Optimisasi Waktu Homogenisasi Pembuatan Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat

OPTIMISASI WAKTU HOMOGENISASI PEMBUATAN
NANOKURKUMINOID TERSALUT ASAM PALMITAT

EVA LILIS NURGILIS

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimisasi Waktu
Homogenisasi Pembuatan Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Eva Lilis Nurgilis
NIM G44100031

ABSTRAK
EVA LILIS NURGILIS. Optimisasi Waktu Homogenisasi Pembuatan
Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat. Dibimbing oleh LATIFAH K
DARUSMAN dan WARAS NURCHOLIS.
Penyalutan terhadap kurkuminoid menggunakan asam palmitat diharapkan
dapat
meningkatkan
bioavailabilitas
sehingga
meningkatkan
efek
farmakologisnya. Nanokurkuminoid dibuat dari ekstrak kurkuminoid kunyit yang
mengandung pati sebesar 26% dengan menggunakan metode homogenisasi
tekanan tinggi dan ultrasonikasi. Pada penelitian ini dilakukan optimisasi waktu
homogenisasi dalam 3 waktu berbeda dan uji stabilitas emulsi nanokurkuminoid

kunyit. Waktu homogenisasi yang digunakan ialah 5, 10, dan 15 menit. Hasil
optimisasi menunjukkan bahwa waktu optimum pembuatan nanokurkuminoid
adalah 10 menit dengan kondisi emulsi paling stabil dibandingkan yang lain.
Ukuran partikel pada kondisi ini sebesar 275 nm dan indeks polidispersitas
sebesar 0.04. Berdasarkan uji stabilitas, ukuran partikel emulsi ini fluktuatif
selama penyimpanan disertai pembentukan endapan.
Kata kunci: homogenisasi, kurkuminoid, optimisasi, stabilitas emulsi

ABSTRACT
EVA LILIS NURGILIS. Optimization of Homogenization Time in Nanoparticle
Preparation of Curcuminoid Coated by Palmitic Acid. Supervised by LATIFAH K
DARUSMAN and WARAS NURCHOLIS.
Coating curcuminoid with palmitic acid is expected to increase its
bioavailability and enhance the pharmacological effects of curcuminoid.
Nanocurcuminoid was prepared from turmeric curcuminoid extract containing
26% starch by high pressure homogenization followed by ultrasonication method.
The experiment was carried out to optimize the homogenization time in
nanocurcuminoid formation and evaluate the stability of its emulsion.
Optimization of homogenization time was conducted in 5, 10, and 15 minutes.
The result showed that the optimum homogenization time of nanocurcuminoid

formation was 10 minutes. At this condition, the most stable emulsion was with
the particles size of 275 nm and the polidispersity index was 0.04. Stability test
result showed that the emulsion particles size was fluctuated during the storage
and the precipitates was formed.
Keywords: curcuminoid, emulsion stability, homogenization, optimization

OPTIMISASI WAKTU HOMOGENISASI PEMBUATAN
NANOKURKUMINOID TERSALUT ASAM PALMITAT

EVA LILIS NURGILIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Desember 2014 ini
ialah nanokurkuminoid, dengan judul Optimisasi Waktu Homogenisasi
Pembuatan Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS
dan Waras Nurcholis, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan
saran, kritik, bantuan, dan nasihat yang membangun kepada penulis. Ungkapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Eman Suherman, Bapak Edi
Suhendar, Bapak Kosasih, dan Ibu Nunung Nuryati yang telah banyak memberi
saran serta kepada Raodatul Jannah, Anisyah Is Purwati, Hanifullah Habibie, dan
Pitria Aprilani selaku rekan kerja yang telah membantu penulis selama penelitian.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ungkapkan yang takterhingga
kepada orang tua Bapak Nursa’id dan Ibu Enis, Kakak, adik, dan teman diskusi
terbaik Heru, Heri, Azis, Inggit Dewi Komalawati, dan M. Reza Adhitya yang
tiada henti memberikan doa terbaik serta motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2015
Eva Lilis Nurgilis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1


METODE

3

Bahan dan Alat

3

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kadar Air dan Rendemen

5


Kandungan Pati Kunyit

5

Kadar Kurkuminoid Ekstrak Etanol Kunyit Menggunakan KCKT

6

Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat

7

Stabilitas Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat

9

SIMPULAN DAN SARAN

10


Simpulan

10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

25


DAFTAR TABEL
1 Kondisi emulsi hasil homogenisasi
2 Hasil pengukuran PSA nanokurkuminoid
3 Stabilitas penyimpanan emulsi nanokurkuminoid

7
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Kromatogram KCKT standar kurkuminoid dan ekstrak etanol kunyit
ulangan 1
2 Emulsi kurkuminoid saat pendinginan setelah homogenisasi 5 menit, 10
menit, dan 15 menit
3 Emulsi sebelum dan sesudah ultrasonikasi

6
7
8


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Bagan alir penelitian
Kadar air kunyit
Rendemen hasil ekstraksi
Kandungan pati kunyit
Kadar kurkuminoid ekstrak etanol kunyit
Data pengukuran PSA nanokurkuminoid hasil optimisasi

13
14
14
14

15
17

PENDAHULUAN
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman herbal
yang dikenal di Negara Asia Tenggara khususnya di Indonesia sebagai zat
pewarna, bumbu dapur, kosmetik, dan obat tradisional. Zat warna kuning yang
khas dari kunyit erat kaitannya dengan senyawa yang dinamakan kurkuminoid.
Kurkuminoid dapat diperoleh dengan cara maserasi yang merupakan teknik
ekstraksi sederhana dan mampu menghasilkan ekstrak kurkuminoid lebih banyak
walaupun membutuhkan pelarut yang banyak dan waktu yang lama (Mujahid et al.
2008). Secara komersial, kurkuminoid terdiri atas 3 senyawa campuran yaitu
kurkumin 77%, demetoksikurkumin 17%, dan bisdemetoksikurkumin 6%.
Kurkuminoid memiliki banyak efek farmakologis di antaranya sebagai
antioksidan, mencegah angiogenesis, memengaruhi penyakit Alzheimer
(Aggarwal et al. 2006), antiinflamasi (Wang et al. 2008), antimikroba (Vimala et
al. 2011), dan antikanker (Jacob 2013). Meskipun memiliki banyak efek
farmakologis, namun kegunaannya terbatas karena bioavailabilitasnya yang
rendah. Hal ini ditandai dengan rendahnya absorpsi, metabolisme yang cepat, dan
pengeluaran sistemik yang cepat (Anand et al. 2007).
Sharma et al. (2005) menyatakan bahwa dari 1 g/kg dosis yang diberikan
secara oral terhadap hewan pengerat, sebanyak 75% dosis dieksresikan dalam
feses. Selain itu, lebih dari 50% dosis kurkuminoid yang diberikan secara
intravena dieksresikan melalui empedu dalam waktu 5 jam. Hal ini terjadi karena
hanya 25% kurkuminoid mengalami transformasi selama absorpsi di dalam usus.
Salah satu upaya untuk meningkatkan bioavailabilitas kurkuminoid yakni dengan
menggunakan adjuvan yang mampu menghalangi jalur metabolik kurkuminoid.
Formulasi nanopartikel, liposom, misel, dan fosfolipid kompleks merupakan
formulasi baru yang menyediakan sistem sirkulasi yang lebih lama, permeabilitas
lebih baik, dan anti terhadap proses metabolik (Kharkwal et al. 2011).
Nanopartikel merupakan salah satu formulasi yang banyak menarik perhatian
disebabkan luas permukaannya yang sangat besar, membuat partikel menjadi
sangat reaktif atau katalitik, dan lebih cepat berinteraksi dengan sistem biologi
(Parashar et al. 2008).
Teknologi nanopartikel muncul sebagai metode potensial dalam sistem
penghantaran obat (drug delivery system). Nanopartikel akan mampu melarutkan,
menjerap, dan menempelkan obat dalam matriksnya (Mohanraj dan Chen 2006).
Sistem penghantaran obat bermedia nanopartikel memungkinkan kecocokan untuk
agen yang sangat hidrofobik seperti kurkuminoid yang memiliki kelarutan buruk
dalam air. Salah satu di antara sistem penghantaran obat yang menjanjikan adalah
nanopartikel lipid padat atau solid lipid nanoparticles (SLN). Nanopartikel lipid
padat merupakan salah satu sistem pembawa koloid potensial sebagai alternatif
polimer yang identik dengan emulsi minyak dalam air (O/W), tetapi emulsi lipid
cairan diganti dengan lipid padat. Keuntungan dari SLN, yakni biokompatibitas
yang baik, toksisitas rendah, menghantarkan obat lipofilik lebih baik, dan secara
fisik stabil (Ekambaram et al. 2012). Oleh karena itu, agar kurkuminoid dapat
diaplikasikan dengan baik maka dibuatlah formulasi nanopartikel kurkuminoid
dengan menyalutkannya dalam lipid.

2
Metode yang dikembangkan dalam pembuatan SLN di antaranya
homogenisasi tekanan tinggi, mikroemulsi, difusi emulsi pelarut, evaporasi
emulsifikasi pelarut, dan pengadukan kecepatan tinggi atau ultrasonikasi.
Penelitian Rahmi et al. (2013) menunjukkan bahwa nanopartikel yang dibuat
dalam krim wajah menggunakan metode ultrasonikasi memiliki potensi
melindungi kerusakan kulit yang menyertai proses penuaan akibat paparan sinar
UV B. Menurut Ekambaram et al. (2012), untuk mendapatkan SLN dengan
ukuran partikel yang rendah dibutuhkan kombinasi metode ultrasonikasi dan
homogenisasi kecepatan tinggi. Penggunaan asam lemak memiliki pengaruh yang
nyata terhadap pembuatan SLN, meliputi stabilitas SLN yang dihasilkan dan
pelepasan zat aktif. Interaksi dengan kurkuminoid akan meningkat seiring dengan
bertambahnya atom karbon namun akan mempersulit pelepasan kurkuminoid saat
mencapai target (Weiss et al. 2008). Selain itu, rerata ukuran partikel dispersi
SLN akan meningkat seiring dengan meningkatnya titik cair asam lemak.
Pembentukan SLN juga akan berbeda untuk asam lemak yang berbeda. Asam
lemak seperti miristat, palmitat, stearat, dan arakidat dapat digunakan sebagai
matriks lipid. Penelitian Battaglia et al. (2010) menunjukkan bahwa SLN dengan
menggunakan asam palmitat dan asam stearat menghasilkan ukuran partikel dan
indekspolidispersitas yang rendah yakni 263 12 nm dan 0.018 serta 285 11 nm
dan 0.015. Campuran asam palmitat dan polietilenaglikol juga menunjukkan
stabilitas pembentukan misel yang tinggi pada pH 7.4 dan mampu menahan
penggabungan kurkuminoid dalam 24 jam (Sahu et al. 2008). Konsentrasi
surfaktan juga dapat memengaruhi ukuran partikel SLN yang dihasilkan.
Umumnya, ukuran partikel dapat diamati ketika nisbah antara surfaktan dan lipid
telah ditentukan (Ekambaram et al. 2012).
Formulasi SLN akan lebih baik jika memiliki stabilitas emulsi yang tinggi.
Stabilitas emulsi merupakan kemampuan suatu emulsi dalam mempertahankan
diri dari pemisahan kembali kedua fasenya dalam satuan waktu. Hal ini diterapkan
dengan tujuan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian suatu
produk emulsi sehingga aman untuk dikonsumsi. Jenis pengujian stabilitas untuk
sediaan obat maupun kosmetik dapat meliputi stabilitas khasiat, fisik, kimia, dan
mikrobiologi. Pengujian stabilitas khasiat dilakukan dengan menguji aktivitas
antibakteri. Stabilitas fisik dilakukan dengan mengamati bentuk sediaan, warna,
dan juga bau. Stabilitas kimia dilakukan dengan mengamati kromatogram hasil
analisis KCKT atau kandungan total fenol, sedangkan stabilitas mikrobiologi
meliputi pengamatan terhadap keberadaan kapang atau khamir (Rismana et al.
2013). Stabilitas sediaan berbasis nanopartikel lebih ditujukkan pada
kemampuannya dalam mempertahankan sifat dan khasiat. Adapun sifat fisik SLN
selama penyimpanan dapat ditentukan dengan memonitor perubahannya yang
umumnya meliputi ukuran partikel, potensial zeta, kandungan obat, kondisi luar,
dan juga viskositas sebagai fungsi waktu (Qing et al. 2009; Rishi et al. 2009).
Akan tetapi, masalah muncul ketika kunyit memiliki kandungan pati yang
cukup tinggi. Sifat pati yang memiliki kelarutan rendah dalam air diduga dapat
memengaruhi ukuran partikel yang dihasilkan. Ukuran nanopartikel sulit
terbentuk disebabkan emulsi memiliki stabilitas yang rendah dan mudah
beragregasi dalam waktu yang sangat singkat. Tujuan dari penelitian ini yaitu
menentukan kandungan pati kunyit, melakukan optimisasi, dan uji stabilitas
nanokurkuminoid tersalut asam palmitat.

3

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain campuran tujuh
aksesi kunyit dari Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB Bogor antara lain BPTO,
Ciemas, Nagrak, Ngawi, Wonogiri, dan dua varietas unggulan Balitro Bogor,
standar kurkuminoid (Merck), asam palmitat (Merck), poloksamer 188, air
deionisasi, etanol 96%, n-heksana, eter, etanol 10%, HCl 25%, NaOH 45%, KI
30%, H2SO4 4 N, Na2S2O3 0.1 N, dan pereaksi Luff-Schoorl. Alat yang digunakan
adalah pengaduk magnet, homogenizer (Ultra Turax), kromatografi cairan kinerja
tinggi (KCKT, Hitachi), ultrasonikator batch pemanas, ultrasonicator processor,
particle size analyzer (Vasco), dan penguap putar.
Metode Penelitian
Penetapan Kadar Air (AOAC 2005)
Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 105 selama 3 jam
kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Sebanyak 3
gram serbuk kunyit ditimbang di dalam wadah yang telah diketahui bobotnya.
Wadah berisi sampel dikeringkan di dalam oven suhu 105 selama 3 jam
kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Proses
pengeringan dilakukan hingga bobot konstan. Rumus kadar air sebagai berikut:

W1 = bobot sampel sebelum pengeringan (g)
W2 = bobot sampel setelah pengeringan (g)
Ekstraksi Kunyit (Modifikasi Mujib 2011)
Serbuk kunyit diekstraksi secara maserasi dalam etanol 96% hasil 2 kali
distilasi selama 48 jam. Ekstrak disaring dan filtratnya ditampung. Ekstrak etanol
hasil maserasi dipartisi menggunakan pelarut n-heksana (1:1). Ekstrak etanol
kemudian dipekatkan menggunakan penguap putar.
Penetapan Kandungan Pati (Fardiaz 1989)
Preparasi Sampel. Sebanyak 3 g serbuk kunyit dimasukkan ke dalam gelas
piala 250 mL dan ditambahkan akuades sebanyak 50 mL kemudian diaduk selama
1 jam. Suspensi yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring. Untuk
menghilangkan kandungan lemak pada sampel, pati yang tersisa pada kertas
saring dicuci 5 kali dengan 10 mL eter. Eter dibiarkan menguap dari sisa pati pada
kertas saring kemudian dicuci kembali menggunakan 150 mL etanol 10%. Residu
dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu lemak dengan cara pencucian
menggunakan 200 mL akuades dan 20 mL HCL 25% dan direfluks selama 2.5
jam. Larutan residu kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 45%

4
kemudian diencerkan sampai volume 250 mL. Campuran disaring dan filtrat
dianalisis menggunakan pereaksi Luff-Schoorl.
Penetapan Kandungan Pati. Sebanyak 25 mL filtrat ditambahkan 25 mL
pereaksi Luff-Schoorl pada labu lemak 250 mL. Campuran dikocok sampai
homogen lalu direfluks pada suhu mendidih selama 10 menit. Tepat pada waktu
10 menit, labu lemak didinginkan pada bak es untuk menghentikan reaksi yang
terjadi. Kemudian ditambahkan 10 mL KI 30% dan 25 mL H2SO4 4 N. Campuran
yang diperoleh dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N menggunakan indikator 1 mL
amilum 2%. Volume Na2S2O3 yan diperoleh digunakan sebagai volume sampel.
Dilakukan pula titrasi untuk blangko. Blangko dibuat dengan menambahkan 25
mL akuades dan 25 mL pereaksi Luff-Schoorl. Hasil analisis pati diperoleh dari
perhitungan % glukosa dengan rumus:
% glukosa =
Kadar % glukosa yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi kandungan
pati dengan faktor konversi 0.91. Adapun rumus konversinya:
Kandungan pati (%) = 0.91 kadar glukosa
Analisis Kurkuminoid dengan KCKT (Jayaprakasha et al. 2002)
Sebanyak 0.0500 g sampel dilarutkan ke dalam 50 mL metanol. Sebanyak 1
mL sampel dilarutkan dalam 100 mL metanol. Larutan disaring menggunakan
Millipore 0.45 µm kemudian dimasukkan ke dalam vial KCKT. Sebanyak 20 µL
diinjeksikan ke dalam kolom KCKT. Standar kurkuminoid dibuat dengan
konsentrasi 0.5 ppm. Standar dan sampel kurkuminoid dielusi secara gradien
menggunakan kolom C-18 dengan dimensi kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1
mL/menit, dan menggunakan detektor UV-VIS dengan panjang gelombang 425
nm. Fase geraknya terdiri atas metanol, asam asetat 2%, dan asetonitril.
Pembuatan Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat (Modifikasi Mujib
2011)
Fase lipid terdiri atas 1.0000 g asam palmitat dan 0.1000 g kurkuminoid
yang dipanaskan pada suhu 75
sambil diaduk dalam ultrasonikator batch
pemanas. Fase air terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100 mL air deionisasi
yang dipanaskan pada suhu yang sama. Fase lipid didispersikan ke dalam fase air
sambil diaduk menggunakan pengaduk magnet. Emulsi yang dihasilkan
dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm dalam waktu 5, 10, dan 15 menit.
Emulsi yang diperoleh didinginkan dalam bak es sehingga dihasilkan emulsi yang
stabil dan selanjutnya diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 60 menit.
Ukuran partikel dan indeks polidispersitas emulsi ditentukan dengan
menggunakan particle size analyzer.
Uji Stabilitas (Vivek et al. 2007)
Nanokurkuminoid dengan homogenisasi 10 menit diletakkan ke dalam
tabung kaca dan disimpan dalam suhu dingin 4 selama 60 hari. Ukuran rerata
partikel diukur dalam interval waktu yang berbeda, yaitu pada hari ke-1, 3, 7, 15,
30, 45, dan 60. Endapan yang terbentuk di dasar tabung dan warna emulsi juga
diamati selama masa penyimpanan.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen
Kadar air yang diperoleh sebesar 14.38% 0.02 (Lampiran 2). Kadar air
yang dikandung sampel kurang baik karena tidak memenuhi standar BPOM.
Menurut BPOM (2011), suatu sediaan obat bahan alam dan jamu harus memenuhi
ketentuan batas kadar air di bawah 10%, karena dengan batas tersebut dapat
mencegah berkembangbiaknya mikroorganisme sehingga mutu sampel terjamin.
Kadar air yang didapat selanjutnya dikonversi untuk menentukan rendemen.
Adapun rendemen yang diperoleh sebesar 4.77% 0.076 (Lampiran 3). Ekstrak
kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi kunyit secara maserasi
menggunakan pelarut etanol. Etanol lazim digunakan sebagai pelarut karena tidak
berbahaya bagi tubuh dan umum digunakan untuk keperluan farmakologi. Ekstrak
etanol kemudian dipartisi menggunakan pelarut n-heksana untuk menghilangkan
minyak atsiri dan ekstrak nonpolar yang terkandung di dalamnya (Jayaprakasha et
al. 2002).
Kandungan Pati Kunyit
Pada tanaman kunyit, pati berwarna putih kekuningan karena mengandung
kurkuminoid. Pati merupakan jenis polisakarida yang terdiri atas amilosa dan
amilopektin. Pati memiliki kelarutan rendah dalam air dikarenakan struktur
amilosa yang bersifat hidrofobik. Amilosa merupakan polimer monosakarida
berantai lurus, sedangkan amilopektin berupa polimer bercabang. Kandungan pati
dapat ditentukan dengan menggunakan metode hidrolisis. Hidrolisis pati salah
satunya dapat dilakukan menggunakan asam. Ketika pati dipanaskan dengan asam,
maka pati akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana yaitu
glukosa. Mula-mula molekul pati pecah menjadi unit glukosa yang lebih pendek
yang disebut dekstrin. Kemudian dekstrin terurai menjadi maltosa dan akhirnya
glukosa (Gaman dan Sherrington 1981). Glukosa sebagai gula pereduksi
kemudian direaksikan dengan pereaksi Luff-Schoorl. Gula pereduksi akan
mereduksi Cu2+ dari pereaksi Luff-Schoorl dan sisa pereaksi tersebut akan
bereaksi dengan KI menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi menggunakan
Na2S2O3 dan ditentukan jumlahnya sebagai kandungan pati dalam kunyit (Fardiaz
1989).
Kandungan pati yang diperoleh sebesar 26.41% 0.15 (Lampiran 4).
Kandungan pati diperoleh dengan mengonversi kadar glukosa yang didapat
dengan faktor konversi 0.91. Nilai faktor konversi merupakan nisbah antara bobot
molekul pati dengan bobot molekul glukosa (gula pereduksi). Perolehan
kandungan pati yang didapat jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kandungan pati hasil penelitian Febriananto (2013) dari tujuh varietas berbeda
yang berkisar antara 2.361-3.421%. Perbedaan hasil ini dengan penelitian
Febriananto (2013) salah satunya disebabkan oleh perbedaan usia panen.
Umumnya kunyit dapat dipanen pada usia sekitar 10-12 bulan karena pada usia
tersebut produktivitas kunyit sangat tinggi (Rahardjo dan Rostiana 2005). Di

6
samping itu, sampel kunyit pada penelitian ini merupakan campuran tujuh aksesi
kunyit dari Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB Bogor antara lain BPTO, Ciemas,
Nagrak, Ngawi, Wonogiri, dan dua varietas unggulan Balitro Bogor. Sebaliknya,
sampel kunyit Febriananto (2013) merupakan tujuh aksesi kunyit yang sama tetapi
kandungan patinya dianalisis secara terpisah.
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Etanol Kunyit Menggunakan KCKT
Kurkuminoid merupakan salah satu metabolit sekunder golongan
fenilpropanoid. Telah diketahui bahwa kurkuminoid terdiri atas senyawa
bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin. Keberadaan ketiga
senyawa kurkuminoid pada ekstrak etanol kunyit tersebut ditentukan dengan
menggunakan instrumen KCKT. Total kurkuminoid yang terkandung dalam
ekstrak etanol kunyit sebesar 251.4157 mg/g
0.51. Adapun komposisi
bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin hasil rerata ketiga
kromatogram yakni sebesar 43.5875 mg/g 1.29, 56.7857 mg/g 2.51, dan
151.0425 mg/g
6.92. Berdasarkan luas puncak kromatogram sampel
menunjukkan
bahwa
ekstrak
etanol
kunyit
memiliki
komponen
bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin. Dapat diketahui pula
dari ketiga kromatogram sampel yang dihasilkan menunjukkan bahwa kurkumin
merupakan komponen terbesar dalam ekstrak etanol kunyit dan sesuai dengan
penelitian Jayaprakasha et al. (2002) (Lampiran 5).

Gambar 1 Kromatogram KCKT standar kurkuminoid (a) dan ekstrak etanol
kunyit ulangan 1 (b)

7
Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Formulasi yang digunakan dalam membuat nanokurkuminoid tersalut asam
palmitat dibuat berdasarkan formulasi terbaik hasil penelitian Mujib (2011).
Tahap ini terdiri atas dua fase yakni fase lipid dan air. Fase lipid didispersikan ke
dalam fase air dan dilakukan homogenisasi sehingga terbentuk emulsi berwarna
kuning lalu ditempatkan pada bak es. Homogenisasi dilakukan untuk menyatukan
fase air dan lipid serta menyeragamkan ukuran. Penempatan pada bak es bertujuan
mencegah terpisahnya bagian hidrofilik dari fase lipid ke fase air (Weiss et al.
2008) dan mencegah terjadinya penggumpalan. Optimisasi nanokurkuminoid
dilakukan berdasarkan penelitian Ekaputra (2013) dengan waktu homogenisasi
selama 5 menit dengan sampel temulawak. Optimisasi nanokurkuminoid
dilakukan pada tiga waktu homogenisasi berbeda yakni 5, 10, dan 15 menit.
Penentuan optimisasi ini dilakukan karena dengan waktu homogenisasi selama 5
menit tidak menghasilkan emulsi yang stabil. Penentuan optimisasi dilihat dari
kestabilan emulsi yang dihasilkan dari ketiga waktu tersebut saat dilakukan
pendinginan. Kestabilan emulsi ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya
penggumpalan maupun emulsi yang terpisah. Kondisi emulsi dengan waktu
homogenisasi 10 menit menunjukkan kestabilan yang baik karena tidak
mengalami penggumpalan maupun emulsi yang terpisah, sedangkan pada emulsi
dengan waktu homogenisasi 15 menit emulsinya kembali tidak stabil.
Tabel 1 Kondisi emulsi hasil homogenisasi
Waktu homogenisasi
(menit)
5
10
15

Kondisi emulsi
Tidak stabil
Stabil
Tidak stabil

Gambar 2 Emulsi kurkuminoid saat pendinginan setelah homogenisasi 5 menit
(a), 10 menit (b), dan 15 menit (c)
Optimisasi tersebut tidak hanya ditentukan dari kestabilan emulsi selama
pendinginan tetapi dilihat pula dari ukuran partikel dan nilai indeks polidispersitas
(IP). Indeks polidispersitas menunjukkan nilai yang menyatakan lebarnya
distribusi ukuran partikel di dalam suatu emulsi. Nilai IP kurang dari 0.3
menunjukkan ukuran partikel memiliki distribusi yang sempit, sedangkan IP
benilai lebih dari 0.3 menunjukkan ukuran partikel memiliki distribusi yang lebar
(Yen et al. 2008). Hasil pengukuran partikel memperlihatkan bahwa emulsi

8
dengan homogenisasi 10 menit memiliki ukuran partikel dan nilai IP yang lebih
rendah daripada yang lain. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan bahwa
waktu homogenisasi selama 10 menit merupakan waktu optimum dalam
pembuatan nanokurkuminoid.
Tabel 2 Hasil pengukuran PSA nanokurkuminoid
Waktu Homogenisasi
(menit)
5
10
15

Ukuran Partikel
(nm)
323.13
275.45
714.20

Indeks
Polidispersitas
1.04
0.04
0.48

Selain dilakukan homogenisasi, dilakukan pula ultrasonikasi yang bertujuan
memecah partikel besar menjadi partikel yang lebih kecil. Teknik ultrasonik
merupakan metode yang sangat efektif untuk aplikasi material berukuran nano
serta dapat mempengaruhi reaksi kimia dengan adanya energi kavitasi atau
disebut dengan sonokimia. Peristiwa inilah yang memicu pecahnya gelembung
partikel di dalam larutan akibat penggunaan intensitas yang tinggi. Kavitasi dapat
dihasilkan dengan berbagai cara salah satunya dengan menggunakan ultrasonic
processor. Proses kavitasi ini akan mereduksi ukuran partikel sehingga luas
permukaan partikel meningkat dan atom-atom akan mudah berinteraksi satu sama
lain (Hielscher 2005). Emulsi nanokurkuminoid diultrasonikasi dengan amplitudo
20% selama 60 menit yang merupakan kondisi optimum hasil Mujib (2011).
Besar amplitudo akan sebanding dengan energi yang dihasilkan. Semakin besar
amplitudo yang digunakan maka energi yang dihasilkan juga semakin besar.
Penggunaan amplitudo yang besar akan menghasilkan kavitasi yang lebih efektif
tetapi dikhawatirkan akan merusak komponen yang terkandung pada sampel. Oleh
karenanya, amplitudo yang digunakan hanya 20%, tetapi dengan waktu yang
cukup lama.

Gambar 3 Emulsi sebelum (a) dan sesudah ultrasonikasi (b)
Setelah proses ultrasonikasi, ukuran partikel emulsi ditentukan
menggunakan particle size analyzer (PSA). Hasil ultrasonikasi diharapkan dapat
membentuk tetesan-tetesan partikel yang lebih kecil sehingga hasil pengukuran
PSA menghasilkan distribusi partikel yang sempit (Gee dan Dani 2002).
Pengukuran partikel sebaiknya dilakukan secara langsung setelah proses

9
ultrasonikasi. Tujuannya yaitu mencegah beragregasi kembali partikel kecil
menjadi besar akibat adanya selang waktu yang cukup lama. Particle size
analyzer yang dipakai menggunakan metode dynamic lightening scattering (DLS)
yang dipengaruhi gerak Brown. DLS atau yang dikenal PCS mengukur fluktuasi
dari intensitas cahaya yang dihamburkan akibat pergerakan partikel dan mampu
mengukur sampai ukuran 3 mikron (Mukherjee et al. 2009). Hasil pengukuran
PSA tersebut didapatkan data rerata ukuran partikel berdasarkan distribusi
intensitas, volume, dan jumlah. Ketiga data tersebut ditampilkan dalam bentuk
kurva dan tabel yang menggambarkan distribusi ukuran partikel. Hasil akhir yang
didapatkan merupakan rerata keseluruhan pengukuran dan ditentukan sebagai
ukuran partikel (Zaverage). Hasil pengukuran PSA menunjukkan bahwa emulsi
dengan waktu 5 menit sekitar 15% partikel terukur pada kisaran 370-600 nm,
emulsi 10 menit memperlihatkan bahwa sekitar 80% ukuran partikel yang terukur
berada pada kisaran 270-280 nm, sedangkan emulsi 15 menit sekitar 65% partikel
terukur pada kisaran 740-850 nm (Lampiran 6).
Ukuran partikel nanokurkuminoid yang diperoleh hasil optimisasi berkisar
antara 275.45-714.20 nm. Menurut Ekambaram et al. (2012), nanopartikel lipid
padat merupakan sistem pembawa koloid submikro yang memiliki kisaran ukuran
antara 50-1000 nm. Ukuran partikel yang didapat berada pada rentang tersebut
tetapi memiliki distribusi partikel yang lebar. Selain itu, diduga masih terdapat
partikel dengan berukuran besar walaupun telah dilakukan ultrasonikasi. Asam
palmitat adalah asam lemak yang digunakan untuk menyalut kurkuminoid karena
mampu membentuk misel yang stabil dan menahan penggabungan kurkuminoid
lebih lama (Sahu et al. 2008). Penggunaan asam lemak dapat memengaruhi rerata
ukuran partikel yang diperoleh. Konsentrasi asam lemak (lipid) yang ditambahkan
lebih dari 5-10% akan menghasilkan partikel yang berukuran besar dan distribusi
ukuran partikel yang lebar. Adanya poloksamer 188 yang digunakan sebagai
pengemulsi ternyata juga berpengaruh terhadap ukuran partikel. Konsentrasi
poloksamer yang rendah akan meningkatkan ukuran partikel selama penyimpanan.
Poloksamer sebagai surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan antarmuka
partikel dan menghasilkan bagian-bagian partikel sehingga meningkatkan luas
permukaan (Ekambaram et al. 2012).
Stabilitas Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Pengujian stabilitas nanokurkuminoid dilakukan untuk mengetahui kualitas
dari sampel kunyit yang digunakan dan ketahanan sifatnya selama penyimpanan
khususnya untuk material yang berukuran nanopartikel. Pengujian stabilitas
dilakukan terhadap emulsi hasil homogenisasi 10 menit karena emulsinya paling
stabil dan memiliki ukuran partikel yang rendah. Pengujian yang dilakukan yakni
pengujian fisik karena relatif mudah diamati dan parameter yang diuji meliputi
ukuran partikel, indeks polidispersitas, warna emulsi, dan endapan di dasar tabung.
Selama masa penyimpanan warna emulsi tetap berwarna kuning dan mulai
terbentuk endapan di dasar tabung pada hari pertama sampai hari berikutnya.

10
Tabel 3 Stabilitas penyimpanan emulsi nanokurkuminoid
Hari ke1
3
7
15
30
45
60

Ukuran
partikel (nm)
612.40
319.12
710.26
371.30
429.50
821.60
548.50

Parameter penyimpanan emulsi
Indeks
Warna
Endapan di
polidispersitas
emulsi
dasar tabung
0.29
Kuning
Ada
0.15
Kuning
Ada
0.11
Kuning
Ada
0.08
Kuning
Ada
0.16
Kuning
Ada
0.24
Kuning
Ada
0.06
Kuning
Ada

Selama masa penyimpanan ukuran partikel nanokurkuminoid bernilai
fluktuatif. Partikel dalam emulsi memiliki ukuran yang bervariasi. Oleh karena itu,
hasil pengukuran berbeda-beda sehingga bernilai fluktuatif. Endapan juga
memengaruhi ukuran partikel yang dihasilkan karena ukuran partikel endapan
yang besar memungkinkan hasil pengukuran partikel menjadi tidak stabil. Adapun
nilai IP yang didapat pada setiap pengukuran cukup stabil karena bernilai kurang
dari 0.3. Nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan bahwa emulsi bersifat
monodispersi dan memiliki ukuran yang seragam serta distribusi ukuran partikel
yang sempit.
Akan tetapi, stabilitas emulsi dan ukuran partikel nanokurkuminoid masih
kurang baik jika dibandingkan dengan nanokurkuminoid hasil penelitian Ekaputra
(2013) dengan kisaran ukuran partikel dari 103.90 nm-321.60 nm dan tidak
terbentuk endapan selama masa penyimpanan. Stabilitas emulsi yang rendah dan
ukuran partikel yang besar dari nanokurkuminoid diduga disebabkan adanya pati
dalam jumlah yang besar. Pati inilah yang membuat emulsi terpisah akibat fase
terdispersinya mudah beragregasi dalam waktu yang singkat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kandungan pati dari campuran tujuh aksesi kunyit PSB LPPM IPB Bogor
sebesar 26%. Nanokurkuminoid optimum didapatkan dengan waktu homogenisasi
selama 10 menit dengan ukuran partikel dan indeks polidispersitas sebesar 275
nm dan 0.04. Stabilitas emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan rendah ditandai
dengan terbentuknya endapan dan ukuran partikel yang fluktuatif.
Saran
Perlu dilakukan isolasi pati terlebih dahulu untuk mendapatkan ekstrak
kunyit dengan kandungan pati yang rendah sehingga didapat ukuran partikel yang

11
lebih rendah pula. Pengukuran ukuran partikel nanokurkuminoid sebaiknya
dilakukan setelah ultrasonikasi. Hal ini bertujuan mencegah teragregasinya
kembali partikel akibat adanya selang waktu pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal BB, Bhatt ID, Ichikawa H, Seok Ahn K, Sethi G, Sandur SK, Natarajan
C, Seeram N, Shishodia S. 2006. Turmeric: The Genus Curcuma. New
York: Taylor and Francis.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability
of curcumin: problems and promises. Mol Pharm. 4(6):807818.doi:10.1021/mp700113r.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington
(US): Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Battaglia L, Gallarate M, Cavalli R, Trotta M. 2010. Solid lipid nanoparticles
produced through a coacervation method. J Micro. 27(1):7885.doi:10.3109/02652040903031279.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Mari Minum Obat Bahan
Alam dan Jamu dengan Baik dan Benar. Jakarta (ID): BPOM.
Ekambaram P, Sathali AAS, Priyanka K. 2012. Solid Lipid Nanoparticles: A
Review. Sci Revs Chem Commun. 2(1):80-102.
Ekaputra HD. 2013. Optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam
palmitat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz D. 1989. Analisa Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.
Febriananto E. 2013. Kandungan pati dan kurkuminoid simplisia kunyit
(Curcuma domestica Val.) sebagai parameter pemilihan aksesi terbaik
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gaman PM, Sherrington KB. 1981. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Gee GW, Dani OR. 2002. Particle size analysis [Internet]. [diunduh 2015 Feb
23]:255-278. Tersedia pada:http//www.cprl.ars.usda.gov/pdfs/2_4 Particle
Size Analysis2002.pdf.
Hielscher T. 2005. Ultrasound production of nano-size dispersions and emulsions.
Euro Nano Sys [Internet]. [diunduh pada 2015 Feb 23]:1-6. Tersedia
pada:http://www.hielscher.com.arxiv.org/abs/070.1831.
Jacob JN. 2013. Turmeric and pancreatic cancer- a review. Cancer Stud.
1(1):102.doi:10.14437/csoa.102
Jayaprakasha GK, Rao LJM, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for the
determination
of
curcumin,
demethoxycurcumin,
and
bisdemethoxycurcumin.
J
Agric
Food
Chem.
50(13):36683672.doi:10.1021/jf025506a.
Kharkwal H, Bala K, Katare DP. 2011. Biodegradable polymers, role in
enhancing bioavailability of drug. Asian J Biomed Pharm Sci. 1(5):1-11.

12
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles- a review. Trop J Pharm Res. 5(1):
561-573.
Mujahid R, Awal PKD, Nita S. 2008. Maserasi sebagai alternatif ekstraksi pada
penetapan kadar kurkuminoid simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb)
[Internet].
[diunduh
2015
Feb
23]:18-23.
Tersedia
pada:http//publikasiilmiah.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/ilmufar
masidanklinik.
Mujib MA. 2011. Pencirian nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mukherjee S, Ray S, Thakur RS. 2009. Solid lipid nanoparticles: a modern
formulation approach in drug delivery system. Indian J Pharm Sci [Internet].
[diunduh
2014
Des
9];71:349-358.
Tersedia
pada:http://www.ijpsonline.com.scihub.org/text.asp/2009/71/4/349/57282.
Parashar UK, Saxena P and Srivastava A. 2008. Role of nanomaterials in
biotechnology. Digest J Nano Biostruc. 3: 81-87.
Qing ZL, Aihua Y, Yanwen Xi, Houli Li, Zhimei S, Jing C, Fengliang C, Guangxi
Z. 2009. Int J Pharm. 372:191-198.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya tanaman kunyit. Sirkuler (11):1-6.
Rahmi D, Yunilawati R, Ratnawati E. 2013. Pengaruh nanopartikel terhadap
aktivitas antiageing pada krim. JSMI. 14(3):235-238.
Rishi P, Shivani R, Bhuvanshwar V, Kapil K, Amit K, Goyal, Neeraj M, Abhinav
Mehta, Suresh PV. 2009. Nanomed Nanotech Bio Med. 5(2):184-191.
Rismana E, Kusumaningrum S, Rosidah I, Nizar, Yulianti E. 2013. Pengujian
stabilitas sediaan antiacne berbahan baku aktif nanopartikel kitosan/ekstrak
manggis-pegagan. Bul Penelit Kesehat. 41(4):207-216.
Sahu A, Bora U, Kasoju N, Goswami P. 2008. Synthesis of novel biodegradable
and self-assembling methoxhy poly(ethylene glycol)–palmitate nanocarrier
for curcumin delivery to cancer cells. J Act Bio. 4:17521761.doi:10.1016/j.actbio.2008.04.021.
Sharma RA, Gescher AJ, Steward WP. 2005. Curcumin: the story so far. Euro J
Cancer. 41:1955-1968.doi:10.1016/j.ejca.2005.05.009.
Vimala K, Mohan YM, Varaprasad K, Redd N, Ravindra S, Naidu NS. 2011.
Fabrication of curcumin encapsulated chitosan-PVA silver nanocomposite
film for improved antimicrobacterial activity. J Bio Nanobiotech. 2(1):55-64.
Vivek K, Reddy H, Murthy R. 2007. Investigations of the effect of the lipid
matrix on drug entrapment, in vitro release, and physical stability of
olanzapine-loaded solid lipid nanoparticles. AAPS Pharm Sci Tech. 8(4):1624.
Wang X, Jiang Y, Wang YW, Huang MT, Ho CT, Huang Q. 2008. Enhancing
anti-inflammation activity of curcumin through O/W nanoemusion. Food
Chem. 108(2):419-424.
Weiss J, Decker EA, McClements DJ, Kristbergsson K, Helgason T, Awad T.
2008. Solid lipid nanoparticles as delivery systems for bioactive food
components. Food Biophy. 3:146-154.doi: 10.1007/s11483-008-9065-8.
Yen FL, Wu TH, Lin LT, Cham TM, Lin CC. 2008. Nanoparticles formulation of
Cuscuta chinensis prevents acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats.
Food and Chem Tox. 46:1771-1777.doi:10.1016/j.fct.2008.01.021.

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Preparasi sampel

Penetapan
kandungan
pati

Serbuk kunyit

Penentuan kadar air
Maserasi dengan etanol
selama 48 jam

Filtrat

Residu

Partisi cair-cair
Etanol: n-heksana
(1:1)
Ekstrak
etanol
Dipekatkan
Kurkuminoid

Asam palmitat
Dicampurkan pada suhu 75
Didispersikan ke dalam fase air pada suhu
yang sama
 Homogenisasi (13500 rpm; 5, 10, 15
menit)
 Amplitudo 20%, 60 menit
Nanokurkuminoid
Uji Stabilitas
tersalut asam palmitat



KCKT

Particle size
analyzer

14
Lampiran 2 Kadar air kunyit
Bobot
Bobot
wadah+sampel
Ulangan
wadah (g)
basah (g)
1
4.6418
7.6434
2
4.4188
7.4201
3
4.2799
7.2862

Bobot
wadah+sampel
kering (g)
7.2116
6.9879
6.8545

Bobot
sampel
basah (g)
3.0016
3.0013
3.0063

Bobot
sampel
kering (g)
2.5789
2.5775
2.5856

Kadar air
(%)
14.39
14.40
14.36
14.38±0.02

Kadar air (%) =
=
= 14.39%
Lampiran 3 Rendemen hasil ekstraksi
Ulangan

Bobot
sampel (g)

Bobot wadah
(g)

1
2
3

2.0001
2.0015
2.0002

36.5910
37.9676
37.9989

Bobot
wadah+ekstrak
(g)
36.6738
38.0497
38.0793

Bobot
ekstrak
(g)
0.0828
0.0821
0.0804

Rendemen
(%)
4.84
4.79
4.69
4.77±0.076

Rendemen (%) =
=
= 4.84%
Lampiran 4 Kandungan pati kunyit
Volume Na2S2O3 (mL)

Ulangan

Awal
0
0
0
15.00

Blanko
1
2
3

Akhir
24.80
14.60
14.60
29.70

Terpakai
24.80
14.60
14.60
14.70

% glukosa =
=
= 29.12%
Kandungan Pati (%) = 0.91 x 29.12% = 26.50%

Kadar
Glukosa
(%)
29.12
29.12
28.84
Rerata

Kandungan
Pati (%)
26.50
26.50
26.24
26.41 0.15

15
Lampiran 5 Kadar kurkuminoid ekstrak etanol kunyit
Kromatogram Standar Kurkuminoid

Kromatogram Ekstrak Etanol Kunyit Ulangan 1

16
Kromatogram Ekstrak Etanol Kunyit Ulangan 2

Kromatogram Ekstrak Etanol Kunyit Ulangan 3

Kadar kurkuminoid ekstrak etanol kunyit
Ulangan
1
2
3

Senyawa

Luas area
standar

Luas area
sampel

[injek]
(ppm)

[sampel]
(mg/g)

Bisdemetoksikurkumin
Demetoksikurkumin
Kurkumin
Bisdemetoksikurkumin
Demetoksikurkumin
Kurkumin
Bisdemetoksikurkumin
Demetoksikurkumin
Kurkumin

357852
313211
316848
357852
313211
316848
357852
313211
316848

319616
352811
950293
334042
385310
1040284
315907
367458
984254

0.4466
0.5632
1.4996
0.4667
0.6151
1.6416
0.4414
0.5866
1.5532

43.1081
54.3629
144.749
45.0483
59.3726
158.4556
42.6062
56.6216
149.9228
Rerata

Total
kurkuminoid
(mg/g)
242.2200
262.8765
249.1506
251.4157 10.51

17
Lampiran 6 Data pengukuran PSA nanokurkuminoid hasil optimisasi
Homogenisasi 5 menit

18

19

20
Homogenisasi 10 menit

21

22
Homogenisasi 15 menit

23

24

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lebak pada tanggal 27 Agustus 1992 dari ayah
Nu s ’
n bu En s Sun s h. Penul s me up k n put pe t m
u
bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Bayah dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor dengan Mayor Kimia
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi staf Ikatan
Mahasiswa Kimia (Imasika) Divisi PK2M pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis
juga pernah menjadi asisten praktikum Azas Kimia Analitik pada tahun ajaran
2013/2014 dan Kimia Analitik Layanan untuk Biologi pada tahun ajaran yang
sama. Bulan Juli-Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat
Penelitian Karet, Bogor dengan judul Sintesis Faktis Coklat dari Minyak Jarak
Castor dan Paduannya pada Skala Laboratorium.