Aktivitas Antiinflamasi Dan Penghambatan Enzim Cox-1 Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat Pada Tikus Sprague Dawley

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI DAN PENGHAMBATAN ENZIM
COX-1 NANOKURKUMINOID TEMULAWAK TERSALUT
ASAM PALMITAT PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY

RINI NOVITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antiinflamasi
dan Penghambatan Enzim COX-1 Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam
Palmitat pada Tikus Sprague Dawley adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Rini Novita
G851130251

RINGKASAN
RINI NOVITA. Aktivitas Antiinflamasi dan Penghambatan Enzim COX-1
Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat pada Tikus Sprague
Dawley. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan SYAMSUL FALAH.
Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi ini dipengaruhi oleh senyawa kurkuminoid
yang terkandung pada temulawak, akan tetapi bioavailabilitas kurkuminoid ini
rendah, sehingga sulit diserap dan sangat cepat di metabolisme oleh tubuh.
Penggunaan sistem pembawa berupa nanopartikel lemak padat dapat
meningkatkan bioavailabilitas kurkuminoid. Penggunaan metode homogenisasi
dan ultrasonikasi pada pembuatan nanokurkuminoid temulawak tersalut asam
palmitat diharapkan dapat memberikan aktivitas antiinflamasi melalui pengukuran
volume edema telapak kaki tikus serta pengaruh penggunaan formulasi
nanokurkuminoid dapat menghambat enzim COX-1 yang diuji dengan teknik

ELISA pada serum darah tikus jantan Sprague Dawley.
Nanokurkuminoid yang diperoleh pada penelitian ini memiliki ukuran
561.53 nm dan indeks polidispersitas 0.309 dengan konsentrasi kurkuminoid
terjerap dan efisiensi penjerapan sebesar 0.61±0.031 mg/mL dan 58.93±3.021%.
Persentase daya antiinflamasi pada perlakuan nanokurkuminoid tersalut asam
palmitat pada tikus Sprague Dawley yang mengalami inflamasi, tidak berbeda
secara signifikan. Persentase daya antiinflamasi nanokurkuminoid pada dosis 225
mg/Kg BB yaitu 39.77±28.36% lebih besar dari pada kontrol positif
(17.10±24.593%) dan ekstrak kurkuminoid (18.61±46.216%). Hasil uji korelasi
pada perlakuan yang diberikan menunjukkan bahwa konsentrasi enzim COX-1
berkorelasi negatif dengan daya antiinflamasi sebesar -0.286, dimana perlakuan
nanokurkuminoid 175 mg/Kg BB berpotensi menghambat enzim COX-1.
Kata Kunci : daya antiinflamasi, COX-1, nanokurkuminoid

SUMMARY
RINI NOVITA. Anti-Inflammatory Activity and COX-1 Enzyme Inhibition of
Nanocurcuminoid Temulawak Coated with Palmitic Acid in The Sprague Dawley
Rat. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and SYAMSUL FALAH.
Temulawak is a native plant of Indonesia that is efficacious as an antiinflammatory agent. The anti-inflammatory activity is influenced by curcuminoid
compounds contained in temulawak. However, the low bioavailability of

curcuminoid make these compounds are difficult to absorbed and metabolized
very quickly by the body. The use of carrier system in solid lipid nanoparticle
form can increase the curcuminoid bioavailability. Using the homogenization and
ultra-sonication methods in the manufacturing of nanocurcuminoid temulawak
coated palmitic acid is expected could provide an anti-inflammatory activity, that
were measured by the paw edema volume of mice and the effect of
nanocurcuminoid formulation as an inhibitor of COX-1 enzyme. The inhibition
activity was tested by ELISA in blood serum of male Sprague dawley rats.
The nanocurcuminoid obtained in this study had a size 561.53 nm and the
curcuminoid polydispersity index 0.309. The concentration of adsorbed and the
adsorption efficiency were 0.61 ± 0.031 mg/mL and 58.93 ± 3,021%, respectively.
The percentage of anti-inflammatory power in nanocurcuminoid coated palmitic
acid treatment in the inflamed Sprague dawley rats, did not differ significantly.
The percentage of nanocurcuminoid anti-inflammatory power at a dose of 225
mg/kgbw (39.77 ± 28.36%) was greater than the positive control
(17.10±24.593%) and the curcuminoid extract (18.61±46.216%). The result of
correlation test on the given treatment showed that the COX-1 enzyme
concentration had negative correlation with the anti-inflammatory power with
correlation value -0.286. The nanocurcuminoid with dose 175 mg/kgbw could
potentially inhibit the activity of COX-1 enzyme.

Key words : anti-inflammatory power, COX-1, nanocurcuminoid

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI DAN PENGHAMBATAN ENZIM
COX-1 NANOKURKUMINOID TEMULAWAK TERSALUT
ASAM PALMITAT PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY

RINI NOVITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Mega Safithri, M.Si

Judul Tesis

Nama
NIM

: Aktivitas Antiinflamasi dan Penghambatan Enzim COX-1
Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat pada Tikus
Sprague Dawley
: Rini Novita

: G851130251

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Ketua

Dr Syamsul Falah, SHut, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biokimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr drh Maria Bintang, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 13 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah sistem
penghantaran obat, dengan judul Aktivitas Antiinflamasi dan Penghambatan
Enzim COX-1 Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat pada Tikus
Sprague Dawley.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Laksmi Ambarsari, MS dan
Bapak Dr Syamsul Falah, SHut, MSi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan,
perhatian, nasihat, motivasi dan masukkannya selama penelitian serta dalam
penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Ibu Popi Asri Kurniatin, SSi, Apt, MSi
yang telah banyak memberikan masukan dan saran. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB yang telah banyak
membantu sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar. Tidak lupa juga
terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman SPs IPB program

studi Biokimia 2013 yang selalu mendukung penulis.
Penelitian ini di danai melalui Hibah Penelitian Batch I Program Penelitian
Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015
nomor : 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 yang diketuai oleh ibu Prof Dr Ir
Latifah K Darusman, MS.
Penyusunan tesis ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor,

September 2015
Rini Novita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penenlitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3

3

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian

4
4
4
4
4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8

12

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

22
22
22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1. Karakterisasi nanokurkuminoid dan nanokosong
2. Senyawa bioaktif yang diberikan pada perlakuan

8
17

DAFTAR GAMBAR
1. Sediaan emulsi
2. Kurva % edema
3. Nilai AUC total
4. Persentase daya antiinflamasi
5. Kadar enzim COX-1
6. Perbandingan antara COX-1 dan Daya Antiinflamasi (DAI)
7. Struktur dari 3 komponen utama kurkuminoid
8. Model penggabungan obat
9. Perubahan asam arakidonat

8
9
10
11
11
12
13
14
19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Desain penelitian
2. Prosedur perlakuan pada hewan coba
3. Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer
4. Efisiensi penjerapan
5. Tabel konversi perhitungan dosis
6. Perhitungan dosis
7. Volume kaki tikus pada jam ke-0 sampai jam ke-6
8. Persen edema kaki tikus pada jam ke-0 sampai jam ke-6
9. Persentase daya antiinflamasi
10. Uji ANOVA Daya Antiinflamasi
11. Kadar enzim COX-1
12. Uji ANOVA Enzim COX-1
13. Uji korelasi Pearson

26
27
28
29
30
31
32
35
36
38
39
42
43

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Inflamasi merupakan respon kekebalan tubuh yang berguna untuk
mengembalikan struktur dan fungsi jaringan setelah terjadinya infeksi atau cedera.
Proses ini ditandai dengan kemerahan, panas, pembengkakan, dan rasa nyeri
(Nathan 2002). Inflamasi akut terjadi dalam dua fasa. Fasa pertama dimulai
dengan pelepasan histamin, serotonin dan kinin setelah injeksi agen radang pada
beberapa jam pertama, sedangkan fase kedua terkait dengan pelepasan
prostaglandin. Prostaglandin bertanggung jawab pada proses inflamasi akut
(Amdekar et al. 2012). Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) biasanya
digunakan pada penderita kanker, kondisi pasca operasi, atau penderita yang
mengalami luka parah (kecelakaan). OAINS bekerja dengan cara menghambat
enzim siklooksigenase (COX) yang berperan pada biosintesis prostaglandin yang
merupakan mediator atau substansi radang yang memperkuat efek nyeri dan
demam pada saat terjadinya inflamasi (Ricciotti & FitzGerald 2011). Terdapat dua
isoform enzim siklooksigenase di dalam tubuh manusia, yaitu enzim COX-1 dan
COX-2, dimana kedua enzim ini terlibat pada respon inflamasi. Ekspresi COX-1
pada jaringan kanker berkaitan dengan peningkatan ekspresi protein dan RNA
COX-2. Ekspresi enzim COX-1 yang berlebihan pada sel HeLa (kanker serviks)
mengakibatkan induksi ekspresi COX-2 dan PGE2 sintase bersamaan dengan
peningkatan sintesis prostaglandin E2 (PGE2) (Sales et al. 2002). Penghambatan
enzim COX-1 dalam keping darah dan jaringan epitel lambung oleh OAINS
diketahui dapat menyebabkan kerusakan lambung, gangguan saluran cerna,
kerusakan pada ginjal, dan gangguan kardiovaskuler (Haghighi et al. 2005). Hal
ini menunjukkan bahwa perlu adanya suatu senyawa pengganti OAINS yang
dapat berperan sebagai agen antiinflamasi tanpa memberikan efek samping yang
merugikan pada penggunaannya.
Temulawak atau Curcuma xanthorrhiza Roxb, di Indonesia biasanya
digunakan sebagai tanaman obat tradisional (jamu). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa komponen bioaktif utama yang terdapat dalam temulawak
yang berkhasiat sebagai obat adalah xantorhizol dan kurkuminoid (Hwang 2006).
Kandungan kurkuminoid pada temulawak memiliki banyak manfaat yaitu dapat
digunakan sebagai obat penyakit ginjal kronis (Ghosh et al. 2014), antioksidan
dan hepatoprotektif (Devaraj et al. 2014), antikanker (Aggarwal et al. 2003),
antihiperglikemik dan antiinflamasi (Kim et al. 2014), analgesik, diuretik
(Mahmood et al. 2004), gastroprotektif (Yadav et al. 2013), perlindungan
kardiovaskular (Kapakos et al. 2012) dan antimikroba (Mangunwardoyo et al.
2012).
Kurkuminoid mengandung sekitar 77 % kurkumin, 17 %
demetoksikurkumin, dan 6 % bisdemetoksikurkumin. Lebih dari tiga dekade
dilakukan penelitian terhadap kurkuminoid terkait dengan penyerapan, distribusi,
metabolisme dan ekskresi kurkuminoid, mengungkapkan bahwa kurkuminoid
sulit diserap dan sangat cepat di metabolisme oleh tubuh sehingga membatasi
bioavailabilitasnya (Anand et al. 2007). Rendahnya bioavailabilitas kurkuminoid
ini terjadi karena kurkuminoid memiliki sifat tidak larut dalam air dan pH asam

2
atau netral sehingga sulit untuk dibawa oleh plasma darah. Kurkuminoid dapat
dikembangkan menjadi obat melalui perbaikan pada formulasinya atau dengan
menggunakan sistem pembawa yang dapat meningkatkan proses penyerapannya
dalam tubuh (Basnet dan Basnet 2011).
Penelitian menunjukkan bahwa kurkuminoid yang dikemas kedalam sistem
koloid pembawa yang didasarkan pada nanosains dan nanoteknologi dapat
meningkatkan potensi terapinya. Salah satu sistem penghantaran obat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nanopartikel lemak padat (Solid lipid
nanoparticle/SLN) yang merupakan salah satu sistem pembawa alternatif
berukuran submikron (50-1000 nm) seperti emulsi, liposom, mikropolimer, dan
nanopartikel (Lakkireddy et al. 2006). Keuntungan penggunaan partikel lipid
sebagai sistem pembawa obat yaitu pada penggunaan matriks yang terdiri dari
komponen fisiologis yang aman untuk diberikan secara oral maupun topikal
dengan sitoksisitas yang rendah (Jawahar et al. 2012), dapat meningkatkan
kontrol pelepasan kurkuminoid sehingga bioavailabilitasnya meningkat
(Tiyaboonchai et al. 2007), mampu meningkatkan distribusi kurkumin, sehingga
dapat mempertahankan kurkumin di dalam darah, dan meningkatkan konsentrasi
kurkumin di dalam organ target (Wang et al 2012).
Nanokurkuminoid tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode yang
sama memiliki daya antiinflamasi yang setara dengan natrium diklofenak, yaitu
pada dosis 100 mg/Kg BB (Maulia 2014). Hal ini menunjukkan bahwa perlu
adanya uji lanjut untuk mencari dosis efektif nanokurkuminoid yang dapat
digunakan sebagai antiinflamasi dengan menghambat enzim COX-1 tetapi tidak
memberikan efek yang kurang menguntungkan bagi OAINS.

Perumusan Masalah
Kurkuminoid yang terkandung dalam temulawak memiliki manfaat yang
banyak terutama sebagai agen antiinflamasi. Kurkuminoid dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan untuk menggantikan OAINS (obat anti inflamasi)
yang memiliki efek samping seperti gangguan lambung, kerusakan ginjal dan
gangguan kardiovaskular karena manfaatnya sebagai antiinflamasi,
gastroprotektif, perlindungan kardiovaskular dan obat untuk penyakit ginjal
kronis. Namun, kurkuminoid memiliki bioavailabilitas yang rendah (rendahnya
absorbsi, metabolisme yang cepat, dan pengeluaran sistemik yang cepat). Untuk
mengatasi masalah ini, kurkuminoid dikemas kedalam sistem koloid pembawa
berupa asam palmitat yang didasarkan pada nanoteknologi sehingga dapat
meningkatkan potensi terapi dari temulawak.
Pada
penelitian
sebelumnya
mengenai
aktivitas
antiinflamasi
nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat hanya terbatas pada satu dosis
dan belum ditemukan dosis efektif yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.
Penghambatan enzim COX-1 dengan menggunakan formulasi nanokurkuminoid
tersalut asam palmitat juga belum ditemukan sehingga pada penelitian ini penulis
tertarik untuk melihat aktivitas antiinflamasi dan penghambatan enzim COX-1
dengan menggunakan nanokurkuminoid tersalut asam palmitat.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis efektif nanokurkuminoid
temulawak tersalut asam palmitat sebagai antiinflamasi melalui pengukuran
volume edema telapak kaki tikus serta penghambatannya pada enzim COX-1
melalui uji ELISA pada serum darah tikus jantan Sprague Dawley.

Manfaat Penenlitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai aktivitas anti inflamasi
nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dapat digunakan sebagai
pengganti OAINS yang sudah ada.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup kegiatan penelitian meliputi pembuatan emulsi nanokurkuminoid,
dilanjutkan dengan uji PSA dan uji efisiensi penjerapan. Emulsi nanokurkuminoid
dilakukan uji antiinflamasi secara in vivo pada tikus jantan Sprague dawley.
Serum darah yang diperoleh dari tikus yang mengalami inflamasi dilakukan uji
ELISA untuk melihat penghambatan enzim COX-1. Daya antiinflamasi dan enzim
COX-1 dijadikan dasar untuk pengkajian aktivitas antiinflamasi dari
nanokurkuminoid tersalut asam palmitat.

4

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yang dimulai pada bulan
September 2014 sampai Januari 2015. Pembuatan nanokurkuminoid dilakukan di
Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia, Laboratorium Kimia Fisik
Departemen Kimia, Laboratorium Biofisik Departemen Fisika Institut Pertanian
Bogor. Perlakuan dengan menggunakan hewan coba dilakukan di Pusat Studi
Biofarmaka Taman Kencana Bogor .

Bahan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley
yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) berumur 3 bulan, sehat,
memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 200-300gram.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pasta kurkuminoid
temulawak yang berasal dari daerah Ciemas - Sukabumi, asam palmitat (Merck),
poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosis (RO) dengan pH 7, karagenan 1%
dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%), natrium diklofenak, kit ELISA untuk
pengujian enzim COX-1 (MyBioSource).

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain gelas kimia, pengaduk
magnet, neraca analitik, batch pemanas, hotplate, homogenizer (Ultra Turrax
T18), ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size
analyzer (Delsa NanoC, Beckman Coulter), coolbox, pletismometer rakitan,
gunting bedah, sarung tangan, masker, sonde oral, kapas, labu ukur, tabung
Eppendorf, pipet mikro, tip pipet, syringe, mikrosentrifus (MIKRO 200R, Hettich
Zentrifugen), ELISA reader dan spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optic
USB4000).

Prosedur Penelitian
Pembuatan Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat (Mujib
2011 dan Ekaputra 2013)
Sampel pasta kurkuminoid diperoleh dari hasil ekstraksi secara maserasi
yang dilakukan oleh Permasku (2014). Temulawak yang digunakan berasal dari
daerah Ciemas, memiliki kadar air 8.56 %, rendemen ekstrak 20.62 %, serta kadar
kurkuminoid total 67.043 mg/g (bisdemetoksikurkumin 1.87 mg/g,
demetoksikurkumin 20.92 mg/g, dan kurkumin 44.26 mg/g) (Permasku 2014).
Pembuatan nanokurkuminoid dilakukan dengan mencampurkan fasa lemak
dan fasa air. Fasa lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta

5
kurkuminoid dipanaskan pada suhu 75
lalu diaduk dengan ultrasonikator di
dalam batch pemanas. Fasa air yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100 mL
air reverse osmosis (RO) dengan pH 7 dipanaskan pada suhu 75
lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet (stirrer magnetic). Fasa lemak kemudian
didispersikan ke dalam fasa air. Campuran fasa lemak dan fasa air lalu diaduk di
atas hotplate dengan stirer magnetik pada suhu 75
selama 5 menit. Emulsi
nanokurkuminoid yang dihasilkan kemudian dihomogenisasi menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit. Emulsi
nanokurkuminoid yang diperoleh lalu didinginkan dengan cara ditempatkan pada
wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 20 mL emulsi nanokurkuminoid diambil
dari stok awal, diletakkan ke dalam botol kaca kecil untuk diultrasonikasi dengan
amplitudo 20% selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam wadah yang berisi air
dan es batu. Hal ini dilakukan hingga semua emulsi nanokurkuminoid tersonikasi.
Nanopartikel kosong (nanokosong) dibuat dengan cara yang sama tetapi
tidak menggunakan sampel pasta kurkuminoid. Selanjutnya ukuran partikel emulsi
nanokurkuminoid dan nanokosong diukur menggunakan alat PSA (particle size
analyzer).
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)
Nanokurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 14000
rpm pada suhu 4
selama 40 menit dan supernatannya didekantasi. Residunya
dicuci dengan larutan campuran untuk mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap
dan disentrifugasi kembali. Absorbansi supernatan dari hasil sentrifugasi kedua
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 425 nm.
Efisiensi penjerapan dihitung dengan persamaan:

Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh dengan memasukkan nilai absorbansi
ke persamaan linear kurva standar ekstrak kurkuminoid.
Perlakuan pada Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan dalam percobaan adalah tikus jantan galur
Sprague Dawley yang sebelumnya telah diadaptasikan selama satu minggu dalam
kandang percobaan Pusat Studi Biofarmaka (PSB). Adaptasi hewan coba
bertujuan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Tikus yang
digunakan dalam percobaan adalah sebanyak 44 ekor yang dibagi menjadi 11
perlakuan secara acak. Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ekor tikus.
Tikus dipuasakan selama 14 jam sebelum perlakuan dilakukan. Bobot badan
tikus diukur untuk menentukan dosis nanokurkuminoid yang akan diberikan dan
kaki tikus diberi tanda batas pada mata kakinya untuk menyamakan persepsi
pembacaan pada setiap jamnya. Volume awal (Va) kaki tikus diukur dengan
pletismometer, kemudian diinduksi inflamasi dengan menginjeksikan larutan
karagenan 1% sebanyak 0.1 mL pada telapak kaki belakang tikus. Setelah satu
jam, ukur volume edema kaki tikus (Vk) kemudian masing-masing perlakuan
diberikan secara oral. Untuk perlakuan 1,2,3,4,5,6,7 diberikan emulsi
nanokurkuminoid dosis 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250 mg/kg BB. Perlakuan
ke-8 diberikan emulsi nanokosong 250 mg/kg BB, perlakuan 9 menggunakan
larutan saline NaCl 0.9% (Kontrol Negatif), perlakuan 10 menggunakan ekstrak

6
kurkuminoid temulawak 100 mg/kg BB, dan perlakuan 11 menggunakan natrium
diklofenak 75 mg/Kg BB (Kontrol Positif), kemudian volume kaki tikus diukur
setiap satu jam selama 6 jam untuk mengetahui jumlah volume edema kaki tikus
yang terjadi setiap jamnya (Vt). Untuk tikus dengan nomor ulangan 1 dan 2,
diterminasi pada jam ke-3 kemudian diambil serum darahnya untuk uji kadar
COX-1.
Penentuan Kadar Enzim Siklooksigenase (COX-1)
Untuk penentuan kadar enzim siklooksigenase (COX-1) dilakukan dengan
cara yaitu tikus diterminasi di jam ke-3 perlakuan kemudian darah tikus diambil
dan dimasukkan kedalam tabung Eppendorf. Darah tikus di sentrifugasi pada
1000g selama 15 menit untuk di ambil serumnya. Kadar enzim siklooksigenase
dari serum darah tikus diuji dengan menggunakan kit ELISA untuk COX yang
telah disediakan kemudian diukur dengan menggunakan ELISA reader.
Analisis Data
Volume edema (Vu) dihitung dari selisih volume kaki tikus sebelum (Va)
dan setelah diberi perlakuan pada waktu tertentu (Vt). Rumus volume edema:
Vu = Vt – Va
% Edema
Keterangan:
Vu : Volume edema telapak kaki tikus pada waktu tertentu
Vt : Volume telapak kaki tikus setelah diberi perlakuan pada waktu tertentu
Va : Volume awal telapak kaki tikus sebelum diinjeksi dengan karagenan 1%
Volume edema selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai AUC,
sedangkan % edema digunakan untuk membandingkan kondisi kaki tikus pada
setiap jamnya setelah diberi perlakuan.
Area Under the Curve (AUC) yaitu luas daerah di bawah kurva antara ratarata volume edema setelah induksi karagenan 1% terhadap waktu pengamatan.
AUC dihitung dari rata-rata volume edema jam ke-0 sampai jam ke-6 waktu
percobaan. Perhitungan nilai AUC menggunakan metode trapezoid (Dawud et al.
2014).
=
Keterangan :
: rata-rata volume edema pada tn-1
: rata-rata volume edema pada tn

(

7
Data AUC digunakan untuk menghitung presentase daya antiinflamasi
(%DAI) penghambatan volume edema dihitung dengan rumus:
% DAI =

x 100%

Keterangan :
AUCk : AUC rata-rata untuk kontrol negatif
AUCp : AUC rata-rata perlakuan
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan
acak lengkap (RAL) dengan tingka
c
95
α .05 untuk
daya antiinflamasi dan kadar enzim COX-1. Jika terdapat perbedaan bermakna
maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan yang
berpengaruh. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk melihat hubungan antara daya
antiinflamasi dan kadar enzim COX-1 pada perlakuan kurkuminoid di jam ke-3.

8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Dua jenis sediaan emulsi nanopartikel tersalut asam palmitat (Gambar 1)
yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu nanokurkuminoid berwarna kuning
cerah dan nanokosong berwarna putih. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan
cukup stabil dengan tidak adanya endapan pada dasar tabung. Kestabilan
nanokurkuminoid juga dapat dibuktikan dengan melihat indeks polidispersitasnya
melalui karakterisasi menggunakan alat particle size analyzer (PSA).

a

b

Gambar 1 Sediaan emulsi. a) Nanokurkuminoid, b) Nanokosong

Karakterisasi sediaan emulsi nanokurkuminoid dan nanokosong dilakukan
menggunakan alat particle size analyzer (PSA) Delsa NanoC (Beckman Coulter).
Hasil karakterisasi ini dapat berupa ukuran partikel dan indeks polidispersitas
yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakterisasi nanokurkuminoid dan nanokosong
Karakterisasi
Nanokurkuminoid
Nanokosong
Ukuran partikel (nm)
561.53
354.52
Indeks polidispersitas
0.309
0.218

Jumlah kurkuminoid yang terjerap kedalam sistem pembawa berupa asam
palmitat dapat ditentukan dengan uji efisiensi penjerapan menggunakan teknik
sentrifugasi. Sentifugasi dilakukan dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4
selama 40 menit. Pelet yang dihasilkan dari proses sentrifugasi diambil kemudian
dilakukan pencucian terhadap pelet, selanjutnya dilakukan sentrifugasi ulang
dengan kondisi yang sama. Supernatan hasil sentrifugasi yang kedua diambil
kemudian diencerkan sebanyak 5x untuk dibaca absorbansinya dengan
menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 425
nm.
Konsentrasi kurkuminoid yang terjerap dan efisiensi penjerapan
nanokurkuminoid diperoleh dari nilai absorbansi dengan menggunakan persamaan

9
linier kurva standar ekstrak kurkuminoid (Lampiran 4). Besarnya konsentrasi dan
efisiensi penjerapan nanokurkuminoid dalam penelitian ini yaitu 0.61±0,031
mg/mL dan 58.93±3.021%. Nilai efisiensi penjerapan ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra (2013) yaitu
86.02%.
Aktivitas Antiinflamasi
Induksi karagenan 1% menyebabkan terjadinya pembengkakan pada kaki
tikus, yang ditandai dengan meningkatnya volume kaki tikus setelah induksi
karagenan 1% (Gambar 2). Hasil pengukuran menggunakan pletismometer yaitu
berupa volume edema yang umumnya meningkat pada jam ke-1, ke-2 dan
menurun pada jam ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6 setelah pemberian perlakuan.

16.00
14.00
12.00

% Edema

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00

0.00
0

1

2

3
Waktu (Jam)

4

5

6

Gambar 2 Kurva % edema. Nanokurkuminoid (
: 100 mg/Kg BB,
: 125
mg/Kg BB,
: 150 mg/Kg BB,
: 175 mg/Kg BB,
: 200
mg/Kg BB,
:225 mg/Kg BB,
: 250 mg/Kg BB),
:
Nanokosong,
: Air saline,
: Ekstrak kurkuminoid,
:
Natrium diklofenak

Hasil pemberian perlakuan pada jam pertama menunjukkan bahwa semua
perlakuan masih mengalami pembengkakan (edema) kecuali perlakuan
nanokurkuminoid 250 mg/Kg BB dan ekstrak kurkuminoid mengalami penurunan

10

AUC total

edema. Perlakuan nanokurkuminoid 150 mg/Kg BB mengalami kenaikan edema
yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif. Perlakuan
nanokurkuminoid 125, 150, 225 mg/Kg BB, nanokosong dan natrium diklofenak
mengalami penurunan edema pada jam ke-2, sedangkan perlakuan lainnya tetap
pada kondisi yang sama kecuali perlakuan ekstrak kurkuminoid mengalami
kenaikan edema kembali. Semua perlakuan mengalami penurunan edema pada
jam ke-3, sedangkan di jam ke-4 terdapat perlakuan yang mengalami kenaikan
edema kembali yaitu pada perlakuan nanokurkuminoid 125, 150, 225 mg/Kg BB
dan ekstrak kurkuminoid. Semua perlakuan sudah mengalami penurunan edema
pada jam ke-5 hingga jam ke-6.
Nilai AUC atau luas daerah dibawah kurva dapat dihitung dari nilai volume
edema pada setiap perlakuan dengan metode trapezoid. Nilai AUC total (Gambar
3) memberikan informasi tentang khasiat nanokurkuminoid dalam mengurangi
inflamasi apabila dibandingkan dengan kontrol negatif (air saline). Semakin kecil
nilai AUC nanokurkuminoid, hal ini berarti nanokurkuminoid dapat menghambat
inflamasi yang terbentuk akibat induksi karagenan. Perlakuan nanokurkuminoid
secara keseluruhan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol negatif kecuali
perlakuan nanokurkuminoid 150 mg/Kg BB.

[VALUE]±0.126
0.50
[VALUE]±0.134
0.40
[VALUE]±0.074
[VALUE]±0.043
[VALUE]±0.073
[VALUE]±0.070
[VALUE]±0.076
0.30
[VALUE]±0.088
[VALUE]±0.071
[VALUE]±0.047
[VALUE]±0.083
0.20
0.10
0.00
N
N
N
N
N
N
N NK AS EK ND
100 125 150 175 200 225 250

Perlakuan
Gambar 3 Nilai AUC total. Nanokurkuminoid (N), nanokosong (NK), air saline
(AS), ekstrak kurkuminoid (EK), natrium diklofenak (ND)

Daya antiinflamasi (Gambar 4) diperoleh dari perbandingan nilai AUC
kontrol negatif dengan nilai AUC perlakuan. Perlakuan dengan menggunakan
nanokurkuminoid 225 mg/Kg BB memiliki persentase daya antiinflamasi paling
besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Berikut ini berturut-turut
persentase daya antiinflamasi dari nilai yang terbesar ke terkecil yaitu
nanokurkuminoid 225, 200, 175, 250 mg/Kg BB, nanokosong, nanokurkuminoid
100 mg/Kg BB, ekstrak kurkuminoid, natrium diklofenak, nanokurkuminoid 125
dan 150 mg/Kg BB. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan dengan
menggunakan nanokurkuminoid tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan
nanokosong, ekstrak kurkuminoid dan natrium diklofenak.

Daya Antiinflamasi (%)

11
80.00

[VALUE]±28.359
[VALUE]±31.917
[VALUE]±46.216
[VALUE]±26.574
[VALUE]±28.039
60.00
[VALUE]±24.356 [VALUE]±
[VALUE]±24.593
[VALUE]±15.135
[VALUE]±
24.730 42.950
40.00

20.00
0.00
-20.00
-40.00
-60.00

N
N
N
N
N
N
N NK
100 125 150 175 200 225 250

EK

ND

Perlakuan

Gambar 4 Persentase daya antiinflamasi. Nanokurkuminoid (N), nanokosong
(NK), ekstrak kurkuminoid (EK), natrium diklofenak (ND)

Konsentrasi (pg/ml)

Kadar Enzim Siklooksigenase (COX-1)
Studi in vivo yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
perlakuan nanokurkuminoid 125 mg/Kg BB yang diberikan pada tikus inflamasi
Sprague Dawley memiliki kadar enzim COX-1 yang berbeda nyata (P500 nm dilaporkan menunjukkan proses
pengiriman obat yang kurang baik dan target obat yang terbatas (Ravichandran
2013, Harde et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa, ada kemungkinan proses
penyerapan nanokurkuminoid akan terganggu karena ukuran partikel yang
digunakan cukup besar.
Selain ukuran partikel, indeks polidispersitas juga merupakan indikator
penting untuk menilai kualitas sediaan nanokurkuminoid. Indeks polidispersitas
(IP) merupakan nilai yang menyatakan lebarnya distribusi ukuran partikel,
keseragaman dan ketahanan suatu emulsi. Nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan
bahwa sampel memiliki distribusi yang sempit, dan nilai IP yang lebih besar dari
0.3 menunjukkan distribusi yang lebar (Yen et al. 2008). Semakin kecil nilai
indeks polidispersitas menunjukkan distribusi ukuran partikel yang semakin
sempit, yang berarti ukuran diameter partikel semakin homogen. Indeks
polidispersitas yang diperoleh dalam penelitian yaitu nanokurkuminoid (0.309)
dan nanokosong (0.218). Nanopartikel dikatakan baik jika memiliki nilai IP
kurang dari 0.3 yang artinya nanopartikel tersebut memiliki partikel yang seragam
dan memiliki stabilitas yang besar sehingga dapat mempertahankan kondisinya
pada saat penyimpanan dalam jangka waktu yang lebih lama. Studi stabilitas yang
dilakukan oleh Ekaputra (2013) menyatakan bahwa nanokurkuminoid tersalut
asam palmitat dengan ukuran partikel rata-rata sebesar 166.17 ± 39.64 nm dan
nilai indeks polidispersitas rata-rata sebesar 0.20 ± 0.06 ini stabil ketika disimpan
selama 60 hari di dalam lemari pendingin pada suhu 4 ºC.
Efisiensi penjerapan adalah perbandingan antara jumlah obat yang terjerap
ke dalam sistem pembawa dengan jumlah obat yang ditambahkan. Efisiensi
penjerapan umumnya dinyatakan dalam persen obat yang terjerap dalam fasa
l
(
l
+
) (Mȕll et al. 2000). Ada dua metode untuk
menghitung efisiensi penjerapan (EP) yaitu metode langsung dengan cara
mengukur jumlah obat yang terjerap dalam fasa lemak dan metode tidak langsung

16
dengan cara mengukur jumlah obat yang tidak terjerap dalam fasa lemak (Mujib,
2011). Penelitian ini digunakan metode langsung dalam menghitung efisiensi
penjerapan nanokurkuminoid, karena metode ini dianggap lebih efektif yaitu
dengan menghitung kurkuminoid yang terjerap di dalam inti nanokurkuminoid.
Jumlah kurkuminoid yang terjerap dapat ditentukan dengan pemisahan
kurkuminoid dari medium pendispersi dengan teknik sentrifugasi. Sentrifugasi
dilakukan pada suhu 4 ºC selama 45 menit dengan kecepatan 14000 rpm.
Sentrifugasi yang pertama bertujuan untuk memisahkan kurkuminoid yang tidak
terjerap. Pelet yang diperoleh dari sentrifugasi pertama diambil dan ditambahkan
pelarut kurkuminoid (metanol : air) hingga 1 mL, kemudian di sentrifugasi
kembali dengan kondisi yang sama. Sentrifugasi yang kedua bertujuan untuk
memisahkan kurkuminoid dari medium pendispersinya (matriks lemak).
Kurkuminoid yang berada pada bagian supernatan hasil sentrifugasi yang kedua
kemudian diencerkan sebanyak 5x untuk dibaca absorbansinya dengan
menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 425
nm.
Besarnya konsentrasi dan efisiensi penjerapan nanokurkuminoid yang
diperoleh dalam penelitian ini yaitu 0.61±0.031 mg/mL dan 58.93±3.021%. Nilai
efisiensi penjerapan ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ekaputra (2013) yaitu 86.02%. Faktor-faktor yang menentukan
besarnya efisiensi penjerapan obat dalam lemak, yaitu kelarutan obat dalam lemak
yang mencair, proses pencampuran antara obat dan lemak yang mencair, struktur
l
,
l
l
(Mȕll
et al. 2000). Perlu dilakukan 2-3 kali sentrifugasi pada pelet nanokurkuminoid
untuk mendapatkan nilai efisiensi penjerapan yang maksimum. Hal ini
dikarenakan, diduga masih ada sisa kurkuminoid yang terjerap di dalam pelet.
Aktivitas Antiinflamasi
Aktivitas antiinflamasi sediaan emulsi nanokurkuminoid diuji terhadap tikus
Sprague Dawley dengan melihat kemampuannya dalam mengurangi
pembengkakan (edema) pada kaki tikus akibat induksi karagenan 1%. Edema
akibat induksi ini dapat bertahan selama 6 jam dan akan berangsur-angsur
berkurang dalam waktu 24 jam, sehingga pada penelitian ini dilakukan
pengukuran edema setiap 1 jam selama 6 jam dengan menggunakan alat
pletismometer rakitan dengan skala volume 0.02 mL. Pletismometer ini
dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk keakuratan pembacaan
volume edema.
Model induksi karagenan pada kaki tikus merupakan uji yang sesuai dan
digunakan untuk mengevaluasi obat antiinflamasi serta sering digunakan untuk
menilai efek antiedema obat. Karagenan merupakan bahan kimia yang kuat untuk
melepaskan mediator inflamasi dan proinflamasi seperti prostaglandin, leukotrien,
histamin, bradikinin, TNF, dll (Amdekar et al. 2012). Semua perlakuan pada
penelitian ini diberikan induksi karagenan 1% pada telapak kaki tikus, kemudian
di berikan perlakuan berupa pemberian sediaan yang bersifat sebagai
antiinflamasi, kecuali pada kontrol negatif yang hanya diberikan air saline
fisiologis (NaCl 0.9%). Perlakuan yang menggunakan air saline fisiologis ini
bersifat netral bagi tubuh dan tidak memberikan efek antiinflamasi sehingga
digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan yang tidak memberikan efek

17
antiinflamasi. Penelitian ini, tidak menggunakan kontrol normal tetapi, base line
untuk volume edema dapat diperoleh melalui pengukuran awal volume kaki tikus
(Va).
Natrium diklofenak dalam penelitian ini digunakan sebagai pembanding
(kontrol positif) yang secara komersial telah terbukti memiliki khasiat
antiinflamasi. Penurunan kurva volume edema dari perlakuan menggunakan
natrium diklofenak terjadi secara bertahap, dengan nilai AUC yang cukup rendah
(0.23±0.073) dibandingkan dengan perlakuan kontrol negatif, sehingga
menghasilkan persentase daya antiinflamasi sebesar 17.10±24.593. Diklofenak
adalah turunan fenilasetat, obat ini merupakan penghambat siklooksigenase yang
relatif non selektif dan kuat, serta mampu mengurangi bioavaibilitas asam
arakidonat. Obat ini memiliki efek antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik
(Katzung 2004).
Kurva volume edema untuk perlakuan dengan menggunakan
nanokurkuminoid umumnya meningkat pada jam ke-1 dan ke-2, kemudian turun
di jam ke-3 hingga jam ke-6. Pada dosis 125 mg/Kg BB dan 150 mg/Kg BB,
kurva volume edema hampir sama dengan kurva pada kontrol negatif, sehingga
menghasilkan nilai AUC yang besar yaitu 0.26±0.074 dan 0.31±0.126 dengan
daya antiinflamasi yang kecil (5.08±24.73%) atau tidak menunjukkan daya
antiinflamasi (-11.81±42.95%). Persentase daya antiinflamasi ini tidak sesuai
dengan trend kenaikan , yaitu dimana semakin tinggi dosis maka efek
antiinflamasi akan semakin besar. Perlakuan dengan menggunakan dosis 100,
175, 200, 225, 250 mg/Kg BB nanokurkuminoid memiliki kurva volume edema
berada dibawah kurva kontrol negatif sehingga memiliki daya antiinflamasi yang
lebih baik secara berturut-turut yaitu 20.74±24.35%, 34.41±26.57%,
39.22±31.91%, 39.77±28.36%, 27.68±28.04%. Perlakuan menggunakan
nanokurkuminoid pada dosis 225 mg/Kg BB memiliki persentase daya
antiinflamasi yang paling besar dibandingkan dengan ekstrak kurkuminoid dan
kontrol positif. Secara statistik persentase daya antiinflamasi pada perlakuan
nanokurkuminoid tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan lainnya.
Namun, jika ditinjau dari konsentrasi senyawa bioaktif yang digunakan (Tabel 2)
pada ekstrak kurkuminoid (100 mg/Kg BB), kontrol positif dan nanokurkuminoid
(225 mg/Kg BB), terdapat perbedaan yang sangat signifikan.

Tabel 2 Konsentrasi senyawa bioaktif yang digunakan pada perlakuan
No Dosis Perlakuan
Konsentrasi (ppm)
1
Nanokurkuminoid 100 mg/Kg BB
49.05±1.370
2
Nanokurkuminoid 125 mg/Kg BB
62.50±3.182
3
Nanokurkuminoid 150 mg/Kg BB
74.40±2.877
4
Nanokurkuminoid 175 mg/Kg BB
84.79±6.074
5
Nanokurkuminoid 200 mg/Kg BB
98.90±6.632
6
Nanokurkuminoid 225 mg/Kg BB
119.58±8.874
7
Nanokurkuminoid 250 mg/Kg BB
129.13±9.077
8
Nano Kosong 250 mg/Kg BB
120.250±3.202
9
Air Salin NaCl (0.9%) (Kontrol Negatif)
9000±0.000
10 Ekstrak Temulawak 100 mg/Kg BB
45500±416.330
11 Natrium Diklofenak 75 mg/Kg BB (Kontrol Positif)
3115±92.920

18
Ekstrak kurkuminoid dan kontrol positif menggunakan bahan aktif berturutturut sebanyak 45500±416.330 dan 3115±92.920 ppm, sedangkan
nanokurkuminoid 225 mg/Kg BB menggunakan bahan aktif sebanyak
119.58±8.874 ppm, sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi senyawa
bioaktif yang digunakan pada ekstrak kurkuminoid dan kontrol positif berturutturut 380.5 dan 26 kali lebih besar dari nanokurkuminoid tetapi memiliki daya
antiinflamasi yang lebih kecil dibandingkan dengan nanokurkuminoid.
Adanya perbedaan konsentrasi yang digunakan ini menunjukkan bahwa
perbaikan formulasi menggunakan sistem pembawa berupa nanopartikel lemak
padat dapat meningkatkan daya antiinflamasi kurkuminoid. Hal ini dikarenakan
nanopartikel lemak padat (nanokurkuminoid) memiliki bioavailabilitas yang
tinggi karena memiliki ukuran partikel yang relatif kecil dengan komposisi biolipid (lemak), yang mampu melewati hambatan biologis dengan lebih mudah
sehingga dapat memberikan efek terapi yang ditandai dengan besarnya persentase
daya antiinflamasi pada sediaan nanokurkuminoid (Qi et al. 2012) sedangkan
pada ekstrak kurkuminoid memiliki bioavailabilitas yang rendah dimana ketika
10-12 g/mL kurkumin yang diberikan secara oral pada manusia, kadar kurkumin
yang terdeteksi pada serum darah manusia hanya sekitar 50 ng/mL (Lao et al.
2006). Penelitian ini menggunakan ekstrak etanol kurkuminoid yang belum
melalui tahap pemurnian untuk mendapatkan kurkuminoid murni, sehingga ada
kemungkinan efek antiinflamasi akan lebih baik ketika menggunakan
kurkuminoid murni.
Perlakuan dengan menggunakan nanokosong 250 mg/Kg BB memiliki nilai
AUC dan daya antiinflamasi yang lebih baik dibandingkan dengan natrium
diklofenak dan ekstrak kurkuminoid sebesar 0.21±0.047 dan 22.46±15.13%.
Komposisi dari nanokosong yaitu 0.5 gram poloksamer 188; 1.0 gram asam
palmitat; dan 100 mL air RO. Poloksamer 188 merupakan surfaktan yang
digunakan untuk menstabilkan nanopartikel lemak pada