleksi ... 31 6. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap

Jumlah Daun (helai/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ... 38 7. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap

Tinggi Tanaman (cm/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ... 39 8. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap

Lebar Daun (cm/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ... 40 9. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap

Berat Basah (gram/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST)... 42 10. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap

Serapan P (gram/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ... 43 11. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk

Terhadap P Dalam Jaringan Tanaman (%) Pada Minggu Ke-5

Setelah Tanam (MST) ... 44 12. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap


(15)

Halaman

1. Kombinasi Perlakuan di Rumah Kaca ... 54

2. Komposisi Media Yang Dipakai ... 55

3. Sidik Ragam Jumlah Daun ... 55

4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 55

5. Sidik Ragam Lebar Daun ... 56

6. Sidik Ragam Berat Basah... 56

7. Sidik Ragam Serapan P Tanaman ... 56

8. Sidik Ragam P Dalam Jaringan Tanaman ... 56

9. Sidik Ragam P Dalam Tanah ... 56

10. Hasil Analisis Sekuens Gen 16S rRNA Dari Empat Isolat BPF Pada data Gen Bank ... 57


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO4

3-Pemberian pupuk fosfor pada tanah seringkali menjadi tidak efisien dikarenakan fosfor yang diberikan pada tanah masam akan bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa, pada umumnya fosfor bersenyawa sebagai Ca-P sehingga perlu diberikan dalam takaran yang tinggi. Menurut Jones (1982) tanaman memanfaatkan P hanya sebesar 10-30% dari pupuk P yang diberikan, berarti 70 - 90% pupuk P tetap berada di dalam tanah.

. Peranan fosfor pada tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen.

Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat, yaitu mikrob yang dapat melarutkan P sukar larut menjadi larut, baik yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap oleh tanaman (Saraswati dan Sumarno, 2008). Mikrob pelarut fosfat terdiri atas bakteri (Taha et al., 1969), fungi (Khan dan Bhatnagar, 1977) dan sedikit aktinomiset (Chen et al., 2002).

Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat


(17)

biologisnya. Karena bentuk dan jumlah fosfat dan bahan organik yang terkandung dalam tanah berbeda-beda, maka keefektifan tiap mikrob pelarut fosfat untuk melarutkan fosfat berbeda pula.

Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia dalam aktivitasnya, mikrob pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik. Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase dieksresikan oleh akar tanaman dan mikrob, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob (Joner, et al., 2000). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia.

Pupuk dapat didefinisikan sebagai zat atau campuran zat yang ditambahkan pada tanah atau media tanam untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Bahan pembuat pupuk atau material pupuk dapat berupa bahan organik atau anorganik. Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Baik pupuk organik maupun pupuk anorganik atau yang biasa disebut pupuk kimia mengandung berbagai macam unsur hara yang diperlukan tanaman untuk proses pertumbuhannya. Pupuk kimia memiliki konsentrasi kandungan unsur hara yang lebih besar daripada konsentrasi kandungan unsur hara pupuk organik. Oleh karena itu pupuk kimia lebih banyak dipergunakan oleh petani karena dari segi kualitas dan kuantitas hasil panen dapat meningkat dengan cepat. Akan tetapi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan terus menerus dapat merusak kondisi tanah.

Residu zat kimia dari pupuk yang tidak terserap oleh tanaman dapat terakumulasi dalam tanah sehingga dapat mempengaruhi kondisi fisika, kimia dan biologi tanah. Salah satu contohnya adalah perubahan pH tanah dapat mengakibatkan penyerapan unsur hara oleh tanaman tidak sempurna serta mikrob yang hidup di tanah dan membantu proses pertumbuhan tanaman tidak dapat beraktivitas dengan baik (Saputra, 2007). Akibatnya tanah menjadi kurang


(18)

produktif dan kualitas produksi pertanian akan menurun karena tanaman kurang mendapat nutrisi.

Sawi sendok (Pakchoy, Brassica rapa L) adalah sayuran terna berbentuk roset dengan daun tegak lurus kaku dan lembut, membulat tajam. Sawi sendok dikenal sebagai kubis putih Cina, karena daun putih khusus, walaupun beberapa jenis memiliki tangkai daun hijau. Sawi sendok merupakan tanaman sayuran daun termasuk famili Brassicaceae. Sawi sendok mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis. Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan tanaman sawi sendok merupakan salah satu sayuran penting di Asia, atau khususnya di China. Kualitas produksi tanaman pertanian seperti jenis sayur-sayuran untuk konsumsi manusia sangat erat hubungannya dengan kualitas pupuk yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Apabila pupuk yang digunakan mempunyai kualitas yang baik dan aman bagi lingkungan maka hasil produk pertanian akan mempunyai kualitas yang baik pula.

1.2. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro

dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah sebagai Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)

2. Untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro

dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah yang diaplikasikan baik secara tunggal maupun kombinasinya dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok.

3. Untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro

dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah dalam mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik.


(19)

1.3. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :

1. Isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah merupakan Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dan mampu melarutkan senyawa fosfat

2. Isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro baik tunggal maupun kombinasi

dengan kode P2, J2, PS4dan satu isolat asal tanah mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok.

3. Isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro baik tunggal maupun kombinasinya dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah mampu mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik

1.4. RUANG LINGKUP

Lingkup penelitian meliputi pengujian terhadap kemampuan isolat dalam melarutkan fosfat sukar larut beserta uji antagonis antar isolat pada skala in vitro, dan pengaplikasiannya terhadap tanaman sawi sendok dalam skala rumah kaca (in vivo)

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh isolat bakteri sebagai pupuk hayati yang memiliki fungsi dalam melarutkan fosfat sukar larut dan meningkatkan pertumbuhan serta produksi tanaman sawi sendok sehingga dapat mengurangi penggunaan fosfat anorganik.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. FOSFOR (P)

Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Peranan fosfor pada tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO43-. Ketersediaan fosfor anorganik sangat

ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta kegiatan mikrob dalam tanah (Lal, 2002).

Gambar 1. Siklus Fosfor (Subba-Rao, 1994) Melalui

mikoriza

Penyerapan oleh akar

Mikroorganisme Pelarut P

Immobilisasi

Fosfor anorganik yang tidak tersedia

Materi Organik mati (fosfat organik)

Hewan

Mineralisasi Ortofosfat Tanaman


(21)

Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P terikat menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat pada tanah masam atau Ca3(PO4)2

Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari

pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007).

pada tanah basa. Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus diubah menjadi bentuk tersedia bagi tanaman.

Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secara visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya.

Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan. Secara geokimia, fosfor merupakan 11 unsur yang sangat melimpah di kerak bumi. Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur utama di dalam proses fotosintesis. Fosfor biasanya berasal dari pupuk buatan yang kandungannya berdasarkan rasio N-P-K. Fosfat merupakan salah satu bahan galian yang sangat berguna untuk pembuatan pupuk. Sekitar 90% konsumsi fosfat dunia dipergunakan untuk pembuatan pupuk, sedangkan sisanya dipakai oleh industri ditergen dan makanan ternak.

Bentuk-bentuk P dalam tanah

Fosfat dalam tanah dibedakan dalam bentuk P-organik dan P-anorganik. Bentuk organik terdapat dalam bentuk sel-sel mikrob, humus tanah dan bahan organik tanah lainnya. Sumber utama P-organik adalah pupuk kandang, pupuk


(22)

hijauan dan kompos sedangkan P-anorganik adalah mineral yang mengandung P, misalnya apatit.

P-Organik tanah

P organik tanah berada dalam bentuk senyawa yang sangat komplek. Kandungan P organik di dalam tanah berkisar lebih kurang 50% dari total P dalam tanah sedangkan kandungan P dalam bahan organik tanah berkisar antara 1% - 3% (Tisdale et al., 1993). Kandungan P organik lebih banyak terdapat pada tanah lapisan atas bila dibandingkan dengan tanah lapisan bawah. Kuantitas P-organik dalam tanah umumnya meningkat dengan meningkatnya C dan/atau N. Banyak bentuk P-organik yang belum terdeteksi namun sebagian besar bentuk P-organik tanah adalah inositol fosfat (10-50%), fosfolipida (1-5%) dan asam nukleat (0,2-2,5%). Sebagian besar inositol fosfat dihasilkan oleh aktivitas mikrob dan degradasi residu tanaman. Adanya ion H2PO4- dan ion OH- akan menyebabkan

inositol fosfat membentuk kompleks yang sangat kuat dengan protein, dan membentuk garam tidak larut dengan Fe3+ dan Al3+ pada tanah masam dan dengan Ca2+

Asam nukleat terdapat pada semua sel hidup dan dihasilkan selama proses dekomposisi oleh mikrob tanah, dua bentuk asam nukleat adalah RNA (asam ribonukleat) dan DNA (asam deoksiribonukleat). Asam nukleat merupakan bentuk yang cepat dirombak. Fosfolipida merupakan senyawa fosfat yang berkombinasi dengan lipida dan merupakan bentuk tidak larut dalam air tetapi mudah digunakan dan disintesis oleh mikrob tanah.

pda tanah alkalin (Russel, 1988; Tisdale et al., 1993).

Secara umum immobilisasi dan mineralisasi P sama dengan N, kedua proses terjadi secara simultan dalam tanah. Sumber utama P-organik tanah adalah residu tanaman dan hewan yang didegradasi oleh mikrob dan seringkali berasosiasi dengan asam-asam humik. Inositol fosfat, fosfolipida dan asam nukleat juga dapat dimineralisasi dalam tanah oleh enzim fosfatase. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, tetapi juga


(23)

dipengaruhi oleh pH, kelembaban, temperatur, dan faktor lainnya. Dalam kebanyakan tanah, total P-organik sangat berkorelasi dengan C-organik tanah,

sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya total C-organik.

Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P-organik, maka semakin

meningkat immobilisasi P (Havlin et al., 1999).

P-anorganik

Menurut Soepardi (1983) ketersediaan P-anorganik sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu pH tanah; besi, aluminium, dan mangan larut; adanya mineral yang mengandung besi, aluminium, dan mangan; tersedianya kalsium; jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik; dan kegiatan jasad mikro. Empat faktor pertama berhubungan satu sama lain, karena semuanya bergantung dari kemasaman tanah. P-anorganik di dalam tanah pada umumnya berasal dari mineral flour apatit {Ca10(PO4)6F2

Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral P sekunder seperti hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit, dan lain-lain sesuai dengan lingkungannya. Selain itu, ion-ion fosfat dengan mudah dapat bereaksi dengan ion Fe

}.

3+,

Al3+, Mn2+, Ca2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hydrat besi, aluminium, dan liat (Premono, 1994). Pada tanah masam, kelarutan Al dan Fe menjadi tinggi. Dengan demikian, ion fosfat (H2PO4-, HPO42-, PO43-) akan segera

terikat membentuk senyawa P yang kurang tersedia bagi tanaman. Bila pH tanah dinaikkan, maka P akan berubah menjadi tersedia kembali. Pada pH di atas netral, P juga kurang tersedia bagi tanaman karena diikat oleh Ca menjadi senyawa yang kurang tersedia. Unsur tersebut akan tersedia kembali bila pH diturunkan. Jadi ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah (Havlin et al., 1999).

2.2. BAKTERI PELARUT FOSFAT

Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat, yaitu mikrob yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemanfaatan


(24)

mikrob pelarut fosfat diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam (Saleh et al., 1989). Mikrob pelarut fosfat terdiri atas bakteri (Taha et al., 1969), fungi (Khan dan Bhatnagar, 1977) dan sedikit aktinomiset (Chen et al., 2002).

Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikrob ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikrob dan secara fisiologis mikrob yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran.

Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing mikrob memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat. Pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah.

Populasi bakteri pelarut fosfat umumnya lebih rendah pada daerah yang beriklim kering dibandingkan dengan daerah yang beriklim sedang. Karena bentuk dan jumlah fosfat dan bahan organik yang terkandung dalam tanah berbeda-beda, maka keefektifan tiap mikrob pelarut fosfat untuk melarutkan fosfat berbeda pula. Penggunaan mikrob pelarut fosfat masih menghadapi beberapa kendala seperti faktor tanah, karena setiap jenis tanah mempunyai bentuk fosfat yang berbeda-beda antara lain pada lahan masam bentuk fosfat didominasi oleh Al-P, Fe-P atau occluded- P sedangkan pada lahan basa didominasi oleh bentuk Ca-P. Jadi masing-masing lahan seperti itu memerlukan inokulan pelarut fosfat yang berbeda.


(25)

Mekanisme Pelarutan P

Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikrob. Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik, diantaranya ialah asam sitrat, glutamate, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartat dan α-ketobutirat (Alexander, 1978). Selain mikrob ternyata akar-akar tanaman dalam eksresinya juga menghasilkan asam-asam organik antara lain asam sitrat, malat dan oksalat. (Gerke, 1994). Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1977). Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Asea et al., 1988). Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman.

Asam-asam organik mampu meningkatkan P tersedia tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah : (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al., 1970); (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik (Earl et al., 1979 ); dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik (Tisdale et al., 1993).

Gambar 2. Pelepasan Fosfat dari Al atau Fe OH

M = Al3+ atau Fe3+

Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+ 10Ca2+ + 6H2O + 6H2PO4-

M

OH

H2PO4-

+ R – COO- M + H2PO4-

OH OH


(26)

Selain menghasilkan asam organik, mikrob Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Cunninghamella, Arthrobacter, Streptomyces, Pseudomonas dan

Bacillus juga menghasilkan enzim-enzim yang dapat melarutkan P-organik dalam tanah (Alexander 1978). Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983) dan enzim fitase (Alexander, 1977). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase dieksresikan oleh akar tanaman dan mikrob, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob (Joner, et al., 2000). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Gaur et al., 1980; Paul dan Clark, 1989). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia. Fungi lebih mampu melarutkan P

dalam bentuk AlPO4 (pada tanah masam), sedangkan bakteri lebih efektif

melarutkan fosfat dalam bentuk Ca3PO4

Dari beberapa keberhasilan BPF meningkatkan pertumbuhan tanaman, sebagian diantaranya terkait dengan peran ganda BPF. Beberapa strain dan jenis BPF dilaporkan mampu menghasilkan fitohormon yang turut berperan dalam perkembangan tanaman (De Freitas et al.,1997).

pada tanah basa (Banik dan Dey, 1982).

2.3. PUPUK HAYATI

Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikrob tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh


(27)

cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah.

Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak

Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting rhizobacteria = PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2

FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai bahan yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfer atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah. Pengertian pupuk hayati lebih luas daripada istilah yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan FNCA Biofertilizer Project Group (2006).

Mikroorganisme dalam pupuk mikrob yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang ( cross-inoculation) atau lebih. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok mikrob fungsional (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok mikrob fungsional. Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu

, juga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995; Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991).


(28)

kelompok mikrob fungsional. Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional.

2.4. SAWI SENDOK

Sawi sendok adalah sayuran terna berbentuk roset dengan daun tegak lurus kaku dan lembut, membulat tajam. Sawi sendok dikenal sebagai kubis putih Cina, karena daun putih khusus, walaupun beberapa jenis memiliki tangkai daun hijau. Banyak jenis tersedia di Asia Tenggara (Taiwan, Hongkong, Singapura) dan sayuran ini diusahakan sangat luas di daerah ini. Sayuran sawi sendok cocok di negara tropis lain, lebih disukai menjadi sayuran popular (Williams et al., 1993).

Sawi sendok merupakan tanaman sayuran daun termasuk famili

Brassicaceae. Sawi sendok mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis. Daerah asal tanaman dari Tiongkok/Cina (Rukmana, 1994). Sawi sendok atau dalam bahasa Canton adalah pakcoy berarti sayuran putih, atau disebut juga bokchoy. Konon di daerah Cina, tanaman ini dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan. Sawi sendok masuk ke wilayah Indonesia pada Abad XIX, bersamaan dengan lintas perdagangan jenis sayuran tropis lain, terutama kelompok kubis/Brassicaceae (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan tanaman sawi sendok merupakan salah satu sayuran penting di Asia, atau khususnya di China. Daun sawi sendok bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daun, berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging. Keragaman morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai varietas dalam kelompok ini. Terdapat bentuk daun berwarna hijau pudar dan ungu yang berbeda. Lebih lanjut dinyatakan sawi sendok kurang peka terhadap suhu ketimbang sawi putih, sehingga tanaman ini memiliki daya adaptasi lebih luas.


(29)

Sawi sendok memiliki umur pascapanen singkat, tetapi kualitas produk dapat dipertahankan selama 10 hari, pada suhu 00C (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Produksi utama sawi sendok adalah daun. Sawi sendok dikomsumsi dalam berbagai bentuk antara lain dilalap, digoreng, disayur lodeh atau ditumis. Oleh orang Korea, sawi sendok umum diawetkan dalam bentuk asinan disebut “Kimchee“.

Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Gizi Sawi sendok (Brassica rapa L.) setiap 100 Gram Bahan Segar

Sumber : (FAO) Food and Agriculture Organization of The United Nation (1972) Komposisi Gizi Kandungan Gizi Satuan

Energi 17.000 Kal

Protein 1.700 g

Lemak 0.200 g

Karbohidrat 3.100 g

Serat 0.700 g

Abu 0.800 g

Fosfor 46.000 mg

Zat Besi 2.600 mg

Natrium 22.000 mg

Thiamine 0.070 mg

β-karoten 2.305 µg

Kalium 279.000 mg

Riboflavin 0.130 mg

Niacin 0.800 mg

Kalsium 102.000 mg


(30)

BAB III METODE KERJA

3.1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juli 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan serta Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor.

3.2. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN 3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Laminar air flow, autoclave, oven, Spectrophotometer, refrigerator, perangkat elektroforesis, perangkat PCR, Scope UV, timbangan, cawan petri, batang penyebar, erlenmeyer, tabung reaksi, pH meter, shaker, mikropipet, tip mikro, magnetik stirer, inkubator, tabung ependoff, jarum ose, gelas ukur, alumunium foil, karet gelang, spidol, polybag.

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi empat bagian antara lain :

1. Isolasi dan Perbanyakan Mikrob :

Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4, Media Pikovskaya, larutan fisiologis 0.85%, Media NB, Media NA.

2. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif :

Larutan PB, Larutan PC, Modified Universal Buffer (MUB) 1x, 0.5 N NaOH, 0.115 M p-nitro phenyl phosphate (p-NPP), 1 mg/ml p-nitrophenol (p-NP) , akuades, alkohol 95%,

3. Identifikasi Molekuler :

Larutan SDS 10%, aquabidest steril, bufer TAE, bufer TE yang mengandung lysozyme, agarosa, larutan loading buffer, NaCl, NaCl-CTAB,


(31)

Kloroform:Isoamil (24:1), isopropanol, etanol 70%, 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3’) dan 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3’), 10 mM dNTP (deoxynucleotide triphosphates), 10x bufer

Polymerase Chain Reaction (PCR), 50 mM MgSO4, enzim Taq DNA polimerase, dan Etidium Bromida (EtBr)

4. Penanaman tanaman sawi sendok :

Bibit tanaman sawi sendok berumur 2 minggu, tanah latosol, pupuk kandang, pupuk anorganik SP-36 dan KCl.

3.3. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yaitu secara in vitro dan in vivo.

3.3.1. Penelitian secara in vitro

Penelitian secara in vitro dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

Tahapan persiapan penelitian ini meliputi persiapan alat-alat, pembuatan bahan-bahan dan sterilisasi alat serta media yang akan dipakai dalam penelitian.

b. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat dari Tanah

Pengambilan sampel tanah dan pengisolasian bakteri pelarut fosfat asal tanah latosol dilakukan sebagai pembanding terhadap isolat koleksi CV. Meori Agro.

Tahapan pengambilan tanah dilakukan dengan mengambil tanah di sekitar rizosfer tanaman jagung kemudian tanah tersebut dikeringudarakan. Kemudian sebanyak 10 gram tanah dari bahan tanah dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang berisi 90 ml larutan fisiologis kemudian dibuat serial pengenceran sampai 10-5. Sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-3,10-4 dan 10-5 dituang di cawan petri kemudian media pikovskaya dituangkan secara merata secara steril dan diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu ruang. Koloni-koloni bakteri pelarut fosfat yang diinginkan selanjutnya dimurnikan dan disimpan di dalam medium agar-miring Pikovskaya.


(32)

c. Identifikasi Molekuler

Identifikasi molekuler ini dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut,

yaitu isolasi DNA genom bakteri, elektroforesis DNA, Polymerase Chain

Reaction (PCR), dan sekuensing DNA.

Isolasi DNA Genom Bakteri. Sebanyak 2 ml kultur sel BPF yang ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu ruang di dalam medium NB disentrifugasi (8049,6 x g, 15 menit) untuk memisahkan koloni bakteri dari medium. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet dicuci dengan 250 µl bufer TE kemudian pelet diresuspensi menggunakan mikropipet. Hasil resuspensi diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit kemudian ditambahkan 50 μl larutan SDS 10% dan dibolak balik. Selanjutnya suspensi kembali diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit kemudian ditambahkan 65 μl NaCl dan 80 µl CTAB-NaCl dan diinkubasi dalam

waterbath (65ºC, 20 menit). Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan 450

μl kloroform: isoamil (24:1), kemudian tabung Eppendoff yang berisi campuran DNA dibolak-balik secara halus. Suspensi yang telah teremulsi disentrifugasi (6763,9 x g, 15 menit). Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan ke dalam tabung Eppendoff steril dan ditambahkan isopropanol yang dingin (-20ºC). DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada suhu 40

Proses Elektroforesis DNA. Larutan 50x bufer TAE diencerkan menjadi 2x bufer TAE. Kemudian dibuat gel agarosa 1%, yaitu 0,2 gram agarosa dalam 20 ml 2x bufer TAE dan ditambahkan 2 µl Et-Br yang selanjutnya dituang ke dalam cetakan gel agarosa. Setelah gel membeku diletakkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah diisi 1x bufer TAE sehingga gel terendam. Sebanyak 3 μl

dari masing-masing DNA dicampur dengan 1,2 μl loading buffer sebagai

pemberat. Suspensi larutan DNA dengan loading buffer diinjeksikan ke dalam C dengan kecepatan 8049,6 x g selama 20 menit. Supernatan dibuang kemudian dilakukan pencucian menggunakan etanol 70% dingin dan disentrifugasi (8049,6 x g, 2 menit). Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet DNA dikeringudarakan. DNA yang telah didapatkan siap digunakan untuk elektroforesis atau disimpan sebagai


(33)

sumur-sumur pada gel elektroforesis. Setelah semua sumur terisi, power supply

perangkat elektroforesis dinyalakan dengan voltase sebesar 75 V selama ± 45 menit. Selanjutnya DNA dapat dilihat dan difoto menggunakan perangkat UV Transilluminator.

Proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR diawali dengan

pembuatan campuran komponen reaksi untuk PCR sebanyak 50 μl dengan

komposisi sebagai berikut : primer 10 μl 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG

CTC AG- 3’), primer 10 μl 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT

T-3’), 2 μl template DNA, PCR mix 25 µl dan 19 μl aquabidest steril. Running

PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi sebagai berikut, denaturasi siklus awal atau pra-denaturasi 95ºC selama 5 menit, diikuti denaturasi untuk siklus selanjutnya pada suhu 95ºC selama 1 menit. Penempelan primer (annealing) dilakukan selama 1 menit pada suhu 55ºC. Polimerisasi dilakukan selama 2 menit pada suhu 72ºC dan pada siklus terakhir, yaitu siklus ke-35 dilakukan perpanjangan waktu polimerisasi selama 10 menit. Produk hasil PCR divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.0% dalam 2x bufer TAE dengan voltase 75 volt selama ± 30 menit.

Sekuensing DNA. Produk hasil PCR dikirimkan pada PT. Genetika Science untuk disekuen di Malaysia. Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan

dengan sekuen pada database European Bioinformatics Institute (EBI)

menggunakan piranti FASTA pada situs http://www.ebi.ac.uk.

d. Peremajaan Tiga Isolat Bakteri Koleksi

Ketiga isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yang akan dipergunakan digoreskan pada media pikovskaya menggunakan jarum ose untuk peremajaan.

Perlakuan ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow agar tidak terjadi


(34)

e. Pengujian Kualitatif Isolat Bakteri asal Tanah dan Isolat Bakteri

Isolat terpilih dan isolat koleksi yang telah diremajakan kemudian dilakukan pengujian pelarutan P secara kualitatif. Isolat diujikan pada media pikovskaya padat kemudian pengamatan dilakukan sampai terbentuknya zona bening di sekitar bakteri. Koloni yang dikelilingi zona bening menunjukkan adanya pelarutan fosfat. Pengujian secara kualitatif dilakukan dengan cara menghitung besarnya zona bening berbanding besarnya koloni bakteri. Perhitungan pelarutan fosfat pada media menggunakan Indeks pelarutan (IP).

Satu bakteri pelarut fosfat yang unggul selanjutnya disimpan di dalam medium agar-miring Pikovskaya untuk pengujian selanjutnya.

f. Pengujian Kuantitatif Isolat Bakteri

Pengujian Kemampuan Bakteri Koleksi dan Asal Tanah dalam Pikovskaya cair

Mikrob terpilih diuji kemampuannya dalam melarutkan senyawa P sukar larut (Ca3(PO4)2) di medium pikovskaya cair. Mikrob yang akan diuji diremajakan

terlebih dahulu kemudian diambil 1 ose mikrob tersebut diinokulasikan pada pikovskaya cair dan diinkubasi selama 5 hari. Kultur diinkubasi diatas shaker secara periodik. Pada akhir inkubasi kultur disentrifugasi dengan kecepatan 1048,12 x g selama 20 menit. Filtrat jernih yang diperoleh ditentukaan P larutnya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang (α) 660 nm dan dibandingkan dengan kontrol.

A

B

IP :

Keterangan :

A : Lebar Zona bening B : Lebar Koloni Bakteri

A

B


(35)

Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase

Sebanyak 50 ml kultur sel BPF yang ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu ruang di dalam medium Pikovskaya cair. Sebanyak 1 ml kultur, kemudian ditambahkan 1 ml Buffer fosfat, dan 1 ml 0.115 M p-nitro phenyl phosphate (p-NPP), kemudian diinkubasi selama 2 jam di dalam waterbath pada suhu 38ºC. Setelah diinkubasi selama 2 jam, ditambahkan 1 ml CaCl 0,5 M dan 4 ml 0.5 M NaOH kemudian dikocok dan disentrifuse. Larutan akan berubah menjadi warna kuning, hal ini menandakan bahwa bakteri menghasilkan enzim fosfatase. Semakin pekat warna kuning yang terbentuk, maka semakin tinggi enzim fosfatase yang dihasilkan. Kemudian dilakukan pengenceran 10x dengan mengambil 1 ml filtrat ditambahkan dengan 9 ml aquadest. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang (α) = 400 nm menggunakan

Spectrophotometer.

g. Pengukuran Kurva Standar Bakteri

Kurva standar populasi mikrob terpilih ditentukan untuk menyamakan jumlah sel mikrob dalam percobaan selanjutnya. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai rapat optis suspensi mikrob dengan satuan pembentuk koloni (SPK) yang ditentukan dengan metode cawan hitung. Sehingga, inokulasi pada percobaan selanjutnya dapat menggunakan populasi mikrob yang seragam.

Isolat-isolat yang telah didapatkan diambil menggunakan ose kemudian ditumbuhkan pada media NB. Setelah 2 hari diinkubasi di atas shaker suspensi bakteri di dalam medium NB diencerkan berurut 2,3,4,8,dan 10 kali dan diukur nilai rapat optisnya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (α) 620nm. Pada waktu yang bersamaan setiap tingkat pengenceran tersebut diatas, populasi mikrob ditentukan dengan metode hitungan cawan. Populasi mikrob dan nilai rapat optisnya dihubungkan dengan persamaan regresi linier, yang digunakan sebagai kurva baku populasi mikrob di dalam medium tersebut.


(36)

h.Uji Antagonis Empat Isolat Bakteri

Bakteri-bakteri yang digunakan untuk uji antagonis dapat dilihat pada Tabel 2. Satu koloni bakteri yang tumbuh terpisah di cawan petri, diambil menggunakan jarum ose dan digoreskan pada media NA yang telah disiapkan. Pengujian antagonis empat isolat bakteri tersebut dilakukan pada media agar (Gambar 5,6 dan 7). Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap koloni bakteri dengan cara melihat pertumbuhan empat bakteri bersama-sama.

Gambar 6. Metode Uji Antagonis 3 isolat bakteri Isolat Bakteri 2 Isolat

Bakteri 1

Gambar 5. Metode Uji Antagonis 2 isolat bakteri

Cawan petri Isolat Bakteri 2

Isolat Bakteri 1 Isolat

Bakteri 3


(37)

3.3.2. Penelitian secara in vivo

a. Analisis Kandungan Unsur Hara Pada Tanah

Tanah yang akan dipakai untuk menanam tanaman sawi sendok diambil secara komposit dari lima titik pada kedalaman 0-20 cm dan dicampur hingga merata, kemudian dianalisis kandungan haranya menggunakan Metoda Bray I. Analisis kandungan fosfor dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.

b. Analisis Fosfor Pada Tanah menggunakan Metode Bray I

Tanah yang akan dipakai untuk analisis ditimbang sebanyak 3 gram kemudian ditambahkan pengekstrak Bray dan Kurt I sebanyak 30 ml lalu dikocok selama 5 menit. Kemudian larutan disaring hingga jernih. Dari larutan tersebut dipipet 1 ml ke tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml,

Kode Bakteri Asal Isolat

PS4 Rizosfer Tanaman Nilam

P2 Rizosfer Tanaman Kacang Tanah

J2 Rizosfer Tanaman Jagung

T9 Rizosfer Tanaman Jagung

Tabel 2. Bakteri-Bakteri yang Digunakan Dalam Uji Antagonis serta Asalnya Cawan Petri Isolat

Bakteri 1

Isolat Bakteri 2 Isolat

Bakteri 4

Isolat Bakteri 3


(38)

dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693nm.

c. Persiapan Inokulan

Isolat-isolat yang terpilih masing-masing dipindahkan ke dalam 100 ml media NB dengan jarum ose lalu dibiakkan di atas mesin pengocok selama 3 hari. Pada hari yang ketiga diukur nilai rapat optis suspensi tersebut dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang (α) 620 nm untuk memperoleh jumlah populasi sel per milimeter supensi. Penentuan populasi sel ini gunakan untuk menghitung jumlah isolat yang akan diinukolasikan.

d. Penanaman dan perlakuan bibit tanaman sawi sendok

Benih sawi sendok ditumbuhkan pada media tumbuh berupa tanah dan pupuk kandang hingga berumur 2 minggu. Kemudian bibit tanaman sawi sendok dipindahkan ke polybag dengan media yang sama dan diberi perlakuan bakteri dengan kepadatan bakteri 107

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan faktor pertama yaitu perlakuan empat isolat bakteri baik secara tunggal maupun kombinasi sebanyak 16 taraf (Tabel 3) dan faktor kedua yaitu perlakuan dosis SP-36 sebanyak 3 taraf 50 kg/ha; 75 kg/ha; 100 kg/ha. Percoban dilakukan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 144 satuan unit percobaan.

sel/ml dengan cara menuangkan suspensi dekat dengan rhizosfer tanaman sawi sendok pada saat tanam kemudian diletakkan di dalam rumah kaca dan diamati pertumbuhannya. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan 1 minggu sebelum penanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan mempertahankan kadar air tanah pada keadaan 80% kapasitas lapang. Pertumbuhan tanaman sawi sendok di rumah kaca diamati setiap minggu selama ± 5 minggu.


(39)

Kombinasi perlakuan di rumah kaca :

Tabel 3. Kombinasi Perlakuan Bakteri Di Rumah Kaca Kombinasi

Perlakuan

SP36

(kg/ha) P2 J2 PS4 T9

0 - - - -

1 - - -

2 - - -

3 - - -

4 - - -

5 - -

6 - -

7 - -

8 - -

9 - -

10 - -

11 -

12 -

13 -

14 -

15

Keterangan :

P2 : Isolat koleksi 1 PS4 : Isolat koleksi 3

J2 : Isolat koleksi 2 T9 : Isolat dari tanah

SP-36 : Pupuk anorganik

Dosis pupuk SP-36 diberikan dalam 3 dosis yaitu 50kg/ha; 75 kg/ha; 100 kg/ha

e. Peubah Yang Diamati

Jumlah daun, tinggi tanaman dan lebar daun diamati setiap minggu selama 5 minggu. Setelah tanaman sawi sendok mencapai masa akhir vegetatif (5 minggu setelah tanam), tanaman diambil untuk menghitung biomassa segar dan kering serta kandungan P di dalam jaringan tanaman. Tanah di dalam pot kemudian dikering anginkan, diaduk merata untuk dianalisis P tersedianya dengan Metode Bray I.


(40)

3.4. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan faktor pertama yaitu perlakuan empat isolat bakteri baik secara tunggal maupun kombinasi sebanyak 16 taraf (Tabel 3) dan faktor kedua yaitu perlakuan dosis SP-36 sebanyak 3 taraf 50 kg/ha; 75 kg/ha; 100 kg/ha. Percoban dilakukan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 144 satuan unit percobaan.

Menurut Gaspersz (1991), model statistik untuk percobaan dengan menggunakan rancangan acak (RAL) Faktorial adalah sebagai berikut :

Y

ijk

= µ +

α

i

+

β

j

+ (αβ)

ij

+ E

ijk Dimana : µ : Rata-rata (nilai tengah) respon

αi

β

: Pengaruh dari faktor pertama

j (αβ)

: Pengaruh dari faktor kedua

ij : Interaksi

E

antara faktor pertama dan kedua

ij

pertama taraf ke-i dan faktor kedua taraf ke-j dengan : Pengaruh faktor random yang mendapat perlakuan

ulangan ke-k Yij

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

: Nilai pengamatan pada perlakuan faktor pertama taraf ke-i dan faktor kedua taraf ke-j dengan ulangan ke-k


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Secara In Vitro

a. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah

Penelitian secara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel tanah dari sekitar rizosfer tanaman jagung sebagai sumber isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang diperoleh dari Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor.

Isolasi mikrob dari sampel tanah dilakukan menggunakan larutan fisiologis dan dilakukan seri pengenceran bertingkat kemudian diukur kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat. Tidak semua mikrob tersebut menghasilkan zona berwarna terang jernih atau zona bening. BPF yang tumbuh pada medium Pikovskaya padat akan melarutkan fosfat yang ditandai dengan adanya zona berwarna terang jernih atau zona bening yang mengelilingi koloni bakteri tersebut (Gambar 8). Hal ini disebabkan adanya pelarutan fosfat dari Ca3(PO4)2

Sebanyak 6 isolat BPF yang menghasilkan zona bening dimurnikan pada medium Pikovskaya padat (Gambar 9) dan disimpan dalam medium agar miring (stockculture) untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya.

yang terdapat dalam medium.


(42)

b. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Asal Tanah

Pengujian pelarutan fosfat secara kuantitatif dan kualitatif terhadap isolat bakteri asal tanah dilakukan sebagai pembanding terhadap tiga isolat bakteri koleksi CV. Meori agro. Sebanyak 6 isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian kemampuan bakteri pelarut fosfat (BPF) dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair

Dari Tabel 4 tampak bahwa isolat bakteri T9 memiliki nilai Indeks Pelarutan (IP) fosfat paling besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 3,47. Isolat bakteri T9 pun memiliki hasil pelarutan P pada media pikovskaya cair paling

Nama Isolat

Rata-rata Diameter Koloni

(mm)

Rata-rata Diameter Zona

Bening (mm)

Indeks Pelarutan

(IP)

Rata-rata P Terlarut

(ppm)

Warna Koloni

Isolat T2 8,50 20,00 2,35 4,4 Putih

Kekuningan

Isolat T3 6,75 12,25 1,81 2,8 Putih

Kekuningan

Isolat T4 8,50 14,00 1,64 1,5 Putih

Kekuningan

Isolat T6 9,25 19,25 2,08 1,2 Kuning

Kecoklatan

Isolat T8 5,50 18,00 3,27 2,5 Putih Susu

Isolat T9 5,25 18,25 3,47 4,9 Kuning

Kecoklatan Gambar 9. Pemurnian bakteri pelarut fosfat pada


(43)

besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 4,9 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri T9 memiliki kualitas paling baik diantara 5 isolat bakteri lain yang berasal dari tanah yang diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil ini berbeda dengan isolat bakteri T8 yang meskipun memiliki nilai IP yang tidak berbeda jauh dengan isolat bakteri T9 yaitu 3,27 namun dalam hal melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair, isolat bakteri T8 hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 2,5 ppm. Sedangkan nilai IP yang paling kecil terdapat pada isolat bakteri T4 yaitu sebesar 1,64 dan dalam hal pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair juga hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 1,5 ppm.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat tidak selalu dilihat berdasarkan lebar dari zona bening. Menurut Rachmiati (1995) besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tak larut ditunjukkan oleh adanya luas daerah bening di sekitar isolat pada cawan petri. Tatiek (1991) juga mengemukakan bahwa daerah bening pada media padat tidak dapat menunjukkan kemampuan setiap bakteri untuk menyumbangkan jumlah fosfat terlarut, meskipun luas sempitnya daerah bening dapat menunjukkan besar kecil bakteri melarutkan fosfat sukar larut.

Berdasarkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif di atas maka dipilih satu mikrob unggul (paling baik) yang berasal dari tanah yaitu isolat bakteri T9. Pengujian selanjutnya menggunakan empat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (isolat bakteri T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (PS4, J2 dan P2).


(44)

Gambar 11. DNA genom bakteri

c. Identifikasi Bakteri Isolasi DNA

Isolasi DNA bakteri digunakan sebagai awal untuk mendapatkan informasi genetik 4 isolat bakteri terpilih. Isolat bakteri asal tanah yang diidentifikasi secara molekuler merupakan isolat terpilih yang memiliki hasil IP, pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair dan kandungan enzim fosfatase yang tinggi yaitu isolat bakteri T9 sehingga, terdapat empat isolat bakteri yang akan diidentifikasi secara molekuler. Sel bakteri yang telah ditumbuhkan kemudian disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dan pelet kemudian diresuspensi menggunakan bufer TE. Bufer TE mengandung lysozyme yang berfungsi sebagai perusak dinding sel. Sodium dodekil sulfat (SDS) 10% yang digunakan dalam isolasi DNA merupakan sejenis deterjen yang dapat digunakan untuk merusak membran sel, hal ini mengakibatkan sel mengalami lisis. Kotoran (debris) sel yang disebabkan oleh pengrusakan sel oleh lysozyme dan SDS dibersihkan dengan cara dibolak-balik sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan digunakan larutan isoamil (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan) (Muladno, 2002). Pengambilan fase yang mengandung DNA pada bagian atas dilakukan dengan sangat hati-hati. Selanjutnya DNA dipresipitasi menggunakan etanol absolut 70%. DNA akan terlihat berwarna bening dan kental di dalam tabung Eppendoff (Gambar 11).


(45)

1

2000 bp 1000 bp

Elektroforesis Gel Agarosa

DNA yang telah berhasil diisolasi kemudian dilakukan pengujian untuk mendeteksi keberadaan DNA tersebut menggunakan elektroforesis pada gel agarosa (Gambar 12).

Amplifikasi Gen 16S rRNA

Hasil amplifikasi PCR isolat bakteri menggunakan primer 16S rRNA (Gambar 13) menghasilkan satu amplikon atau produk PCR berukuran sekitar 1500 bp. Primer yang digunakan dalam proses PCR ini, yaitu 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3’) dan 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3’). Selanjutnya amplikon ini disekuen untuk mengetahui urutan nukleotida pada gen 16S rRNA masing-masing isolat.

Gambar 12. Hasil elektroforesis DNA genom bakteri

Keterangan : 1 = 1 kb DNA

ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9 3 4 5

Gambar 13. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA

Keterangan : 1 = 1 kb DNA

ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9 1

2 3 4 5

1500 bp 1


(46)

Homologi Isolat Bakteri Dengan Program FASTA

Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 16S rRNA pada program FASTA diketahui homologi spesies dari empat isolat bakteri yang diuji. Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode P2 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Pseudomonas aeruginosa strain QZX-A , isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode J2 memiliki kemiripan sebesar 99,3% dengan Bacillus subtilis

strain PARZ2, dan isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode PS4

memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Burkholderia sp. strain AH83.

Sedangkan Isolat asal tanah yaitu isolat bakteri T9 memiliki kemiripan sebesar 99% dengan Burkholderia sp. strain A-3. Hasil analisis sekuen gen 16S rRNA dari tiga isolat BPF pada data GenBank terdapat pada Lampiran 11.

d.Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Koleksi

Sebanyak 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yang sudah diremajakan dilakukan pengujian dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair

Sama halnya dengan pengujian yang dilakukan pada isolat bakteri asal tanah, isolat bakteri koleksi pun diukur nilai IP dan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil yang didapat pada pengukuran tersebut seperti yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4memiliki nilai IP paling besar diantara isolat bakteri koleksi lainnya yaitu sebesar 1,56. Namun untuk kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair

Nama Isolat Rata-rata Diameter Koloni (mm) Rata-rata Diameter Zona Bening (mm) Indeks Pelarutan (IP) Rata-rata P Terlarut (ppm) Warna Koloni

Burkholderia sp. PS4 10,25 16,00 1,56 0,8 Kuning Bacillus subtilis J2 8,00 9,00 1,12 0,9 Putih

Kekuningan Pseudomonas

aeruginosa P2 7,25 11,25 1,55 1,3

Putih Kekuningan


(47)

Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai yang paling rendah yaitu sebesar 0,8 ppm.

Lain halnya dengan Pseudomonas aeruginosa P2 yang memiliki kemampuan

dalam melarutkan fosfat terlarut paling besar tetapi nilai IP tidak berbeda jauh dengan Burkholderia sp. PS4. Setiap spesies bakteri mempunyai kemampuan secara genetik yang berbeda dalam menghasilkan asam-asam organik baik dalam jumlah maupun jenisnya selama pertumbuhan. Jumlah dan jenis asam-asam organik inilah yang berperan dalam menentukan tingginya pelarutan P (Tatiek, 1991).

d. Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase

Setelah dilakukan pengujian kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair, kemudian dilakukan pengujian kemampuan kesembilan isolat bakteri (6 isolat asal tanah dan 3 isolat koleksi) dalam menghasilkan enzim fosfatase (Gambar 15). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 15 berikut ini :


(48)

Pada Gambar 15 diketahui bahwa nilai aktivitas enzim paling tinggi dari isolat-isolat asal tanah dimiliki oleh Burkholderia sp. T9 yaitu sebesar 0,268 ppm dan paling kecil dimiliki oleh isolat bakteri T8 yaitu sebesar 0,112 ppm. Sedangkan untuk isolat koleksi, nilai aktivitas enzim paling tinggi dimiliki oleh

Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 0,127 ppm dan paling rendah dimiliki oleh

Bacillus subtilis J2 yaitu sebesar 0,058 ppm. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan fosfat dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof (Havlin et al., 1999). Enzim fosfatase merupakan komplek enzim terpenting di dalam tanah yang berfungsi melarutkan fosfat organik menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Enzim tersebut akan dihasilkan secara dominan pada kondisi ketersediaan fosfor rendah. Peningkatan aktivitas enzim fosfatase dapat terinduksi ketika jumlah P terbatas dalam media tanam, hal ini juga mencirikan akan tingginya kebutuhan P (Salvin et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut Burkholderia sp. T9 (asal tanah) dan isolat koleksi Burkholderia sp. PS4 dapat dikatakan memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan P-organik yang terikat sehingga apabila diaplikasikan ke dalam tanah dapat meningkatkan efisiensi penyerapan fosfat oleh tumbuhan.

0,058

0,127 0,126 0,112 0,268

0,166

0,132 0,128 0,136

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

J2 PS4 P2 T8 T9 T3 T4 T6 T2

K on se n tr as i F os for ( p p m) Isolat Bakteri Nilai terendah Nilai tertinggi


(49)

e. Kurva Standar Bakteri

Keempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) diamati pertumbuhan populasinya (Gambar 17). Hal ini dilakukan untuk memudahkan teknik inokulasi pada percobaan selanjutnya. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai rapat optis suspensi mikrob dengan populasi bakteri, yang dinyatakan dengan satuan pembentuk koloni (SPK) yang ditentukan dengan cawan hitung, sehingga didapatkan persamaan Y=a+bx, dimana Y= Jumlah populasi dalam cawan petri dan X= nilai rapat optis suspensi mikrob. Inokulasi mikrob untuk percobaan selanjutnya dapat menggunakan persamaan tersebut sehingga dapat diperoleh jumlah sel mikrob yang sama.


(50)

Dilihat dari kurva standar diatas, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan

Bacillus subtilis J2 memiliki nilai rapat optis (OD) dan nilai populasi terkecil diantara kedua koleksi bakteri lainnya maupun dengan isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9). Sedangkan pertumbuhan isolat lainnya dapat dikatakan cenderung hampir sama dalam setiap nilai OD berbanding dengan SPK. Namun hasil ini memiliki makna lain bila dipandang lebih rinci berdasarkan metode pengukurannya. Metode untuk pengukuran nilai rapat optis menggunakan spektrofotometer yang bila dicermati hasilnya menunjukkan besaran rapat optis bakteri yang diukur, namun faktor kehidupan bakteri diabaikan sehingga spektrofotometer menghitung seluruh jumlah rapat optis bakteri yang muncul. Berbeda halnya dengan metode pengukuran cawan hitung yang hasilnya dapat dipastikan hanya menghitung jumlah populasi bakteri yang hidup saja, karena bakteri yang mati tidak mungkin bisa tumbuh dan ikut terhitung dalam proses

Gambar 17. Kurva Standar Empat Isolat Bakteri 0

50 100 150 200

0 1 2

C

fu

/ml

OD

Burkholderia sp. PS4

0 20 40 60 80 100

0 0,2 0,4 0,6

C

fu

/ml

OD

Bacillus subtilis J2

0 20 40 60 80 100 120 140

0 1 2

C

fu

/ml

OD

Pseudomonas aeruginosaP2

0 20 40 60 80 100

0 1 2

C

fu

/ml

OD


(51)

pengukuran populasi. Dengan kata lain, masa hidup optimal Bacillus subtilis J2 berlangsung lebih singkat dibandingkan tiga isolat bakteri lainnya, karena setelah diukur dengan menggunakan spektrofotomer menunjukkan hasil rapat optis yang tinggi, namun ketika diuji dengan metode cawan hitung hasil populasinya

menunjukkan bahwa Bacillus subtilis J2 tidak serapat hasil perhitungan

spektrofotometer.

4.6. Uji Antagonis Isolat bakteri

Pengujian antagoniskeempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia

sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) dilakukan dengan

metode silang pada cawan petri. Pada Gambar 18 dapat dilihat pengujian

antagonis antara 2 isolat bakteri, 3 isolat bakteri dan 4 isolat bakteri berbeda jenis yang ditumbuhkan dalam satu cawan petri. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi aktivitas penghambatan dari pertumbuhan masing-masing bakteri. Hal ini berarti bahwa jika isolat bakteri ditumbuhkan bersamaan dalam satu media maka masing-masing isolat bakteri akan tetap tumbuh dan tidak saling menghambat. Hasil pertumbuhan dari setiap isolat bakteri yang ditumbuhan bersamaan dalam satu media baik 2, 3, dan 4 isolat bakteri berbeda menunjukkan hasil pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan setiap bakteri secara tunggal dalam media.


(52)

4.2. Penelitian Secara In Vivo

Penelitian secara in vivo dilakukan di rumah kaca. Sawi sendok ditumbuhkan pada media tumbuh berupa tanah dan pupuk kandang kemudian diberikan penambahan isolat bakteri secara tunggal maupun kombinasi serta variasi dosis pupuk SP-36 kemudian dilihat pertumbuhannya sesuai dengan peubah yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman dan lebar daun setiap minggu selama 5 minggu. Hasil pengamatan yang ditampilkan selanjutnya berdasarkan minggu ke-5 setelah tanam yang dianggap mewakili seluruh perlakuan penelitian.

Gambar 18. Pengujian Antagonis dari 2, 3 dan 4 Isolat Bakteri Pada Cawan Petri Keterangan:

(a)Burkholderia sp. PS4 (b) Bacillus subtilis J2;

(c) Pseudomonas aeruginosa P2; (d) Burkholderia sp. T9;

(e) Antagonis 2 dan 3 jenis isolat bakteri; (f) Antagonis 2 dan 4 jenis isolat bakteri

a b c d


(1)

Lampiran 2. Komposisi Media Yang Dipakai

Lampiran 3. Sidik Ragam Jumlah Daun

Sumber

Keragaman

db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

38.00000000 2.53333333

1.27

0.23tn

Pupuk

2

0.01388889

0.00694444

0.00

0.99tn

Bakteri*Pupuk

30

66.87500000 2.22916667

1.12

0.33tn

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

menurut DMRT 5%

Lampiran 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman

Sumber

Keragaman

Db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

425.681944 28.378796 0.97

0.49tn

Pupuk

2

400.325972 200.162986 6.84

0.001*

Bakteri*Pupuk

30

1129.831806 37.661060 1.29

0.17tn

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

menurut DMRT 5%

Komposisi Media Nutrient Agar (1000 ml)

Beef Extract

10

gr

Peptone

10

gr

NaCl

5

gr

Agar bacto

15

gr

Komposisi Media Pikovskaya (1000 ml)

Glukosa

10

gr

Ca3(PO4)2

5

gr

(NH

4

)2SO

4

0,5

gr

MgSO

4

.2H

2

O

0,1

gr

MnSO4

sedikit

FeSO4

sedikit

Yeast Ekstrak

0,5

gr

Agar bacto

15

gr

Komposisi Media Nutrient Broth (1000 ml)

Beef Extract

10

gr

Peptone

10

gr


(2)

Lampiran 5. Sidik Ragam Lebar Daun

Sumber

Keragaman

Db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

47.1732639

3.1448843

1.50

0.1219tn

Pupuk

2

26.5109722 13.2554861

6.31

0.0027*

Bakteri*Pupuk

30

100.2756944 3.3425231

1.59

0.0472*

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

menurut DMRT 5%

Lampiran 6. Sidik Ragam Berat Basah

Sumber

Keragaman

db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

1627.807778

108.520519 2.52

0.0035*

Pupuk

2

759.616250 379.808125

8.82

0.0003*

Bakteri*Pupuk

30

1812.032639

60.401088 1.40

0.1109tn

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

menurut DMRT 5%

Lampiran 7. Sidik Ragam Serapan P Tanaman

Sumber

Keragaman

db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

3.85913264 0.17060884

1.00

0.490tn

Pupuk

2

2.84801250 0.85400625

4.57

0.0180*

Bakteri*Pupuk

30

7.59123194 0.43970773

1.75

0.0260*

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

menurut DMRT 5%

Lampiran 9. Sidik Ragam P Dalam Jaringan Tanaman

Sumber

Keragaman

db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

1934615623 128974375

2.48

0.004*

Pupuk

2

1185072147 592536073

11.41

< .0001*

Bakteri*Pupuk

30

2997876652

99929222

1.92

0.0089*

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

menurut DMRT 5%

Lampiran 10. Sidik Ragam P Dalam Tanah

Sumber

Keragaman

db

JK

KT

F hitung

Pr > F

Bakteri

15

918.271833 61.218122 9.27

<.0001*

Pupuk

2

339.636179 169.818090 25.7

<.0001*

Bakteri*Pupuk

30

1252.122887

41.737430 6.32

<.0001*

*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata


(3)

Lampiran 11. Hasil analisis sekuen gen 16S rRNA dari empat isolat BPF pada

data GenBank :

Bakteri T9

16S ribosomal RNA, partial sequence :

ACATGCAGTCGACGGCAGCACGGGTGCTTGCACCTGGTGGCGAGTGGCGAACGGGTGAGT AATACATCGGAACATGTCCTGTAGTGGGGGATAGCCCGGCGAAAGCCGGATTAATACCGC ATACGATCCACGGATGAAAGCGGGGGACCTTCGGGCCTCGCGCTATAGGGTTGGCCGATG GCTGATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCAGTAGCTGGTCTGA GAGGACGACCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGT GGGGAATTTTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGC CTTCGGGTTGTAAAGCACTTTTGTCCGGAAAGAAATCCTTGGCTCTAATACAGTCGGGGG ATGACGGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGT AGGGTGCGAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTTGCTAAGA CCGATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTGGTGACTGGCAGGCTAGAGTA TGGCAGAGGGGGGTAGAATTCCACGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAATA CCGATGGCGAAGGCAGCCCCCTGGGCCAATACTGACGCTCATGCACGAAAGCGTGGGGAG CAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGTCAACTAGTTGTTGGGG ATTCATTTCCTTAGTAACGTAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGC AAGATTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGACCCGCACAAGCGGTGGATGATGTGGATTA NTTCGATGCAACGCGAAAAACCTTACCTACCCTTGACATGGTCGGAATCCTGCTGAGAGG TGGGAGTGCTCGAAAGAGAACCGGCGCACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTC GTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCCTTAGTTGCTACGCAAG AGCACTCTAAGGAGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCCT CATGGCCCTTATGGGTAGGGCTTCACACGTCATACAATGGTCGGAACAGAGGGTTGCCAA CCCGCGAGGGGGAGCTAATCCCAGAAAACCGATCGTAGTCCGGATTGCACTCTGCAACTC GAGTGCATGAAGCTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCATGCCGCGGTGAATACGTTC CCGGGTCTTGTACACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTGGGTTTTACCAGAAGTGGCTAG TCTAACCGCAAGGAGGACGGTCACCACGGNAGAT

Asal Bakteri yang mirip dengan Bakteri T9 :

Organism

:

Burkholderia

sp. A-3

Strain

: A-3

Country

: Pakistan

Isolation Source : Soil

Collected By

: Ahmad Alin Khan

Collection Date : 07-Apr-2009

Identified By

: Ahmad Ali Khan and Rifat Hayat

PCR Primers

: fwd_name: 9f, fwd_seq: gagtttgatcctggctcag,rev_name:

1510r, rev_seq: ggctaccttgttacga

Note

: Strain A-3 isolated from Balkasar soil series (Sihal Kahuta)

Bakteri J2

16S ribosomal RNA, partial sequence :

TATAATGCAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTG AGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATA CCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTAC AGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGC GTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTAC GGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGT


(4)

GAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCG AATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAG CCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAG GCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACT GGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGA GATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGC GAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGT GCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCC TGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGT GGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTG ACAATCCTAGAGATAGGACGTCCCCTTCGGGGGCAGAGTGACAGGTGGTGCATGGTTGTC GTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGATCTTA GTTGCCAGCATTCAGTTGGGCACTCTAAGGTGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTG GGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGAC AGAACAAAGGGCAGCGAAACCGCGAGGTTAAGCCAATCCCACAAATCTGTTCTCAGTTCG GATCGCAGTCTGCAACTCGACTGCGTGAAGCTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCAT GCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCACGAGAGTTTGT AACACCCGAAGTCGGTGAGGTAACCTTTTAGGAGCCAGCCGCCGAAAGGGGGAC

Asal Bakteri yang mirip dengan Bakteri J2 :

Organism

:

Bacillus Subtilis

Host

:

Parthenium Hysterophorus

Strain

: PARZ2

Isolation Source

: Rhizosphere

Bakteri P2

16S ribosomal RNA, partial sequence :

GTGATCGCAGCTACCATGCAGTCGAGCGGATGAAGGGAGCTTGCTCCTGGATTCAGCGGC GGACGGGTGAGTAATGCCTAGGAATCTGCCTGGTAGTGGGGGATAACGTCCGGAAACGGG CGCTAATACCGCATACGTCCTGAGGGAGAAAGTGGGGGATCTTCGGACCTCACGCTATCA GATGAGCCTAGGTCGGATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCCG TAACTGGTCTGAGAGGATGATCAGTCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACG GGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTG TGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTTTAAGTTGGGAGGAAGGGCAGTAAGTTAA TACCTTGCTGTTTTGACGTTACCAACAGAATAAGCACCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCC GCGGTAATACGAAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCGCGTAGGT GGTTCAGCAAGTTGGATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATCCAAAACTAC TGAGCTAGAGTACGGTAGAGGGTGGTGGAATTTCCTGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGATA TAGGAAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACCACCTGGACTGATACTGACACTGAGGTGCGA AAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGAC TAGCCGTTGGGATCCTTGAGATCTTAGTGGCGCAGCTAACGCGATAAGTCGACCGCCTGG GGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGACGGA GCATGTGGTTTTAATTCCAAGCAACGCCGAAAACCATACCTGGTCTTTGACATGCTGAGA AGTTTTCCAGAGATGGATTGCTGGCT

Asal Bakteri yang mirip dengan Bakteri P2 :

Organism

:

Pseudomonas aeruginosa

Strain

: QZX-A

PCR primers : fwd_seq: agtttgatcctggctca, rev_seq:taccttgttacgacttca


(5)

16S ribosomal RNA, partial sequence :

CAGTCGAACGGCAGCACGGGTGCTTGCACCTGGTGGCGAGTGGCGAACGGGTGAGTAATA CATCGGAACATGTCCTGTAGTGGGGGATAGCCCGGCGAAAGCCGGATTAATACCGCATAC GATCTACGGATGAAAGCGGGGGACCTTCGGGCCTCGCGCTATAGGGTTGGCCGATGGCTG ATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCAGTAGCTGGTCTGAGAGG ACGACCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGG AATTTTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTC GGGTTGTAAAGCACTTTTGTCCGGAAAGAAATCCTTGGCTCTAATACAGCCGGGGGATGA CGGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGG TGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTTGCTAAGACCGA TGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTGGTGACTGGCAGGCTAGAGTATGGC AGAGGGGGGTAGAATTCCACGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAATACCGA TGGCGAAGGCAGCCCCCTGGGCCAATACTGACGCTCATGCACGAAAGCGTGGGGAGCAAA CAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGTCAACTAGTTGTTGGGGATTC ATTTCCTTAGTAACGTAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGA TTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGACCCGCACAAGCG

Asal Bakteri yang mirip dengan PS4 :

Organism

:

Burkholderia

sp. AH83

Strain

: AH83

Country

: Trinidad and Tobago

Isolation source

: soils

PCR primers

: fwd_name: 8F, fwd_seq: agagtttgatcctggctcag,rev_name:

1517R, rev_seq: acggctaccttgttacgactt


(6)

DOSIS SP-36

(kg/ha)

Kontrol

( 0 )

BAKTERI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

X X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15

Y Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15

Z Z0 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 Z11 Z12 Z13 Z14 Z15

Keterangan :

P2

: Isolat koleksi 1

J2

: Isolat koleksi 2

PS4

: Isolat koleksi 3

T9

: Isolat dari tanah

SP-36

: Pupuk anorganik

*X-Z

: Dosis pupuk SP-36 diberikan dalam 3 dosis

X = 50kg/ha Y = 75 kg/ha; Z = 100 kg/ha

Kontrol

: Tanah + pupuk kandang

Bakteri :

1 = P2

6 = P2+PS4

11 = P2+J2+PS4

2 = J2

7 = P2+T9

12 = P2+J2+T9

3 = PS4

8 = J2+PS4

13 = P2+PS4+T9

4 = T9

9 = J2+T9

14 = J2+PS4+T9