Penentuan Daya Dukung Ekosistem Perairan untuk Wisata Pemancingan (Studi Kasus: Situ Cilala, Kabupaten Bogor)

PENENTUAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM PERAIRAN
UNTUK WISATA PEMANCINGAN
(STUDI KASUS: SITU CILALA, KABUPATEN BOGOR)

NOVITA MZ

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Daya
Dukung Ekosistem Perairan untuk Wisata Pemancingan (Studi Kasus: Situ Cilala,
Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Novita MZ
NIM C251130266

RINGKASAN
NOVITA MZ. Penentuan Daya Dukung Ekosistem Perairan untuk Wisata
Pemancingan (Studi Kasus: Situ Cilala, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh
KADARWAN SOEWARDI dan NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI
Daya dukung merupakan salah satu tools yang ditawarkan untuk
mengontrol suatu kegiatan agar tidak melebihi kemampuan lingkungan dalam
menampung beban limbah, sehingga tidak mengubah ekologi lingkungan serta
tidak mengganggu fungsi dan struktur sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Situ Cilala, salah satu ekosistem perairan alami yang terletak di Bogor, Jawa Barat
telah dimanfaatkan untuk kegiatan keramba tancap ikan hias. Kegiatan keramba
tancap ikan hias ini perlu memperhatikan daya dukung perairan. Penentuan daya
dukung biasanya didasarkan pada beban fosfat maksimum yang mampu
ditampung perairan. Jika pemanfaatan keramba tancap masih belum mencapai
kondisi eutrof (fosfat maksimum), maka pembangunan keramba jaring apung

dapat ditambahkan. Selain dengan membatasi pembangunan keramba, penebaran
ikan alami yang mampu memanfaatkan fitoplankton yang tumbuh akibat masukan
bahan organik dari kegiatan keramba juga dapat dilakukan. Hal ini dapat
dikembangkan untuk kegiatan pemancingan. Penebaran ikan alami ini juga harus
memperhatikan daya dukung perairan, yakni didasarkan pada produktivitas primer
perairan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah pengelolaan optimal
untuk kegiatan pemancingan berdasarkan daya dukung keramba tancap ikan hias
dan KJA ikan mas pada perairan Situ Cilala.
Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan Juli 2014 pada empat
stasiun yang dipilih berdasarkan masukan bahan organik (2 inlet, bagian tengah,
dan outlet). Pengambilan sampel air dilakukan untuk analisis fisika-kimia
perairan yang bertujuan menentukan kelayakan perairan untuk kegiatan perikanan
dan beberapa di antaranya digunakan untuk penghitungan daya dukung.
Berdasarkan hasil pengamatan, perairan Situ Cilala tergolong perairan dangkal
dengan kedalaman rata-rata 1,7 m. Kondisi perairan tersebut berdasarkan
parameter fisika-kimia perairan yang dianalisis masih layak digunakan untuk
pengembangan kegiatan perikanan, karena masih tergolong di bawah baku mutu
kelas 3 pada PPRI No. 82 tahun 2001.
Penentuan daya dukung untuk kegiatan keramba tancap ikan hias telah
dilakukan oleh Novita (2013) dan hasilnya menunjukkan bahwa perairan mampu

menampung 900 keramba tancap. Jika konsentrasi fosfat saat pembangunan
keramba tancap ikan hias maksimum dibandingkan dengan hasil konversi fosfat
dari klorofil maksimum 20 mg/m3, maka terdapat selisih konsentrasi fosfat
sebesar 7,96 mg/m3. Selisih fosfat ini kemudian digunakan untuk membangun
KJA tambahan dengan daya dukung 2,19 ton ikan/tahun. Jenis ikan yang
dipelihara di KJA adalah ikan mas dengan ukuran keramba 3x3x2 m3. Ikan yang
ditebar direncanakan berukuran 10 g/ekor dan dapat dipanen setelah mencapai
ukuran 350-400 g/ekor dalam waktu 4 bulan dengan padat tebar 60 ekor/m3 dan
SR 80%, sehingga jumlah KJA yang dapat dibangun adalah 4 KJA.
Jika pemanfaatan keramba maksimum, maka penebaran ikan alami juga
harus maksimum. Berdasarkan konversi produktivitas primer dari klorofil
maksimum, didapatkan daya dukung ikan alami adalah 3,39 ton/tahun. Jenis ikan

yang ditebar adalah ikan nila mono sex, sehingga tidak menambah populasi
melalui pemijahan. Ukuran tebar ikan yangdirencanakan adalah 25 g/ekor dan
akan dipanen pada ukuran 125 g/ekor dengan SR 85%, sehingga jumlah ikan yang
ditebar adalah 39.882 ekor. Titik penebaran ikan dilakukan pada dua titik, yakni
lekukan dekat inlet dan di tengah dekat outlet. Pemilihan ini didasarkan pada
kedalaman yang memadai dan paparan lokasi terhadap limbah kegiatan. Laju
pertumbuhan ikan nila adalah 2,0-2,5 g/hari, sehingga lama pembesaran dapat

dilakukan selama 40-50 hari. Jumlah pemancing maksimum didasarkan pada
hasil tangkapan rata-rata sebesar 3 kg/hari, yakni 353 orang/minggu. Penebaran
selanjutnya dilakukan jika hasil tangkapan telah mencapai 25% ikan tebar,
sehingga interval penebaran adalah 1 minggu.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam rangka meningkatkan hasil
pemancingan pada suatu perairan, perlu diperhatikan daya dukung perairan untuk
kegiatan keramba. Keramba dimaksudkan sebagai sumber bahan organik yang
dapat meningkatkan nutrien ke perairan dan berimplikasi pada peningkatan
biomassa fitoplankton yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami bagi ikan
yang ditebar di perairan. Pada kasus Situ Cilala, perlu dilakukan pemaksimalan
keramba tancap ikan hias hingga 900 unit dan KJA ikan mas sebanyak 4 unit agar
hasil kegiatan pemancingan maksimal. Nilai daya dukung ikan alami untuk
pemancingan mencapai 3,39 ton ikan nila. Konsep daya dukung tersebut perlu
diterapkan bersamaan dengan pengaturan tata letak dan penzonasian yang
diperkuat dengan peraturan dan pengawasan.
Kata kunci: ikan hias, ikan alami, keramba tancap, KJA, pemancingan

SUMMARY
NOVITA MZ. Aquatic Carrying Capacity Assessment for Fishing Tourism
(Study Case: Cilala Lake, Bogor Regency). Supervised by KADARWAN

SOEWARDI and NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI.
Carrying capacity is one of tools provided to control an activity that does
not exceed the capabilities environment in accommodate the waste, so that did not
change the environment and ecology, and not disturb the social-economic
functions and structures of the surrounding community. Cilala Lake, one of the
natural waters located in Bogor, West Java have been used to cage activities of
ornamental fish. This activities should to pay attention to carrying capacity.
Carrying capacity assessment usually based on the phosphate maximum that can
accommodate waters. If the waters still has not yet reached the eutrophic
(phosphate maximum), then the floating cage can be added. Besides limiting cage
development, stocking natural fish can take advantage by consumed
phytoplankton that growing due to input of organic matter from cage activities.
It’s aimed to develope fishing activities. Stocking of natural fish also must
consider to carrying capacity, usually based on primary productivity of waters.
Hence, the purpose of this research was to optimal management for fishing
activities based on carrying capacity of pen culture of ornamental fish and
additional floating cage of carp in Cilala waters.
Water sampling was carried out in July 2014 at four stations were selected
based on input of organic matter (2 inlets, middle section, and outlet). Water
sampling was conducted for the analysis of chemical-physics of waters aimed to

determining the feasibility of waters for fishing activities and some of wich are
used for determining the carrying capacity. Cilala waters is considered to be
shallow waters with average depth is 1,70 m. The condition of these waters based
on chemical-physics of waters that have been analyzed still worth used to the
development of fishing activities, because it still classified as under quality
standard class 3 on PPRI No. 82 year 2001.
The determination of carrying capacity for ornamental fish cages has been
done by Novita (2013) and the results obtained waters can accomodate 900 of pen
cages. If concentration of phosphate in waters when pen cage of ornamental fish
was achieved in maximum number compared to conversion of a phosphate from
chlorophyll maximum, 20 mg/m3, there is a difference in concentration of
phosphate around 7,96 mg/m3. This difference can be used to develop additional
floating cages with carrying capacity 2,19 tonnes of fish per year. The fish which
was reared in floating cages is carp with the size of cages are 3x3x2 m3. Size of
fish stocked was planned is 10 g/fish and can be harvested in 350-400g/fish in
4 months, so the number of additional cages was 4 units.
According to convertion primary productivity from chlorophyll maximum,
carrying capacity of natural fishing was 3,39 tonnes of fish per year. Scenario of
fish which stocked is tilapia in mono sex, so no recruit fish by spawning. Size of
fish stocked was planned is 25 g/fish and can be harvested in 125 g/fish with 85%

of survival rate, so number of fish which stocked are 33.882 fishes. Fish stock
point was planned in this research was 2 points and located in cove near of inlet 1
and near outlet. This choice based on depth and exposure of area for waste.

Growth rate of tilapia is 2,0-2,5 g/day, so the fish can be harvested in 40-50 days.
Determination of number of fisher based on average catches per fisher around 3
kg/day, is 353 fisher per weeks. Restocking will be done if the catches have
reached 25% of fish stocking, so interval of restocking is 1 weeks.
The conclusion of this research was in order to improve the products of
fishing in the waters, we need to consider the carrying capacity of waters of cages.
Cages is intended as a source of organic matter that can be improved nutrients into
waters and be implicated for the increasing phytoplankton biomass that can be
used as a natural food for fish stocked. In the case of Cilala waters, maximizing
pen cages until 900 units and floating cages as many as 4 units was necessary to
maximizing fishing products. Carrying capacity of natural fishing for fishing
activities reaches 3,39 tons of tilapia. The concept of carrying capacity needs to
be applied in conjuction with the layout and reinforced by regulation and
monitoring.
Keywords:fishing, floating cage, natural fish, ornamental fish, pen cage


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENENTUAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM PERAIRAN
UNTUK WISATA PEMANCINGAN
(STUDI KASUS: SITU CILALA, KABUPATEN BOGOR)

NOVITA MZ
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis: Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi

Judul Penelitian
Nama
NIM

: Penentuan Daya Dukung Ekosistem Perairan untuk Wisata
Pemancingan (Studi Kasus: Situ Cilala, Kabupaten Bogor)
: Novita MZ
: C251130266

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi

Ketua

Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 1 Juli 2015

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas izin-Nya Penulis dapat
menyajikan tulisan ilmiah berdasarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada
Juli 2014. Karya ilmiah ini merupakan pengembangan bidang ilmu ekologi
perairan yang berjudul Penentuan Daya Dukung Ekosistem Perairan untuk Wisata
Pemancingan (Studi Kasus: Situ Cilala, Kabupaten Bogor).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Kadarwan Soewardi
dan Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi sebagai dosen pembimbing tesis
serta Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Sigid
Hariyadi, MSc selaku ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
yang telah memberikan banyak masukan dan pengarahan sehingga tulisan ini
berhasil diselesaikan. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada staf dan dosen
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan; staf laboratorium Biomikro; staf
laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, MSP, IPB; serta rekanrekan yang turut membantu pelaksanaan penelitian. Tidak terlupa terima kasih
juga Penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga atas doa dan dukungan
yang tidak pernah putus.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Novita MZ

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
4
4

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Pengumpulan Data
Pengukuran dan Analisis Parameter Kualitas Perairan
Analisis Data
Penentuan P awal dan P acceptable maksimum
Penentuan daya dukung keramba tancap ikan hias dan KJA
Penentuan daya dukung ikan alami

4
4
4
5
5
7
7
7
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi umum Situ Cilala
Daya dukung perairan untuk keramba tancap ikan hias dan KJA
Daya dukung perairan untuk perikanan alami
Perancangan implementasi
Pembahasan

10
10
10
11
12
13
16

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

18
18
18

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Data dan peubah yang diamati dan dikumpulkan selama penelitian
Prosedur pengukuran parameter kualitas air yang diamati
Tabel konversi produksi ikan dari PP per tahun (Beveridge 1984)
Hasil pengukuran kualitas perairan Situ Cilala
Penentuan daya dukung KJA tambahan untuk ikan mas
Daya dukung ikan alami di Situ Cilala

6
6
9
10
12
13

DAFTAR GAMBAR
1.

2.
3.
4.

Kerangka pemikiran penentuan daya dukung perairan Situ Cilala untuk
kegiatan wisata pemancingan berdasarkan daya dukung keramba tancap
ikan hias dan keramba jaring apung ikan konsumsi
Lokasi pengambilan contoh air
Sketsa KJA tambahan untuk ikan mas
Lokasi penebaran ikan dan pemancingan Situ Cilala

3
5
13
15

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Situ sebagai salah satu ekosistem menggenang yang memiliki fungsi
ekologis sebagai daerah resapan air dan habitat bagi biota akuatik, kini
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan perikanan sebagai bentuk
pemanfaatan sumberdaya. Bentuk kegiatan perikanan yang dikembangkan adalah
kegiatan keramba, baik berupa keramba tancap (pen culture) maupun keramba
jaring apung (KJA). Kegiatan tersebut bertujuan untuk memaksimalkan hasil
perairan dengan memanipulasi laju pertumbuhan ikan dan mortalitas
penangkapan.
Selain manfaat positif tersebut, kegiatan perikanan keramba akan
menyumbang bahan organik ke perairan, baik dari sisa bahan kimia yang
digunakan, sisa pakan terbuang, maupun dari sisa metabolisme, seperti urin dan
feses. Bahan organik yang masuk ke perairan akan didekomposisi menjadi
nutrien, seperti N (nitrogen) dan P (fosfor). Penambahan beban nutrien ke
perairan akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Kondisi tersebut tidak baik
bila diiringi dengan meledaknya populasi fitoplankton. Andersen et al. (2006)
menyatakan bahwa peningkatan nutrien di perairan, khususnya N dan P, dapat
memicu pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air yang dapat mempengaruhi
struktur, fungsi, dan keseimbangan ekosistem. Meledaknya jenis fitoplankton
tertentu, khususnya jenis fitoplankton beracun, akan menyebabkan perairan
menjadi toksik. Selain itu, pemanfaatan oksigen untuk respirasi dan dekomposisi
fitoplankton yang mati akan meningkat, menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut
di perairan menjadi menurun dan akan memburuk bila terjadi hipoksia atau
anoksik. Hal tersebut juga akan berdampak buruk terhadap produksi ikan
keramba.
Penentuan daya dukung ikan keramba perlu dipertimbangkan untuk
pengelolaan perairan agar tetap berkelanjutan. Daya dukung dapat diartikan
sebagai produksi maksimum dari suatu spesies/populasi yang dapat ditampung
oleh ekosistem (Legović et al. 2008) sesuai dengan ketersediaan sumberdaya
(Kaiser dan Beadman 2002). Inglis et al. (2000) dan McKindsey et al. (2006)
menyatakan bahwa daya dukung dapat dibagi menjadi empat, yaitu fisik,
produksi, ekologi, dan sosial. Secara ekologi, daya dukung merupakan tingkat
suatu proses atau peubah yang dapat berubah dalam suatu sistem, namun tidak
membuat struktur dan fungsinya melebihi batas tertentu yang dapat diterima
(Costa-Pierce dan Byron 2010). Daya dukung ditentukan oleh kemampuan
lingkungan menopang ekosistem, juga oleh produktivitas primer dan jenis ikan
(Kurnia 2011), serta ketersediaan nutrien (Beveridge 1984).
Kegiatan perikanan keramba juga dikembangkan di Situ Cilala yang
terletak di Desa Jampang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Situ Cilala yang
tergolong ke dalam perairan dangkal ini dikembangkan untuk kegiatan perikanan
ikan hias dengan metode pen culture (keramba tancap) berukuran 10x5x0,75 m3.
Jenis ikan yang dipelihara adalah ikan mas koki. Jumlah keramba tancap ikan
hias saat ini telah mencapai 575 unit.

2
Selain dikembangkan untuk kegiatan keramba tancap ikan hias, Situ Cilala
juga mulai diminati untuk kegiatan wisata pemancingan. Aktivitas pemancingan
di Situ Cilala mulai meningkat dan kegiatan tersebut berpotensi untuk
dikembangkan. Dalam rangka pengembangan potensi tersebut, perlu dilakukan
penebaran ikan alami ke perairan untuk menjaga keberlanjutan kegiatan
pemancingan. Penebaran ikan alami dilakukan tanpa memberikan pakan
tambahan dan hanya mengandalkan pakan alami berupa fitoplankton di perairan.
Oleh karena itu, perlu melibatkan kegiatan keramba tancap sebagai sumber
masukan nutrien yang membantu ketersediaan pakan alami bagi ikan tebar.
Kegiatan keramba tancap ikan hias dapat menyumbang bahan organik yang akan
terdekomposisi menjadi nutrien, khususnya P ke perairan. Beveridge (1984)
menyatakan bahwa perubahan P akan mempengaruhi produktivitas suatu perairan,
sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan daya dukung ikan alami.
Fungsi beban P dapat mempengaruhi jumlah fitoplankton yang digambarkan oleh
konsentrasi klorofil-a.
Konsentrasi klorofil-a dapat menjelaskan kondisi
produktivitas primer perairan yang kemudian dikonversi menjadi produksi ikan.
Adanya keterkaitan antara kegiatan perikanan keramba tancap dengan
kegiatan pemancingan menarik untuk dikembangkan. Novita (2013) telah
melakukan penelitian mengenai daya dukung perairan Situ Cilala untuk kegiatan
keramba tancap ikan hias. Namun, konsep penebaran ikan alami untuk kegiatan
pemancingan di perairan belum dilakukan. Konsep penebaran ikan alami perlu
dikaji, yang meliputi jenis ikan ditebar, ukuran benih dan panen diharapkan,
jumlah benih yang ditebar, serta waktu dan pola penebaran ikan. Oleh karena itu,
penelitian ini dikembangkan untuk mengkaji konsep penebaran ikan alami untuk
keberlanjutan kegiatan pemancingan. Keterkaitan antara sistem keramba tancap
dengan penebaran ikan alami dibentuk sedemikian rupa sehingga kegiatan
keramba tancap ikan hias dan pemancingan mendapatkan hasil yang optimal.

Perumusan Masalah
Kegiatan keramba tancap ikan hias dan kegiatan lainnya di Situ Cilala
dapat menyumbang bahan organik yang dapat didekomposisi menjadi nutrien,
khususnya P. Beban P yang masuk ke perairan dapat memicu pertumbuhan
fitoplankton, yang apabila berlebihan dapat mengganggu keberlangsungan hidup
biota akuatik dan kegiatan keramba tancap itu sendiri. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pembatasan kegiatan keramba tancap dengan menerapkan konsep daya
dukung. Pengoptimalan pemanfaatan perairan untuk kegiatan keramba, baik
keramba tancap maupun keramba jaring apung didasarkan pada kondisi P
acceptable maksimum atau nilai P maksimum yang dapat diterima oleh perairan.
Nilai P acceptable maksimum didapatkan dengan mengonversi nilai klorofil
sebesar 20 mg/m3, yakni nilai klorofil saat mencapai batas bawah kondisi eutrof
(didasarkan pada hubungan klorofil dan TSI Carlson 1977).
Selain dibatasi oleh nilai P maksimum, daya dukung keramba tancap juga
dibatasi oleh kedalaman perairan karena keramba tancap terbatas pada kedalaman
yang dangkal, yakni 2-3 m. Hal tersebut memungkinkan adanya selisih antara P
saat keramba maksimum dengan P acceptable maksimum. Jika nilai P saat
keramba tancap ikan hias maksimum masih di bawah nilai P acceptable

3
maksimum, maka nilai P dapat ditingkatkan dengan melakukan kegiatan
pemeliharaan ikan konsumsi pada keramba jaring apung/KJA.
Masukan P dari kegiatan keramba tancap ikan hias dan keramba jaring
apung ikan konsumsi dapat dimanfaatkan untuk penebaran ikan alami. Masukan
P akan menjadi sumber nutrien utama yang berimplikasi pada biomassa
fitoplankton yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami dari ikan yang ditebar.
Kegiatan penebaran tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan
pemancingan.
Pembatasan P maksimum diharapkan meningkatkan hasil
pemancingan dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem perairan. Kerangka
pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

-Masukan bahan organik
-Kualitas perairan
-Morfometik Situ Cilala

Masukan sisa pakan dan
sisa metabolisme
keramba tancap
Dekomposisi

-Beban P
-Ikan hias

Beban
P < Pmax

Daya dukung keramba
tancap (pen culture)
ikan hias

Daya dukung KJA
ikan konsumsi

Masukan sisa pakan dan
sisa metabolisme
keramba tancap dan KJA

Produktivitas
Produk
tivitas
primer
primer

Daya dukung ikan alami
untuk pemancingan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penentuan daya dukung perairan Situ Cilala
untuk kegiatan wisata pemancingan berdasarkan daya dukung
keramba tancap ikan hias dan keramba jaring apung ikan konsumsi

4
Pentingnya kajian mengenai keterkaitan antara kegiatan keramba tancap
ikan hias dan pemancingan menarik untuk dikembangkan dalam penelitian ini
dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan perairan untuk pemeliharaan ikan
hias dan pemancingan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Lingkup penelitian yang menjadi pusat perhatian pada penelitian ini adalah
pengoptimalan keramba tancap ikan hias dan penambahan KJA untuk peningkatan
produktivitas jika diperlukan, sehingga didapatkan jumlah ikan alami maksimal
yang dapat ditebar untuk wisata pemancingan. Asumsi yang digunakan adalah
ikan yang ditebar tidak mengalami pemijahan karena dapat mempengaruhi jumlah
stok ikan yang tersedia.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah pengelolaan optimal untuk kegiatan
pemancingan berdasarkan daya dukung keramba tancap ikan hias dan keramba
jaring apung ikan konsumsi pada perairan Situ Cilala.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ekologis bagi
pengelolaan Situ Cilala untuk pengembangan kegiatan wisata pemancingan dan
dapat diadopsi untuk pengelolaan perairan lainnya.

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Situ Cilala, Desa Jampang,
Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan tujuan pengumpulan
data fisika, kimia, dan biologi perairan, serta data perikanan alami di Situ Cilala.
Analisis parameter fisika, kimia, dan biologi perairan Situ Cilala dilakukan di
Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan
Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan untuk penelitian ini dapat dibagi ke dalam
beberapa kelompok. Alat dan bahan tersebut meliputi alat dan bahan untuk
pengukuran dan pengumpulan data hidrodinamika, pengambilan contoh air,
analisis parameter kualitas air, pengumpulan data kegiatan ekowisata
pemancingan di sekitar Situ Cilala, dan analisis data.

5
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data
primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan, seperti data
hidrodinamika, fisika, kimia, dan biologi perairan, serta data perikanan alami di
Situ Cilala. Data primer diperoleh dengan melakukan pengambilan contoh air dan
wawancara. Pengambilan contoh air dilakukan satu kali pada empat stasiun
pengamatan, dan masing-masing stasiun dibagi menjadi 3 substasiun. Pemilihan
lokasi pengambilan contoh air didasarkan pada sumber masukan bahan organik.
Lokasi pengambilan contoh meliputi inlet, bagian tengah, dan daerah outlet
(Gambar 2). Data sekunder yang dikumpulkan merupakan data hasil penelitian
pada tahun sebelumnya di lokasi penelitian yang sama.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh air

Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi 3 bagian yang disusun dalam 3
tujuan, yakni penentuan daya dukung keramba tancap ikan hias, daya dukung
keramba jaring apung ikan konsumsi jika diperlukan, dan daya dukung ikan alami
untuk pemancingan. Data dan peubah yang dikumpulkan selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 1.
Pengukuran dan Analisis Parameter Kualitas Perairan
Parameter kualitas air dikumpulkan untuk karakterisasi fisika-kimia
perairan. Analisis parameter kualitas air juga dilakukan untuk mengetahui
kelayakan Situ Cilala bagi pengembangan kegiatan perikanan. Beberapa
parameter kualitas air dikumpulkan untuk menunjang penghitungan daya dukung
perairan. Prosedur pengukuran parameter kualitas air dilakukan berdasarkan
prosedur Eaton et al. (2012), dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Data dan peubah yang diamati dan dikumpulkan selama penelitian
Tujuan
1. Penentuan daya dukung
keramba tancap ikan
hias

2. Penentuan daya dukung
keramba jaring apung
ikan konsumsi
3. Penentuan daya dukung
ikan alami untuk wisata
pemancingan

Peubah
- Nilai P steady state
- Luas area
- Kedalaman rata-rata
- P ikan dan pakan
- Flushing rate
- Nilai P saat keramba
tancap maksimum
- Nilai P acceptable max
- P ikan dan pakan
- Produktivitas primer

Sumber Data
- Pengukuran ex-situ
- Penghitungan
- Pengukuran in-situ
- Pengukuran ex-situ
- Pengukuran in-situ
- Penghitungan
- Penghitungan
- Beveridge (2004)
- Penghitungan

Analisis
Spektrofotometri
Batimetri
Menggunakan tali berskala
Spektrofotometri
Penggunaan flow meter
Pendugaan hubungan keramba
dengan P yang terbuang
- Konversi dari klorofil max
- Konversi dari nilai klorofil

-

Output
Produksi keramba
tancap ikan hias dan
jumlah maksimum
keramba tancap yang
dapat dibangun
Produksi ikan konsumsi
dan jumlah maksimum
KJA yang dapat
dibangun
Produksi ikan alami,
waktu pemancingan,
jumlah pemancing max

6

Tabel 2 Prosedur pengukuran parameter kualitas air yang diamati
Parameter
Fisika: Suhu
Kecerahan
Kimia: pH
DO
Ortofosfat
Fospat Total
Amonia
Nitrit
Nitrat

Satuan
º
C
cm
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

Metode/alat ukur
Termometer
Visual, Secchi disk
pH stick
DO meter
Molybdate Ascorbic Acid, Spektrofotometer
Molybdate Ascorbic Acid, Spektrofotometer
Phenate, Spektrofotometer
Sulfanilamide, Spektrofotometer
Brucine, Spektrofotometer

Ket.
In-situ
In-situ
In-situ
In-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ

7
Analisis Data
Penentuan P awal dan P acceptable maksimum
Kegiatan pembangunan keramba, baik keramba tancap maupun keramba
jaring apung dilakukan dengan membuat batasan P acceptable maksimum di
perairan. Nilai P acceptable maksimum kemudian dibandingkan dengan nilai P
awal sehingga didapatkan selisih P yang kemudian dikonversi menjadi produksi
ikan keramba. Pada penentuan daya dukung keramba tancap ikan hias, nilai P
awal merupakan nilai P saat belum ada kegiatan keramba tancap. Sementara itu,
pada penentuan daya dukung keramba jaring apung, nilai P awal merupakan nilai
P saat jumlah keramba tancap ikan hias mencapai maksimum. Pendugaan nilai P
saat kegiatan keramba tancap ikan hias maksimum dilakukan dengan mengacu
pada model pendugaan P oleh Reckhow (1979) dalam Reckhow et al. (1980):
�=


11,6 + 1,2

Keterangan:
P
= Konsentrasi P, mg/L
L
= Loading P per luas area, g/m2/tahun
qs
= Debit per luas area (Q/A), m/tahun

Pembatasan nilai P acceptable maksimum ditujukan agar hasil kegiatan
keramba dan pemancingan maksimum namun perairan tidak tercemar dan
mengalami kesuburan lebih (hipereutrof), sehingga akan mengganggu
keberlangsungan biota yang ada di dalamnya. Penentuan batasan P acceptable
maksimum di perairan dapat dilakukan berdasarkan baku mutu pencemaran
perairan atau batas aman kondisi eutrof. Baku mutu pencemaran perairan
dilakukan dengan mengacu pada nilai P berdasarkan PPRI No. 82 tahun 2001
kelas C (perikanan), yakni 1000 mg/L dan batas bawah kondisi eutrof perairan
dilakukan dengan mengacu pada nilai klorofil berdasarkan hubungan TSI dengan
klorofil (Carlson 1977), yakni 20 mg/m3. Pada penelitian ini, nilai P acceptable
maksimum yang digunakan mengacu pada batas aman kondisi eutrof, yakni nilai
klorofil 20 mg/m3. Penggunakan batas bawah kondisi eutrof dalam penentuan P
acceptable maksimum dikarenakan termasuk batas aman, yakni tidak terjadi
kesuburan lebih dan pencemaran di perairan. Nilai klorofil kemudian dikonversi
menjadi nilai P menggunakan persamaan Walmsley dan Thornton (1984) dalam
Beveridge (2004):
= 0,416 [�]0,675 ; = 0,84 ;

= 16

Penentuan daya dukung keramba tancap ikan hias dan KJA
Penentuan daya dukung keramba tancap ikan hias dilakukan serupa
dengan penentuan daya dukung keramba ikan konsumsi, yakni dengan pendekatan
beban P sesuai Beveridge (2004). Perbedaannya hanyalah pada jenis pakan yang
digunakan pada pemeliharaan ikan hias, yakni selain menggunakan pakan buatan

8
seperti pelet, pemeliharan ikan hias juga menggunakan pakan alami seperti
cacing. Penentuan daya dukung perairan Situ Cilala untuk keramba tancap ikan
hias telah dilakukan oleh Novita (2013). Penghitungan daya dukung keramba
tancap ikan hias yang telah dilakukan tersebut digunakan sebagai dasar untuk
pembangunan KJA tambahan. KJA tambahan dibangun dengan tujuan untuk
meningkatkan P di perairan sehingga dapat meningkatkan jumlah ikan alami yang
ditebar.
Pembangunan KJA tambahan dilakukan jika setelah pembangunan keramba
tancap ikan hias mencapai maksimum, nilai P masih belum mencapai P
acceptable maksimum. Penghitungan jumlah KJA tambahan ini dilakukan
dengan memperhatikan selisih P yang boleh ditambahkan, yakni selisih P
acceptable maksimum terhadap kondisi P saat terjadi pemanfaatan keramba
tancap ikan hias maksimum (ΔP).
Penentuan maksimum beban P yang masuk dari pakan yang diberikan
untuk kegiatan keramba, Lfish, dilakukan untuk menentukan peningkatan total P
terlarut akibat sisa pakan dan feses. Peningkatan total P dapat digunakan untuk
menentukan peningkatan produktivitas primer, ∑PP fish, yang berpengaruh
terhadap pemeliharaan ikan (Dillon dan Rigler 1974 dalam Beveridge 2004).



�=

=

=

∆�. . �
1−�
+ 1−



1
1 + 0,747 �0,507

Keterangan:
Lfish
= total beban P maks yang dapat ditampung badan air, gr/m2/th
z
= kedalaman rata-rata, m
ρ
= flushing rate (laju pembilasan), /tahun
Rfish
= fraksi total P yang hilang ke sedimen (koefisien retensi)
x
= proporsi P yang hilang permanen ke dalam sedimen, 0,45-0,55
R
= proporsi total P terlarut yang hilang ke sedimen

Penentuan daya dukung untuk kegiatan keramba
� =

� ��



Keterangan:
Fy = daya dukung ikan di keramba, ton
A = luas perairan, m2

�/





9
Penentuan daya dukung ikan alami
Kegiatan perikanan alami biasanya dilakukan pada perairan tawar. Hal ini
didukung oleh luasannya yang terbatas. Produksi ikan dan daya dukung
lingkungan untuk kegiatan perikanan alami hampir seluruhnya bergantung
terhadap produksi plankton. Oleh karena itu, penentuan daya dukung ikan alami
dilakukan dengan pendekatan produktivitas primer perairan yang menggambarkan
keberadaan fitoplankton di perairan. Lorenzen (1995), Li dan Xu (1995), serta
De Silva et al. (2006) menyatakan bahwa pengukuran produktivitas primer
merupakan langkah yang sering dilakukan untuk menduga produksi ikan dan
menentukan kecocokan perairan untuk kegiatan perikanan alami. Nilai
produktivitas primer (∑PP) diperoleh dari nilai fosfat maksimum atau klorofil
maksimum yang bisa diterima oleh perairan dengan rumus yang mengacu pada
Smith (2007).
Nilai produktivitas primer kemudian dikonversi untuk
mendapatkan nilai persentase produksi ikan tahunan.
Beveridge (1984)
menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap ikan
nila pada perairan yang subur, produksi yang bisa diperoleh berkisar antara 1-3%
dari produktivitas primer, bergantung kepada tingkat produktivitas primer perairan
(Tabel 3).
�� =

483 ∗
9 + 1,15 ∗

1,33
1,33

Tabel 3 Tabel konversi produksi ikan dari PP per tahun (Beveridge 1984)
 PP (gC/m2/y)
< 1000
1000-1500
2000-2500
2500-3000
3000-3500
3500-4000

% Conversion annual of fish yield
(g fish C/m2/y)
1,0-1,2
1,2-1,5
2,1-3,2
3,2-2,1
2,1-1,5
1,5-1,2

Kandungan karbon dalam ikan diasumsikan sebesar 10% dari bobot basah
(Gulland 1970 dalam Beveridge 2004), sehingga produksi ikan per tahun dapat
dihitung dengan membagi persentase produksi ikan terhadap kandungan
karbonnya. Nilai produksi ikan alami menggambarkan jumlah ikan yang dapat
ditampung oleh perairan Situ Cilala tanpa adanya pemberian pakan tambahan.
Penentuan jumlah ikan ini menjadi dasar untuk penentuan jumlah ikan yang akan
ditebar di Situ Cilala. Ikan yang ditebar diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
wisata pemancingan tanpa menyisakan indukan yang dapat bereproduksi di alam
sehingga akan mempengaruhi kondisi stok.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi umum Situ Cilala
Situ merupakan perairan tergenang berupa cekungan yang dilengkapi
dengan inlet dan outlet. Situ tidak langsung bertemu dengan laut, relatif dangkal,
dan dapat bersifat permanen ataupun temporal (Hairston dan Fussmann 2002).
Perairan ini memiliki fungsi ekologis sebagai habitat bagi hewan dan tumbuhan,
mengatur fungsi hidrologis, serta menjaga keseimbangan sistem dan proses alami
di alam.
Situ Cilala merupakan salah satu situ alami yang terdapat di Bogor, Jawa
Barat. Secara geografis, Cilala terletak pada 6º 28’ LS dan 106º 42’-106º 43’ BT.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, Situ Cilala memiliki luas sekitar 12 ha
dengan kedalaman rata-rata 1,70 m. Kedalaman perairan minimum adalah 0,36 m
dan kedalaman maksimum 5,20 m. Perairan ini dilengkapi dengan dua inlet dan
satu outlet yang bermuara ke daerah Ciseeng. Sumber air Situ Cilala berasal dari
mata air, air limpasan, dan masukan dari Situ Kemang.
Situ Cilala semula berfungsi sebagai daerah resapan air, pengendali banjir,
dan sumber air bagi masyarakat sekitar. Saat ini, Situ Cilala telah dikembangkan
untuk kegiatan perikanan ikan hias dengan sistem keramba tancap. Kegiatan
perikanan dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar. Kegiatan perikanan ini akan berkembang dengan baik bila
didukung dengan kualitas perairan yang baik pula.
Analisis mengenai kualitas perairan yang mencakup kondisi fisika dan
kimia perairan dilakukan dengan mengambil contoh air dari perairan. Analisis
kualitas perairan ini berguna untuk menentukan status dan kelayakan perairan
bagi kegiatan perikanan serta dapat digunakan sebagai dasar penentu daya dukung
perairan. Hasil pengukuran kualitas air di lapangan dan di laboratorium disajikan
pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengukuran kualitas perairan Situ Cilala
Parameter
Satuan
Nilai rata-rata+SD
Fisika
Suhu
ºC
30,28+0,22
Kecerahan
m
0,65+0,11
Kedalaman
m
1,44+0,78
Kimia
pH
6,00+0,00
DO
mg/L
5,00+0,32
Nitrat
mg/L
1,03+0,21
Nitrit
mg/L
0,05+0,01
Amonia
mg/L
1,07+0,29
Ortofosfat
mg/L
0,05+0,02
Fosfat total
mg/L
0,29+0,20

11
Tabel 4 menunjukkan bahwa suhu permukaan Situ Cilala berkisar antara
30-31 ºC. Sementara itu, kecerahan perairan Situ Cilala masih tergolong baik,
yakni mencapai 80-100% pada bagian inlet, meskipun pada bagian tengah menuju
outlet berkisar 30-50%. Hal ini diduga disebabkan oleh banyaknya masukan
bahan tersuspensi dari kegiatan keramba tancap dan kedalaman perairan lebih
dalam dibandingkan inlet, sehingga membatasi cahaya yang masuk ke perairan.
Nilai pH perairan adalah 6, yang menunjukkan bahwa perairan Situ Cilala
bersifat asam. Nilai DO di Situ Cilala berkisar antara 4,70-5,10 mg/L dengan
nilai DO rata-rata adalah 5,01 mg/L. Konsentrasi nitrat di Situ Cilala berkisar
antara 0,78-1,21 mg/L dengan rata-rata 1,03 mg/L, sementara konsentrasi fosfat
total di Situ Cilala berkisar antara 0,13-0,58 mg/L dengan rata-rata 0,29 mg/L.
Konsentrasi nitrat dan fosfat total tertinggi terdapat pada bagian inlet. Hal ini
diduga karena banyaknya masukan bahan organik dari inlet dan air limpasan dari
pinggiran perairan. Tingginya masukan bahan organik akan meningkatkan
nutrien, khususnya N dan P, sehingga akan meningkatkan jumlah fitoplankton di
perairan yang digambarkan oleh konsentrasi klorofil. Schindler (1977) dalam
McCauley (1989) dan Novita (2013) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat
antara fosfat dengan klorofil karena fosfat merupakan nutrien utama yang menjadi
faktor pembatas bagi produktivitas alga di perairan tawar.
Daya dukung perairan untuk keramba tancap ikan hias dan KJA
Situ Cilala telah dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan hias, khususnya
jenis mas koki dengan metode pen culture (keramba tancap). Ukuran keramba
tancap yang dibangun adalah 10x5x0,75 m3. Ikan mas koki yang dipelihara diberi
pakan alami berupa cacing dan pakan tambahan berupa pelet. Lama pemeliharaan
dilakukan selama 5 bulan dari umur 1-6 bulan. Selama pemeliharaan, kegiatan ini
menyumbang P sebesar 1,51 kg/unit. Apabila tidak dibatasi pembangunannya,
dikhawatirkan akan terjadi peningkatan nutrien di perairan akibat masukan bahan
organik yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan daya dukung
perairan untuk kegiatan keramba tancap ikan hias.
Pengelolaan perikanan dengan konsep daya dukung bertujuan menjadi tools
yang mampu memprediksi dan mengukur kapasitas area dalam mendukung
spesies yang dipelihara. Daya dukung menentukan batas atas atau batas
maksimum produksi suatu keramba terhadap kemampuan perairan untuk
menghindari perubahan yang tidak diharapkan, baik terhadap ekosistem maupun
struktur dan fungsi sosial (Byron dan Costa-Pierce 2010, Ross et al. 2013).
Fernandes et al. (2001) menyebutkan bahwa daya dukung juga dapat diartikan
sebagai kemampuan perairan dalam menjaga kesehatan perairan dan
mengakomodasi limbah yang masuk. Daya dukung dapat ditentukan oleh kualitas
perairan, ketersediaan makanan, dan banyaknya ruang yang tersedia untuk tempat
hidup ikan. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan daya dukung perairan
tawar adalah beban P, dimana P merupakan faktor pembatas (Doering et al. 1995).
Novita (2013) telah mengkaji daya dukung perairan Situ Cilala untuk
kegiatan keramba tancap ikan hias dengan pendekatan P, dan didapatkan bahwa
jumlah keramba tancap maksimum yang dapat dibangun adalah 900 unit.
Penentuan jumlah keramba yang boleh dibangun dilakukan dengan
memperhatikan luasan perairan yang memungkinkan untuk dibangun keramba
tancap serta jarak antar keramba.

12
Jika pembangunan keramba tancap ikan hias mencapai maksimum, yakni
900 keramba, maka nilai fosfat di perairan adalah sebesar 302,33 mg/m3. Nilai
fosfat ini masih berada di bawah nilai fosfat maksimum, yakni 310,28 mg/m3.
Selisih nilai fosfat dapat dimanfaatkan untuk memaksimumkan kegiatan keramba,
yakni dengan membangun KJA. Jenis ikan yang dipelihara adalah ikan mas.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan selisih nilai fosfat,
didapatkan daya dukung KJA adalah sebesar 2,19 ton/tahun (Tabel 5).

Tabel 5 Penentuan daya dukung KJA tambahan untuk ikan mas
Parameter
Satuan
Luas perairan
m2
Rata-rata kedalaman
m
Flushing rate
/tahun
Klorofil
mg/m3
Pf ([P] maksimum)
mg/m3
Pi
mg/m3
ΔP (selisih P f dan Pi)
mg/m3
R
Rfish
(asumsi: x = 0,5)
Lfish
g/m2/tahun
Loading P/ton ikan
g/ton ikan
Daya dukung
ton ikan/tahun

Hasil
120.000
1,70
12,16
20
310,28
302,33
7,96
0,27
0,64
452.998,24
24.800
2,19

Daya dukung perairan untuk perikanan alami
Selain penerapan konsep daya dukung untuk ikan keramba, pemanfaatan
ikan alami juga dapat dilakukan untuk mengantisipasi perubahan status perairan.
Beveridge dan Phillips (1988) serta Costa-Pierce (2002) menyebutkan bahwa
kegiatan perikanan alami biasanya dilakukan seiring dengan kegiatan keramba
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat masukan limbah
keramba yang dibangun. Kegiatan perikanan alami merupakan kegiatan
pemeliharaan ikan di suatu perairan dengan memanfaatkan pakan alami berupa
plankton yang ada di perairan tanpa menggunakan pakan tambahan (Beveridge
2004). Kegiatan perikanan alami (ekstensif) terbatas dilakukan di perairan tawar,
seperti danau dan waduk. Shenoda dan Naguib (2000) serta Kibria et al. (1999)
dalam Beveridge (2004) menyebutkan bahwa kegiatan perikanan alami dapat
dilakukan pada perairan danau dan waduk yang memiliki produktivitas tinggi atau
di perairan yang menerima masukan limbah domestik. Kegiatan perikanan alami
ini dapat menjadi salah satu alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan
(Beveridge 1984; Beveridge 2004).
Kegiatan perikanan alami juga harus menerapkan konsep daya dukung.
Davies dan McLeod (2003) menyatakan bahwa daya dukung merupakan potensi
maksimum suatu spesies atau populasi yang berkaitan dengan ketersediaan
makanan. Penentuan daya dukung perairan untuk perikanan alami biasanya
ditentukan dengan pendekatan produktivitas primer yang merupakan gambaran
klorofil yang tersedia di perairan.

13
Penentuan daya dukung perikanan alami didasarkan pada klorofil
maksimum sebelum mencapai eutrof, yakni 20 mg/m3 yang dikonversi menjadi
produktivitas primer. Hasil perhitungan daya dukung kemudian digunakan
sebagai dasar untuk penebaran ikan alami di Situ Cilala. Berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan bahwa daya dukung untuk kegiatan ikan alami adalah
sebesar 3,39 ton/tahun (Tabel 6).

Tabel 6 Daya dukung ikan alami di Situ Cilala
Parameter
Satuan
Klorofil
mg/m3
Produktivitas primer (PP)
gC/m2/tahun
Konversi produktivitas ikan/tahun
%
Produksi ikan
gC ikan/m2/tahun
Daya dukung
ton ikan/tahun

Hasil
20
366,62
0,77
28,23
3,39

Perancangan implementasi
Perancangan implementasi pembangunan KJA tambahan
Pada perhitungan daya dukung untuk KJA tambahan, jenis ikan yang
direncanakan adalah ikan mas. Penentuan ukuran tebar, padat tebar, sintasan atau
survival rate/SR, dan lama pemeliharaan dilakukan dengan mengacu pada SNI
01-6131-1999 tentang Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Strain
Majalaya Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Ikan yang ditebar diasumsikan
berukuran 10 g/ekor dengan jumlah tebar 60 ekor/m3 dan dapat dipanen setelah
pemeliharaan 4 bulan dengan bobot 300-350 g/ekor. Asumsi SR ikan mas yang
dipelihara adalah 80% dari jumlah yang ditebar.
Ikan mas dipelihara pada KJA berukuran 3x3x2 m3 (Gambar 3). Hasil
keramba yang direncanakan berdasarkan ukuran panen, padat tebar, dan SR
adalah 0,26-0,30 ton. Oleh karena itu, jumlah keramba maksimum yang bisa
dibangun adalah 4 KJA. Lokasi KJA dapat ditempatkan pada bagian tengah dekat
outlet (Gambar 4). Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada kedalaman perairan
yang memadai, yakni > 5 m.

Gambar 3 Sketsa KJA tambahan untuk ikan mas
Sumber: http://www.fao.org/docrep/field/003/ac230e/ac230e05.htm

14
Rencana implementasi penebaran ikan alami untuk kegiatan pemancingan
Syafei (2005) menyatakan bahwa penebaran ikan ke dalam perairan
bertujuan untuk menambah atau menggantikan peremajaan (rekrutmen) oleh
reproduksi alamiah jika hasil pemijahan tidak sebanding dengan jumlah ikan yang
ditangkap, menambah populasi ikan yang tidak memiliki tempat pemijahan dan
pembesaran, menebar ulang jenis ikan yang sebelumnya hilang atau punah akibat
perubahan lingkungan ataupun penangkapan, mengisi relung (niche) untuk
meningkatkan produksi perairan, mengendalikan tumbuhan pengganggu yang
blooming akibat pengkayaan perairan, dan menyeimbangkan struktur komunitas.
Penebaran hendaknya dilakukan pada perairan yang masih memiliki kondisi baik
untuk ikan tumbuh dan berkembang, serta mudah dipantau dan diawasi serta
dimanfaatkan. Teknik sebar yang digunakan pada perairan biasanya disesuaikan
dengan luasan perairan, seperti tebar spot (pada satu titik), tebar scatter (pada
beberapa titik), dan tebar trickle (beberapa kali).
Selain menetapkan titik penebaran, penentuan jenis dan jumlah tebar juga
perlu dilakukan. Ikan yang ditebar harus sesuai dengan habitat dan ukurannya
(Maskur 2002), mampu menemukan tempat yang cocok dan nyaman untuk
tumbuh dan berkembang di perairan, berkualitas baik dan tidak mengandung
penyakit yang dapat menular (Syafei 2005), bersifat natif, serta dapat mencapai
ukuran panen dalam waktu singkat, dan membentuk akumulasi biomassa dengan
cepat (Mims dan Onders 2012). Ikan ditebar juga hendaknya dapat dipelihara
dengan jenis lain sehingga dapat memaksimalkan pemanfaatan makanan dan
ruang (De Silva et al. 2006). Beveridge (2004) menambahkan jenis planktivora,
detrivora, dan omnivora, seperti mas dan nila, cocok dijadikan sebagai jenis yang
ditebar untuk kegiatan perikanan alami. Jenis ikan yang ditebar di perairan
seharusnya juga tidak mengganggu atau terganggu oleh keberadaan ikan yang
sudah ada, sehingga penentuan ikan tebar dilakukan dengan memperhatikan jenis
ikan yang ada di perairan.
Selain itu, sesuai dengan tujuannya untuk
menyeimbangkan kondisi perairan, penebaran ikan ini diharapkan tidak
meningkatkan stok melalui pemijahan agar tidak terjadi kompetisi makanan dan
ruang. Oleh karena itu, ikan yang ditebar hendaklah mono sex.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, titik penebaran ikan yang
direncanakan adalah 2 titik, yakni lekukan dekat inlet dan lekukan dekat outlet
(Gambar 4). Pemilihan titik penebaran ini disesuaikan dengan keterlindungan
lokasi dari paparan limbah kegiatan secara langsung dan kedalaman yang
memadai. Selain itu, penebaran juga disesuaikan dengan kegiatan yang ada di
perairan agar tidak tumpang tindih. Pemilihan lokasi dan pengaturan tata letak
bertujuan untuk meminimalisir kompetisi dan konflik pemanfaatan, mengurangi
risiko dan meningkatkan pemanfaatan lahan secara komplemen, serta
mengoptimalkan hasil produksi (Ross et al. 2013). Ferreira et al. (2013)
menambahkan penentuan lokasi dan zonasi bisa didasarkan pada ketersediaan dan
kesesuaian tempat, serta ketersediaan makanan (produktivitas).
Jenis ikan yang dipilih untuk ditebar adalah ikan nila. Hal ini dikarenakan
ikan nila merupakan salah satu ikan pemanfaat fitoplankton yang memiliki
toleransi yang baik terhadap perubahan kualitas air. Selain itu, Situ Cilala juga
tidak memiliki ikan endemik dan predator yang akan terganggu atau mengganggu
ikan nila yang akan ditebar. Hasil penelitian Pratiwi et al. (2015) menunjukkan

15
bahwa jenis ikan yang mendominasi di Situ Cilala adalah ikan nila. Jenis ikan
lain yang ada di Situ Cilala adalah mujair, tawes, mas, dan beberapa ikan hias.
Jumlah ikan yang ditebar disesuaikan dengan status trofik perairan dan
ukuran panen yang diinginkan (Mims dan Onders 2012). Penebaran ikan nila
dapat dilakukan dengan padat tebar 2-6 ekor/m3 (NAFIS 2015) atau 3-9 ekor/m3
(Diana et al. 1994). Rakocy dan McGinty (1989) menambahkan bahwa
penebaran ikan nila mono sex dapat dilakukan dengan padat tebar 1-5 ekor/m2.
Penelitian Rakocy dan McGinty (1989) menunjukkan bahwa ikan nila mono sex
yang ditebar dengan ukuran 50 g/ekor dapat mencapai ukuran 500 g/ekor dalam
waktu 6-7 bulan atau dapat dikatakan laju pertumbuhannya 2,5 g/hari. Sementara
itu, hasil penelitian Diana et al. (2004) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan nila
adalah 1,5-3,0 g/hari. NAFIS (2015) menambahkan bahwa pertumbuhan ikan nila
mono sex lebih cepat dibandingkan dengan mixed-sex.
Selain memperhatikan ukuran, padat tebar, dan laju pertumbuhan,
penebaran ikan alami juga harus memperhatikan sintasan/SR benih yang ditebar.
Diana et al. (2004) menyebutkan bahwa untuk penebaran 3 ekor/m3 dengan
ukuran tebar 12,8-18,5 g memiliki SR 80-89%, sementara NAFIS (2015)
menyebutkan bahwa ikan nila mono sex yang ditebar 2-6 ekor/m3dengan ukuran
50-100 g/ekor memiliki SR 90%, lebih besar dibandingkan mixed-sex yang
memiliki SR berkisar 80%.

Gambar 4 Lokasi penebaran ikan dan pemancingan Situ Cilala

Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung perairan Situ Cilala untuk
kegiatan perikanan alami menunjukkan bahwa jumlah total ikan nila yang perlu
ditebar ke perairan adalah 39.882 ekor dengan ukuran tebar 25 g/ekor dan ukuran
panen 125 g/ekor serta perkiraan SR 85%. Jika laju pertumbuhan nila yang
ditebar di perairan diasumsikan 2,0-2,5 g/hari, maka pemeliharaan dapat
dilakukan selama 40-50 hari.
Selain pengaturan jumlah tebar dan hasil tangkapan yang diharapkan,
pengaturan alat tangkap juga perlu dilakukan. Penangkapan ikan tidak boleh

16
dilakukan dengan menggunakan jaring, hanya boleh dilakukan dengan
menggunakan pancing. Ukuran mata kail juga harus diatur agar ukuran ikan yang
tertangkap adalah ukuran panen, bukan ikan yang sedang bertumbuh setelah
ditebar. Ukuran panen yang boleh dipancing adalah > 125 g/ekor. Oleh karena
itu, ukuran mata kail yang digunakan minimal adalah no. 4. Hal ini didasarkan
pada hasil wawancara dengan penjual pancing, yakni ukuran no. 3-4 digunakan
untuk ikan ukuran >3 jari (> 100 g), no. 5-6 digunakan untuk ikan ukuran >4 jari
(> 175 g), dan 7-8 digunakan untuk ikan ukuran > 5 jari (> 250 g).
Interval penebaran disesuaikan dengan hasil tangkapan pemancing. Pada
penelitian ini, hasil tangkapan rata-rata harian diasumsikan adalah 3 kg/orang.
Jika penebaran direncanakan akan dilakukan setelah hasil pemancingan mencapai
25% dari ikan yang ditebar, maka jumlah pemancing maksimum adalah 353
orang/minggu. Hasil pemancingan sebesar 25% dari yang ditebar diperoleh
setelah 1 minggu pemancingan. Oleh karena itu, penebaran dilakukan 1 minggu
sekali sebanyak 25% dari jumlah awal.
Kegiatan ini sebaiknya dikelola oleh Pemerintah Daerah dan diawasi. Hal
tersebut bertujuan agar kegiatan pemancingan dapat berkelanjutan. Rancangan
implementasi pada penelitian ini dapat berubah seiring dengan kebijakan
pengelolaan. Rancangan ini dibentuk sebagai dasar perhitungan yang dapat
diaplikasikan dan disesuaikan dengan pola